VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT"

Transkripsi

1 VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT 6.1. Pendugaan Fungsi Keuntungan Translog Menurut Shidu and Baanante (1981) bahwa fungsi keuntungan yang direstriksi (persamaan 47) dan persamaan pangsa biaya input variabel yang dalam hal ini pangsa biaya input benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja (persamaan 48-51) diduga secara bersama-sama dengan metode SUR (Seemingly Unrelated Regression) (Zellner, 1962). Hal ini dilakukan, karena pada sistem persamaan tersebut terpaut satu sama lain melalui galat (error term). Fungsi keuntungan bersifat homogen berderajat satu dalam harga produksi dan masukan / input. Di samping itu, fungsi keuntungan translog juga bersifat simetri (Simatupang, 1988; Purwoto, 1990). Oleh karena itu, sebelum menganalisis hasil pendugaan fungsi keuntungan translog, akan terlebih dahulu diuraikan hasil pengujian statistika dan persyaratan produksi Pengujian Statisitika dan Persyaratan Produksi Hasil pengujian model terhadap deteksi multicolinearity, menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah tersebut. Menurut Hanke, et.al., (2001) bahwa kekuatan multicolinearity dapat diukur dengan VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF di atas 10, maka terdapat masalah multicolinearity, dan jika < 10 tidak terdapat masalah multikolinearity. Hasil pengujian atas R 2 sistem dengan metode SUR (R 2 sistem = 0.77) diperoleh nilai VIF sebesar Hasil regresi dengan OLS, nilai r korelasi rata-rata masih dibawah 0.8. Hal ini sebagaimana

2 112 diungkapkan Gujarati (1997), jika r korelasi antara variabel bebas dibawah 0.8, maka tidak terdapat masalah multikolinearity. Selanjutnya untuk pengujian statistik lainnya, karena data yang digunakan pada analisis adalah data time series maka dilakukan uji autokorelasi. Autokorelasi dalam hal ini merupakan korelasi yang terjadi antara anggotaanggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (data time series). Uji yang dilakukan untuk melihat autokorelasi dalam hal ini adalah dengan melihat nilai Durbin Watsonnya (DW). Nilai DW yang diperoleh berkisar antara Batas penerimaan hipotesis nol, yang menyatakan tidak terdapat autokorelasi pada taraf nyata 5 persen adalah antara adalah Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persamaan fungsi keuntungan translog dan persamaan pangsa biaya variabel tidak terdapat masalah autokorelasi. Sementara itu, untuk pengujian persyaratan produksi perlu diketahui bagaimana homogenitasnya, simetri, monotonicity dan convexity. Dalam pendugaan fungsi keuntungan translog dengan normalisasi keuntungan oleh harga output akan dapat terpenuhi sifat fungsi keuntungan homogen berderajat satu (Shidu and Baanante, 1981). Oleh karena itu, dalam estimasi persamaan keuntungan translog dan persamaan pangsa biaya variabel juga dilakukan pembatasan simetri dan homogennya. Kesimetrian hasil atas persamaan share input variabel dari model dapat disajikan pada Lampiran 6. Hasil uji simetri diperoleh F hitung sebesar 2.35 yang tidak nyata pada taraf 5 persen. Hal ini membuktikan bahwa persamaan fungsi keuntungan dan biaya variabel adalah simetri.

3 113 Untuk melihat convexity, digunakan syarat bahwa dugaan koefisien untuk harga sendiri bertanda negatif (Lampiran 6). Selanjutnya persyaratan monotonicity dapat dipenuhi jika dugaan pangsa penerimaan mempunyai tanda positif dan dugaan pangsa biaya variabel memiliki tanda negatif (Weaver, 1983). Pada model yang digunakan ini, diperoleh dugaan pangsa biaya variabel yaitu: biaya variabel benih (S S ), biaya variabel pupuk urea (S U ), biaya variabel pupuk TSP (S T ) dan biaya variabel upah tenaga kerja (S W ) bertanda negatif (Lampiran 7). Oleh karena itu, dengan terpenuhinya persyaratan simetri, linear homogen dalam harga, monotonicity dan convexity, maka hipotesis maksimisasi keuntungan harapan dapat terpenuhi. Dengan demikian model fungsi keuntungan dan pangsa biaya variabel dapat digunakan untuk analisis selanjutnya Analisis Fungsi Keuntungan Translog Pendugaan fungsi keuntungan translog yang dinormalisasi dan direstriksi dilakukan dengan persamaan 47, dan persamaan pangsa biaya variabel pada persamaan (48), (49), (50) dan (51) yang hasilnya akan diuraikan sebagai berikut. Hasil pendugaan fungsi keuntungan translog dengan metode SUR dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil pendugaan fungsi keuntungan translog dan pangsa biaya variabel diperoleh R 2 sebesar Hal ini berarti bahwa peubah-peubah yang dimasukkan sebagai peubah penjelas dapat menjelaskan variasi fungsi keuntungan dan pangsa biaya variabel sebesar 77 persen. Berdasarkan pendugaan parameter fungsi keuntungan seperti pada Tabel 12, berdasarkan uji statistik-t, sebanyak 18 parameter berbeda nyata pada taraf 1 sampai 10 persen.

4 114 Pada model fungsi keuntungan translog tersebut, semua harga input variabel bertanda negatif. Harga benih dan tenaga kerja secara statistik nyata pada taraf 5 dan 10 persen. Hal ini berimplikasi bahwa apabila terjadi kenaikan harga benih dan tenaga kerja akan menurunkan keuntungan yang diperoleh petani. Harga benih jagung kecenderungannya meningkat dari tahun sebesar persen per tahun di Jawa Timur dan persen pertahun di Jawa Barat. Harga benih di Jawa Timur tahun 1985 sebesar Rp 221 per kilogram, dan meningkat pesat menjadi Rp per kilogram pada tahun Hal yang sama dengan di Jawa Barat, dimana harga benih tahun 1985 sebesar Rp 260 per kilogram, dan meningkat pesat menjadi Rp per kilogram pada tahun Peningkatan harga benih karena semakin mahalnya harga benih hibrida, dan sekitar 50 persen petani saat ini hampir telah menggunakan benih jagung hibrida yang diperoleh dari kios saprotan. Untuk upah tenaga kerja kecenderungannya juga meningkat pada kurun waktu sebesar persen per tahun di Jawa Timur dan di Jawa Barat. Upah tenaga kerja di Jawa Timur pada tahun 1985 mencapai Rp 792 per hari kerja, kemudian meningkat pesat menjadi Rp per hari kerja pada tahun Sementara di Jawa Barat, upah tenaga kerja pada tahun 1985 mencapai Rp 779 per hari kerja, kemudian meningkat pesat menjadi Rp per hari kerja pada tahun Semakin meningkatnya upah tenaga kerja disebabkan karena semakin kompetitifnya pasar kerja, sebagai akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk terutama pada usia kerja. Untuk variabel input tetap kecuali biaya lain yaitu luas panen, pengeluaran riset jagung dan infrastruktur jalan semuanya bertanda positif. Hal ini berarti

5 115 bahwa apabila faktor tetap tersebut mengalami peningkatan maka keuntungan usahatani jagung akan meningkat. Misalnya untuk faktor infrastruktur jalan nyata pada taraf 10 persen dan berpengaruh positif terhadap keuntungan, yang berarti jika infrastruktur jalan meningkat maka keuntungan usahatani akan meningkat. Semakin meningkatnya infrastruktur jalan, maka akan semakin mudah bagi petani untuk memasarkan hasil pertanian. Semakin meningkatnya prasarana transportasi akan menyebabkan biaya transportasi akan semakin rendah, serta harga-harga input usahatani juga akan semakin rendah. Selanjutnya, semua variabel interaksi harga sendiri untuk variabel harga input (benih, urea, TSP dan upah tenaga kerja) memiliki tanda negatif. Terutama untuk variabel benih, pupuk urea dan tenaga kerja nyata pada taraf 1 sampai 10 persen. Hal ini berarti bahwa peningkatan harga input variabel benih dan upah tenaga kerja akan menurunkan keuntungan usahatani jagung. Interaksi antara variabel input tetap (kecuali biaya lain), yaitu luas lahan, pengeluaran riset dan panjang jalan bertanda positif. Selanjutnya interaksi antara harga input variabel dengan variabel input tetap secara umum memiliki tanda negatif. Program komputer (SAS 9.1) dan hasil estimasi fungsi keuntungan translog dan pangsa biaya variabel usahatani jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat tahun masing-masing disajikan pada Lampiran 8 dan 9.

6 116 Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Keuntungan Translog di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, Tahun Variabel Parameter P Value dugaan Intercept LNRS Harga Benih (H. Benih) LNRUR Harga Urea (H. Urea) LNRT Harga TSP (H. TSP) LNRW Upah Tenaga Kerja (UTK) LNZ1 Biaya lain (B. lain) LNZ2 Luas Panen (L. Panen) LNZ3 Pengeluaran Riset Jagung (PRJ) LNZ4 Infrastruktur jalan (PJl) LNRS*LNRS Interaksi H. Benih dgn H.Benih LNRUR*LNRUR Interaksi H.urea dgn H. Urea LNRT*LNRT Interaksi H.TSP dgn H. TSP LNRW*LNRW Interaksi UTK dgn UTK LNZ1*LNZ1 Interaksi B.Lain dgn B. Lain LNZ2*LNZ2 Interaksi L.Panen dgn L.Panen LNZ3*LNZ3 Interaksi PRJ dgn PRJ LNZ4*LNZ4 Interaksi PJl dgn PJl LNRS*LNRUR Interaksi H.Benih dgn H. Urea LNRS*LNRT Interaksi H.Benih dgn H. TSP LNRS*LNRW Interaksi H.Benih dgn UTK LNRS*LNZ1 Interaksi H.Benih dgn B. Lain LNRS*LNZ2 Interaksi H.Benih dgn L. Panen LNRS*LNZ3 Interaksi H.Benih dgn PRJ LNRS*LNZ4 Interaksi H.Benih dgn PJl LNRUR*LNRT Interaksi H.Urea dgn H. TSP LNRUR*LNRW Interaksi H.Urea dgn UTK LNRUR*LNZ1 Interaksi H.Urea dgn B. Lain LNRUR*LNZ2 Interaksi H.Urea dgn L. Panen LNRUR*LNZ3 Interaksi H.Urea dgn PRJ LNRUR*LNZ4 Interaksi H.Urea dgn PJl LNRT*LNRW Interaksi H. TSP dgn UTK LNRT*LNZ1 Interaksi H.TSP dgn B. Lain LNRT*LNZ2 Interaksi H.TSP dgn Luas Panen LNRT* LNZ3 Interaksi H.TSP dgn PRJ LNRT*LNZ4 Interaksi H.TSP dgn PJl LNRW*LNZ1 Interaksi UTK dgn B. Lain LNRW*LNZ2 Interaksi UTK dgn L. Panen LNRW*LNZ3 Interaksi UTK dgn PRJ LNRW*LNZ4 Interaksi UTK dgn PJl

7 Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input terhadap Harga Output dan Harga Input Pendugaan elstisitas penawaran output dan permintaan input jagung dihitung berdasarkan persamaan (52), (53), (54), (55), (56), (57) dan (58). Selanjutnya, untuk menguji apakah nilai elastisitas penawaran dan permintaan input berbeda nyata dengan nol digunakan uji t. Bila dianggap pangsa biaya variabel tetap pada tahun tertentu tetap, maka galat baku (standar error) untuk menguji elastisitas digunakan rumus: Se (Seij) = (1/Si*) se (βij) dimana se (seij) adalah galat baku elastisitas penawaran output dan permintaan input komoditas jagung, Si* adalah pangsa biaya variabel i, dan se (βij) adalah standar error untuk koefisien pangsa biaya variabel i pada komoditas jagung. Untuk kepentingan analisis kebijakan yang akan datang, maka nilai elastisitas dihitung pada tahun Berdasarkan hasil perhitungan, nilai elastisitas penawaran dan permintaaan input di provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat disajikan pada Tabel 13 dan Tabel Elastisitas Penawaran Output Elastisitas penawaran output jagung hasil pendugaan meliputi elastisitas penawaran terhadap harga input dan elastisitas terhadap harga sendiri. Di Provinsi Jawa Timur, nilai elastisitas penawaran output (jagung) terhadap harga sendiri bernilai positif yang signifikan pada taraf 5 persen. Elastisitas penawaran output terhadap harga sendiri mempunyai nilai yang elastis yaitu sebesar persen (Tabel 13). Sementara hasil penelitian Hartoyo (1994) memperoleh elastisitas penawaran jagung terhadap harga jagung sendiri sebesar Nilai elastisitas penawaran harga yang elastis tersebut mengindikasikan bahwa respon petani jagung di Jawa Timur terhadap perubahan harga sangat besar. Oleh karena

8 118 itu, perubahan harga jagung akan sangat menentukan kebijakan pengembangan jagung di Jawa Timur. Tabel 13. Dugaan Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input Jagung di Provinsi Jawa Timur, Tahun 2009 Peubah Jagung Benih Pupuk Urea Pupuk TSP T. Kerja Harga Jagung ** (2.3211) * (1.4851) (0.4101) (0.1799) ** (1.7788) Harga Benih * ( ) * ( ) ** ( ) ( ) * ( ) Harga Urea ( ) ** ( ) ( ) * ( ) ( ) Harga TSP ( ) ( ) * ( ) ( ) ** ( ) Upah T. Kerja ** ( ) ** ( ) ( ) * ( ) ** ( ) Biaya Lain ** ( ) ** (-2.32) ** ( ) ** ( ) ( ) Luas Panen ** (2.1870) ** (2.0880) ** (2.2251) * (5.2188) (1.2729) Pengel. Riset Jagung * (1.3515) * (1.3783) * (1.3659) * (1.4951) (1.0636) Infrastruktur jalan * (1.5448) * (1.3601) * (1.9214) * (1.4695) (0.0437) Keterangan: Angka dalam kurung adalah t hitung ***) signifikan pada taraf α = 1 persen **) signifikan pada taraf α = 5 persen *) signifikan pada taraf α = 10 persen Sementara itu, nilai elastisitas penawaran terhadap harga input: benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja seluruhnya bernilai inelastis dan semuanya bertanda negatif, yaitu masing-masing sebesar , , , Hal ini berarti bahwa apabila harga input produksi variabel tersebut meningkat 1 persen, maka penawaran jagung akan menurun masing-

9 119 masing sebesar , , , dan persen. Nilai elastisitas penawaran terhadap harga input variabel (benih dan pupuk) relatif kecil dan inelastis. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan subsidi input seperti subsidi pupuk dan benih kurang berpengaruh terhadap petani dalam menggunakan input tersebut. Petani akan berupaya menggunakan benih dan pupuk sesuai kebutuhannya dan sesuai kemampuan modal usahataninya. Selanjutnya dari keempat input variabel tersebut ternyata hanya benih dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata 10 dan 5 persen terhadap output yang ditawarkan. Hal ini disebabkan karena peningkatan harga benih dan upah tenaga kerja akan sangat mempengaruhi usahatani jagung, mengingat harga benih dan upah tenaga kerja di Jawa Timur yang cenderung mahal dan sangat jauh diatas harga input pupuk. Harga benih dan upah tenaga kerja tahun 2009 di Jawa Timur masing-masing sebesar Rp /kg dan Rp /HK. Sementara itu, dari nilai elastisitas diatas juga dapat diketahui bahwa tenaga kerja memiliki pengaruh terbesar terhadap penawaran jagung, hal ini disebabkan proporsi biaya tenaga kerja terhadap biaya produksi mencapai 66 persen dan proporsinya paling tinggi dari seluruh input yang digunakan pada usahatani jagung di Jawa Timur (Lampiran 10). Sementara itu, di Provinsi Jawa Barat (Tabel 14), terlihat bahwa nilai elastisitas penawaran output terhadap harga sendiri juga elastis dengan nilai dan nyata pada taraf 1 persen. Hal ini berarti bahwa jika harga jagung meningkat 1 persen maka penawaran jagung akan meningkat sebesar persen. Nilai elastisitas penawaran harga yang elastis tersebut dalam hal ini juga mengindikasikan bahwa respon petani jagung di Jawa Barat terhadap perubahan

10 120 harga sangat besar. Oleh karena itu, perubahan harga jagung akan sangat menentukan kebijakan pengembangan jagung di Jawa Barat. Nilai elastisitas penawaran terhadap harga input (benih, urea, dan TSP) di Provinsi Jawa Barat juga seluruhnya bernilai inelastis dan bertanda negatif yaitu masing-masing sebesar , , dan Untuk tenaga kerja nilai elastisitasnya (hampir elastis). Hasil penelitian Chaudary, et. al., (1998) memperoleh elatisitas penawaran output tanaman pangan terhadap tenaga kerja adalah elastis (1.12). Sementara itu, nilai elastisitas penawaran terhadap harga input variabel (benih dan pupuk) relatif kecil dan inelastis. Seperti telah dianalisis di Provinsi Jawa Timur, bahwa hal ini juga mengindikasikan bahwa kebijakan subsidi input seperti subsidi pupuk dan benih kurang berpengaruh terhadap petani dalam menggunakan input tersebut. Petani akan berupaya menggunakan benih dan pupuk sesuai kebutuhannya dan sesuai kemampuan modal usahataninya. Harga input benih dan tenaga kerja masing-masing nyata pada taraf 5 dan 10 persen terhadap penawaran jagung di Jawa Barat. Nilai elastisitas benih dan tenaga kerja sebesar dan menunjukan bahwa jika harga benih dan upah tenaga kerja masing-masing meningkat sebesar 1 persen, maka penawaran jagung akan menurun masing-masing sebesar persen dan persen. Adapun penyebabnya adalah karena peningkatan harga benih dan upah tenaga kerja akan sangat mempengaruhi usahatani jagung, mengingat harga benih dan upah tenaga kerja di Jawa Barat yang juga cenderung mahal dan sangat jauh diatas harga input pupuk. Harga benih dan upah tenaga kerja tahun 2009 di Jawa Barat masing-masing sebesar Rp /kg dan Rp /HK. Semakin meningkatnya upah tenaga kerja pada usahatani jagung dapat disebabkan oleh banyaknya tenaga

11 121 kerja terutama di kalangan generasi muda di pedesaan yang lebih memilih bekerja di sektor non pertanian, sehingga untuk memperoleh tenaga kerja usahatani di pedesaan relatif makin sulit. Oleh karena itu, upah tenaga kerja di sektor pertanian (pangan) semakin berkompetitif dengan upah di sektor non pertanian (industri dan jasa). Seperti halnya di Jawa Timur, maka di Jawa Barat pun nilai elastisitas tenaga kerja memiliki pengaruh terbesar terhadap penawaran jagung, hal ini disebabkan proporsi biaya tenaga kerja terhadap biaya produksi mencapai 85 persen dan proporsinya paling tinggi dari seluruh input yang digunakan pada usahatani jagung di Jawa Timur (Lampiran 11). Tabel 14. Dugaan Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input Jagung di Provinsi Jawa Barat, Tahun 2009 Peubah Jagung Benih Pupuk Urea 1. Harga Jagung *** ** (3.7154) (1.7765) (0.6564) 2. Harga Benih ** ** *** ( ) ( ) ( ) 3. Harga Urea *** ** ( ) ( ) ( ) 4. Harga TSP * ( ) ( ) ( ) 5. Upah T. Kerja * *** * ( ) ( ) ( ) 6. Biaya Lain ** *** *** ( ) ( ) ( ) 7. Luas Panen ** ** ** (1.9117) (2.2857) (2.3834) 8. Pengeluaran *** * * Riset Jagung (2.1314) (1.4585) (1.3535) 9. Infrastruktur * * * jalan (1.3522) (1.3501) (1.4302) Keterangan: Angka dalam kurung adalah t hitung ***) signifikan pada taraf α = 1 persen **) signifikan pada taraf α = 5 persen *) signifikan pada taraf α = 10 persen Pupuk TSP (0.2879) ( ) * ( ) ( ) *** ( ) *** ( ) *** (2.3538) (1.4682) * (1.4652) T. Kerja * (1.4467) *** ( ) * ( ) *** ( ) *** ( ) * ( ) (1.2082) (1.0348) (1.1864)

12 Elastisitas Permintaan Input Permintaan input variabel dapat berubah-ubah tergantung pada harga input itu sendiri atau harga input variabel lain. Persentase perubahan jumlah yang diminta akibat perubahan harga input disebut dengan elastisitas permintaan harga input. Elastisitas ini sebagaimana telah diuraikan sebelumnya terdiri atas elastisitas harga sendiri (own elasticities) dan harga silang (cross elasticities). Secara ekonomi tanda dari nilai nilai elastisitas silang dapat menunjukkan hubungan antara produk yang satu dengan yang lainnya. Hubungan yang dimaksud dapat berupa substitusi (saling mengganti) dan komplemen (saling melengkapi). Jika nilai elastisitas silangnya bertanda negatif, maka hubungan antar produk tersebut bersifat komplemen namun jika elastisitas silangnya bertanda positif maka bersifat substitusi (Pindyck and Rubinfeld. 2005). Elastisitas permintaan input di Provinsi Jawa Timur seperti disajikan pada Tabel 13 diketahui bahwa nilai elastisitas benih terhadap harga sendiri sebesar Artinya bahwa setiap kenaikan satu persen harga benih maka permintaan benih menurun sebesar persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa petani kurang responsif terhadap perubahan harga benih dalam menentukan keputusan penggunaan benih. Elastisitas permintaan benih terhadap diri sendiri berbeda nyata dengan nol. Faktor yang menyebabkannya adalah karena harga benih yang cenderung meningkat, yaitu sebesar persen per tahun pada periode , sehingga meskipun harga benih mahal petani tetap membeli benih dan dengan kemampuan modal terbatas maka jumlah benih yang dibelinya akan berkurang. Sementara elastisitas permintaan benih dipengaruhi oleh perubahan harga urea dan tenaga kerja. Elastisitas silangnya dengan urea dan tenaga kerja

13 123 masing-masing sebesar dan Dalam hal ini apabila harga benih naik 1 persen maka akan menurunkan permintaan urea sebesar persen dan tenaga kerja sebesar persen. Hal ini dilakukan petani untuk mendapatkan produksi maksimal sesuai kemampuan modal petani. Elastisitas pupuk urea terhadap harga sendiri tidak berbeda nyata dengan nol, dengan nilai elastisitas sebesar (inelastis). Hal ini berarti bahwa petani tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk urea dalam menentukan penggunaan pupuk urea. Besaran nilai elastisitas tersebut berarti bahwa jika harga pupuk urea naik sebesar 1 persen maka jumlah permintaan pupuk urea turun sebesar Hasil penelitian Hartoyo (1994) menyimpulkan bahwa elastisitas permintaan pupuk urea terhadap harga sendiri tidak berbeda nyata dengan nol, dengan nilai elastisitas sebesar Sementara hasil penelitian Siregar (2007), mendapatkan nilai elastisitas harga sendiri permintaan pupuk sebesar Namun demikian, permintaan pupuk urea ini dipengaruhi oleh perubahan harga benih dan pupuk TSP. Elastisitas silang permintaan pupuk urea terhadap benih dan pupuk TSP adalah dan (bersifat komplementer). Dalam hal ini apabila harga pupuk urea meningkat 1 persen maka akan menurunkan permintaan benih sebesar persen dan menurunkan permintaan pupuk TSP sebesar persen. Selanjutnya elastisitas permintaan pupuk TSP terhadap harga sendiri di Provinsi Jawa Timur sebesar (inelastis), dan tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani juga tidak responsif terhdap perubahan harga pupuk TSP dalam menggunakan pupuk TSP. Nilai elastisitas berarti jika harga pupuk TSP meningkat sebesar 1 persen

14 124 maka permintaan pupuk TSP tmenurun sebesar persen. Permintaan pupuk TSP ini dipengaruhi oleh perubahan harga pupuk urea dan upah tenaga kerja. Elastisitas silang permintaan pupuk TSP terhadap pupuk urea dan tenaga kerja adalah inelastis yaitu masing-masing sebesar dan (keduanya bersifat komplementer). Dalam hal ini jika harga pupuk TSP meningkat 1 persen, maka akan menurunkan penggunaan pupuk urea dan tenaga kerja masing-masing sebesar dan persen. Elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap upah tenaga kerja diperoleh sebesar dan berbeda nyata dengan nol pada taraf 5 persen. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan upah tenaga kerja sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan tenaga kerja sebesar persen. Temuan ini mengindikasikan bahwa petani responsif terhadap perubahan upah tenaga kerja dalam menggunakan tenaga kerja pada usahataninya. Permintaan tenaga kerja di pengaruhi oleh harga benih dan pupuk TSP secara nyata pada taraf 5 persen. Elastisitas silang tenaga kerja terhadap benih dan TSP masing-masing sebesar dan atau bersifat komplementer. Dengan demikian, jika upah tenaga kerja naik sebesar 1 persen maka permintaan benih akan turun sebesar persen dan permintaan pupuk TSP turun sebesar persen. Sementara itu, elastisitas permintaan input di Provinsi Jawa Barat seperti disajikan pada Tabel 14 terungkap bahwa elastisitas permintaan benih terhadap harga sendiri dan harga output berbeda nyata dengan nol pada taraf 5 persen. Nilai elastisitas benih terhadap harga sendiri sebesar , yang berarti jika harga benih meningkat 1 persen maka permintaan benih akan menurun sebesar persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa bahwa petani kurang responsif

15 125 terhadap perubahan harga benih dalam menentukan keputusan penggunaan benih. Faktor yang menyebabkannya adalah karena harga benih yang cenderung meningkat, yaitu sebesar persen per tahun pada periode , sehingga meskipun harga benih mahal petani tetap membeli benih sesuai dengan kemampuan modal yang dimilikinya. Sementara elastisitas permintaan benih dipengaruhi oleh perubahan harga pupuk urea dan upah tenaga kerja. Elastisitas silang benih terhadap pupuk urea dan upah tenaga kerja inelastis yaitu sebesar masing-masing dan Dengan demikian bila harga benih meningkat 1 persen maka permintaan urea dan tenaga kerja masing-masing akan menurun sebesar persen dan persen. Elastisitas pupuk urea terhadap harga sendiri sebesar dan berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 5 persen. Dengan demikian, setiap kenaikan 1 persen harga pupuk urea maka permintaan pupuk urea meningkat sebesar persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa petani tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk urea dalam menentukan penggunaan pupuk urea. Permintaan pupuk urea ini juga dipengaruhi oleh perubahan harga benih, harga pupuk TSP dan upah tenaga kerja. Nilai elastisitas silang permintaan pupuk urea terhadap benih adalah sebesar dan terhadap tenaga kerja yaitu sebesar dan terhadap pupuk TSP sebesar Dengan demikian terdapatnya peningkatan harga pupuk urea 1 persen akan menyebabkan permintaan benih turun sebesar persen dan permintaan tenaga kerja turun sebesar persen, dan penurunan penggunaan pupuk TSP sebesar persen. Pupuk urea dan TSP bersifat komplementer.

16 126 Selanjutnya elastisitas permintaan pupuk TSP terhadap harga sendiri sebesar (inelastis) dan tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani jagung di Jawa Barat juga tidak responsif terhdap perubahan harga pupuk TSP dalam menggunakan pupuk TSP. Nilai elastisitas berarti jika harga pupuk TSP meningkat sebesar 1 persen maka permintaan pupuk TSP tmenurun sebesar persen. Permintaan pupuk TSP ini dipengaruhi oleh perubahan upah tenaga kerja dan harga pupuk urea. Elastisitas silang permintaan pupuk TSP terhadap tenaga kerja adalah (bersifat komplementer) dan elastisitas silang terhadap pupuk urea juga sebesar Dengan demikian bila harga pupuk TSP meningkat 1 persen, maka akan menurunkan permintaan tenaga kerja sebesar persen dan menurunkan permintaan pupuk urea sebesar persen. Elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap upah tenaga kerja sebesar (elastis) dan berbeda nyata dengan nol pada taraf 5 persen. Nilai elastisitas tersebut berarti setiap kenaikan 1 persen upah tenaga kerja maka akan meningkatkan permintaan tenaga kerja sebesar persen. Temuan ini mengindikasikan bahwa petani responsif terhadap perubahan upah tenaga kerja dalam menggunakan tenaga kerja pada usahataninya. Permintaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh perubahan harga benih, harga pupuk urea dan pupuk TSP. Elastisitas silang tenaga kerja terhadap benih, pupuk urea dan pupuk TSP masingmasing sebesar , dan atau bersifat komplementer. Dengan demikian, jika harga pupuk urea meningkat 1 persen, maka penggunaan benih akan turun sebesar persen, penggunaan pupuk urea dan pupuk TSP akan turun masing-masing sebesar dan persen.

17 127 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa elastisitas harga jagung terhadap permintaan input benih dan pupuk (urea dan TSP) lebih elastis jika dibandingkan dengan elastisitas harga sendiri permintaan input benih dan pupuk baik di Provinsi Jawa Timur maupun di Provinsi Jawa Barat. Hal ini berarti bahwa untuk meningkatkan penggunaan input benih terutama benih unggul dan pupuk akan lebih efektif dengan meningkatkan harga jagung dibandingkan dengan menurunkan (mensubsidi) harga benih dan pupuk. Oleh karena itu, kebijakan peningkatan harga jagung dipandang lebih tepat dalam mendorong peningkatan produksi jagung dibandingkan dengan kebijakan subsidi harga input Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input terhadap Pengeluaran Riset dan Pengembangan Jagung serta Infrastruktur Jalan Pada sub bab ini, disajikan elasatisitas penawaran output terhadap faktor tetap yang mencakup biaya lain, luas panen, pengeluaran riset jagung dan infrastruktur jalan. Fokus bahasan elastisitas terutama pada faktor pengeluaran riset jagung dan infrastruktur jalan. Nilai elastisitas yang dihitung untuk tahun 2009 seperti disajikan pada Tabel 13 untuk Provinsi Jawa Timur dan Tabel 14 untuk provinsi Jawa Barat Elastisitas Penawaran Output Di Provinsi Jawa Timur, elastisitas penawaran jagung terhadap perubahan pengeluaran riset jagung dan infrastruktur jalan adalah sebesar dan dan memiliki pengaruh nyata pada taraf 10 persen. Dalam hal ini setiap peningkatan 1 persen pengeluaran riset jagung dan infrastruktur jalan maka

18 128 penawaran jagung akan naik masing-masing sebesar persen dan persen. Nilai elastisitas penawaran terhadap pengeluaran riset hampir elastis, sehingga peningkatan anggaran riset dan pengembangan akan berpotensi besar dalam peningkatan penawaran jagung di Jawa Timur. Anggaran riset dan pengembangan jagung khusus pada lembaga pemerintah saat ini masih terbatas. Pada tahun 2009 anggaran riset jagung di lingkup penelitian dan pengembangan pertanian hanya sekitar 1.60 dari total anggaran riset keseluruhan pertanian. Namun demikian, dengan keterbatasan anggaran masih dapat meningkatkan penawaran jagung di Provinsi Jawa Timur. Peningkatan anggaran riset dan pengembangan khususnya untuk pengembangan komoditas jagung dapat mencakup untuk uji adaptasi spesifik lokasi pengembangan jagung unggul, penyebarluasan varietas unggul, penyebarluasan teknologi budidaya jagung spesifik lokasi dan sebagainya. Menurut Mosher (Mubyarto,1989) bahwa teknologi yang selalu berubah merupakan salah satu syarat mutlak bagi pembangunan pertanian. Salah satu indikator perubahan teknologi adalah dengan melihat dampak dari perubahan riset misalnya untuk komoditas jagung, sehingga dengan makin besarnya pengeluaran riset jagung diharapkan makin besar peluang meningkatkan teknologi, dan pada gilirannya dapat meningkatkan produksi jagung. Menurut hasil penelitian Nagy and Alam (2000) bahwa terdapatnya riset atas varietas unggul (teknologi baru) untuk komoditas-komoditas seperti padi, gandum dan kentang di Bangladesh akan diadopsi petani terutama bagi yang

19 129 memberikan dampak peningkatan hasil yang peroleh petani dibandingkan dengan varietas (teknologi) yang lama (sebelumnya). Sementara nilai elastisitas penawaran terhadap infrastruktur jalan adalah elastis. Tingginya nilai elastisitas tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kuantitas dan kualitas sarana transportasi jalan memiliki pengaruh dan potensi besar terhadap peningkatan produksi pertanian. Menurut Delis (2011) bahwa pembangunan infrastruktur seperti jalan memiliki dampak besar terhadap pendapatan kelompok rumah tangga berpenghasilan rendah di perkotaan dan perdesaan sehingga mendorong terjadinya redistribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga dan antara desa dan kota. Selain itu, infrastruktur jalan yang disediakan pemerintah kabupaten berperan penting dalam mendukung aktivitas ekonomi di wilayah sentra produksi. Hal yang sama di Provinsi Jawa Barat, seperti disajikan pada Tabel 14 bahwa elastisitas penawaran terhadap pengeluaran riset dan infrastruktur jalan adalah dan dan memiliki pengaruh nyata pada taraf nyata 1 dan 10 persen. Untuk pengeluaran riset jagung, jika naik 1 persen, maka penawaran jagung akan meningkat sebesar persen. Sementara untuk infrastruktur jalan, jika terjadi peningkatan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penawaran jagung sebesar persen. Nilai elastisitas penawaran terhadap pengeluaran riset hampir elastis, sehingga peningkatan anggaran riset dan pengembangan akan berpotensi besar dalam peningkatan penawaran jagung di Jawa Barat. Begitupula halnya dengan nilai elastisitas penawaran terhadap infrastruktur jalan yang elastis mengindikasikan bahwa peningkatan kuantitas dan kualitas sarana transportasi

20 130 jalan memiliki pengaruh dan potensi besar terhadap peningkatan produksi pertanian. Menurut hasil penelitian Wahab (2009) bahwa peningkatan infrastruktur jalan pada suatu wilayah di Sulawesi Selatan berperan penting dalam kegiatan ekonomi wilayah yaitu berupa peningkatan distribusi pangan, perdagangan dan bisnis yang berguna bagi pertumbuhan ekonomi wilayah. Hasil penelitian lainnya yaitu Dhakal (2009) mengungkapkan bahwa ketika infrastruktur jalan buruk di lokasi penelitian Davao Filipina maka partisipasi petani terhadap akses pasar terbatas, sehingga motivasi petani untuk meningkatkan produksi pertanian juga terbatas Elastisitas Permintaan Input Di Provinsi Jawa Timur, elastisitas permintaan input (benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja) akibat perubahan pengeluaran riset masing-masing sebesar , , , dan serta memiliki pengaruh yang nyata untuk permintaan input benih dan pupuk. Artinya setiap peningkatan pengeluaran riset 1 persen akan menyebabkan peningkatan permintaan keempat input diatas masing-masing sebesar , , , dan persen. Sementara itu, elastisitas permintaan input (benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja) akibat perubahan infrastruktur jalan permintaan input masing-masing sebesar , , dan Artinya setiap peningkatan infrastruktur jalan 1 persen akan menyebabkan peningkatan permintaan keempat input diatas masing-masing sebesar , , dan persen. Dengan demikian permintaan input responsif terhadap peningkatan infrastruktur jalan.

21 131 Hal yang sama di Provinsi Jawa Barat, elastisitas permintaan input (benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja) akibat perubahan pengeluaran riset masing-masing sebesar , , dan serta memiliki pengaruh yang nyata untuk permintaan input benih dan pupuk urea. Artinya setiap peningkatan pengeluaran riset 1 persen akan menyebabkan peningkatan permintaan keempat input diatas masing-masing sebesar , , dan persen. Selanjutnya elastisitas permintaan input (benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja) akibat perubahan infrastruktur jalan masing-masing sebesar , , 1.555, dan Artinya setiap peningkatan infrastruktur jalan 1 persen akan menyebabkan peningkatan permintaan keempat input diatas masing-masing sebesar , , 1.555, dan persen. Dengan demikian permintaan input di Provinsi Jawa Barat responsif terhadap peningkatan infrastruktur jalan. Melihat besarnya nilai elastisitas terutama infrastruktur jalan di kedua provinsi yang rata-rata positif diatas satu menunjukkan potensi peningkatan permintaan input cukup besar jika terjadi peningkatan infrastruktur jalan. Semakin meningkatnya infrastruktur jalan terutama di pedesaan akan menyebabkan mudahnya memperoleh input usahatani dan biaya transportasi menjadi murah, sehingga akan mendorong peningkatan penggunaan input terutama benih dan pupuk untuk kebutuhan usahatani jagung Bias Perubahan Teknologi Teknologi produksi senantiasa berkembang dari waktu ke waktu yang ada memiliki pengaruh terhadap kegiatan berusahatani, terutama dalam mengalokasikan penggunaan faktor produksi. Hicks membedakan pengaruh

22 132 perubahan teknologi dalam tiga pengaruh, yaitu perubahan teknologi yang mengarah pada padat modal, padat tenaga kerja dan netral. Faktor produksi / input usahatani jagung yang dimasukkan ke dalam model adalah benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja. Oleh karena itu, bias perubahan teknologi yang akan dilihat adalah antara benih-urea, benih-tsp, pupuk urea-tenaga kerja, dan pupuk TSP-Tenaga kerja. Dalam penelitian, perubahan teknologi digunakan indikator pengeluaran riset untuk jagung. Hasil perhitungan bias perubahan teknologi disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Bias Perubahan Teknologi Jagung dengan Indikator Pengeluaran Riset Jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, Tahun Provinsi/Tahun Benih-Urea Benih-TSP Urea-Tenaga Kerja A. Jawa Timur (0.0522) (0.0058) ( ) (0.0189) (0.0052) ( ) (0.0292) (0.0059) ( ) (0.0527) (0.0062) ( ) (0.0502) (0.0049) ( ) B. Jawa Barat (0.0264) (0.0051) ( ) (0.0317) (0.0059) ( ) (0.0257) (0.0046) ( ) (0.0429) (0.0041) ( ) (0.0522) (0.0040) (0.0026) Keterangan: Angka dalam kurung adalah t hitung ***) signifikan pada taraf α = 1 persen **) signifikan pada taraf α = 5 persen *) signifikan pada taraf α = 10 persen TSP-Tenaga Kerja ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ) (0.5114) ( ) ( ) (1.1059)

23 133 Berdasarkan Tabel 15 tersebut, dengan menggunakan indikator pengeluaran riset dan pengembangan baik di Provinsi Jawa Timur maupun Jawa Barat bahwa koefisiennya perubahan teknologi pada usahatani jagung mendekati nol. Hasil uji-t, ternyata nilai t hitung untuk semua koefisien lebih kecil dari nilai tabel t pada taraf 10 persen. Hal ini berarti bahwa perubahan teknologi dalam usahatani jagung cenderung netral. Hasil ini senada dengan hasil penelitian Hartoyo (1994) yang menyimpulkan bahwa dengan menggunakan indikator pengeluaran riset tanaman pangan di Jawa, maka perubahan teknologi dalam tanaman pangan di Jawa juga cenderung netral. Dengan demikian perubahan teknologi dalam usahatani jagung akan diikuti oleh perubahan faktor produksi yang satu dengan yang lainnya dalam proporsi yang sama. Perubahan teknologi cenderung bersifat netral pada kegiatan usahatani jagung, artinya perubahan teknologi cenderung proporsional dengan perubahan faktor produksi yang digunakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa alasan: (1) pada umumnya usahatani jagung di kedua provinsi berskala kecil, dimana berdasarkan data BPS (2009) persentase rumahtangga petani jagung yang tidak berlahan sendiri dan kurang dari 0.5 hektar mencapai persen di Jawa timur dan 96.5 persen di Jawa Barat, (2) secara umum modal usahatani bersumber dari hasil usahatani sendiri, sehingga sulit untuk lebih mengembangkan usahataninya, (3) usahatani pada umumnya dilakukan dengan lebih mengandalkan tenaga kerja keluarga, karena keterbatasan modal rumahtangga petani dan ratarata lahan usahatani yang dikelola petani berskala kecil, (4) rendahnya skala usahatani pada usahatani jagung menyebabkan kurang berkembangnya mekanisasi dalam mendukung kegiatan usahatani seperti pada proses panen dan pasca panen,

24 134 (5) teknologi yang diterapkan oleh petani secara umum dalam upaya peningkatan produksi merupakan teknologi konvensional yang belum mampu menghasilkan peningkatan produktivitas jagung yang tinggi, seperti halnya produktivitas petani jagung di negara produsen yang sudah maju, dan (6) petani lebih cenderung menjual hasil tidak lama setelah panen, karena desakan kebutuhan hidup dan belum melakukan pengolahan hasil jagung lebih lanjut. Dengan terdapatnya alasan-alasan tersebut diatas, maka solusi dalam pengembangan usahatani antara lain melalui: (1) peningkatan skala pengelolaan usahatani melalui konsolidasi manajemen pengelolaan dan pemberdayaan gabungan kelompok tani dengan aturan legal formal yang mendukungnya, (2) peningkatan akses terhadap kredit permodalan usahatani dalam wadah kelompok tani/gabungan kelompok tani yang telah berbadan hukum, (3) memfasilitasi kemitraan yang saling menguntungkan antara kelompok tani/gabungan kelompok tani dengan pihak lain terutama terkait pemasaran hasil dan pembinaan usahatani yang berkesinambungan, (4) peningkatan pemanfaatan lahan-lahan (termasuk lahan tidur) yang ada untuk meningkatkan skala pengusahaan lahan usahatani khususnya untuk usahatani jagung, (5) mendorong pengembangan teknologi peningkatan produktivitas secara modern dan mendiseminasikannya terhadap petani, sehingga dapat menghasilkan produktivitas jagung seperti halnya produktivitas petani jagung di negara produsen yang sudah maju, dan (6) mendorong penciptaan nilai tambah ditingkat petani agar tidak hanya menjual jagung sebagai bahan baku industri semata, namun perlu melakukan dukungan pengolahan jagung melalui bantuan sarana dan prasarana pengolahan sehingga dapat menjual jagung dalam bentuk olahan.

KAJIAN PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN DAN RESPON PENAWARAN OUTPUT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITAS JAGUNG DI PROVINSI JAMBI

KAJIAN PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN DAN RESPON PENAWARAN OUTPUT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITAS JAGUNG DI PROVINSI JAMBI KAJIAN PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN DAN RESPON PENAWARAN OUTPUT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITAS JAGUNG DI PROVINSI JAMBI Saidin Nainggolan, Sa ad Murdy dan Adlaida Malik Dosen Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT

ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT HASIL PENDUGAAN lrjngsi KEUNTUNGAN ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT Pendugaan Fungsi Keuntungan Oleh karena jumlah parameter yang diduga jauh lebih banyak dari jumlah pengamatannya maka

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Data dan Surnber Data

METODE PENELITIAN. Data dan Surnber Data METODE PENELITIAN Data dan Surnber Data Berdasarkan kelengkapan data yang tersedia maka penelitian ini hanya dilakukan untuk Pulau Jawa, yaitu Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Komoditas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Fungsi Produksi dan Keuntungan Fungsi produksi merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan teknis antara input dan output (Debertin, 1986). Dalam proses produksi pertanian

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN DAN SARAN Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi telah dilakukan de- ngan berbagai cara, seperti kebijakan harga dasar dan subsidi harga pupuk, pemba- ngunan infrastruktur irigasi

Lebih terperinci

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 7.1 Permintaan LPG Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Permintaan LPG pedagang

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Padi Hingga saat ini beras masih menduduki peringkat pertama dalam konsumsi pangan rumahtangga. Selama beras masih menjadi makanan pokok penduduk Indonesia maka

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 199 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan 37 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan Semadam dan Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Aceh Dimana

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Semangka merah tanpa biji adalah salah satu buah tropik yang diproduksi dan

III. METODE PENELITIAN. Semangka merah tanpa biji adalah salah satu buah tropik yang diproduksi dan 49 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup seluruh pengertian yang digunakan untuk keperluan analisis dan menjawab tujuan yang telah

Lebih terperinci

Government Policy on Output and Input Prices for Corn Production Enhancement

Government Policy on Output and Input Prices for Corn Production Enhancement KEBIJAKAN HARGA OUTPUT DAN INPUT UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI JAGUNG Government Policy on Output and Input Prices for Corn Production Enhancement Adang Agustian 1, Sri Hartoyo 2, Kuntjoro 3, dan Made Oka

Lebih terperinci

KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH

KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Oleh: Adreng Purwoto dan Muchjidin Rachmato Abstrak Tulisan ini melihat tingkat

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan, dan kecukupan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series dan untuk pembahasan juga dikumpulkan informasi kualitatif hasil diskusi dengan Dinas

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam lingkup wilayah Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 101 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN GULA DI PASAR DOMESTIK DAN DUNIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan gula Indonesia dalam penelitian

Lebih terperinci

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Variabel Penelitian Statistika deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan objek penelitian yang diambil dari sampel atau populasi sehingga

Lebih terperinci

PENDUGAAN ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT USAHATANI JAGUNG

PENDUGAAN ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT USAHATANI JAGUNG Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012, hlm.247-259 PENDUGAAN ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT USAHATANI JAGUNG Adang Agustian 1 dan Sri Hartoyo 2 1 Pusat Sosial

Lebih terperinci

Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran

Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran 173 Rataratratratrata Rata- Rata- Rata- % % % % Pangan dibeli dari pasar 2562 29.95 3104 29.65 4092 26.19 3263 28.17 Pangan disediakan sendiri 1102 12.88 1380 13.19 2551 16.32 1682 14.52 Total pangan 3664

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja, PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tembakau merupakan bahan baku utama pada industri rokok. Usahatani

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tembakau merupakan bahan baku utama pada industri rokok. Usahatani 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usahatani tembakau dinilai memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena komoditas tembakau merupakan bahan baku utama pada industri rokok. Usahatani tembakau

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS RESPONS PENAWARAN PADI DAN PERMINTAAN INPUT PADI DI INDONESIA PERIODE OLEH RENNY FITRIA SARI H

ANALISIS RESPONS PENAWARAN PADI DAN PERMINTAAN INPUT PADI DI INDONESIA PERIODE OLEH RENNY FITRIA SARI H ANALISIS RESPONS PENAWARAN PADI DAN PERMINTAAN INPUT PADI DI INDONESIA PERIODE 1969-2006 OLEH RENNY FITRIA SARI H14051387 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG LAMPIRAN Lampiran 1 KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG 1. Keadaan Umum Responden 1.1. Identitas Responden 1. Nama : (L / P) 2. Umur : tahun 3. Alamat : RT /

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. terdiri dari sawi, kol, wortel, kentang, dan tomat.

III. METODE PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. terdiri dari sawi, kol, wortel, kentang, dan tomat. 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional 1. Konsep Dasar Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data

4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data 29 4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan deret waktu (time series), dari tahun 1985 hingga 2011. Adapun sumbersumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai divisi produksi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Model Fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai diperoleh melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan output

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan daerah sentra produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series, yang merupakan data bulanan dari tahun 005 sampai 008, terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 )

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 ) 97 BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL 5.1. Hasil Estimasi Model Persentase Penduduk Miskin Absolut (P 0 ) Head count index (P 0 ) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan ialah metode penelitian eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris merupakan penelitian yang bersifat noneksploratif,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Situ Cipondoh yang terletak di Kecamatan Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai obyek

Lebih terperinci

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5.1 Determinan Ketahanan Pangan Regional Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui determinan ketahanan pangan regional di 38 kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-2015.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) I. Gunarto, B. de Rosari dan Joko Triastono BPTP NTT ABSTRAK Hasil penelitian menunjukan

Lebih terperinci