HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan"

Transkripsi

1 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan Nilai keperidian imago WBC N. lugens brakhiptera dan makroptera biotipe 3 generasi induk yang dipaparkan pada perlakuan pakan sepuluh varietas padi TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR74 dan PTB33 disajikan pada Tabel 1. Secara umum, potensi keperidian imago WBC brakhiptera cenderung lebih tinggi, berkisar antara 76 hingga 391 butir/betina daripada keperidian imago makroptera berkisar antara 35 hingga 193 butir/betina, kecuali pada varietas pembanding tahan PTB 33 yang cenderung rendah pada makroptera maupun brakhiptera. Hal serupa terjadi dengan nilai keperidian riil yang ditunjukkan dengan kecenderungan persentase peletakkan telur 40% hingga 86% yang juga lebih tinggi pada WBC brakhiptera, dibandingkan makroptera yang hanya berkisar antara 27% hingga 71%. Perbedaan keperidian ini diduga karena ada perbedaan peran fitness antara wereng makroptera dan brakhiptera. Wereng brakhiptera umumnya bertahan hidup dan berkembangbiak pada tanaman rentan dan toleran, sehingga nutrisi pakan yang diasup mencukupi kebutuhan hidup untuk aktivitas, pertumbuhan nimfa dan perkembangbiakan imago, sedangkan wereng makroptera berperan untuk migrasi mencari inang dan membentuk koloni di areal atau habitat baru. Pembentukan serangga makroptera seringkali dipicu oleh kepadatan populasi yang tinggi, keadaan kualitas makanan yang rendah atau kuantitas makanan yang tidak mencukupi (Slansky dan Scriber 1985). Nutrisi pakan pada serangga makroptera sebagian besar digunakan untuk cadangan makanan sebagai sumber enerji untuk terbang, sehingga mengurangi kapasitas reproduksi. Nilai keperidian riil WBC nyata paling rendah terjadi pada perlakuan padi varietas PTB33 yang hanya mencapai 5 butir telur/betina pada brakhiptera dan 8 butir telur/betina pada makroptera, sedangkan paling tinggi pada perlakuan varietas TN1 mencapai 356 butir telur/betina pada brakhiptera (Tabel 1). Varietas PTB33 merupakan varietas tahan dan TN1 varietas rentan yang keduanya sering digunakan sebagai varietas pembanding (diferensial) dalam uji penapisan varietas

2 18 inang. Hal ini berarti bahwa tanaman tahan memiliki sifat pertahanan untuk tidak diletaki telur, sebaliknya tanaman rentan merupakan tanaman yang disukai sebagai tempat oviposisi, atau dalam arti lain WBC yang diberi perlakuan varietas rentan memiliki respon fitness yang jauh lebih tinggi daripada inang varietas tahan. Faktor biofisik dan kimia tanaman seperti karakteristik permukaan tanaman, kekerasan jaringan, bahan nutrisi pakan, serta metabolit sekunder dapat mempengaruhi interaksi pola perilaku serangga, di antaranya perilaku oviposisi (Panda dan Khush 1995; Schoonhoven et al. 2005). Dari sepuluh perlakuan yang diujikan, keperidian riil WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk nyata tertinggi dijumpai pada paparan varietas pembanding rentan TN1, sebaliknya keperidian terendah nyata terdapat pada paparan varietas pembanding tahan PTB 33. Fenomena yang mirip juga terjadi pada thrips F. occidentalis, yaitu keperidian imago yang dipelihara pada kultivar mentimun tahan lebih rendah dibandingkan pada kultivar rentan (de Kogel et al. 1999). Di antara WBC yang diujikan pada empat varietas tahan, keperidian riil tertinggi terjadi pada varietas IR26 yaitu 263 butir telur/betina, kemudian menurun berturut-turut pada IR42, IR64, dan IR74 yang berkisar antara butir telur/betina, walaupun keperidian WBC keempat perlakuan tersebut masingmasing tidak berbeda nyata (Tabel 1). Demikian pula keperidian WBC terendah yang dipaparkan pada empat varietas padi tipe baru dijumpai pada paparan varietas Inpari 13 (59 butir telur/betina) tidak berbeda nyata dengan Inpari 3 (78 telur/betina), maupun keperidian WBC tertinggi pada Inpari 6 (165 telur/betina). Bagaimanapun juga, perpindahan habitat WBC 3 generasi induk dari inang stok yaitu IR 42 ke habitat baru hanya memberikan pengaruh yang relatif kecil terhadap penurunan atau peningkatan keperidian, dengan perkecualian bahwa peningkatan drastis terjadi pada TN 1 dan IR 26. Hal ini diduga bahwa WBC tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan hidup saat dipaparkan pada kedua varietas ini, karena sejak awal telah diketahui rentan terhadap serangan WBC biotipe 3. Baehaki (2008) melaporkan bahwa varietas IR26 yang sebelumnya dianggap varietas tahan, kini telah dipatahkan ketahanannya oleh WBC biotipe 3. Hal ini berarti bahwa WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk cenderung memiliki fitness tertinggi pada paparan

3 Tabel 1 Keperidian dan lama hidup WBC brakhiptera dan makroptera biotipe 3 generasi induk pada paparan sepuluh varietas pakan No. Perlakuan Nilai keperidian (fekunditas) Persentase Sisa telur dalam Lama hidup Masa pra Masa Varietas padi (butir telur) (rerata SD)* peletakan ovari (butir) imago peneluran peneluran Potensial Riil telur (%) (rerata SD)* (longevity)(hari) (hari) (hari) Brakhiptera 1 Inpari ab a a e Inpari ab a ab abc Inpari ab a ab bcd Inpari b a b cde IR a a ab a IR ab a a de IR ab a ab abc IR ab a ab de PTB c 5 6 c c de TN a b b ab Makroptera 1 Inpari ab ab a a Inpari a ab a a Inpari ab abc a a Inpari ab bcd a a IR a a a a IR ab abc a a IR ab abcd a a IR bc cd a a PTB c 8 17 d b a TN ab bcd a a *Rata-rata ± galat rata-rata angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan dan data merupakan hasil tranformasi dengan rumus Log x 19

4 20 varietas padi IR26 dan Inpari 6 dan fitness terendah berturut-turut pada PTB33, Inpari 13, dan Inpari 3. Variasi perbedaan keperidian WBC makroptera biotipe 3 relatif lebih sempit dibandingkan WBC brakhiptera. Keperidian riil WBC makroptera nyata tertinggi juga dijumpai pada varietas IR26 (146 butir telur/betina) dan keperidian terendah berturut-turut pada PTB33, IR74 dan Inpari 13 (8, 21, dan 24 butir telur/betina). Pengecualian keperidian WBC pada varietas rentan TN1 relatif tidak setinggi keperidian yang dicapai oleh WBC brakhiptera. Keadaan ekstrim pada keperidian WBC makroptera pada varietas tersebut diduga merupakan upaya efisiensi konversi enerji (92%) untuk adaptasi migrasi dibandingkan untuk pembentukan telur. Sebaliknya, keadaan yang berbeda pada WBC brakhiptera pada varietas Inpari 3 penggunaan enerji (85%) lebih diutamakan untuk pembentukan telur. Realokasi enerji sering terjadi karena perubahan lingkungan yang memungkinkan serangga untuk migrasi atau segera meletakkan telur akibat keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan atau diinduksi oleh keberadaan nutrisi atau bahan metabolit sekunder tertentu (Slansky dan Scriber 1985). Selain keperidian, fitness juga dipengaruhi oleh lama hidup imago. Pada WBC brakhiptera, lama hidup imago lebih bervariasi dibandingkan makroptera. Seekor WBC brakhiptera pada perlakuan inang IR26 menghasilkan lama hidup imago terpanjang (15 hari) dengan masa peneluran 11 hari, diikuti TN1 (12 hari) dengan masa peneluran 9 hari dan Inpari 4 (11 hari) dengan masa peneluran 7 hari yang berbeda nyata dengan perlakuan inang berturut-turut varietas Inpari 3, PTB33, IR74, IR42, dan Inpari 13 dengan lama hidup terpendek berkisar antara 4.8 hingga 6.4 hari/betina dengan masa peneluran rata-rata berkisar 2 hingga 4.3 hari/betina. Lama hidup serangga, terutama periode oviposisi berkaitan erat dengan keperidian, bertambah panjang lama hidup seringkali dapat meningkatkan keperidian serangga. Hasil pengamatan lama hidup imago ini selaras dengan hasil pengamatan keperidian bahwa kecenderungan WBC biotipe 3 memiliki fitness tertinggi pada inang varietas padi tahan IR26 semakin nyata dan fitness terendah berturut-turut pada PTB33, Inpari 13, dan Inpari 3. Secara umum, imago gravid (imago yang siap meletakkan telur) harus menyeleksi tanaman sebagai tempat

5 21 oviposisi untuk mendapatkan kualitas tanaman yang tepat dalam memaksimalkan keberlanjutan hidup atau fitness keturunannya (Bernays dan Chapman 1994). Faktor fenologi tanaman, kualitas pakan, bahan kimia tanaman dapat mempengaruhi kesesuaian tanaman inang untuk tempat hidup dan perkembangbiakan serangga (Bernays dan Chapman 1994; Panda dan Khush 1995; Schoonhoven et al. 2005). Fitness reproduksi WBC brakhiptera biotipe 3 setelah dipelihara selama paling sedikit satu generasi pada varietas tanaman uji yang sama secara umum mengalami perubahan. Perbedaan keperidian induk WBC yang berasal dari stok pemeliharaan (G) dan induk hasil keturunan generasi pertama (F1) yang diberi perlakuan sepuluh varietas tanaman uji ditunjukkan pada Gambar 5. Keperidian WBC pada inang IR42 mengalami sedikit peningkatan 10% dari keperidian generasi awal, sedangkan pada IR 64 relatif menunjukkan penurunan yang tidak signifikan yang hanya mencapai 9%. Kuat dugaan bahwa WBC telah beradaptasi pada varietas IR42 dalam waktu yang cukup lama sebagai tanaman inang stok biotipe 3, sedangkan IR 64 dianggap varietas agak rentan bagi WBC. Keperidian yang sangat rendah tetap bertahan pada varietas standar PTB33, yaitu 10 telur pada generasi induk dan menurun menjadi 3 telur/betina pada generasi F1. Potensi keperidian WBC yang dipelihara pada varietas rentan dan agak rentan seperti TN1, IR26, Inpari 6, dan Inpari 4 mengalami penurunan drastis lebih dari 69.5%. Jumlah telur yang dihasilkan oleh generasi induk paling tinggi pada TN1 dan paling rendah pada Inpari 4 berturut-turut mencapai 391 dan 171 telur/betina dan menurun pada generasi pertama menjadi 123 dan 40 telur/betina. Penurunan ini diduga berkaitan dengan penurunan fitness sebagai akibat kepadatan populasi yang terjadi pada pertumbuhan populasi generasi pertama yang dipaparkan pada tanaman yang memiliki ketahanan relatif berbeda dengan inang IR 2. Pada keempat varietas tersebut diduga terjadi kompetisi makanan dan habitat di antara individu wereng di dalam populasi. Keperidian yang tidak terlalu menurun terjadi pada WBC yang dipelihara pada varietas agak tahan yaitu IR 4, dan Inpari 3, namun keperidian yang sedikit relatif meningkat terjadi pada varietas Inpari 13. Bagaimanapun juga, keperidian yang dicapai pada generasi pertama menghasilkan

6 22 Jumlah telur/betina Inpari 3 Inpari 4 Inpari 6 Inpari 13 IR 26 IR 42 IR 64 IR 74 PTB 33 TN 1 WBC G WBC F Gambar 5 Keperidian WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk (G1) dan generasi pertama (F1) jumlah telur berkisar antara telur. Dari data tersebut menunjukkan bahwa WBC yang dipelihara pada varietas tahan (Inpari 13, IR74 dan Inpari 3) menunjukkan respon penurunan reproduksi lebih awal yaitu sejak generasi induk, sedangkan WBC yang dipelihara pada varietas rentan atau agak rentan baru tampak setelah generasi pertama. Respon pertama ini diduga akibat seleksi mekanisme pertahanan antixenosis, sedangkan respon berikutnya merupakan seleksi mekanisme pertahanan antibiosis (Schoonhoven et al. 2005). Ukuran Tubuh N. lugens Stål Serangga pada dasarnya memiliki kemampuan makan berbeda, dan diketahui bahwa fitness selalu lebih tinggi pada serangga polifag, meskipun demikian kebanyakan spesies bersifat spesialis (Bernays dan Chapman 1994). Di dalam proses evolusi, spesialisasi sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber makanan dan perilaku makan akibat adanya tekanan seleksi. Untuk mempertahankan hidup dalam menghadapi keterbatasan sumber bahan pakan, maka spesialisasi dibentuk melalui tahapan perubahan, di antaranya adalah perilaku reproduksi dan morfologi. Hasil pengukuran awal pada empat biotipe WBC yang berasal dari stok pemeliharaan (generasi induk) menunjukkan bahwa besaran ovipositor nyata

7 tertinggi terdapat pada WBC biotipe 1, berturut turut menurun pada biotipe 2 dan biotipe 3, dan nyata terendah pada WBC populasi lapang (Tabel 2). Besaran ovipositor WBC antara biotipe 1 tidak berbeda nyata dengan biotipe 2. Begitu pula besaran ovipositor pada WBC biotipe 3 tidak berbeda nyata dengan besaran ovipositor WBC populasi lapang. Walaupun demikian, kedua ovipositor WBC biotipe 1 dan 2 (0.99 hingga 1 mm) berbeda nyata dengan kedua ovipositor WBC biotipe 3 dan populasi lapang (0.92 hingga 0.94 mm). 23 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengurangan atau pemendekan ukuran ovipositor diduga sebagai respon pertahanan biotipe untuk upaya meningkatkan respon fitness reproduksi. Perubahan morfologi ovipositor WBC pada penelitian ini diprediksi merupakan salah satu tahapan spesialisasi sebagai hasil ekspresi perilaku reproduksi khususnya oviposisi dalam menghadapi keterbatasan inang yaitu introduksi varietas padi tahan. De Kogel et al. (1999) mengulas pernyataan Klingenberg dan Spence (1997) bahwa lima komponen fitness yang berkorelasi dengan ukuran tubuh kepik air Gerris buenio (Kirkaldy) betina yaitu besaran keperidian, lama masa reproduksi, rata-rata volume telur, total volume telur yang diletakkan, dan proporsi penetasan telur. Dalam hal ini disampaikan bahwa ukuran bukan merupakan ciri adaptif, tetapi lebih berkorelasi dengan respon terhadap seleksi dari sifat lain. Tahap peralihan perubahan ukuran ovipositor yang nyata dari WBC biotipe 2 ke biotipe 3 dalam hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa perubahan ukuran ovipositor lebih ditanggapi oleh WBC biotipe 2 dan respon perubahan ini dimungkinkan terjadi pada ukuran tubuh yang lain seperti sayap melalui pemberian perlakuan sepuluh tanaman inang yang ditunjukkan pada hasil penelitian selanjutnya. Tabel 2 Besaran ovipositor WBC brakhiptera generasi induk Populasi WBC Tanaman inang n Panjang ovipositor (mm 2 )* Biotipe 1 Pelita a Biotipe 2 IR a Biotipe 3 IR b Populasi lapang Ciherang b * Angka rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

8 24 Ovipositor WBC makroptera biotipe 2 hasil pemeliharaan selama paling sedikit satu generasi pada 11 varietas tanaman padi, delapan kelompok berhasil dibedah dan diukur dan menunjukkan variasi respon perubahan ukuran morfologi (Tabel 3). Ovipositor WBC hasil pemeliharaan pada varietas tahan IR74 dan Inpari 3 mengasilkan besaran yang nyata paling tinggi (1.07 hingga 1.08 mm) dibandingkan besaran ovipositor terpendek pada varietas Pelita dan IR 26 (0.92 hingga 0.96 mm). Kedua varietas IR74 dan Inpari 3 ini direkomendasikan sebagai varietas tahan terhadap WBC biotipe 2 dan 3, sedangkan Pelita merupakan inang WBC biotipe 1 yang sangat rentan terhadap WBC biotipe 2 dan 3 dan IR26 yang diketahui merupakan inang terhadap WBC biotipe 2 dan rentan terhadap WBC biotipe 3. Menurut de Kogel (1999), spesies tanaman inang atau cultivar berpengaruh yang nyata terhadap tubuh thrips F. occidentalis, walaupun dari empat populasi yang diujikan, masing-masing memiliki respon yang berbeda. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil pengamatan ovipositor WBC sebelumnya bahwa respon pemendekan ovipositor terjadi pada perlakuan varietas rentan yang sesuai dengan kemudahan untuk perkembangan hidup serangga. Hal ini diduga bahwa pertambahan panjang ovipositor merupakan refleksi pertahanan morfologi mengatasi varietas tahan. Keadaan ini ditunjukkan bahwa besaran ovipositor WBC biotipe 2 generasi induk cenderung menurun setelah diintroduksikan pada varietas rentan dan meningkat pada varietas tahan (Tabel 3). Hasil pengamatan morfologi ovipositor ini dapat dikaitkan dengan hasil pengamatan reproduksi. Menurut Honek (1993) dalam de Kogel et al. (1999), di bawah kondisi lingkungan terkontrol misalnya di laboratorium korelasi antara keperidian dan ukuran tubuh dapat diprediksikan. Pemanjangan ovipositor WBC yang dipaparkan pada tiga varietas tahan di atas diduga akibat respon pertahanan antibiosis yang diinisiasi sejak pemaparan inang. Pemanjangan ovipositor merupakan upaya pemulihan fitness untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan oviposisi, sehingga induk dapat meneruskan keberlangsungan hidup generasi keturunan berikutnya (Bernays dan Chapman 1994). Pada parasitoid Trichogramma sp., tubuh yang berukuran besar memiliki keberhasilan field fitness lebih tinggi dibandingkan parasitoid berukuran kecil (Kolliker-Ott et al. 2003).

9 Tabel 3 Besaran ovipositor WBC makroptera populasi biotipe 2 keturunan generasi pertama (F1) Perlakuan (Varietas) n Biotipe 2 (mm 2 )* IR a Inpari a IR ab TN ab IR ab Inpari ab IR bc Pelita c * Angka rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan. 25 Bagaimanapun juga, Wang dan Messing (2004) melaporkan bahwa ukuran tubuh yang lebih besar memerlukan kompensasi cost yang tidak selalu menguntungkan, yaitu misalnya memerlukan perpanjangan waktu perkembangbiakan atau menambah mortalitas serangga muda. Sayap serangga merupakan bagian tubuh yang penting berperan dalam terbang, memencar atau migrasi untuk menemukan habitat inang atau tanaman inang. Pada WBC, perpindahan tempat dari satu area ke area lainnya diperankan oleh bentuk makroptera. Griffiths et al. (2004) melaporkan bahwa perubahan bentuk dan ukuran tubuh serangga dan ketahanan terhadap stress dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Perubahan bentuk dan ukuran sayap pada ngengat Helicoverpa armigera dan parasitoid Trichogramma spp. digunakan sebagai indikator adanya stress atau tekanan lingkungan (Hoffmann dan Shirriffs 2002; Hoffmann et al. 2005). Pembentukan serangga WBC makroptera distimulasi oleh berbagai faktor, antara lain kepadatan populasi nimfa, rendahnya kualitas tanaman inang, perbedaan panjang waktu siang dan malam dan keadaan suhu lingkungan (CAB International 2007). Ukuran dan fluktuasi asimetri (FA) sayap serangga seringkali dikaitkan dengan fitness serangga. Respon penurunan parameter fitness tidak hanya terjadi pada ovipositor tetapi terjadi pula pada ukuran sayap. Luasan sayap depan WBC makroptera biotipe 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 4. Pada WBC betina, luasan

10 Tabel 4 Luasan dan FA sayap WBC makroptera populasi biotipe 2 dan 3 keturunan generasi pertama (F1) Varietas Luasan sayap depan (mm 2 )* Nilai mutlak FA sayap* Biotipe 2 Biotipe 3 Biotipe 2 Biotipe 3 n Betina n Jantan n Jantan n Betina n Jantan n Jantan Inpari a ab a a a a IR a ab a a Inpari a ab a a PTB a a a IR ab b a a a TN ab ab a a a a Inpari b ab b a a a Inpari b a a a - - IR a *Angka rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan. 26

11 27 sayap biotipe 2 nyata terbesar ditemukan pada varietas Inpari 3 dan IR74, yaitu 1.22 hingga 1.23 mm 2 dan terkecil pada Inpari 4, yaitu 1.1 mm 2. Pada WBC jantan, luasan sayap biotipe 2 nyata terbesar ditemukan pada varietas Inpari 13, Inpari 4 dan PTB33, yaitu 1.07 hingga 1.09 mm 2 dan terkecil pada IR64, yaitu 1 mm 2, sedangkan luasan sayap biotipe 3 terbesar ditemukan pada varietas Inpari 4 dan IR42, yaitu 1.07 mm 2 dan terkecil pada Inpari 6, yaitu 0.97 mm 2. Fenomena yang sama dengan hasil pengukuran ovipositor WBC brakhiptera, ditunjukkan dengan ukuran sayap makroptera jantan biotipe 2 cenderung lebih besar dibandingkan ukuran biotipe 3. Begitu pula ukuran sayap WBC makroptera betina jantan pada biotipe 2 yang dipelihara pada varietas rentan lebih kecil dibandingkan pada ukuran sayap pada varietas tahan. Bagaimanapun juga, respon perubahan sayap WBC makroptera jantan biotipe 3 relatif tidak konsisten seperti pada biotipe 2. Keadaan ini menguatkan dugaan bahwa tanggap respon perubahan morfologi sayap WBC lebih stabil pada biotipe 2 dibandingkan biotipe 3 yang relatif sangat bervariasi. Perubahan yang sangat kecil dalam ukuran dan bentuk sayap sangat berdampak besar terhadap kemampuan terbang serangga (Ellington 1999; Dudley 2000 dalam Kolliker-Ott et al. 2003). Hewa-Kapuge dan Hoffmann (2001) menemukan bahwa fitness yang relatif tinggi terdapat pada sayap yang berukuran medium, sedangkan fitness yang rendah ditemukan pada sayap berukuran ekstrim. Kolliker-Ott et al. (2003) berpendapat lain yaitu semakin besar ukuran sayap, semakin tinggi field fitness. Tabel 4 menunjukkan bahwa fluktuasi asimetri sayap (FA) WBC jantan maupun betina tidak dipengaruhi oleh biotipe maupun variasi varietas tanaman inang. Nilai FA terendah ditunjukkan pada sayap WBC betina dan jantan biotipe 2 yang hidup pada varietas tahan IR74 yaitu 0.83 dan Inpari 13, yaitu 2.27 dan pada WBC jantan biotipe 3 pada varietas Inpari 3, yaitu 1.57, walaupun semua nilai FA tidak berbeda nyata antar perlakuan satu dengan lainnya. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa nilai FA yang rendah terjadi pada WBC yang dipelihara pada varietas tahan. Nilai FA mendekati angka nol memiliki sayap simetri dan dianggap memiliki kemampuan keseimbangan terbang yang lebih terarah dibandingkan nilai FA tinggi. FA merupakan komponen fitness yang berkaitan dengan ketidakseimbangan arah terbang (directional asymetry)

12 28 umumnya dilaporkan pada serangga berukuran besar seperti contohnya lalat, lebah, dan ngengat. Pada serangga berukuran kecil, contohnya seperti parasitoid Trichogramma nr. brasicae dan T. pretiosum dilaporkan bahwa refleksi aerodinamik (dinamika udara) tidak dipengaruhi oleh besaran fluktuasi asimetri sayap serangga. Walaupun demikian, Bennet dan Hoffmann (1998) melaporkan bahwa fluktuasi asimetri dan panjang sayap depan berpengaruh terhadap fitness pada T. carverae. Tungkai serangga merupakan bagian tubuh yang penting dalam pergerakan secara umum, misalnya dalam hal mencari makan atau menghindari musuh. WBC memiliki tipe tungkai kursorial. Ukuran dan FA tibia tungkai belakang WBC mempengaruhi fitness berkaitan dengan pergerakan serangga. Panjang tibia tungkai WBC makroptera biotipe 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 5. Tibia tungkai belakang WBC biotipe 2 betina relatif lebih besar daripada WBC jantan. Luasan tibia WBC betina terpanjang dijumpai pada dua varietas yaitu standar rentan TN1 dan Inpari 3 sebesar 0.92 mm 2 dan terpendek pada IR64 sebesar 0.8 mm 2. Tibia tungkai belakang terpanjang pada WBC jantan terdapat pada varietas TN1, Inpari 4 sebesar 0.82 mm 2 dan terpendek pada varietas tahan Inpari 13, IR64 dan PTB33 sebesar 0.76 mm 2. WBC biotipe 3 jantan memiliki tibia tungkai belakang terpanjang pada Inpari 3 yaitu 0.85 mm 2 dan terpendek pada varietas Inpari 6, 0.74 mm 2. Hasil pengukuran tibia tungkai belakang menunjukkan bahwa respon perubahan ukuran ini berbeda dengan respon perubahan ovipositor maupun sayap. Ukuran tungkai cenderung lebih pendek pada WBC yang dipaparkan pada varietas tahan, sebaliknya ukuran ovipositor dan sayap yang lebih pendek dijumpai pada WBC yang dipaparkan pada varietas rentan. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai FA tibia tungkai belakang pada WBC makroptera biotipe 2 betina maupun jantan paling kecil ditemukan pada wereng yang dipaparkan pada varietas tahan, yaitu Inpari 13, yaitu 3.7 dan varietas IR74, yaitu 1.8. Hal yang berbeda dijumpai pada WBC makroptera biotipe 3, FA tibia tungkai belakang terpendek dijumpai pada varietas rentan IR42 sebesar 2.4. Hasil pengukuran FA tibia tungkai belakang ini dipertimbangkan cukup bervariasi, sehingga diduga tidak dapat digunakan sebagai pedoman fitness dalam perilaku berjalan, mengingat WBC bergerak dengan arah zigzag.

13 Tabel 5 Panjang rata-rata dan FA tungkai WBC makroptera populasi biotipe 2 dan 3 keturunan generasi pertama (F1) Varietas Luasan tungkai (mm 2 )* Nilai mutlak FA tungkai* Biotipe 2 Biotipe 3 Biotipe 2 Biotipe 3 n betina n jantan n jantan n betina n jantan n jantan Inpari bc a b ab a - - TN a a b ab a ab Inpari a ab a ab a ab IR ab ab ab a ab Inpari b b c ab a a PTB b a IR c b ab ab Inpari b b b ab IR b b * Angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan. 29

14 30 Kepala merupakan bagian tubuh serangga yang berfungsi melindungi bagian organ dalam, seperti otak dan tempat perlekatan otot khususnya otot sibarial yang berfungsi untuk memompa cairan tanaman saat makan. Luasan kepala bagian depan serangga WBC tampaknya tidak menunjukkan variasi yang cukup berbeda (Tabel 6). Luasan kepala terbesar terdapat pada WBC biotipe 2 jantan yang dipaparkan pada varietas rentan Inpari 4 (0.66 mm 2 ), sedangkan luasan terkecil terdapat pada varietas rentan maupun tahan yaitu IR26 dan IR64 (0.658 mm 2 ). Luasan kepala betina relatif lebih besar dijumpai pada WBC yang dipaparkan pada varietas IR 4 (0.75 mm 2 ), dan terkecil pada varietas Inpari 4 (0.63 mm 2 ). Luasan kepala terbesar terdapat pada WBC biotipe 3 jantan yang dipaparkan pada varietas IR64 (0.62 mm 2 ), sedangkan luasan terkecil terdapat pada varietas Inpari 6 (0.56 mm 2 ). Ukuran kepala antara WBC biotipe 2 dan 3 ataupun jantan maupun betina sangat variatif, yang juga sama seperti saat pengukuran tungkai, sehingga bagian tubuh ini dipertimbangkan tidak dapat digunakan sebagai pedoman fitness dalam perilaku pengisapan cairan makanan. Tabel 6 Besaran luas kepala bagian depan WBC makroptera populasi biotipe 2 dan 3 keturunan generasi pertama (F1) Perlakuan Biotipe 2 (mm 2 )* Biotipe 3 (mm 2 )* N Jantan n Betina n Jantan Inpari a c ab Inpari ab a PTB b a - - TN b ab IR b a bc Inpari b ab Inpari b b c IR b IR b a a * angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan.

15 Alat mulut merupakan salah satu alat penting bagi serangga karena berhubungan dengan perilaku makan untuk kelangsungan hidupnya. WBC mengambil makanan dengan cara menusukkan stiletnya yang dibungkus oleh rostrum pada bagian permukaan tanaman, menembus dan mengisap cairan makanan dari jaringan floem. Luasan rostrum terbesar dijumpai pada WBC biotipe 2 jantan yang dipaparkan padi varietas tahan PTB33 (0.33 mm 2 ) dan terkecil pada varietas IR64 (0.30 mm 2 ) (Tabel 7). Luasan rostrum terbesar juga terdapat pada WBC biotipe 3 jantan yang dipaparkan varietas tahan Inpari 3 (0.33 mm 2 ) dan terkecil pada varietas rentan Inpari 6 (0.27 mm 2 ). Pada WBC biotipe 2 betina, ukuran rostrum relatif lebih besar dibandingkan jantan. Namun, ukuran terbesar terdapat pada WBC yang dipaparkan pada varietas rentan TN 1 maupun varietas tahan IR74 (0.36 mm 2 ). Serangga betina diduga berperan lebih besar dalam pengambilan makanan, terutama untuk menyelesaikan masa oviposisi dan kelangsungan hidup imago. Rostrum sebenarnya memberikan kontribusi dalam pengisapan cairan makanan. Pada penelitian ini perubahan ukuran rostrum tidak berbeda nyata antara perlakuan varietas tahan maupun rentan, sehingga diduga bahwa rostrum tidak dipengaruhi oleh pemaparan varietas inang. Tabel 7 Besaran luas rostrum WBC makroptera populasi biotipe 2 dan 3 keturunan generasi pertama (F1) Perlakuan Biotipe 2 (mm 2 )* Biotipe 3(mm 2 )* N Jantan n Betina N Jantan PTB a Inpari ab a TN ab a a Inpari ab ab b IR ab a - - Inpari ab b a Inpari ab a a IR b ab a IR a * angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan. 31

PENGARUH PERLAKUAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa) TERHADAP FITNESS Nilaparvata lugens STÅL DEVI NOVESARI SARAGIH

PENGARUH PERLAKUAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa) TERHADAP FITNESS Nilaparvata lugens STÅL DEVI NOVESARI SARAGIH PENGARUH PERLAKUAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa) TERHADAP FITNESS Nilaparvata lugens STÅL DEVI NOVESARI SARAGIH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål adalah serangga yang termasuk dalam Ordo Hemiptera, Subordo Auchenorrhyncha, Superfamili Fulgoroidea, Famili Delphacidae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan bahan 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kebun Percobaan Muara, Bogor dan di laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengaruh Ketiadaan Inang Terhadap Oviposisi di Hari Pertama Setelah Perlakuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama S. manilae tidak mendapatkan inang maka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Seleksi Tanaman Inang oleh WBC

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Seleksi Tanaman Inang oleh WBC 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Nimfa WBC dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah makroptera (bersayap panjang) yaitu WBC yang mempunyai sayap depan

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN VARIETAS PADI

PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN VARIETAS PADI PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN VARIETAS PADI WAHYU FITRININGTYAS DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI

ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI ANALISIS MUTU PARASITOID TELUR Trichogrammatidae (Quality assessment of Trichogrammatid) DAMAYANTI BUCHORI BANDUNG SAHARI ADHA SARI ANALISIS STANDAR MUTU PARASITOID UNGGUL PELEPASAN MASAL PEMBIAKAN MASAL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim

TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim Keragaman iklim merupakan perubahan nilai rerata atau varian dari unsurunsur iklim seperti radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembaban, angin dan sebagainya dalam rentang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata Kemampuan pemangsaan diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator. Jumlah mangsa yang dikonsumsi M.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma Hasil analisis varians menunjukkan bahwa umur tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi peletakan telur,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Morfologi Predator S. annulicornis Stadium nimfa yaitu masa sejak nimfa keluar dari telur hingga menjadi imago. Sebagian besar nimfa yang diberi tiga jenis mangsa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh L. lecanii Terhadap Telur Inang yang Terparasit Cendawan L. lecanii dengan kerapatan konidia 9 /ml mampu menginfeksi telur inang C. cephalonica yang telah terparasit T. bactrae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian termasuk Indonesia, dimana iklim tropis cocok untuk perkembangan hama. Hama dapat menimbulkan

Lebih terperinci

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berbagai galur sorgum banyak dikembangkan saat ini mengingat sorgum memiliki banyak manfaat. Berbagai kriteria ditetapkan untuk mendapatkan varietas unggul yang diinginkan. Kriteria

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i DAFTAR LAMPIRAN ii I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Keaslian Penelitian 5 C. Tujuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan,

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan, predasi, kompetisi, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dll., dan faktor intrinsik meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas 1.221.544 ha. Sekitar 463.649,09 ha adalah areal potensial untuk pertanian, tetapi baru seluas 293.079 ha yang dimanfaatkan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Morfologi Polong Kedelai 4.1.1 Panjang Trikoma Trikoma sebagai salah satu karakter morfologi polong kedelai, dapat ditentukan oleh panjang trikoma. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd pertemuan sayap depan. Panjang badan serangga jantan

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Fase Pradewasa Telur Secara umum bentuk dan ukuran pradewasa Opius sp. yang diamati dalam penelitian ini hampir sama dengan yang diperikan oleh Bordat et al. (1995) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago Telur P. marginatus berwarna kekuningan yang diletakkan berkelompok didalam kantung telur (ovisac) yang diselimuti serabut lilin berwarna putih. Kantung

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat(± 50 meter diatas permukaan laut).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Ada empat pendekatan dalam kegiatan pengendalian hayati yaitu introduksi, augmentasi, manipulasi lingkungan dan konservasi (Parella

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Klaten Perbedaan Lokasi antar Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Klaten Perbedaan Lokasi antar Kecamatan 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten terletak di Provinsi Jawa Tengah. Sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, di sebelah Timur berbatasan dengan

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 8% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hasil pengujian si menunjukkan bahwa dari tiga spesies serangga yang diuji, dua spesies menunjukkan sinya terhadap fosfin dengan faktor si (RF) yang bervariasi, berkisar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. penambahan berat badan Mencit (Mus musculus). Jarak penimbangan pada

BAB IV HASIL PENELITIAN. penambahan berat badan Mencit (Mus musculus). Jarak penimbangan pada BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Data hasil penelitian ini berupa data yang diambil berdasarkan dari penambahan berat badan Mencit (Mus musculus). Jarak penimbangan pada objek penelitian berkisar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang ditampilkan pada bab ini terdiri dari hasil pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas terdiri dari curah hujan, suhu udara, serangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa kedelai merupakan sumber

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Kondisi Umum Penelitian Eksplan buku yang membawa satu mata tunas aksilar yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tunas adventif yang berumur 8 MST. Tunas adventif disubkultur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67 C, dengan kelembaban

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi atau beras merupakan komoditas strategis dan sumber pangan utama untuk rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1960 sampai sekarang selalu berupaya

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

RESPON BIOLOGI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) TERHADAP TUJUH VARIETAS TANAMAN PADI RAHMINI

RESPON BIOLOGI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) TERHADAP TUJUH VARIETAS TANAMAN PADI RAHMINI RESPON BIOLOGI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) TERHADAP TUJUH VARIETAS TANAMAN PADI RAHMINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut siklus gonotrofik. Jumlah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci