HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 8% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan secara intensif. Umumnya pola tanam didaerah ini adalah padi-padi-palawija. Walaupun demikian, pada musimmusim kemarau basah, pola tanam menjadi padi-padi-padi (Istiaji 211). Faktor-faktor lingkungan dan praktik budidaya tanaman padi yang diduga memiliki pengaruh terhadap keparahan serangan wereng batang cokelat di kabupaten Klaten akan dibahas dalam bab ini. Dari 11 faktor yang diuji dengan uji khi kuadrat, 4 faktor menunjukkan pengaruh yang nyata dengan keparahan serangan wereng batang cokelat, yaitu populasi wereng batang cokelat, interval penyemprotan insektisida, dosis pupuk K dan jarak tanam. Populasi Wereng Batang Cokelat (WBC) Banyaknya populasi WBC dalam suatu rumpun tanaman akan menentukan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Hubungan antara populasi WBC dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui keseluruhan petak contoh terdapat populasi WBC kurang dari 2 ekor/rumpun. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 13 petak terdapat populasi WBC kurang dari 2 ekor/rumpun serta 2 petak terdapat populasi WBC lebih dari atau sama dengan 2 ekor/rumpun dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 9 petak terdapat populasi WBC kurang dari 2 ekor/rumpun dan 6 petak terdapat populasi WBC lebih dari atau sama dengan 2 ekor/rumpun.

2 < 2 ekor/rumpun 2 ekor/rumpun Gambar 1. Hubungan populasi WBC dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata antara populasi WBC dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,1). Data penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keparahan serangan WBC maka akan semakin banyak ditemukan petak contoh yang populasi WBCnya lebih dari atau sama dengan 2 ekor/rumpun, nilai tersebut merupakan batas ambang ekonomi untuk WBC dapat menimbulkan kerugian ekonomis sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian (BPTP Jawa Barat 2). Tetapi walaupun keberadaan WBC kurang dari 2 ekor/rumpun, tetap harus dilakukan pengamatan populasinya secara intensif dikarenakan serangga WBC memiliki kemampuan perkembangan populasi yang tinggi dan daya adaptasi yang cepat. Peledakan populasi WBC yang merupakan peningkatan populasi secara eksplosif ada hubungannya dengan berubahnya lingkungan eksternal seperti perubahan cuaca, perubahan iklim dan penyemprotan pestisida (Heong & Hardy 29). Wereng batang cokelat adalah serangga bertipe strategi-r yang memiliki karakteristik kemampuan bermigrasi yang tinggi dari lahan yang telah dirusak ke lahan baru yang belum dirusaknya dan memiliki kemampuan berkembang biak yang cepat sehingga dapat menimbulkan kehilangan hasil panen yang tinggi dengan gejala yang ditimbulkan berupa hopper burn dan merupakan vektor virus kerdil rumput dan kerdil hampa (Pathak & Khan 1994).

3 Keragaman Jenis Musuh Alami Musuh alami merupakan faktor pembatas yang diduga paling berperan dalam menekan perkembangan populasi WBC sehingga keberadaan dan keragamannya perlu diketahui. Hubungan antara keragaman jenis musuh alami dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 3 jenis, 5 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 1 jenis dan 3 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 2 jenis. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 3 jenis, 5 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 2 jenis, 3 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 1 jenis serta 1 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 4 jenis dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 5 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 2 jenis, masing-masing 4 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 1 jenis dan 3 jenis, 1 petak terdapat keragaman musuh alami sebanyak 4 jenis dan 1 petak diketahui tidak terdapat keberadaan musuh alami. 5 2 Tidak Ada 1 jenis 2 jenis 3 jenis 4 jenis Gambar 2. Hubungan keragaman jenis musuh alami dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 211.

4 11 Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara keragaman jenis musuh alami dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,76). Musuh alami WBC dalam agroekosistem padi memiliki jumlah total 167 spesies yang terbagi dalam 9 kelompok inverteberata dan 5 kelompok verteberata. Predator dari kelompok inverteberata yang paling banyak jenisnya berasal dari ordo Araneae dan Hemiptera (Heong & Hardy 29). Dalam penelitian ini keragaman jenis musuh alami tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap keparahan serangan WBC, hal ini mungkin saja terjadi karena musuh alami yang berpindah ke petak lainnya ketika populasi WBC dalam petak tersebut menurun sedangkan jika diketahui keberadaan telur WBC dalam jaringan tanaman padi banyak maka setelah melewati stadia telur akan muncul nimfa WBC yang perkembangannya dapat dengan cepat dikarenakan berkurangnya faktor pembatas yaitu musuh alami. Selain itu diketahui keberadaan musuh alami dipengaruhi oleh umur tanaman. Berdasarkan penelitian Defaosandi (2) populasi Cyrtorhinus lividipennis yang merupakan salah satu musuh alami WBC yang ditemukan dalam penelitian ini lebih banyak terdapat pada tanaman padi yang berumur muda dibandingkan tanaman padi yang berumur lebih tua. Hal tersebut terjadi karena pada tanaman yang sudah mulai tinggi dan rindang predator lain mulai bermunculan dan juga menjadi predator bagi C. lividipennis. Varietas Padi Hubungan antara varietas padi dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun , 5 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun 2-26, 3 petak tidak menggunakan VUTW dan 1 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun , 4 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun 2-26, 3 petak tidak menggunakan VUTW serta 2 petak menggunakan VUTW yang dilepas

5 12 antara tahun dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak tidak menggunakan VUTW, 4 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun , 3 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun dan 2 petak menggunakan VUTW yang dilepas antara tahun Dalam penelitian ini diketahui varietas padi yang tidak memiliki ketahanan terhadap WBC adalah Situ Bagendit, Luk Ulo dan Umbulumbul. VUTW yang dilepas antara tahun terdiri dari varietas Cisadane, IR-64 dan Way Apo Buru. VUTW yang dilepas antara tahun 2-26 terdiri dari varietas Bondhoyudho, Ciherang, Mekongga serta Mira 1 dan VUTW yang dilepas antara tahun terdiri dari varietas Inpari 1, Inpari 6 dan Inpari Bukan VUTW VUTW VUTW 2-26 VUTW Gambar 3. Hubungan varietas padi dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara varietas padi dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,63). Penggunaan varietas padi bukan VUTW maupun semua jenis VUTW tetap terserang WBC. Selain itu data penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan bukan VUTW ditemukan dua kali lebih banyak pada petak dengan keparahan serangan WBC berat dibandingkan petak dengan keparahan serangan WBC ringan dan sedang. Penggunaan VUTW yang banyak digunakan pada petak contoh dapat menyebabkan gen dari populasi WBC akan beradaptasi sehingga akan muncul biotipe pada WBC yang resisten terhadap VUTW (Heong & Sogawa

6 ). Inovasi teknologi dan introduksi VUTW telah menyebabkan pergantian secara dinamis status dari hama WBC. Sejak tahun 1979 sampai dengan 198an, WBC menjadi hama epidemik di selatan dan tenggara Asia, dimana ketika varietas lokal diganti dengan VUTW merupakan salah satu penyebabnya (Rombach & Gallagher 1994). Pada tahun 1973, IR 26 merupakan varietas padi resisten pertama yang dilepas di Asia. IR 26 resisten terhadap WBC biotipe 1 dan setelah pelepasannya terjadi penurunan populasi WBC secara signifikan akan tetapi dalam waktu 2 tahun ketahanan varietas IR 26 terhadap WBC biotipe 1 terpatahkan dan kepadatan populasi WBC mulai meningkat kembali. Tahun 1976 para ilmuwan melepas varietas IR 36 yang resisten terhadap WBC biotipe 2 tetapi pada akhir 197an ketahanannya kembali terpatahkan. IR 56 yang mengandung gen ketahanan WBC biotipe 3 telah tersebar sejak tahun 1982 tetapi kerusakan akibat serangan WBC tetap terjadi di berbagai wilayah (Gallagher et al. 1994). Keragamaan Jenis Hama lain Hubungan antara keragaman jenis hama lain dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 4 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 2 jenis, masing-masing 3 petak terdapat keragaman hama lain 1 jenis dan 3 jenis, 2 petak diketahui tidak terdapat keragaman hama lain, 2 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 4 jenis dan 1 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 7 jenis. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 2 jenis, 3 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 1 jenis, masing-masing 2 petak terdapat keragaman hama lain 3 jenis dan 4 jenis serta masing-masing 1 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 5 jenis dan 7 jenis dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 4 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 3 jenis, 3 petak diketahui tidak terdapat keragaman hama lain, masing-masing 2 petak terdapat keragaman hama lain sebanyak 1 jenis, 2 jenis dan 5 jenis serta masing-masing 1 petak terdapat keragaman hama lain 4 jenis dan 6 jenis.

7 14 2 Tidak Ada 1 jenis 2 jenis 3 jenis 4 jenis 5 jenis 6 jenis 7 jenis 8 jenis Gambar 4. Hubungan keragaman jenis hama lain dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara keragaman hama lain dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,67). Keragaman dan peningkatan populasi serangga dalam ekosistem padi berkaitan dengan menghilangnya faktor pembatas (Heong et al. 27). Dalam hal ini tanaman inang dapat menjadi faktor pembatas perkembangan populasi hama lain karena untuk memperolehnya harus berkompetisi dengan WBC. Rotasi Tanaman Hubungan antara rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 13 petak tidak melakukan rotasi tanaman dan 2 petak melakukan rotasi tanaman. Sedangkan untuk kategori sedang dan kategori berat dari masing-masing 15 petak contoh yang diamati, diketahui 14 petak tidak melakukan rotasi tanaman dan hanya 1 petak yang melakukan rotasi tanaman.

8 Rotasi Tidak Rotasi Gambar 5. Hubungan rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara rotasi tanaman dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,76). Tersedianya air pengairan yang cukup mendorong petani untuk menanam padi secara terus-menerus menyebabkan tersedianya pakan dan tempat berkembang biak WBC secara berkesinambungan. Sehingga populasi WBC akan terus meningkat, untuk tujuan pengendalian perlu diusahakan agar fakta tersebut tidak sesuai lagi bagi perkembangan WBC (DBPT 1992). Banyaknya Bahan Aktif Insektisida Hubungan antara banyaknya bahan aktif insektisida yang digunakan dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak menggunakan lebih dari atau sama dengan 3 jenis bahan aktif insektisida, 5 petak tidak menggunakan insektisida dan 3 petak menggunakan 2 jenis bahan aktif insektisida. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak menggunakan lebih dari atau sama dengan 3 jenis bahan aktif insektisida, 3 petak menggunakan 1 jenis bahan aktif insektisida, 3 petak menggunakan 2 jenis bahan aktif insektisida serta 2 petak tidak menggunakan insektisida dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak menggunakan lebih dari atau sama

9 16 dengan 3 jenis bahan aktif insektisida, 4 petak menggunakan 1 jenis bahan aktif insektisida, 3 petak menggunakan 2 jenis bahan aktif insektisida dan 1 petak tidak menggunakan insektisida. 2 Jenis 1 Jenis 2 Jenis 3 Jenis Gambar 6. Hubungan banyaknya bahan aktif insektisida dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara banyaknya bahan aktif insektisida yang digunakan dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,32). Pemilihan jenis bahan aktif insektisida yang akan digunakan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam usaha pengendalian WBC karena penggunaan jenis bahan aktif insektisida yang tidak tepat dapat menyebabkan resurjensi terhadap WBC. Menanggapi terjadinya fenomena resurjensi WBC karena penggunaan insektisida pada pertanaman padi, Inpres 3/1986 menetapkan kebijakan teknis yaitu jenis insektisida yang dapat menimbulkan resurjensi, resistensi, atau dampak lain yang merugikan dilarang digunakan untuk tanaman padi. Inpres 3/1986 merupakan tonggak sejarah penerapan PHT di Indonesia karena melalui instruksi ini, pemerintah mulai memberikan dukungan politik dan legal terhadap PHT. Berdasarkan pengamatan dilapangan petani juga sudah banyak yang menggunakan insektisida yang dewasa ini dinilai sangat efektif untuk mengendalikan hama WBC stadium telur dan nimfa yaitu Apllaud WP yang mengandung bahan aktif buprofezin (Untung 27).

10 17 Interval Penyemprotan Insektisida Hubungan antara interval penyemprotan insektisida dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan lebih dari 15 hari, 5 petak tidak diberi insektisida, 2 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan 3-7 hari dan 1 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan kurang dari atau sama dengan 2 hari. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 8 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan 8-15 hari, 2 petak tidak diberi insektisida, 2 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan kurang dari atau sama dengan 2 hari, 2 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan 3-7 hari serta 1 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan lebih dari 15 hari dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 6 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan 3-7 hari, 4 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan kurang dari atau sama dengan 2 hari, 3 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan 8-15 hari, 1 petak tidak diberi insektisida dan 1 petak diberi insektisida dengan interval penyemprotan lebih dari 15 hari Tidak Diberi 2 hari 3-7 hari 8-15 hari > 15 hari Gambar 7. Hubungan interval penyemprotan insektisida dengan keparahan serangan WBC di kabupaten Klaten, 211.

11 18 Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata antara interval penyemprotan insektisida dengan keparahan serangan WBC (nilaip =,1). Data penelitian ini menunjukkan bahwa petak yang lebih sering dilakukan penyemprotan insektisida yaitu kurang dari atau sama dengan 2 hari sekali dan interval 3-7 hari sekali lebih banyak ditemukan pada petak dengan keparahan serangan WBC berat dibandingkan petak dengan keparahan serangan WBC ringan dan sedang. Seperti halnya dengan jenis bahan aktif insektisida, interval penyemprotan insektisida juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Dalam Inpres 3/1986 juga telah ditetapkan kebijakan teknis yaitu jenis dan cara aplikasi insektisida harus memperhatikan kelestarian musuh alami hama WBC. Penyemprotan insektisida yang dilakukan secara terus menerus dapat menyebabkan tingginya mortalitas musuh alami dan menyebabkan resistensi pada WBC sehingga populasi WBC akan meningkat dan mengakibatkan tingkat kerusakan yang lebih tinggi (Untung 27). Permasalahan WBC di Asia memiliki karakteristik yang sama yaitu penggunaan pestisida yang berlebihan. Pada tahun 197-an dan 198-an, WBC telah menimbulkan kerusakan yang parah pada lahan pertanaman padi (IRRI 1979, Heinrichs & Mochida 1984), tetapi saat ini, beberapa negara di Asia Tenggara telah menerapkan Integrated Pest Management (IPM) dan penggunaan insektisida telah dikurangi dengan cara sosialisasi melalui media massa sehingga permasalahan WBC telah berkurang secara signifikan (Matesson 2). Dosis Pupuk N Hubungan antara penggunaan dosis pupuk N dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 8 petak diberikan dosis pupuk N sebanyak kurang dari atau sama dengan 25 kg/ha setara urea, 4 petak diberikan dosis pupuk N lebih dari 25 kg/ha setara urea dan 3 petak tidak diberi pupuk N. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui petak diberi dosis pupuk N kurang dari atau sama dengan 25 kg/ha setara urea, 4 petak diberi dosis pupuk N lebih dari 25 kg/ha setara urea serta 1 petak tidak diberi pupuk N dan untuk

12 19 kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 9 petak diberi dosis pupuk N kurang dari atau sama dengan 25 kg/ha setara urea dan 6 petak diberi dosis pupuk N lebih dari 25 kg/ha setara urea Tidak diberi 25 kg > 25 kg Gambar 8. Hubungan penggunaan dosis pupuk N dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara penggunaan dosis pupuk N dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,36). Menurut Doberman dan Fairhust (2) N merupakan penyusun asam amino, asam nukleat, nukleotida dan klorofil sehingga nitrogen berfungsi dalam mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman yang cepat, yaitu dalam meningkatkan tinggi tanaman dan meningkatkan jumlah anakan sawah. Penggunaan pupuk N selain memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan tanaman juga dapat menyebabkan dampak negatif jika dosis yang digunakan melebihi dosis anjuran. Aplikasi pupuk N yang tinggi tidak akan berdampak pada biologi serangga tetapi akan merubah morfologi, biokimia dan fisiologi dari tanaman inang sehingga akan meningkatkan kondisi nutrisi untuk serangga pemakan tumbuhan (Bernays 199, Simpson & Simpson 199) dan dapat menyebabkan penurunan resistensi tanaman inang terhadap serangga pemakan tumbuhan (Barbour et al. 1991). Pertanaman padi dengan pemupukan nitrogen yang tinggi akan menciptakan habitat yang disukai oleh lebih dari 2 spesies serangga pemakan tumbuhan, beberapa diantaranya adalah serangga hama

13 2 penting. Hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab status WBC berubah dari hama sekunder menjadi hama utama padi pada tahun 197an (Dyck et al. 1979). Terdapat berbagai macam pupuk N diantaranya pupuk urea merupakan pupuk tunggal yang memiliki kadar minimal N sebesar 45-46% dalam bentuk NH + 4 dengan rumus kimia CO(NH 2 ) 2. Pupuk ZA juga merupakan pupuk tunggal dengan rumus kimia (NH 4 ) 2 SO 4 dengan kadar N sebesar 21% (Sianipar 26). Dosis Pupuk P Hubungan antara penggunaan dosis pupuk P dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak diberikan dosis pupuk P lebih dari kg/ha setara SP 36, 5 petak tidak diberi pupuk P dan 3 petak diberi dosis pupuk P kurang dari atau sama dengan kg/ha setara SP 36. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 9 petak diberi dosis pupuk P lebih dari kg/ha setara SP 36, 4 petak diberi dosis pupuk P kurang dari atau sama dengan kg/ha setara SP 36 serta 2 petak tidak diberi pupuk P dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 8 petak diberi dosis pupuk P lebih dari kg/ha setara SP 36, 5 petak diberi dosis pupuk P kurang dari atau sama dengan kg/ha setara SP 36 dan 2 petak tidak diberi pupuk P Tidak diberi kg > kg Gambar 9. Hubungan penggunaan dosis pupuk P dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 211.

14 21 Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara penggunaan dosis pupuk P dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,6). Menurut Doberman dan Fairhust (2) P merupakan penyusun ATP, nukleotida, asam nukleat, fosfolipid, penyimpan energi dan transfer energi. Fosfor berperan dalam pembagian sel, pembentukan lemak dan albumin, mempengaruhi kematangan tanaman, melawan pengaruh buruk nitrogen, perkembangan akar halus dan akar rambut, meningkatkan kualitas tanaman dan ketahanan terhadap penyakit (Soepardi 1983 didalam Sianipar 26). Berdasarkan penelitian Sianipar (26) pupuk fosfor yang sering digunakan petani saat ini adalah SP-36 karena pupuk TSP peredarannya sedikit di pasar. Pupuk ini merupakan pupuk superfosfat yang mengandung P 2 O 5 sebesar 36 %. Dosis Pupuk K Hubungan antara penggunaan dosis pupuk K dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 9 petak tidak diberi pupuk K, 2 petak diberi dosis pupuk K kurang dari atau sama dengan 75 kg/ha setara KCl dan 4 petak diberi dosis pupuk K lebih dari 75 kg/ha setara KCl. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui petak diberi dosis pupuk K lebih dari 75 kg/ha setara KCl, 3 petak diberi dosis pupuk K kurang dari atau sama dengan 75 kg/ha setara KCl serta 2 petak tidak diberi pupuk K dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui petak diberi dosis pupuk K lebih dari 75 kg/ha setara KCl, 4 petak diberi dosis pupuk K kurang dari atau sama dengan 75 kg/ha setara KCl dan 1 petak tidak diberi pupuk K.

15 Tidak diberi 75 kg > 75 kg Gambar. Hubungan penggunaan dosis pupuk K dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata antara penggunaan dosis pupuk K dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,1). Serapan tanaman akan unsur K dipengaruhi oleh jumlah K tersedia bagi tanaman. Semakin besar jumlah K tersedia, maka akan semakin besar pula jumlah K yang diserap oleh tanaman. Kecenderungan ini disebut konsumsi berlebihan (luxury consumption), yaitu pada kondisi serapan yang besar pada tanaman tidak diikuti oleh peningkatan produksi. Kalium dalam jumlah yang cukup akan menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium cenderung meniadakan pengaruh buruk nitrogen serta dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor (Soepardi 1983 didalam Sianipar 26). Jarak Tanam Hubungan antara jarak tanam dengan keparahan serangan WBC disajikan pada Gambar 11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 12 petak menggunakan jarak tanam antara 2-25 cm, 2 petak menggunakan jarak tanam kurang dari 2 cm dan 1 petak menggunakan jarak tanam lebih dari 25 cm. Sedangkan untuk kategori sedang dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui

16 23 petak menggunakan jarak tanam kurang dari 2 cm dan 5 petak menggunakan jarak tanam antara 2-25 cm dan untuk kategori berat dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 14 petak menggunakan jarak tanam antara 2-25 cm dan 1 petak menggunakan jarak tanam kurang dari 2 cm < 2 cm 2-25 cm > 25 cm Gambar 11. Hubungan jarak tanam dengan keparahan serangan WBC di Kabupaten Klaten, 211. Berdasarkan uji khi-kuadrat diketahui bahwa ada pengaruh yang nyata antara jarak tanam dengan keparahan serangan WBC (nilai-p =,1). Penggunaan jarak tanam sedang (2-25 cm) lebih banyak ditemukan pada petak dengan keparahan serangan WBC berat dibandingkan petak dengan keparahan serangan WBC sedang dan ringan. Sedangkan penggunaan jarak tanam rapat yaitu kurang dari 2 cm lebih banyak ditemukan pada petak dengan keparahan serangan WBC sedang dibandingkan petak dengan keparahan serangan WBC ringan dan berat. Jarak tanam yang rapat disertai dengan penggunaan varietas unggul yang mempunyai anakan banyak, tumbuh subur dan rimbun akan menciptakan keadaan iklim mikro yang sangat sesuai untuk perkembangan WBC (DBPT 1992).

17 24 Hasil pengolahan data pengaruh berbagai faktor terhadap keparahan serangan WBC. No. Faktor Nilai-p 1. Populasi WBC,1 2. Keragaman jenis musuh alami,76 3. Varietas padi,63 4. Keragaman hama lain,67 5. Rotasi Tanaman,76 6. Banyaknya bahan aktif insektisida,32 7. Interval penyemprotan insektisida,1 8. Dosis Pupuk N,36 9. Dosis Pupuk P,6. Dosis pupuk K,1 11. Jarak tanam,1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPARAHAN SERANGAN WERENG BATANG COKELAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPARAHAN SERANGAN WERENG BATANG COKELAT FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPARAHAN SERANGAN WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STAL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) PADA PERTANAMAN PADI DI KABUPATEN KLATEN RADHY ALFITRA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

Wereng Batang Cokelat Mengancam Swasembada Beras

Wereng Batang Cokelat Mengancam Swasembada Beras Wereng Batang Cokelat Mengancam Swasembada Beras Kasumbogo Untung dan Y. Andi Trisyono Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta 55281 Rangkuman Eksekutif Indonesia pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi atau beras merupakan komoditas strategis dan sumber pangan utama untuk rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1960 sampai sekarang selalu berupaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI Oleh : M Mundir BPKK Nglegok I LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekonomi yang sangat penting dalam percaturan dunia. Ini bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. dan ekonomi yang sangat penting dalam percaturan dunia. Ini bukanlah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1945, perkembangan ekonomi menjadi suatu masalah sosial dan ekonomi yang sangat penting dalam percaturan dunia. Ini bukanlah disebabkan oleh ditemukannya secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI

PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI No. O 1/LPTP/IRJAl99-00 PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI Disusun oleh: Abdul Wahid Rauf Syamsuddin. T Sri Rahayu Sihombing DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Loka Pengkajian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan EFIKASI PESTISIDA ANJURAN TERHADAP PERKEMBANGAN POPULASI HAMA WERENG BATANG COKLAT DI KABUPATEN KUDUS Hairil Anwar dan S. Jauhari Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Serangga Hama Berdasarkan hasil identifikasi serangga hama dilokasi Agroekosistem berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies Scripophaga

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMUPUKAN Tujuan Berlatih : Setelah selesai

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Kandungan nutrisi yang terdapat pada beras diantaranya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

Memahami Konsep Perkembangan OPT

Memahami Konsep Perkembangan OPT DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Oleh: Tim Dosen HPT Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013 Memahami Konsep OPT Memahami Konsep Perkembangan OPT 1 Batasan/definisi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Buncis Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor ABSTRAK

1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor ABSTRAK PENGUJIAN LAPANG EFIKASI INSEKTISIDA CURBIX 100 SC (ETIPZOL 100 g/l) DAN CONFIDOR 5 WP (IMIDAKLOPRID 5 %) TERHADAP KEPIK HITAM RAMPING (Pachybarachlus pallicornis var. Baihaki) PADA TANAMAN PADI SAWAH

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA PAKCHOI (brassica chinensis L.) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERPA JENIS PUPUK ORGANIK Oleh SUSI SUKMAWATI NPM 10712035 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I.

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

FENOMENA RESURJENSI PADA PENGGUNAAN INSEKTISIDA IMIDOKLOPRID 350SC PADA HAMA WERENG COKLAT. M. Sudjak Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia

FENOMENA RESURJENSI PADA PENGGUNAAN INSEKTISIDA IMIDOKLOPRID 350SC PADA HAMA WERENG COKLAT. M. Sudjak Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia FENOMENA RESURJENSI PADA PENGGUNAAN INSEKTISIDA IMIDOKLOPRID 350SC PADA HAMA WERENG COKLAT M. Sudjak Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Fenomena resurjensi penggunaan insektisida berbahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Verifikasi Komponen Budidaya Salibu: Acuan Pengembangan Teknologi

Verifikasi Komponen Budidaya Salibu: Acuan Pengembangan Teknologi Verifikasi Komponen Budidaya Salibu: Acuan Pengembangan Teknologi Nurwulan Agustiani, Sarlan Abdulrachman M. Ismail Wahab, Lalu M. Zarwazi, Swisci Margaret, dan Sujinah Indonesia Center for Rice Research

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI LAMPIRAN 57 Lampiran 1 Kuesioner pengendalian hama terpadu tanaman padi Lokasi : KARAKTERISTIK PETANI Nama : Umur : Pendidikan terakhir : Tanggungan keluarga : Pengalaman bertani (tahun) : Pekerjaan sampingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang meliputi kurang lebih 25 spesies dan tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti di Asia, Afrika,

Lebih terperinci

SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA PADI VARIETAS UNGGUL BARU LAHAN SAWAH IRIGASI

SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA PADI VARIETAS UNGGUL BARU LAHAN SAWAH IRIGASI Agros Vol.16 No.2, Juli 2014: 240-247 ISSN 1411-0172 SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA PADI VARIETAS UNGGUL BARU LAHAN SAWAH IRIGASI BROWN BARS PLANTHOPPER ATTACK IN NEW SUPERIOR VARIETY RICE CROPS IRRIGATED

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan pakchoy di Indonesia Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur, dan masuk ke Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta

Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta KAJIAN PERBEDAAN UMUR TANAM PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS MEKONGGA TERHADAP POPULASI WERENG COKLAT DI DESA DALANGAN KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Keterangan : A B C D E F G = Kontrol = Urea = Urea

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Seleksi Tanaman Inang oleh WBC

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Seleksi Tanaman Inang oleh WBC 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Nimfa WBC dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah makroptera (bersayap panjang) yaitu WBC yang mempunyai sayap depan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena pangan menempati urutan terbesar pengeluaran rumah tangga. Tanaman

I. PENDAHULUAN. karena pangan menempati urutan terbesar pengeluaran rumah tangga. Tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas politik dan keamanan atau ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Yogyakarta) masih memiliki areal pertanian yang cukup luas dan merupakan salah satu daerah pemasok beras dan kebutuhan pangan lainnya di

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui 5 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Identitas Petani Dalam penelitian ini yang menjadi petani diambil sebanyak 6 KK yang mengusahakan padi sawah sebagai sumber mata pencaharian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stadia Pertumbuhan Kedelai Stadia pertumbuhan kedelai secara garis besar dapat dibedakan atas pertumbuhan vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak

Lebih terperinci

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 5 No. 1, Mei PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa.l) DI KECAMATAN JUNTINYUAT KABUPATEN INDRAMAYU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat berpotensi dalam perdagangan buah tropik yang menempati urutan kedua terbesar setelah

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang cukup rumit dalam pertanian. Keberadaan penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan

Lebih terperinci