LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli"

Transkripsi

1 LANDASAN TEORI Sistem Manajemen Ahli Para pengambil keputusan sering dihadapkan pada tantangan baik internal dan eksternal yang semakin komplek. Semakin banyaknya informasi pada satu sisi memberikan keuntungan dalam membantu pengambilan keputusan, namun pada sisi lain juga akan semakin menambah komplek permasalahan. Sistem penunjang keputusan (SPK) merupakan alat yang membantu efektifitas pengambilan keputusan yang semakin komplek tersebut. SPK adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya (Eriyatno 1999). Sistem penunjang keputusan merupakan integrasi dari tiga komponen utama yaitu: sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model dan sistem manajemen dialog. Sistem manajemen dialog adalah subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utamanya adalah menerima input dan memberikan output yang dikehendaki pengguna. Pada perkembangan selanjutnya SPK ini dapat diintegrasikan dengan sistem pakar yang disebut dengan sistem manajemen ahli. Integrasi tersebut dapat berupa memasukkan sistem pakar ke dalam komponen-komponen sistem penunjang keputusan atau dengan membuat sistem pakar sebagai sistem terpisah dari sistem penunjang keputusan. Integrasi sistem pakar ke dalam sistem penunjang keputusan dapat dilakukan pada sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, sistem manajemen dialog serta pada rekayasa sistem dan pengguna (Turban 1993). Sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan kecerdasan (Intelligent Knowledge Based System) merupakan salah satu bagian kecerdasan buatan yang memungkinkan komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan. Proses tersebut seorang pengguna dapat berkomunikasi secara interaktif dengan komputer untuk memecahkan suatu persoalan atau seolah-olah pengguna berhadapan dengan seorang ahli dengan masalah tersebut (Marimin 2005). Menurut Marimin (2005) sistem pakar terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian pengembangan dan konsultasi. Bagian pengembangan sistem pakar

2 29 digunakan oleh penyusunnya untuk memasukkan pengetahuan dasar ke dalam lingkungan sistem informasi, sedangkan bagian konsultasi digunakan oleh pemakai untuk mendapatkan pengetahuan ahli serta saran, nasehat maupun justifikasi. Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup: (1) fasilitas akuisis pengetahuan, (2) sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system), (3) mesin inferensi (inference engine), (4) fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi dan (5) penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interface). Tiap bagian mempunyai hubungan yang erat dengan bagian lainnya. Keterkaitan antar komponen tersebut disajikan pada Gambar 3. Pengguna Penghubung Pakar fakta aturan model Akuisis ilmu pengetahuan fakta aturan model Sistem berbasis pengetahuan Statis Dangkal Mendalam Dinamis fakta aturan model Mekanisme inferensi Strategi penalaran nasehat justifikasi konsultasi Strategi pengendalian Fasilitas penjelasan Gambar 3 Struktur dasar sistem pakar (Marimin 2005) Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi, penyebab lain adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pilihan dan pengambil keputusan lebih dari satu. Jika sumber kerumitan itu adalah beragamnya kriteria maka maka analytical hierarchy process (AHP) merupakan teknik untuk menyelesaikan masalah ini (Mulyono 1996).

3 30 Proses hirarki analitik ini memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Pada dasarnya metode ini adalah memecahkan situasi yang kompleks, tak terstruktur kedalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas yang paling tinggi dan bertindak mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Saaty 1993). AHP mempunyai banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah dengan AHP. Selain itu AHP juga menguji konsistensi penilai, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang (Marimin 2004). Ada beberapa prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan AHP antara lain adalah : decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency (Mulyono 1996). 1 Decomposition yaitu memecahkan persoalan menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat maka pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan tingkatan dari persoalan tadi. 2 Comparative judgement berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan lebih baik bila disajikan dalam bentuk matrik yang dinamakan matrik pairwise comparison. 3 Synthesis of priority, dari setiap matrik pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapat local priority harus dilakukan sintesa diantara local priority.

4 31 4 Logical consistency, konsistensi mempunyai dua makna pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi dan arti yang kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Metode Perbandingan Eksponensial Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu: menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukakan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif (Marimin 2004). Metode ini secara sekilas sangat sederhana, yang pada prinsipnya merupakan metode skoring terhadap pilihan-pilihan yang ada, namun demikian dengan penghitungan secara eksponensial perbedaan nilai kriteria yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan jelas tergantung tingkat penilaian tersebut. Penghitungan total nilai setiap keputusan dapat diformulasikan (Ma arif dan Tanjung 2003) sebagai berikut: m Tot i = ( RKij) j= i TKKj. (1) Keterangan: Tot i = total nilai alternatif keputusan ke-i Rk ij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal TKK j = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j, yang dinyatakan dengan bobot m = jumlah kriteria keputusan

5 32 Pengambilan Keputusan Kelompok Multi Expert- Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) adalah teknik pengambilan keputusan kelompok fuzzy. Proses pengambilan keputusan diawali dengan penentuan alternatif pilihan keputusan dan kriteria yang digunakan dalam penilaian setiap alternatif keputusan. Penilaian oleh pakar untuk setiap kriteria pada setiap alternatif dapat dinyatakan dalam bentuk label linguistik fuzzy (Marimin et al. 1998). Pengambilan keputusan dilakukan dengan kaidah fuzzy independent preference evaluation (Marimin et al. 1997). Teknik ME-MCDM ini telah dikembangkan oleh Yager (1993) yaitu menghitung skor setiap alternatif ke i untuk setiap pengambilan keputusan ke j (Vij) pada semua kriteria (ak). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : V ij = Min [Neg (Wak) v V ij (a k )] (2) Neg (W ak ) = W q-1+i (3) dimana: V ij = nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j Neg (W ak ) = negasi nilai bobot kriteria ke-k V ij (a k ) = nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k k = 1,2,3,. Proses agregasi pada pakar menggunakan operator Ordered Weighted Average (OWA) (Yager 1988; Yager 1993). Bobot faktor nilai pengambil keputusan ditentukan dengan formula : Q (k) = Int [1 + k* (q-1)/r].. (4) dimana: q = jumlah skala penilaian r = jumlah pakar k = 1,2,3,. Proses agregasi pakar selanjutnya menggunakan rumus sebagai berikut: V i = f(v i ) = Max (Q j ) Λ b j ]... (5) dimana V i = nilai total untuk alternatif ke-i Q j = bobot ke-j b j = urutan dari skor alternatif ke -i yang terbesar ke-j

6 33 Interpretative Structural Modelling (ISM) Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang komplek dari sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis dan kalimat. Teknik ISM terutama ditunjukkan untuk pengkajian suatu tim, namun bisa juga dipakai oleh seorang peneliti (Eriyatno 1999). Metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub elemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur didalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan (Eriyatno 1999). Menurut Saxena et al. (1992) program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yaitu : 1 Sektor masyarakat yang terpengaruhi. 2 Kebutuhan dari program. 3 Kendala utama. 4 Perubahan yang dimungkinkan. 5 Tujuan dari program. 6 Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan. 7 Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. 8 Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas. 9 Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Analisis Regresi Logistik Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel. Penerapan regresi ini dapat dijumpai secara luas di banyak bidang seperti ekonomi, manajemen, teknik, ilmu sosial dan lain sebagainya. Analisis regresi berguna dalam menelaah hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna sehingga penerapannya lebih bersifat eksploratif. Analisis regresi dikelompokkan dari mulai yang sederhana sampai yang paling rumit, tergantung tujuan yang berlandaskan pengetahuan dan teori yang ada.

7 34 Analisis regresi tidak saja digunakan untuk data-data kuantitatif, tetapi juga bisa digunakan untuk data kualitatif. Jenis data kualitatif tersebut seringkali berupa data kategori. Pada umumnya memberikan nilai 1 pada kategori yang dimaksud dan memberikan nilai 0 pada kategori yang lain (dapat juga sebaliknya tergantung tujuan kasus tersebut). Variabel yang diberi nilai 1 dan 0 merupakan variabel indikator. Analisis regresi dengan variabel indikator adalah analisis regresi dimana salah satu atau beberapa veriabel bebasnya merupakan variabel indikator. Nama lain variabel indikator adalah variabel dummy, variabel biner, variabel kualitatif, variabel katagori, variabel dikotomi (Firdaus, 2004). Model regresi dengan variabel indikator mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1 Nilai 1 dan 0 untuk dua kategori (D=1 untuk laki-laki, D=0 untuk perempuan) ditentukan secara sembarang, yang berarti dapat juga D=1 untuk perempuan, D=0 untuk laki-laki. 2 Kelompok kategori atau klasifikasi yang diberikan nilai 0 seringkali disebut sebagai katagori dasar atau kontrol. 3 Koefisien yang diberikan untuk variabel indikator dapat disebut koefisien intersep diferensial karena koefisien tadi menyatakan berapa banyak nilai unsur intersep dari kategori yang mendapat nilai 1 berbeda dari koefisien intersep dari kategori dasar. Regresi logistik adalah merupakan perkembangan lebih lanjut dari probabilitas linier yang menjelaskan bahwa regresi logistik digunakan untuk estimasi probabilitas suatu fenomena dengan mereduksi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada probabilitas linier (Maskie 2001). Regresi logistik merupakan analisis regresi dummy variabel dimana dependen variabelnya dalam bentuk binari. Regresi logistik dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan keputusan pemilihan sumber permodalan bank karena variabel Y merupakan probabilitas pilihan-pilihan. Persamaannya adalah sebagai berikut: misalkan bila keputusan memilih bank Y ditentukan oleh sejumlah variabel independen yang bersifat kualitatif X, maka bentuk persamaan umum adalah (Sutrisno et al. 1999; Maskie 2001) sebagai berikut: P i = E(Y=1/X i ) = β 1 +β 2 X i.. (6)

8 35 Dimana X adalah variabel independen dan Y = 1 jika jika memilih bank. Persamaan berikut menunjukkan peluang memilih bank: atau P i = E(Y=1/X i ) = 1. (7) 1+e (β1+β2xi) P i = (8) 1+e Zi Persamaan tersebut merupakan Logistic Distribution Function (Logit) dimana: Z i = β 1 +β 2 X i..... (9) Bila P i adalah probabilitas untuk memilih bank, dan (1-P i ) adalah probabilitas untuk tidak memilih bank maka: 1-P i = 1. (10) 1+e Zi Selanjutnya bentuk persamaan tersebut dapat diubah menjadi: P i 1+ e zi (11) = 1-P i 1+ e -zi P i /(1-P i ) adalah odd ratio dalam hal keputusan untuk memilih bank, yaitu rasio dari probabilitas bahwa seseorang akan memilih bank terhadap keputusan untuk memilih selain bank. Selanjutnya dengan logaritma alamiah dapat diperoleh persamaan: L i = Ln(P i /1-P i ) = Z i = β 1 +β 2 Xi.... (12) Analisis Struktur Pasar Struktur pasar merupakan gambaran imbangan kekuatan antara penjual dan pembeli dalam suatu wilayah pasar. Unsur-unsur struktur pasar meliputi jumlah dan ukuran penjual dan pembeli, deferensiasi produk, kebebasan keluar masuk dan derajat intergarasi. Analisis yang sering digunakan untuk menganalisis struktur pasar adalah konsentrasi pasar. Salah satu alat analisis untuk mengetahui derajat konsentrasi penjual yang ada pada suatu wilayah pasar adalah Indeks Hirschman-Herfindahl. Perhitungan Indeks Hirschman-Herfindahl dirumuskan (Ferguson 1988; Martin 1993; Carlton dan Perloff 2000) sebagai berikut: n HHI = i 1 S i (13)

9 36 Keterangan : HHI = Indeks Hirschman-Herfindahl S i = pangsa pasar penjual ke-i n = jumlah penjual pada suatu wilayah pasar Nilai HHI pada persamaan (13) berada pada kisaran 0 1. Bila nilai HHI=1 maka struktur pasar berada pada keadaan monopoli atau hanya terdapat satu penjual di dalam pasar. Indeks Hirschman-Herfindahl hanya menunjukkan kecenderungan struktur pasar apakah struktur pasar mengarah pada bentuk monopoli atau bersaing sempurna. Dengan menggunakan rasio konsentrasi lebih jelas memberikan batasan antara bentuk pasar bersaing sempurna dengan bentuk oligopoli (Martin 1993). Apabila pangsa pasar empat penjual terbesar (CR 4 ) dalam suatu wilayah pasar lebih besar atau sama dengan 40%, maka struktur pasar digolongkan kedalam bentuk oligopoli. Perhitungan konsentrasi rasio dapat diformulasikan (Martin 1993; Ferguson 1988; Carlton dan Perloff 2000) sebagai berikut: x CR x = i 1 S i..... (14) Keterangan : CR x = konsentrasi rasio untuk x penjual terbesar S i = pangsa pasar penjual ke-i x = jumlah penjual pada suatu wilayah pasar Analisis Kelayakan Finansial Alat ukur atau kriteria diperlukan untuk menentukan apakah suatu usaha tersebut menguntungkan atau layak untuk diusahakan. Alat ukur atau kriteria yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan NPV (Net Present value), Net B/C (Net Benefit Cost ratio) dan IRR (Internal Rate Of Return) (Gittinger 1986; Gray et al. 1986; Kadariyah et al. 1999; Sutoyo 2000). Net present value dapat diartikan sebagai nilai bersih sekarang, menunjukan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi (proyek). Net Benefit Cost Ratio menunjukkan berapa kali lipat keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya investasi yang dikeluarkan sedangkan Internal Rate of Return menunjukkan prosentase keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tersebut tiap

10 37 tahun. IRR merupakan kemampuan dari usaha tersebut dalam mengembalikan atau membayar bunga bank. Pengertian yang sederhana tentang kriteria tersebut saling mendukung atau saling melengkapi dalam menunjukkan kelayakan dari suatu usaha. Net Present Value (NPV) Kriteria nilai sekarang bersih (NPV) didasarkan atas konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung kas bersihnya, akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama yaitu harga (pasar) saat ini. Dengan demikian dua hal telah diperhatikan yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besar arus kas masuk dan keluar. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan (Soeharto 2002). NPV dapat dihitung dengan rumus (Gray at al.1986; Kadariyah et al. 1999) sebagai berikut : NPV = Keterangan : n t= 0 B t - C t (1+ i) t (15) B t : benefit pada tahun ke t. C t : biaya pada tahun ke t. i. : tingkat bunga yang berlaku. n : jumlah tahun. t : tahun tertentu. Bila NPV > 0 maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan bila NPV < 0 usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C) Salah satu alat analisis yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan kriteria layak tidaknya suatu usaha untuk dijalankan adalah dengan menghitung net B/C ratio. Bila net B/C > 1, maka usaha tersebut dapat dilakukan, sedangkan bila net B/C < 1, maka usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan. Net B/C dihitung dengan formulasi (Gray at al. 1986; Kadariyah et al. 1999) sebagai berikut:

11 38 n Bt - Ct untuk B t t - C t > 0 t= 0 (1+ i) Net B/C =... (16) n t= 0 C t - B (1+ i) t t untuk B t - C t < 0 Internal Rate of Return IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Hal ini berarti IRR sama dengan tingkat bunga pada waktu NPV = 0. Perhitungan besarnya IRR dapat dilakukan dengan cara melakukan interpolasi antara tingkat bunga pada saat NPV bernilai positif dengan tingkat bunga pada saat NPV bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: IRR = i 1 + Keterangan NPV 1 NPV1- NPV NPV 1 : NPV bernilai positif. NPV 2 : NPV bernilai negatif. i 1 i (i 1 i 2 ).. (17) : tingkat bunga dimana NPV positif. : tingkat bunga dimana NPV negatif. IRR > tingkat bunga bank, maka usaha tersebut layak dilakukan dan apabila IRR < tingkat bunga bank, maka usaha tersebut tidak layak dilakukan. Break Event Point Kapasitas produksi minimal yang harus diproduksi dihitung dengan menggunakan analisis Break Even Point (BEP). Analisis Break Event Point atau analisis titik impas dapat merumuskan pada titik mana tercapai pendapatan sama dengan biaya. Skala atau volume usaha yang dilakukan harus diatas titik impas. BEP memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan total biaya produksi (Soeharto 2002). Jumlah unit produksi pada BEP dapat dihitung dengan rumus: FC Qi =... (18) P VC

12 39 Keterangan: Qi FC P VC = Jumlah unit (volume) yang dihasilkan = Biaya tetap = Haraga jual per unit = Biaya variabel per unit Pay Back Period (PBP) Waktu pengembalian modal atau Pay Back Period adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi awal, dimana keputusan diambil berdasarkan kriteria waktu. Perhitungan matematis untuk menghitung PBP ini adalah: PBP = t_neg + AKK Keterangan: t AKKt _ neg _ neg AKK t _ pos... (19) AKK : arus kas kumulatif. t_neg : tahun proyek pada saat arus kas kumulatif (AKK) bernilai negatif. t_pos : tahun proyek pada saat arus kas kumulatif (AKK) bernilai positif. Beberapa kelemahan PBP sebagai kriteria investasi adalah: 1 Tidak dapat membedakan antara dua atau lebih proyek-proyek yang mempunyai nilai PBP sama. 2 Mengabaikan aliran uang (cash flow) sebagai kriteria pemilihan setelah PBP tercapai. 3 Tidak mempertimbangkan bahwa nilai uang sekarang berbeda dengan akan datang.

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL III. LANDASAN TEORI 3.1 TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT

PEMODELAN SISTEM. Konfigurasi Model. Data Pengetahuan Model. Perumusan Strategi Bauran Pemasaran MEKANISME INFERENSI SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rancang bangun model pengembangan industri kecil jamu dirancang dalam bentuk paket program komputer sistem manajemen ahli yang terdiri dari komponen : sistem manajemen

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORI A. TEKNIK HEURISTIK

III. LANDASAN TEORI A. TEKNIK HEURISTIK III. LANDASAN TEORI A. TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan dalam

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORETIS

III. LANDASAN TEORETIS III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Suatu sistem pada dasarnya adalah sekolompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN III. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Terbatasnya sumber daya minyak dan kemampuan kapasitas produksi minyak mentah di dalam negeri telah menjadikan sekitar 50% pemenuhan bahan bakar nasional

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

4.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

4.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK) 4 PENDEKATAN SISTEM Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu objek atau masalah yang kompleks dan bersifat interdisiplin sebagai bagian dari suatu sistem. Pendekatan sistem mencoba

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

Ada tiga prinsip dasar dalam proses hirarki analitik, yaitu : secara hirarkis, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.

Ada tiga prinsip dasar dalam proses hirarki analitik, yaitu : secara hirarkis, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah. 3. LANDASAN TEORI 3.1. Analytical Hierarchy Process Ai?nl~?rcnl Hrermc/?j9 P~~ocess (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA) ditujukan untuk membuat suatu model pel-inasalahan yang tidak mempunyai struktur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI

III. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI III. LANDASAN TEORI A. PERENCANAAN PROYEK INVESTASI Menurut Khadariah (986), proyek adalah suatu keseluruhan kegiatan yang menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat (benefit), atau suatu kegiatan

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

Pengambilan Keputusan Berbasis Indeks Kinerja. Analisis Keputusan TIP FTP UB Mas ud Effendi

Pengambilan Keputusan Berbasis Indeks Kinerja. Analisis Keputusan TIP FTP UB Mas ud Effendi Pengambilan Keputusan Berbasis Indeks Kinerja Analisis Keputusan TIP FTP UB Mas ud Effendi Bahasan Pendahuluan Metode Bayes Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) CPI (Comparative Performance Index) Pendahuluan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORITIS

III. LANDASAN TEORITIS III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Konsep Pengembangan Kawasan Zen (1999) menyatakan, pengembangan dalam arti development merupakan kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat dilakukan, apa yang mereka miliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin et al,1999). Dibutuhkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Kelayakan Investasi Evaluasi terhadap kelayakan ekonomi proyek didasarkan pada 2 (dua) konsep analisa, yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Analisa ekomoni bertujuan

Lebih terperinci

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Aspek ekonomi dan keuangan membahas tentang kebutuhan modal dan investasi yang diperlukan dalam pendirian dan pengembangan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan 2.1.1. Definisi Keputusan Keputusan (decision) yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat dilihat pada kaitannya dengan proses,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terkait Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dita Monita seorang mahasiswa program studi teknik informatika dari STMIK Budi Darma Medan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Citra Jaya Putra Utama merupakan salah satu perusahaan jasa yang bergerak di bidang distribusi farmasi. Perusahaan saat ini ingin melakukan investasi modal dalam bentuk cabang baru di Surabaya

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORITIS

III. LANDASAN TEORITIS III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Quality Function Deployment (QFD) QFD dikembangkan pertama kali oleh Mitsubishi s Kobe Shipyard sebagai cara menjabarkan harapan konsumen, selanjutnya secara sistematis diterjemahkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: 223-230 MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KARYAWAN PADA INSTANSI KESATUAN BANGSA POLITIK DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI Silvana Maulidah, SP, MP Lab of Agribusiness Analysis and Management, Faculty of Agriculture, Universitas

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL 32 IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL 4.1. Identifikasi Indikator Kelayakan Finansial Pada umumnya ada enam indikator yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian kelayakan finansial dari

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Sumber kerumitan masalah pengambilan keputusan bukan hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada PT X, mengenai Peranan Capital Budgeting Dalam Pengambilan Keputusan Investasi Untuk Pembelian Mesin

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisda Bta di Bogor merupakan analisis yang dilakukan sebagai bagian dari tahap pra invetasi pada proyek pembangunan industri

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ STUDI KELAYAKAN BISNIS Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ PENDAHULUAN Arti Studi Kelayakan Bisnis??? Peranan Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan Bisnis memerlukan

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah

Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah A Yani Ranius Fakultas Ilmu Komputer Universitas Bina Darma Palembang ay_ranius@yahoo.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga April 2011, berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

IV. METODE PENELITIAN. (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di lokasi penanaman JUN Unit Usaha Bagi Hasil- Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA)

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) III. LANDASAN TEORI 3.1 Multi Sectoral Qualitative Analysis Teknik Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA) yang dikembangkan oleh Roberts dan Stimson (1998) digunakan untuk mengevaluasi daya saing dan

Lebih terperinci

P11 AHP. A. Sidiq P.

P11 AHP. A. Sidiq P. P11 AHP A. Sidiq P. http://sidiq.mercubuana-yogya.ac.id Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Tujuan Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

Metode Penilaian Investasi Pada Aset Riil. Manajemen Investasi

Metode Penilaian Investasi Pada Aset Riil. Manajemen Investasi Metode Penilaian Investasi Pada Aset Riil Manajemen Investasi Pendahuluan Dalam menentukan usulan proyek investasi mana yang akan diterima atau ditolak Maka usulan proyek investasi tersebut harus dinilai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional Pariwisata merupakan kegiatan perjalanan untuk rekreasi dengan mengunjungi tempat-tempat wisata seperti gunung, pantai, perkotaan, dan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT. PJB CIRATA BADAN PENGELOLAAN WADUK CIRATA Erika Susilo Jurusan Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 16 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Diagram Sebab-Akibat (Causes and Effect Diagram) Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada akhirnya setelah penulis melakukan penelitian langsung ke perusahaan serta melakukan perhitungan untuk masing-masing rumus dan mencari serta mengumpulkan

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN GURU YANG BERHAK MENERIMA SERTIFIKASI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. KERANGKA TEORI 2.1.1. Pengertian Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang kegiatan atau usaha atau bisnis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Fuzzy AHP. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian 15 16

Lebih terperinci

ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Petrus Wolo 1, Ernawati 2, Paulus Mudjihartono 3 Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS INDEKS KINERJA

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS INDEKS KINERJA 1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS INDEKS KINERJA 2 Bilangan Terms SIM Informasi DSS Data Monev Alternatif Keputusan Aksi Keputusan SOP Keterangan: SIM : Sistem Informasi Manajemen DSS : Decision Support

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan data yang digunakan menggunakan kuantitatif

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik dan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tepung dan biskuit dari tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Usaha Menurut Gittinger (1986) bisnis atau usaha adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural.

7 REKAYASA SISTEM. Intelijensi Mesin inferensi Penalaran /Inference. Pengendalian/Control. Supervisor. Penghubung bahasa natural. 7 REKAYASA SISTEM 7.1 Konfigurasi Sistem Sistem Pendukung Keputusan Intelijen untuk pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dirancang dalam bentuk perangkat lunak komputer Visual Basic versi 6.0

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci