TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim Keragaman iklim merupakan perubahan nilai rerata atau varian dari unsurunsur iklim seperti radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembaban, angin dan sebagainya dalam rentang waktu tertentu. Perubahan tersebut dapat berupa kejadian iklim ekstrim pada seluruh ruang dan waktu dari masing-masing unsur iklim, sehingga menyebabkan kondisi iklim yang tidak sama untuk setiap tahunnya (Meehl et al. 2000). Hal tersebut merupakan proses internal natural atau variasi natural, atau akibat adanya campur tangan manusia pada sistem iklim. Keragaman iklim dapat bersifat intra-seasonal (periode lebih pendek dari tiga bulan) maupun inter-annual (periode dua tahun atau lebih) (IPPC 2002). Keragaman iklim inter-annual antara lain adalah ENSO (El Nino and Southern Oscillation) atau yang lebih dikenal dengan fenomena El Nino dan La Nina (Pulhin et al. 2008). Kejadian El Nino biasanya berasosiasi dengan kejadian kemarau panjang atau kekeringan karena terjadinya penurunan curah hujan jauh dari normal khususnya pada musim kemarau. Sebaliknya kejadian La Nina seringkali berasosiasi dengan kejadian banjir karena terjadinya peningkatan curah hujan jauh dari normal. Oleh karena itu, apabila sifat dari fenomena ini tidak dipahami baik dari segi waktu pembentukannya, intensitas, serta lama berlangsungnya, dapat menimbulkan dampak ekonomi yang cukup besar. Kejadian El Nino tahun misalnya, telah menyebabkan terjadinya penurunan curah hujan sebesar 33% pada musim kemarau dibandingkan rata-rata curah hujan selama 30 tahun terakhir (Boer 2002). Besar kecilnya dampak keragaman iklim pada suatu sistem tergantung pada sensitivitas, kemampuan adaptif dan kerentanan dari sistem tersebut terhadap keragaman iklim. Dampak tersebut dapat bersifat langsung, misalnya: berubahnya hasil tanaman sebagai respon terhadap perubahan kondisi iklim rata-rata dan keragaman suhu, atau tidak langsung, misalnya: kerusakan yang diakibatkan oleh meningkatnya frekuensi kejadian banjir pada daerah pantai akibat meningkatnya permukaan air laut. Kemampuan adaptif merupakan kemampuan dari sistem

2 6 tersebut menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap keragaman iklim sehingga potensi kerusakan akibat keragaman iklim dapat berkurang (IPCC 2001 dalam Boer et al. 2003). Pada ekosistem pertanian, keragaman iklim menyebabkan terjadinya perubahan biodiversitas serangga hama sebagai akibat dari peningkatan suhu, perubahan curah hujan dan peningkatan frekuensi serta intensitas dari beberapa kejadian iklim ekstrim sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi kejadian hama dan penyakit (IPPC 2002). La Nina dapat menyebabkan kondisi iklim mikro terutama kelembaban nisbi menjadi lebih menguntungkan bagi perkembangan wereng batang cokelat. Selain itu, keragaman iklim dapat menimbulkan intensitas kejadian hama dan penyakit menjadi lebih tinggi sebagai akibat dari kurangnya efektivitas pestisida pada saat aplikasi (Budianto 2003; Rosenzweig & Hillel 2008 ). Iklim dan Kehidupan Serangga Serangga seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor iklim baik secara langsung maupun tidak langsung di antaranya curah hujan, temperatur, kelembaban relatif udara dan fotoperiodisitas. Besarnya pengaruh ini berbeda untuk tiap spesies serangga dan dampak secara langsung dapat terlihat pada siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga (Ganaha et al. 2007; Lastuvka 2009). Keragaman iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi dan penyebaran serangga sehingga dalam kurun waktu singkat dapat menimbulkan ledakan populasi serangga hama tertentu (Wiyono 2007; Dale 1994; Sunjaya 1970 dalam Koesmaryono 1985). Suhu Suhu merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan serangga, seperti siklus hidup, dan kelangsungan hidup serangga. Kisaran suhu yang sesuai bagi pertumbuhan serangga berhubungan erat dengan karakteristik tempat suatu spesies hidup. Oleh karena itu, dalam hal adaptasi lingkungan pada tempat yang berbeda karakteristik tempatnya, suhu akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan suatu spesies (Gutierrez et al. 2008). Tjasyono (2004) mengemukakan bahwa serangga dapat tahan terhadap

3 7 kesenjangan suhu yang besar, misalnya beberapa larva nyamuk, kutu air, dan kumbang air dapat berada di dalam air secara normal pada suhu o C. Lebih lanjut Leather dan Awmack (1998) menjelaskan bahwa respon serangga pada suhu rendah maupun suhu tinggi tidak sama untuk semua spesies serangga. Suhu untuk perkembangan awal serangga biasanya lebih rendah dibandingkan dengan suhu untuk reproduksi. Baco (1984) merangkum hasil penelitian Suenaga (1963) mengenai perkembangan siklus hidup hama wereng cokelat bahwa kisaran suhu untuk aktivitas normal imago wereng batang cokelat adalah o C pada betina makroptera dan 9-30 o C pada jantan makroptera. Kisaran suhu untuk aktivitas normal instar IV dan V wereng batang cokelat adalah pada suhu o C. Sementara itu, menurut Khan et al. (1991) siklus hidup larva instar IV penggerek batang padi pada suhu tinggi (29-35 o C) dapat dengan cepat berubah menjadi larva stadia V pada kondisi lingkungan dan makanan yang cukup. Laju perkembangan pupa Chilo suppressalis meningkat secara linear dari kisaran suhu o C, tetapi akan menurun jika suhu melebihi 35 o C. Pada kondisi tersebut pupa akan mengalami kematian atau menghasilkan ngengat yang bentuk fisiknya berubah. Kelembaban Kelembaban dapat mempengaruhi perkembangbiakan, pertumbuhan, dan keaktifan serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemampuan serangga bertahan terhadap keadaan kelembaban udara sekitarnya sangat berbeda menurut jenisnya. Dalam hal ini kisaran toleransi terhadap kelembaban udara berbeda untuk setiap spesies maupun stadia perkembangannya, tetapi kisaran toleransi ini tidak jelas seperti pada suhu. Namun bagi serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum terletak di dekat titik maksimum, antara % (Andrewartha & Birch 1974). Kelembaban udara dapat meningkatkan fekunditas dan fertilitas serangga. Sebagai contoh, hasil penelitian IRRI tentang kelembaban relatif udara pada wereng batang cokelat di Filipina menunjukkan bahwa hama tersebut akan tertekan perkembangannya pada kelembaban 50-60%, dan sangat sesuai pada kelembaban 80% (Mochida et al. 1986). Selanjutnya, Leather dan Awmack

4 8 (1998) menjelaskan bahwa laju oviposisi ngengat Helicoverpa armigera akan meningkat seiring dengan meningkatnya kelembaban dan persentase telur yang menetas lebih tinggi pada kondisi kelembaban rendah. Akan tetapi hal tersebut tidak berpengaruh pada kualitas generasi berikutnya, hanya pada jumlah telur yang menetas. Hujan Hujan mempunyai arti penting dalam kehidupan serangga, dan dapat memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada pertumbuhan serangga. Dampak secara langsung misalnya, hujan deras dapat mencuci kutudaun dari tanaman inangnya, sedangkan dampak secara tidak langsung, dapat meningkatkan kelembaban udara sehingga mendukung pertumbuhan populasi hama (Dale 1994). Kelimpahan populasi serangga sangat berpengaruh pada variasi musim hujan. Kurangnya hari hujan dapat menimbulkan kekeringan dan kematian pada serangga, tetapi jika curah hujan tinggi, maka populasi hama tersebut akan menurun akibat tercuci oleh hujan (Speight et al. 1999; Koesmaryono 1985; Mochida et al. 1986). Dampak Perubahan Iklim terhadap Serangga Selama dekade belakangan ini, keragaman dan perubahan iklim telah menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem. Dampak yang paling besar pengaruhnya adalah pada ekosistem pertanian yang menyebabkan terjadinya perubahan populasi dan status hama dan penyakit akibat peningkatan suhu dan perubahan curah hujan (Holzkamper et al. 2011). Lebih lanjut Moraal et al. (2011) menjelaskan bahwa berdasarkan analisis data perkembangan hama tahun , diketahui bahwa hampir semua populasi hama hutan menunjukkan perubahan sebagai akibat dari perubahan dalam pengelolaan hutan, pergeseran komposisi hutan, perubahan iklim dan kedatangan hama baru. Perubahan iklim menurut Patterson et al. (1999) dapat mempengaruhi distribusi dan derajat infestasi serangga hama melalui dampak secara langsung pada siklus hidup serangga dan secara tidak langsung melalui pengaruh iklim pada tanaman inang, predator, parasitoid dan patogen serangga. Dampak terhadap

5 9 siklus hidup serangga termasuk di antaranya: lama hidup, fekunditas, diapause, penyebaran, kematian dan adaptasi genetik. Lebih lanjut Hulle et al. (2010) menyebutkan bahwa dampak secara langsung pemanasan global terhadap serangga adalah terjadinya perubahan fisiologi serangga sehingga dapat mempengaruhi interaksi antar spesies. Selain itu, dampak secara tidak langsung yang ditimbulkan adalah terjadinya perubahan habitat serangga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chen dan McCarl (2001) diketahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ledakan populasi dan migrasi hama merupakan pengaruh dari menurunnya efektivitas pestisida sebagai dampak dari perubahan iklim. Perubahan iklim tersebut dapat berupa peningkatan suhu dan durasi curah hujan yang tidak menentu. Disamping itu, Cannon (1998) menjelaskan bahwa serangga hama umumnya akan menjadi lebih berlimpah populasinya seiring dengan meningkatnya suhu melalui sejumlah proses yang saling terkait, termasuk di antaranya perubahan siklus hidup serangga. Sebagai contoh, suhu merupakan faktor utama yang menentukan dalam penyebaran hama kutudaun (aphid). Peningkatan suhu sebesar 2 o C di Inggris dapat menyebabkan peningkatan populasi sebesar ekor/individu aphid dalam satu siklus hidup sehingga berpotensi dalam meningkatkan ukuran populasi (Cannon 1998; Hulle et al. 2010). Disamping dapat meningkatkan jumlah populasi hama, sebagian besar ledakan populasi serangga hama disebabkan oleh adanya perubahan iklim dan peningkatan konsentrasi CO 2 di atmosfer (Gray 2008). Selain itu, perubahan iklim juga dapat meningkatkan fragmentasi habitat dan menyebabkan kepunahan organisme dalam skala kecil maupun besar (Cormont et al. 2011). Bioekologi Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens Stal) Wereng batang cokelat (WBC) termasuk ordo Hemiptera, subordo Auchenorrhynca, dan famili Delphacidae. Hama ini menyerang tanaman padi sebagai tanaman inang utama dan inang lainnya dari famili Graminae. Hama WBC mudah beradaptasi dengan lingkungannya dan termasuk mudah beradaptasi dengan varietas tahan. Menurut Baehaki (1985) WBC merupakan hama bertipe strategi-r dengan ciri: 1) populasi hama dapat menemukan habitatnya dengan cepat, 2) berkembang biak dengan cepat dan mampu mempergunakan sumber

6 10 makanan dengan baik sebelum serangga lain ikut berkompetisi, 3) mempunyai sifat menyebar dengan cepat ke habitat baru sebelum habitat lama tidak berguna lagi, dan 4) hama ini mempunyai potensi biotik yang tinggi, dapat memanfaatkan makanan yang banyak dalam waktu singkat sehingga terjadi ledakan populasi dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Telur WBC biasanya diletakkan secara berkelompok dalam jaringan tanaman, terutama pada pelepah daun. Jumlah dan letak telur sangat bervariasi. Apabila kepadatan populasi tinggi, telur dapat ditemukan pada bagian atas tanaman (Baco 1984). Satu kelompok terdiri atas 3-21 butir telur. Bentuknya lonjong agak melngkung berdiameter mm dengan panjang antara mm. satu ekor WBC betina tidak meletakkan telur hanya pada satu rumpun, tetapi pada beberapa rumpun dengan berpindah-pindah (Baehaki 1987). Di daerah tropis masa inkubasi telur berkisar antara 7-11 hari, stadia nimfa antara hari. Pra-oviposisi 3-4 hari baik untuk brakhiptera maupun makroptera (Dale 1994; Pathak & Khan 1994). Telur menetas antara 7-11 hari dengan ratarata 9 hari (Baehaki 1987). Nimfa dan serangga dewasa biasanya terdapat pada pangkal batang tanaman padi di atas permukaan air. tetapi apabila populasi sangat tinggi dapat ditemukan juga pada daun bendera dan pangkal malai (Subroto et al. 1992). Pada umumnya persentase telur pada musim kemarau lebih rendah dibandingkan dengan musim hujan. Hal tersebut diduga karena tingginya faktor mortalitas terutama parasit dan predatornya (Subroto et al. 1992). Nilaparvata lugens mempunyai 5 instar pada stadia nimfanya. Masing-masing instar ini dapat dibedakan berdasarkan bentuk dari mesonotum dan metanotumnya serta panjang tubuhnya (Baco 1984). Serangga muda yang menetas dari telur disebut nimfa dan makanannya serupa dengan induknya. Nimfa WBC mengalami lima kali pergantian kulit dan rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan stadium nimfa adalah 12.8 hari (Baco 1984). Lamanya waktu untuk menyelesaikan stadium nimfa beragam, tergantung dari bentuk dewasa yang akan muncul. Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah makroptera (bersayap panjang) yaitu WBC yang mempunyai sayap depan dan

7 11 sayap belakang normal. Bentuk kedua adalah brakhiptera (bersayap kerdil) yaitu WBC dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang tumbuh tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimenter (Baehaki 1987). Adanya dua bentuk sayap pada imago WBC menunjukkan bahwa WBC brakhiptera berfungsi untuk berkembang biak di tempat asal perkembangbiakannya (breeding site) dan tetap tinggal di tempat itu. Fungsi wereng makroptera adalah untuk migrasi ke tempat yang jauh dari tempat perkembangbiakan semula, mencari tempat baru, dan pada generasi pertama akan membentuk wereng brakhiptera. Munculnya betina makroptera pada setiap kombinasi populasi terjadi pada generasi kedua pada saat kepadatan cukup tinggi dan rusaknya tanaman. Imago makroptera lebih banyak muncul pada tanaman tua daripada tanaman muda, dan kemunculan makroptera lebih banyak pada tanaman setengah rusak daripada tanaman sehat (Baehaki & Widiarta 2009). Dinamika Populasi Wereng Batang Cokelat Studi sebaran spasial dan pengambilan sampel beruntun yang dilakukan oleh Untung et al. (1988) menemukan bahwa distribusi spasial WBC pada awal pertumbuhan tanaman padi adalah secara acak (random). Setelah mengalami perkembangan populasi, bentuk distribusinya menjadi mengelompok, atau mengikuti distribusi binomial negatif. Hasil penelitian Baehaki dan Widiarta (2009) di Sukamandi menunjukkan bahwa, populasi WBC yang datang pertama kali ke pertanaman adalah bentuk makroptera sebagai wereng imigran. Satu pasang wereng makroptera, pada generasi pertama dapat menghasilkan wereng dewasa ekor dan pada generasi kedua mencapai 3,700 ekor. Cepatnya perkembangan populasi WBC disebabkan oleh tingginya fekunditas yang mencapai telur/betina pada generasi ketiga. Setelah telur menetas, WBC berkembang biak secara eksponensial untuk satu atau dua generasi pada tanaman padi fase vegetatif, tergantung pada saat migrasinya. Apabila migrasi terjadi pada umur 2 atau 3 minggu setelah tanam, maka WBC dapat berkembang biak sebanyak dua generasi. Puncak populasi nimfa generasi pertama (G1) dan kedua (G2) berturut-turut muncul pada umur 5-6 minggu setelah tanam dan minggu setelah tanam. Apabila migrasi terjadi setelah tanaman berumur 5-6 minggu setelah tanam, puncak generasi nimfa hanya

8 12 dijumpai satu kali, yaitu pada umur 9-10 minggu setelah tanam. Pada keadaan lain kepadatan populasi tertinggi terjadi pada fase pembungaan tanaman padi yaitu pada umur 9-11 minggu setelah tanam. Apabila kepadatan populasi mencapai ekor per rumpun, tanaman akan segera mati kekeringan (hopper burn) (Ditlin 1986). Bioekologi Penggerek Batang Padi Spesies penggerek batang padi yang paling dominan dan selalu muncul pada setiap musim tanam di Pantai Utara Jawa Barat adalah penggerek batang padi kuning dan putih. Kedua spesies hama tersebut berkembang secara terus-menerus sepanjang tahun. Dominasi kedua spesies hama tersebut sering berubah-ubah, misalnya tahun 1995 di kawasan Pantai Utara Jawa Barat populasi penggerek batang padi putih rendah sekali, sedangkan populasi penggerek batang padi kuning meningkat 30%. Sejak saat itu penggerek batang padi kuning lebih mendominasi dengan populasi lebih dari 90%. Gejala kerusakan tanaman padi yang disebabkan oleh penggerek batang padi kuning hampir sama dengan yang disebabkan oleh penggerek batang padi putih (Suharto & Usyati 2009). Penggerek Batang Padi Kuning Telur yang dihasilkan imago betina diletakkan berkelompok berkisar antara butir/kelompok, ditutupi rambut halus berwarna cokelat kekuningan. Telur diletakkan pada malam hari antara pukul selama 3-5 malam sejak malam pertama (Dale 1994). Telur diletakkan pada daun, pelepah daun dan kadang-kadang pada pangkal batang (Pathak & Khan 1994). Keperidian satu ekor betina adalah butir tiap betina, stadium telur antara 6-7 hari. Pada saat telur menetas, larva keluar melalui 2-3 lubang yang dibuat pada bagian bawah telur menembus permukaan daun (Kanno 1984). Larva yang baru muncul (instar 1) biasanya bergerak menuju bagian ujung daun dan menggantung dengan benang halus atau membuat tabung kecil, terayun oleh angin dan jatuh ke bagian tanaman lain atau permukaan air (Balitpa 2009b). Larvanya berwarna putih kekuningan sampai kehijauan dengan panjang maksimum 25 mm. Stadium larva antara hari, dan terdiri atas 5-7 instar (Dale 1994). Selama hidupnya larva dapat berpindah dari satu tunas ke tunas lainnya dengan cara membuat gulungan ujung daun, menjatuhkan diri ke

9 13 permukaan air dan memencar ke rumpun yang lain. Larva instar akhir tinggal di dalam batang sampai stadium pupa (Balitpa 2009b). Sebelum menjadi pupa, larva membuat lubang keluar pada pangkal batang dekat permukaan air atau tanah, yang ditutupi membran tipis untuk jalan keluar setelah menjadi imago. Pupa berwarna kekuning-kuningan atau agak putih. Kokon berupa selaput benang berwarna putih dengan panjang mm. Lama stadium pupa antara 6-23 hari (Pathak & Khan 1994). Ngengat jantan mempunyai bintik-bintik gelap pada sayap depan, sedangkan ngengat betina berwarna kuning dengan bintik hitam di bagian tengah sayap depan. Panjang ngengat jantan 14 mm dan betina 17 mm. Ngengat aktif pada malam hari dan tertarik cahaya, imago dapat terbang dengan jangkauan mencapai 6-10 km. Lama hidup ngengat antara 5-10 hari dengan siklus hidup hari (Khan et al. 1991; Balitpa 2009b). Karakteristik penggerek batang padi kuning adalah kelompok telur diletakkan pada daun bagian ujung, hanya seekor larva dalam satu tunas, pupa berada di dalam pangkal tunas di bawah permukaan tanah, tanaman inang utama adalah padi dan tanaman padi liar. Perubahan kepadatan populasi penggerek batang padi kuning di lapangan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim (curah hujan, suhu, kelembaban), varietas padi yang ditanam, dan musuh alami yaitu parasitoid, predator, dan patogen (Dale 1994; Balitpa 2009b). Penggerek Batang Padi Putih Telur yang diletakkan penggerek batang padi putih berkisar antara butir/kelompok, diletakkan dipermukaan atas daun atau pelepah, mirip telur penggerek batang padi kuning. Kelompok telur ditutupi rambut halus, berwarna cokelat kekuning-kuningan, stadium telur 4-9 hari. Larvanya mirip dengan penggerek batang padi kuning, panjang maksimal 21 mm, berwarna putih kekuningan. Larva yang sudah berkembang penuh pada saat menjelang musim hujan berakhir dan setelah panen akan mengalami diapause pada batang padi tua dan tunggul padi. Lamanya diapause tergantung pada lamanya musim kemarau. Setelah turun hujan mencapai 10 mm dan saat tanah lembab, larva yang berdiapause akan menjadi pupa dan selanjutnya menjadi ngengat. Stadium larva hari, saat diapause dapat berlangsung 3 bulan (Dale 1994).

10 14 Imago keluar dari pupa dalam periode waktu yang relatif bersamaan dan meletakkan telur di persemaian. Imago berwarna putih dengan panjang betina 13 mm dan jantan 11 mm, imago tertarik cahaya. Imago aktif di lapangan selama musim hujan. Tiga dari lima generasi dihasilkan selama musim tanam padi dan tergantung pada durasi penanaman, jenis varietas, waktu panen dan penanaman padi. Generasi pertama dari menyebabkan kerusakan pada persemaian dan tanaman yang baru ditransplanting. Generasi kedua dan tiga menyebabkan kerusakan pada fase vegetatif dan generatif (Dale 1994). Karakteristik penggerek batang padi putih antara lain: kelompok telur, larva, dan pupa mirip penggerek batang padi kuning. Larva mampu berdiapause selama musim kemarau di dalam pangkal batang. Masa terbang ngengat pada awal musim hujan terjadi hampir bersamaan. Dinamika populasi penggerek batang padi putih sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan terutama faktor iklim (curah hujan), irigasi, dan musuh alami (Balitpa 2009b). Hama ini hidup pada dataran rendah hingga ketinggian 200 m dari permukaan laut. Serangannya tidak terjadi pada daerah dengan intensitas curah hujan tinggi, karena larva tidak dapat hidup pada kondisi basah ekstrim (Dale 1994). Dinamika Populasi Penggerek Batang Padi Perkembangan populasi penggerek batang padi mengalami perubahan dengan adanya perubahan pola tanam padi. Perubahan pola tanam padi erat kaitannya dengan faktor iklim, khususnya curah hujan. Selain faktor iklim, faktorfaktor yang dapat memicu terjadinya peningkatan populasi penggerek batang adalah terjadinya perubahan biologi hama, dari yang tadinya berdiapause menjadi tidak berdiapause (Balitpa 2009b). Disamping itu, ledakan penggerek batang padi juga berhubungan dengan komposisi musuh alami di ekosistem padi misalnya parasitoid (Rauf 2000). Lebih lanjut Khan et al. (1991) menjelaskan bahwa perkembangan populasi penggerek batang padi dipengaruhi oleh umur tanaman, varietas tanaman dan kesuburan tanah. Ngengat penggerek batang padi lebih menyukai tanaman muda untuk meletakkan telur daripada tanaman tua. Tanaman padi yang dipupuk dengan nitrogen dosis tinggi ditemukan telur penggerek batang lebih banyak dan perkembangan larva menjadi lebih baik daripada tanaman yang tidak dipupuk.

11 15 Pemodelan Perkembangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Penerapan pengelolaan hama secara terpadu mencakup upaya secara preemtif dan responsif. Upaya preemtif adalah upaya pengendalian yang didasarkan pada informasi dan pengalaman status organisme pengganggu tumbuhan (OPT) waktu sebelumnya. Upaya ini mencakup penentuan pola tanam, penentuan varietas, penentuan waktu tanam, keserentakan tanam, pemupukan, pengairan, pengaturan jarak tanam, penyiangan, penggunaan agen hayati dan teknik budidaya lainnya untuk menciptakan tanaman sehat. Upaya responsif adalah upaya pengendalian yang didasarkan pada informasi status OPT dan faktor yang berpengaruh pada musim yang sedang berlangsung, serta pertimbangan biaya manfaat dari tindakan yang perlu dilakukan. Upaya ini antara lain seperti penggunaan musuh alami, pestisida nabati, pengendalian mekanis, atraktan dan pestisida kimia (Baehaki & Widiarta 2009). Untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas diperlukan informasi ekologis, terutama tentang perkembangan populasi atau serangan OPT dan musuh alaminya, perkembangan tanaman inang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan OPT. Informasi tersebut artinya merupakan pemahaman terhadap agroekosistem yang akan dikelola dengan melakukan analisis terhadap data historis dan ekologis atau analisis ekosistem. Hasil analisis ekosistem tersebut dapat disusun dalam suatu model prediksi kejadian serangan OPT atau model peramalan OPT, yang selanjutnya hasil aplikasi model peramalan berupa informasi peramalan OPT pada suatu daerah atau lokasi dapat dijadikan input dalam merencanakan agroekosistem atau merencanakan usahatani.

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP DISTRIBUSI DAN PERUBAHAN STATUS HAMA TANAMAN PADI DI PANTAI UTARA JAWA BARAT DEDI HUTAPEA

KAJIAN DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP DISTRIBUSI DAN PERUBAHAN STATUS HAMA TANAMAN PADI DI PANTAI UTARA JAWA BARAT DEDI HUTAPEA KAJIAN DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP DISTRIBUSI DAN PERUBAHAN STATUS HAMA TANAMAN PADI DI PANTAI UTARA JAWA BARAT DEDI HUTAPEA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian termasuk Indonesia, dimana iklim tropis cocok untuk perkembangan hama. Hama dapat menimbulkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål adalah serangga yang termasuk dalam Ordo Hemiptera, Subordo Auchenorrhyncha, Superfamili Fulgoroidea, Famili Delphacidae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resistensi Tanaman Terhadap Serangan Hama Ketahanan/resistensi tanaman terhadap hama/penyakit adalah sekelompok faktor yang pada hakekatnya telah terkandung dalam tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan Nilai keperidian imago WBC N. lugens brakhiptera dan makroptera biotipe 3 generasi induk yang dipaparkan pada perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Serangga Hama Berdasarkan hasil identifikasi serangga hama dilokasi Agroekosistem berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies Scripophaga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 8% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hama dapat berupa penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produksi.

I. PENDAHULUAN. hama dapat berupa penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produksi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas strategis yang selalu mendapatkan prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Upaya meningkatkan produksi padi terutama ditujukan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FAKTOR CUACA TERHADAP DINAMIKA POPULASI WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal) DEVIED APRIYANTO SOFYAN

ANALISIS PENGARUH FAKTOR CUACA TERHADAP DINAMIKA POPULASI WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal) DEVIED APRIYANTO SOFYAN ANALISIS PENGARUH FAKTOR CUACA TERHADAP DINAMIKA POPULASI WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal) DEVIED APRIYANTO SOFYAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI Oleh : M Mundir BPKK Nglegok I LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN 1. Pengaruh factor fisik terhadap OPT 2. Pengaruh factor biotic terhadap OPT 3. Pengaruh factor edafik terhadap OPT LINGKUNGAN MANUSIA 1. Masukan energi berupa a. Pupuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI Oleh: Edi Suwardiwijaya Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jl. Raya Kaliasin. Tromol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Syarat Tumbuh Padi merupakan tanaman ordo Graminales, family Graminae, genus Oryza, dan spesies Oryza spp.. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 650 sampai 1500 m dpl dengan

Lebih terperinci

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd pertemuan sayap depan. Panjang badan serangga jantan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, padi adalah komoditas strategis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Hingga saat ini padi atau beras

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

Memahami Konsep Perkembangan OPT

Memahami Konsep Perkembangan OPT DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Oleh: Tim Dosen HPT Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013 Memahami Konsep OPT Memahami Konsep Perkembangan OPT 1 Batasan/definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas 1.221.544 ha. Sekitar 463.649,09 ha adalah areal potensial untuk pertanian, tetapi baru seluas 293.079 ha yang dimanfaatkan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) OVERVIEW : PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fak. Pertanian Univ. Brawijaya Apakah PHT itu itu?? Hakekat PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci