HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Hadi Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Fase Pradewasa Telur Secara umum bentuk dan ukuran pradewasa Opius sp. yang diamati dalam penelitian ini hampir sama dengan yang diperikan oleh Bordat et al. (1995) pada 0. dissitus. Berdasarkan pembedahan inang didapatkan bahwa telur Opius sp. berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian ujungnya sedikit lebih membesar dibandingkan ujung yang lain. Bentuk telur yang demikian tergolong tipe himenopteriforma (Hagen 1973). Telur berukuran panjang 0,26 f 0,03 mm (Tabel l), dan berwarna bening transparan (Gambar 3). Telur mengalami pertumbuhan dan perkembangan setelah diletakkan dalam inang. Dalam ha1 ini sesuai dengan keterangan Clausen (1940) bahwa pertumbuhan telur terutama dapat terjadi pada endoparasitoid Famili Braconidae. Telur Opius sp. pada hari ke dua mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan pertambahan panjang 1,5 kali (0,26 + 0,03 : 0,39 + 0,03) dan penambahan lebar 1,7 kali (0,lO + 0,Ol: 0,17 + 0,Ol) di bandingkan hari pertama telur diletakkan (Lampiran 1). Tabel 1. Ukuran dan masa perkembangan pradewasa Opius sp. Fase perkembangan Panjang - (mm) Masa perkembangan - (hari) x+sd x+sd Telur 0,26 f 0,03 2,OO f 0,OO Larva (instar- 1) 0,61 f 0,02 1,33 + 0,48 Larva (instar -2 s/d -4) 1,55 f 0,15 4,33 f 0,75 Pupa 1,62 f 0,17 5,93 + 0,59
2 Gambar 3. Telur Opius sp. pada hari pertama diletakkan Lawa Larva instar-1 transparan dan bersifat motil. Bagian kepala tersklerotisasi dengan baik dan dalam rongga mulut terlihat jelas adanya sepasang mandibel. Bagian kepala ini tampak jelas berbeda dengan bagian abdomen. Ruas-ruas abdomen tampak jelas, dengan ruas terakhir menyempit menyerupai ekor (Gambar 4). Bentuk larva yang demikian tergolong tipe kaudata (Hagen 1973). Larva instar-1 berukuran panjang 0,61 rt 0,02 mm, dan masa perkembangannya 1,33 + 0,48 hari. Instar berikutnya memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan instar-1. Bagian kepala kecil dan tidak tampak jelas, serta pada ujung abdomen tidak terdapat kauda. Secara umum larva instar lanjut benvarna putih susu (Gambar 5). Pengamatan pada hari ke-5 setelah telur diletakkan, larva berukuran panjang 1,55 + 0,15 mm. Dalam penelitian ini tidak dapat ditentukan secara pasti banyaknya instar larva. Namun, diperkirakan terdiri dari empat instar seperti yang terjadi
3 pada 0. melleus (Lathrop & Newton 1933). Masa perkembangan larva lanjut (instar-2 s/d -4) berlangsung selama 4,33 + 0,75 hari. 23 Gambar 4. Larva instar-1 Opius sp Gambar 5. Larva instar akhir Opius sp. Pupa Pupa berukuran panjang 1,62 + 0,17 mm. Sebelum membentuk tubuh I larva mengkerut dan diikuti dengan munculnya tonjolan pada bagian 1
4 dan toraks yang merupakan bakal embelan tubuh parasitoid. Mula-mula pupa benvarna kuning, kemudian berubah menjadi kuning kecoklatan. Setelah pupa terbentuk sempurna, warna tubuh berubah menjadi coklat kehitaman (Gambar 6). Masa perkembangan pupa berlangsung 5,93 f 0,59 hari. Dengan demikian, waktu yang diperlukan sejak telur diletakkan hingga imago parasitoid muncul sekitar 1339 hari. 24 Gambar 6. Pupa Opius sp. Masa Hidup Imago dan Keperidian Imago parasitoid keluar dengan cara merobek puparium inang. Rataan ukuran panjang imago jantan (Gambar 7) dan betina (Gambar 8) berturut-turut adalah 1,72 + 0,13 mm dan 1,80 + O,11 mm. Dengan bantuan mikroskop, imago betina dapat dibedakan dari jantan dengan adanya ovipositor (0,20 rt 0,01 mm) yang mencuat dari ujung abdomen.
5 Gambar 7. Imago jantan Opius sp. Gambar 8. Imago betina Opius sp. Kepala, mesosoma dan metasoma bewarna hitam. Pada bagian kepala terdapat antena bewarna hitam kecuali pada bagian pangkal ruas pertama flagelum yang bewarna kuning kecoklatan. Maksila bewarna kuning kecoklatan. Antena imago jantan terdiri dari 23 ruas sedangkan antena betina terdiri dari 25 ruas dengan tipe antena filiforma.
6 Tungkai bewarna kuning kecoklatan namun pada bagian tarsus warnanya sedikit lebih gelap. Sayap mempunyai ciri tidak mempunyai costa dan vena 2mcu. Bagian metasoma terdiri dari 7 ruas dengan ruas tergum 2 dan 3 menyatu. Imago jantan umumnya muncul lebih awal dari pada imago betina. Pengamatan tambahan terhadap sekelompok telur yang diletakkan pada hari yang sama menunjukkan bahwa dari 28 ekor imago yang muncul pada hari pertama, sebanyak 85,71 % adalah jantan dan sisanya betina (Gambar 9). Hal ini sejalan pula dengan data masa perkembangan pradewasa jantan yang lebih singkat seperti disajikan pada Tabel 5 di akhir tulisan. -e- Jantan -+ Betina Pengamatan hari ke Gambar 9. Pola pemunculan imago jantan dan betina Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara masa hidup imago jantan (13,90 + 6,37 hari) dengan betina (10,80 + 4,24 hari) (t = -1,28; db = 18; P = 0,216). Masa praoviposisi berlangsung 0-3 hari dengan rataan 0,70 hari. Masa oviposisi berlangsung antara 4-17 hari dengan rataan 9,30 + 4,22 hari (Tabel 2).
7 Keperidian berkisar antara dengan rataan 109, ,35 butir, dan laju peletakan telur adalah 11,78 + 1,75 butir per hari. Tabel 2. Keperidian dan masa peneluran Opius sp. la+:,- Banyaknya telur yang diletakkan Masa peneluran Laju peneluran (butir) (hari) (butir 1 hari) Rataan: 109,20 It 51,35 9,30 It 4,22 1 1,78 + 1,75 Berdasarkan kohor (10 betina), proporsi individu yang bertahan hidup (I,) menurun tajarn sejak imago berumur 6 hari (Gambar 10, Lampiran 2). Kurva 1, yang mendatar pada selang usia hari disebabkan oleh adanya tiga individu betina yang mampu hidup lebih lama. Banyaknya telur yang diletakkan per induk (m,) meningkat pada saat imago berusia 3 dan 4 hari, dan setelah itu menurun. Kurva m, meningkat lagi pada hari ke-12 dan 14, karena ketiga imago tadi masih menghasilkan telur yang cukup banyak yakni12-18 butir.
8 Umur imago (hari) Gambar 10. Kurva sintasan dan keperidian betina Opius sp. Banyaknya Keturunan dan Nisbah Kelamin Banyaknya imago keturunan yang dihasilkan per induk betina parasitoid berkisar antara dengan rataan 113,O + 43,06 ekor (Tabel 3). Nilai ini tidak berbeda nyata dengan nilai rataan banyaknya telur yang diletakkan (109,2) seperti yang tercantum pada Tabel 2 sebelumnya (t = -0,18; db = 18; P = 0,860). Hal ini mengisyaratkan bahwa pada keadaan inang berlimpah tidak terjadi superparasitisme, banyaknya imago keturunan yang dihasilkan dapat digunakan untuk menduga tingkat keperidian parasitoid. Superparasitisme terjadi pada keadaan jumlah inang yang tidak mencukupi untuk diparasit (Godfray 1994). Untuk menghindari terjadinya superparasitisme pada percobaan ini digunakan jumlah inang yang berlimpah. Hasil pengamatan terhadap larva terparasit pada kurungan pembiakan di insektari, terdapat superparasitisme pada Opius sp. Dari pembedahan larva terparasit ditemukan
9 jumlah larva parasitoid instar -1 sebanyak 2-4 larva per inang, bahkan ditemukan juga 11 larva per inang. Tabel 3. Banyaknya keturunan dan nisbah kelamin Opius sp. Betina Banyaknya imago keturunan yang dihasilkan Nisbah kelamin (% jantan) Rataan: 1 13,OO + 43,06 26, ,27 Nisbah kelarnin, yang dinyatakan dengan persentase jantan, berkisar antara 11,94-45,86% dengan rataan 26,53 f 12,27%, dan berbeda nyata dengan nisbah teoritis 1:l (t = -6,lO; P < 0,001). Nisbah kelamin yang bias betina pada Hymenoptera juga dilaporkan oleh beberapa peneliti lain (Wylie 1976, Donaldson & Walter 1984, Mazanec 1988), sebagai akibat sistem reproduksi arenotoki pada betina yang kawin (Crozier 1977). Pada pola reproduksi tadi, telur berkembang secara partenogenetik atau zigogenetik tergantung pada terjadi atau tidaknya pembuahan. Alokasi jenis kelamin pada tiap individu keturunannya dipengaruhi oleh kondisi inang (Flanders 1946). Dalam penelitian ini digunakan larva instar-3 dengan jumlah yang berlimpah. Kondisi optimal yang demikian dapat mendukung
10 parasitoid untuk mengalokasikan lebih banyak jenis kelamin betina pada keturunannya (Charnov & Skinner 1985). 30 Preferensi Terhadap Instar Larva Pemilihan inang seperti ditunjukkan oleh banyaknya telur yang diletakkan dipengaruhi oleh fase perkembangan inang. Banyaknya telur yang diletakkan oleh betina Opius sp. secara nyata lebih tinggi pada larva instar-3 (6,25 butir) dibandingkan pada instar-2 (1,63 butir), sedangkan pada larva instar-1 sama sekali tidak ditemukan telur parasitoid (Tabel 4) (F = 37,20; db = 2, 21; P < 0,001). Perbedaan preferensi peletakan telur ini dapat disebabkan oleh perbedaan stimulus fisik yang dihasilkan oleh setiap instar inang. Beberapa penelitian membuktikan peranan stimulus vibrasi yang dihasilkan oleh larva pengorok daun dalam penemuan inang oleh parasitoid (Meyhofer et al. 1994, Casas et al. 1998). Dilaporkan bahwa rendahnya vibrasi yang dihasilkan oleh larva pengorok daun Phytonzyza ranunculi Schrank (Diptera: Agromyzidae) yang berukuran kecil menyebabkan inang lebih sulit ditemukan oleh parasitoid Kratochviliana sp. (Hymenoptera: Eulophidae) (Sugimoto 1977). Selain itu, secara visual ukuran korokan yang besar dari larva instar-3 diduga lebih mudah dijumpai oleh parasitoid daripada korokan yang kecil (Petitt & Wietlisbach 1993). Stimulus kimia juga dilaporkan berperanan dalam penemuan inang. Parasitoid 0. dissitus lebih tertarik pada tanaman kacang yang terinfestasi L. sativae Blanchard dari pada yang tidak (Petitt et al. 1992). Preferensi Opius sp. terhadap instar lanjut L. huidobrensis diduga berhubungan dengan konsentrasi kairomon yang lebih tinggi.
11 Tabel 4. Rataan banyaknya telur parasitoid yang diletakkan pada tiga instar inang Instar larva Rataan banyaknya telur yang diletakkan (butir) 1 0,00 a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (DMRT, a = 0,05); data ditransfonnasi dengan V (x+0,5) sebelum dilakukan analisis Perilaku pencarian inang imago parasitoid Opius sp. yang diinokulasikan ke dalam kurungan percobaan yang berisi inang larva instar-1, instar -2 dan instar -3 yang berada dalam korokan daun kacang, mula-mula parasitoid terbang ke dinding kurungan. Parasitoid berjalan pada dinding kurungan sambil mengerakgerakan antenanya, dan suatu waktu berhenti lalu menekukkan abdomennya ke dinding kurungan. Kemudian parasitoid mengisap cairan madu yang dioleskan pada dinding kurungan. Sesaat kemudian, parasitoid terbang menuju daun tempat inang berada dan mulai melakukan pencarian inang. Setelah menetap pada daun tanaman, parasitoid mulai bergerak secara acak mengelilingi daun dari bagian atas sampai ke bagian bawah sambil menyentuhkan antena pada permukaan daun tanaman dan sesekali parasitoid menekukkan abdomennya pada permukaan daun tanaman sampai parasitoid menemukan inangnya. Antena sangat berperan sekali bagi parasitoid sebagai indera pendeteksi dalam pencarian inang. Menurut Susanto (1985) pemotongan antena pada Inareolata sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) parasitoid larva Crocidolomiu binotalis Zell menyebabkan kegagalan parasitoid dalam pencarian inang. Intensitas sentuhan antena pada permukaan daun meningkat pada saat parasitoid menemukan korokan inang. Selanjutnya parasitoid melakukan
12 pemeriksaan korokan inang dengan menelusuri korokan dan sesekali menusukkan ovipositornya ke dalam korokan secara singkat. Pada saat inang telah ditemukan, parasi'toid bergerak mengitari inang untuk melakukan pemeriksaan apakah inang diterima atau tidak. Penerimaan inang ditentukan oleh faktor fisik inang seperti ukuran dan getaran yang dihasilkan oleh pergerakan inang (Arthur, 1981). Setelah parasitoid merasa inang ini telah dapat diterima untuk diletaki telur, parasitoid menekukkan abdomennya ke arah inang dan dilanjutkan dengan penusukan ovipositor selanjutnya peletakan telur ke dalam tubuh inang. Proses parasitisasi ini berlangsung lebih kurang 30 detik dan parasitoid berada dalam keadaan diam tanpa bergerak sama sekali. Setelah meletakkan telur pertama, parasitoid mulai lagi mencari inang selanjutnya untuk meletakkan telur berikutnya. Setelah parasitoid memarasit beberapa inang, parasitoid terbang ke dinding kurungan untuk melakukan pengisapan cairan madu untuk mendapatkan tambahan energi bagi proses pencarian inang selanjutnya. Pengalaman parasitoid dalam proses pencarian inang berikutnya lebih singkat dari sebelumnya. Pengaruh Instar Inang Instar hang berpengaruh nyata terhadap masa perkembangan pradewasa parasitoid (Tabel 5). Pada inang instar-3 masa perkembangan pradewasa betina parasitoid paling singkat (14,78 hari), disusul kemudian pada instar-2 (15,65 hari), dan terlama pada instar-1 (16,69 hari) (F = 153,78; db = 2, 11; P = < 0,001). Hal yang hampir sama ditunjukkan pula oleh pradewasa jantan, masa perkembangannya lebih singkat pada inang instar-3 dan -2 (14,08 dan 14,83 hari)
13 dan berbeda nyata dengan pada instar-1 (16,37 hari) ( F = 14,89; db = 2, 9; P = Pada percobaan tanpa-pilihan, semua instar -dapat dipilih sebagai inang yang ditunjukkan oleh kemunculan imago parasitoid dari setiap instar larva inang. Tidak terdapat perbedaan nyata di antara banyaknya imago parasitoid yang muncul dari ketiga instar inang (F = 1,75; db = 2, 12; P = 0,2153). Walaupun demikian, inang larva instar-3 menghasilkan keturunan parasitoid yang paling banyak (12,40 ekor) (Tabel 5). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Petitt dan Wietlisbach (1993) tentang 0. dissitus pada inang L. sativae mendapatkan masa perkembangan pradewasa parasitoid lebih singkat dan keturunan yang dihasilkan lebih banyak pada inang larva instar lanjut. Tabel 5. Masa perkembangan pradewasa, banyaknya keturunan dan nisbah kelamin Opius sp. yang dipelihara pada tiga instar larva L. huidobrensis Instar Masa perkembangan Banyaknya keturunan Nisbah kelamin Inang pradewasa (hari) parasitoid yang muncul (% jantan) Betina Jantan (ekor) 1 16,69 a 16,37 a 9,60 a 59,29 a 2 15,65 b 14,83 b 9,60 a 21,66 a 3 14,78 c 14,08 b 12,40 a 16,34 a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (DMRT, a = 0,05) Nisbah kelamin keturunan yang berasal dari induk yang kawin sangat bervariasi dari 100 % betina hingga 83,3 % jantan. Nisbah kelamin parasitoid yang keluar dari inang instar-1 sekitar 2-3 kali lipat dibandingkan yang keluar dari instar-2 dan -3 (Tabel 5). Walaupun demikian, perbedaan tadi secara statistik tidak nyata (F = 3,43; db = 2, 9; P = 0,0780). Pengaruh perbedaan instar inang terhadap alokasi jenis kelamin dalam penelitian ini sepatutnya dipandang sebagai
14 studi pendahuluan, khususnya karena jumlah ulangan yang sangat terbatas dan masa peneluran yang terbatas pula (24 jam). Peluang Pemanfaatan Opius sp. dalam Pengendalian Hayati Liriomyza spp. Opius sp. merupakan salah satu parasitoid yang dominan ditemukan pada areal pertanaman kentang yang diserang oleh lalat pengorok daun Liriomyza spp. Pengamatan biologi yang dilakukan terhadap Opius sp. dengan menggunakan inang larva L. huidobremis telah memperlihatkan potensi besar dari Opius sp. dalam penggunaan parasitoid ini untuk mengendalikan lalat pengorok daun di lapangan. Menurut DeBach (1973) ciri-ciri parasitoid yang efektif adalah: a) daya mencari inang yang tinggi, b) spesifik terhadap inang, c) daya berketnbang biak yang tinggi, d) kisaran toleransi terhadap lingkungan yang lebar serta kemampuan memarasit terhadap berbagai instar inang dan f) dapat dikembangbiakan di laboratorium secara ekonomis. Siklus hidup Opius sp. yang pendek (14,29 hari ) tidak jauh berbeda dengan siklus hidup inangnya yakni L. huidobrensis (28,31 hari), sehingga parasitoid dapat menjaga keseimbangan populasi inangnya di lapangan. Melihat potensi Opius sp. yang baik dengan keperidian yang tinggi (109,20 butir),dan nisbah kelamin keturunan yang bias betina (73,47 %), memberinya peluang parasitoid ini untuk dikembangkan sebagai agens pengendali lalat pengorok daun. Opitls sp. dapat memarasit larva instar -1, -2 dan -3 lalat pengorok daun sehingga inang dapat dikendalikan lebih awal dan larva tidak berkembang menjadi imago. Populasi lalat pengorok daun pada musim selanjutnya akan berkurang
15 35 sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh serangan hama ini dapat ditekan sampai batas ambang ekonomi. Perbanyakan parasitoid secara massal di laboratorium merupakan kendala besar dalam pemanfaatan parasitoid untuk pengendalian hayati. Namun permasalahan ini tidak menjadi kendala bagi Opius sp. karena parasitoid ini sudah bisa dibiakkan secara massal di laboratorium dengan menggunakan tanaman kacang merah sebagai tanaman inang bagi lalat pengorok daun dan larva instar -3 untuk perbanyakan Opius sp. Keberhasilan ini telah menjaga kelimpahan populasi Opius sp. di laboratorium sehingga ketersedian populasi Opius sp. untuk pengendalian hayati baik secara augmentasi maupun introduksi tersedia secara terus menerus.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. oleh Blanchard tahun 1926 dari tanaman Cineraria di Argentina (Parrella 1982)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Liriomyza huidobrensis L. huidobrensis termasuk Subfarnili Phytomyzinae, Famili Agromyzidae, Ordo Diptera (Spencer & Steyskal 1986). Liriomyza dideskripsikan pertama kali oleh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan
Lebih terperinciPOTENSI PARASITOID Opius sp. (Hymenoptera; Bracondiae) DALAM MENEKAN POPULASI HAMA PENGOROK DAUN Liriomyza sp. (Diptera; Agromyzidae)
@ 2004 Rusli Rustam Posted 14 December 2004 Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sains (PPs 702) Sekolah Pascasarjana/ S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)
TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciRINGKASAN DAN SUMMARY
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN DAN SUMMARY Dalam kurun waktu 14 tahun terakhir ini, pertanaman sayuran di Indonesia diinfansi oleh tiga hama eksotik yang tergolong Genus Liriomyza (Diptera: Agromyzidae).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum
TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang
5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru
Lebih terperinciTAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)
TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun
TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid
TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai
Lebih terperinciuntuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang
untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat
7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari
Lebih terperinciWaspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,
Lebih terperinciParasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae
Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci
Lebih terperinciTetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima
Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus
Lebih terperinciUji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium
Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian
Lebih terperinciABSTRACT. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea Makasar 90245
8 J. J. HPT HPT Tropika, Tropika. 9() ISSN Maret 4-7525 29 Vol. 9, No. : 8 4, Maret 29 PARAMETER DEMOGRAFI PARASITOID HEMIPTARSENUS VARICORNIS (GIRAULT) (HYMENOPTERA: EULOPHIDAE) PADA LALAT PENGOROK DAUN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago Telur P. marginatus berwarna kekuningan yang diletakkan berkelompok didalam kantung telur (ovisac) yang diselimuti serabut lilin berwarna putih. Kantung
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara
TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis
Lebih terperinciKelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana
Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae) Di Daerah Alahan Panjang Sumatera Barat Novri Nelly Staf pengajar jurusan Hama dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Serangga Ordo Hymenoptera
TINJAUAN PUSTAKA Serangga Ordo Hymenoptera Ordo Hymenoptera termasuk ke dalam kelas Insecta. Ordo ini merupakan salah satu dari 4 ordo terbesar dalam kelas Insecta, yang memiliki lebih dari 80 famili dan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di
Lebih terperinciPengorok Daun Manggis
Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman
Lebih terperinciJakarta, November 2009
JRL Vol.5 No.3 Hal. 199-208 Jakarta, November 2009 ISSN : 0216.7735, No169/Akred-LIPI/P2MBI/07/2009 PERKEMBANGAN PRADEWASA DAN LAMA HIDUP IMAGO Psyttalia sp. (Hymenoptera: Braconidae), PARASITOID LARVA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Morfologi Predator S. annulicornis Stadium nimfa yaitu masa sejak nimfa keluar dari telur hingga menjadi imago. Sebagian besar nimfa yang diberi tiga jenis mangsa
Lebih terperinciPEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI
PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Lebih terperinciEVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN
Wardani & Nazar: Parasitoid telur dan larva Plutella xylostella pada tanaman kubis-kubisan EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE)
Lebih terperinciABSTRAK POTENSI PARASITOID
ABSTRAK POTENSI PARASITOID Neochrysocharis spp. (HYMENOPTERA: EULOPHIDAE) SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI Liriomyza spp. (DIPTERA: AGROMYZIDAE) PADA TANAMAN SAYURAN DI BALI Penelitian bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit
11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat(± 50 meter diatas permukaan laut).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur
TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama (Bractrocera dorsalis) Menurut Deptan (2007), Lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : insecta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciBAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan
12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga
TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengaruh Ketiadaan Inang Terhadap Oviposisi di Hari Pertama Setelah Perlakuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama S. manilae tidak mendapatkan inang maka
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,
Lebih terperinciKapasitas Reproduksi, Lama Hidup, dan Perilaku Pencarian Inang Tiga Spesies Parasitoid Liriomyza sativae
Hayati, Desember 6, hlm. 56-6 Vol. 3, No. 4 ISSN 854-8587 Kapasitas Reproduksi, Lama Hidup, dan Perilaku Pencarian Inang Tiga Spesies Parasitoid Liriomyza sativae Fecundity, Longevity, and Host Finding
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus
TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran
TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Kutu Putih Pepaya
TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Kutu Putih Pepaya Kutu putih papaya (KPP), Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera:Pseudococcidae), merupakan hama yang berasal dari Meksiko.. Daerah
Lebih terperinci1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat
1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd
Lebih terperinciHama penghisap daun Aphis craccivora
Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman
Lebih terperinciNimfa instar IV berwarna hijau, berbintik hitam dan putih. Nimfa mulai menyebar atau berpindah ke tanaman sekitarnya. Lama stadium nimfa instar IV rata-rata 4,5 hari dengan panjang tubuh 6,9 mm. Nimfa
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.
Lebih terperinciKAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae)
53 KAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) (Novri Nelly, Yaherwandi, S. Gani dan Apriati) *) ABSTRAK
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta
Lebih terperinciBiologi Scelio pembertoni Timberlake (Hymenoptera: Scelionidae) pada telur Oxya japonica (Thunberg) (Orthoptera: Acrididae)
Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 Juli 2017, Vol. 14 No. 2, 58 68 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.14.2.58 Biologi Scelio pembertoni
Lebih terperinciGambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila
I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati
Lebih terperinciPREFERENSI DAN TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID HEMIPTARSENUS VARICORNIS (GIRAULT) (HYMENOPTERA: EULOPHIDAE) PADA LARVA LALAT PENGOROK DAUN KENTANG
J. HPT Tropika, ISSN 1411-755 Hidrayani et al.: Preferensi dan Tanggap Fungsional Hemiptarsenus varicornis pada Larva Lalat Pengorok Daun 15 Vol. 9, No.1: 15-1, Maret 009 PREFERENSI DAN TANGGAP FUNGSIONAL
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinciHASPL DAN PEMBAHASAN
HASPL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Lapisan Partikel terhadap Aktivitas Makan dan Peletakan Telur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pelapisan partikel kaolin dan kapur pertanian secara nyata menurunkan
Lebih terperinciABSTRACT. Keyword : Liriomyza huidobrensis, Liriomyza chinensis, Opius chromatomyiae, demographic parameters, functional response
22 J. J. HPT HPT Tropika, 9(1) ISSN Maret 1411-7525 29 Vol. 9, No.1: 22-31, Maret 29 STUDI LALAT PENGOROK DAUN LIRIOMYZA SPP. PADA PERTANAMAN BAWANG DAUN, DAN PARASITOID OPIUS CHROMATOMYIAE BELOKOBYLSKIJ
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.
4 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp. Penggunaan parasitoid sebagai agens pengendali biologis untuk mengendalikan serangga hama merupakan salah satu tindakan yang bijaksana dan cukup beralasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies
Lebih terperinciWALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE)
BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE) JESSICA VALINDRIA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
Lebih terperinciPengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup
Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 2011, Vol. 8, No. 1, 36-44 Pengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup Parasitoid
Lebih terperinciBlOLOGl TlGA PARASIT PENTING HAMA GANJUR. SEBAGAl DASAR PENGELOLAAN HAMA TERSEBUT. Oleh : ED1 SOENARJO REKSOSOESILO
BlOLOGl TlGA PARASIT PENTING HAMA GANJUR. OflSEOLIA ORYZAE ( WOOD-MASON ) ( DLPTERA : CECIDOMYIIDAE ). SEBAGAl DASAR PENGELOLAAN HAMA TERSEBUT Oleh : ED1 SOENARJO REKSOSOESILO FAKULTAS PASCA SARJANA INSTITUT
Lebih terperinciBAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada
BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Ada empat pendekatan dalam kegiatan pengendalian hayati yaitu introduksi, augmentasi, manipulasi lingkungan dan konservasi (Parella
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga
Lebih terperinciACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA
ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN
KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di atas
Lebih terperinciSTUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.
STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L.) SKRIPSI Oleh : NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM : 0805105020 KONSENTRASI PERLINDUNGAN
Lebih terperinciMENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Mengapa harus mengenal OPT yang menyerang? Keberhasilan pengendalian OPT sangat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman
Lebih terperinci