BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit"

Transkripsi

1 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat(± 50 meter diatas permukaan laut). Penelitian dilakukan dari bulan April 2017 sampai Mei Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pias starter telur C.cephalonica yang sudah terparasit Trichogramma spp., pias C.cephalonica yang belum terparasit Trichogramma spp., kertas karton berwarna biru, kertas label, kertas buram, karet gelang, lem povinal, plastik es ganepo, kertas millimeter, kapas, klorofoam, sunlight dan sebagainya. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi (25 cm x 6 cm), kain hitam, keranjang, lampu UV 36 watt, kotak penyinaran UV, kuas, stapler, pisau mini, kain serbet, lup cahaya, botol kocok, nampan, lemari kaca dan sebagainya. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yaitu : Faktor I (perbandingan jumlah pias starter dengan jumlah pias inang) : P 0 = 1 : 6 (starter : pias telur C. cephalonica) P 1 = 1 : 7 (starter : pias telur C. cephalonica) P 2 = 1 : 8 (starter : pias telur C. cephalonica) P 3 = 1 : 9 (starter : pias telur C. cephalonica) Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit Banyaknya ulangan yang akan dilakukan : (t-1) (r-1) 15 (12-1) (r-1) 15

2 12 (11) (r-1) 15 11r r r 26 : 11 r 2,36 r 3 Banyak ulangan adalah : 3 Jumlah kombinasi perlakuan : 4 x 3 = 12 Jumlah percobaan : 12 x 3 = 36 Model Linear yang diasumsikan untuk Rancangan Acak Lengkap : Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Ɛ(ij) Dimana : Yij : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j µ : rataan umum Ai : pengaruh utama dari taraf ke-i faktor A Bj : pengaruh utama dari taraf ke-j faktor B ABij : pengaruh interaksi dari faktor A ke-i dan faktor B ke-j Ɛij : efek sebenarnya unit eksperimen ke-i disebabkan oleh kombinasi perlakuan ij Pelaksanaan Penelitian Penyediaan koloni C. cephalonica Pias starter diperoleh dari Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang PTPN II. Dari hasil pemanenan telur C. cephalonica berumur 24 jam diperoleh telur C. cephalonica sebagai telur inang alternatif, lalu dipindahkan kedalam kertas karton berwarna biru berukuran 2 x 7 cm untuk membuat sebuah pias dengan luas daerah peletakkan telur 2 x 1,5 cm. Dalam 10 sampel diperoleh rata-rata telur per pias 2000 butir.

3 13 Penyinaran pias telur inang Setelah tersedianya bahan pias inang maka dilakukanlah penyinaran ultra violet (UV) terhadap pias telur inang sebelum dipindahkan kedalam tabung aplikasi. Pengaplikasian Pias starter dimasukkan ke dalam tabung reaksi (diameter 6 cm, tinggi 25 cm) yang terpisah, ditunggu selama 1 hari sampai Trichogramma spp.menetas. Segera dimasukkan pias C. cephalonica (inang) yang sudah disinari UV 36 wattke dalam tabung reaksi yang berisi Trichogramma spp.sesuai dengan masingmasing perlakuan. Pengamatan C. cephalonica (inang) yang telah terparasitisasi Trichogramma spp.yang ditandai dengan berwarna hitam danpersentase telur C. cephalonica yang tidak terparasit menetas menjadi larva diamati selama 3 hari ( hari ke 2, 3, 4 HSA). Lama muncul (hari) parasitoid Trichogramma spp.dari telur C. cephalonica yang terparasit dari tiap perlakuan dan persentase telur C. cephalonica yang terparasit muncul menjadi imago parasitoid Trichogramma spp.diamati selama 4 hari (hari ke 5, 6, 7, 8 HSA). Peubah Amatan Persentase parasitasi Trichogramma spp. spp Pengamatan dilakukan setelah C. chepalonica terparasitisasi Trichogramma spp.yang ditandai dengan berwarna hitam. Persentase parasitasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

4 14 P (par) = a a+b x 100% Dimana : P (par) a b = Persentase parasitasi = Jumlah telur yang terparasit tiap perlakuan = Total telur dalam tiap perlakuan Persentase telur Corcyra cephalonicastainton. yang tidak terparasitisasi menetas menjadi larva Pengamatan dilakukan setelah selesai menghitung jumlah telur yang sudah terparasit, sehingga diperoleh hasil yang tidak terparasit. Persentase dapat dihitung dengan menggunakan rumus : P (par) = a a+b x 100% Dimana : P (larva) = Persentase telur C. cephalonica yang tidak terparasit menetas menjadi larva a b = Jumlah larva yang muncul = Total telur yang tidak terparasit Lama muncul (hari) parasitoid Trichogramma spp. dari telurc. cephalonica yang terparasit dari tiap perlakuan Pengamatan dilakukan pada 1-3 HSP (Hari Setelah Pembongkaran), karena setelah pembongkaran pias telur C. cephalonica yang telah terparasit

5 15 dipindahkan ke tabung yang baru dan bersih untuk tempat perkembangan sampai telur tersebut menetas. Persentase telur CorcyracephalonicaStainton. yang terparasit muncul menjadi imago parasitoid Trichogramma spp. Imago yang muncul di bius dengan menggunakan kloroform untuk membuat parasitoid tetap utuh dalam bentuknya, sehingga dapat mempermudah perhitungan manual jumlah imagonya. Perhitugan dilakukan dengan menggunakan kertas millimeter dengan acuan 1 kotak 1x1 mm dalam kertas millimeter berisikan 4 ekor parasitoid Trichogrammaspp. Setelah didapatkan jumlah imago kemudian dimasukkan kedalam perhitungan, yaitu : Persentase dapat dihitung dengan menggunakan rumus : P (par) = a a+b x 100% Dimana : P (telur) = Persentase penetasan telur C. cephalonica yang terparasit a b = Jumlah imago yang muncul = Total telur yang terparasit Analisis data: Persentase parasitisasi Trichogramma spp., persentase telur C. cephalonica yang tidak terparasitisasi menetas menjadi larva,lamamuncul (hari) parasitoid Trichogramma spp. dari telur C. cephalonica yang terparasit dari tiap perlakuan, Persentase telur C. cephalonica yang terparasit muncul menjadi imago parasitoid Trichogramma spp. di antara perlakuan yang di uji telah dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) yang menggunakan

6 16 Rancangan Acak Lengkap faktorial, lalu dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

7 17 Persentase parasitisasi Trichogramma HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan jumlah pias starter (Trichogrammaspp.) dengan pias telur inang alternatif (C. cephalonica) serta lama penyinaran berpengaruh nyata terhadap persentase parasitisasi Trichogramma terhadap pias inang (C. cephalonica) (Tabel 1). Tabel 1. Persentase Parasitisasi (%) pada perbandingan jumlah pias starter dengan jumlah pias inang Perbandingan Jumlah Pias Starter hsa (hari setelah aplikasi) dengan Jumlah Pias Inang : 6 0 0,009 0,238 d 0,939 1 : 7 0 0,009 0,273 c 0,935 1 : 8 0 0,008 0,314 b 0,927 1 : 9 0 0,009 0,481 a 0,919 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test 5% Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tingkat persentase parasitisasi pada 1 hsa adalah 0%. Pada 1 hsa (hari setelah aplikasi) seluruh perlakuan belum mengalami parasitisasi. Hal ini berarti parasitoid betina Trichogramma yang telah berkopulasi sedang mengalami proses praoviposisi sebelum meletakkan telurnya pada telur inang melalui ovipositornya. Hal ini didukung dengan pernyataan Yunus (2005) yang menyatakan bahwa proses oviposisi diawali dengan kegiatan praoviposisi. Imago betina yang sudah siap meletakkan telur, secara aktif bergerak untuk mencari telur inang. Setelah menemukan sekelompok telur inang, imago betina memeriksa kondisi telur satu per satu yaitu dengan cara menyentuhkan antena dan palpus pada telur inang sampai mendapatkan pilihan telur yang cocok. Telur yang terpilih akan segera diparasit, telur parasit diinjeksikan ke dalam telur inang dengan bantuan ovipositor.

8 18 Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada perlakuan perbandingan jumlah pias starter dengan jumlah pias inang berbeda nyata terhadap persentase parasitisasi. Persentase tertinggi (0,481) terdapat pada perlakuan 1 : 9 sedangkan yang terendah (0,238) terdapat pada perlakuan 1 : 6. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan jumlah pias starter untuk memarasit jumlah pias inang bergantung dari batas kemampuan parasitoid betina Trichogramma. Kegiatan oviposisi parsitoid betina Trichogramma dalam memarasit telur C. cephalonica adalah kali per imago betina. Hal ini didukung oleh pernyataan Corrigan & Laing (1994) bahwa kemampuan reproduksi Trichogramma sp. dapat meningkat atau mengalami penurunan sesuai dengan jenis inang dan jumlah betina dan jantan pada imago Trichogramma sp. Sex ratio dari parasitoid Trichogramma adalah 1 : 2 (jantan : betina) sehingga memungkinkan pada saat percobaan jumlah imago betina atau jumlah jantan lebih dominan. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada 3 hsa memliki notasi yang menyatakan bahwa pengaruh perbandingan jumlah pias starter dengan jumlah pias inang adalah sangat nyata (Lampiran 3) sedangkan pada 1, 2, dan 4 hsa tidak memiliki notasi yang menyatakan bahwa pengaruh perbandingan jumlah pias starter dengan jumlah pias inang adalah tidak nyata. Hal ini disebabkan karena pada 1 hsa belum tampak telur inang yang terparasitisasi (berwarna kecoklat hitaman), pada 2 hsa masih sedikit yang terparasitisasi, dan pada 4 hsa hampir semua telur telah terparasitisasi sehingga memungkinkan perhitungan menghasilkan data tidak nyata berbeda dengan 3 hsa mempunyai data yang sangat nyata karena tingkat parasitisasi pada 3 hsa naik secara optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Knutson (2002) yang menyatakan bahwa perhitungan tingkat

9 19 parasitisasi dapat diketahui pada saat telur inang telah berubah warna menjadi coklat kehitaman yang menandakan telur inang telah terparasitisasi. Pada 3 hsa biasanya semua telur yang telah terparasitisasi akan tampak sehingga memungkinkan perhitungan yang optimal dibandingkan 4-5 hsa dimana pada kedua hari tersebut munculnya telur yang terparasitisasi tidak optimal lagi. Tabel 2. Persentase Parasitisasi (%) pada berbagai lama penyinaran Lama Penyinaran Hsa menit 0 0,009 0,316 b 0, menit 0 0,007 0,322 b 0, menit 0 0,010 0,341 a 0,920 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test 5% Pada Tabel 2 diketahui bahwa pada 1 hsa tingkat persentase parasitisasi masih 0%. Hal ini disebabkan karena pada 1 hsa belum tampaknya perubahan warna terhadap telur inang (coklat kehitaman) akibat dari parasitisasi yang dilakukan parasitoid Trichogramma. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herlinda (2002) yang menyatakan bahwa perubahan warna akibat proses parasitisasi adalah berubahnya warna telur inang menjadi coklat kehitaman. Pada Tabel 2 diketahui bahwa hanya 3 hsa yang bernotasi sedangkan yang lainnya tidak. Hal ini disebabkan adanya kenaikan yang drastis pada 4 hsa sedangkan tampaknya terparasitisasi telur inang pada umumnya pada 3 hsa, sehingga pada 4 hsa telur-telur yang baru tampak perubahan warnanya tidak terlalu drastis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herlinda (2002) yang menyatakan bahwa telur C. cephalonica mulai menunjukkan perubahan warna setelah dua hari diaplikasikan atau pada hari ketiga karena adanya perkembangan larva Trichogramma. Perubahan warna ini semakin tampak ketika larva sudah

10 20 memasuki instar 3 dan siap menjadi pupa di dalam telur inang sehingga ketika memasuki hari ke empat perubahan warna sudah tidak begitu drastis. Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa persentase parasitisasi tertinggi (0,341) terdapat pada perlakuan 35 menit sedangkan terendah (0,322) dan (0,316) terdapat pada perlakuan 25 menit dan 15 menit. Hal ini membuktikan bahwa penyinaran yang cukup akan memberikan nutrisi yang cukup bagi larva Trichogramma selama proses perkembangbiakan. Kebutuhan nutrisi sangat bergantung kepada lama penyinaran karena dapat menimbulkan telur menetas menjadi larva C. cephalonica jika kekurangan penyinaran atau kekeringan jika kelebihan penyinaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Li (1994) yang menyatakan bahwa kebutuhan nutrisi dalam perkembangbiakan massal dari telur inang alternatif (C. cephalonica) tidak sesuai dengan kebutuhan Trichogramma untuk berkembang yang dipengaruhi oleh lama penyinaran yang kurang dan berlebihan. Akibat dari kurangnya lama penyinaran menyebabkan embrio berkembang lebih cepat daripada parasitoid Trichogramma dan berlebihnya penyinaran yang diberikan dapat merusak telur inang menjadi lebih pucat, kering dan mudah pecah Tabel 3. Persentase Parasitisasi (%) pada interaksi perbandingan jumlah pias starter dengan jumlah pias inang, serta lama penyinaran Interaksi perbandingan jumlah pias starter hsa dengan jumlah pias inang, serta lama penyinaran : 6 (15 menit) 0 0,010 0,241 i 0,929 1 : 7 (15 menit) 0 0,008 0,264 h 0,940 1 : 8 (15 menit) 0 0,007 0,322 d 0,936 1 : 9 (15 menit) 0 0,009 0,437 c 0,919 1 : 6 (25 menit) 0 0,006 0,241 i 0,953 1 : 7 (25 menit) 0 0,008 0,281 f 0,939 1 : 8 (25 menit) 0 0,008 0,302 e 0,934 1 : 9 (25 menit) 0 0,008 0,464 b 0,926 1 : 6 (35 menit) 0 0,010 0,232 j 0,934 1 : 7 (35 menit) 0 0,010 0,274 g 0,925

11 21 1 : 8 (35 menit) 0 0,011 0,318 d 0,910 1 : 9 (35 menit) 0 0,010 0,541 a 0,911 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test 5% Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa interaksi pada 1 hsa adalah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapat telur inang yang tampak telah terparasitisasi (berwarna coklat kehitaman). Hal ini didukung oleh pernyataan Metcalf dan Breniere (1969), pada saat larva mencapai instar tiga, telur inang (sebagai media hidup larva parasitoid) akan berubah warna menjadi hitam karena terbentuknyabutiran- butiran pada permukaan dalam khorion. Perubahan ini merupakan cirikhas dari telur yang terparasit oleh Trichogramma. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Setiati et al. (2016) yang menyatakan bahwa perkembangan larva Trichogramma di dalam telur inang akan memberikan efek warna coklat kehitaman yang menandakan bahwa telur inang tersebut telah terparasitisasi. Dari Tabel 3 diketahui bahwa interaksi tertinggi (0,541) terdapat pada perlakuan 1 : 9 (35 menit). Hal ini membuktikan bahwa perbandingan jumlah pias starter dengan jumlas pias inang serta lama penyinaran sudah termasuk efisien. Hal ini didukung oleh pernyataan Rauf (2000) menyatakan bahwa parasitisasi Trichogamma sp. dengan tingkat parasitasi 50,4% hingga 94,8% termasuk tingkat parasitasi tinggi. Hal yang sama didukung oleh Corrigan & Laing (1994) bahwa kemampuan reproduksitrichogramma sp. dapat meningkat atau mengalami penurunan sesuai dengan jenis inang dan jumlah betina dan jantan pada imago Trichogramma sp.

12 22 Dari tabel 3 diketahui bahwa interaksi terendah (0,232) terdapat pada perlakuan 1 : 6 (35 menit). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pias inang yang terlalu sedikit tidak memiliki kerapatan yang padat sehingga pengaruh lama penyinaran yang 35 menit mengakibatkan telur inang kering dan pecah. Hal ini didukung oleh pernyataan Pabbage dan Tandiabang (2011) gangguan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ruang gerak parasitoid tersebut dalam tabung reaksi terbatas dan letak antara kelompok telur inang saling berdekatan sehingga inang tidak terparasit semuanya. Telur inang yang tidak terparasit bisa menjadi larva instar-1 dan bisa menjadi telur busuk atau telur yang tidak berkembang menjadi parasitoid atau larvapenggerek instar-1. Hal yang sama juga didukung oleh Godfray (1994) yang menyatakan bahwa Imago betina hanya akan meletakkan telur pada telur inang yang dianggap layak untuk perkembangan keturunannya. Kualitas telur inang yang kurang baik menyebabkan imago betina enggan meletakkan telur didalamnya sehingga persentase parasitisasi rendah. Persentase Larva Yang Muncul (%) Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa persentase larva yang muncul (%) berpengaruh nyata terhadap berbagai lama penyinaran (Tabel 4). Tabel 4. Persentase Larva Yang Muncul (%) pada berbagai lama penyinaran Lama Penyinaran 5 hsa 15 menit 0,477 a 25 menit 0,345 a 35 menit 0,194 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test 5% Dari hasil pengamatan hari ke 5 setelah aplikasi (hsa) diketahui bahwa persentase larva yang muncul (%) tertinggi (0,477) terdapat pada perlakuan 15

13 23 menit. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian lampu UV 36 watt lebih tinggi dari pada umumnya tetapi tingginya intensitas penyinaran mempengaruhi terbunuhnya embrio dari dalam telur inang yang akan memperhambat sistem metabolismenya. Hal ini didukung oleh Herlinda (2002) yang menyatakan bahwa terbunuhnya embrioc. cephalonica menyebabkan telur yangdiletakkan oleh Trichogramma tidak ada saingan, dan larvanya dapat tumbuh dengan baik.hal ini tercermin darilebihtingginyatingkat parasitisasi dan persentase imago munculdaritelurinang yangdisinar denganuv dibandingkandenganyangtidakdisinar. Dari hasil pengamatan diketahui persentase larva yang muncul terendah (0,194) terdapat pada perlakuan 35 menit. Hal ini akan menguntungkan proses pembiakan massal Trichogramma karena telur yang telah teraprasitisasi tidak ada yang mengganggu perkembangannya. Hal ini didukung oleh penyataan Herlinda (2002) yang menyatakan bahwa apabila telurc. cephalonica tidak diradiasi dengan UV menghasilkan persentasepenetasan telur 99,67%. Persentase penetasan yang tinggi ini menyebabkanpembiakan massal parasitoid menjadi tidak efektif dan efisien. Larva C. cephalonica yang terbentuk dapat menurunkan jumlah telur terparasit (4.38%) dan imago parasitoid yangterbentuk (56.44%) karena larva C. cephalonica memakan telur yang terparasit tersebut.selain itu, banyaknya larva C. cephalonica yang terbentuk harus dibuang setiap harisehingga adapenambahantenagakerja dalamproses pembiakanmassal. Adanya gangguan dari berbagai faktor dapat menyebabkan rendahnya tingkat parasitisasi sehingga beberapa telur inang tidak terparasit dan berkembang menjadi larva C. cephalonica. Hal ini sesuai dengan literatur Pabbage dan

14 24 Tandlabang (2011) yang menyatakan bahwa gangguan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaituruang gerak parasitoid tersebut dalam tabung reaksi terbatas dan letak antara kelompok telur inang saling berdekatan sehingga inang tidak terparasit semuanya. Telur inang yang tidak terparasit bisa menjadi larva instar-1 dan bisa menjaditelur busuk atau telur yang tidak berkembang menjadi parasitoid atau larvapenggerek instar-1. Persentase Imago Yang Menetas (%) Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa persentase imago yang menetas (%) berpengaruh nyata terhadap berbagai lama penyinaran (Tabel 5). Tabel 5. Persentase imago yang menetas (%) pada berbagai lama penyinaran Lama Penyinaran 8 hsa 15 menit 0,92 b 25 menit 0,97 a 35 menit 0,86 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan Multiple Range Test 5% Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa persentase imago yang menetas tertinggi (0,97) terdapat pada perlakuan 25 menit. Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi pada perlakuan tersebut sangat ideal bagi proses perkembangan larva Trcihogramma karena lama penyinaran yang diberikan tidak merusak nutrisi dari dalam telur inang tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurindah (2002) yang menyatakan bahwa lama penyinaran dalam memberikan sinar UV pada saat pembiakan massal di Laboratorium harus sesuai dengan keadaan telur inang, seperti adanya lama penyimpanan pada telur inang sebelum dilakukannya penyinaran sehingga dibutuhkan waktu lebih untuk memberikan sinar UV sehingga kandungan nutrisi di dalam telur inang tetap terjaga kualitasnya.

15 25 Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada perlakuan 35 menit adalah yang terendah (0,86). Penyinaran yang berlebihan akan mengakibatkan telur tipis, mudah pecah dan kandungan nutrisinya kering sehingga telur mudah untuk diparasitisasi tetapi tidak bisa bertahan dalam proses perkembangbiakannya. Hal ini didukung oleh Agritech (2012) yang menyatakan bahwa lama penyinaran mempengaruhi kualitas telur inang sehingga perlu diberikannya waktu yang sesuai dengan kebutuhan saja serta disesuaikan juga dengan intensitas lampu UV yang digunakan. Lama Muncul (hari) Imago Trichogramma Lama munculnya imago dipengaruhi oleh kondisi ruangan yang ideal sesuai kriteria pada umumnya dalam melakukan pembiakan massal Trichogramma. Hal ini didukung oleh pernyataan Yunus (2005) yang menyatakan bahwa kriteria Laboratorium dalam pembiakan massal Trcihogramma harus memenuhi beberapa faktor yaitu : suhu ruangan, kelembapan ruangan, intensitas cahaya matahari, dan lainnya. Tabel 6. Lama munculnya imago Trichogramma dari telur inang yang terparasit Perlakuan Ulangan I Ulangan II Ulangan III 1 HSP 2 HSP 3 HSP 1 HSP 2 HSP 3 HSP 1 HSP 2 HSP 3 HSP P0T0 P1T0 P2T0 P3T0 P0T1 P1T1 P2T1 P3T1 P0T2 P1T2 P2T2 P3T2

16 26 Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa lama munculnya imago terjadi pada hari ke 2 dan hari ke 3. Pada umumnya imago akan menetas pada hari ke 3 atau 8 hsa (hari setelah aplikasi) karena menurut panjang siklusnya pada hari ke 8 imago akan menetas. Hal ini sesuai dengan literatur Yunus (2005) yang menyatakan bahwa siklus hidup parasitoid ini sangat pendek yaitu 8-9 hari. Hal tersebut sangat menguntungkan untuk digunakan sebagai agensia hayati dalam mengendalikan hamac. sacchariphagus. Adapun imago yang muncul pada hari ke 2 biasanya dipengaruhi oleh suhu yang ekstrim dan kelembapan yang ekstrim pada saat penelitian sehingga memungkinkan imago menetas lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agritech (2012) yang menyatakan bahwa dalam pembiakan massal Trichogramma di Laboratorium, suhu dan kelembapan selalu dijaga untuk menstabilkan keberlangsungan perkembangbiakan sehingga tercapainya pembiakan massal yang optimal. Apabila suhu ekstrim seperti kemarau berkepanjangan dan hujan berkepanjangan dapat memperlama atau mempercepat proses perkembangbiakan Trichogramma.

17 27 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Persentase parasitisasi tertinggi (0,481) terdapat pada perlakuan 1 : 9 sedangkan yang terendah (0,238) terdapat pada perlakuan 1 : Perbandingan jumlah pias starter dengan jumlah pias inang serta lama penyinaran berpengaruh sangat nyata terhadap persentase parasitisasi. 3. Lama penyinaran yang efektif terhadap pembiakan massal Trichogramma di Laboratorium adalah 25 menit, dikarenakan dapat menekan persentase larva yang muncul dan menaikkan tingkat persentase parasitisasi serta persentase imago yang menetas. 4. Interaksi tertinggi (0,541) terdapat pada perlakuan 1 : 9 (35 menit) sedangkan yang terendah (0,232) terdapat pada perlakuan 1 : 6 (35 menit). 5. Larva yang muncul terendah (0,194) pada perlakuan 35 menit tetapi berbanding terbalik dengan jumlah imago yang menetas (0,86) yang merupakan terendah karena penyinaran yang terlalu lama akan menyebabkan telur tipis, mudah pecah, dan kekeringan nutrisi sehingga perkembangan larva Trichogramma tidak bertahan lama. 6. Lama muncul (hari) parasitoid Trichogramma dari telur C.cephalonica yang terparasit dari tiap perlakuan memiliki rata-rata yaitu sebesar 2.36 hari, dengan lama muncul (hari) yang paling cepat muncul terdapat pada perlakuan 1 : 6 (15 menit) ; 1 : 7 (35 menit) ; dan 1 : 8 (35 menit) yaitu sebesar 2 hari dan paling lama muncul terdapat pada perlakuan 1 : 6 (25 menit) yaitu sebesar 3 hari.

18 28 Saran Perlu dilakukannya penelitian lanjut dengan difokuskannya pada lama penyinaran sinar UV dan intensitas lampu UV dikarenakan penentuan lama penyinaran belum menunjukkan hasil yang siginifikan terhadap jumlah larva yang muncul dari telur yang tidak terparasitasi oleh Trichogramma.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan April-Agustus 2010. Kegiatan penelitian terdiri dari penyiapan alat, bahan

Lebih terperinci

Yati Setiati, Neneng Hayatul Mutmainah, M. Subandi. Jurusan Agroteknologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung

Yati Setiati, Neneng Hayatul Mutmainah, M. Subandi. Jurusan Agroteknologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung EFEKTIVITAS JUMLAH TELUR Corcyra cephalonica TERPARASITASI Trichogramma sp. TERHADAP PRESENTASI TELUR YANG TERPARASIT DAN JUMLAH LARVA PENGGEREK BATANG TEBU BERGARIS (Chilo EFFECTIVENESS OF EGGS NUMBER

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

Yati Setiati, Neneng Hayatul Mutmainah, M. Subandi, *)

Yati Setiati, Neneng Hayatul Mutmainah, M. Subandi, *) Efektivitas Jumlah Telur Corcyra cephalonica Terparasitasi Trichogramma sp. terhadap Presentasi Telur yang Terparasit dan Jumlah Larva Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo Efectiveness of the number eggs

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus annus L.) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2010, bertempat di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh L. lecanii Terhadap Telur Inang yang Terparasit Cendawan L. lecanii dengan kerapatan konidia 9 /ml mampu menginfeksi telur inang C. cephalonica yang telah terparasit T. bactrae

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengaruh Ketiadaan Inang Terhadap Oviposisi di Hari Pertama Setelah Perlakuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama S. manilae tidak mendapatkan inang maka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis isolat (HJMA-5

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Key Words: Ultra Violet, Frozen egg, Trichogramma, Corcyra cephalonica (Stainton)

Key Words: Ultra Violet, Frozen egg, Trichogramma, Corcyra cephalonica (Stainton) Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Palembang, Palembang 18 Oktober 2008 Pengaruh Sinar Ultra Violet dan Pembekuan Telur Corcyra cephalonica Stainton (Lepidoptera: Pyralidae) terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

Utara, Medan, 2 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan *Corresponding author:

Utara, Medan, 2 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan *Corresponding author: PERBANYAKAN Corcyra cephalonica Stainton (Lepidoptera : Pyralidae) PADA BERBAGAI KOMPOSISI MEDIA Aprilidia R Rajagukguk 1*, Maryani Cyccu Tobing 2, Yuswani Pangestiningsih 2, 1 Alumnus Prog Studi Hama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program Studi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro Jalan Kenanga No. 3 16C Mulyojati,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN INANG PADA SUHU RENDAH TERHADAP PREFERENSI SERTA KESESUAIAN INANG BAGI

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN INANG PADA SUHU RENDAH TERHADAP PREFERENSI SERTA KESESUAIAN INANG BAGI PENGARUH LAMA PENYIMPANAN INANG PADA SUHU RENDAH TERHADAP PREFERENSI SERTA KESESUAIAN INANG BAGI Trichogrammatoidea armigera NAGARAJA Effect of Length Storage of Host under Low Temperature on Host Preference

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pada bulan September 2017. B. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

Lebih terperinci

Penelitian ini telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi, dan Laboratorium

Penelitian ini telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi, dan Laboratorium III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu  Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Peneiltian Penelitian ini menggunakan eksperimen murni dengan metode post test only control group design. Desain penelitian ini dipilih karena perlakuannya dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Fase Pradewasa Telur Secara umum bentuk dan ukuran pradewasa Opius sp. yang diamati dalam penelitian ini hampir sama dengan yang diperikan oleh Bordat et al. (1995) pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Morfologi Predator S. annulicornis Stadium nimfa yaitu masa sejak nimfa keluar dari telur hingga menjadi imago. Sebagian besar nimfa yang diberi tiga jenis mangsa

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK BIOLOGI PENGGEREK BATANG TEBU BERKILAT CHILO AURICILIUS DAN PARASITOIDNYA (TRICHOGRAMMA CHILONIS)

KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK BIOLOGI PENGGEREK BATANG TEBU BERKILAT CHILO AURICILIUS DAN PARASITOIDNYA (TRICHOGRAMMA CHILONIS) KAJIAN BEBERAPA KARAKTERISTIK BIOLOGI PENGGEREK BATANG TEBU BERKILAT CHILO AURICILIUS DAN PARASITOIDNYA (TRICHOGRAMMA CHILONIS) Hamim Sudarsono Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius NASKAH SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November 2011 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 18 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Maret - April

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran Pupa Beberapa Penggerek Batang Tebu terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium

Pengaruh Ukuran Pupa Beberapa Penggerek Batang Tebu terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium Pengaruh Ukuran Pupa Beberapa Penggerek Batang Tebu terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium Effect of Some Sugarcane Stem Borer Pest Pupae Size towards Tetrastichus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian untuk kegiatan fraksinasi daun mint (Mentha arvensis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 - Februari 2017, di pembibitan tanaman tebu Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau Desa Simpang Barn Kecamatan Tampan Kotamadya Pekanbaru Propinsi Riau dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014, bertempat di Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014, bertempat di Laboratorium 24 III. BAHAN DAN METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 10--24 April 2014, bertempat di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Rumah Kasa Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Inisiasi Terbang Parasitoid Telur Trichogrammatoidea cojuangcoi Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatldae)

Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Inisiasi Terbang Parasitoid Telur Trichogrammatoidea cojuangcoi Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatldae) Pest Tropical Journal, Vol. 1 No. 1, Juli 2003 ISSN 1693-2854 Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Inisiasi Terbang Parasitoid Telur Trichogrammatoidea cojuangcoi Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatldae)

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan Pertanian (SPP) Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Hama Tumbuhan selama tiga

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penambahan bentonit pada proses Pelleting

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penambahan bentonit pada proses Pelleting 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penambahan bentonit pada proses Pelleting terhadap total bakteri dan total fungi pada Pellet limbah penetasan dilaksanakan pada bulan Maret Juni

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci