TERhADAP KEBIJAKAN FISKAL DAN moneter

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TERhADAP KEBIJAKAN FISKAL DAN moneter"

Transkripsi

1 DAmPAK PENURUNAN harga migas TERhADAP KEBIJAKAN FISKAL DAN moneter Nuzul Achjar Anggota Scientific Board Badan Litbang ESDM, dan Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas indonesia SARI Sejak Repelita i sampai dengan Vi dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun anggaran 2016, estimasi penerimaan negara dalam R-aPBN memegang peranan penting, terutama pada asumsi lifting minyak dan gas bumi serta harga dan nilai tukar rupiah terhadap dolar as. Tulisan ini menggunakan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran tentang pengaruh perubahan harga minyak pada indikator makro-ekonomi terutama aspek moneter dan fiskal. Setelah penerimaan negara dari migas mengalami booming pada tahun anggaran , kontribusi minyak dan gas pada pendapatan anggaran nasional cenderung menurun. Di masa depan, eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas harus dilakukan dalam konteks keamanan energi bukan sebagai sumber utama penerimaan negara. Kata kunci : dampak fiskal dan moneter, ICP, penerimaan negara 1. PENDAhULUAN Sejarah perekonomian indonesia khusus nya dilihat dari aspek penerimaan negara sejak awal orde baru hingga memasuki kuartal i tahun anggaran 2016 sangat diwarnai de ngan peranan sektor minyak dan gas bumi (migas). Jika perhatian diberikan pada enam periode Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) Pertama (1969/ /74) hingga akhir Pelita Vi (1998/99), peranan migas terhadap penerimaan negara mengalami pasang surut dan dinamika yang juga memberikan gambaran tentang produksi migas, harga dan nilai tukar rupiah terhadap US$. Pada Nota Keuangan Tahun 2016, peranan migas terhadap pendapatan negara masih tetap menjadi andalan walaupun dengan nuansa yang berbeda yaitu resiko menurunnya penerimaan negara dari migas menyusul turunnya lifting minyak yang disertai pula dengan jatuhnya harga minyak mentah di pasar internasional. Pada proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2016, faktor penerimaan negara dari migas masih tetap diperhitungkan dengan mempertimbangkan asumsi Indonesian Crude Price (icp) dan indikator makro lainnya seperti lifting minyak, nilai tukar -- sesuatu yang tidak berbeda dengan periode-periode sebelumnya. asumsi naik atau turunnya harga migas akan berimplikasi terhadap berbagai indikator makro. Dengan kondisi yang ada saat ini di mana harga minyak turun cukup drastis yaitu pada kisaran US$30 per barel dibandingkan dengan puncak harga minyak yang mencapai US$140 dollar pada tahun 2012, pertanyaannya, seberapa jauh kondisi tersebut akan berdampak terhadap aspek fiskal dan moneter. Tulisan ini secara deskriptif mencoba untuk mene lusuri perkembangan penerimaan Negara dalam 15

2 kaitannya dengan naik turunnya produksi dan harga migas serta implikasinya terhadap sektor lain. 2. PERANAN migas PADA ENAm REPE- LITA Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, sejarah perekonomian nasional khususnya pada pemerintahan orde baru sangat diwarnai dengan besarnya peranan sektor migas. Enam Repelita selama Periode merupakan penggalan sejarah dan representasi dari kondisi perekonomian nasional masa lalu yang sekaligus juga menandai masa kejayaan dan pasang surut perekonomian yang penerimaannya bertumpu pada ekpor migas. Hamilton (2013) mengidentifikasi lima periode utama terjadinya perubahan harga minyak secara signifikan yaitu: Periode Pertama ( ), Periode Kedua ( ), Periode Ketiga ( ), Periode Keempat ( ), dan periode Kelima (1997 sekarang). Menurut Hamilton, dua periode terakhir tersebut masing-masing disebut sebagai abad OPEC Organisasi Negara-negara Pengeks por Minyak (The age of OPEC) dan abad industri Baru (A new Industrial Age). Hamilton mengaitkan The age of OPEC dengan kondisi di mana rata-rata harga riil naik cepat, dan fokus pasar global minyak bergeser dari ameri ka Utara ke Teluk Persia selama 1973 hingga 1996, dan kebijakan OPEC sa ngat berpengaruh terhadap harga minyak. abad industri Baru sejak 1997 hingga sekarang dimaknai oleh Hamilton sebagai pasar migas yang lebih kompetitif. Pandangan Hamilton khususnya pada dua periode terakhir yaitu periode keempat dan kelima kurang lebih memberikan gambaran tentang kondisi perekonomian nasional khususnya ketika indonesia menjadi anggota OPEC, yang mengandalkan penerimaan Nega ra dari ekspor migas. indonesia mengalami dua periode boom minyak yaitu pertama tahun 1973/74 dan kedua pada 1979/80. Dengan harga mi nyak yang tinggi pendapatan Nega ra meningkat drastis karena memperoleh pendapatan besar (windfall gain) dari minyak yang kemudian digunakan untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur, pembangunan sosial, pembangunan daerah, termasuk juga pembangunan industri dasar dan industri substitusi impor. Produksi tertinggi migas dicapai pada tahun 1996 sebesar 1,6 juta barel per hari (bph) dan terendah pada tahun 2015 dengan produksi dibawah bph. Konsumsi migas terus meningkat yang diperkirakan akan mencapai 1,8 juta bph pada tahun 2020, sementara dalam lima belas tahun terakhir lifting migas cenderung merosot (Rosdiana et al. (2015). Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan gambaran mengenai perkembangan penerimaan dalam negeri sejak awal orde baru tahun 1968 hingga akhir Repelita Vi (1998/99) (lihat Gambar 1). Pada awal Repelita i (1969/70), kontribusi migas terhadap penerimaan dalam negeri tercatat 27% dan terus meningkat sehingga mencapai 39,5% pada akhir Repelita i (1973/74), dan pada akhir Repelita ii (1978/79) sudah mencapai 54,1%. Pada april 1980 terdapat indikasi lonjakan harga minyak dunia yang mencapai US$29,5 per barel yang menandai oil boom kedua. Kenaikan harga minyak terus berlanjut pada dua tahun berikutnya 1981 dan Harga mi nyak masing-masing tercatat US$35 per barel. Seperti terlihat pada Tabel 3, pada pe riode sebelumnya, selama , harga minyak dunia berkisar antara US$1,69 15,65 per barel. Berikutnya, pada april 1983, harga minyak terlihat merosot yaitu US29,3 per barel dari US$35 pada april Untuk mengurangi risiko menurunnya penerimaan karena jatuhnya harga migas maka pemerintah melakukan berbagai langkah kebijakan antara lain deregulasi di bidang keuangan dan perbankan pada 1 Juni 1983 dengan mengurangi intervensi bank sentral dalam hal penentuan suku bunga deposito oleh bank pemerintah maupun swasta. Pada pokoknya deregulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan investasi agar tidak terlalu bergantung pada ekspor migas. Dampak dari regulasi tersebut antara lain tercermin dari makin 16

3 meningkatnya tabungan masyarakat. Setahun kemudian pada 1 Januari 1984, pemerintah melakukan deregulasi di bidang perpajakan dengan tujuan agar pendapatan Negara dari pajak dapat ditingkatkan menyusul turunnya penerimaan negara dari migas. Pengamatan selama periode Repelita i hingga Vi menunjukkan bahwa kontribusi terbesar migas terhadap penerimaan dalam negeri tercatat 70,6% yang terjadi pada tahun ketiga Repelita iii (1981/1982) setahun setelah oil boom kedua. Harga minyak ketika itu (april 1981) mencapai US$35 per barel, tertinggi dibandingkan dengan harga pada bulan april tahun-tahun sebelumnya. Selama Repelita iv (1984/ /89) terdapat catatan yang perlu dicermati bahwa kontribusi migas menurun tajam dari 65,6% pada awal Repelita iv hingga menjadi 39,3% pada tahun ketiga Repelita iv (1986/87). Pada tahun 1986, harga minyak terendah terjadi pada bulan agustus yaitu US$9,83 per barel. Hal ini membuat pemerintah indonesia makin menyadari agar tidak terlalu tergantung penerimaan migas. Harga minyak terus merosot sejak Januari 1986 (US$25,13 per barel) yang berlangsung sepanjang tahun. Hal tersebut memberikan dampak signifikan terhadap menurun nya penerimaan Negara dari migas yang ha nya mencapai 39,3% pada tahun anggaran 1986/87. Jika pengamatan dilakukan selama periode 2010 hingga 2015, kontribusi penerimaan dari PPh Migas tak dapat dilepaskan dari perkembangan lifting dan harga migas serta nilai tukar Rp terhadap US$ (Tabel 4 dan Gambar 2). dari PPh Migas sejak tahun 2011 hingga 2015 (apbn-p) cenderung turun dari 6,1% penerimaan dalam negeri menjadi sekitar 2,8%. Sebagaimana terlihat pada Tabel 5, menyusutnya kontribusi PPh Migas sejalan dengan turunnya lifting migas serta icp (Gambar 3). Demikian juga halnya dengan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Sumber Daya alam (SDa) seperti terlihat pada Tabel RESIKo TERhADAP PENERImAAN NEgARA Berdasarkan Nota Keuangan 2016, lifting minyak dan gas bumi pada tahun 2016 diperkirakan tidak akan terlalu jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Sumur-sumur baru yang telah diidentifikasi seperti Lapangan Banyu Urip (Jawa Timur), Lapangan Bukit Tua (lepas pantai Jawa Timur), Lapangan YY (lepas pantai utara Jawa Barat) dan Lapangan Bunyu (Kalimantan Timur) belum akan berproduksi secara besar-besaran pada tahun Produksi migas masih akan tetap mengandalkan sumur-sumur tua yang sudah dikenal selama ini. Berdasarkan Nota Keuangan dan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, lifting minyak pada 2016 ditargetkan mencapai 830 ribu barel per hari (bph) sedangkan produksi gas alam ditargetkan ribu barel setara minyak per hari. Mengingat masih besarnya ketergantungan pada pendapatan yang bersumber dari migas, maka penurunan produksi dan harga migas akan sangat berisiko terhadap penurunan penerimaan negara dari migas khususnya pendapatan pajak dan bukan pajak walaupun dapat dikompensasikan dari apresiasi dollar as terhadap rupiah. implikasi paling besar dampak menurunnya harga minyak tidak hanya terhadap penerimaan dari Sumber Daya alam khususnya migas tetapi juga terhadap penurunan Bagi Hasil Sumber Daya alam (BHSDa) khususnya untuk daerah penghasil migas. Hal ini dapat dimaklumi karena komponen terbesar dari Peneri maan Negara Bukan Pajak (PNBP) berasal penerimaan Sumber Daya alam (SDa). Selama periode kontribusi migas dan non-migas rata-rata mencapai 63,1% PNBP dengan pertumbuhan rata-rata 9,3% per tahun. Kontribusi terbesar dari penerimaan SDa berasal dari migas. Tabel 5 memperlihatkan kontribusi SDa migas terhadap penerimaan dalam negeri yang merosot sejak tahun 2013, sedemikian rupa sehingga pada tahun 2015 kontribusinya diperkirakan 4,6% sementara non-migas naik dari 1,6% pada 2014 menjadi 2,1% pada

4 Selama periode pendapatan SDa migas memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap total PNBP yakni rata-rata sebesar 57,1%. Dengan demikian, jumlah PNBP secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh pendapatan dari SDa migas. Pada apbnp tahun 2015, penerimaan SDa ditargetkan mencapai sebesar Rp ,1 miliar, lebih rendah 50,6 persen dari realisasi pada tahun Rendahnya target penerimaan SDa pada tahun 2015 dipengaruhi oleh asumsi icp yang lebih rendah. Sementara itu, TAhAPAN Tabel 1. Migas dan Non-migas Repelita i-vi (Rp Miliar) migas Non-migas Dalam negeri PELiTa i 1969/ ,8 177,9 243,7 1970/ ,2 245,4 344,6 1971/ ,7 287,3 428,0 1972/ ,5 360,1 590,6 1973/ ,2 585,5 967,7 PELiTa ii 1974/ ,2 796, ,7 1975/ ,0 993, ,9 1976/1977* 1.635, , ,0 1977/ , , ,4 1978/ , , ,1 PEL ita iii 1979/ , , ,8 1980/ , , ,0 1982/ , , ,6 1982/ , , ,3 1983/ , , ,7 PELiTa iv 1984/ , , ,5 1985/ , , ,8 1986/ , , ,6 1987/ , , ,3 1988/ , , ,3 REPELiTa V 1989/ , , ,2 1990/ , , ,0 1991/ , , ,0 1992/ , , ,6 1993/ , , ,1 REPELiTa Vi 1994/ , , ,0 1995/ , , ,9 1996/ , , ,3 1997/1998 **) , , ,8 1998/1999 ***) , , ,5 *) Sampai dengan 1976/77 termasuk penerimaan minyak lainnya **) RaPBN-P ***) apbn Sumber: Kementerian Keuangan (Tahun ). Nota Keuangan dan RaPBN Berbagai Tahun 18

5 gambar 1. Dalam Negeri dari Migas dan Non-Migas Tabel 2. Migas dan Non-migas Repelita i-vi (dalam Persen) TAhAPAN migas Non-migas Dalam negeri PELiTa i 27,0 73,0 100,0 1969/ ,8 71,2 100,0 1970/ ,9 67,1 100,0 1971/ ,0 61,0 100,0 1972/ ,5 60,5 100,0 1973/ ,0 73,0 100,0 PELiTa ii 1974/ ,6 45,4 100,0 1975/ ,7 44,3 100,0 1976/1977* 56,3 43,7 100,0 1977/ ,1 44,9 100,0 1978/ ,1 45,9 100,0 PEL ita iii 1979/ ,6 36,4 100,0 1980/ ,6 31,4 100,0 1982/ ,6 29,4 100,0 1982/ ,8 34,2 100,0 1983/ ,0 34,0 100,0 PELiTa iv 1984/ ,6 34,4 100,0 1985/ ,9 42,1 100,0 1986/ ,3 60,7 100,0 1987/ ,3 51,7 100,0 1988/ ,4 58,6 100,0 REPELiTa V 1989/ ,5 57,5 100,0 1990/ ,0 58,0 100,0 1991/ ,4 64,6 100,0 1992/ ,4 68,6 100,0 1993/ ,3 77,7 100,0 REPELiTa Vi 1994/ ,4 79,6 100,0 1995/ ,0 78,0 100,0 1996/ ,0 77,0 100,0 1997/ ,7 67,3 100,0 1998/ ,3 66,7 100,0 19

6 Tabel 3. Harga Ekspor Minyak Mentah indonesia Selama Repelita i-vi (US$ per barel) Tahun harga 1969 april 1, april 1971 april 2, april 2, april 3, april 11, april 12, april 12, april 13, april 13, april 15, april 29, april april april 29, april 29, april 28,53 Januari 25,13 Februari 21 Maret 14,45 april 10,66 Mei 10, Juni 12,11 Juli 10,25 agustus 9,83 September 12,2 Oktober 12,27 November 12,31 Desember 13,07 Januari 15, april 17,57 agustus 18,76 Desember 16,93 Januari 17,22 Maret 15, april 17,56 Oktober 13,2 Desember 12,5 Januari 15 april 17, Mei 18,36 September 16,7 Desember 17,8 Januari 18,96 april 17, Juli 14,47 Oktober 34,88 Desember 28, Tahun harga Januari 25,1 Februari 21,45 Maret 17,41 april 17,05 Mei 17,67 Juni 17,96 Juli 18,21 agustus 18,64 September 19,1 Oktober 20,04 November 20,67 Desember 20,06 Januari 18,1 Februari 17,64 Maret 17,13 april 17,23 Mei 17,96 Juni 19,29 Juli 20,59 agustus 20,18 September 19,62 Oktober 19,7 November 19,44 Desember 18,71 Januari 17,88 Februari 17,46 Maret 18,36 april 18,8 Mei 18,61 Juni 18,26 Juli 17,19 agustus 17,23 September 16,64 Oktober 16,75 November 15,69 Desember 14,14 Januari 14,7 Februari 14,91 Maret 14,18 april 14,75 Mei 15,52 Juni 16,39 Juli 17,48 agustus 17,61 September 16,31 Oktober 16,18 November 16,27 Desember 16, Tahun harga Januari 16,96 Februari 17,84 Maret 17,79 april 15,05 Mei i5,23 Juni 17,24 Juli 16,02 agustus 16,22 September 16,31 Oktober 16,05 November 16,65 Desember 15,02 Januari 15,95 Februari i5,56 Maret 15,97 april 19,21 Mei 15,56 Juni 19,05 Juli 19,45 agustus 19,33 September 20,92 Oktober 23,04 November 22,47 Desember 22,75 Januari 23,9 Februari 21,21 Maret 19,37 april 18,35 Mei 15,75 Juni 17,56 Juli 17,51 agustus 15,00 September 17,75 Oktober 19,5 November 19,19 Desember 17,24 Januari 14,52 Februari 13,47 Maret 12,14 april 13,2 Mei 12,91 Juni 12,09 Juli 12,51 agustus 12,06 September 12,09 Oktober 12,94 November 11,82 Sumber: Nota Keuangan dan apbn Tahun 1995/1996 Sebelum april 1989 harga adalah berdasarkan minyak jenis Minas (SLC), dan angka sejak april 1989 adalah harga rata-rata minyak indonesia (icp). minyak jenis Minas (SLC), dan angka sejak april 1989 adalah harga rata-rata minyak indonesia (icp). Sumber: Kementerian Keuangan (Berbagai Tahun ) 20

7 Tahun Tabel 4 Nilai Tukar, icp dan Lifting Minyak Tahun Nilai Tukar (US$/Rp) ICP (US$/barel) Lifting minyak (ribu bph) , , , , , , Sumber: Kementerian Keuangan, 2015 realisasi pendapatan dari pertambangan mineral dan batubara tahun 2014 yang bersumber dari penerimaan iuran tetap dan penerimaan royalti meningkat 3,7% dibandingkan tahun Peningkatan pendapatan pertambangan mineral dan batubara terutama didukung oleh tren peningkatan harga batubara. 4. ImPLIKASI TERhADAP INDIKAToR makro Laporan Bank dunia pada Maret 2016 (The World Bank, 2016) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2016 akan mencapai 5,1%, lebih tinggi dari tahun 2015 yang gambar 2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar dan Lifting Minyak Periode (Sumber: Kementerian Keuangan, 2015) 21

8 gambar 3. Perkembangan icp periode (Sumber: Kementerian Kementerian Keuangan, 2015) Tabel 5 PPh Migas & Non-migas (% Dalam Negeri) Tahun PPh migas PPh Non migas Pajak Penghasilan migas + Non-migas apbn-p Sumber: Kementrian Keuangan, 2015 (diolah) Tabel 6 PNBP dari SDa Tahun (% Dalam Negeri) Tahun Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA) Total Pendapatan SDA migas SDA non-migas PNBP dari SDA apbn-p Sumber: Kementerian Keuangan, 2015 (diolah) 22

9 hanya mencapai 4,8%. Pertumbuhan ekonomi 5,1% pada 2016 merupakan koreksi 0,2% dari perkiraan sebelumnya yaitu 5,3%. Hal tersebut dilakukan atas pertimbangan bahwa harga migas masih cenderung melemah atau stagnan, sementara lifting minyak belum dapat diharapkan naik secara signifikan, ditambah lagi dengan nilai tukar rupiah terhadap US$ yang belum menunjukkan tanda-tanda menguat cepat. Kondisi ekonomi global yang masih lemah ikut menjadi pertimbangan dilakukannya koreksi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada Maret 2016, harga minyak sempat melorot ke posisi US$28 per barel, terendah sejak 2003 lalu. Perekonomian global diperkirakan akan bertumbuh 2,9%. Menurut Bank Dunia, salah satu penyebab tertekannya minyak antara lain karena dipicu oleh ekspektasi bahwa pasar minyak akan dibanjiri oleh suplai baru dari iran setelah sanksi internasional atas negara tersebut dicabut. Bank Dunia juga memprediksi bahwa pada 2016 harga komoditas non-energi akan turun 3,7%, harga logam akan merosot 10% di mana pada 2015 harga komoditas tersebut mengalami penurunan 21%. Turunnya harga minyak dunia akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan Negara dari ekspor, ditambah lagi dengan harga komoditas ekspor non-migas dunia yang masih lesu. Gambar 4 memperlihatkan kecenderungan defisit neraca berjalan (current account) dari penurunan ekspor migas indonesia sejak Desember 2014 hingga Desember Pada kuartal ke tiga tahun 2015, penerimaan ekspor migas turun 42,1% dibandingkan kuartal ketiga tahun Bank Dunia memperkirakan harga minyak dunia pada 2016 akan mencapai US$ 37 per barel, jauh lebih rendah dari perkiraan pada bulan Oktober 2015 lalu, yaitu US$ 51 per barel. gambar 4. Neraca Berjalan dari Ekspor Migas dan Komoditas Lain, Desember (% year on year); Sumber: The World Bank (2016) 23

10 Harga minyak dunia merosot 47% pada 2015 dan diperkirakan akan terus tertekan dengan penurunan rata-rata 27% pada Menurut Bank Dunia, pendapatan migas menurun tajam dari 3,4% dari PDB pada 2012 menjadi 1,1% pada Hal tersebut akan berdampak terhadap menurunnya rasio pendapatan pajak terhadap PDB menjadi 13% pada Pada 2014 dan 2015, sejumlah kebijakan jangka pendek, telah diambil pemerintah seperti penurunan tarif pajak untuk mendorong revaluasi aset dan meningkatkan penerimaan pajak. Melihat kondisi perekonomian nasional dewasa ini, Bank Dunia menyarankan agar dilakukan pembenahan di sektor logistik dalam rangka pengembangan daerah terpencil sekaligus untuk menciptakan diversifikasi ekonomi. Pesatnya perkembangan ekonomi indonesia sejak tahun 2000 belum mampu diikuti dengan perbaikan sistem logistik yang lebih baik. Dari aspek pertumbuhan ekonomi regional, penurunan harga minyak memberikan dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dae rah penghasil migas khususnya Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Harga rata-rata harga minyak mentah indonesia (icp) pada Desember 2013 masih mencapai US$ 107,2 per ba rel yang kemudian turun drastis menjadi US$ 43,6 per barel pada Oktober Merosot nya harga minyak mentah tersebut ternyata ikut mengerek turun harga-harga komoditas lainnya, termasuk batubara. Tidaklah mengheran kan jika pada Triwulan iii tahun 2015, Kaltim mengalami pertumbuhan negatif masing-ma sing -3,49% dibandingkan periode yang sama tahun 2014 (year on year). Bahkan pada Triwulan i dan ii sebelumnya, Kaltim sudah mengalami pertumbuhan negatif masing-masing -0,56% dan -0,89%. 5. PENUTUP Deskripsi mengenai perkembangan produksi dan harga minyak mentah dalam perekonomian indonesia sejak awal Repelita i sampai Vi serta kondisi lima tahun terakhir telah memberikan gambaran tentang pasang surut penerimaan negara yang berasal dari migas serta implikasinya. Menurunnya harga migas akan berdampak terhadap penurunan pendapatan dalam negeri yang pada gilirannya berpengaruh terhadap meningkatnya fiscal gap yang harus ditutupi dengan pinjaman luar negeri. Pada era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, menurunnya penerimaan negara dari migas memberikan pengaruh besar terhadap penerimaan daerah penghasil melalui BH-SDa dan sekaligus pertumbuhan ekonomi makro regional. Catatan sejarah menunjukkan bahwa me nurunnya pendapatan dari migas pada tahun 1984 telah direspons dengan kebijakan untuk mendiversifikasi perekonomian untuk tidak terlalu bergantung pada migas antara lain melalui berbagai paket deregulasi di bidang perpajakan dan diversifikasi ekspor. Pada tahun 2015, penurunan pendapatan dari migas terbantu oleh berkurangnya subsidi energi sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur walaupun defisit fiskal tidak dapat dihindarkan. Dengan memperhatikan kondisi kekinian kondisi perekonomian tahun 2016 tidak akan terlalu jauh dibandingkan 2015 walaupun terdapat indikasi capital inflow yang akan lebih deras serta penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar as. Pemerintah perlu merespons perubahan yang ada agar tidak menjadikan lifting migas sebagai motor utama penerimaan negara, tetapi menempatkan produksi migas sebagai bagian dari kebijakan keamanan energi (energy security), pembangunan kilang migas untuk meningkatkan nilai tambah serta mengembangkan sumber energi alternatif seperti Underground Coal Gasification (UCG). Menurunnya penerimaan dari migas seyogyanya secara bertahap dapat digantikan melalui peningkatan investasi di berbagai bidang, menjaring lebih banyak wajib pajak dan sumber penerimaan non-migas lainnya. 24

11 DAFTAR PUSTAKA Hamilton, J. D. (2013). Historical Oil Shocks. in Parker, R.E., Whaples, R. M. (eds.), The Routledge Handbook of Major Events in Economic History. Routledge Taylor and Francis group, New York, pp Kementerian Keuangan (2015). Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Kementerian Keuangan (berbagai tahun, ). Nota Keuangan dan Rencana anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Berbagai Tahun Rosdiana, Haula; inayati; dan M. Sidik (2015). indonesia property tax policy on oil and gas upstream business activities to promote national energy security: quo vadis?. Procedia Environmental Sciences 28: The World Bank (2016). Indonesia Economic Quarterly, March 2016: Private Investment is Essential. 25

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas 41 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE 2014-2015 A. Analisis Fundamental Nilai Tukar Rupiah 1. Faktor Ekonomi Faktor Ekonomi yaitu hal-hal yang

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan fiskal secara keseluruhan. Indikator kerentanan fiskal yang dihadapi adalah meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan fiskal secara keseluruhan. Indikator kerentanan fiskal yang dihadapi adalah meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah di seluruh dunia pada dasarnya dihadapkan dengan kerentanan fiskal. Hemming (2000) mendefinisikan kerentanan fiskal adalah ketika pemerintah gagal dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN 2013 Asumsi ekonomi makro yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan berbagai besaran RAPBN tahun 2013 adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi 6,8 %, laju

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016 CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016 Yusuf Wibisono Direktur Eksekutif IDEAS Makalah disampaikan pada Public Expose - Dompet Dhuafa, Jakarta, 10 Februari 2016 Reformasi Anggaran Langkah terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix BAGIAN I RINGKASAN RAPBN PERUBAHAN TAHUN 2017 1 Pendahuluan... 2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 dan Kondisi Kelistrikan Indonesia. Aviliani 17 Januari 2014

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 dan Kondisi Kelistrikan Indonesia. Aviliani 17 Januari 2014 Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 dan Kondisi Kelistrikan Indonesia Aviliani 17 Januari 2014 2 3 Menuju 2014: Analisa SWOT Indonesia Strength Populasi Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dengan tingkat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018 KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 218 Peran Dunia Usaha Dalam Menggerakan Ekonomi Rakyat Samarinda, 14 Maret 217 STRUKTUR EKONOMI KALTIM Seiring dengan booming harga komoditas yang terjadi pada tahun

Lebih terperinci

PERAMALAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM RAPBN TAHUN 2018

PERAMALAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM RAPBN TAHUN 2018 PERAMALAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM RAPBN TAHUN 2018 PUSAT KAJIAN ANGGARAN BADAN KEAHLIAN DPR RI TAHUN 2017 Daftar Isi Daftar Isi... 1 Daftar Tabel... 2 Daftar Gambar... 3 Daftar Singkatan... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS. 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS. 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SIARAN PERS 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Paket Kebijakan Ekonomi, Bangkitkan Kepercayaan Pasar Jakarta, 21 Oktober 2015 Sebagai kementerian non teknis yang

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN

DATA POKOK APBN DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : -.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1989/1990...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1989/1990...... 3 Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci