PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN VARIETAS PADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN VARIETAS PADI"

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN VARIETAS PADI WAHYU FITRININGTYAS DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK WAHYU FITRININGTYAS. Perkembangan Populasi dan Pembentukan Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA dan ARIFIN KARTOHARDJONO. Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål merupakan salah satu hama potensial penyebab kerusakan tanaman padi di Indonesia. Varietas padi tahan umum digunakan dalam mengendalikan hama WBC. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan perkembangan populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3 serta proporsi pembentukan makroptera yang diinfestasikan pada sembilan varietas padi. Satu dan sepuluh pasang setiap biotipe 1, 2, dan 3 WBC brakhiptera diambil dari populasi stok kemudian dilepas pada sembilan varietas padi uji yang ditanam pada sebuah ember berdiameter 25 cm dan dikurung di dalam kurungan kasa berkerangka besi. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah jumlah populasi WBC setiap 2 hari setelah 7 hari infestasi, waktu dan jumlah pembentukan serangga makroptera, jumlah populasi brakhiptera dan makroptera, serta jumlah bulir padi serta berat gabah pada akhir penelitian. Hasil pelepasan satu pasang induk cenderung memicu perkembangan populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3 paling cepat pada varietas IR 64, dengan jumlah individu tertinggi berturut-turut ± 184, 242, dan 419 ekor/rumpun dan WBC biotipe 2 pada varietas Inpari 3 sebesar 212 ekor/rumpun, dicapai pada puncak populasi generasi ke dua. Pelepasan sepuluh pasang induk meningkatkan perkembangan populasi WBC biotipe 1, pada varietas Inpari 4, dan WBC biotipe 2 pada IR 64, dengan jumlah individu tertinggi berturut-turut ± 785 dan 491 ekor/rumpun dicapai pada puncak populasi generasi ke dua. Pelepasan yang sama meningkatkan perkembangan populasi WBC biotipe 3 sejak generasi pertama pada seluruh varietas uji dengan jumlah individu mencapai rata-rata 300 ekor/rumpun. Varietas Inpari 6, Inpari 4, dan IR 64 berespon rentan terhadap WBC biotipe 1 dengan produksi gabah kering 1,8-3,2 g/rumpun dibandingkan Inpari 13 berespon agak tahan dengan produksi 6,4 g/rumpun. Varietas IR 64, Inpari 3 dan Inpari 6 berespon rentan terhadap WBC biotipe 2 dengan produksi 1,2-2,3 g/rumpun dibandingkan Inpari 13 berespon tahan dengan produksi 6,6 g/rumpun. Tujuh varietas padi uji berespon rentan terhadap WBC biotipe 3 dengan produksi 0-0,5 g/rumpun kecuali PTB 33 dan Inpari 13 berespon tahan dengan produksi 10,7 g/rumpun. Pada populasi WBC biotipe 1, 2, maupun 3, jumlah brakhiptera berturut-turut 16-23, 11, dan kali lipat lebih besar dari makroptera ditemukan pada varietas rentan dibandingkan 4-13, 5-7 dan 3-8 kali lipat pada varietas tahan. Ratio seks betina : jantan WBC brakhiptera biotipe 1, 2, maupun 3 ditemukan berkembang pada varietas rentan yaitu 1,4-2,24 relatif lebih besar dibandingkan dengan varietas tahan, yaitu 0,8-1,3. Rasio seks makroptera relatif hampir sama antara varietas rentan dan tahan, yaitu 1,2-1,3 pada biotipe 1, 0,8-1 pada biotipe 2, dan 1,2-1,3 biotipe 3. Populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3 berkembang lambat pada varietas Inpari 13 dengan jumlah populasi rendah, namun relatif tidak menurunkan kualitas maupun kuantitas produksi gabah, sehingga varietas tersebut dianggap sebagai varietas durable resistance.

3 PERKEMBANGAN POPULASI DAN PEMBENTUKAN MAKROPTERA TIGA BIOTIPE WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål PADA SEMBILAN VARIETAS PADI WAHYU FITRININGTYAS A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

4 Judul Nama Mahasiswa NIM : Perkembangan Populasi dan Pembentukan Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi : Wahyu Fitriningtyas : A Disetujui, Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dra. Endang Sri Ratna, PhD. NIP Dr. Ir. Arifin Kartohardjono NIP Diketahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP Tanggal lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 17 Mei 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Hadi Santoso dan ibu Tri Juswati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Hang Tuah 1 Surabaya pada tahun 2000 dan menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMPN 29 Surabaya pada tahun Penulis melanjutkan ke SMAN 2 Surabaya dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI) dan pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Selama di IPB penulis ikut serta dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM A) dan menjadi pengurus Badan Pengawas Anggota (BPA) periode

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perkembangan Populasi dan Pembentukan Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Endang Sri Ratna, PhD. dan Dr. Ir. Arifin Kartohardjono yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis guna menyelesaikan skripsi ini dan senantiasa memberikan saran serta nasehatnya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran untuk skripsi ini. Penulis memberikan penghargaan yang tiada terhingga kepada Bapak Cece dan Bapak Dedi yang telah membantu saat penelitian di lapangan dan rumah kaca KP. Muara-Bogor serta Bapak Agus Sudrajat di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Selain itu diucapkan terima kasih kepada sahabatku Desra Sihombing S.Pt, Ellyta Sariani SP, Indri Ahdiaty dan Astra Naibaho yang telah memberi dukungan dan bantuan selama proses penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, bapak Hadi Santoso dan ibu Tri Juswati dan kedua adikku Aissa Kesumawardhani dan Putri Nur Fajrina yang telah memberikan dukungan, motivasi, bimbingan moril dan doa untuk kesuksesan penulis. Bogor, Februari 2012 Wahyu Fitriningtyas

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Wereng Batang Cokelat... 4 Faktor-faktor Pertumbuhan Populasi... 6 Pemencaran WBC dan Populasi Makroptera... 8 Mekanisme Interaksi Ketahanan Tanaman terhadap WBC Interaksi WBC terhadap Varietas Tahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Tanaman Uji Perbanyakan WBC Infestasi WBC pada Varietas Padi Uji Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi WBC Respon Biotipe terhadap Varietas Tanaman Waktu Pembentukan Makroptera Populasi Makroptera dan Brakhiptera pada Akhir Musim Tanam.. 29 Respon Serangan WBC terhadap Produktivitas Padi KESIMPULAN... 45

8 Halaman DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 50

9 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Analisis interaksi antara varietas tanaman dengan dua kelompok pelepasan dan tiga kelompok biotipe wereng terhadap tujuh respon penelitian Populasi total wereng pada dua kelompok pelepasan WBC Populasi total wereng pada tiga kelompok biotipe WBC Populasi total WBC pada sembilan varietas padi pada akhir musim tanam Waktu kemunculan imago makroptera pada tiga kelompok biotipe WBC Respon sembilan varietas padi terhadap waktu dan jumlah kemunculan imago WBC makroptera Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada dua kelompok pelepasan WBC Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada tiga kelompok biotipe WBC Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada akhir musim tanam pada perlakuan pelepasan satu pasang WBC Jumlah kumulatif populasi imago brakhiptera dan makroptera pada akhir musim tanam pada perlakuan pelepasan sepuluh pasang WBC Rasio seks populasi imago pada dua kelompok pelepasan WBC Rasio seks populasi imago pada tiga kelompok biotipe WBC Rasio seks populasi imago betina : jantan WBC brakhiptera dan makroptera pada akhir musim tanam Produksi padi pada dua kelompok pelepasan WBC Produksi padi pada tiga kelompok biotipe WBC Produksi padi tanam pada pelepasan satu pasang WBC pada akhir musim Produksi padi tanam pada pelepasan sepuluh pasang WBC pada akhir musim... 41

10 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Fluktuasi populasi WBC selama satu musim tanam setelah pelepasan satu pasang WBC pada sembilan varietas padi Fluktuasi populasi WBC selama satu musim tanam setelah pelepasan sepuluh pasang WBC pada sembilan varietas padi Hubungan regresi antara populasi wereng dengan produksi padi terhadap pelepasan satu pasang WBC Hubungan regresi antara populasi wereng dengan produksi padi terhadap pelepasan sepuluh pasang WBC... 43

11 DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman 1. Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe (1, 2, dan 3 ) terhadap perkembangan populasi wereng Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe (1, 2, dan 3 ) terhadap waktu kemunculan makroptera Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe (1, 2, dan 3 ) terhadap populasi brakhiptera Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe (1, 2, dan 3 ) terhadap populasi makroptera Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe (1, 2, dan 3 ) terhadap rasio seks brakhiptera Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe (1, 2, dan 3 ) terhadap rasio seks makroptera Sidik ragam interaksi antara varietas dengan kelompok pelepasan wereng (satu dan sepuluh pasang induk) dan kelompok biotipe (1, 2, dan 3 ) terhadap produksi padi Sidik ragam regresi terhadap pelepasan satu pasang WBC Sidik ragam regresi terhadap pelepasan sepuluh pasang WBC... 54

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak dahulu komoditi pangan khususnya padi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting karena merupakan sumber bahan makanan utama sebagian besar penduduk Indonesia (Nasoetion 2001). Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat penduduk Indonesia yang tumbuh pesat merupakan tantangan berat karena beberapa hal seperti ketersediaan pangan yang harus dipenuhi dalam kondisi lahan yang subur yang berkurang setiap tahun, keterbatasan sistem irigasi tanaman dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang sering menghambat proses budidaya tanaman sehingga menurunkan hasil panen. Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål, famili Delphacidae termasuk OPT utama pada tanaman padi. Hama ini menyerang seluruh fase pertumbuhan tanaman. WBC mengakibatkan kekeringan pada seluruh jaringan tanaman akibat isapannya atau disebut hopperburn, selain itu dapat menjadi vektor penyakit virus kerdil hampa dan kerdil rumput (Oka & Bahagiawati 1991). Hama ini dilaporkan menyerang berbagai varietas tanaman padi khususnya padi tipe baru (PTB), padi hibrida dan padi varietas unggul baru (VUB) (Baehaki & Widiarta 2008). Pada bulan Januari-Juni 2011 menurut Data Kementerian Pertanian, serangan WBC mencapai luasan ha dan puso ha yang persebarannya meliputi 26 provinsi di Indonesia (Anonim 2011). WBC dikenal memiliki biotipe. Tiga biotipe wereng yang tersebar di wilayah pertanaman padi di Indonesia, yaitu biotipe 1, 2, dan 3 telah ditetapkan berdasarkan penapisan tingkat kemampuan perusakan tanaman setiap biotipe tersebut terhadap perubahan varietas padi baru tertentu yang dianggap tahan dan diintroduksikan di lapangan. WBC memiliki plastisitas genetik yang tinggi sehingga dengan mudah membentuk biotipe baru. Pada tahun 2006, wereng biotipe 3 dilaporkan menunjukkan tingkat keganasan yang lebih parah yaitu menyebabkan ketahanan varietas IR 64 dan Ciherang yang sebelumnya dianggap tahan berubah menjadi tidak tahan (Baehaki 2007). Peledakan populasi WBC

13 2 dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan yang pesat, seperti dicirikan dengan tipe pertumbuhan populasi r-strategi (Baehaki & Widiarta 2008). Pertumbuhan populasi ini sangat bergantung pada kemampuan dan kesesuaian hidup serta kemampuan reproduksi setiap individu wereng pada habitatnya. Peledakan populasi terjadi karena wereng berhasil hidup dan berkembangbiak dengan baik pada varietas tanaman rentan. Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh petani untuk mengendalikan WBC di antaranya yaitu menanam varietas padi tahan. Cara ini dianggap paling ideal karena mudah digunakan, murah, dan kurang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Varietas padi tahan bergantung pada biotipe WBC yang berkembang di suatu ekosistem, walaupun demikian pertahanan ini dapat patah karena WBC diduga memiliki kemampuan adaptasi terhadap varietas inang dan lingkungan (Syam et al. 2007). Seperti contohnya varietas IR 64 dan beberapa varietas unggul baru (VUB) telah teruji memiliki ketahanan terhadap WBC, namun pada kenyataan di lapang, masih sering dilaporkan serangan populasi wereng yang relatif tinggi pada varietas tersebut. Oleh karena itu, ketahanan varietas padi ini penting dikaji kembali melalui pengujian respon pertumbuhan tiga biotipe WBC pada beberapa varietas padi khususnya inhibrida dan VUB untuk mendapatkan varietas durable resistance. Awal infestasi serangan hama di antaranya WBC pada tanaman sangat ditentukan oleh kemampuan terbang serangga, yang berpengaruh terhadap aktivitas pemencaran dan pencapaian atau penemuan habitat inangnya. Aktivitas ini mendasari pola penemuan dan pemilihan tanaman inang, yang kemudian menentukan kemampuan hidup dan perkembangbiakan serangga (Van Alphen & Jervis 1996). Sayap serangga merupakan bagian alat gerak dalam aktivitas pemencaran populasi suatu spesies (Chapman 1998). WBC memiliki dua tipe sayap yaitu brakhiptera (bersayap pendek) dan makroptera (bersayap panjang). Makroptera sangat berpotensi dalam perilaku memencar jarak pendek antar pertanaman dan migrasi jarak jauh untuk menemukan tanaman inang (Baehaki 1984). Pada tanaman inang baru, WBC makroptera meletakkan telur yang akan menetas menjadi nimfa calon individu brakhiptera. WBC makroptera akan terinisiasi kembali apabila kepadatan populasi nimfa meningkat (Yamada 1990).

14 3 Peningkatan ini dipengaruhi faktor kualitas habitat dan makanan tempat wereng tumbuh dan berkembangbiak. Introduksi varietas padi tertentu diduga berpengaruh terhadap pembentukan WBC makroptera sebagai pemicu meluasnya serangan WBC. Dengan demikian, potensi pembentukan makroptera pada varietas inhibrida maupun VUB juga perlu diteliti. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan perkembangan populasi WBC biotipe 1, 2, dan 3 serta proporsi pembentukan makroptera yang diinfestasikan pada sembilan varietas padi. Hipotesis Setiap varietas tanaman padi uji memiliki respon yang berbeda dalam menunjang pertumbuhan populasi WBC dan pembentukan sayap makroptera, baik biotipe 1, 2, maupun 3. Peningkatan populasi WBC terjadi pada tanaman rentan. Varietas padi yang diserang WBC pada tingkat populasi rendah dan masih menghasilkan gabah diduga bersifat durable resistance. Nilai proporsi pertumbuhan makroptera paling tinggi terjadi pada kepadatan populasi nimfa yang tinggi pada varietas tanaman uji paling rentan. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi ketidakmampuan WBC biotipe 1, 2, dan 3 untuk hidup dan berkembang pada varietas padi uji. Varietas padi yang bersifat durable resistance terhadap WBC dapat dijadikan salah satu komponen penentu dalam perakitan varietas tahan.

15 TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål adalah serangga yang termasuk dalam Ordo Hemiptera, Subordo Auchenorrhyncha, Superfamili Fulgoroidea, Famili Delphacidae (CAB International 2005). WBC hidup dan berkembangbiak pada tanaman padi (Oryza sativa) sebagai pakan utama. Di Filipina, WBC dapat ditemukan juga pada padi liar dan gulma jenis rumput Leersia hexandra. Di Malaysia, rumput Arthroxon hisdipus, Digitaria adscendens, Echinochloa crus-galli var. oryzicola, Isachne globosa, Leersia japonica, dan Poa annua dilaporkan merupakan inang dari N. lugens. Persebaran N. lugens meliputi daerah Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia bagian tropis, Oseania dan Kepulauan Pasifik (CAB International 2005). Menurut Mochida & Okada (1979), persebaran wereng ini meliputi daerah paleartik (Cina, Jepang, dan Korea), dan wilayah oriental (Bangladesh, Kamboja, India, Malaysia, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Filipina). Di Indonesia, WBC tersebar luas di seluruh daerah provinsi, kecuali Maluku dan Irian Jaya. WBC adalah serangga penghisap cairan tanaman (CAB International 2005). Habitat wereng umumnya berada di pangkal pelepah batang tanaman di permukaan tanah, tetapi pada kondisi populasi tinggi dapat hidup pada helaian daun, bahkan memenuhi seluruh bagian tanaman (Kalshoven 1981). Pada wereng ini dijumpai dimorfisme imago, yakni brakhiptera dan makroptera. Brakhiptera memiliki bentuk dan ukuran sayap depan dan sayap belakang pendek, terutama sayap belakang sangat rudimenter, sedangkan makroptera memiliki bentuk dan ukuran sayap depan dan sayap belakang relatif panjang, dengan pertulangan sayap yang jauh lebih berkembang. Tubuh imago WBC berwarna cokelat kekuningan sampai cokelat tua. Panjang tubuh imago jantan 2-3 mm dan imago betina 3-4 mm. Wereng berkembang biak secara seksual dengan masa prapeneluran brakhiptera 3-4 hari dan makroptera 3-8 hari (Mochida & Okada 1979). Tubuh imago betina yang sedang dalam periode prapeneluran lebih besar dibandingkan imago jantan. Imago

16 5 betina periode prapeneluran memiliki ujung abdomen agak meruncing dibandingkan imago yang sedang dalam periode peneluran yang bertubuh gemuk terutama bagian abdomen tampak membengkak. Seekor imago betina mampu meletakkan butir telur selama hidupnya yaitu dalam waktu berkisar antara hari (Harahap & Tjahjono 1997). Pada kondisi optimal, seekor betina brakhiptera sehat yang hidup pada tanaman rentan meletakkan telur dalam kondisi suhu ruangan C, walaupun ditemukan kasus imago yang meletakkan telur hingga melebihi 1000 telur. Seekor betina betina makroptera umumnya meletakkan 100 telur (CAB International 2005). Telur WBC diletakkan secara berkelompok di ujung pelepah daun atau tulang daun dengan posisi berderet seperti sisir pisang. Satu kelompok telur terdiri atas 3-21 butir (Baehaki 1987; Harahap & Tjahjono 1997). Telur menyerupai bentuk buah pisang atau berbentuk bulan sabit dan menyempit di bagian tudung telur (CAB International 2005). Panjang telur 0,99 mm dan lebar 0,3 mm. Telur berwarna putih transparan saat baru diletakkan, kemudian akan terlihat bintik merah yang merupakan calon mata pada bagian kepala saat menjelang menetas. Stadium telur 6-9 hari. Suhu lingkungan mempengaruhi masa inkubasi telur, seperti suhu optimum untuk masa inkubasi telur berkisar antara C, sedangkan suhu kurang dari 10 C atau di atas 42 C menyebabkan embrio tidak mampu berkembang dan bertahan hidup. Nimfa terdiri atas lima instar atau mengalami lima kali pergantian kulit. Setiap instar dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bakal sayap yang semakin membesar. Nimfa yang baru menetas berwarna keputih-putihan dengan panjang tubuh 0,6 mm. Setelah ganti kulit pertama, warna tubuh berubah menjadi coklat kehitaman hingga memasuki instar lima yang mencapai panjang 2 mm (Harahap & Tjahjono 1997). Setiap stadium nimfa umumnya memerlukan waktu 2-4 hari pada suhu berkisar antara C. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan stadium nimfa bergantung pada bentuk dewasa brakhiptera atau makroptera yang akan terbentuk (Baehaki & Iman 1991). Ukuran tubuh, waktu perkembangan, fekunditas, dan longevitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan abiotik, terutama suhu, kelembaban, status nutrisi dan ketahanan inang (CAB International 2005). Hal ini sangat mempengaruhi

17 6 perkembangan populasi dan serangan WBC di lapangan. Suhu optimum untuk perkembangan populasi WBC berkisar antara C. Kelembaban mikro yang disebabkan oleh curah hujan/keadaan air sawah dan kerapatan tanaman dilaporkan sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi dan serangannya (Mustaghfirin 2008). Faktor-faktor Pertumbuhan Populasi Populasi didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme dari spesies yang sama yang menduduki ruang atau tempat tertentu yang merupakan satu kesatuan yang berubah-ubah. Perubahan suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa sifat yang terdapat dalam populasi itu sendiri yaitu natalitas, mortalitas, sebaran umur, potensi biotik, pemencaran, dan bentuk pertumbuhan atau perkembangan (Odum 1996; Price 1997). Natalitas adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat suatu populasi untuk bertambah. Natalitas maksimum/fisiologis adalah produksi maksimum individu-individu baru secara teoritis dibawah keadaan yang ideal (yakni tidak ada faktor-faktor yang membatasi secara ekologi, reproduksi hanya dibatasi oleh faktor fisiologis), sedangkan natalitas ekologis yaitu pertambahan populasi dibawah keadaan lingkungan khas (Odum 1996). Mortalitas adalah kematian individu-individu didalam populasi. Mortalitas dapat dinyatakan sebagai individu yang mati dalam kurun waktu tertentu. Individu-individu akan mati karena umur tua yang ditentukan oleh lama hidup imago (longevitas) fisiologis mereka yang seringkali jauh lebih besar daripada longevitas ekologi (Odum 1996). Sebaran umur merupakan sifat penting populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas. Oleh karena itu, nisbah dari berbagai kelompok umur dalam suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlangsung dari populasi. Biasanya pada kelompok populasi yang memiliki perkembangan cepat, banyak terdapat individu-individu yang muda, sebaliknya pada populasi yang stationer memiliki pembagian umur individu yang merata dan saat populasi menurun sebagian besar dihuni oleh individu-individu tua (Odum 1996).

18 7 Potensi biotik berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan & penyebaran hama. Potensi ini meliputi faktor sumber daya makanan yang ada di lapang dan musuh alami. Faktor kualitas dan kuantitas makanan memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya perkembangan populasi hama. Selain itu kehadiran musuh alami seperti predator, parasitoid, patogen, dan kompetitor dalam suatu pertanaman akan menekan perkembangan populasi serangga hama tersebut (Dadang 2006). Pemencaran populasi (dispersal) adalah gerakan individu-individu ke dalam atau keluar populasi atau di daerah populasi. Pemencaran populasi dapat berupa emigrasi, imigrasi dan migrasi. Pemencaran individu membantu natalitas dan mortalitas di dalam memberi wujud bentuk pertumbuhan dan kepadatan populasi. Pola pemencaran populasi dibedakan dalam tiga tipe yaitu pola acak, seragam, dan teratur. Pemencaran secara acak relatif jarang ditemukan di alam, biasanya terjadi pada lingkungan sangat seragam dan individu dalam populasi cenderung berkelompok. Pemencaran seragam dapat terjadi bila persaingan di antara individu sangat keras dan terdapat antagonisme positif yang mendorong pembagian ruang yang sama. Pemencaran teratur berupa pemencaran berkelompok dan mewakili pola yang paling umum terjadi di alam (Odum 1996). Bentuk pertumbuhan atau perkembangan populasi adalah pola-pola pertambahan yang khas yang dimiliki oleh suatu populasi. Dua pola dasar yang sering dijadikan acuan dalam penentuan bentuk pertumbuhan/perkembangan populasi yaitu pola pertumbuhan berbentuk J (=eksponensial) dan S (= sigmoid). Pada pola pertumbuhan bentuk J, kerapatan populasi bertambah dengan cepat secara eksponensial dan kemudian berhenti secara mendadak karena hambatan lingkungan atau pembatas-pembatas lain. Menurut Nicholson 1956 dalam Odum 1996, tipe pola pertumbuhan yang dipicu oleh kepadatan populasi di atas menyebabkan peledakan populasi serangga. Pada pola pertumbuhan bentuk S, kerapatan populasi bertambah secara perlahan-lahan kemudian terjadi percepatan dan melambat karena hambatan lingkungan meningkat sampai tingkat yang kurang lebih seimbang (Odum 1996). Menurut Price (1997) & Baehaki (2008), pola pertumbuhan populasi serangga WBC dikatagorikan r-strategi. Karakteristik dari pola r-strategi yaitu

19 8 secara umum ukuran tubuh serangga kecil, ukuran imago betina lebih besar daripada jantan, siklus hidup yang pendek, kemampuan memencar yang tinggi sehingga dengan cepat akan menemukan habitat yang baru, berkembang biak dengan cepat dan mampu menggunakan sumber daya makanan dengan baik sebelum serangga lain ikut berkompetisi. Pola ini terbentuk apabila rata-rata kemampuan reproduksi mencapai maksimum saat terjadi ketidakstabilan lingkungan, yaitu populasi berada dibawah daya dukung lingkungan dan sumber daya alam tidak terbatas. Pertumbuhan populasi jenis ini sangat bergantung pada kemampuan dan kesesuaian hidup serta kemampuan reproduksi setiap individu wereng pada habitatnya (Baehaki 2008). Pemencaran WBC dan Populasi Makroptera Tiga tipe pemencaran terjadi pada WBC yaitu pemencaran jarak pendek dalam pertanaman padi, biasanya dilakukan oleh nimfa, wereng brakhiptera, dan wereng makroptera, pemencaran jarak pendek antar pertanaman yang dilakukan oleh wereng makroptera, dan pemencaran jarak jauh atau emigrasi dilakukan oleh wereng makroptera (Baehaki 1984 ; Baehaki & Iman 1991). Wereng makroptera biasanya migrasi saat padi mulai ditanam (Baehaki & Widiarta 2008). Perpindahan individu ini dipicu oleh perilaku WBC yang meninggalkan tanaman tua. Pemencaran maksimum terjadi sebelum panen. Setelah bentuk makroptera menetap, WBC mulai berkembang biak satu atau dua generasi pada tanaman padi stadia vegetatif. Bila migrasi terjadi pada waktu 2-3 minggu setelah tanam (MST), maka imigran berkembang biak dua generasi. Puncak populasi nimfa generasi pertama dan ke dua berturut-turut muncul pada umur padi 5-6 MST dan MST. Bila migrasi terjadi setelah padi umur 5-6 MST, puncak populasi nimfa hanya ditemukan satu kali, yaitu pada 9-10 MST. Serangga dewasa yang muncul setelah padi berumur 7 MST, umumnya bersayap pendek (brakhiptera), bertelur ditempat tanaman awal tempat mereka hinggap atau berpindah pada tanaman yang berdekatan, dan tidak bermigrasi pada jarak yang relatif jauh. Makin tinggi kepadatan populasi, maka kerusakan tanaman yang dialami makin berat. Populasi yang berpotensi sangat merusak tanaman adalah stadia nimfa. Jumlah populasi makroptera meningkat saat tanaman memasuki

20 9 stadium pembungaan. Generasi populasi akhir ini didominasi oleh betina brakhiptera dan jantan makroptera. Makroptera inilah yang bermigrasi mencari pertanaman padi muda. Betina makroptera tumbuh pada perkembangan populasi lanjut yang pada dasarnya distimulasi oleh berbagai faktor, seperti kerapatan populasi nimfa yang terjadi akibat peningkatan kepadatan populasi dan penurunan kualitas serta kuantitas pakan atau tanaman inang (Kisimoto 1956, 1957 dalam Mochida & Okada 1979; Kalshoven 1981; Hidayati 1991; Baehaki 1993; Grodnitsky 1999). Peningkatan wereng makroptera dicirikan adanya kepadatan populasi selama stadium nimfa di tempat perkembangbiakannya (Yoshimeki 1966 dalam Baehaki & Widiarta 2008). Perkembangan individu calon wereng makroptera atau brakhiptera dapat diamati lebih awal dari pengamatan ukuran bantalan sayap pada nimfa instar akhir. Nimfa calon betina instar akhir dengan ukuran panjang bantalan sayap kurang dari 0,94 mm akan mengalami proses ganti kulit menjadi imago brakhiptera, sedangkan nimfa dengan ukuran panjang bantalan sayap lebih dari 0,94 mm dapat membentuk imago brakhiptera maupun makroptera. Nimfa calon jantan instar akhir dengan ukuran panjang bantalan sayap kurang dari 0,94 mm cenderung menjadi wereng dewasa brakhiptera, akan tetapi acuan ukuran panjang bantalan sayap pembentuk imago jantan makroptera tidak dapat dideteksi (Yamada 1990). Pembentukan bantalan sayap instar akhir dipengaruhi oleh kepadatan nimfa selama stadium nimfa instar satu hingga instar empat. Kepadatan populasi rendah cenderung menghasilkan nimfa instar akhir dengan bantalan sayap yang berukuran pendek, sebaliknya apabila kepadatan populasi tinggi cenderung menghasilkan bantalan sayap berukuran panjang. Grodnitsky (1999), melaporkan bahwa proporsi kemunculan bentuk sayap pada serangga dewasa sangat dipengaruhi oleh kepadatan populasi dan kandungan nutrisi tanaman. Pada pertanaman yang siap dipanen, kualitas dan kuantitas pakan wereng menjadi berkurang sehingga wereng akan menghadapi katastropi. Kondisi ini memicu wereng segera mengubah posisi membentuk wereng makroptera untuk emigrasi (Baehaki & Iman 1991; Baehaki & Widiarta 2008).

21 10 Mekanisme Interaksi Ketahanan Tanaman terhadap WBC Varietas tahan adalah varietas yang megurangi peluang keberhasilan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai sumber makanan dan tempat untuk berkembang biak (Anggraeni 2002). Suatu varietas disebut tahan apabila: memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman pulih kembali dari serangan hama, mengandung sifat genetik tanaman yang mampu mengurangi tingkat kerusakan disebabkan oleh serangan hama dan mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dari varietas yang lain pada tingkat populasi hama yang sama (Sumarno 1992). Mekanisme pertahanan tanaman terhadap hama menurut Schoonhoven et al. (2005) digolongkan menjadi tiga macam yaitu antixenosis (non-preferences), antibiosis, dan tolerance. Antixenosis (non-preferences) adalah kelompok tanaman tertentu yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak disukai serangga. Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa, dan banyaknya rambut-rambut tanaman, sehingga menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung. Bentuk mekanisme ini dibagi menjadi dua golongan, yaitu antixenosis kimiawi, terjadi penolakan karena kandungan senyawa allelokimia dan antixenosis fisik, terjadi penolakan karena ketidaksesuaian struktur atau morfologi tanaman. Menurut Ying et al. (2006) variasi komponen metabolit sekunder pada varietas padi rentan TN-1 dan tahan ASD 7 dan IR 36 dilaporkan berkaitan erat dengan perilaku preferensi atau non preferensi WBC dalam mekanisme pertahanan tanaman. Antibiosis, suatu sifat fisiologis tanaman yang dapat merugikan kehidupan serangga. Kazushige dan Pathak (1970) melaporkan bahwa padi yang tahan terhadap WBC memiliki konsentrasi aspargin yang lebih rendah dibandingkan dengan padi yang rentan. Contohnya yaitu WBC yang dikurung pada varietas Mudgo akan mengalami petumbuhan yang lambat, ukuran tubuh kecil, fekunditas yang rendah, dan kematian yang tinggi. Tolerance suatu sifat pada tanaman yang mampu menyembuhkan diri dari serangan hama meskipun jumlah hama yang menyerang berjumlah sama dengan yang menyerang pada tanaman rentan.

22 11 Interaksi WBC terhahap Varietas Tahan Pengendalian wereng coklat salah satunya dilakukan dengan menggunakan varietas tahan yang disesuaikan dengan biotipe wereng yang dihadapinya. Varietas tahan mempunyai andil yang sangat besar karena dapat mereduksi populasi wereng coklat. Varietas IR 74 (Bph 3) dan IR 64 (Bph 1 + ) berturut-turut dapat mereduksi wereng coklat sebesar 94,9 dan 77,4% dibanding dengan varietas Cisadane yang tidak dapat menekan populasi wereng coklat biotipe 3 sedangkan Cisanggarung hanya mereduksi 20,3% (BB Padi 2011). Pertumbuhan, perkembangan, kesuburan, mortalitas, atau keperidian serangga dipengaruhi oleh komposisi gizi yang terkandung dalam tanaman (Sunjaya 1970 dalam Laksono 1991). Kandungan nutrisi tanaman sangat menentukan kualitas pakan wereng, sehingga akan berpengaruh terhadap pertahanan hidup dan perkembangbiakan wereng. Variasi kandungan asam amino beberapa varietas tanaman padi berkaitan erat dengan ketahanan tanaman terhadap WBC (Ardiwinata et al. 1991; Kazushige & Pathak 1970). Kalode dan Khrisnha (1979) melaporkan bahwa pada padi varietas tahan ditemukan senyawa yang bersifat repelen terhadap WBC. Bahan yang bekerja sebagai repelen, penghambat makan ataupun perusak sistem saluran pencernaan maupun sistem syaraf serangga biasanya berupa bahan metabolit sekunder. Variasi komponen metabolit sekunder pada varietas padi rentan TNI dan tahan ASD 7 dan IR 36 dilaporkan berkaitan erat dengan perilaku preferensi atau non preferensi WBC dalam mekanisme pertahanan tanaman (Ying et al. 2006).

23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan BB Padi Muara- Bogor dari bulan November 2010 sampai dengan April Metode Penelitian Perbanyakan Tanaman Uji Varietas tanaman yang digunakan adalah tiga varietas tanaman inang yaitu Pelita, IR 26, dan IR 42 masing-masing varietas untuk inang WBC biotipe 1, 2 dan 3, varietas pembanding rentan dan tahan dari IRRI yaitu TN-1 dan PTB 33, varietas yang sering ditanam di lapangan oleh petani yaitu IR 64 dan IR 74 dan varietas unggul baru dari BB Padi yaitu Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, dan Inpari 13. Benih-benih tersebut diperoleh dari BB Padi Sukamandi. Benih padi uji disemai pada ember plastik kecil diameter 15 cm yang diisi dengan tanah secukupnya. Penyemaian dilakukan di laboratorium rumah kaca BB Padi KP Muara, Bogor. Bibit padi berumur dua minggu, dipindahkan ke dalam ember berisi tanah ditanami 2 bibit tanaman yang digenangi air secukupnya. Tanaman dipelihara dengan memberikan pupuk urea masing-masing 2 g/pot, setara dengan 250 kg/ha. Sediaan tanaman diperbaharui sebulan sekali sebagai stok tanaman inang. Tanaman tersebut selanjutnya digunakan sebagai inang perbanyakan wereng uji dan tanaman perlakuan. Perbanyakan WBC Serangga uji WBC berasal dari perbanyakan WBC yang dipelihara secara terus-menerus pada varietas padi inang yang sesuai untuk masing-masing biotipe di Rumah Kaca KP Muara, Bogor. Tiga pasang imago jantan dan betina WBC diambil dan dipindahkan ke tanaman padi berumur 35 HST yang telah disediakan di atas dengan menggunakan aspirator. Padi yang telah diinfestasi WBC tersebut dikurung dengan kurungan kasa silinder berkerangka besi, berdiameter 25 cm dan tinggi 85 cm yang bagian atasnya ditutup kain kasa dan dibagian samping diberi

24 13 ventilasi berukuran 10 cm x 10 cm. Setelah lima hari infestasi, imago wereng dikeluarkan. Telur yang diletakkan akan menjadi nimfa instar I yang berumur relatif sama. Nimfa dipelihara sampai menjadi imago, dan imago yang muncul digunakan sebagai wereng uji pada penelitian selanjutnya. Infestasi WBC pada Varietas Padi Uji Satu dan sepuluh pasang WBC brakhiptera diambil dari populasi stok dengan menggunakan aspirator kemudian dilepas pada 9 varietas padi uji yaitu TN-1, IR 64, IR 74, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, dan PTB 33 serta pada varietas inang yang ditanam pada sebuah ember berdiameter 25 cm. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Tanaman yang telah diinfestasi wereng dikurung dengan kurungan kasa silinder berkerangka besi, berdiameter 25 cm dan tinggi 85 cm yang bagian atasnya ditutup kain kasa dan dibagian samping diberi ventilasi berukuran 10 cm x 10 cm. Wereng uji tersebut dipelihara dan jumlah wereng yang menetas diamati setiap interval 2 hari sekali hingga terbentuk imago makroptera. Penelitian berakhir sampai tanaman memasuki akhir musim tanam. Parameter yang diamati adalah jumlah populasi WBC setiap 2 hari setelah 7 hari infestasi, waktu dan jumlah pembentukan serangga makroptera, jumlah populasi brakhiptera dan makroptera pada akhir penelitian, dan jumlah bulir padi serta berat gabah pada akhir penelitian. Analisis Data Keragaman data diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Statistical Analysis System for Windows ver 9.0 diikuti dengan pengujian selang berganda Duncan pada taraf nyata alpha sebesar 5%. Data pengamatan dianalisis menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) 3 faktorial yang terdiri atas sembilan perlakuan varietas padi uji, kelompok pelepasan wereng satu dan sepuluh pasang dan tiga jenis biotipe wereng.

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Wereng Batang Cokelat (WBC) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelepasan satu dan sepuluh pasang WBC pada sembilan varietas padi umur 35 HST cenderung menghasilkan dua generasi populasi hingga akhir musim tanam kecuali pelepasan sepuluh pasang wereng biotipe 3 pada IR 42 hanya menghasilkan satu generasi populasi selama musim tanam (Gambar 1 & 2). Populasi generasi kedua tidak terbentuk akibat serangan populasi wereng biotipe 3 yang relatif sangat tinggi pada generasi populasi pertama pada tanaman rentan yang menyebabkan kematian tanaman lebih dini terjadi pada varietas IR 42. Pelepasan satu pasang WBC biotipe 1 dan 2 umumnya menghasilkan jumlah populasi wereng relatif sangat rendah yaitu rata-rata di bawah 100 ekor/rumpun pada generasi pertama dan peningkatan populasi baru terlihat jelas pada generasi kedua dengan puncak populasi tertinggi mencapai 200 ekor/rumpun pada biotipe 2 dan bahkan 700 ekor/rumpun pada biotipe 1. Sebaliknya, pelepasan satu pasang wereng biotipe 3 sudah menunjukkan peningkatan populasi yang relatif cukup tinggi dengan rata-rata jumlah populasi melebihi 200 ekor/rumpun pada puncak populasi generasi pertama dan 400 ekor/rumpun pada puncak generasi populasi kedua. Perkembangan populasi wereng biotipe 1 cenderung lebih pesat pada varietas Pelita dan TN-1 dibandingkan 7 varietas uji lainnya, dengan rata-rata puncak populasi tertinggi dicapai dalam jumlah ± ekor/rumpun. Di antara varietas yang diujikan, perkembangan tertinggi terjadi pada varietas IR 64 dengan rata-rata puncak populasi tertinggi ± 184 ekor/rumpun. Perkembangan populasi wereng biotipe 2 terlihat paling tinggi pada varietas Inpari 3 dan IR 64 dengan rata-rata jumlah populasi tertinggi mencapai ± ekor/rumpun. Respon yang berbeda terjadi pada pelepasan biotipe 3, populasi cenderung berkembang pada semua varietas padi uji kecuali pada Inpari 13 dan PTB 33. Rata-rata jumlah populasi tertinggi pada biotipe 3 ini terjadi pada varietas IR 64 mencapai ± 419 ekor/rumpun.

26 Gambar 1 Fluktuasi populasi selama satu musim tanam setelah pelepasan satu pasang WBC pada sembilan varietas padi. Keterangan: (a) biotipe 1, (b) biotipe 2 dan (c) biotipe 3. 15

27 Gambar 2 Fluktuasi populasi selama satu musim tanam setelah pelepasan sepuluh pasang WBC pada sembilan varietas padi. Keterangan: (a) biotipe 1, (b) biotipe 2 dan (c) biotipe 3. 16

28 17 Perkembangan populasi pada pelepasan sepuluh pasang wereng cenderung lebih pesat dibandingkan pelepasan satu pasang. Peningkatan populasi sudah tampak lebih awal terjadi pada generasi populasi pertama dan secara umum jumlah populasi yang terbentuk lebih relatif tinggi pada semua biotipe wereng (Gambar 2). Populasi WBC biotipe 1 cenderung lebih berkembang pada varietas TN-1 dan Inpari 4 dengan rata-rata jumlah populasi mencapai ekor/rumpun dibandingkan varietas lainnya. Perkembangan populasi wereng biotipe 2 terlihat cukup tinggi pada tiga varietas IR 26, TN-1 dan IR 64, dengan rata-rata jumlah populasi mencapai ekor/rumpun. Pola perkembangan populasi yang hampir mirip pada perlakuan pelepasan satu pasang wereng yaitu biotipe 3 cenderung berkembang pada semua varietas padi uji kecuali pada Inpari 13 dan PTB 33. Peningkatan jumlah populasi wereng biotipe 3 bergeser lebih awal dan mendominasi populasi generasi pertama dibandingkan generasi berikutnya. Selain itu tampak terjadi pemendekan periode perkembangan setiap biotipe pada perlakuan pelepasan satu pasang dan dua biotipe 1 dan 2 pada perlakuan pelepasan sepuluh pasang. Hasil gambaran kurva pertumbuhan populasi di atas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah populasi tertinggi dicapai pada perlakuan pelepasan satu pasang WBC biotipe 1, 2 dan 3 berkisar antara ekor/rumpun sedangkan perlakuan pelepasan sepuluh pasang dicapai 1-3,5 kali lebih besar yaitu pada kisaran ekor/rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan satu pasang wereng cenderung menghasilkan laju pertumbuhan populasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan pada pelepasan sepuluh pasang. Keadaan ini mengindikasikan bahwa serangga yang hinggap pada tanaman dengan jumlah populasi yang sedikit akan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang biak dengan baik dibandingkan pelepasan sepuluh pasang. Faktor yang menyebabkan lambatnya laju pertumbuhan populasi yaitu diduga adanya persaingan intraspesifik yang sangat kuat dalam mendapatkan pakan dan habitat (Price 1997). Pelepasan satu pasang WBC biotipe 1 dan 2 menghasilkan peningkatan jumlah individu yang jauh lebih tinggi pada populasi generasi kedua, sebaliknya pada pelepasan sepuluh pasang, peningkatan jumlah individu tampak sejak awal pertumbuhan populasi generasi pertama. Begitu pula pelepasan satu maupun

29 18 sepuluh pasang WBC biotipe 3 menghasilkan pertumbuhan populasi yang meningkat tajam sejak generasi populasi pertama. Dengan demikian mengindikasikan bahwa peningkatan atau peledakan populasi WBC biotipe 1 maupun 2 dipicu oleh infestasi awal berupa kelompok individu sedangkan peledakan populasi WBC biotipe 3 dapat dipicu oleh satu pasang atau satu individu fertil yang siap meletakkan telur dan berkembang biak pada setiap tanaman baru. Hal ini menunjukkan bahwa WBC biotipe 3 sangat berpotensi sebagai perusak varietas padi rentan. Menurut Baehaki & Munawar (2007) hasil evaluasi biotipe yang dilakukan pada tahun 2006 menunjukkan bahwa biotipe wereng batang cokelat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan adalah biotipe 3. Ledakan populasi WBC biotipe 3 pada tahun 2008 terhadap varietas IR 64 terjadi hampir di seluruh lokasi sentra pertanaman padi dengan persentase serangan lebih dari 50% (Iriana 2009). Atas dasar acuan tersebut diduga bahwa WBC yang menyerang pertanaman padi di Pulau Jawa pada saat tersebut hingga sekarang masih tetap biotipe 3. Baehaki & Munawar (2007) menyatakan bahwa populasi WBC yang ada di lapangan merupakan populasi campuran dua biotipe yaitu biotipe 2 dan 3, bahkan diduga didominasi oleh WBC biotipe 3. Oleh karena itu, WBC biotipe 2 dan 3 selalu digunakan oleh pemulia tanaman sebagai standard pengujian penapisan padi varietas tahan. Respon Biotipe terhadap Varietas Tanaman Hasil pengujian WBC biotipe 1, 2 dan 3 terhadap sembilan varietas tanaman padi menghasilkan jumlah populasi bervariasi yang dipengaruhi oleh tiga interaksi perlakuan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada pengujian ini terjadi respon interaksi antara perlakuan pelepasan jumlah induk wereng dengan varietas tanaman, biotipe dengan varietas tanaman, dan interaksi ketiganya yaitu pelepasan jumlah induk wereng, biotipe, dan varietas tanaman pada nilai P < 0,05. Interaksi pelepasan jumlah induk wereng dengan biotipe dan faktor biotipe itu sendiri tidak berpengaruh terhadap jumlah total populasi wereng berdasarkan hasil nilai P > 0,05 (Tabel 1, Lampiran 1).

30 19 Tabel 1 Analisis interaksi antara varietas tanaman dengan dua kelompok pelepasan dan tiga kelompok biotipe wereng terhadap tujuh respon penelitian Sumber Jumlah total wereng WM 1 Populasi makroptera Populasi brakhiptera Rasio seks makroptera Rasio seks Brakhiptera Produksi padi Pelepasan 2 N TN TN N TN N N Varietas 3 N N N N N N N Pelepasan*Varietas N TN TN TN TN TN TN Biotipe 4 TN N N N N TN N Pelepasan*Biotipe TN TN TN TN N TN TN Varietas*Biotipe N N TN TN TN TN N Pelepasan*Varietas*Biotipe N TN TN TN TN TN TN 1 Waktu kemunculan makroptera. 2 Pelepasan satu dan sepuluh pasang wereng. 3 Pelepasan 9 varietas tanaman. 4 Biotipe 1, 2 dan 3. * Menunjukkan interaksi antar faktor. N = Berbeda nyata pada taraf α = 0,05. TN = Tidak berbeda nyata taraf α = 0,05.

31 20 Pelepasan satu pasang induk sangat nyata menghasilkan jumlah total wereng 371 ekor/rumpun lebih rendah dibandingkan pelepasan sepuluh pasang wereng 614 ekor/rumpun, namun ketiga biotipe 1, 2 dan 3 yang dilepas tidak menunjukkan perbedaan jumlah wereng, yaitu berkisar antara ekor/rumpun (Tabel 2 & 3). Pemaparan sembilan varietas padi terhadap WBC biotipe 1, 2 dan 3 menghasilkan variasi jumlah kumulatif wereng yang berbeda nyata antar varietas diikuti respon tanaman berbeda akibat serangan populasi yang terbentuk. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pelepasan satu dan sepuluh pasang wereng dapat menghasilkan dua generasi populasi dalam satu musim tanam kecuali pelepasan satu pasang wereng biotipe 1 pada varietas PTB 33, pelepasan sepuluh pasang biotipe 1 pada varietas TN-1 dan pelepasan sepuluh pasang biotipe 3 pada varietas IR 42 yang hanya menghasilkan satu generasi populasi. Kerusakan parah tanaman umumnya terjadi pada pelepasan sepuluh pasang wereng seperti kematian tanaman akibat hopperburn terjadi pada varietas IR 42 setelah terjadi puncak populasi generasi pertama atau kegagalan produksi pada varietas pembanding rentan TN-1, varietas inang adaptif Pelita dan IR 26, serta varietas Inpari 4 dan Inpari 6 di akhir musim tanam. Tabel 2 Populasi total wereng pada dua kelompok pelepasan WBC Kelompok pelepasan wereng Jumlah wereng (ekor/rumpun) a Pelepasan satu pasang 371 a Pelepasang sepuluh pasang 614 b a Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 0,05. Tabel 3 Populasi total wereng pada tiga kelompok biotipe WBC Biotipe Jumlah wereng (ekor/rumpun) a a a a a Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 0,05.

32 21 Pelepasan satu pasang WBC biotipe 1 menghasilkan populasi wereng tertinggi pada varietas TN-1 yaitu 1366 ekor/rumpun kemudian diikuti dengan Pelita, IR 64 dan Inpari 6 yang berkisar antara ekor/rumpun sedangkan jumlah populasi terendah nyata terjadi pada varietas IR 74, Inpari 13 dan PTB 33 yaitu berkisar 6-50 ekor/rumpun (Tabel 4). Pelepasan sepuluh pasang wereng biotipe 1 menunjukkan hasil yang berbeda dari hasil yang diperoleh pada pelepasan satu pasang. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa pelepasan sepuluh pasang wereng menghasilkan jumlah populasi tertinggi pada varietas Inpari 4 mencapai 1355 ekor/rumpun diikuti IR 74, Pelita dan TN-1 berkisar antara ekor/rumpun. Hal ini berarti bahwa varietas padi pembanding rentan TN-1 dan Pelita masih berespon rentan sebaliknya varietas padi pembanding tahan PTB 33 berespon tahan terhadap serangan populasi wereng biotipe 1. Berdasarkan perbandingan jumlah populasi wereng pada tanaman inang adaptif Pelita atau pembanding rentan TN-1 dan tahan PTB 33 maka varietas padi uji Inpari 4 dan IR 74 berespon rentan; Inpari 6, Inpari 3 dan IR 64 berespon agak rentan sedangkan varietas Inpari 13 berespon agak tahan terhadap wereng biotipe 1. Kegagalan panen akibat serangan WBC biotipe 1 hanya ditunjukkan oleh padi varietas rentan TN-1 dan Pelita. Seperti telah diuraikan di atas bahwa Baehaki & Munawar (2007), tidak menyinggung keberadaan populasi WBC biotipe 1 di lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa biotipe 1 ini tidak umum dijumpai di lapang dan masih digunakan hanya untuk pengujian penapisan varietas tahan di laboratorium. Apabila merujuk pada penelusuran perkembangan sejarah perubahan biotipe, pada tahun 1930 populasi wereng masih rendah sehingga pengendalian belum banyak dilakukan terhadap WBC. Pelepasan Pelita pada tahun 1971 ditujukan hanya untuk peningkatan produksi padi guna memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia akan tetapi penanaman Pelita justru menimbulkan dampak yang sangat besar yaitu memicu ledakan populasi wereng pada tahun 1972 dan akhirnya membentuk biotipe baru yang ditetapkan sebagai biotipe 1. Pada tahun 1976, di sentra produksi padi terjadi ledakan populasi WBC terhadap IR 26 (gen tahan Bph 1) yang diduga karena ada perubahan biotipe 1 menjadi biotipe 2 dalam kurun waktu empat tahun ( ). Pada tahun 1981 di Simalungun (Sumatera Utara) dan

33 22 Tabel 4 Populasi total WBC pada sembilan varietas padi pada akhir musim tanam Varietas Jumlah wereng ± galat populasi (ekor/rumpun) a Pelepasan satu pasang Pelepasan sepuluh pasang Biotipe 1 Biotipe 2 Biotipe 3 Biotipe 1 Biotipe 2 Biotipe 3 TN ± 659 a 286 ±70 ab 595 ± 61 ab 677 ± 179 ab 886 ± 202 ab 844 ± 37 b Pelita/IR 26/IR 42 b 636 ± 225 a 318 ± 142 ab 244 ± 90 c 721 ± 73 ab 1374 ± 96 a 1575 ± 50 a IR ± 208 ab 438 ± 27 a 820 ± 109 a 321 ± 150 abc 1024 ± 119 ab 473 ± 96 c IR ± 14 d 256 ± 12 ab 669 ± 52 ab 620 ± 180 ab 595 ± 83 bc 531 ± 41 bc Inpari ± 133 abc 463 ± 91 a 322 ± 53 bc 335 ± 73 abc 678 ± 216 bc 573 ± 116 bc Inpari 4 68 ± 46 bcd 268 ± 132 ab 664 ± 100 ab 1355 ± 94 a 410 ± 95 cd 728 ± 168 bc Inpari ± 64 abc 231 ± 47 ab 646 ± 58 ab 566 ± 75 abc 423 ± 57 cd 651 ± 94 bc Inpari ± 36 cd 160 ± 66 bc 236 ± 64 c 289 ± 25 bc 252 ± 72 de 263 ± 29 d PTB 33 6 ± 2 d 87 ± 22 c 87 ± 36 d 91 ± 40 c 121 ± 42 e 204 ± 38 d a Nilai rataan yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 0,05. b Pelita = inang biotipe 1, IR 26 = inang biotipe 2, IR 42 = inang biotipe 3.

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål adalah serangga yang termasuk dalam Ordo Hemiptera, Subordo Auchenorrhyncha, Superfamili Fulgoroidea, Famili Delphacidae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan Nilai keperidian imago WBC N. lugens brakhiptera dan makroptera biotipe 3 generasi induk yang dipaparkan pada perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Seleksi Tanaman Inang oleh WBC

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Seleksi Tanaman Inang oleh WBC 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Wereng Batang Cokelat Nimfa WBC dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah makroptera (bersayap panjang) yaitu WBC yang mempunyai sayap depan

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian termasuk Indonesia, dimana iklim tropis cocok untuk perkembangan hama. Hama dapat menimbulkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 8% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim

TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim Keragaman iklim merupakan perubahan nilai rerata atau varian dari unsurunsur iklim seperti radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembaban, angin dan sebagainya dalam rentang

Lebih terperinci

III. BAHANDAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan

III. BAHANDAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan III. BAHANDAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Gadingrejo, Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah

Lebih terperinci

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd pertemuan sayap depan. Panjang badan serangga jantan

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi atau beras merupakan komoditas strategis dan sumber pangan utama untuk rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1960 sampai sekarang selalu berupaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2010 di Laboratorium Hama Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) Malang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan bahan 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kebun Percobaan Muara, Bogor dan di laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma Hasil analisis varians menunjukkan bahwa umur tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi peletakan telur,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

PADA EMPAT VARIETAS TANAMAN PADI

PADA EMPAT VARIETAS TANAMAN PADI BIOLOGI Nilaparvata lugens Stall (Homoptera : Delphacidae) PADA EMPAT VARIETAS TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) (Biology of Nilaparvata lugens Stall [Homoptera : Delphacidae] of four varieties of rice plant

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama

Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama TUGAS MATA KULIAH PEMULIAAN TANAMAN Mekanisme Ketahanan, Pola Pewarisan Genetik Dan Screening Pada Varietas Unggul Tahan Hama Dewi Ma rufah Oleh : H0106006 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI Oleh : M Mundir BPKK Nglegok I LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. E. crus-galli merupakan suatu jenis rumput liar yang termasuk gulma tahunan. E. crus-galli termasuk dalam kelas Poales, famili Poaceae (Galinato et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi (Oryza sativa L.) Pentingnya Padi sebagai Tanaman Pangan Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditi pangan yang mendapat prioritas utama dalam pembangunan pertanian karena menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i DAFTAR LAMPIRAN ii I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Keaslian Penelitian 5 C. Tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya tersebar di daerah-daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis di benua Asia, Afrika,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA PADI VARIETAS UNGGUL BARU LAHAN SAWAH IRIGASI

SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA PADI VARIETAS UNGGUL BARU LAHAN SAWAH IRIGASI Agros Vol.16 No.2, Juli 2014: 240-247 ISSN 1411-0172 SERANGAN WERENG BATANG COKLAT PADA PADI VARIETAS UNGGUL BARU LAHAN SAWAH IRIGASI BROWN BARS PLANTHOPPER ATTACK IN NEW SUPERIOR VARIETY RICE CROPS IRRIGATED

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 10 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G24103044 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP FEKUNDITAS, FERTILITAS, DAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL.

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP FEKUNDITAS, FERTILITAS, DAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL. SKRIPSI KAJIAN PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP FEKUNDITAS, FERTILITAS, DAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL.) DI SUKOHARJO Oleh Dyah Wahyuningsih H 0708093 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

RESPONS BERBAGAI VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SERANGAN HAMA WERENG BATANG COKELAT (Nilaparvata lugens Stall.)

RESPONS BERBAGAI VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SERANGAN HAMA WERENG BATANG COKELAT (Nilaparvata lugens Stall.) RESPONS BERBAGAI VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SERANGAN HAMA WERENG BATANG COKELAT (Nilaparvata lugens Stall.) Oleh LIA SUSANTI 12110048 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui tingkat ketahanan galur dan varietas kedelai (G. max L.) berdasarkan karakter morfologi

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KECUBUNG

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KECUBUNG EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KECUBUNG (Datura metel L.) TERHADAP MORTALITAS IMAGO WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BUKU NON TEKS SKRIPSI Oleh:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tanaman pertanian yang diusahakan adalah tanaman padi (Oryza Sativa L.). Tanaman padi (O.sativa) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, karena

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta

Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta KAJIAN PERBEDAAN UMUR TANAM PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS MEKONGGA TERHADAP POPULASI WERENG COKLAT DI DESA DALANGAN KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar

Lebih terperinci