SKRIPSI KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK"

Transkripsi

1 SKRIPSI KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Oleh INTAN AMALIA NIM PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

2 SKRIPSI KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Oleh INTAN AMALIA NIM PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 ii

3 KESULITAN MEMBACA KATA PADA ANAK DISLEKSIA USIA 7-12 TAHUN DI SEKOLAH INKLUSIF GALUH HANDAYANI SURABAYA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Oleh INTAN AMALIA NIM PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 iii

4

5

6 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hi dayah-nya s ehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang b erjudul Kesulitan M embaca K ata p ada A nak D isleksia U sia 7-12 T ahun di S ekolah Inklusif Galuh H andayani S urabaya: Kajian Psikolinguistik. S holawat s erta salam p eneliti sampaikan k epada N abi M uhammad S AW b eserta k eluarga d an para sahabatnya yang telah memberikan jalan menuju kebenaran. Penelitian i ni be rusaha untuk m endeskripsikan kesulitan m embaca ka ta dasar dan k ata be ntukan pa da a nak-anak di sleksia di S ekolah Inklusif G aluh Handayani Surabaya. Penelitian ini akan memaparkan bentuk kesulitan membaca kata p ada s ubjek d engan m enjelaskan l etak k esulitan k etika m embaca s erta perubahan pola kata yang dibaca oleh subjek. Penyusunan s kripsi i ni m erupakan s alah s atu s yarat unt uk m emperoleh gelar sarjana p ada P rogam S tudi S astra Indonesia F akultas Ilmu B udaya Universitas A irlangga. P eneliti d apat m enyelesaikan s kripsi i ni t idak l epas da ri bantuan, m otivasi, da n b imbingan da ri be rbagai pi hak. O leh ka rena i tu, pe neliti mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada: 1. Ibu Diah A riani A rimbi, S.S., M.A., P h.d., s elaku D ekan F akultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2. Dra. D wi H andayani, M.Hum., s elaku K etua P rogam S tudi S astra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, sekaligus selaku dosen wali, 3. Drs. Tubiyono, M.Si., selaku dosen pembimbing, vi

7 4. Seluruh dosen pengajar Sastra Indonesia Universitas Airlangga, 5. Seluruh pihak di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya dan narasumber yang memberikan data dan informasi untuk terseleseinya skripsi ini, 6. Kedua o rang tua yang telah memberikan kasih s ayang d an motivasi terbesar dalam penyeleseian skripsi ini, 7. Seluruh ke luarga pe neliti yang t urut m endukung da n m emberikan s emangat dalam penyeleseian skripsi ini, 8. Lidia, Yulies, Vitta, dan Hasyim yang selalu menjadi sahabat terbaik selama empat tahun dan berjuang bersama dalam menyelesaikan skripsi, 9. Seluruh teman-teman Sastra Indonesia Universitas Airlangga Skripsi i ni m asih ba nyak ke kurangan, s ehingga pe neliti m engharapkan berbagai kr itik da n s aran da ri b erbagai pi hak. Peneliti ju ga berharap s kripsi i ni dapat memberi banyak ilmu dan manfaat bagi pembacanya. Surabaya, 22 Juni 2016 Peneliti vii

8

9 ABSTRAK Penelitian in i bertujuan unt uk m endeskripsikan ke sulitan m embaca k ata pada anak disleksia baik kata dasar maupun kata bentukan. Kemampuan membaca orang n ormal d engan penderita d isleksia t entu b erbeda. P enelitian i ni ak an mendeskripsikan k esulitan m embaca k ata d asar d an k ata bentukan de ngan menjelaskan bentuk dan letak kesulitan membaca yang dialami anak disleksia usia 7-12 t ahun di S ekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya. Metode y ang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data d ilakukan d engan observasi at au p engamatan l angsung k epada an ak-anak yang m engalami d isleksia s elama k egiatan b elajar yang t elah d itetapkan p ihak Sekolah I nklusif G aluh Handayani S urabaya. Hasil pe nelitian i ni m enunjukkan kesulitan m embaca k ata d asar d an k ata b entukan b erasal d ari b erbagai m acam kelas ka ta yaitu nom ina, ve rba, a jektiva, a dverbia, da n k ata t ugas. Kesulitan membaca k ata d asar yang d itemukan s ebagian besar adalah n omina, s edangkan kesulitan m embaca b entukan s ebagian b esar t erdiri d ari k ata v erba. K esulitan membaca s etiap s ubjek m emiliki be ntuk yang be rbeda s ehingga t idak bi sa dikategorikan s ama. M ayoritas k esulitan m embaca yang d ialami p ara s ubjek adalah membaca dengan mengganti fonem dengan fonem yang lain, baik fonem vokal m aupun f onem k onsonan. M embaca d engan m engganti l ebih d ari s atu fonem d alam s atu k ata j uga t erjadi k etika s ubjek k esulitan m embaca. Kesulitan membaca l ainnya yang d itemukan p ada s ubjek ad alah m embaca d engan menghilangkan a tau m enambahkan fonem ba ik f onem voka l m aupun f onem konsonan, menukar letak fonem dengan fonem yang lain, mengulangi suku kata didepannya, dan membaca dengan semaunya. Beberapa kesulitan membaca yang temukan menyebabkan perubahan pola suku kata dari suku kata tertutup menjadi suku ka ta t erbuka, da n s uku ka ta t erbuka m enjadi s uku ka ta t ertutup. S elain mengalami pe rubahan p ola s uku ka ta, be berapa ke sulitan m embaca pa da s ubjek juga menyebabkan berubahnya jumlah suku kata. Kata Kunci: disleksia, kesulitan membaca, psikolinguistik ix

10 DAFTAR ISI Halaman Sampul Depan... i Sampul Dalam... ii Prasyarat Gelar... iii Persetujuan Pembimbing Skripsi... iv Pengesahan Dewan Penguji Skripsi... v KATA PENGANTAR... vi PERNYATAAN... viii ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR LAMBANG... xii DAFTAR TABEL... xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Tinjauan Pustaka Landasan Teori Psikolinguistik Perkembangan Bahasa pada Anak Gangguan Belajar Disleksia Teori Morfologi Metode Penelitian Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Data Metode Penyajian Data Sistematika Penelitian x

11 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Profil Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Kurikulum Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Jenis Terapi Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Metode Terapi Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Fasilitas Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Alur Layanan Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Proses Belajar Mengajar Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Gambaran Umum Subjek Penelitian BAB III TEMUAN DAN ANALISA DATA Kesulitan Membaca Kata Dasar pada Anak Disleksia Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Kesulitan Membaca Kata Bentukan pada Anak Disleksia Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Kesulitan Membaca Kata Bentukan Ajektiva Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia BAB IV PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR LAMBANG [ ] : Tanda fonetis [a] [i] [I] [u] [U] [ə] [e] [ɛ] [o] [ɔ] [p] [b] [t] [d] [c] [j] [k] [g] : Melambangkan bunyi vokal a, misalnya pada kata anting : Melambangkan bunyi vokal i (tinggi), misalnya pada kata ibu :Melambangkan bunyi vokal i (rendah), misalnya pada kata angin : Melambangkan bunyi vokal u (tinggi), misalnya pada kata tukang : Melambangkan bunyi vokal u (rendah), misalnya pada kata pukul : Melambangkan bunyi vokal e, misalnya pada kata səkolah : Melambangkan bunyi vokal e, misalnya pada kata indonesia : Melambangkan bunyi vokal e, misalnya pada kata bɛngkɛl : Melambangkan bunyi vokal o (tinggi), misalnya pada kata komodo : Melambangkan bunyi vokal o (rendah), misalnya pada kata ɔmbak : Melambangkan bunyi konsonan p, misalnya pada kata pintu : Melambangkan bunyi konsonan b, misalnya pada kata bibi : Melambangkan bunyi konsonan t, misalnya pada kata hati : Melambangkan bunyi konsonan d, misalnya pada kata dia : Melambangkan bunyi konsonan c, misalnya pada kata kancil : Melambangkan bunyi konsonan j, misalnya pada kata ajak : Melambangkan bunyi konsonan k, misalnya pada kata komisi : Melambangkan bunyi konsonan g, misalnya pada kata garmen [?] : Melambangkan bunyi konsonan glotal, misalnya pada kata bapa? [m] : Melambangkan bunyi konsonan m, misalnya pada kata madu xii

13 [n] [ñ] [ŋ] [l] [f] [s] [h] [v] [r] [w] [y] : Melambangkan bunyi konsonan n, misalnya pada kata nektar : Melambangkan bunyi konsonan ny, misalnya pada kata meñambut : Melambangkan bunyi konsonan ng, misalnya pada kata baŋkai : Melambangkan bunyi konsonan l, misalnya pada kata leher : Melambangkan bunyi konsonan f, misalnya pada kata Irfan : Melambangkan bunyi konsonan s, misalnya pada kata saya : Melambangkan bunyi konsonan h, misalnya pada kata tanah : Melambangkan bunyi konsonan v, misalnya pada kata vas : Melambangkan bunyi konsonan r, misalnya pada kata menara : Melambangkan bunyi konsonan w, misalnya pada kata awan : Melambangkan bunyi konsonan y, misalnya pada kata yakni xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel 1. Vokal Bahasa Indonesia Tabel 2. Konsonan Bahasa Indonesia Tabel 3. Jumlah Murid di SD Galuh Handayani Surabaya Tabel 4. Jadwal Jam Belajar SD Galuh Handayani Surabaya Tabel 5. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek Tabel 6. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek Tabel 7. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek Tabel 8. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek Tabel 9. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek Tabel 10. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek Tabel 11. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek Tabel 12. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek Tabel 13. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek Tabel 14. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek Tabel 15. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek Tabel 16. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek Tabel 17. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek Tabel 18. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek Tabel 19. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek Tabel 20. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek Tabel 21. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek Tabel 22. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek Tabel 23. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek Tabel 24. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek Tabel 25. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek Tabel 26. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek Tabel 27. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek Tabel 28. Daftar Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek Tabel 29. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek Tabel 30. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek xiv

15 Tabel 31. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek Tabel 32. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek Tabel 33. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek Tabel 34. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek Tabel 35. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek Tabel 36. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek Tabel 37. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Ajektiva Subjek Tabel 38. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia Subjek Tabel 39. Daftar Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia Subjek xv

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membaca adalah salah satu modalitas berbahasa. Berbahasa sendiri adalah kegiatan m anusia da lam m emproduksi da n m eresepsi ba hasa i tu, yang dimulai dari enkode semantik dalam otak pembicara dan berujung pada dekode semantik dalam o tak pendengar dengan ka ta l ain, pr oses pe nyampaian i nformasi da lam berkomunikasi ( Chaer, 2002:30). Dari s egi lin guistik me mbaca a dalah s uatu proses pe nyandian ke mbali da n pe mbahasan s andi ( a recording and decoding process), be rlainan de ngan b erbicara d an m enulis yang ju stru me libatkan penyandian ( encoding). S ebuah as pek p embacaan s andi (decoding) ad alah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan m akna b ahasa l isan (oral language meaning) yang m encakup pe ngubahan t ulisan/cetakan m enjadi bun yi yang be rmakna (Tarigan, 1984: 8). Dengan d emikian m embaca ad alah s uatu proses yang m elibatkan ke mampuan vi sual da n kog nisi unt uk m emberikan lambang-lambang hur uf a gar da pat di pahami da n m enjadi be rmakna ba gi pembaca. Membaca adalah hal yang penting dalam proses belajar. Jika kemampuan membaca t erganggu, m aka pr oses be lajar j uga a kan t erganggu. O leh ka rena i tu, kemampuan m embaca ha rus di asah s ejak di ni. A kan t etapi t erdapat be berapa orang yang m engalami kesukaran m embaca. K esukaran d alam m embaca yang 1

17 2 dialami oleh orang tersebut dapat disebut sebagai disleksia. Disleksia adalah salah satu gangguan berbahasa berupa kesulitan membaca. Weinstein ( 2008) da lam Y udhitia (2015:4) m enjelaskan b ahwa p ada mulanya gangguan di sleksia di masukkan da lam g angguan but a hur uf yang berhasil ditemukan pertama kali pada akhir abad ke-19. Bagi seseorang yang tidak memiliki gangguan disleksia, menganggap bahwa tiap huruf alphabet sebenarnya terdiri d ari e lemen-elemen yang s ederhana, na mun p ada s eseorang yang mengalami gangguan i ni be lum bi sa m embedakan b eberapa hu ruf alphabet, seperti pe rbedaan a ntara f onem [ b] da n [ d] yang ha nya t erletak pa da pos isi setengah lingkarannya, pada [b] posisi setengah lingkarannya ada di kanan garis, sedangkan [d] di kiri garis. Seperti pada kata apel akan dibaca [abəl], kata buku akan d ibaca [ puku] d an sebagainya. Bagi an ak d isleksia, k esederhanaan elemen ini m enjadi s ebuah ke rumitan yang m embingungkan. Namun di sleksia buka n hanya suatu gangguan pada sistem visual dalam menangkap kata-kata atau setiap huruf dalam posisi terbalik. Penderita disleksia didominasi oleh anak laki-laki dengan perbandingan 3 banding 1. Banyak s ekali di duni a i ni or ang yang t idak d apat m embaca d an menulis. 1 0% d iantaranya adalah an ak-anak pa da us ia s ekolah. A ngka kejadian disleksia di duni a be rkisar 5 17% pa da a nak usia s ekolah. D isleksia a dalah gangguan yang p aling s ering t erjadi p ada m asalah b elajar. K urang l ebih 8 0% penderita gangguan b elajar me ngalami d isleksia. 5 10% a nak anak da n or ang dewasa terkena disleksia (Wolfensberger dan Ruijssenaars:1997).

18 3 Kemampuan m embaca pada o rang n ormal d an penderita d isleksia tentu berbeda. Disleksia membutuhkan cara belajar yang berbeda dengan orang normal. Beberapa o rang t ua t idak m enyadari ad anya g angguan b elajar i ni. B ahkan kebanyakan dari orang tua menduga bahwa penderita disleksia adalah anak yang bodoh dan malas. Penderita disleksia bisa saja memiliki IQ dan fisik yang normal, hanya s aja m engalami k esulitan k etika m embaca. Disleksia in i d apat d ikenali ketika anak mulai melakukan proses belajar di sekolah. Dengan tingginya angka kejadian disleksia pada masa usia sekolah, maka pemahaman mengenai disleksia ini sangatlah penting khususnya para orang tua dan guru. Jika pada usia 7 tahun, anak b elum d apat m embaca d engan b enar, maka an ak t ersebut b isa s aja mengalami ke sulitan m embaca a tau di sleksia da n t entu m emerlukan ke butuhan khusus d alam b elajar. D iagnosis at au p enetapan seseorang m engalami d isleksia adalah us ia 7 t ahun ke a tas. H al i ni t elah di tetapkan ol eh U NESCO de ngan pertimbangan bahwa anak-anak pasti membutuhka proses pada pembelajarannya (Hakim:2015). Sekolah I nklusif Galuh H andayani adalah s ekolah i nklusif pe rtama d i Surabaya. S ekolah i ni m emiliki f asilitas yang me madai u ntuk me mbantu pembelajaran bagi penderita disleksia. Sekolah ini memiliki dokter, psikolog, dan staf p aramedis. P enelitian me ngenai p enderita d isleksia masih s ulit d ijumpai namun mulai diminati. Dengan munculnya permasalahan ini menarik untuk lebih mendalami dan meneliti Kesulitan Membaca Kata pada Anak Disleksia Usia 7-12 Tahun di S ekolah I nklusif G aluh H andayani S urabaya d alam K ajian Psikolinguistik.

19 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimanakah kesulitan m embaca k ata dasar pada a nak di sleksia us ia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya? b. Bagaimanakah kesulitan m embaca k ata bentukan pada an ak d isleksia u sia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan l atar b elakang d an r umusan m asalah yang d ijelaskan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendeskripsikan kesulitan membaca kata dasar pada anak disleksia usia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya. b. Mendeskripsikan kesulitan m embaca k ata bentukan pada an ak d isleksia u sia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca atau pihakpihak la in yang b erkepentingan. D itinjau d ari ma nfaat te oritisnya, p enelitian in i diharapkan da pat menambah pe ngetahuan da n m enjadi da ya t arik ba gi m inat kajian d alam b idang lin guistik terutama p ada k ajian p sikolinguistik me ngenai kesulitan membaca kata pada anak yang mengalami gangguan disleksia.

20 5 Ditinjau d ari ma nfaat p raktisnya, p enelitian in i d iharapkan dapat membantu m endeteksi da n pe nanganan pa da pe nderita disleksia. Penanganan terhadap p enderita d isleksia berbeda de ngan or ang bi asa, s ehingga or ang t ua ataupun g uru-guru yang m enemui pe nderita disleksia akan l ebih t ahu car a menghadapi penderita disleksia. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian in i bertujuan untuk m engetahui kesulitan m embaca kata p ada anak penderita di sleksia. Oleh ka rena i tu pe nelitian i ni be rfokus pa da gangguan membaca kata dasar dan kata bentukan pada anak-anak disleksia usia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian yang s ehubungan de ngan di sleksia di tulis ol eh N awangsari (2008) dalam bukunya dengan judul Identifikasi dan Model Intervensi Kesulitan Belajar p ada S iswa S ekolah D asar d i S urabaya. P enelitian t ersebut b erisikan penelitian pa da a nak d isleksia, di sgrafia, da n di skalkulia. D alam p enelitian tersebut j uga m engatakan b ahwa d isleksia at au k esulitan m embaca ad alah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. D isleksia yang t eridentifikasi di perlihatkan da lam be ntuk pe rilaku membaca: secara terbata-bata, penghilangan kata atau suku kata, penggantian kata atau suku kata, penambahan kata atau suku kata, pembetulan sendiri, ragu-ragu, membaca dalam cara yang tidak lazim, pertukaran huruf, penghilangan kata/huruf,

21 6 penyelipan k ata, p enambahan hur uf, m enunjuk setiap ka ta yang he ndak di baca, membaca t anpa ek spresi, m elompati k ata, k alimat at au b aris, k urang memperhatikan t anda baca, s alah m emenggal s uku k ata, k esalahan d alam mengeja, na da s uara yang a neh t ampak t egang, pe ngucapan s alah da n tid ak bermakna pengucapan k ata de ngan ba ntuan guru, pe ngulangan, m enggerakkan kepala bukan matanya yang bergerak. Penelitian lainnya dilakukan oleh Elliott, dkk. (2000) dalam bukunya yang berjudul Educational Psychology: E ffective Teaching, E ffective Learning mengemukakan b ahwa sebagian b esar p enundaan ke mampuan m embaca da pat dikarenakan k esulitan-kesulitan da lam pe mrosesan f onologis. P emrosesan fonologis ( phonological pr ocessing) merujuk pa da pe nggunaan informasi fonologis, yaitu bun yi d ari ba hasa s eseorang. Berkaitan de ngan ha l i ni, t erdapat tiga h al p enting d alam membaca a wal, me liputi phonological aw areness, yaitu kesadaran t entang s uara-suara d alam s uatu b ahasa d an c ara s uara m embentuk kata; alphabetic understanding, yaitu menerjemahkan huruf-huruf menjadi suara dan memadukannya untuk membentuk kata-kata; dan automaticity with the code, yaitu pengenalan kata dengan cepat. Penelitian yang m embahas tentang kesulitan belajar yang d ialami penderita di sleksia dilakukan oleh Larasati ( 2010) dalam s kripsi yang b erjudul Studi T entang P enggunaan M etode B ermain Alphapoly unt uk M embantu Meningkatkan K emampuan M embaca p ada A nak yang M engalami Kecenderungan Kesulitan B elajar M embaca ( Disleksia) ( Sebuah S tudi K asus)

22 7 mengatakan b ahwa anak-anak b erkesulitan b elajar m embaca p ada awalnya mengalami berbagai kesalahan dalam membaca sebagai berikut: 1. Penghilangan kata atau huruf 2. Penyelipan kata 3. Penggantian kata 4. Pengucapan kata salah 5. Pengucapan kata dengan bantuan guru 6. Pengulangan 7. Pembalikan kata dan huruf 8. Kurang memperhatikan tanda baca 9. Pembetulan sendiri 10. Ragu-ragu atau tersendat Penelitian yang m embahas an ak d isleksia pada masa S D dilakukan ol eh Noviriani ( 2008) da lam s kripsinya dengan j udul P enyesuaian D iri Anak-anak Disleksia (masa A nak S ekolah D asar). N oviriani m engatakan an ak-anak disleksia cenderung tidak peduli dengan gangguan belajar membaca dan menulis yang mereka alami, seakan tidak menyadari bahwa kesulitan itu ada. Penelitian yang m endeskripsikan k emampuan m embaca an ak disleksia dilakukan ol eh Y uzi ( 2015) dalam s kripsinya dengan j udul Kemampuan Membaca p ada A nak Disleksia U sia T ahun di S ekolah Inklusif G aluh Handayani S urabaya: Kajian P sikolinguistik. Ia m engatakan ke mampuan membaca yang dilakukan s ubjek t idak d apat d ikategorikan s ama k arena ketidakmampuan s ubjek s atu de ngan yang l ainnya b erbeda. S atu-satunya ya ng

23 8 sama pada mereka adalah kemampuan membacanya yang sangat rendah ditinjau dari us ia d an i ntelegensinya. M ayoritas ke tidakmampuan yang di lakukan a nakanak disleksia adalah pada saat subjek menjumpai kata yang mengandung deretan konsonan baik konsonan rangkap, konsonan berdampingan. 1.7 Landasan Teori Psikolinguistik Istilah psikolinguistik muncul tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E. Osgood yang berjudul Psycholinguistic: A Survey of Theory and Research Problems. Akan tetapi pengkajian bahasa dan berbahasa telah dilakukan sejak z aman P anini, ah li t ata bahasa da ri India, da n S okrates a hli f ilsafat d ari Yunani. Psikolinguistik adalah studi bahasa yang mempelajari penggunaan bahasa dan pe rolehan ba hasa o leh m anusia. K ata ps ikolinguistik t erbentuk da ri ka ta psikologi da n l inguistik. S ecara t eoritis t ujuan u tama p sikolinguistik a dalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa serta pemerolehannya. Psikolinguistik menurut Levelt (1975) dalam Mar at (2005:1) dibagi menjadi 3 yaitu: a. Psikolinguistik umum Psikolinguistik um um adalah s uatu s tudi mengenai pengamatan at au persepsi orang dewasa tentang bahasa dan cara ia memproduksi bahasa. Studi ini juga m empelajari m engenai p roses k ognitif y ang m endasarinya p ada s aat seseorang menggunakan bahasa.

24 9 b. Psikolinguistik perkembangan Psikolinguistik pe rkembangan adalah s tudi ps ikologi t entang pe rolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa ibu atau bahasa pertama maupun bahasa kedua. c. Psikolinguistik terapan Psikolinguistik terapan ad alah aplikasi d ari t eori-teori p sikolinguistik dalam kehidupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Dalam bidang t erapan i ni m asih di bedakan m enjadi applied ge neral ps ycholinguistics dan applied de velopmental ps ycholinguistics. Untuk k esulitan m embaca at au disleksia ini masuk dalam applied developmental psycholinguistics atau abnormal applied developmental psycholinguistics yang m embahas mengenai hal-hal yang dapat di lakukan unt uk membantu a nak-anak yang m engalami k eterlambatan dalam p erkembangan b ahasanya yang d isebabkan o leh ad anya k elainan yang bersifat b awaan p ada al at ar tikulasinya at au yang d isebabkan o leh f aktor em osi dan sebab lainnya Perkembangan Bahasa pada Anak Piaget (1973) dalam Sumantri, dkk (2007:1-15) mengemukakan ba hwa proses pe rkembangan a nak da ri ke cil hi ngga de wasa m elalui empat t ahap perkembangan, yaitu: a. Tahap Sensori Motor (0 2 Tahun) Pada t ahap i ni, ke giatan i ntelektual a nak ha mpir s eluruhnya m erupakan gejala yang d iterima s ecara l angsung m elalui indra. P ada s aat an ak m encapai kematangan d an s ecara p erlahan m ulai m emperoleh k eterampilan b erbahasa,

25 10 mereka menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama benda tersebut. b. Tahap Praoperasional (2 7 Tahun) Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan bendabenda. K eputusan yang di ambil ha nya be rdasarkan i ntuisi, buka n a tas da sar analisis rasional. Simpulan yang diambil merupakan simpulan dari sebagian kecil yang di ketahuinya, d ari s uatu ke seluruhan yang be sar. A nak a kan be rpendapat bahwa pesawat terbang berukuran kecil karena itulah yang mereka lihat di langit ketika ada pesawat terbang yang lewat. c. Tahap Operasional Konkret (7 11 Tahun) Pada ta hap in i a nak mu lai b erpikir lo gis d an s istematis u ntuk me ncapai pemecahan m asalah. M asalah yang d ihadapi d alam t ahap i ni b ersifat konkret. Anak akan merasa kesulitan bila menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak menyukai soal-soal yang telah tersedia jawabannya. d. Tahap Operasional Formal (11 15 Tahun) Anak m encapai t ahap pe rkembangan i ni di tandai de ngan pol a pi kirnya yang seperti orang dewasa. Anak telah dapat menerapkan cara berpikir terhadap permasalahan yang konkr et m aupun a bstrak. P ada t ahap i ni a nak s udah da pat membentuk ide-ide dan berpikir tentang masa depan secara realistis. Sedangkan M. S chaerlaekens ( 1977) dalam M ar at ( 2005:61) membagi fase-fase p erkembangan b ahasa an ak d alam em pat periode. P erbedaan f ase-fase ini berdasarkan pada ciri-ciri tertentu yang khas pada setiap periode yaitu, periode

26 11 prelingual ( usia 0-1 t ahun), p eriode lingual dini ( usia 1-2,5 t ahun), p eriode diferensiasi (usia 2,5-5 t ahun), da n p erkembangan bahasa sesudah usia 5 tahun. Pada umur 5 t ahun anak-anak sudah mulai sekolah. Pada usia ini anak dianggap sudah bi sa menguasai s truktur s intaksis d alam b ahasa p ertamanya, s ehingga i a dapat m embuat ka limat l engkap. A kan t etapi pa da us ia i ni buka n be rarti kemampuan b ahasa berhenti. K emampuan be rbahasa a kan t erus m eningkat menuju kategori linguistik yang lebih kompleks hingga dewasa. Terdapat b eberapa p enelitian m engenai pe rkembangan ba hasa s etelah umur 5 t ahun s eperti pe nelitian yang t elah di lakukan ol eh A. K armiloff S mith (1979) dalam Mar at (2005:67) yang menyelidiki bahasa anak-anak sekolah yang mengatakan b ahwa an tara u sia 5-8 t ahun m uncul c iri-ciri ba ru yang kha s pa da bahasa a nak, yaitu ke mampuan unt uk m engerti ha l-hal yang ab strak p ada t araf yang lebih tinggi. Baru kemudian sesudah anak usia 8 tahun bahasa menjadi alat yang betul-betul pe nting ba ginya unt uk m elukiskan da n m enyampaikan pikiran. Usia ini juga terlihat kemajuan yang besar dalam bidang semantik. Hal ini terlihat dari p enambahan k osakata, p enggunaan k ata s ambung, k ata d epan yang l ebih tepat dan penggunaan secara tepat kata-kata yang mempunyai dua makna, yakni makna f isik da n ps ikis ( setelah us ia 12 t ahun). Pada us ia 5-6 t ahun a nak a kan mulai m emahami kont eks f isik s aja. S edangkan pa da us ia 7-8 t ahun anak ak an mulai m elihat kont eks p sikis t etapi be lum s empurna. U ntuk pe mahaman a turan sintaksis khusus untuk pembuatan kalimat konteks akan dikuasai secara bertahap antara us ia 5 hi ngga 10 t ahun. Pada us ia 5 t ahun a nak m asih t erlihat kecenderungan generalisasi. K emudian pada us ia 7 t ahun a nak da pat

27 12 menggunakan k alimat p asif at au t elah m engerti at uran-aturan t ata b ahasa mengenai prinsip-prinsip umum dengan keterbukaan untuk prinsip-prinsip khusus, bertindak ekonomis dalam mengungkapkan sesuatu dan menghindari hal-hal yang berlebihan. K etika an ak b eranjak d ewasa, k eterampilan b icara l ebih m eningkat, sintaksis lebih lengkap dengan variasi-variasi struktur dan kata, baik kekomplekan kalimat tulis maupun lisan. Menurut Tiel ( 2007) d alam Y udhitia ( 2015:15), p roses b elajar adalah suatu pr oses m ultifaktorial yang be rarti be rbagai f aktor d apat s ekaligus berpengaruh da lam pr oses be lajar. Huruf-huruf dan ka ta-kata ad alah f igur-figur yang m empunyai bun yi-bunyi t ertentu, s erta d engan b erbagai bun yian s ecara bersama ak an m embentuk arti. D alam p elajaran m embaca f aktor b erikut t urut bermain: 1. Objektif, kesadaran akan adanya bun yian dalam bicara, dan perwujudan dari bunyian bicara dari berbagai tanda-tanda atau simbol-simbol. 2. Mampu mendengarkan dengan baik adanya proses sebuah kata berbunyi, serta mampu mengenal berbagai perbedaannya sekecil apapun yang terjadi di antara bunyian bi cara, b agaimana ur utannya (ordering) da ri bun yian i tu, s ehingga kita bisa mengubah-ubah huruf dalam sebuah kata yang akhirnya bisa menjadi arti yang berbeda (doos-boos, doos-dood). 3. Dapat melihat de ngan baik pe rbedaan b entuk huruf-huruf da n k edudukan huruf-huruf i tu. B anyak hur uf yang m empunyai be ntuk yang m irip s atu dengan yang lainnya, misalnya: p, b, d; v, w; w, m; c, o; h, b. Terutama pada

28 13 waktu a kan m enulis ha rus a da c ontoh, m isalnya s ebuah de monstrasi cara sebuah huruf ditulis dengan cara gerakan-gerakan yang bisa dilihat Gangguan Belajar Disleksia Mercer ( 1987) da lam Abdurrahman (2003:204) mendefinisikan di sleksia sebagai s uatu s indrom ke sulitan da lam m empelajari kom ponen-komponen ka ta dan kalimat, dan dalam mempelajari segala sesuatu yang berkenan dengan waktu, arah, d an m asa. Menurut M ar at ( 2005:82) d isleksia adalah k esukaran d alam membaca yang tidak didasari oleh gangguan neurologis, tidak ada bukti tentang adanya k erusakan o tak at au g angguan o rganis l ainnya. P enderita disleksia mengalami gangguan atau kesukaran dalam hal belajar membaca. Penderita tidak mampu m engelompokkan a tau m enggabungkan f onem-fonem tu lisan (the phonemic of w riting), s ehingga m engalami k eterlambatan d alam m embaca. Carlson ( 1994) da lam Margaretha ( 2003:33) m enyebutkan ada 5 m acam disleksia, yaitu: a. Surface Dyslexia Surface dyslexia adalah gangguan d alam proses membaca m etode wholeword r eading (Marshall da n N ewcombe, da n W arrington, 1990). Terminologi surface (permukaan) be rkaitan de ngan ke tidakmampuan i ndividu dengan surface dyslexia mengenali bentuk visual kata dan cara mengucapkannya, bukan pada makna katanya.

29 14 b. Phonological Dyslexia Phonological dy slexia adalah gangguan p ada phonetic r eading yang merupakan i ndividu d apat m embaca k ata yang f amiliar t api k esulitan m embaca yang tidak familiar. c. Spelling Dyslexia Spelling D yslexia adalah i ndividu t idak d apat m embaca d engan m etode whole-word reading dan phonological dyslexia. Namun mereka dapat membaca jika m ereka m embaca satu p ersatu h uruf d alam k ata d an ak an m engenali maknanya. d. Direct Dyslexia Direct d yslexia adalah individu da pat m embaca de ngan ke ras na mun mereka tidak dapat memahami satu kata pun yang mereka bacakan. e. Comprehension Without Reading Comprehension without reading adalah individu dapat memahami makna kata t api t idak da pat m engenali hur uf m aupun f onologi hur uf da lam ka ta. Terdapat d ua p enemuan d ari S perry d an G azzaniga dalam M ar at (2005:84) mengenai etiologi atau penyebab disleksia yaitu: 1. Adanya k esukaran da lam m engamati da n m engingat ur utan w aktu (temporal orders). Temporal orders ini dipergunakan d alam membaca. Oleh ka rena itu, apabila ad a k esukaran d alam h al i ni, m aka ak an t erjadilah k esukaran d alam membaca. Contohnya d alam s uatu percobaan ke pada a nak-anak y ang mengalami disleksia diberikan c ahaya l ampu m erah da n hi jau yang m enyala secara b ergantian d engan u rutan t ertentu. T ernyata m ereka ak an m engalami

30 15 kesukaran d alam m enemukan l ampu m erah da n hi jau yang di berikan t es tersebut. 2. Dominasi d ari hemisphere kiri ot ak kur ang a tau ba hkan t idak c ukup. H al i ni mungkin ada hubungannya dengan kenyataan bahwa hemisphere kiri ini pada anak-anak yang mengalami disleksia matangnya lebih lambat. Oleh karena itu, diduga a da hubun gannya de ngan temporal or der dan p ersoalan m embaca tersebut. Contohnya dua d eretan d igit s pan d iberikan k epada k edua an ak telinga s eorang p enderita disleksia pada s aat b ersamaan. D eretan an gka yang didengar da ri t elinga ka nan a kan di ingat ol ehnya de ngan l ebih b aik da ripada deret angka yang didengar melalui telinga kiri. Menurut M ulyadi ( 2010:156) perilaku b erbahasa an ak d isleksia adalah sebagai berikut. 1. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan. 2. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf. 3. Memiliki kekurangan dalam memori visual. 4. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris. 5. Tidak mampu memahani simbol bunyi. 6. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran. 7. Kesulitan d alam me mpelajari a sosiasi s imbol-simbol i reguler ( khusus d alam berbahasa Inggris). 8. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf. 9. Membaca kata demi kata. Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.

31 Teori Morfologi Morfologi adalah b agian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk ka ta s erta f ungsi pe rubahan-perubahan be ntuk ka ta i tu, ba ik f ungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, 2001:21). Leksikologi dan morfologi memiliki p ersaman yaitu me ngkaji k ata, a kan tetapi ju ga me miliki p erbedaan yaitu mo rfologi me mpelajari a rti yang timb ul s ebagai a kibat p eristiwa gramatik (grammatical m eaning), s edangkan le ksikologi me mperalajari a rti yang le bih kurang t etap yang t erkandung d alam k ata (lexical m eaning). S ebagai c ontoh terdapat k ata rumah berarti bangunan untuk tempat tinggal, d an kata berumah berarti mempunyai rumah. Arti leksikal dan pemakaian kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi dibicarakan perubahan bentuknya, dari rumah menjadi berumah, perubahan golongannya, dari kata nominal menjadi verbal, serta perubahan arti yang timbul sebagai akibat melekatnya afiks ber- pada rumah, ialah timbulnya makna mempunyai atau memakai, mempergunakan. Seperti yang di contohkan di a tas, pe rubahan-perubahan be ntuk ka ta menyebabkan ad anya p erubahan golongan atau k elas d an a rti k ata. A lwi, dkk (1998:87) membagi kelas kata bahasa Indonesia ke dalam lima kelas. a. Nomina (Kata Benda) Nomina atau kata benda terdiri atas nama seseorang, tempat, atau benda. Nomina t idak da pat di ingkarkan de ngan ka ta tidak. Kata p engingkarnya ad alah bukan. Seperti kalimat saya bukan siswa disini. Kata benda mencakup pronomina dan num eralia. P ronomina a dalah ka ta yang d ipakai unt uk m engacu ke pada nomina lain. Pronominal ini dibagi menjadi 3 yaitu: (1) pronominal persona yakni

32 17 pronominal y ang dipakai unt uk m engacu p ada or ang s eperti ka ta saya, ak u, engkau, anda, mereka. (2) pronominal penunjuk seperti kata ini, itu, sini, situ. (3) pronominal pe nanya yakni pr onominal yang di gunakan s ebagai pe markah pertanyaan seperti kata siapa, apa, mana. Sedangkan numeralia adalah kata yang digunakan unt uk m enghitung ba nyaknya b enda b erwujud ( orang, bi natang, atau barang) dan konsep seperti lima hari, setengah tahun, dan beberapa tugas. b. Verba (Kata Kerja) Verba (kata kerja) adalah kata yang menyatakan tindakan. Verba memiliki fungsi u tama s ebagai p redikat a tau in ti p redikat d alam k alimat me skipun d apat juga me mpunyai f ungsi lain s eperti pencuri i tu l ari. Verba m engandung makna inheren pe rbuatan ( aksi), pr oses, at au k eadaan yang b ukan s ifat at au k ualitas. Verba, khus usnya yang be rmakna ke adaan t idak da pat di beri pr efik t er- yang berarti paling. Pada umunya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi, atau bekerja sekali. c. Ajektiva (Kata Sifat) Ajektiva ( kata s ifat) ad alah k ata yang m emberi k eterangan yang l ebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat seperti kata cantik, ke cil, bund ar, d an s ebagainya. A jektiva j uga be rfungsi s ebagai p redikat dan adverbial kalimat seperti kata kakeknya sakit dan adik berhasil dengan baik. Ajektiva j uga di cirikan ol eh ke mungkinan m enyatakan ku alitas da n t ingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya.

33 18 d. Adverbia (Kata Keterangan) Menurut K ridalaksana (1994) dalam P utrayasa ( 2008:77) A dverbia ( kata keterangan) ad alah k ategori yang d apat m endampingi aj ektiva, n umeralia, at au proposisi da lam kons truksi s intaksis. S edangkan m enurut R amlan ( 1991) d alam Putrasaya ( 2008:77) m engatakan b ahwa k ata k eterangan (adverbia) adalah k ata yang m enerangkan (1) k ata k erja d alam s egala fungsinya, (2) kata b enda d alam keadaan s egala f ungsinya, ( 3) k ata k eterangan, (4) k ata b ilangan, ( 5) p redikat kalimat, ta k p eduli je nis k ata a pa p redikat te rsebut, da n ( 6) m enegaskan s ubjek dan predikat kalimat. Contoh dari adverbial adalah paling, sangat, cukup, banyak, jarang, diam-diam dan sebagainya. e. Kata Tugas Kata tugas hanya memiliki arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Hampir semua kata tugas tidak dapat menjadi dasar untuk membentuk kata lain. Kata t ugas m erupakan k elas k ata t ertutup. D alam p eranannya d alam f rase at au kalimat, k ata tu gas d ibagi menjadi lima k elompok, yaitu (1) p reposisi atau k ata depan seperti di, ke, dari, kepada, dan sebagainya, (2) konjungtor yang berfungsi untuk m eluaskan s atuan yang l ain da lam ko nstruksi hi potaktis da n s elalu menghubungkan dua s atuan a tau l ebih da lam kons truksi s eperti ka ta dan, s erta, atau, s edang, dan s ebagainya ( 3) i nterjeksi yang m erupakan ka tegori ya ng bertugas m engungkapkan p erasaan p embicara d an s ecara s intaksis t idak berhubungan d engan ka ta-kata l ain d alam u jaran s epeti k ata idih, s ialan, aduh, ayo,dan lainnya, (4) artikula yang merupakan kategori yang mendampingi nomina dasar s eperti k ata sang, s ri, s i, par a, dan s ebagainya, da n ( 5) pa rtikel pe negas

34 19 yang m eliputi ka ta yang t idak t ertakluk p ada pe rubahan be ntuk d an ha nya berfungsi menampilkan unsur yang diiriginya seperti partikel -kah, -lah, -tah, dan pun. Dalam mo rfologi ju ga me ngenal p roses afiksasi. A fiksasi a tau pengimbuhan a dalah pr oses pe mbentukan k ata de ngan m embubuhkan a fiks (imbuhan) pa da be ntuk da sar, ba ik be ntuk da sar t unggal m aupun ko mpleks (Putrayasa, 2008: 5). D alam pr oses pe mbubuhan a fiks m engakibatkan be ntuk dasar ( 1) m engalami perubahan be ntuk, ( 2) m enjadi ka tegori t ertentu s ehingga berstatus kata atau bila telah berstatus kata berganti kategori, (3) berubah makna. Misalnya, b entuk makan setelah m endapat afiks an menjadi makanan. Pada keadaan t ersebut t elah terjadi p erubahan bentuk ( makan m enjadi m akanan), kategori ka ta da ri be ntuk ve rba m enjadi be ntuk nom ina, da n pe rubahan m akna dari m elakukan ke giatan m emasukkan s esuatu ke da lam m ulut, di kunyah, kemudian di telan, m enjadi s esuatu yang da pat dimakan. R obins ( 1992) da lam Putrayasa (2008:7) m engatakan b ahwa afiks d apat d ibagi s ecara formal m enjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam hubungan dengan morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks. Dalam segi penempatannya, afiksafiks t ersebut da pat di bedakan m enjadi be berapa ke lompok. Jenis-jenis a fiks tersebut adalah sebagai berikut. 1. Prefiks (awalan) Prefiks adalah afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar. Contohnya: men-, ber-, ter-, pe-, per-, se-

35 20 2. Infiks (sisipan) Infiks adalah afiks yang diletakan di dalam bentuk dasar. Contohnya: -el-, -er-, -em-, -in- 3. Sufiks (akhiran) Sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar. Contohnya: -an, -kan, -i 4. Simulfiks Simulfiks ad alah af iks yang d imanifestasikan d engan ciri-ciri segmental yang d ileburkan pa da be ntuk da sar. D i da lam ba hasa Indonesia, simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar, d an f ungsinya a dalah unt uk m embentuk ve rba a tau m emverbakan nomina, ajektiva, atau kelas kata lain. Contohnya: kopi menjadi ngopi, sate menjadi nyate, kebut menjadi ngebut 5. Konfiks Konfiks adalah afiks yang terdiri dari dua unsur yaitu di depan dan di belakang bentuk dasar. Contohnya: ke-an, pen-an, per-an, ber-an. 6. Imbuhan gabung (kombinasi afiks) Imbuhan gabung a dalah kom binasi dua a fiks a tau l ebih yang bergabung dengan bentuk dasar. Contohnya: memper-i, memper-kan.

36 21 7. Suprafiks Suprafiks at au s uperfiks ad alah af iks yang d imanifestasikan d engan ciri-ciri s uprasegmental a tau a fiks yang b erhubungan dengan m orfem suprasegmental. Afiks tersebut tidak ada di bahasa Indonesia. 8. Interfiks Interfiks adalah afiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam bahasa Indonesia interfiks ada pada kata-kata bentukan baru. Contohnya: -n- dan -o- pada g abungan Indonesia dan logi menjadi Indonesianologi. 9. Transfiks Transfiks ad alah af iks yang m enyebabkan b entuk d asar m enjadi terbagi. Afiks ini terjadi pada bahasa Arab. Dalam b ahasa Indonesia, b erdasarkan asalnya af iks d apat d ibagi m enjadi 2 jenis yaitu: 1. Afiks asli, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa Indonesia. Contohnya: men-, ber-, ter-, -el-, -em, -i, -kan 2. Afiks s erapan, yaitu af iks yang b ersumber d ari b ahasa as ing atau b ahasa daerah. Contohnya: -man, -wan, -isme, -isasi Objek da ri i lmu m orfologi a dalah ka ta. Bloomfield ( 1996) da lam Putrayasa ( 2008:44) m engatakan b ahwa k ata a dalah minimal fr ee fo rm, yaitu sebagai suatu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, tetapi bentuk tersebut t idak d apat di pisahkan a tas ba gian-bagian yang s atu d i antaranya

37 22 (bermakna). Kata ad alah b entuk b ebas t erkecil yang m empunyai kesatuan fonologis d an k esatuan gramatis yang mengandung suatu pengertian (Putrayasa, 2008:44). Sebagai satuan fonologis, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku i tu t erdiri da ri s atu a tau be berapa fonem. S uku ka ta yang be rakhir dengan vokal di sebut s uku ka ta t erbuka d an s uku ka ta yang be rakhir de ngan k onsonan disebut suku kata tertutup. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar. suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah /b, ə, l, a, j.a.r/. Istilah-istilah ini dikaji dalam ilmu bahasa fonologi. Fonologi adalah ilmu yang me mpelajari s eluk-beluk bun yi-bunyi ba hasa (Lapoliwa, 1988: 3). P roses f onologis a dalah pr oses t erucapnya s uatu ka ta yang berkaitan de ngan ke mampuan be rbahasa m anusia, de ngan be gitu a kan a da perubahan b unyi yang sistematis yang m empengaruhi pol a da n k elas bun yi. Menurut L adefoged (1973) da lam M arsono ( 2008:4) s yarat t erjadinya bun yi bahasa secara garis besar dapat dibagi menjadi empat, yaitu: proses mengalirnya udara, proses fonasi, proses artikulasi, proses oro-nasal. Secara um um bun yi b ahasa di bedakan a tas vo kal, kons onan, da n s emivokal. Pembedaan ini didasarkan pada ada tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. Bunyi disebut vokal, bila terjadinya tidak ada hambatan pada alat bicara, j adi t idak ad a ar tikulasi. H ambatan unt uk bun yi vok al ha nya p ada pi ta suara saja. Bunyi disebut konsonan, bila terjadinya dibentuk dengan menghambat arus u dara p ada s ebagian al at b icara, j adi ada artikulasi. P roses h ambatan at au artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara, jika hal ini terjadi maka

38 23 yang terbentuk adalah b unyi konsonan bersuara. Jika artikulasi itu tidak disertai bergetarnya pita suara, glotis dalam keadaan terbuka, maka bunyi yang dihasilkan adalah konsonan tak bersuara. Bunyi semi-vokal ialah bunyi yang secara praktis termasuk kons onan t etapi ka rena pa da w aktu di artikulasikan be lum m embentuk kosonan m urni, m aka b unyi-bunyi i tu di sebut s emi-vokal at au s emi-konsonan. Struktur vokal bahasa Indonesia menurut bagian lidah yang bergerak dan bentuk bibir, da n kl arifikasi ko nsonan ba hasa Indonesia m enurut c ara di hambat ( cara artikulasi), tempat hamabatan (tempat artikulasi) dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Vokal Bahasa Indonesia bagian lidah bergerak depan tengah belakang bentuk bibir tak bulat tak bulat bulat netral struktur tinggi madya rendah atas i u tertutup bawah I U semi tertutup atas e o ə bawah ɛ ɔ semi terbuka atas bawah a terbuka (sumber: Marsono, 2008:101)

39 24 Tabel 2. Konsonan Bahasa Indonesia tempat artikulasi cara artikulasi bersuara dan tak bersuara bilabial labio-dental apiko-dental apiko-alveolar apiko-palatal lamino-alveolar lamino-palatal medio-palatal dorso-velar laringal glotal hamzah hambatan letup T p t c k B b d j g? nasal B m n ñ ŋ sampingan (lateral) B l geseran (frikatif) getaran (trill) T f s B v r h semi-vokal B w y (sumber: Marsono, 2008:101) Keterangan: T = Tak bersuara B = Bersuara

40 Metode Penelitian Metode pe nelitian yang di gunakan a dalah m etode de skriptif kua litatif. Penelitian de skriptif a dalah pe nelitian yang b erusaha m endeskripsikan obj ek penelitian, s edangkan metode k ualitatif ad alah car a at au p rosedur yang menghasilkan data deskriptif Sumber Data Sumber d ata d alam p enelitian i ni ad alah b ahasa yang d igunakan subjek penelitian s elama p roses b elajar d i d alam k elas b erlangsung. K riteria s ubjek penelitian ini adalah anak yang berusia 7-12 tahun dan telah didiagnosis disleksia oleh dokter atau psikolog di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Teknik Pengumpulan Data Teknik pe ngumpulan da ta di lakukan de ngan ob servasi a tau pe ngamatan langsung k epada an ak-anak yang m engalami d isleksia s elama k egiatan b elajar yang t elah ditetapkan di s ekolah G aluh H andayani. U ntuk m engetahui ke sulitan membaca pada penderita disleksia, data akan difokuskan pada kesulitan membaca yang t erjadi s elama p elajaran b erlangsung. A lat-alat y ang dibutuhkan da lam penelitian in i a dalah a lat tu lis u ntuk m encatat hasil p enelitian, buku p elajaran yang di berikan unt uk a nak di sleksia, d an video r ecorder untuk m erekam ha sil penelitian yang diperoleh Metode Analisis Data Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, data akan di bagi menjadi dua bagian yaitu kata dasar dan kata bentukan. Setelah itu data akan dikelompokkan

41 26 berdasarkan ke las ka ta da lam ba hasa Indonesia unt uk m empermudah da n memperjelas an alisis k esulitan m embaca k ata p ada an ak d isleksia. T ahap selanjutnya ad alah d engan m entranskripsikan da ta da lam be ntuk f onetis unt uk melihat pola kesulitan membaca yang terjadi pada subjek. Dengan demikian akan diketahui kesulitan-kesulitan membaca pada anak-anak disleksia usia 7-12 tahun di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Metode Penyajian Data Dalam penelitian ini akan menyajikan hasil analisis secara formal, dengan bentuk d eskriptif k ualitatif. D ata yang d idapat a kan d itata s ecara s istematis sehingga mudah untuk dipahami 1.9 Sistematika Penelitian Sistematika p enelitian a dalah urutan d alam pe nulisan ha sil pe nelitiannya. Dalam penelitian ini terdiri dari empat bab yaitu: a. Bab I ad alah p endahuluan. P ada b ab I t erdiri d ari l atar b elakang, r umusan masalah, tujuan p enelitian, ma nfaat p enelitian, ruang l ingkup p enelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian. b. Bab II menjelaskan gambaran umum objek penelitian yang meliputi gambaran umum Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya yang di dalamnya terdapat kurikulum, j enis t erapi, m etode t erapi, f asilitas s ekolah, a lur l ayanan, dan proses be lajar m engajar S ekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya. s elain itu j uga a kan di jelaskan g ambaran um um ke bahasaan a nak di sleksia da n gambaran umum subjek penelitian.

42 27 c. Bab III adalah analisis data yang menjelaskan data-data yang ditemukan dan memaparkannya dengan menganalisis data-data tersebut. d. Bab IV ad alah Simpulan yang m enjelaskan h al yang telah didapat d ari penelitian tersebut kemudian menyimpulkan hasilnya.

43 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 2.1 Profil Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya adalah s ekolah i nklusif pertama yang ada di Indonesia. Sekolah ini didirikan oleh Ibu Sri Sedyaningrum pada tahun S ekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya bertempat di jalan Manyar Sambongan No Surabaya. Sekolah y ang bernaung di bawah yayasan pendidikan bimbingan peningkatan prestasi Siswa (BPPS) pada awalnya merupakan lembaga bimbingan belajar yang dikenal dengan nama sekolah dasar kelompok kecil (SDKK). Pada awal berdirinya, Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya hanya melakukan penanganan pada anak lambat belajar (slowleaner) dengan kategori IQ Namun Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya kini menangani siswa yang membutuhkan penanganan dan program layanan khusus lainnya seperti anak berkemampuan no rmal (IQ r ata-rata), b erkemampuan d iatas r ata-rata d engan gangguan p erilaku yang di sebabkan f aktor l ingkungan, anak de ngan ga ngguan belajar A DD ( Attention D evicid D isorder), A DHD (Attention D evicid Hyperactivy Disorder), Autisme, D own S yndrome, C erebralpalsy, da n kesulitan belajar. Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya yang t erdiri d ari T K, S D, SMP, S MA hi ngga c ollege m empunyai fasilitas pe nunjang ke giatan m engajar yang m emadai d an juga di lengkapai de ngan a danya ps ikolog, dokt er, dan s taf 27

44 29 medis s ebagai pe nunjang aspek ke butuhan i ndividu pa ra s iswa be rkebutuhan khusus (ABK) Kurikulum Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Pada dasarnya Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya menggunakan kurikulum yang berlaku di sekolah umum namun dalam memberikan p elayanan pendidikan l ebih m engutamakan a spek ke butuhan individu m urid. A dapun j enis kurikulumnya sebagai berikut: 1. Duplikasi Kurikulum dupl ikasi m enggunakan m ateri yang s esuai d engan K TSP. Kurikulum i ni d iberikan k epada an ak-anak yang t idak be rkebutuhan klhusus (ATBK) a tau a nak yang be rkebutuhan khu sus ( ABK) yang m empunyai kecerdasan m enengah k eatas ( yang m ampu) m enerima m ateri t ersebut d engan baik. Raport yang diberikan berupa nilai angka. Jika anak tersebut mampu, maka akan diijinkan mengikuti UAN. 2. Modifikasi Kurikulum de ngan m odel m odifikasi di berikan kepada anak-anak y ang kurang pa ham be tul t entang m ateri yang ada d alam buku K TSP. K urikulum i ni tetap mengacu pada KTSP, namun dalam penyampaiannya pada siswa diperlukan perubahan-perubahan dalam bentuk yang lebih sederhana dan disesuaikan dengan kebutuhan m asing-masing s iswa. G uru be rperan pe nting da n a ktif da lam pengajaran kurikulum ini.

45 30 3. Subtitusi Kurikulum s ubtitusi a dalah kur ikulum de ngan c ara pe nghapusan m ateri KTSP, na mun m enggantikannya d engan m ateri l ain. K urikulum i ni di terapkan pada anak-anak yang kesulitan dan tidak bisa menerima materi dengan baik. 4. Omisi Kurikulum ini sudah tidak lagi menggunakan atau mengacu p ada KTSP, namun menggunakan buku acuan yang dibuat sendiri oleh tim khusus dari sekolah inklusif g aluh h andayani s urabaya. H al i ni di karenakan anak s ama s ekali t idak mampu me nerima ma teri yang b erat. A nak-anak s eperti i ni t ergolong an ak berkebutuhan khus us ( ABK) yang be rtahap d an bi asanya m asih t ahap aw al perkenalan dengan materi Jenis Terapi Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Sekolah Inklusif G aluh Handayani S urabaya m enggunakan e mpat j enis terapi yaitu terapi terpadu, ADL (Activity Day Leaving),terapi bermain, dan terapi biomedik. 1. Terapi Terpadu Terapi terpadu dibagi menjadi empat bagian, yaitu: a. Terapi Perilaku Terapi i ni be rtujuan un tuk m engurangi pe rilaku yang t idak l azim da n menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima oleh masyarakat. Terapi ini sangat pe nting ba gi a nak-anak a gar d apat m enyesuaikan d iri d an b ersosialisasi dalam masyarakat. Terapi ini akan mengubah perilaku dan persepsi negatif anak ke a rah yang l ebih pos itif. T erapi i ni di mulai dari l atihan kont ak m ata unt uk

46 31 pemusatan p erhatian h ingga h al yang l ebih kom pleks s eperti m enyuruh unt uk membuang sampah pada tempatnya. b. Terapi Okupasi Terapi okupa si di gunakan unt uk m emperbaiki pe rkembangan m otorik yang kur ang ba ik pa da a nak. T erapi i ni j uga be rtujuan unt uk m embantu menguatkan, m emperbaiki koor dinasi, da n keterampilan o totnya. H al yang dilakukan d alam t erapi okupasi i ni ad alah m engajarkan gerakan-gerakan y ang mudah di lakukan ol eh a nak-anak, s eperti t epuk tangan, m erangkak, m elompat, berjalan kaki di atas papan titian, otot jari dilatih agar anak dapat menuli, bermain puzzle, mencocok, dan sebagainya. c. Terapi Wicara Terapi i ni h arus m enggunakan m etode l ovaas a gar h asilnya d apat maksimal. M elalui t erapi i ni, a nak di harapkan dapat m engutarakan pi kirannya dengan ba ik. T erapi w icara di lakukan unt uk a nak yang m engalami g angguan berbahasa, baik itu kesulitan berbahasa dan bicara maupun keterlambatan bicara. Terapi ini bertujuan untuk memunculkan bahasa reseptif dan ekspresif. d. Terapi Pra akademik dan Akademik Terapi p ra a kademik di tunjukan pa da a nak pe mula. M elalui t erapi i ni, anak d iharapkan m ampu m engenal k onsep d asar p embelajaran yang meliputi pengenalan a ngka, hur uf, w arna, b entuk, da n l ain-lain. S edangkan t erapi akademik be rtujuan unt uk m engajarkan a nak agar m engetahui, m emahami, da n menguasai kons ep m ateri s ekolah. S etelah p engenalan t erhadap k onsep d asar

47 32 pembelajaran, an ak d iharapkan m ampu m engaplikasikannya d alam k egiatan belajar mengajar. 2. ADL (Activity Day Leaving) Terapi i ni di lakukan unt uk m elatih ke mandirian a nak da lam m elakukan aktivitas s ehari-hari, mi salnya d iadakannya toilet t raining, rawat di ri, dan l ain sebagainya. 3. Terapi Bermain Terapi i ni be rtujuan unt uk m enyegarkan ke mbali pi kiran a nak-anak a gar tidak j enuh de ngan r utinitas s ehari-hari m ereka. D alam t erapi i ni d iadakan kegiatan at au p embelajaran outdoor atau yang di sebut fill tr ip. Kegiatan i ni dilakukan dua kali dalam satu semester. 4. Terapi Biomedik Terapi i ni be rsifat s angat i ndividual da n pe rlu be rhati-hati. D alam pelaksanaanya, t erapi i ni di lakukan ol eh dokt er s pesialis yang di sediakan ol eh pihak yayasan. Terapi biomedik ini mencakup pemberian obat, vitamin, mineral, dan food supplements Metode Terapi Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya ini memiliki metode terapi yang bersifat bermain sambil belajar. Metode yang digunakan terapis akan dibuat sekreatif m ungkin agar anak t idak m erasa j enuh da n bos an s esuai de ngan j enis terapi yang digunakan agar anak menjadi berkembang dari tujuan awal terapinya. Dalam hal ini, Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya memiliki dua metode sebagai berikut.

48 33 1. Metode Individu Pada m etode i ni, t erapi m enggunakan s istem one-on-one. s esuai d ari n amanya, bentuk dari sistem ini adalah satu anak akan ditangani satu terapis. Maksud dari metode i ni ad alah m empelajai s egala t ingkah l aku an ak, b aik yang s ederhana ataupun kom pleks. M etode i ni di lakukan unt uk a nak yang m embutuhkan konsentrasi t inggi. M etode i ni da pat di lakukan di da lam r uangan assessment, ruang terapi, atau sensory integrasi. 2. Metode kelompok Metode ke lompok a dalah m etode t erapi yang m enggunakan s istem berkelompok dengan beberapa terapis, sehingga satu terapis akan menangani lebih dari stu anak. Metode ini dapat di lakukan dalam ruangan (indoor), namun lebih sering di lakukan di l uar r uangan (outdoor). Ketika m etode i ni di lakukan, gangguan p ada an ak d apat b erbeda d alam s atu kegiatan, t etapi u ntuk u sia at au jenjang pendidikan, aktivitas yang dilakukan, dan jenis terapi yang didapat anak adalah s ama. M etode i ni be rtujuan a gar d apat di ketahui pe rbedaan da n perkembangan pada setiap anak sekaligus untuk membandingkan anak yang satu dengan yang l ainnya s ehingga pi hak t erapis a kan da pat m engetahui an ak-anak yang perlu diberikan tambahan terapi Fasilitas Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Sekolah Inklusif G aluh Handayani S urabaya di lengkapi de ngan f asilitas yang cukup memadai disertai dengan wifi sehingga dapat membantu dalam proses pembelajaran. F asilitas S ekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya a dalah sebagai berikut.

49 34 1. Ruang Kelas Ruag k elas yang ad a d i Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya berjumlah 20 ke las yang kondus if di sertai de ngan A C yang te rbagi me njadi 1 0 kelas digunakan untuk siswa sekolah dasar (SD) dan 10 ke las untuk siswa kelas sekolah menengah pertama (SMP). 2. Ruang Multimedia Ruang m ultimedia di gunakan unt uk m emutar kol eksi a udiovisual s eperti vcd yang berisikan informasi tentang ilmu pengetahuan. Ruangan ini dilengkapi dengan TV berukuran cukup besar untuk menyaksikan pemutaran vcd. 3. Ruang Bermain Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya juga disediakan ruang untuk bermain unt uk a nak. Ruang b ermain i ni be risikan m ainan-mainan yang m ampu berinteraksi dengan orang lain. 4. Ruang Terapi Ruang terapi ad alah ruangan yang digunakan oleh anak k etika menjalani proses t erapi. R uangan i ni di lengkapi de ngan s emua ke perluan t erapi a nak da n juga dilengkapi dengan pendingin ruangan. 5. Lapangan Lapangan S ekolah G aluh Handayani S urabaya t erletak di d epan gedung sekolah. Lapangan ini cukup luas dan dapat digunakan berbagai macam kegiatan seperti apel, bermain bola basket, kegiatan ekstrakurikuler, senam dan sebagainya.

50 35 6. Musolah Sekolah Inklusif G aluh Handayani j uga m enekankan ke pentingan i badah sehingga t ersedianya m usolah di sekolah t ersebut. M usolah i ni bi asa di gunakan ketika jam istirahat kedua untuk sholat dhuhur. 7. Galuh Mart dan kantin Di s ekolah i ni j uga d isediakan b erbagai j enis m akanan b erat yang s ehat dan be rsih yang dijual d i ka ntin s ekolah. Lokasi ka ntin i ni be rada di l antai dua gedung sekolah. Selain itu juga terdapat toko kecil atau disebut Galuh mart yang menyediakan beberapa snack dan minuman Alur Layanan Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Dalam p elaksanaan al ur l ayanan Sekolah Inklusif G aluh H andayani Surabaya memiliki s tandar pr oses yang khus us dalam m engidentifikasi seorang anak yang m embutuhkan pe nanganan i ntensif dalam ha l pe ndidikan. Dalam proses pe nerimaan s eorang a nak be rkebutuhan k husus, Sekolah Inklusif G aluh Handayani Surabaya harus melakukan beberapa proses identifikasi seorang anak agar dalam penanganan proses pendidikan dilakukan secara intensif sesuai dengan kebutuhan t iap i ndividu. P roses i ni di lakukan m engingat ba nyaknya j enis-jenis penyebab seorang anak membutuhkan penanganan khusus d alam proses belajar. Sehingga setiap murid yang melakukan proses belajar pada sekolah dasar inklusif galuh handayani akan mendapatkan penanganan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan belajar yang harus dilakukan. Proses aw al d i Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya adalah melakukan ke giatan i dentifikasi a tau pe njaringan da ta s eorang m urid da ri g uru,

51 36 tim a hli, or ang t ua, da n ke luarga. P roses a wal ini di sebut de ngan i nput. D ari kegiatan i ni, di harapkan s egala i nformasi m engenai m urid yang a kan di tangani dalam proses pembelajaran di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya. Langkah s elanjutnya s etelah m endapatkan s egala i nformasi d ari b erbagai lingkungan s ekitar m urid, pihak S ekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya melakukan pr oses p enyaringan atau di sebut de ngan assessment. Dari p roses in i, seluruh da ta i nformasi yang s udah di dapat a kan di berikan ke pada pi hak-pihak yang di siapkan di antaranya yaitu dokt er, nutrisionist, ps ikolog, pedagog, da n ontopedagog. S etiap pi hak yang di sedikan ol eh s ekolah da sar i nklusif ga luh handayani memiliki b erbagai m acam p eran s esuai d engan f ungsinya. Pertama seorang dokter akan memberikan prespektif mengenai medik. Kedua, nutrisionist akan m emberikan p enjelasan m engenai p respektif g izi. K etiga p sikolog akan memberikan p enjelasan m engenai p respektif mengenai ps ikologis. Keempat pedagog akan m emberikan pr espektif m engenai pe ndidikan. ke lima a dalah ontopedagog, pihak ontopedagog akan memberikan pandangan mengenai hal-hal yang ha rus di lakukan p ada pr oses pe ndidikan s erta p elayanan-pelayanan y ang khusus dilakukan unt uk m urid yang m embutuhkan pe nanganan khus us. s etelah mendapatkan berbagai prespektif dari berbagai pihak, akan dilakukan komunikasi kepada pimpinan untuk membahas hasil-hasil yang telah didapatkan. Kemudian Langkah s elanjutnya d alam p roses l ayanan pe ndidikan di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya adalah profil anak. Dari profil anak ini akan dilakukan mengenai beberapa program penanganan yang harus dilakukan

52 37 untuk m urid-murid be rkebutuhan khus us yaitu pr ogram pe ndidikan, program layanan kompensatoris/ kekhususan, dan program layanan vokasional Proses Belajar Mengajar Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya memiliki be berapa j enis jenjang pe ndidikan m ulai da ri S D, S MP, S MA, hi ngga Collage. Penelitian in i memfokuskan pa da t ingkat S D s aja. P ada t ingkat S D, S ekolah Inklusif G aluh Handayani Surabaya memiliki 14 g uru dan 81 m urid. Berikut ini adalah jumlah murid SD Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya. Tabel 3. Jumlah Murid di SD Galuh Handayani Surabaya no. kelas laki-laki jenis kelamin perempuan jumlah 1. kelas I kelas II kelas III kelas IV kelas V kelas VI total (Sumber: Arsip Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya) Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya mempunyai dua ke las layanan p endidikan, yaitu l ayanan pe ndidikan ke las regular da n layanan

53 38 pendidikan kelas transisi. Perbedaan antara kelas regular dan kelas transisi adalah tingkat ke mampuan murid d alam p roses p embelajaran atau d aya k ognitifnya. Murid-murid yang t ergolong da lam ke las t ransisi a dalah m urid yang kur ang mampu m engikuti pr oses pe mbelajaran p ada t ingkatnya, s ehingga m ateri yang diberikan dalam pembelajaran akan disesuaikan dengan kemampuan siswa-siswa tersebut. Dalam penelitian ini, informan yang digunakan berasal dari murid kelas transisi. Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya menggunakan proses belajar mengajar full day. Setiap pa gi pa ra m urid S ekolah Inklusif G aluh H andayani Surabaya akan melakukan apel dan khusus hari jumat apel akan ditambah dengan senam be rsama. Untuk melakukan apel da n s enam i ni t idak m udah k arena p ara murid s usah di atur da n di bimbing da lam m engikuti g erakan guru o lahraga sehingga di perlukan g uru l ain unt uk m embantu m enuntun gerakan senam yang dilakukan. S etelah m elakukan a pel, s ebelum a kan m asuk k e k elas, pa ra m urid akan be rbaris unt uk be rsalaman de ngan guru-guru di S ekolah Inklusif G aluh Handayani Surabaya. Untuk j am i stirahat, Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya memberikan t iga ka li i stirahat, yaitu pukul W IB, W IB, d an WIB. Pada jam istirahat pertama, sebagian besar murid akan berada diluar ruang kelas. b anyak k egiatan yang d apat d ilakukan p ada s aat j am i stirahat i ni s eperti makan dan minum, bermain dengan teman lainnya, bermain dilapangan, berbicara dengan pe ndamping m urid s eperti or ang t ua a tau ke luarga l ainnya. P ada s aat istirahat ke dua, kondi si da n s uasana t idak t erlalu be rbeda d engan i stirahat

54 39 pertama. P ada j am i ni p ara m urid ak an m endapatkan m akan s iang d ari s ekolah yang melibatkan ahli gizi Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya. Selain itu para murid juga bisa melakukan ibadah sholat dhuhur dan pada hari jumat akan melakukan s holat j umat be rsama di m ushola s ekolah. P ada s aat s etelah j am istirahat ketiga, murid-murid SD akan diajarkan kegiatan tidur siang. Selain pe mberian m ateri a kademik p ada s etiap a nak, di S ekolah Inklusif Galuh H andayani S urabaya j uga m emberikan ke giatan non -akademik s eperti bakat m inat, voka sional, ke terampilan, d an ke mandirian. S ebagai c ontoh, pa da tingkat SD ada suatu kegiatan yang melatih kemampuan kemandiriannya seperti kegiatan t idur s iang yang d i d alamnya ak an t erdapat b eberapa ak tivitas s eperti mengganti baju seragam menjadi baju tidur, mencuci kaki dan tangan, mematikan lampu, da n be rdoa s ebelum t idur. M urid-murid di S ekolah I nklusif G aluh Handayani Surabaya ini tergolong tertib dalam proses pembelajaran dan interaksi di l ingkungan s ekolah b aik de ngan t eman, guru, da n ka ryawan s ehingga a nak akan merasa nyaman di sekolah ini. Jam belajar pada Tingkat SD, setiap kelasnya memiliki jadwal yang b erbeda-beda. Berikut i ni ad alah j am b elajar S D Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya.

55 40 Tabel 4. Jadwal Jam Belajar SD Galuh Handayani Surabaya hari kelas Waktu I II WIB senin kamis III VI WIB jumat I VI WIB sabtu minggu I VI Libur (Sumber: Arsip Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya) 2.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian Seperti yang d ijelaskan dalam B ab I, s umber d ata d alam p enelitian i ni adalah ba hasa a nak yang di diagnosa di sleksia de ngan r entang us ia 7 s ampai 12 tahun di s ekolah Inklusif G aluh H andayani Surabaya. D i s ekolah tersebut memiliki 5 anak yang memenuhi kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian. Subjek 1 a dalah anak l aki-laki berusia 8 t ahun. Subjek 1 duduk di k elas satu s ekolah d asar. S elama j am b elajar d i k elas b erlangsung, S ubjek 1 d apat berinteraksi de ngan ba ik da n c ukup a ktif. D alam pe nelitian, da ta yang didapat memerlukan t iga ka li pe rtemuan de ngan S ubjek 1 di kelas. A kan t etapi, berdasarkan keterangan wali kelasnya, Subjek 1 ini memiliki sifat pemalu ketika bertemu d engan o rang asing s ehingga k etika m embaca, s uara yang d ihasilkan

56 41 Subjek 1 c ukup kecil. Kemampuan membaca pada subjek 1 i ni tergolong cukup baik dan lancar walaupun masih mengalami beberapa gangguan dalam membaca. Sama halnya dengan Subjek 1, Subjek 2 adalah anak yang berusia 8 tahun dan duduk di kelas satu sekolah dasar. Subjek 2 ini sangat aktif serta susah untuk diam da n duduk di t empat dudukn ya. A kan t etapi i a da pat m engerti a pa yang diperintahkan o leh gurunya s elama d i k elas. D alam p enelitian in i ju ga memerlukan tiga kali pertemuan untuk mendapatkan data yang didapat. Berbeda dengan Subjek 1, Subjek 2 dapat membaca dan mengeja huruf dengan suara yang lantang dan percaya diri. Namun, Subjek 2 j uga mengalami gangguan membaca bahkan t erkadang i a m embaca s ecara as al. K etika S ubjek 2 s alah m embaca, i a mengulangi kata tersebut tetapi terkadang masih salah dan akhirnya dibantu guru untuk mengejanya. Subjek 3 a dalah anak laki-laki dengan usia 11 t ahun. Subjek 3 duduk di kelas dua s ekolah da sar. Berdasarkan k eterangan w ali k elasnya, Subjek 3 i ni tergolong pintar dan dapat berinteraksi dengan baik dikelas dibandingkan temanteman d i k elasnya. D alam p enelitian in i me merlukan 3 k ali p ertemuan di k elas dan S ubjek 3 s elama i tu m embaca 7 t eks b acaan da lam bukun ya yang c ukup panjang. Kemampuan membaca Subjek 3 ini juga baik walaupun terkadang masih mengalami gangguan. Akan t etapi kons entrasi m embaca S ubjek 3 i ni m udah teralihkan ketika ia membaca terlalu banyak. Subjek 4 adalah anak laki-laki yang duduk di kelas dua sekolah dasar dan berusia 9 t ahun. S ubjek 4 i ni da pat be rinteraksi de ngan ba ik d engan guru da n teman-temannya. Untuk mendapat data bahasa Subjek 4, dalam penelitian ini juga

57 42 memerlukan t iga k ali p ertemuan s elama j am b elajar d i k elas. B erbeda d engan Subjek 3, s elama pelajaran berlangsung di kelas, Subjek 4 ha nya membaca buku pelajaran yang b erisikan k ata d asar s aja. O leh k arena i tu t idak d itemukan d ata membaca kata bentukan pada Subjek 4. Subjek 5 adalah anak laki-laki berusia 11 tahun dan duduk di kelas empat sekolah d asar. S ubjek 5 i ni ak tif s elama j am p elajaran b erlangsung. Ia mampu berinteraksi de ngan b aik d engan guru d an t eman-temannya. Ia b ahkan mampu menyampaikan hal yang ingin dia sampaikan dengan baik. Untuk mendapat data bahasa S ubjek 5 i ni m emerlukan t iga k ali p ertemuan d i k elas s elama p roses belajar berlangsung dan selama itu Subjek 5 telah membaca 9 teks bacaan dalam buku pelajarannya. Teks yang dibaca oleh Subjek 5 ini menggunakan bahasa yang lebih kompleks dan terdapat beberapa istilah yang cukup sulit. Akan tetapi Subjek 5 i ni d apat m embacanya d engan b aik d an l ancar w alaupun m asih t erdapat beberapa gangguan k etika m embaca. T erkadang S ubjek 5 j uga m embaca s ecara asal.

58 BAB III TEMUAN DAN ANALISA DATA Dalam bab ini peneliti membahas data yang telah dikumpulkan di Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya be rupa ke sulitan m embaca ka ta p ada a nak disleksia. Data yang telah terkumpulkan terdiri dari kesulitan membaca pada 243 kata dasar dan 86 kata bentukan. Data tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan kelas ka ta ba hasa Indonesia yang t erdiri da ri no mina, ve rba, a jektiva, a dverbia, dan ka ta t ugas. S elanjutnya, da ta yang s udah dikelompokkan a kan di analisis sesuai dengan kompetensi fonologis serta letak kesulitan membaca sehingga dapat diketahui kesulitan membaca yang dilakukan oleh para subjek. 3.1 Kesulitan Membaca Kata Dasar pada Anak Disleksia Setiap s ubjek me miliki ju mlah d ata yang b erbeda-berbeda. H al i ni dikarenakan s etiap an ak m emiliki j umlah b acaan yang b erbeda j uga. Data y ang ditemukan pada Subjek 1 berjumlah 39 kata, Subjek 2 berjumlah 70 kata, Subjek 3 berjumlah 42 kata, Subjek 4 berjumlah 41 kata, dan Subjek 5 berjumlah 51 kata. Seluruh j umlah ka ta da sar yang di temukan da ri l ima s ubjek s elama p enelitian sebanyak 243 kata. Kata dasar yang ditemukan selama penelitian di dalam kelas ketika pelajaran berlangsung juga b erasal dari k elas kata yang b eragam. Berikut akan dideskripsikan kesulitan membaca kata dasar berdasarkan kelas kata nomina, verba, ajektiva, adverbia, dan kata tugas untuk masing-masing subjek. 43

59 Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Dari lima s ubjek yang ada, n omina me miliki ju mlah te rbanyak s ebagai kelas kata pada kata dasar yang sulit dibaca oleh para subjek. Jumlah nomina yang didapat dari kesulitan subjek membaca kata dasar sebanyak 167 kata. Kata dasar nomina yang d itemukan s elama p enelitan, s elain n ama b enda, j uga d itemukan pronominal pe rsona s eperti ka ta mereka, di a, dan saya, pronominal penunjuk seperti kata ini dan sini, pronominal penanya seperti kata siapa dan mana. Kata numeralia j uga di temukan dalam p enelitan in i seperti k ata satu, e mpat, dan beberapa. Kesulitan m embaca s etiap s ubjeknya j uga b erbeda an tara s atu d engan yang l ain. Berikut i ni a kan di paparkan k esulitan m embaca ka ta da sar nomina Subjek 1 s ampai d engan S ubjek 5 d alam m embaca k ata d asar s elama p elajaran berlangsung. Tabel 5. Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 1 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. sekolah [sətəkɔlah] 14. nektar [mɛktar] 2. tukang [tuka] 15. bangkai [daŋka y ] 3. anting [intiŋ] 16. boneka [kɔnɛka] 4. bengkel [bɛŋka] 17. ibu [ubi] 5. bengkel [bɛŋkɛ] 18. bibi [bubi] 6. angin [agin] 19. ina [ini] 7. pintu [pitu] 20. iwan [awan] 8. uang [uŋ] 21. ani [ini] 9. hati [hai] 22. mereka [karɛka] 10. renda [pada] 23. dia [dita] 11. sulawesi [suləga] 24. engkau [aŋka w ] 12. sulawesi [sulas] 25. beberapa [bərapa] 13. sayap [saya]

60 45 Selama proses belajar berlangsung ditemukan 25 kata nomina pada Subjek 1 yang m engalami k esulitan k etika m embacanya. S ubjek 1 m embaca k ata d asar tersebut dengan suara yang pelan. Ketika membaca kata dasar nomina, Subjek 1 mengalami b eberapa k esulitan m embaca yang beragam s eperti m enghilangkan fonem, m engganti fonem de ngan fonem yang lain, m enambahkan f onem pa da kata tersebut, bahkan menukar letak fonem pada kata. Subjek 1 pada umumnya mengalami penghilangan fonem ketika membaca kata da sar nom ina. H al ini da pat di lihat ke tika Subjek 1 m embaca ka ta tukang yang dibaca menjadi [tuka]. Subjek 1 menghilangan fonem [ŋ] di suku kata kedua yang seharusnya adalah suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Hal yang sama juga terjadi pada kata sayap, Subjek 1 m enghilangkan fonem [p] sehingga menjadi [saya]. Sedangkan pada kata bengkel dibaca menjadi [bɛŋka]. Subjek 1 mengganti f onem [ ɛ] de ngan f onem [ a] pa da s uku ka ta k edua l alu m enghapus fonem [ l]. H al i ni m enyebabkan pe rubahan po la s uku ka ta yang s eharusnya tertutup m enjadi s uku ka ta t erbuka. A kan t etapi, S ubjek 1 be rtemu de ngan ka ta bengkel lagi, d an i a m embaca t idak t erlalu j auh d ari k aidah d engan k ehilangan fonem [l] di suku kata keduanya sehingga dibaca menjadi [bɛŋkɛ]. Pada kata hati mengalami penghilangan fonem di suku kata kedua. Subjek 1 mengabaikan fonem konsonan di suku kedua yaitu fonem [t] sehingga dibaca menjadi [hai]. Subjek 1 juga m engalami k esulitan m embaca d engan m enghilangkan bunyi v okal berdampingan s eperti k ata uang yang di baca [uŋ]. Dalam hal ini Subjek 1 mengabaikan f onem vokal [a]. Kata uang yang memiliki dua s uku ka ta di baca hanya satu suku kata dengan mengabaikan fonem [a] di suku keduanya.

61 46 Subjek 1 t idak ha nya menghilangkan s atu f onem s aja ke tika ke sulitan membaca, t etapi i a j uga d apat m enghilangkan b eberapa f onem s ekaligus d alam satu kata seperti pada kata beberapa yang ketika dibaca kehilangan satu suku kata yaitu suku kedua yang terdiri dari fonem [b] dan [ə] sehingga menjadi [bərapa]. Kata beberapa ini memiliki empat suku kata, akan tetapi Subjek 1 mengabaikan suku keduanya sehingga dibaca menjadi tiga suku kata saja. Pada kata Sulawesi dibaca tidak sesuai dengan kaidah sebanyak dua kali sebelum dibaca secara benar oleh S ubjek 1. P ertama, ka ta Sulawesi dibaca menjadi [ suləga]. D alam h al i ni subjek 1 m embaca s esuai d engan k aidah p ada s uku p ertamanya s aja k emudian dibaca semaunya. Suku kata Sulawesi yang berjumlah empat juga dibaca menjadi tiga suku kata saja. Kedua, kata Sulawesi di baca menjadi [sulas]. Berbeda dengan sebelumnya, Subjek 1 membaca sesuai kaidah pada suku pertama dan kedua, lalu menghilangkan f onem [ w], [ ə], da n [i] di s uku ka ta s elanjutnya. S ubjek 1 membaca k ata t ersebut menjadi 2 s uku k ata s aja yang s eharusnya d engan s uku kata terbuka menjadi suku kata tertutup. Selain menghilangkan fonem ketika membaca kata dasar nomina, Subjek 1 juga me ngalami k esulitan me mbaca d engan me ngganti f onem. H al in i te rlihat ketika S ubjek 1 m enggantikan f onem [ a] m enjadi f onem [ i] di s uku ka ta pertamanya k etika m embaca k ata anting sehingga menjadi [intiŋ]. Pergantian fonem yang s ama d i s uku k edua k ata t erjadi p ada k ata Ani dibaca menjadi [ini] dan k ata Ina dibaca m enjadi [ ini]. Sebaliknya, Subjek 1 m engganti f onem [ i] menjadi f onem [ a] d i s uku p ertamanya k etika membaca k ata Iwan sehingga menjadi [awan]. Keempat kata tersebut tidak mengalami perubahan pola suku kata

62 47 karena S ubjek 1 ha nya mengganti f onem voka l de ngan f onem voka l yang l ain. Hal yang serupa juga terjadi ketika Subjek 1 membaca kata bibi menjadi [bubi]. Ketika membacanya, Subjek 1 mengganti fonem [i] dengan fonem [u]. Subjek 1 j uga kesulitan membaca dengan menggantikan fonem konsonan selama m embaca s eperti k etika m embaca f onem [ n] m enjadi [m] d i s uku k ata pertama pada kata nektar sehingga menjadi [mɛktar]. Hal yang sama terjadi pada kata bangkai menjadi [daŋka y ] dengan menggantikan fonem [b] dengan fonem [d] di s uku pe rtamanya, dan ka ta boneka dibaca m enjadi [ kɔnɛka] dengan menggantikan fonem [b] menjadi fonem [k] juga di suku pertamanya. Membaca dengan mengganti lebih dari satu fonem terjadi ketika Subjek 1 membaca k ata mereka menjadi [ karɛka]. S ubjek 1 m engganti s eluruh f onem di suku pertamanya yaitu fonem [m] dan [ə] menjadi fonem [k] dan [a]. Sedangkan ketika Subjek 1 m embaca kata renda, ia mengalami kesulitan dan akhirnya suku pertama dibaca semaunya dan suku kedua dibaca sesuai dengan kaidah sehingga kata tersebut dibaca menjadi [pada]. Pada kata sekolah, Subjek 1 menambahkan satu suku kata ditengah-tengah kata tersebut yang terdiri dari fonem [t] dan [e] sehingga Subjek 1 membacanya dengan [sətəkɔlah]. H al ini me mbuat k ata sekolah yang s eharusnya t erdiri d ari tiga suku kata menjadi kata dengan empat suku kata. Pertambahan fonem ini juga terjadi k etika S ubjek 1 membaca k ata dia yang m enjadi [ dita]. S ubjek 1 t elah menyisipkan fonem [t] di suku kedua. Selain menghilangkan f onem, mengganti f onem, da n menambahkan fonem di ka ta da sar nom ina, be ntuk ke sulitan m embaca pa da S ubjek 1 s elama

63 48 dikelas adalah tertukarnya letak fonem seperti ketika Subjek 1 membaca kata ibu. Pada ka ta i ni S ubjek 1 menukar l okasi fonem [ i] yang b erada d i s uku pertama dengan fonem [ u] yang be rada di s uku k edua. Hal i ni m enyebabkan S ubjek 1 membaca kata ibu menjadi [ubi]. Tabel 6. Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 2 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. alam [ala] 26. kutilang [kuntiti] 2. buku [bubu] 27. kutilang [kutika] 3. meja [mɛya] 28. kutilang [kutila] 4. bioskop [vi y oskop] 29. ulat [ular] 5. kuning [kiniŋ] 30. musuh [musu] 6. biru [piru] 31. kupu [bupu] 7. kursi [bursi] 32. kelelawar [kələlar] 8. orang [ɔ w ang] 33. tanah [tamah] 9. hati [mati] 34. tanah [tanaman] 10. bapa [papa] 35. cuaca [cuja] 11. bapa [bapa?] 36. cuaca [ju w aca] 12. surga [sulga] 37. boneka [bamɛka] 13. surga [gaga] 38. boneka [bamaka] 14. surga [sura] 39. boneka [bɔnɛt] 15. surya [sulya] 40. komodo [komobo] 16. nama [mama] 41. sepeda [səpɛbah] 17. atas [ada] 42. lemari [mari] 18. kera [kəla] 43. celana [lana] 19. kasih [kasim] 44. melati [lati] 20. udara [u w ara] 45. menara [məmara] 21. tepi [pəpi] 46. petani [pətami] 22. pantai [panpan] 47. petani [pətini] 23. ombak [ɔmpɔl] 48. ria [li y a] 24. ombak [ɔmbaka] 49. siapa [sipa] 25. melati [məlaki] 50. satu [sama] Kesulitan m embaca k ata d asar n omina p ada S ubjek 2 s elama p elajaran ditemukan s ebanyak 5 0 k ata. Berdasarkan t abel yang t elah d isediakan di at as, Subjek 2 m emiliki be rbagai m acam b entuk ke sulitan da lam m embaca dengan

64 49 menggantikan f onem, m enghilangkan f onem, m enambahkan f onem, da n tertukarnya letak fonem. Selama p roses b elajar, pada um umnya Subjek 2 m engalami kesulitan membaca d engan m engganti f onem d engan fonem yang l ain baik ko nsonan maupun vokal. Subjek 2 ke sulitan membaca dengan mengganti fonem vokal [u] menjadi [ i] d i s uku k ata k edua t erjadi k etika membaca k ata kuning sehingga dibaca menjadi [kiniŋ]. Begitu juga pada kata petani yang mengalami perubahan fonem [a] berubah menjadi fonem [i] di suku kedua sehingga kata tersebut dibaca menjadi [pətini]. Subjek 2 juga k esulitan membaca k ata buku menjadi [ bubu]. Subjek 2 mengganti fonem konsonan [k] menjadi fonem [b] di suku kata keduanya. Subjek 2 mengganti fonem yang sama di suku pertama pada kata kupu menjadi [bupu]. Begitu ju ga d engan k ata kursi yang di baca m enjadi [ bursi]. S elain i tu S ubjek 2 juga mengganti fonem [b] dengan fonem [p] di suku pertamanya pada kata biru sehingga di baca m enjadi [ piru]. S ubjek 2 mengalami k esulitan membaca fonem [r] dengan menggantinya ke fonem [l] baik di suku kata pertama maupun kedua seperti ketika membaca kata ria sehingga dibaca menjadi [lia] dengan perubahan pada suku pertama. Lalu pa da kata surga yang dibaca menjadi [sulga] dan kata surya dibaca menjadi [sulya] juga mengalami hal serupa dengan mengganti fonem [r] menjadi fonem [ l] di suku kata pe rtama. Subjek 2 ju ga mengalami k esulitan membaca k etika b ertemu d engan f onem [ n]. S ubjek 2 m embaca k ata nama, dengan mengubah fonem [n] menjadi fonem [m] di suku pertama sehingga dibaca menjadi [mama]. Kata tanah dibaca menjadi [tamah] dengan mengubah fonem [n]

65 50 menjadi f onem [ m] di suku ke dua. P ada k ata menara [ mənara] yang d ibaca menjadi [ məmara] d an kata p etani [ pətani] yang d ibaca m enjadi [ pətami] ju ga mengalami p erubahan f onem yang s ama, t etapi l etak s uku k ata yang b erbeda. Kata menara mengalami pe rubahan f onem d i s uku ke dua da n ka ta petani mengalami pe rubahan f onem di s uku k ata ke tiga. Subjek 2 j uga m engalami kesulitan m embaca j ika be rtemu de ngan f onem [t] ba ik pa da ka ta be rsuku dua maupun tiga seperti kata tepi, ulat, dan melati. Kata tepi menjadi [pəpi] dengan mengganti fonem [t] dengan fonem [p] di suku kata pertama. Fonem [t] terletak pada s uku ke dua be rubah m enjadi f onem [ k] pa da ka ta ulat menjadi [ ular]. Perubahan Selanjutnya pada kata melati yang dibaca menjadi [məlaki] mengalami perubahan fonem yang sama di suku kata ketiga. Semua kata yang dijelaskan di atas pa da S ubjek 2 t idak m engalami pe rubahan pola s uku ka ta ka rena S ubjek 2 hanya mengganti fonem dengan fonem yang lainnya. Mengganti lebih dari satu fonem ketika membaca juga terjadi pada Subjek 2 ketika membaca kata boneka [bɔnɛka] yang dibaca menjadi [bamɛka] perubahan fonem yaitu fonem [ɔ] menjadi [a] di suku kata pertama dan fonem [n] menjadi [m] di suku kata kedua. Kemudian kata boneka dibaca kembali menjadi [bamaka]. Pada kasus ini, Subjek 2 membaca dengan mengalami perubahan tiga fonem yaitu fonem [ɔ], [n], dan [ɛ] menjadi fonem [a], [m], dan [a] yang terletak di suku kata pertama dan kedua. Perubahan fonem ini mengalami posisi yang bersampingan. Pada k ata satu dan ombak mengalami pe rubahan f onem di s uku ka ta kedua. Hanya suku kata pertamanya yang dibaca secara benar setelah itu Subjek 2 membaca d engan s emaunya. P ada k ata satu dibaca m enjadi [ sama] m engalami

66 51 perubahan suku kata kedua yang terdiri dari fonem [t] menjadi [m] dan fonem [u] menjadi [ a]. S edangkan p ada k ata ombak dibaca m enjadi [ ɔmpɔl] me ngalami perubahan p ada s uku k eduanya j uga yang t erdiri da ri f onem [ b] m enjadi [ p], fonem [ a] menjadi [ ɔ] dan f onem [ k] m enjadi [ l]. A kan tetapi h al in i tid ak membuat terjadinya perubahan pola suku kata. Selain pergantian fonem, kehilangan fonem juga banyak ditemukan ketika Subjek 2 m embaca k ata d asar s elama p roses b elajar d i k elas s eperti k ata alam menjadi [ ala]. P ada k ata i ni, Subjek 2 m enghilangkan f onem [ m] di s uku ka ta kedua yang berakibat berubahnya pola suku kata. Subjek 2 menjadikan suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Hal yang serupa juga terjadi pada kata musuh yang di baca m enjadi [ musu] yang m enunjukkan ba hwa i a m enghilangan f onem [h] di s uku ka ta ke dua dan m engganti fonem v okal [ U] di suku ke dua menjadi fonem [u] ketika membaca. Pada kata udara kehilangan fonem [d] di suku kedua ketika Subjek 2 membacanya sehingga menjadi [u w ara]. Subjek 2 j uga membaca kata siapa menjadi [ sipa] yang b erarti i a m enghilangkan f onem [ a] yang merupakan suku kata kedua. Subjek 2 j uga menghilangkan fonem di suku ketiga seperti p ada k ata kutilang sehingga di baca m enjadi [ kutila] de ngan menghilangkan fonem [ŋ]. Hal ini juga membuat suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Pada kata lemari, celana, dan melati, Subjek 2 m enghilangkan suku kata pertamanya s ehingga k ata lemari dibaca m enjadi [ mari] yang k ehilangan fonem [l] dan [ə], kata celana yang kehilangan fonem [c] dan [ə] sehingga menjadi [lana]

67 52 dan k ata melati [məlati] yang k ehilangan f onem [ m] d an [ ə] s ehingga menjadi [lati]. Jumlah suku kata yang seharusnya tiga berubah menjadi dua suku kata saja. Pada kata atas Subjek 2 mengalami perubahan suku kata yang tidak sesuai dengan kaidah. S ubjek 2 m engganti f onem [ t] m enjadi [ d] k emudian menghilangkan f onem [ s] di akhir ka tanya m enjadi [ ada]. H al i ni m erubah s uku kata t ertutup m enjadi s uku ka ta t erbuka. S edangkan pa da ka ta cuaca dibaca menjadi [cuja] dengan menghilangkan fonem [a] dan [c] tetapi nyisipkan fonem [j]. Suku ka ta cuaca berjumlah tig a suku k ata berubah m enjadi dua s uku ka ta. Pada k ata boneka, S ubjek 2 m embaca s ecara b enar p ada s uku k ata p ertama d an kedua, l alu m enghilangkan k ata [ k] da n [ a] di s uku ka ta ke tiga, t etapi menggantikan dengan fonem [t] sehingga menjadi [bɔnɛt]. Hal ini jelas mengubah jumlah suku kata yang seharusnya berjumlah tiga menjadi dua suku kata saja dan merubah suku kata t erbuka menjadi suku kata tertutup. Subjek 2 j uga membaca dengan menghilangkan lebih dari satu fonem ketika membaca fonem [w] dan [a] di s uku ke tiga pa da ka ta kelelawar sehingga d ibaca m enjadi [ kelelar]. J umlah suku kata yang seharusnya empat berubah menjadi tiga suku. Kesulitan m embaca d engan m enambahkan d an t ertukar j uga t erjadi p ada subjek 2 ke tika kata bapa menjadi [bapa?]. Pertambahan fonem [?] ini terjadi di suku ka ta ke dua yang m enunjukkan pe rubahan s uku t erbuka m enjadi s uku ka ta tertutup. Selanjutnya, pada kata ombak mengalami pertambahan fonem [a] di suku kata ke dua s ehingga Subjek 2 m embacanya m enjadi [ ɔmbaka]. H al ini menunjukkan jumlah suku kata menjadi bertambah dan suku kata tertutup menjadi suku ka ta t erbuka. P ada ka ta tanah, S ubjek 2 membaca de ngan m enggantikan

68 53 fonem [ h] m enjadi [ m] di s uku ka ta ke dua s erta m enambahkan imbuhan y ang terdiri da ri f onem [ a] d an [ n] s etelah i tu, s ehingga ka ta tanah tersebut d ibaca menjadi [tanaman]. Kata tanah yang memiliki dua suku kata berubah menjadi tiga suku kata. Beberapa kata yang dibaca Subjek 2 terkadang diulangi suku kata pertama atau k edua s eperti k ata pantai yang di baca m enjadi [ panpan]. Subjek 2 menghapus suku kata kedua dan mengulangi suku kata pertamanya. Sebaliknya, kata surga dibaca m enjadi [ gaga]. P ada ka ta i ni, S ubjek 2 m enghapuskan s uku kata p ertama l alu m engulangi s uku k ata t erakhirnya yang t erdiri d ari f onem [ g] dan [a]. Hal ini juga mengubah pola yang seharusnya suku kata tertutup menjadi suku ka ta t erbuka. S edangkan pa da k ata kutilang dibaca ol eh S ubjek 2 menjadi [kuntiti] dengan menghilangkan suku kata ketiga dan mengulangi suku kata kedua yang terdiri dari fonem [t] dan [i]. Tabel 7. Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 3 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. tanah [taman] 14. kancil [kanci] 2. belakang [bəlacaŋ] 15. kancil [kenci] 3. panda [panda y ] 16. sampah [sapah] 4. ayah [ayam] 17. akhir [ahir] 5. kakak [kaka] 18. kakek [kahɛ?] 6. tangkai [taŋaka y ] 19. kakek [kaki] 7. warna [wana] 20. kampung [kapuŋ] 8. lambang [labaŋ] 21. burhan [buhan] 9. binatang [binata] 22. sukaramai [sukaram] 10. leher [lɛhɛ] 23. irfan [infan] 11. putih [utih] 24. empat [əpat] 12. orang [ɔra] 25. semua [səma] 13. putik [putih]

69 54 Selama p elajaran b erlangsung, S ubjek 3 m embaca d engan cukup l ancar. Namun, S ubjek 3 m asih m engalami be berapa be ntuk ke sulitan m embaca. Berdasarkan tabel 7, dapat diketahui Subjek 3 mengalami kesulitan membaca kata dasar nom ina s ebanyak 25 ka ta. Subjek 3 k esulitan m embaca kata seperti membaca dengan mengganti fonem dengan fonem yang lainnya, menghilangkan fonem, dan menambahkan fonem. Pada um umnya S ubjek 3 m engalami pe nghilangkan fonem ke tika membaca k ata d asar, b aik d ari m enghilangkan s atu f onem h ingga b eberapa fonem. Letak kehilangan fonem ini juga beraneka ragam. Dari tabel diatas dapat diketahui ba hwa S ubjek 3 m embaca k ata binatang dan Orang dengan menghilangkan fonem [ŋ], sehingga kata binatang dibaca m enjadi [ binata], da n kata orang dibaca menjadi [ɔra]. Akan tetapi kehilangan fonem [ŋ] ini memiliki letak yang berbeda. Pada kata binatang, Subjek 3 mengabaikan fonem [ŋ] di suku kata k etiganya. S edangkan k ata orang kehilangan fonem [ŋ] di suku kata keduanya. P ola s uku ka ta ke dua ka ta i ni j uga b erubah yang s eharusnya ad alah suku kata tertutup berubah menjadi suku kata terbuka. Subjek 3 j uga m embaca d engan m enghilangkan f onem yang b erada d i suku kata pertama s eperti k etika m embaca k ata warna menjadi [wana] dan k ata Burhan menjadi [buhan]. Kedua kata ini dibaca dengan mengabaikan fonem [r] di suku k ata p ertamanya sehingga suku k ata t ertutup dibaca menjadi s uku ka ta terbuka. B egitu j uga k ata putih yang di baca de ngan m enghilangkan f onem konsonan di suku pertama yaitu fonem [p] sehingga dibaca menjadi [utih].

70 55 Subjek 3 j uga kesulitan dalam membaca fonem [m] yang berada di suku kata p ertama s eperti k ata lambang yang d ibaca menjadi [labaŋ], kata kampung yang dibaca menjadi [kapuŋ], kata sampah yang dibaca menjadi [sapah] dan kata empat yang d ibaca m enjadi [ əpat]. Dengan hi langnya f onem [ m] di s uku ka ta pertama m enyebabkan p ola s uku ka ta j uga b erubah yang s eharusnya s uku ka ta tertutup menjadi suku kata terbuka. Subjek 3 j uga m enghilangkan f onem vok al s eperti ke tika m embaca ka ta semua yang d ibaca m enjadi [ səma]. K etika m embaca ka ta i ni, S ubjek 3 mengabaikan fonem [u] yang berada di suku kata kedua lalu ia membaca fonem vokal pa da s uku ka ta ketiga d engan m enggabungkan p ada s uku ka ta ke dua. Jumlah s uku ka ta yang seharusnya be rjumlah t iga m enjadi du a s uku k ata s aja. Selain k ata semua, Subjek 3 j uga m engabaikan f onem voka l k etika m embaca sebuah n ama d esa d i b uku b acaan p elajarannya yaitu k ata Sukaramai. S ubjek terlihat sedikit bingung dan mengabaikan suku kata yang terakhir yang terdiri dari fonem [a] dan [i]. Kedua fonem ini adalah diftong dalam bahasa Indoneisa. Akan tetapi ia mengabaikan fonem tersebut sehingga dibaca menjadi [sukaram]. Jumlah suku k ata yang s eharusnya b erjumlah e mpat menjadi t iga s uku ka ta. Hal in i menyebabkan suku k ata t erbuka pa da k ata t ersebut be rubah m enjadi s uku ka ta tertutup. Menambahkan fonem ketika membaca terjadi saat Subjek 3 membaca kata panda dengan menambahka fonem [ y ] di bagian akhir kata sehingga kata panda dibaca m enjadi [ panda y ]. Sedangkan p ada k ata tangkai, S ubjek 3 m enyisipkan atau menambahkan fonem [a] setelah fonem [ŋ] yang berada di suku kata pertama

71 56 sehingga kata tangkai dibaca menjadi [taŋaka y ]. Hal ini menyebabkan perubahan jumlah da n pol a s uku k ata yang s eharusnya b erjumlah dua s uku ka ta b erubah menjadi t iga s uku ka ta yang m enunjukkan s uku ka ta t ertutup be rubah menjadi suku kata terbuka. Membaca dengan mengganti fonem dengan fonem yang lain terjadi ketika Subjek 3 membaca kata Irfan dengan mengganti fonem [r] di suku kata pertama menjadi f onem [ n] sehingga di baca m enjadi [ infan]. S ubjek 3 m embaca de ngan mengganti fonem lain juga terjadi pada kata ayah. Namun, pergantian fonem ini terletak pa da s uku ke duanya yaitu pa da f onem [h] de ngan f onem [ m] s ehingga kata t ersebut d ibaca m enjadi [ ayam]. S ubjek 3 j uga m engganti f onem yang terletak d i s uku k ata k etiga s eperti k etika m embaca k ata belakang yang d ibaca [bəlacaŋ] dengan mengganti fonem [k] menjadi fonem [c]. Begitu juga ketika Subjek 3 m embaca k ata kakek dengan m engganti f onem [ k] menjadi f onem [ h] sehingga d ibaca [ kahɛ?]. Subjek 3 k embali m embaca k ata kakek dengan membaca s ecara b enar h anya p ada s uku p etama s aja, selanjutnya dibaca semuanya. S ubjek 3 m engganti f onem [ ɛ] di s uku ka ta ke dua de ngan f onem [ i] kemudian menghapus fonem [?] di fonem kedua suku kata kedua sehingga dibaca menjadi [kaki]. Sedangkan ketika Subjek 3 membaca kata tanah ia juga membaca suku kedua dengan mengganti dua fonem sekaligus menjadi [ taman]. Pada kata ini, Subjek 3 m embacanya d engan mengganti fonem [ n] dengan fonem [ m] dan fonem [h] menjadi fonem [n]. Subjek 3 m embaca ka ta kancil dengan m engganti fonem s ekaligus menghilangkan fonem tertentu. Kata kancil dibaca d engan m engganti fonem [ a]

72 57 menjadi [ e] yang t erletak d i s uku k ata p ertama, l alu m enghapus f onem [ l] d i bagian ak hir k ata s ehingga k ata kancil dibaca m enjadi [ kenci]. H al i ni menunjukkan bahwa adanya perubahan yang seharusnya adalah suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Tabel 8. Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 4 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. kaki [kai] 18. lidi [midi] 2. duku [duka] 19. baju [baru] 3. komodo [omodo] 20. desa [dasa] 4. komodo [komedo] 21. desa [dɛsi] 5. sepatu [sapatu] 22. palu [pamu] 6. sepeda [səpada] 23. pipa [pipe] 7. celana [cəana] 24. pena [pɛa] 8. mata [mapa] 25. api [ari] 9. baju [batu] 26. toko [tuko] 10. roti [rɔdi] 27. toko [toka] 11. nama [nana] 28. toko [toto] 12. dahi [dai] 29. sapu [sabu] 13. meja [mɛda] 30. kamu [kanu] 14. hari [hai] 31. saya [ba y a] 15. tahu [tadu] 32. ini [imi] 16. kayu [kaya] 33. sini [sani] 17. buku [buka] 34. mana [mama] Dari t abel 8 da pat di lihat ba hwa di temukan 34 kesulitan m embaca k ata dasar n omina. S ubjek 4 membaca d engan s uara yang p elan d an k adang t erbatabata. Kesulitan membaca yang dialami Subjek 4 berupa mengganti fonem dengan fonem yang lain baik fonem vokal maupun fonem konsonan, dan menghilangkan fonem k etika m embaca. N amun, ada j uga k ata y ang k etika d ibaca s angat t idak sesuai dengan kaidah.

73 58 Ketika m embaca ka ta d asar nom ina, pa da um umnya S ubjek 4 ke sulitan membaca dengan mengganti fonem yang dibaca seperti ketika Subjek 4 membaca kata pipa yang kemudian dibaca menjadi [pipe] yang berarti Subjek 4 m engganti fonem [a] dengan dengan fonem [e] yang berada di suku kedua. Selain berubah menjadi fonem [e], fonem [a] juga diganti dengan fonem [i] yang berada di suku kata kedua ketika Subjek 4 membaca seperti pada kata desa yang dibaca menjadi [dɛsi]. S ebaliknya, S ubjek 4 m embaca f onem [i] m enjadi f onem [ a] ketika membaca k ata sini sehingga di baca m enjadi [ sani]. Perubahan f onem v okal i ni terjadi di suku kata pertama. Ketika S ubjek 4 m embaca k ata toko, ia m engganti f onem [ o] m enjadi fonem [u] di suku kata pertamanya sehingga kata tersebut dibaca menjadi [tuko]. Kemudian Subjek 4 m embaca ulang kata toko tersebut dengan mengganti fonem [o] di s uku ka ta ke dua m enjadi f onem [ a] s ehingga di baca m enjadi [ toka]. S aat Subjek 4 bertemu kata toko lagi, ia membacanya menjadi [toto] dengan mengganti fonem [ k] di s uku ka ta pe rtamanya m enjadi f onem [ t]. Hal i ni m enunjukkan bahwa pada satu kata yang sama, Subjek 4 m asih kesulitan membaca walaupun telah membaca kata tersebut berulang kali dengan kesulitan yang berbeda baik di suku kata pertama atau kedua. Hal ini juga terjadi pada Subjek 4 ketika membaca kata baju sebanyak d ua k ali. P ertama i a m embaca k ata baju menjadi [ batu] kemudian d ia m engulangi m embaca k ata t ersebut d an m embacanya menjadi [baru]. K eduanya t idak s esuai de ngan ka idah. S ubjek 4 m engganti f onem [ j] menjadi fonem [t] di suku kata kedua saat membaca kata baju menjadi [batu] dan

74 59 membaca kata baju menjadi [baru] dengan mengganti fonem [j] menjadi fonem [r] juga di suku kata kedua. Pada kata dasar bersuku tiga, Subjek 4 j uga mengalami pergantian huruf ketika m embaca k ata sepatu, yaitu m engganti f onem [ ə] di s uku ka ta pertama menjadi f onem [ a] s ehingga di baca m enjadi [sapatu]. K emudian pa da ka ta komodo, Subjek 4 juga mengganti fonem [o] di suku kata kedua dengan fonem [e] sehingga di baca m enjadi [ komedo]. H al yang s ama t erjadi ke tika S ubjek 4 membaca k ata sepeda menjadi [ səpada] yang mengalami p erubahan f onem [ ɛ] menjadi f onem [ a] di s uku ka ta ke dua. K etiga ka ta i ni j uga t idak m engalami perubahan jumlah dan pola suku kata. Selain mengganti fonem ketika membaca, Subjek 4 juga mengabaikan atau menghilangkan fonem ketika membaca kata dasar nomina seperti kata dahi. Kata dahi mengalami penghilangan fonem [h] di suku kedua sehingga dibaca menjadi [dai]. Lalu k ata pena juga m engalami penghilangan fonem di suku kedua, yaitu fonem [ n] s ehingga di baca m enjadi [ pɛa]. B egitu j uga k ata kaki mengalami penghilangan f onem [ k] di s uku ke dua m enjadi [ kai]. D ari be berapa ka ta yang disebutkan, Subjek 4 telah menghilangkan fonem konsonan suku kedua. Pada kata yang bersuku tiga juga mengalami penghilangan fonem ketika dibaca oleh Subjek 4 seperti kata komodo mengalami penghilangan fomen [k] di suku kata pertama sehingga di baca m enjadi [ omodo]. K emudian ke tika S ubjek 4 m embaca ka ta celana, ia j uga m enghilangkan f onem [ l] yang berada di s uku ke dua menjadi [cəana].

75 60 Selain mengganti dan menghilangkan fonem, Subjek 4 juga membaca kata dasar tidak sesuai k aidah dengan semaunya. Seperti yang t erjadi p ada k ata saya yang d ibaca d engan t erbata-bata. S ubjek 4 m embaca k ata t ersebut d engan asal sehingga i a m embaca kata saya menyimpang c ukup j auh m enjadi [ba y a]. Kesulitan m embaca pa da ka ta i ni m engalami pe rubahan f onem t erjadi di s uku kata pertama dan kedua. Tabel 9. Kesulitan Membaca Kata Dasar Nomina Subjek 5 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. tema [tɛman] 18. kanan [kara] 2. sekolah [səkɔla] 19. distribusi [ditribusi] 3. jalan [jalah] 20. bidang [bidan] 4. kasih [kəsi] 21. konsultasi [kɔnsulsi] 5. sanak [sana] 22. manfaat [ma?ap] 6. presiden [pɛridɛn] 23. modal [modɛl] 7. lembaga [ləmbaŋan] 24. praktek [prakɛt] 8. bidang [bida] 25. rentenir [rɛtəni] 9. mahkamah [pahkamah] 26. asas [asa] 10. mahkamah [mahakam] 27. tubuh [tumbuh] 11. konstitusi [kɔntusi] 28. daki [dakit] 12. komisi [kɔmusi] 29. ombak [ɔbat] 13. perkara [pəriksa] 30. pesisir [pəsisi?] 14. garmen [garmɛr] 31. ombak [ɔba?] 15. petani [pətani y an] 32. bakau [bakan] 16. kanan [karna] 33. mengapa [məŋgapa] 17. produsen [prɔdu?sɛn] Kesulitan membaca pada Subjek 5 pada kata dasar nomina juga beragam seperti m engganti f onem d engan f onem l ain k etika m embaca, m enghilangkan fonem, menambah fonem, menukar letak fonem dengan fonem yang l ain d alam kata, bahkan adanya kata yang dibaca dengan semaunya.

76 61 Subjek 5 membaca kata modal menjadi [modɛl] dengan mengganti fonem vokal [ a] di s uku ka ta ke dua m enjadi f onem voka l [ ɛ]. M engganti f onem konsonan t erjadi pa da Subjek 5 ke tika m embaca ka ta jalan menjadi [ jalah]. Subjek 5 m engganti fonem [ n] di s uku ke dua m enjadi f onem [ h]. K esulitan membaca de ngan m engganti f onem di s uku ke tiga t erjadi ke tika S ubjek 5 membaca k ata pesisir menjadi [ pəsisi?]. Subjek 5 m engganti fonem [ r] menjadi fonem [?]. Walaupun demikian, beberapa kata yang disebutkan tidak mengalami perubahan pol a s uku ka ta. B erbeda dengan k esulitan m embaca S ubjek 5 ketika membaca k ata bakau menjadi [ bakan]. Subjek 5 m engganti f onem voka l [ u] menjadi fonem konsonan [n]. Subjek 5 kesulitan membaca kata kanan terjadi sebanyak dua kali dengan bentuk pe nyimpangan yang be rbeda. P ertama, Subjek 5 m embaca k ata kanan menjadi [karna] dengan menambahkan fonem konsonan [r] di suku kata pertama, lalu m engabaikan f onem [ n] di f onem kons onan ke dua s uku ke dua. P ada s uku pertama seharusnya adalah suku kata terbuka berubah menjadi suku kata tertutup. Sebaliknya, s uku ka ta k edua yang s eharusnya s uku ka ta t ertutup m enjadi s uku kata terbuka. Ketika Subjek 5 membaca kata kanan kedua kali, Subjek 5 kesulitan membaca d engan m engganti s ekaligus m enghilangkan f onem k etika m embaca kata t ersebut. Subjek 5 mengganti f onem [ n] m enjadi f onem [ r] di s uku ke dua kemudian mengabaikan fonem [n] di fonem konsonan kedua suku kedua sehingga kata kanan dibaca m enjadi [ kara]. H al i ni m enyebabkan p erubahan s uku k ata tertutup m enjadi s uku t erbuka. H al yang s erupa j uga di alami ke tika S ubjek 5 membaca kata ombak menjadi [ɔbat]. Subjek 5 menghilangkan fonem [m] di suku

77 62 pertama, lalu mengganti fonem [k] menjadi fonem [t] di suku kata kedua. Hal ini menyebabkan suku kata tertutup menjadi suku k ata terbuka. Subjek 5 m embaca kasih juga mengganti yaitu fonem vokal [a] di suku pertama menjadi fonem [ə] lalu m enghilangkan f onem kons onan [ h] di f onem kons onan ke dua s uku ke dua sehingga dibaca [kəsi]. Kesulitan membaca kata dasar pada Subjek 5 juga terlihat ketika membaca kata distribusi menjadi [ditribusi]. Subjek 5 membaca dengan mengabaikan fonem [s] di f onem kons onan kedua s uku ka ta pe rtama. M enghilangkan f onem ke tika membaca t entu m erubah pol a s uku ka ta t ersebut s uku pe rtama yang s eharusnya suku ka ta t ertutup m enjadi s uku ka ta t erbuka. Perubahan pol a s uku ka ta j uga terjadi k etika S ubjek 5 m embaca k ata praktek menjadi [ prakɛt]. S ubjek 5 menghilangkan fonem [t] di fonem pertama suku kedua lalu fonem konsonan di suku ka ta pe rtama m enjadi f onem di s uku ka ta ke dua. S uku ka ta pe rtama yang seharusnya tertutup menjadi suku kata yang terbuka. Subjek 5 j uga k esulitan m embaca d engan m engabaikan l ebih d ari s atu fonem ketika membaca kata rentenir menjadi [rɛtəni]. Dalam kasus ini, Subjek 5 menghilangkan fonem [n] di fonem konsonan kedua suku kata pertama dan juga fonem [ r] di f onem kon sonan ke dua s uku k ata ketiga. S uku ka ta pe rtama da n ketiga yang s eharusnya s uku ka ta t ertutup m enjadi s uku ka ta t erbuka. K etika Subjek 5 m embaca k ata presiden, i a m engalami k esulitan d engan m engabaikan fonem [ s] di s uku ke dua, l alu m emindahkan l etak f onem [ r] di yang t erletak di fonem kons onan ke dua suku ka ta pe rtama m enjadi di f onem pe rtama s uku ka ta kedua sehingga d ibaca menjadi [pɛridɛn]. Subjek 5 j uga mengabaikan satu suku

78 63 kata penuh seperti membaca pada kata konsultasi menjadi [kɔnsulsi]. Dalam kasus ini, Subjek 5 menghilangkan suku kata ketiga yang terdiri dari fonem [t] dan [a]. Jumlah da n pol a s uku k ata j uga be rubah yang s eharusnya m emiliki e mpat s uku kata menjadi tiga suku kata. Sedangkan ketika membaca kata konstitusi, Subjek 5 mengabaikan t iga fonem s ekaligus yaitu fonem [ s] yang m erupakan fonem konsonan ketiga di suku kata pe rtama, k emudian menghilangkan satu suku kata kedua yang terdiri dari fonem [t] dan [i] sehingga kata konstitusi dibaca menjadi [kɔntusi]. J umlah da n p ola s uku ka ta i ni be rubah da ri empat s uku k ata menjadi tiga suku kata. Subjek 5 juga kesulitan membaca dengan menambahkan fonem lain ketika membaca s epeti p ada k ata tema yang d ibaca [ tɛman]. S ubjek 5 m enambahkan fonem [ n] di f onem kons onan ke dua s uku k ata ke dua. P ola s uku ka ta menjadi berubah dari suku kata terbuka menjadi suku kata tertutup. Hal yang serupa terjadi pada k ata produsen yang d ibaca m enjadi [ prɔdu?sɛn]. Subjek 5 m enambahkan fonem [?] di fonem suku kata kedua. Ini juga menyebabkan pergantian pola yang seharusnya suku kata terbuka menjadi suku kata tertutup. Pada kata lembaga Subjek 5 m embaca dengan mengganti fonem [g] pada suku kata ketiga menjadi fonem [ŋ], lalu menambahkan fonem [n] di suku kata ketiga s ehingga d ibaca menjadi [ləmbaŋan]. Pola suku kata juga berubah dari suku kata terbuka menjadi suku kata tertutup. Sedangkan pada kata petani, Subjek 5 m enambahkan dua fonem s ekaligus yang m embentuk s atu s uku ka ta yang terdiri dari fonem [a] dan [n] sehingga dibaca menjadi [pətani y an]. Jumlah suku kata berubah dari tiga suku kata menjadi empat suku kata.

79 64 Kesulitan m embaca j uga t erjadi k etika s ubjek 5 m embaca k ata mahkamah. Pada ka ta i ni S ubjek 5 mengabaikan f onem [ h] di f onem kons onan ke dua s uku kata ketiga, lalu menukar letak fonem [k] dengan fonem [a] di suku kata kedua, dan fonem [m] dengan fonem [a] di suku kata ketiga sehingga dibaca [mahakam]. Membaca d engan s emaunya t erjadi p ada k ata perkara dibaca m enjadi [ pəriksa] dan kata manfaat dibaca menjadi [maap]. Subjek 5 membaca sesuai kaidah pada suku kata pertamanya saja, setelah itu itu ia membaca secara asal Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Jumlah kata dasar verba yang ditemukan dari kesulitan membaca Subjek 1 sampai d engan S ubjek 4 s ebanyak 16 ka ta. P ada S ubjek 5 t idak di temukan kesulitan m embaca k ata d asar v erba. Kesulitan membaca s etiap s ubjeknya j uga berbeda antara s atu dengan yang lain. Berikut i ni kesulitan membaca k ata dasar verba Subjek 1 sampai dengan Subjek 4 selama pelajaran berlangsung. Tabel 10. Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 1 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. percaya [mərcaya] 3. pukul [puku] 2. datang [data] 4. jatuh [gatuh] Berdasarkan t abel 1 0, ketika S ubjek 1 m embaca k ata d asar s elama pelajaran b erlangsung, t erdapat empat k ata d asar yang m erupakan k ata v erba. Kesulitan membaca pada kata verba yang dialami oleh Subjek 1 ini tidak terlalu menyimpang d ari kaidah. Subjek 1 ha nya mengganti fonem dan menghilangkan fonem seperti pada kata percaya yang dibaca menjadi [mərcaya] dan kata jatuh

80 65 yang di baca [gatuh]. Pada kata percaya, Subjek 1 mengganti fonem [p] di suku kata pertama menjadi fonem [m]. Sedangkan pada kata jatuh, Subjek 1 mengganti fonem [ g] m enjadi f onem [ p] di s uku pe rtamanya dan membaca f onem [ U] menjadi fonem [u] di suku keduanya. Subjek 1 juga menghilangkan fonem ketika membaca kata datang menjadi [data]. Pada kasus ini, Subjek 1 menghilangkan fonem [ŋ] di fonem konsonan kedua s uku k ata ke dua. Hal i ni t entu m erubah p ola s uku ka ta yang s eharusnya suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Selanjutnya pada kata pukul yang di baca m enjadi [ puku] de ngan m engabaikan f onem [ l] di f onem kons onan ke dua suku kata kedua. Selain itu, Subjek 1 membaca fonem [U] menjadi fonem [u]. Hal ini juga merubah pola suku kata yang seharusnya suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Tabel 11. Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 2 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. ada [apa] 5. terima [tərina] 2. jadi [jabi] 6. terima [bərima] 3. terima [təmama] 7. jadi [tadi] 4. terima [tərlihat] 8. terima [təma] Jumlah data yang didapat pada Subjek 2 dalam membaca kata dasar verba sebanyak de lapan ka ta. B erdasarkan da ta t ersebut, pa da um umnya S ubjek 2 membaca d engan m engganti f onem s eperti m embaca k ata ada menjadi [ apa]. Pada kata ini, Subjek 2 membaca dengan mengganti fonem [d] di suku kata kedua menjadi fonem [p]. Subjek 2 juga mengganti fonem [d] ketika membaca kata jadi menjadi [ jabi]. P ergantian f onem [ d] ke tika di baca S ubjek 2 i ni t erjadi di s uku

81 66 kedua yang menjadi fonem [b]. Selanjutnya, Subjek 2 m embaca kata jadi sekali lagi dan ia membacanya menjadi [tadi] dengan mengubah fonem [j] di suku kata pertama menjadi fonem [t]. Berdasarkan tabel 10, Subjek 2 kesulitan membaca kata terima sebanyak lima kali. Subjek 2 membaca kata tersebut dengan mengganti fonem [m] menjadi fonem [n] di suku kata ketiga sehingga dibaca menjadi [tərina]. Kemudian Subjek 2 m embaca d engan m engganti s uku k ata p ertama f onem [ t] m enjadi f onem [ b] sehingga k ata t ersebut dibaca m enjadi [ bərima]. S ubjek 2 j uga m embaca k ata terima dengan mengabaikan suku kata kedua yang terdiri da ri fonem [ r] dan [ i] sehingga dibaca menjadi [təma]. Hal ini menyebabkan perubahan jumlah dan pola suku ka ta yang s eharusnya be rjumlah t iga s uku ka ta m enjadi du a s uku k ata. Subjek 2 juga membaca kata terima menjadi [təmama]. Dalam kasus ini, Subjek 2 menghapus suku kata kedua yang terdiri dari fonem [r] dan [i], lalu mengulangi suku ka ta t erakhir yang terdiri da ri f onem [ m] dan [ a]. Walaupun de mikian, i ni tidak menyebakan perubahan pola dan suku kata. Selain itu, Subjek 2 m embaca kata terima menjadi [ terlihat]. Pada kasus ini terlihat bahwa Subjek 2 m embaca sesuai kaidah pada fonem di suku pertama kemudian membaca secara asal. Tabel 12. Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 3 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. lahir [lahi] 3. berangkat [bərakat] 2. ajak [aja] Jumlah kata dasar verba yang ditemukan pada Subjek 3 selama pelajaran berlangsung sebanyak tiga kata. Ketiga kata ini memiliki persamaan yaitu Subjek

82 67 3 m embaca k ata-kata t ersebut d engan m enghilangkan f onem d alam k atanya. Subjek 3 m embaca kata lahir menjadi [lahi] dengan menghilangkan fonem [r] di suku ka ta ke dua d an membaca f onem [ I] m enjadi [ i]. H al i ni m enyebabkan perubahan pola suku kata yang seharusnya suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. S elanjutnya, S ubjek 3 m embaca ka ta ajak dengan m engabaikan f onem terakhir di s uku ka ta ke duanya yaitu f onem [?] s ehingga k ata t ersebut d ibaca menjadi [aja]. Hal ini juga mengubah pola suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. S edangkan p ada k ata berangkat, Subjek 3 mengabaikan fonem [ŋ] di suku kata kedua ketika membaca sehingga dibaca menjadi [bərakat]. Sama halnya dengan kata sebelumnya, pola suku kata pada kata berangkat berubah dari suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Tabel 13. Kesulitan Membaca Kata Dasar Verba Subjek 4 no. kata target tuturan 1. maju [madu] Data yang d i d apat p ada S ubjek 4 d alam k esulitan m embaca k ata d asar verba h anya s atu k ata s aja yaitu k ata maju. Kata maju dibaca m enjdi [ madu]. Subjek 4 mengganti fonem [j] di suku kata kedua menjadi fonem [d]. Hal ini tidak menyebakan pergantian jumlah ataupun pola suku kata karena Subjek 4 membaca dengan mengganti fonem konsonan menjadi fonem konsonan lain.

83 Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Kesulitan membaca kata dasar ajektiva lebih banyak ditemukan dari pada kesulitan membaca kata dasar verba yaitu 33 ka ta. Dari Subjek 1 s ampai dengan Subjek 5 m emiliki j umlah da n be ntuk k esulitan m embaca yang be rbeda an tara satu dengan yang lain. Berikut ini akan dipaparkan kesulitan membaca kata dasar ajektiva Subjek 1 sampai dengan Subjek 5 yang telah ditemukan. Tabel 14. Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 1 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. sungguh [suguh] 4. aktif [iktif] 2. kencang [kənca] 5. utama [atama] 3. miskin [mikin] Kata d asar aj ektiva yang d idapat pada s ubjek 1 s ebanyak lima kata. Bentuk k esulitan m embaca yang di alami S ubjek 1 a dalah m engganti da n menghilangkan f onem. Subjek 1 m engganti f onem voka l ke tika m embaca ka ta aktif dan utama. Pada kata aktif, subjek 1 mengganti fonem vokal [a] disuku kata pertama de gan f onem voka l [ i] s ehingga k ata aktif dibaca me njadi [ iktif]. Sedangkan kata utama dibaca menjadi [atama] dengan mengganti fonem vokal [u] di s uku ka ta pe rtama menjadi f onem [ a]. K edua ka ta t ersebut s ama-sama mengalami pe rgantian fonem di s uku pe rtamanya, t etapi t idak m engalami perubahan pola suku kata. Kata sungguh dibaca oleh Subjek 1 dengan menghilangkan fonem [ŋ] di suku pe rtamanya s ehingga di baca [ suguh]. P ada ka ta i ni, suku kata t ertutup berubah m enjadi s uku kata t erbuka. Begitu j uga d engan k ata kencang yang

84 69 dibaca menjadi [kenca] dengan menghilangkan fonem [ŋ] di suku keduanya. Pada kata ini juga mengalami perubahan suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Sedangkan p ada k ata miskin, Subjek 1 m engabaikan f onem kons onan [ s] yang berada d i s uku p ertama, l alu m embaca fonem [ I] m enjadi f onem [ i] s ehingga dibaca menjadi [mikin]. Pola pada suku kata ini ini juga berubah dari suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Tabel 15. Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 2 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. baik [babi] 5. biasa [bisa] 2. segar [səgər] 6. panas [pamas] 3. wangi [wani] 7. cerah [jərah] 4. raya [rayaŋ] Kesulitan membaca kata dasar ajektiva yang ditemukan selama pelajaran berlangsung pa da S ubjek 2 s ebanyak t ujuh ka ta. K esulitan m embaca pa da ka ta dasar ajektiva t erjadi ke tika S ubjek 2 m engganti f onem [ a] m enjadi f onem [ ə] pada saat membaca kata segar yang menjadi [seger]. Subjek 2 m engganti fonem [a] m enjadi f onem [ ə] y ang t erletak di s uku k ata ke dua. S ubjek 2 m embaca dengan m engganti f onem di s uku ke dua j uga t erjadi pa da ka ta wangi, dan ka ta panas. Fonem [ŋ] di suku kedua kata wangi diganti menjadi fonem [n] sehingga dibaca m enjadi [ wani] da n f onem [ n] yang be rada di s uku ke dua k ata panas diganti m enjadi f onem [ m] s ehingga di baca m enjadi [ pamas]. Sedangkan pa da kata cerah, S ubjek 2 m embaca d engan m engganti f onem yang t erletak di s uku pertama yaitu fonem [c] menjadi fonem [j], sehingga kata tersebut dibaca menjadi

85 70 [jerah]. K ata-kata yang disebutkan di atas t idak mengalami pe rubahan p ola s uku kata. Berbeda d engan k ata raya yang dibaca menjadi [rayaŋ] dengan menambahkan fonem [ŋ] di akhir suku kata kedua. Pola suku kata menjadi berubah yang awalnya suku kata terbuka menjadi suku kata tertutup. Sedangkan ketika S ubjek 2 m embaca k ata biasa, ia m engabaikan f onem [ a] di s uku ke dua sehingga i a m embacanya m enjadi [ bisa]. Selain i tu S ubjek 2 j uga m embaca semaunya k etika m embaca k ata baik menjadi [ babi]. S ubjek 2 m embaca s esuai dengan k aidah h anya p ada s uku p ertamanya s aja, k emudian i a m embacanya secara asal. Tabel 16. Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 3 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. rindang [riŋan] 5. bangga [baŋa] 2. sayang [saya] 6. sombong [sɔbɔŋ] 3. tinggi [iŋgi] 7. kepalang [kəpa?] 4. matang [mantan] Sama s eperti S ubjek 2, k esulitan m embaca k ata d asar ajektiva s elama pelajaran be rlangsung di temukan s ebanyak t ujuh ka ta. P ada um umnya S ubjek 3 kesulitan membaca kata dasar ajektiva dengan menghilangkan fonem dalam kata tersebut seperti ketika membaca kata sayang menjadi [saya]. Pada kata ini, Subjek 3 mengabaikan fonem [ŋ] yang berada di fonem konsonan kedua di suku kedua. Pola suku kata sayang ini berubah dari pola suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Subjek 3 j uga membaca dengan menghilangkan fonem ketika membaca kata tinggi, sombong, dan bangga dengan letak fonem penghilangkan fonem yang

86 71 berbeda-beda. K ata tinggi kehilangan f onem [ t] di f onem pe rtama s uku ka ta pertama, l alu k ata sombong yang k ehilangan fonem [ m] yang b erada d i f onem konsonan kedua suku kata pertama, dan kata bangga yang kehilangan fonem [g] di konsonan pertama suku kata kedua. Ketika m embaca k ata matang, S ubjek 3 m embaca k ata t ersebut d engan nambahkan fonem [n] di akhir suku kata pertama, lalu mengganti fonem [ŋ] menjadi f onem [ n] s ehingga di baca m enjadi [ mantan]. H al i ni m engakibatkan berubahnya suku kata terbuka pada suku kata pertama berubah menjadi suku kata tertutup. Subjek 3 membaca kata kepalang menjadi [kɛpa?]. Pada kata ini, Subjek 3 m embaca s uku ka ta pe rtama da n ke dua s esuai de ngan ka idah, a kan t etapi Subjek 3 ke sulitan m embaca s uku ka ta s elanjutnya s ehingga i a l angsung mengakhir suku kedua dengan menambahkan fonem [?]. Hal ini merubah jumlah dan pol a s uku ka ta yang s eharusnya t iga s uku ka ta m enjadi dua s uku ka ta. Sedangkan k etika S ubjek 3 m embaca k ata rindang, S ubjek 3 m embaca s esuai kaidah hanya di suku pertamanya, kemudian dibaca asal menjadi [riŋan]. Tabel 17. Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 4 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. mini [mimi] 2. basi [baba] Kesulitan m embaca k ata d asar aj ektiva S ubjek 4 h anya d itemukan sebanyak d ua k ata s aja yaitu k ata mini dan basi. Subjek 4 m embaca k ata mini dengan mengulang membaca suku pertamanya yaitu fonem [m] dan [i] sehingga dibaca menjadi [mimi]. Selanjutnya, Subjek 4 membaca k ata basi sesuai k aidah

87 72 pada suku pertamanya, sedangkan pada suku keduanya ia kesulitan dan akhirnya membaca u lang s uku p ertamanya s ehingga k ata basi dibaca m enjadi [baba]. Kedua kata ini memiliki kesamaan yaitu Subjek 4 kesulitan membaca suku kedua dengan mengulangi s uku pe rtamanya. S elain i tu t idak a da pe rubahan po la s uku kata pada kedua kata tersebut. Tabel 18. Kesulitan Membaca Kata Dasar Ajektiva Subjek 5 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. rapi [api] 7. yudisial [yudial] 2. kasar [pasar] 8. pasti [pəsti] 3. universal [univərsi] 9. dalam [param] 4. legislatif [lɛgalatif] 10. lenyap [mələñap] 5. yudikatif [yudikati] 11. gundul [gudul] 6. eksekutif [ɛksuti] 12. gundul [gudu] Kesulitan m embaca k ata d asar ajektiva yang d itemukan p ada S ubjek 5 sebanyak 12 kata dengan bentuk kesulitan yang berbeda. Subjek 5 membaca kata dasar a jektiva de ngan mengganti, m enghilangkan, a tau m enambah f onem pa da kata yang dibaca. Kata kasar dibaca menjadi [pasar] dengan mengganti fonem [k] di s uku ka ta pe rtama m enjadi f onem [ p]. K ata dalam dibaca m enjadi [ param] dengan m engganti l ebih da ri s atu f onem yaitu f onem [ d] di s uku ka ta pertama menjadi fonem [p], lalu fonem [l] yang berada di suku kata kedua dengan fonem [r]. Kedua kata ini tidak mengalami perubahan pola suku kata. Subjek 5 m enghilangkan f onem ke tika m embaca ka ta rapi yang d ibaca menjadi [api]. Subjek 5 mengabaikan fonem [r] di suku kata. Pada kata yudisial yang dibaca menjadi [yudial] mengalami penghilangan satu suku kata pada suku kata ketiga yang terdiri dari fonem [s] dan [i]. Jumlah suku kata yang seharusnya

88 73 empat suku kata berubah menjadi tiga suku kata. Selanjutnya, Subjek 5 membaca kata eksekutif yang me miliki e mpat s uku k ata d ibaca me njadi [ ɛksuti] y ang memiliki 3 s uku ka ta. P ada k ata i ni S ubjek 5 m embaca de ngan m enghilangkan tiga f onem s ekaligus yaitu f onem v okal [ ə] di s uku ka ta ke dua, l alu f onem konsonan [k] di suku kata ketiga, dan fonem [f] di suku kata keempat. Membaca d engan m engganti s ekaligus m enghilangkan fonem t erjadi ketika Subjek 5 membaca kata universal dengan mengganti fonem [a] di suku kata keempat lalu menghilangkan fonem konsonan kedua di suku kata keempat yaitu fonem [l] sehingga kata universal dibaca menjadi [univərsi]. Pada kata ini terjadi perubahan pola suku kata yang seharusnya suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. K esulitan m embaca k ata legislatif hampir s ama d engan k ata universal yaitu Subjek 5 mengganti fonem [i] di suku kata kedua menjadi fonem [a], lalu menghilangkan f onem konsonan ke dua s uku kata pe rtama yaitu f onem [ s] sehingga ka ta t ersebut dibaca m enjadi [ lɛgalatif]. H al in i ju ga m engakibatkan adanya pe rubahan s uku ka ta ke dua yang s eharusnya s uku ka ta t ertutup m enjadi suku kata terbuka. Subjek 5 juga m engalami k esulitan m embaca d engan m enambahkan fonem p ada k ata te rsebut. Hal in i te rjadi k etika Subjek 5 membaca k ata lenyap dengan menambahkan suku kata di awal kata yang terdiri dari fonem dua fonem sekaligus yaitu fonem [m] dan [ə] sehingga di baca [mələñap]. Jumlah suku kata pada kata lenyap yang seharusnya dua suku kata menjadi tiga suku kata.

89 Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Jumlah ke sulitan m embaca k ata da sar a dverbia da ri S ubjek 1 s ampai Subjek 5 ha nya ditemukan 10 ka ta saja. Walaupun jumlah data yang ditemukan sedikit, kesulitan membaca setiap subjeknya berbeda antara satu dengan yang lain. Berikut i ni a kan di paparkan k esulitan m embaca ka ta da sar a dverbia S ubjek 1 sampai dengan Subjek 5. Tabel 19. Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 1 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. sangat [saŋga] 2. lagi [agi] Kesulitan m embaca k ata ad verbia p ada S ubjek 1 s elama p elajaran berlangsung s ebanyak d ua k ata yaitu k ata sangat dan lagi. Subjek 1 m embaca kata sangat menjadi [saŋga] dengan menambahkan fonem [g] di suku kata kedua, lalu mengabaikan fonem [t] di suku kedua. Subjek 1 membaca dengan mengubah suku terbuka pada suku pertama menjadi suku kata tertutup, sedangkan suku kata kedua yang seharusnya suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Untuk kata lagi, Subjek 1 m embacanya de ngan m engabaikan f onem [ l] di s uku ka ta pertamanya sehingga kata tersebut dibaca menjadi [agi]. Tabel 20. Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 2 no. kata target tuturan 1. saja [jasa]

90 75 Kesulitan m embaca k ata d asar ad verbia p ada Subjek 2 t erjadi k etika Subjek 2 membaca kata saja. Kesulitan membaca Subjek 2 ketika membaca saja adalah dengan menukar letak fonem pada kata tersebut. Subjek 2 m enukar letak fonem konsonan [s] pada suku pertama dengan letak fonem konsonan suku kedua yaitu fonem [j] sehingga kata saja dibaca menjadi [jasa]. Tabel 21. Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 3 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. jangan [jaŋ] 3. segera [səsəra] 2. hendak [hɛda?] Pada S ubjek 3 d itemukan k esulitan m embaca t iga k ata d asar ad verbia yaitu k ata jangan, h endak, dan segera. Subjek 3 m embaca ka ta jangan dengan menghilangkan fonem vokal [a] dan fonem konsonan [n] yang berada di suku kata kedua sehingga dibaca menjadi [jaŋ]. Hal ini dikarenakan Subjek 3 kesulitan membaca f onem s elanjutnya s ehingga i a t idak m embaca k edua f onem t ersebut dan melanjutkan bacaan pada teks. Oleh karena itu, tidak hanya terjadi perubahan pola t etapi j uga j umlah s uku ka ta. K ata jangan yang m emiliki dua s uku ka ta menjadi satu suku kata. Subjek 3 m enghilangkan dua fonem terakhir, sementara fonem konsonan pertama suku kata kedua bergabung dengan suku kata pertama sehingga dibaca satu suku kata saja. Kata hendak dibaca menjadi [hɛda?] dengan mengganti f onem [ ə] p ada s uku k ata p ertama m enjadi f onem [ ɛ], la lu menghilangkan fonem konsonan kedua suku kata pertama yaitu fonem [ n]. Pola suku ka ta m enjadi be rubah da ri s uku k ata t ertutup pa da s uku pe rtama menjadi suku kata terbuka. Sedangkan pada kata segera mengalami perubahan fonem di

91 76 suku ke dua yaitu f onem [ g] ke tika di baca m enjadi f onem [ s] s ehingga di baca menjadi [səsəra]. Tabel 22. Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 4 no. kata target tuturan 1. saja [sada] Sama s eperti S ubjek 2, k esulitan m embaca k ata d asar ad verbia p ada Subjek 4 hanya satu kata yaitu kata saja. Kesulitan membaca kata saja ini dengan mengganti fonem [j] di suku kata kedua menjadi fonem [d]. Pada kasus ini tidak ada perubahan jumlah maupun pola suku kata, karena Subjek 4 hanya mengganti fonem konsonan dengan fonem konsonan yang lain. Tabel 23. Kesulitan Membaca Kata Dasar Adverbia Subjek 5 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. ingin [iŋi] 3. pula [pulə] 2. kemudian [bəmudi y an] Kesulitan m embaca k ata ad verbia p ada S ubjek 5 s elama p elajaran berlangsung terjadi pada tiga kata yaitu kata ingin, kemudian, dan pula. Subjek 5 membaca kata ingin dengan mengabaikan fonem konsonan kedua [n] di suku kata kedua sehingga dibaca menjadi [iŋi]. P ola s uku ka ta p ada ka ta i ni be rubah da ri suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Subjek 5 m embaca kata kemudian menjadi [ bəmudi y an]. S ubjek 5 m engganti f onem [ k] di s uku ka ta p ertama menjadi fonem [ b] k etika m embaca k ata t ersebut. P ergantian fonem j uga t erjadi

92 77 ketika S ubjek 5 m embaca k ata pula menjadi [ pulə]. P ada ka ta i ni, S ubjek 5 membaca dengan mengganti fonem vokal [a] menjadi fonem vokal [ə] Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Kesulitan membaca kata dasar kata tugas dialami oleh semua subjek mulai dari Subjek 1 hi ngga Subjek 5. J umlah kesulitan membaca kata dasar kata tugas dari l ima s ubjek s ebanyak 1 7 k ata. K esulitan membaca s etiap s ubjeknya j uga berbeda antara s atu de ngan yang l ain. B erikut i ni a kan di paparkan k esulitan membaca kata dasar kata tugas Subjek 1 sampai dengan Subjek 5. Tabel 24. Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 1 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. ketika [tətika] 3. demi [əmi] 2. dengan [dəda] Subjek 1 m engalami k esulitan m embaca k ata d asar k ata t ugas k etika membaca k ata ketika, de ngan, dan demi. Subjek 1 m embaca k ata ketika dengan mengganti f onem di s uku pe rtama yaitu fonem [ k] m enjadi f onem [ t] s ehingga kata tersebut dibaca menjadi [tətika]. Selanjutnya, Subjek 1 membaca kata dengan menjadi [dəda]. Subjek 1 m embaca sesuai dengan kaidah hanya pada dua fonem pertama yaitu f onem k onsonan [ d] da n f onem voka l [ ə]. S etelah S ubjek 1 kesulitan m embaca s uku k ata s elanjutnya s ehingga d ibaca asal m enjadi [dəda]. Pada kata demi, Subjek 1 membaca kata tersebut dengan mengabaikan fonem [d] yang terletak di suku kata pertama sehingga dibaca menjadi [əmi].

93 78 Tabel 25. Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 2 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. yang [ya] 3. adalah [dalah] 2. yang [yamg] 4. dan [ban] Kesulitan membaca kata tugas pada Subjek 2 selama pelajaran berlansung berjumlah em pat k ata. Subjek 2 m embaca k ata yang sebanyak d ua k ali d alam bacaan yang b erbeda. P ertama, S ubjek 1 membaca k ata t ersebut d engan mengabaikan fonem konsonan kedua di suku kata pertama yaitu fonem [ŋ] sehingga kata tersebut dibaca menjadi [ya] yang mengakibatkan berubahnya pola suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Subjek 2 ke sulitan membaca kata yang kedua kali dengan mengeja kata tersebut satu persatu. Walaupun demikian, Subjek 2 masih kesulitan membaca lalu ia menggantikan fonem konsonan [ŋ] di suku ka ta pe rtama d engan f onem [ m] da n f onem [ g]. S elanjutnya, S ubjek 2 membaca k ata adalah dengan m engabaikan f onem v okal p ertama di suku ka ta pertama yaitu fonem [ a] sehingga dibaca menjadi [dalah]. Hal ini menyebabkan perubahan j umlah s uku ka ta yang s eharusnya t iga s uku ka ta m enjadi d ua s uku kata. Sedangkan ketika Subjek 2 membaca kata dan, ia mengganti fonem [d] yang berada di suku kata pertama menjadi fonem [b] sehingga dibaca menjadi [ban]. Tabel 26. Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 3 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. dan [da?] 3. yang [ya] 2. adalah [dadalah] 4. sang [sa]

94 79 Berdasarkan t abel 2 6, d apat d iketahui j umlah k esulitan m embaca k ata dasar k ata t ugas p ada S ubjek 3 s ebanyak em pat k ata yang t erdiri d ari k ata dan, adalah, yang, dan sang. Berbeda dengan Subjek 2, Subjek 3 m embaca kata dan dengan mengganti fonem konsonan kedua di suku kata pertama yaitu fonem [n] menjadi f onem [?] s ehingga ka ta t ersebut di baca m enjadi [ da?]. S ubjek 3 membaca kata adalah dengan menambahkan fonem [d] di bagian depan suku kata pertama sehingga dibaca menjadi [dadalah]. Kemudian ketika Subjek 3 membaca kata yang dan sang dengan sama-sama menghilangkan fonem konsonan kedua di suku kata pertama yaitu fonem [ŋ] sehingga kata yang dibaca m enjadi [ ya] d an kata sang dibaca menjadi [sa]. Kedua kata ini berubah pola yang seharusnya suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Tabel 27. Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 4 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. mari [mani] 3. dari [bari] 2. dari [gari] Kesulitan membaca kata tugas pada Subjek 4 berupa menggantikan fonem dengan f onem yang l ain. D ari t abel 27 da pat dilihat ba hwa j umlah ke sulitan membaca k ata d asar k ata t ugas yang d itemukan s elama p elajaran b erlangsung sebanyak tiga kata yang s alah s atu ka tanya di baca s ebanyak dua ka li. S ubjek 4 membaca kata mari dengan mengganti fonem [r] yang terletak di suku kata kedua menjadi f onem [ n]. K ata dari dibaca s ebanyak d ua k ali yang p ertama d ibaca dengan m engganti f onem kons onan pe rtama s uku ka ta pe rtama yaitu f onem [ d] menjadi fonem [g] sehingga dibaca menjadi [gari]. Sedangkan yang kedua dibaca

95 80 dengan m engganti f onem [ d] pa da s uku pe rtama m enjadi fonem [ b] s ehingga dibaca m enjadi [ bari]. P ergantian fonem yang di lakukan S ubjek 4 ke tika membaca i ni t idak m engubah pol a s uku ka ta ka rena S ubjek 4 h anya m engganti fonem konsonan dengan fonem konsonan yang lain. Tabel 28. Kesulitan Membaca Kata Dasar Kata Tugas Subjek 5 no. kata target tuturan no. kata target tuturan 1. karena [tarəna] 3. dengan [dəkat] 2. yakni [yakan] Kesulitan membaca kata dasar kata tugas yang ditemukan pada Subjek 5 sebanyak tiga kata yaitu kata karena, yakni, dan dengan. Subjek 5 membaca kata karena dengan mengganti fonem [ k] pada suku kata pertama menjadi fonem [ t] sehingga d ibaca m enjadi [ tarəna]. Selanjutnya, Subjek 5 m embaca k ata yakni tidak s esuai d engan ka idah. S ubjek 5 m embaca s ecara be nar p ada dua f onem pertamanya yaitu fonem [y] dan [a], setelah itu dibaca asal menjadi [yakan]. Sama dengan k etika S ubjek 5 m embaca k ata yakni, Subjek 5 m embaca k ata dengan tidak s esuai de ngan ka idah yaitu Subjek 5 m embaca secara benar pa da s uku pertamanya yang t erdiri d ari fonem [ d] d an [ ə], lalu i a k esulitan m embaca s uku kata s elanjutnya s ehingga S ubjek 5 m embaca k ata t ersebut d engan asal menjadi [dəkat]. 3.2 Kesulitan Membaca Kata Bentukan pada Anak Disleksia Sama s eperti d ata p ada k ata d asar, s etiap s ubjek d alam p enelitian i ni memiliki ju mlah d ata yang b erbeda-berbeda. H al i ni di karenakan s etiap a nak

96 81 memiliki j umlah b acaan yang b erbeda j uga. D ata yang d idapat p ada S ubjek 1 berjumlah 14 ka ta, Subjek 2 be rjumlah 11 ka ta, Subjek 3 be rjumlah 23 ka ta, dan Subjek 5 be rjumlah 38 kata. K esulitan m embaca ka ta be ntukan pa da S ubjek 4 tidak di temukan, ka rena s elama pe lajaran be rlangsung S ubjek 4 t idak m embaca bacaan y ang terdapat k ata be ntukan. S emua da ta yang didapat p ada S ubjek 4 merupakan k ata da sar de ngan ka ta yang be rsuku dua da n be rsuku t iga. S eluruh jumlah ka ta b entukan yang di dapat da ri ke empat s ubjek s elama p enelitian sebanyak 86 k ata. W alaupun t idak s ebanyak kata da sar, ka ta b entukan yang ditemukan juga berasal dari kelas kata yang beragam yaitu dari kelas kata nomina, verba, ajektiva, dan adverbia. Kata tugas tidak ditemukan selama subjek membaca kata be ntukan. K ata be ntukan yang di temukan t erdiri da ri ka ta yang memiliki imbuhan se-, ke-, ter-, -an, -kan, me[n]-, me[n]-kan, me[n]-i, memper-, pe[n]-, pe[n]-an, per-, per-an, ber-, ber-an, di-, di-kan. Berikut akan dipaparkan temuan dan an alisis d ata m engenai k esulitan m embaca kata b entukan b erdasarkan k elas kata bahasa Indonesia Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Jumlah ka ta nom ina yang di dapat d ari k esulitan s ubjek m embaca ka ta bentukan s ebanyak 25 k ata. K ata be ntukan nom ina yang di temukan a dalah ka ta bentukan dengan afiks pe[n]-, pe[n]-an, per-, ke-, ke-an, se-, dan an. Kesulitan membaca setiap subjeknya juga berbeda antara satu dengan yang lain. Berikut ini akan di paparkan ke sulitan m embaca ka ta be ntukan nom ina m ulai da ri S ubjek 1 sampai dengan Subjek 5.

97 82 Tabel 29. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 1 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. pembohong [pəbɔhɔŋ] pe[n]- + bohong 2. pengemis [pəŋimis] pe[n]- + emis 3. pengembara [pəŋəmbaŋan] pe[n]- + embara Kesulitan membaca kata bentukan nomina yang ditemukan pada Subjek 1 selama p elajaran b erlangsung ad alah k etika membaca t iga k ata yaitu k ata pembohong, pe ngemis, dan pengembara. Subjek 1 m embaca k ata pembohong menjadi [pəbɔhɔŋ]. Pada kata ini, Subjek 1 membaca dengan mengabaikan fonem [m] yang terletak di prefiks atau suku kata pertamanya. Pola suku kata pada kata pembohong yang s eharusnya s uku ka ta t ertutup m enjadi s uku ka ta terbuka. Selanjutnya S ubjek 1 membaca k ata pengemis menjadi [ pəŋimis] dengan mengganti fonem vokal [ə] yang terletak di suku kata kedua menjadi fonem vokal [i]. Pergantian fonem k etika m embaca kata ini t idak m engalami p erubahan p ola karena Subjek 1 mengganti fonem vokal dengan fonem vokal yang lain. Subjek 1 kesulitan membaca suku kata terakhir pada kata pengembara. Subjek 1 membaca sesuai de ngan ka idah p ada s uku pe rtama hi ngga ke tiga, s edangkan pa da s uku keempat Subjek 1 m embaca dengan mengganti fonem konsonan pertama di suku kata kempat yaitu fonem [r] dengan fonem [ŋ], lalu menambahkan fonem [n] di fonem konsonan kedua pada suku kata keempat sehingga kata pengembara dibaca menjadi [pəŋəmbaŋan].

98 83 Tabel 30. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 2 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. seorang [səɔra] se- + orang 2. kehendak [kəgənda?] ke- + hendak 3. kehendak [kəhənti] ke- + hendak 4. serimba [riba] se- + rimba Ketika S ubjek 2 m embaca s elama p roses b elajar d i k elas b erlangsung, Subjek 2 m engalami ke sulitan ke tika m embaca t iga ka ta be ntukan yaitu ka ta seorang, k ehendak, dan serimba. Subjek 2 m embaca k ata seorang dengan menghilangkan fonem konsonan kedua pada suku kata ketiga yaitu fonem [ŋ] sehingga dibaca menjadi [səɔra]. Hal ini menyebabkan perubahan dari suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Subjek 2 m embaca k ata kehendak sebanyak dua kali. Yang pertama, Subjek 2 membaca dengan mengganti fonem [h] menjadi fonem [g] yang terletak di fonem kosonan pertama suku kata kedua sehingga kata tersebut dibaca menjadi [kəgenda?]. Kemudian, Subjek 2 m embaca kata tersebut lagi tid ak s esuai de ngan ka idah pa da s uku ka ta ketiga. Subjek 2 m embaca k ata kehendak menjadi [ kəhənti]. Subjek 2 m erasa ke bingungan s aat m embaca s uku kata ketiga sehingga ia membaca dengan asal dengan mengganti suku kata ketiga pada kata tersebut. Selanjutnya, Subjek 2 membaca kata serimba menjadi [riba]. Pada s aat m embaca k ata i ni, S ubjek 2 m engabaikan t iga f onem s ekaligus yaitu fonem [s] dan [ə] yang merupakan afiks yang terletak di suku kata pertama, lalu fonem [ m] yang merupakan fonem konsonan ke dua di suku kata kedua. J umlah dan pol a s uku ka ta m enjadi be rubah yang s eharusnya m emiliki t iga s uku ka ta menjadi dua s uku ka ta. S elain m enghilangkan s eluruh f onem di s uku ka ta

99 84 pertama, S ubjek 2 j uga membaca kata t ersebut dengan m erubah pol a s uku ka ta yang seharusnya tertutup menjadi suku kata terbuka. Tabel 31. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 3 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. pekerjaan [pəkərjan] pe[n]- + kerja + -an 2. kesukaan [kəsuka] ke- + suka + -an 3. kesombongan [kəsɔmbɔŋŋan] ke- + sombong + -an 4. tanaman [tanam] tanam + -an Kesulitan membaca kata bentukan nomina pada Subjek 3 s elama dikelas ditemukan s ebanyak em pat k ata, yaitu k ata pekerjaan, k esukaan, kesombongan, dan tanaman. Ketika membaca k ata perkerjaan, Subjek 1 m embaca d engan mengabaikan s alah s atu f onem voka l yang t erletak di s uku ka ta ke empat yaitu fonem [a] sehingga dibaca menjadi [pəkərjan]. Fonem [a] yang membuat jumlah dan pola suku kata menjadi berubah karena fonem konsonan pada suku keempat bergabung dengan suku ketiga. Kata pekerjaan memiliki empat suku kata menjadi tiga s uku ka ta. S ubjek 3 m embaca ka ta kesukaan dan tanaman dengan be ntuk kesulitan yang s ama yaitu m engabaikan af iks an. S ubjek 3 m embaca ka ta kesukaan menjadi [ kəsuka] yang ke hilangan s atu s uku ka ta yaitu s uku ka ta keempat. H al i ni m enyebabkan j umlah s uku k ata yang s eharusnya e mpat s uku kata m enjadi t iga s uku kata. S ubjek 3 m embaca ka ta tanaman menjadi [ tanam] juga de ngan m enghilangkan s uku ka ta ke tiga. S elain j umlah s uku ka ta yang berubah dari tiga suku kata menjadi dua suku kata. Fonem konsonan di suku kata ketiga b ergabung ke s uku ka ta ke dua s ehingga s uku ka ta t erbuka m enjadi s uku kata t ertutup. S ubjek 3 j uga ke sulitan m embaca ka ta kesombongan dengan

100 85 menambahkan fonem [ŋ] di awal suku kata keempat sehingga di baca menjadi [kəsɔmbɔŋŋan]. Hal ini dikarenakan Subjek 3 kebingungan ketika membaca suku kata keempat dan membaca dengan menambahkan fonem konsonan yang berada di akhir suku kata ketiga. Tabel 32. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Nomina Subjek 5 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. kebudayaan [kəmudaya?an] ke- + budaya + -an 2. pemerintahan [pərintahan] pe[n]- + perintah + -an 3. pengolahan [pəŋgolahan] pe[n]- + olah + -an 4. perusahaan [pərusaha] per- + usaha + -an 5. pemasar [pəmasaŋ] pe[n]- + pasar 6. kekeluargaan [kəkəlu w arga] ke- + keluarga + -an 7. perekonomian [pərɔkɔnɔmian] per- + ekonomi + -an 8. keringatan [kəriŋhatan] keringat + -an 9. tumpukan [tumbukan] tumpuk + -an 10. perkotaan [pəkɔrta?an] per- + kota + -an 11. pencegahan [pəcəgahan] pe[n]- + cegah + -an 12. pengikisan [pəŋgigisan] pe[n]- + kikis + -an 13. deburan [daburan] debur + -an 14. sekeliling [səkəliŋ] se- + keliling Jumlah data kesulitan membaca kata bentukan nomina pada Subjek 5 ini cukup ba nyak di temukan. M ulai da ri ka ta yang be rsuku t iga hi ngga be rsuku enam. B entuk ke sulitan m embaca k ata be ntukan nom ina pa da S ubjek 5 j uga beragam seperti mengganti fonem, menghilangkan fonem, menambahkan fonem, hingga menukar letak fonem. Pada kata bersuku tiga seperti kata pemasar, Subjek 5 m embaca k ata t ersebut d engan m engganti f onem [ r] yang m erupakan f onem konsonan kedua di suku kata ketiga menjadi fonem [ŋ] sehingga dibaca menjadi [pəmasaŋ]. Membaca dengan mengganti fonem dengan fonem lain juga terjadi pada kata bersuku lima yaitu kata kebudayaan menjadi [kəmudaya?an]. Subjek 5

101 86 membaca ka ta t ersebut dengan m engganti f onem [ b] yang be rada di suku ka ta kedua menjadi fonem [m]. Membaca dengan mengganti fonem vokal terjadi pada kata be rsuku t iga ke tika S ubjek 5 m embaca k ata deburan menjadi [ daburan]. Subjek 5 m engganti fonem vokal [ə] yang b erada di suku kata pertama menjadi fonem [ a]. Selain i tu S ubjek 5 m embaca k ata perekonomian menjadi k ata [pərɔkɔnɔmian]. Subjek 5 m engganti fonem [ ɛ] suku kata kedua menjadi fonem [ɔ]. Subjek 5 juga membaca dengan menghilangkan fonem pada kata tersebut. Bahkan Subjek 5 juga menghilangkan lebih dari satu fonem seperti ketika Subjek 5 membaca kata sekeliling. Pada kata ini, Subjek 5 m engabaikan satu suku kata penuh yaitu s uku ka ta k etiga yang t erdiri da ri f onem [ l] da n [ i] s ehingga k ata sekeliling dibaca menjadi [səkəliŋ]. Kesulitan membaca ini menyebabkan jumlah suku k ata yang s eharusnya empat s uku kata me njadi tig a s uku k ata s aja. Kemudian kata pemerintahan juga dibaca dengan menghilangkan satu suku kata yaitu s uku ka ta k edua yang t erdiri da ri f onem [ m] da n [ ə] s ehingga di baca menjadi [ pərintahan]. Hal i ni m engakibatkan j umlah s uku ka ta yang s eharusnya lima s uku ka ta m enjadi 4 s uku ka ta. pe nghilangan s atu s uku ka ta j uga t erjadi ketika S ubjek 5 m embaca ka ta be rsuku 6 yaitu kata kekeluargaan yang d ibaca menjadi [ kəkəlu w arga]. S ubjek 5 m embaca de ngan m engabaikan afiks an ya ng yang berada disuku kata terakhir yaitu suku keenam. Kesulitan S ubjek 5 m embaca j uga t erjadi p ada k ata keringatan yang dibaca [ kəriŋhatan]. Subjek 5 membaca kata tersebut dengan menambahkan fonem [h] di suku ketiga. Hal ini membuat fonem [ŋ] yang seharusnya menjadi

102 87 fonem konsonan pertama di suku kata ketiga menjadi fonem konsonan kedua di suku ka ta ke dua. S elanjutnya, S ubjek 5 m embaca ka ta pengikisan menjadi [pəŋgigisan]. Subjek 5 menambahkan fonem [g] suku kata kedua, kemudian mengganti fonem [k] yang seharusnya di suku kata ketiga menjadi fonem [g]. Kesulitan membaca juga terjadi ketika Subjek 5 membaca kata perkotaan yang dibaca menjadi [pəkɔrta?an]. Subjek 5 membaca kata ini dengan mengganti letak f onem [ r] yang s eharusnya m enjadi f onem kons onan ke dua di s uku ka ta pertama be rubah menjadi fonem konsonan kedua di suku kata kedua. Pada k ata ini, suku pe rtamanya adalah s uku k ata t ertutup be rubah m enjadi s uku ka ta terbuka, sedangkan suku kata kedua yang merupakan suku kata terbuka menjadi suku kata tertutup Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Jumlah data yang ditemukan dari kesulitan subjek membaca kata bentukan verba s ebanyak 5 8 k ata. K ata b entukan v erba yang d itemukan ad alah k ata bentukan dengan afiks me[n]-, me[n]-kan, me[n]-i, memper-, ber-, ber-kan, di-, di-kan, ter-, dan kan. Kesulitan membaca kata bentukan verba memiliki bentuk yang be rbeda a ntara s ubjek s atu de ngan yang l ain. B erikut i ni a kan di paparkan kesulitan m embaca k ata b entukan v erba m ulai d ari S ubjek 1 s ampai d engan Subjek 5.

103 88 Tabel 33. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 1 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. menggunakan [məgunakan] me[n]- + guna + kan 2. berbohong [bəbɔhɔŋ] ber- + bohong 3. mencari [məndari] me[n]- + cari 4. membantu [məmbatu] me[n]- + bantu 5. menangis [bənaŋis] me[n]- + tangis 6. berbohong [bərbɔhɔŋi] ber- + bohong 7. mengasihi [məŋisihi] me[n]- + kasih + -i 8. terdengar [tədəŋar] ter- + dengar 9. menjawab [bənjawab] me[n]- + jawab 10. membusuk [məmbu w ah] me[n]- + busuk Jumlah kesulitan membaca kata bentukan verba pada Subjek 1 ditemukan sebanyak 10 kata dengan bentuk kesulitan membaca yang berbeda-beda. Subjek 1 membaca k ata mencari dengan m engganti f onem [ c] yang be rada di s uku ka ta kedua m enjadi fonem [d] s ehingga ka ta tersebut d ibaca m enjadi [ məndari]. Membaca dengan mengganti fonem vokal terjadi ketika Subjek 1 membaca kata mengasihi menjadi [ məŋisihi]. Pada kata ini, Subjek 1 membaca dengan mengganti f onem voka l [ a] pa da s uku ka ta ke dua m enjadi f onem [ i]. K edua contoh kata diatas tidak mengalami perubahan jumlah maupun pola suku kata. Berbeda k etika S ubjek 1 m embaca k ata menggunakan menjadi [məgunakan]. Subjek 1 membaca dengan mengabaikan fonem [ŋ] yang merupakan fonem konsonan pertama yang mengakibatkan berubahnya pola suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Subjek 1 membaca dengan mengabaikan fonem konsonan kedua yang terletak di suku kata pertama terjadi ketika membaca kata berbohong menjadi [ bəbɔhɔŋ]. Pada kata ini Subjek 1 mengabaikan fonem [r]. S edangkan ke tika S ubjek 1 m embaca ka ta membatu dengan m engabaikan

104 89 fonem [ n] yang b erada di s uku ke duanya s ehingga di baca m enjadi [ məmbatu]. Subjek 1 m embaca de ngan m enghilangkan kons onan ke dua di s uku ka ta ke dua yang menyebabkan perubahan dari suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Ketika S ubjek 1 m embaca k ata berbohong lagi, Subjek 1 m embaca k ata tersebut d engan m enambahkan fonem vokal di a khir suku kata ketiga. S ubjek 1 menambahkan fonem vokal [i] sehingga kata tersebut dibaca menjadi [bərbɔhɔŋi]. Hal i ni m enyebabkan jumlah da n pol a s uku m enjadi be rubaha da ri yang seharusnya m emiliki t iga s uku ka ta m enjadi empat s uku ka ta d engan. F onem konsonan kedua disuku kata ketiga dibaca menjadi fonem konsonan di suku kata kempat s ehingga m enyebabkan s uku ka ta t ertutup be rubah m enjadi s uku ka ta terbuka. Sedangkan ketika Subjek 1 membaca kata membusuk, ia membaca sesuai dengan ka idah pa da s uku ka ta pe rtama da n k edua, na mun ke sulitan m embaca suku kata ketiga. Hal ini menyebabkan Subjek 1 asal membaca pada suku ketiga sehingga kata membusuk dibaca menjadi [məmbu w ah] Tabel 34. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 2 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. dimuliakan [dimula y kan] di- + mulia + -kan 2. dimuliakan [dimudi y akan] di- + mulia + -kan 3. dengungkan [deruŋkan] dengung + -kan 4. memangsa [məŋasa] me[n]- + mangsa 5. bersinar [bərsikan] ber- + sinar 6. berderai [bədəra y ] ber- + derai 7. menari [mari] me[n]- + tari Kesulitan m embaca k ata be ntukan ve rba p ada Subjek 2 j uga m emiliki bentuk yang beragam seperti membaca dengan mengganti fonem, menghilangkan

105 90 fonem, hi ngga m enukar l etak f onem. S ubjek 2 m embaca ka ta dengungkan menjadi [dəruŋkan]. Pada kata ini Subjek 2 mengganti fonem [ŋ] yang berada di suku ka ta ke dua m enjadi f onem [ r] yang t idak m enyebabkan be rubahnya pol a suku k ata. K etika S ubjek 2 m embaca k ata bersinar menjadi [ bərsikan], i a kesulitan m embaca fonem pa da s uku ka ta ke tiga yang m enyebabkan S ubjek 2 membaca dengan mengganti dua fonem konsonan sekaligus yaitu fonem [n] yang dibaca menjadi fonem [k] dan fonem [r] yang dibaca menjadi fonem [n]. Berbeda d engan berderai yang d ibaca m enjadi [ bədəra y ], S ubjek 2 membaca k ata t ersebut d engan m enghilangkan f onem [ r] yang m erupakan konsonan ke dua di s uku ka ta p ertama. H al i ni j uga m erubah pol a s uku ka ta tertutup m enjadi s uku kata t erbuka. M enghilangkan dua f onem s ekaligus t erjadi ketika S ubjek 2 m embaca k ata menari menjadi [mari]. P ada ka ta i ni, S ubjek 2 membaca d engan m enghilangkan f onem v okal [ə] yang t erletak d i s uku k ata pertama, d an fonem ko nsonan [ n] yang b erada di s uku k ata k edua. Hal i ni menyebabkan berubahnya jumlah dan pola suku kata yang seharusnya tiga suku kata be rubah m enjadi dua s uku ka ta. K ata memangsa dibaca m enjadi [ məŋasa] dengan mengganti fonem [m] yang berada di suku kata kedua menajdi fonem [ŋ], lalu mengabaikan fonem [ŋ] yang merupakan fonem kedua di suku kata kedua. Pola suku kata berubah dari suku kata tertutup menjadi suku kata terbuka. Ketika Subjek 2 membaca kata dimuliakan, ia membaca dengan menukar letak f onem [ i] de ngan f onem [ a] s ehingga di baca m enjadi [ dimula y kan]. Walaupun hanya dua fonem yang berubah, hal ini membuat jumlah dan pola suku kata menjadi berubah. Kata dimuliakan memiliki lima suku kata berubah menjadi

106 91 empat suku kata. Fonem [i] yang berada di suku kata ketiga, bertukar dengan letak fonem [a] di suku kata keempat sehingga menyebabkan menjadi diftong. Tabel 35. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 3 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. berdasarkan [bədasarkan] ber- + dasar + -kan 2. memiliki [miliki] me[n]- + milik + -i 3. menunggu [məmuŋgu] me[n]- + tunggu 4. menyambut [məñanambut] me[n]- + sambut 5. merasa [mərɛka] me[n]- + rasa 6. berkunjung [bərujuŋ] ber- + kunjung 7. berhenti [bəhənti] ber- + henti 8. bercerita [bərcirita] ber- + cerita 9. menjelang [mənjəlan] me[n]- + jelang 10. menguning [məŋguniŋ] me[n]- + kuning 11. disambut [disambuk] di- + sambut 12. memanjat [məmanja] me[n]- + panjat 13. dilahap [dihahap] di- + lahap 14. berteriak [bətəri y ak] ber- + teriak 15. terkilir [təliki] ter- + kilir 16. terkenal [tərkəna] ter- + kenal 17. bertengger [mənɛŋgɛr] ber- + tengger 18. menghadang [məhadaŋ] me[n]- + hadang 19. mengenal [məŋəna] me[n]- + kenal Kesulitan m embaca k ata be ntukan ve rba p ada Subjek 3 c ukup ba nyak ditemukan s elama pe lajaran yaitu 19 ka ta. S alah s atu ke sulitan yang di temukan Subjek 3 ad alah k etika m embaca k ata berdasarkan, be rhenti, dan berteriak. Subjek 3 membaca kata tersebut dengan mengabaikan fonem [r] yang merupakan fonem kedua suku kedua. Hal ini mengakibatkan berubahnya pola suku tertutup menjadi s uku ka ta t erbuka s ehingga ka ta berdasarkan dibaca m enjadi [bədasarkan], kata berhenti dibaca menjadi [bəhənti], lalu kata berteriak menjadi kata [ bətəri y ak]. S edangkan k etika m embaca memanjat, t erkenal, dan mengenal

107 92 kehilangan fonem terakhir di suku kata ketiganya. Kata memanjat dibaca menjadi [məmanja] d engan m enghilangkan f onem [ t] yang m erupakan kons onan ke dua suku ka ta t erakhir. Kata terkenal dan mengenal kehilangan f onem [ l] yang merupakan f onem kons onan ke dua di s uku ka ta ke tiga s ehingga ka ta terkenal dibaca menjadi [tərkəna] dan mengenal dibaca menjadi [məŋənal]. Subjek 3 j uga kesulitan m embaca d engan m engabaikan l ebih d ari s atu f onem k etika m embaca seperti pada kata memiliki yang dibaca menjadi [miliki]. Pada kasus ini, Subjek 3 mengabaikan dua f onem s ekaligus yaitu pr efiksnya yang t erdiri da ri fo nem [m ] dan fonem [ə]. Jumlah suku kata ini berkurang dari empat suku kata menjadi tiga suku ka ta. Selain i tu k ata berkunjung juga k ehilangan du a f onem ke tika di baca Subjek 3 yaitu fonem [k] yang merupakan fonem konsonan pertama di suku kata kedua dan fonem [n] yang merupakan fonem konsonan kedua di suku kata kedua sehingga dibaca menjadi [bərujuŋ]. Subjek 3 m embaca k ata menunggu dengan m engganti f onem [ n] pa da fonem kons onan pe rtama s uku ka ta ke dua m enjadi f onem [ m] s ehingga di baca menjadi [məmuŋgu]. Selanjutnya, kata bercerita dibaca dengan [bərcirita] dengan mengganti fonem vokal [ ə] di suku kata kedua menjadi fonem [ i]. Hal ini tidak menyebabkan pe rubahan pol a. K etika S ubjek 5 m embaca ka ta bertengger ia mengganti pr efiks be r- menjadi p refiks me [N]- sehingga di baca m enjadi [mənɛŋgɛr]. Dalam kasus ini, Subjek 3 mengganti fonem konsonan pertama suku pertama yaitu f onem [ b] m enjadi f onem [ m], m engabaikan f onem [ r] yang seharusnya t erletak di f onem kons onan ke dua s uku pe rtama, l alu m engganti fonem pertama suku kedua yaitu fonem [t] menjadi fonem [n].

108 93 Ketika m embaca k ata menguning, Subjek 3 m embacanya m enjadi [məŋguniŋ] yang berarti ia membaca dengan menyisipkan fonem [g] yang menjadikan f onem kons onan pe rtama di s uku k edua. S ubjek 3 m embaca ka ta menyambut dengan menambahkan du a f onem s ekaligus s ecara be rdampingan yaitu f onem [ n] da n [ a] di s uku ka ta ke tiga dan m embuat f onem [ m] yang merupakan fonem kons onan ke dua di s uku k ata kedua m enjadi f onem k edua di suku kata ketiga sehingga dibaca menjadi [ məñanambut]. Jumlah dan pola suku berubah yang seharusnya tiga suku kata menjadi empat suku. Subjek 3 membaca kata terkilir dengan mengabaikan fonem [r], baik yang di suku pertama, maupun di suku kata ketiga, lalu menukar letak fonem [k] yang berada di suku kedua dengan fonem [l] yang berada disuku ketiga sehingga kata tersebut d ibaca [ təliki]. H al i ni m engakibatkan s uku ka ta t ertutup m enjadi s uku kata terbuka. Subjek 3 juga kesulitan membaca kata merasa. Kesulitan membaca kata ini terjadi di suku kata kedua dan ketiga. Pada suku kata pertama yaitu fonem [m] da n [ ə] d ibaca s esuai k aidah, s elanjutnya m embaca s uku k edua d an k etiga dengan asal sehingga dibaca menjadi [mərɛka].

109 94 Tabel 36. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Verba Subjek 5 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. berbicara [bəricara] ber- + bicara 2. dikarenakan [dikaranakan] di- + karena + -kan 3. memegang [mənəgaŋ] me[n]- + pegang 4. mengawasi [meŋgawasi] me[n]- + awas + i 5. memutus [məmutu] me[n]- + putus 6. tersedia [tərsəndi y a] ter- + sedia 7. menghasilkan [maŋhasilkan] me[n]- + hasil + -kan 8. dibutuhkan [dibututukan] di- + butuh + -kan 9. menyalurkan [məñelalurkan] me[n]- + salur + -kan 10. bekerja [bərkərja] ber- + kerja 11. mempromosikan [məmpromoksikan] me[n]- + promosi + -kan 12. meningkatkan [mənikahkan] me[n]- + tingkat + -kan 13. mempermudah [məncərmudah] me[n]- + per- + mudah 14. mengembangkan [məŋgamba] me[n] + kembang + -kan 15. menghindarkan [məŋhindara] me[n]- + hindar + -kan 16. bersama [bərsɛma] ber- + sama 17. berkeringat [bərkərika] ber- + keringat 18. melekat [məlakat] me[n]- + lekat 19. berkeringat [bəriŋat] ber- + keringat 20. mengalami [məŋgalami] me[n]- + alam + i 21. menghantam [maŋhantam] me[n]- + hantam 22. berkurang [bəruraŋ] ber- + kurang Kesulitan m embaca k ata b entukan v erba p aling banyak d itemukan p ada Subjek 5, yaitu 22 ka ta. Kesulitan membaca pada Subjek 5 j uga beragam seperti membaca de ngan m engganti f onem, m enghilangkan da n m enambahkan f onem ketika m embaca. S ubjek 5 m engganti f onem ketika m embaca k ata dikarenakan menjadi [ dikaranakan]. P ada ka ta i ni, S ubjek 5 m engganti f onem vo kal [ ə] menjadi fonem vokal [a] yang terletak di suku kata ketiga. Kemudian, Subjek 5 membaca k ata mempermudah menjadi [ məncərmudah]. S ubjek 5 m embaca ka ta

110 95 tersebut dengan mengganti fonem konsonan pertama [p] yang berada di suku kata kedua dengan fonem [c]. Subjek 5 m embaca d engan m enghilangkan f onem k etika m embaca k ata berbicara. Pada kata ini, Subjek 5 mengabaikan fonem [b] yang terletak di suku kedua sehingga d ibaca m enjadi [ bəricara]. F onem kons onan ke dua di s uku pertama di baca b ersama f onem voka l s uku ke dua. S ubjek 5 m embaca dengan menghilangkan d ua f onem s ekaligus k etika membaca k ata menghindarkan menjadi [məŋhindara]. Pada kata ini, Subjek 5 mengabaikan fonem kosonan [k] yang merupakan fonem konsonan pertama suku kata keempat dan fonem [n] yang merupakan f onem kons onan ke dua s uku ka ta k eempat. S ubjek 5 m embaca ka ta tersebut de ngan m enggabungkan f onem konsonan [ r] pa da s uku ka ta ke tiga dengan f onem voka l [ a] pa da s uku ka ta ke empat s ehingga j umlah s uku ka ta menjadi te tap. Subjek 5 j uga m embaca de ngan m enghilangkan t iga f onem sekaligus k etika m embaca k ata berkeringat menjadi [ bəriŋat]. Pada kata ini Subjek 5 mengabaikan fonem konsonan kedua suku kata pertama yaitu fonem [r], dan seluruh s uku ka ta ke dua yang t erdiri da ri f onem [ k] da n [ə]. H al ini menyebabkan t erjadinya pe rubahan j umlah da n pol a s uku ka ta yang s eharusnya empat s uku ka ta m enjadi t iga s uku k ata. S elain i tu, S ubjek 5 j uga m embaca dengan m enghilangkan f onem s ekaligus m engganti f onem pa da ka ta meningkatkan. Subjek 5 m embaca de ngan m engabaikan f onem kons onan ke dua suku kata kedua yaitu fonem [ŋ], lalu mengganti fonem konsonan [t] pada suku ketiga menjadi fonem [ h]. Subjek 5 m embaca k ata memutus menjadi [məmutu]. Kata ini kehilangan fonem [ s] yang merupakan k onsonan kedua p ada suku kata

111 96 ketiga dan membaca fonem [U] menjadi [u]. Hal ini merubah pola suku tertutup menjadi suku terbuka. Selain me nghilangkan f onem k etika m embaca, kesulitan m embaca kata bentukan ve rba juga t erjadi k etika S ubjek 5 m embaca d engan m enambahkan fonem l ain d alam k ata s eperti yang t erjadi p ada k ata mengawasi yang d ibaca menjadi [məŋgawasi]. Pada kata ini, Subjek 5 menyisipkan fonem [g] suku kata kedua yang memisahkan fonem konsonan [ŋ] dan fonem vokal [a]. Subjek 5 membaca kata dibutuhkan dengan menambahkan sekaligus menghilangkan fonem lain ke tika m embaca. S ubjek 5 m enambahkan fonem kons onan [ t] da n f onem vokal [u] secara berdampingan di suku kata ketiga, lalu menghilangkan fonem [h] yang b erada di f onem kons onan ke tiga s uku ka ta ke empat s ehingga ka ta dibutuhkan dibaca menjadi [dibututukan]. Subjek 5 m embaca dengan mengganti sekaligus m enambahkan fonem k etika m embaca k ata menyalurkan. Subjek 5 mengganti f onem [ a] yang be rada di s uku ka ta kedua m enjadi f onem [ ə], la lu menambahkan fonem konsonan [l] dan fonem vokal [a] secara berdampingan di suku ka ta ke tiga. K ata menyalurkan yang me miliki e mpat s uku k ata d ibaca menjadi [məñelalurkan] yang memiliki lima suku kata. Subjek 5 ke sulitan ketika membaca k ata mengembangkan menjadi [məŋgamba]. Ketika membaca kata tersebut, Subjek 5 membaca terburu-buru tetapi t erlihat ke bingungan. S uku pe rtama yang di baca ol eh S ubjek 5 s esuai dengan ka idah, t etapi i a ke sulitan m embaca ka ta t ersebut da n akhirnya membacanya secara asal.

112 Kesulitan Membaca Kata Bentukan Ajektiva Kesulitan membaca kata bentukan ajektiva ditemukan hanya satu kata saja pada Subjek 5 yang merupakan kata bentukan ajektiva dengan prefiks se-. Berikut ini akan dideskripsikan lebih lanjut kesulitan membaca kata bentukan ajektiva. Tabel 37. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Ajektiva Subjek 5 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. seimbang [səmbaŋ] se- + imbang Kesulitan m embaca k ata b entukan aj ektiva h anya ditemukan s atu k ata yang dibaca oleh Subjek 5 yaitu kata seimbang. Subjek 5 membaca kata seimbang menjadi [ səmbaŋ]. Subjek 5 kesulitan membaca kata tersebut dengan mengabaikan fonem [i] yang berada di awal suku kedua. Hal ini mengakibatkan jumlah da n pol a s uku ka ta m enjadi be rubah. Kata seimbang memiliki tiga s uku kata m enjadi dua s uku kata. F onem [ m] di s uku ka ta ke dua di baca b ergabung dengan suku kata pertama, sehingga suku kata kedua menjadi hilang Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia Kesulitan membaca kata bentukan adverbia ditemukan sebanyak dua kata pada S ubjek 1 da n S ubjek 5. Kedua kata be ntukan a dverbial i ni s ama-sama memiliki p refiks s e-. Berikut i ni a kan di deskripsikan l ebih l anjut kesulitan membaca kata bentukan adverbial pada Subjek 1 dan Subjek 5.

113 98 Tabel 38. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia Subjek 1 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. semakin [əmakin] se- + makin Subjek 1 membaca kata semakin menjadi [əmakin]. Subjek 1 membaca kata tersebut dengan mengabaikan fonem pertama yang berada di suku kata pertama yaitu fonem [s]. Fonem [s] yang tidak baca pada kata tersebut adalah bagian dari afiks se-. Tabel 39. Kesulitan Membaca Kata Bentukan Adverbia Subjek 5 no. kata target tuturan proses afiksasi 1. setelah [sətəlan] se- + telah Kesulitan ka ta b entukan a dverbia l ainnya di temukan ke tika S ubjek 5 membaca kata setelah. Subjek 5 membaca kata ini tidak terlalu menyimpang dari kaidah. S ubjek 5 m embaca ka ta t ersebut de ngan m engganti fonem [ h] yang terletak di suku kata ketiga menjadi fonem [n]. Tidak ada perubahan jumlah dan pola suku kata pada kata ini karena Subjek 5 mengganti fonem konsonan dengan fonem konsonan yang lain.

114 BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Berdasarkan t emuan d an an alisa d ata yang t elah d ijelaskan p ada b ab sebelumnya, dapat ditarik simpulan bahwa: 1. Kesulitan membaca kata dasar dan kata bentukan berasal dari berbagai macam kelas k ata yaitu n omina, v erba, aj ektiva, adverbia, d an k ata t ugas. Kesulitan membaca k ata d asar yang d itemukan s ebagian b esar ad alah k ata n omina, sedangkan k esulitan m embaca kata bentukan sebagian besar terdiri dari kata verba. 2. Kesulitan m embaca s etiap s ubjek m emiliki b entuk yang b erbeda s ehingga tidak b isa d ikategorikan s ama. M ayoritas k esulitan me mbaca yang d ialami para s ubjek a dalah m embaca de ngan m engganti f onem de ngan f onem y ang lain, baik fonem vokal maupun fonem konsonan. Membaca dengan mengganti lebih d ari s atu f onem d alam s atu k ata ju ga te rjadi k etika s ubjek k esulitan membaca. 3. Kesulitan m embaca l ainnya yang d itemukan p ada s ubjek ad alah m embaca dengan menghilangkan atau menambahkan fonem baik fonem vokal maupun fonem konsonan, menukar letak fonem dengan fonem yang lain, mengulangi suku kata didepannya, dan membaca dengan semaunya. 4. Beberapa k esulitan m embaca yang ditemukan m enyebabkan pe rubahan p ola suku ka ta da ri s uku ka ta t ertutup m enjadi s uku ka ta t erbuka, da n s uku ka ta 99

115 100 terbuka menjadi suku kata tertutup. Selain mengalami perubahan pola suku kata, beberapa kesulitan membaca pada subjek juga menyebabkan berubahnya jumlah suku kata. 4.2 Saran Dengan ad anya p enelitian m engenai k esulitan m embaca p ada an ak disleksia i ni, pe neliti mengharapkan da pat m embantu pe nanganan gangguan belajar p ada an ak-anak disleksia. P eneliti m emberikan s aran unt uk pi hak-pihak yang berhubungan khususnya orang tua dan pengajar untuk memberikan perhatian khusus da n pe nanganan yang ba ik s esuai de ngan ke butuhan a nak di sleksia. Peneliti m enyarankan a gar k eluarga m aupun p engajar d apat m emotivasi d an memberikan dukun gan kepada an ak-anak d isleksia. Perlunya p embentukan lingkungan yang kondusif disekitar anak, baik dirumah maupun sekolah juga turut berkepentingan d alam membantu pe rkembangan a nak. S elain i tu pe neliti menyarankan agar kajian dalam bidang linguistik terutama kajian psikolinguistik dapat l ebih be rkembang di Indonesia s ehingga menambah da ya t arik d an l ebih banyak referensi yang dapat digunakan.

116 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M Pendidikan B agi A nak B erkesulitan B elajar. J akarta: Rineka Cipta. Alwi, H., dkk Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Chaer, Abdul Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Elliot,S.N., dkk Educational P sychology: E ffective T eaching, E ffective Learning. (3 rd ed). Singapore: McGraw-Hill Book Co. Erlina, dina Kemampuan Produksi Kalimat pada Anak Penderita Autis di Sekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya: S uatu K ajian Psikolinguistik. S kripsi. S urabaya. Fakultas Ilmu B udaya, Universitas Airlangga. Hakim, Arif R ahman. M engenal D isleksia, ( online), ( di unduh 16 M ei 2016) Lapoliwa, H ans Pengantar F onologi I : F onetik. J akarta: D epartemen Pendidikan dan Kebudayaan. Larasati, P utri Studi t entang P enggunaan M etode Bermain Alphapoly untuk M embantu M eningkatkan K emampuan M embaca pa da A nak yang Mengalami K ecenderungan K esulitan B elajar M embaca ( Disleksia) (Sebuah Studi Kasus). Skripsi. Surabaya. Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga. Lerner, J Learning D isabilities: T heories, D iagnosis, and Teaching Strategis. Boston: Houghton Mifflin Company. Mar at, Samsunuwiyati Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama. Margaretha Peran Progam Latihan Educational Kinesiology (Senam Otak) pada K emampuan M embaca A nak Dyslexia Masa K anak-kanak M adya: Suatu Studi Kasus. Surabaya. Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga. Marsono Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mulyadi Diagnosis K esulitan B elajar da n B imbingan t erhadap Kesulitan Belajar Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera. 101

117 Nawangsari, Nur Ainy Fardana Identifikasi dan Model Intervensi Kesulitan Belajar pada Si swa Se kolah D asar di Sur abaya. Surabaya: U niversitas Airlangga. Noviriani, Aprilia Wilujeng Penyesuaian Diri Anak-anak Dyslexia (Masa Anak Sekolah Dasar). Skripsi. Surabaya. Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga. Putrayasa, I da B agus Kajian M orfologi B entuk D erivasional dan Infleksional. Bandung: Refika Aditama. Ramlan, M Morofologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Sumantri, Mulyani da n N ana S yaodih Perkembangan P eserta D idik. Jakarta: Universitas Terbuka. Taringan, Henry Guntur Membaca sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Wolfensberger, Gersons dan Ruijssenaars W Definition and treatment of dyslexia: A report by the Committee on Dyslexia of the Health Council of the Netherlands. Journal of Learning Disabilities 30(2): Yusuf, Suhendra Fonetik dan Fonologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yuzi, Y udhitia Kemapuan M embaca p ada A nak D isleksia U sia Tahun di S ekolah Inklusif G aluh H andayani S urabaya: K ajian Psikolinguistik. S kripsi. S urabaya. F akultas Ilmu B udaya, U niversitas Airlangga 102

118 LAMPIRAN I (Latar Belakang Subjek) FORMULIR LATAR BELAKANG SUBJEK 1 A. Identitas Anak: 1. Nama : F.A.W 2. Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 19 Mei Umur : 8 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki 5. Agama : Katholik 6. Status anak : Kandung 7. Anak ke dari jumlah saudara : Dua B. Riwayat Kelahiran 1. Perkembangan masa kehamilan : - 2. Penyakit pada masa kehamilan : - 3. Usia kandungan : Kurang dari 9 bulan 4. Riwayat proses kelahiran : Ketuban pecah/caesar 5. Tempat kelahiran : RS. Putri 6. Penolong proses kelahiran : Dokter 7. Gangguan saat bayi lahir : - 103

119 Berat bayi : 3 kg 9. Panjang bayi : 52 cm 10. Tanda-tanda kelainan pada bayi : - C. Perkembangan Masa Balita 1. Menyusu ibunya hingga umur : - 2. Minum susu kaleng hingga umur : Soya 3-6 tahun 3. Imunisasi (lengkap/tidak) : Lengkap 4. Pemeriksaan/penimbangan (rutin/tidak) : Rutin 5. Kualitas makanan : Halus 6. Kuantitas makanan : Cukup 7. Kesulitan makan (ya/tidak) : Gigi belum lengkap D. Perkembangan Fisik 1. Dapat berdiri pada umur : 1 tahun 2. Dapat berjalan pada umur : 16 bulan 3. Naik sepeda roda tiga pada umur : 3 tahun 4. Naik sepeda roda dua pada umur : - 5. Bicara dengan kalimat lengkap : 3 tahun 6. Kesulitan gerakan yang dialami : - 7. Status gizi balita (baik/kurang) : Baik 8. Riwayat kesehatan (baik/kurang) : Balik 9. Penggunaan tangan dominan : Kanan

120 105 E. Perkembangan Bahasa 1. Meraban/Berceloteh pada Umur : 6 bulan 2. Mengungkapkan satu suku kata yang bermakna kalimat (misal: pa bermakna bapak) pada umur : 2 tahun 3. Berbicara dengan satu kata bermakna pada umur : 2.5 tahun 4. Berbicara dengan kalimat lengkap sederhana pada umur : 3 tahun F. Perkembangan Sosial 1. Hubungan dengan saudara : Bisa interaktif 2. Hubungan dengan teman : Biasa interaktif 3. Hubungan dengan orang tua : Baik 4. Hobi : Mewarna dan menggambar 5. Minat khusus : Mewarna dan menggambar G. Perkembangan Pendidikan 1. Masuk TK umur : 5 tahun 2. Lama pendidikan di TK : 2 tahun 3. Kesulitan selama di TK : Sosialisasi 4. Masuk SD umur : 7 tahun 5. Kesulitan selama di SD : -

121 Pernah tidak naik kelas : - 7. Pelayanan khusus yang pernah diterima anak : Brain Gym, Terapi Heaven Kids 8. Prestasi belajar yang dicapai : - 9. Mata pelajaran yang dirasa paling sulit : Mata pelajaran yang dirasa paling disenangi : Keterangan lain yang dianggap perlu : Terigu, gula, produk susu sapi. No msg, da ging m erah. Orang t ua curiga pe rkembangan anak s aat usia 1.5 t ahun. K ontak mata t idak ada. Kedokter namun kurang tepat. Terapi mulai usia 2 t ahun. Menata kalimat kurang.

122 107 FORMULIR LATAR BELAKANG SUBJEK 2 A. Identitas Anak: 1. Nama : J.K.A 2. Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 10 Februari Umur : 8 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki 5. Agama : Kristen 6. Status anak : Kandung 7. Anak ke dari dari jumlah saudara : Satu B. Riwayat Kelahiran 1. Perkembangan masa kehamilan : Normal, pernah flex 2-3 hari 2. Penyakit pada masa kehamilan : Keputihan parah 3. Usia kandungan : 9 bulan 4. Riwayat proses kelahiran : Normal 5. Tempat kelahiran : RS. Adi Husada Undaan 6. Penolong proses kelahiran : Dokter 7. Gangguan saat bayi lahir : - 8. Berat bayi : 2.9 kg 9. Panjang bayi : 50 cm 10. Tanda-tanda kelainan pada bayi : Kuning, masuk inkobator

123 108 C. Perkembangan Masa Balita 1. Menyusu ibunya hingga umur : 6 bulan 2. Minum susu kaleng hingga mur : 7 tahun 3. Imunisasi (lengkap/tidak) : Lengkap 4. Pemeriksaan/penimbangan (rutin/tidak) : Tidak 5. Kualitas makanan : Cukup 6. Kuantitas makanan : Porsi cukup besar 7. Kesulitan makan (ya/tidak) : Tidak D. Perkembangan Fisik 1. Dapat berdiri pada umur : 9-10 bulan 2. Dapat berjalan pada umur : 18 bulan 3. Naik sepeda roda tiga pada umur : 4 tahun 4. Naik sepeda roda dua pada umur : - 5. Bicara dengan kalimat lengkap : 4 tahun 6. Kesulitan gerakan yang dialami : Keseimbangan, jinjit, lompat 7. Status gizi balita (baik/kurang) : Baik 8. Riwayat kesehatan (baik/kurang) : Baik 9. Penggunaan tangan dominan : Kanan E. Perkembangan Bahasa 1. Meraban/Berceloteh pada Umur : 4 bulan 2. Mengungkapkan satu suku kata yang

124 109 bermakna kalimat (misal: pa bermakna bapak) pada umur : 2 tahun 3. Berbicara dengan satu kata bermakna pada umur : 3 tahun 4. Berbicara dengan kalimat lengkap sederhana pada umur : 5 tahun F. Perkembangan Sosial 1. Hubungan dengan saudara : Cuek 2. Hubungan dengan teman : Cuek 3. Hubungan dengan orang tua : Bila dipaksa 4. Hobi : Main lego, nonton tv/ipad 5. Minat khusus : Lego, robot, tv G. Perkembangan Pendidikan 1. Masuk TK umur : 4 tahun 2. Lama pendidikan di TK : 3 tahun 3. Kesulitan selama di TK : Baca tulis, komunikasi, konsentrasi 4. Masuk SD umur : 7 tahun 5. Kesulitan selama di SD : - 6. Pernah tidak naik kelas : - 7. Pelayanan khusus yang pernah diterima anak : Speech therapy dan pijat

125 Prestasi belajar yang dicapai : - 9. Mata pelajaran yang dirasa paling sulit : Bahasa 10. Mata pelajaran yang dirasa paling disenangi : Keterangan lain yang dianggap perlu : -

126 111 FORMULIR LATAR BELAKANG SUBJEK 3 A. Identitas Anak: 1. Nama : I.G.A.M.W 2. Tempat dan tanggal lahir : Mojokerto, 14 September Umur : 11 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki 5. Agama : Hindu 6. Status anak : Kandung 7. Anak ke dari dari jumlah saudara : Satu B. Riwayat Kelahiran 1. Perkembangan masa kehamilan : Mual muntah sampai usia kehamilan 5 2. Penyakit pada masa kehamilan : - 3. Usia kandungan : 38 minggu 4. Riwayat proses kelahiran : Normal 5. Tempat kelahiran : Rumah Sakit 6. Penolong proses kelahiran : Dokter 7. Gangguan saat bayi lahir : - 8. Berat bayi : 3.2 kg 9. Panjang bayi : 50 cm

127 Tanda-tanda kelainan pada bayi : Hari ke-3 bayi kuning C. Perkembangan Masa Balita 1. Menyusu ibunya hingga umur : 4 bulan 2. Minum susu kaleng hingga mur : 4 tahun, usia 2 tahun soya 3. Imunisasi (lengkap/tidak) : Imunisasi dasar lengkap 4. Pemeriksaan/penimbangan (rutin/tidak) : Rutin 5. Kualitas makanan : Hanya mau sayur daun, buah alpukat, jeruk (jus) 6. Kuantitas makanan : 4x1 sehari 7. Kesulitan makan (ya/tidak) : Kesulitan makan kasar sampai usia 2 tahun D. Perkembangan Fisik 1. Dapat berdiri pada umur : 10 bulan 2. Dapat berjalan pada umur : 11 bulan 3. Naik sepeda roda tiga pada umur : 3-4 tahun 4. Naik sepeda roda dua pada umur : - 5. Bicara dengan kalimat lengkap : 7 tahun 6. Kesulitan gerakan yang dialami : - 7. Status gizi balita (baik/kurang) : Baik 8. Riwayat kesehatan (baik/kurang) : Baik 9. Penggunaan tangan dominan : Kanan

128 113 E. Perkembangan Bahasa 1. Meraban/Berceloteh pada Umur : 9 bulan 2. Mengungkapkan satu suku kata yang bermakna kalimat (misal: pa bermakna bapak) pada umur : 3 tahun 3. Berbicara dengan satu kata bermakna pada umur : 4-5 tahun 4. Berbicara dengan kalimat lengkap sederhana pada umur : 7 tahun F. Perkembangan Sosial 1. Hubungan dengan saudara : Sudah muncul empati, simpati 2. Hubungan dengan teman : Cuek 3. Hubungan dengan orang tua : Baik 4. Hobi : Musik pianika, masak kue. gadget 5. Minat khusus : Musik, masak kue G. Perkembangan Pendidikan 1. Masuk TK umur : 5 tahun 2. Lama pendidikan di TK : 2 tahun 3. Kesulitan selama di TK : Komunikasi, akademis 4. Masuk SD umur : -

129 Kesulitan selama di SD : - 6. Pernah tidak naik kelas : - 7. Pelayanan khusus yang pernah diterima anak : terima wicara, behavior, lumba, lumba, AIT 8. Prestasi belajar yang dicapai : - 9. Mata pelajaran yang dirasa paling sulit : Berhubungan dengan narasi 10. Mata pelajaran yang dirasa paling disenangi : Keterangan lain yang dianggap perlu : terlalu sering makan ayam potong timbul gatal-gatal

130 115 FORMULIR LATAR BELAKANG SUBJEK 4 A. Identitas Anak: 1. Nama : A.H.S 2. Tempat dan tanggal lahir : Gresik, 20 Desember Umur : 9 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki 5. Agama : Islam 6. Status anak : Anak Kandung 7. Anak ke dari dari jumlah saudara : Satu B. Riwayat Kelahiran 1. Perkembangan masa kehamilan : Diusia kehamilan 6 bulan shock ditinggal orang tua (ibu) meninggal anak usia 1 tahun 2. Penyakit pada masa kehamilan : - 3. Usia kandungan : 10 bulan 4. Riwayat proses kelahiran : Normal 5. Tempat kelahiran : RS Islam di Bringkang, Menganti 6. Penolong proses kelahiran : Bidan 7. Gangguan saat bayi lahir : Nangis telat karena kemasukan air

131 116 ketuban 8. Berat bayi : 3.5 kg 9. Panjang bayi : 51 cm 10. Tanda-tanda kelainan pada bayi : Anak sakit kuning 1 minggu, lahir sempat d i s elang, b aru k emudian nangis C. Perkembangan Masa Balita 1. Menyusu ibunya hingga umur : 1 tahun dari lahir sudah campur dengan sufor 2. Minum susu kaleng hingga mur : Sampai dengan sekarang, 5 tahun 5 bulan susu soya 3. Imunisasi (lengkap/tidak) : Lengkap 4. Pemeriksaan/penimbangan (rutin/tidak) : Rutin 5. Kualitas makanan : Pilih-pilih makanan 6. Kuantitas makanan : Sedikit/ pilih-pilih makanan 7. Kesulitan makan (ya/tidak) : Ya D. Perkembangan Fisik 1. Dapat berdiri pada umur : 2.5 tahun 2. Dapat berjalan pada umur : 2.5 tahun 3. Naik sepeda roda tiga pada umur : Belum bisa 4. Naik sepeda roda dua pada umur : Belum bisa

132 Bicara dengan kalimat lengkap : Belum bisa 6. Kesulitan gerakan yang dialami : Lompat, mengayuh, menyikat gigi 7. Status gizi balita (baik/kurang) : Baik 8. Riwayat kesehatan (baik/kurang) : Usia 2 bulan panas 39 o C, 4 bulan panas d an b erak d arah, U sia 1 0/11 bulan opname 9. Penggunaan tangan dominan : Kanan E. Perkembangan Bahasa 1. Meraban/Berceloteh pada Umur : 8-9 bulan 2. Mengungkapkan satu suku kata yang bermakna kalimat (misal: pa bermakna bapak) pada umur : 1 tahun 3. Berbicara dengan satu kata bermakna pada umur : 2.5 tahun 4. Berbicara dengan kalimat lengkap sederhana pada umur : 2.5 tahun F. Perkembangan Sosial 1. Hubungan dengan saudara : Suka usil 2. Hubungan dengan teman : Suka usil 3. Hubungan dengan orang tua : Manja 4. Hobi : Bermain, otak atik

133 Minat khusus : - G. Perkembangan Pendidikan 1. Masuk TK umur : 4.5 tahun 2. Lama pendidikan di TK : - 3. Kesulitan selama di TK : Bersoalisasi/adaptasi 4. Masuk SD umur : - 5. Kesulitan selama di SD : - 6. Pernah tidak naik kelas : - 7. Pelayanan khusus yang pernah diterima anak : Terapi pijat 8. Prestasi belajar yang dicapai : - 9. Mata pelajaran yang dirasa paling sulit : Mata pelajaran yang dirasa paling disenangi : Keterangan lain yang dianggap perlu : Alergi makanan ikan dan unggas.

134 119 FORMULIR LATAR BELAKANG SUBJEK 5 A. Identitas Anak: 1. Nama : A. S 2. Tempat dan tanggal lahir : Sidoarjo, 10 September Umur : 11 tahun 4. Jenis kelamin : Laki-laki 5. Agama : Islam 6. Status anak : Kandung 7. Anak ke dari dari jumlah saudara : 3 B. Riwayat Kelahiran 1. Perkembangan masa kehamilan : Tidak ada gangguan 2. Penyakit pada masa kehamilan : - 3. Usia kandungan : 9 bulan 4. Riwayat proses kelahiran : Caesar 5. Tempat kelahiran : RS Siti Hajar 6. Penolong proses kelahiran : Dokter 7. Gangguan saat bayi lahir : - 8. Berat bayi : 3.8 kg 9. Panjang bayi : 53 cm

135 Tanda-tanda kelainan pada bayi : Sempat masuk inkubator dikarenakan kurang sinar C. Perkembangan Masa Balita 1. Menyusu ibunya hingga umur : 13 bulan 2. Minum susu kaleng hingga mur : 4 tahun 3. Imunisasi (lengkap/tidak) : Lengkap 4. Pemeriksaan/penimbangan (rutin/tidak) : - 5. Kualitas makanan : Tidak mau sayur 6. Kuantitas makanan : 3x1 sehari 7. Kesulitan makan (ya/tidak) : Tidak D. Perkembangan Fisik 1. Dapat berdiri pada umur : 9 bulan 2. Dapat berjalan pada umur : 12 bulan 3. Naik sepeda roda tiga pada umur : Tidak bisa 4. Naik sepeda roda dua pada umur : Tidak bisa 5. Bicara dengan kalimat lengkap : 2.5 tahun 6. Kesulitan gerakan yang dialami : - 7. Status gizi balita (baik/kurang) : Sudah cukup 8. Riwayat kesehatan (baik/kurang) : Baik 9. Penggunaan tangan dominan : Kanan

136 121 E. Perkembangan Bahasa 1. Meraban/Berceloteh pada Umur : Kurang dari 3 bulan 2. Mengungkapkan satu suku kata yang bermakna kalimat (misal: pa bermakna bapak) pada umur : 7 bulan 3. Berbicara dengan satu kata bermakna pada umur : 12 bulan 4. Berbicara dengan kalimat lengkap sederhana pada umur : 2 tahun F. Perkembangan Sosial 1. Hubungan dengan saudara : Baik 2. Hubungan dengan teman : Baik 3. Hubungan dengan orang tua : Baik 4. Hobi : Renang 5. Minat khusus : Cerita G. Perkembangan Pendidikan 1. Masuk TK umur : 4 tahun 2. Lama pendidikan di TK : 3 tahun 3. Kesulitan selama di TK : Tidak bisa berteman 4. Masuk SD umur : 7 tahun 5. Kesulitan selama di SD : Tidak bisa membaca

137 Pernah tidak naik kelas : - 7. Pelayanan khusus yang pernah diterima anak : - 8. Prestasi belajar yang dicapai : - 9. Mata pelajaran yang dirasa paling sulit : Mata pelajaran yang dirasa paling disenangi : Olahraga 11. Keterangan lain yang dianggap perlu : -

138 123 LAMPIRAN II (Foto Fasilitas dan Kegiatan di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya) Foto 1. Gedung Sekolah Foto 3. Proses Belajar Mengajar di Kelas Foto 2. Galuh Mart Foto 4. Suasana Jam Istirahat

139 124 Foto 1: Bacaan 1 Subjek 1 LAMPIRAN III (Foto Bacaan yang Digunakan Subjek) Foto 2: Bacaan 1 Subjek 1

140 125 Foto 3: Bacaan 2 Subjek 1 Foto 4:Bacaan 2 Subjek 1

141 126 Foto 5: Bacaan 2 Subjek 1 Foto 6: Bacaan 3 SUbjek 1

142 127 Foto 7: Bacaan 4 Subjek 1 Foto 8: Bacaan 5 Subjek 1

143 128 Foto 9: Bacaan 1 Subjek 2 Foto 10 : Bacaan 2 Subjek 2

144 129 Foto 11: Bacaan 3 Subjek 2 Foto 12: Bacaan 1 Subjek 3

145 130 Foto 13: Bacaan 1 Subjek 3 Foto 14: Bacaan 2 Subjek 3

146 131 Foto 15: Bacaan 2 Subjek 3 Foto 16: Bacaan 3 Subjek 3

147 132 Foto 17: Bacaan 3 Subjek 3 Foto 18: Bacaan 4 Subjek 3

148 133 Foto 19: Bacaan 5 Subjek 3 Foto 20: Bacan 6 Subjek 3

149 134 Foto 21: Bacaan 6 Subjek 3 Foto 22: Bacaan 7 Subjek 3

150 135 Foto 23: Bacaan 1 Subjek 4 Foto 24: Bacaan 2 Subjek 4

151 136 Foto 25: Bacaan 3 Subjek 4 Foto 26: Bacaan 4 Subjek 4

152 137 Foto 27: Bacaan 5 Subjek 4 Foto 28: Bacaan 1 Subjek 5

153 138 Foto 29: Bacaan 2 Subjek 5 Foto 30: Bacaan 3 Subjek 5

154 139 Foto 31: Bacaan 4 Subjek 5 Foto 32: Bacaan 4 Subjek 5

155 140 Foto 33: Bacaan 5 Subjek 5 Foto 34: Bacaan 6 Subjek 5

156 141 Foto 35: Bacaan 6 Subjek 5 Foto 36: Bacaan 7 Subjek 5

157 142 Foto 37: Bacaan 8 Subjek 5 Foto 38: Bacaan 8 Subjek 5

158 143 Foto 39: Bacaan 9 Subjek 5 Foto 40: Bacaan 9 Subjek 5

159 144 LAMPIRAN IV (Surat Keterangan Penelitian)

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin be rlomba-lomba unt uk m enawarkan produk yang da pat m emenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin be rlomba-lomba unt uk m enawarkan produk yang da pat m emenuhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa i ni p erkembangan d unia b isnis s emakin cep at, s ehingga s etiap organisasi bi snis m anapun m emiliki s uatu t antangan yang ha rus di hadapi yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk t erus di gali, dikembangkan da n di tingkatkan p eranannya unt uk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk t erus di gali, dikembangkan da n di tingkatkan p eranannya unt uk 18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan na sional merupakan s uatu ke giatan yang be rlangsung s ecara terus-menerus da n be rkesinambungan yang bertujuan unt uk m eningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. apapun. D alam ka jian manajemen s trategik, pe ngukuran h asil ( performance)

BAB 1 PENDAHULUAN. apapun. D alam ka jian manajemen s trategik, pe ngukuran h asil ( performance) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dan yang akan datang banyak perusahaan dituntut untuk m enempuh l angkah-langkah yang s trategik da lam be rsaing p ada kondi si apapun.

Lebih terperinci

ANALISA MANAJEMEN DALAM PENYALURAN KREDIT PADA. PT BANK BUKOPIN Tbk, CABANG UTAMA SURABAYA

ANALISA MANAJEMEN DALAM PENYALURAN KREDIT PADA. PT BANK BUKOPIN Tbk, CABANG UTAMA SURABAYA 1 ANALISA MANAJEMEN DALAM PENYALURAN KREDIT PADA PT BANK BUKOPIN Tbk, CABANG UTAMA SURABAYA Oleh : MUKHAMAD NURHIDAYAT NPM : 11.2.01.07221 Program Studi : Akuntansi SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction) Hasil ka rakterisasi X RD sampel di tunjukkan pa da G ambar 4.1 berupa grafik peak to peak, sedangkan data XRD yang berupa grafik search

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi E konomi t elah m endorong m asyarakat unt uk s elalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi E konomi t elah m endorong m asyarakat unt uk s elalu 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi E konomi t elah m endorong m asyarakat unt uk s elalu memperhatikan pe rusahaan pe rbankan, unt uk melakukan ev aluasi t erhadap laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP LOYALITAS DAN KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PT. AYU INDAH LAMONGAN

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP LOYALITAS DAN KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PT. AYU INDAH LAMONGAN PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP LOYALITAS DAN KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PT. AYU INDAH LAMONGAN Oleh: WINNY KOES DZULKARNAEN NPM 09.1.02.04268 PROGRAM STUDI : MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip tiani.riris@gmail.com Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dapat diketahui struktur fonologi, morfologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan kebudayaan yang sangat beraneka ragam. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. bagi pe rusahaan t ersebut, maka s udah sepantasnya apabila perusahaan m enaruh

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. bagi pe rusahaan t ersebut, maka s udah sepantasnya apabila perusahaan m enaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karyawan memiliki peranan yang penting bagi setiap perusahaan. Berbeda dari s ebuah m esin, ka ryawan m ampu t erus b erkembang da n m ampu m elakukan berbagai

Lebih terperinci

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Analisis Kontrastis Bahasa Jawa Dengan Bahasa Indonesia Riris Tiani

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Analisis Kontrastis Bahasa Jawa Dengan Bahasa Indonesia Riris Tiani HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN 1412-9418 ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Undip ABSTRACT Dari pemaparan dalam bagian pembahasan di atas, dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy) Pengujian s truktur m ikro da ri s emen s eng oxi da da n e ugenol ( zinc oxide eugenol cement) dilakukan d engan m enggunakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dan Afiksasi Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan

Lebih terperinci

matematika disekolah telah memberi sumbangan besar dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (Asikin, 2001: 1-2 ). Hasil belajar pada dasarnya da

matematika disekolah telah memberi sumbangan besar dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (Asikin, 2001: 1-2 ). Hasil belajar pada dasarnya da P ENE RAPAN M ETODE D ISCOVERY U NTUK MENINGKATKAN H ASIL BELAJAR M ATERI L INGKARAN SISWA KELAS VIII- I S MP N EGERI 10 MALANG O leh: D ewi Ratih Puspaning Ayu Pembimbing: (1) S ubanji dan (2) S ukoriyanto

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

SKRIPSI VARIASI BAHASA JAWA DI KABUPATEN JOMBANG: KAJIAN DIALEKTOLOGI

SKRIPSI VARIASI BAHASA JAWA DI KABUPATEN JOMBANG: KAJIAN DIALEKTOLOGI SKRIPSI VARIASI BAHASA JAWA DI KABUPATEN JOMBANG: KAJIAN DIALEKTOLOGI Oleh LULUK SHOIMAH NIM 121211132017 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ge ografis, Kota P adang terletak pada 100 05 05-100 34 09 BT da n 00 44 00-1 08 35 LS. Sisi barat K ota P adang dibatasi ol eh s amudera H india, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia haruslah diarahkan pada hakikat bahasa sebagai alat komunikasi

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia haruslah diarahkan pada hakikat bahasa sebagai alat komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia haruslah diarahkan pada hakikat bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah mengarah-kan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah / Penggunaan Segmental Melalui Penerapan Teknik 515 PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pemikiran m engenai ku alitas, da n pe mikiran s etiap or ang pa sti be rbeda-beda

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pemikiran m engenai ku alitas, da n pe mikiran s etiap or ang pa sti be rbeda-beda BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Kualitas 1. Pengertian Kualitas Dalam ke hidupan s ehari-hari, t idak s edikit or ang yang m embicarakan tentang m asalah k ualitas.

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPTIF DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN. dalam menyelesaikan soal dengan strategi pembelajaran Think-Talk-Write.

BAB IV DESKRIPTIF DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN. dalam menyelesaikan soal dengan strategi pembelajaran Think-Talk-Write. A IV DERIIF DAN ANALII HAIL ENELIIAN A. Deskripsi Hasil enelitian enelitian komunikasi matematika siswa lamban belajar ini digunakan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematika secara tulis dan lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN JUS MENTIMUN (Cucumis sativus Linn.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN JUS MENTIMUN (Cucumis sativus Linn.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN JUS MENTIMUN (Cucumis sativus Linn.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI ANISSA ADMAYANTI NIM. 151410483007 PROGRAM STUDI D4 PENGOBAT TRADISIONAL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai interferensi BS pada pemelajaran berbicara BI, ditemukan beberapa interferensi sebagai berikut. (1) IF BS pada pemelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHASA DALAM TEKS DESKRIPSI KARYA SISWA KELAS VII.6 SMP NEGERI 25 PADANG

PENGGUNAAN BAHASA DALAM TEKS DESKRIPSI KARYA SISWA KELAS VII.6 SMP NEGERI 25 PADANG PENGGUNAAN BAHASA DALAM TEKS DESKRIPSI KARYA SISWA KELAS VII.6 SMP NEGERI 25 PADANG Oleh: Sri Hartuti 1, Harris Effendi Thahar 2, Zulfikarni 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri

Lebih terperinci

Fonologi Dan Morfologi

Fonologi Dan Morfologi Fonologi Dan Morfologi 4. 2 Fonologi Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena

Lebih terperinci

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya Manusia dalam hidupnya selalu berkomumkasi dengan manusia yang lain lewat bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan pendengar berupa bunyi-bunyi.

Lebih terperinci

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad

Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Penggolongan Tahapan Perkembangan Normal Bicara dan Bahasa Pada Anak. Oleh: Ubaii Achmad Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta topografi, citra SRTM, dan pengamatan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI PROVINSI JAWA TIMUR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI PROVINSI JAWA TIMUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DI PROVINSI JAWA TIMUR Oleh: DINDA REZKI GIOVANI NPM : 10.1.01.06827 Program Studi : Akuntansi SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Muhamad Romli, S.S. 1 M. Wildan, S.S., M.A. 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tentang persamaan dan perbedaan afikasasi yang

Lebih terperinci

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik.

Kata Kunci: prokem, masyarakat Desa Giri, sosiolinguistik. ABSTRAK Penelitian yang berjudul Pembentukan Prokem dalam Komunikasi Masyarakat Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik: Kajian Sosiolonguistik bertujuan untuk mendeskripsikan pola pembentukan prokem

Lebih terperinci

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI) Debby Yuwanita Anggraeni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI peacoy@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata merupakan salah satu unsur penting dalam pembetukan suatu bahasa salah satunya dalam suatu proses pembuatan karya tulis. Kategori kata sendiri merupakan masalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan juga karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan juga karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan juga karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

DAFTAR LAMBANG. 1. Tanda tambah (+) : menyatakan dengan. 2. Tanda kurung siku ([...]) : menyatakan unsur fonetis

DAFTAR LAMBANG. 1. Tanda tambah (+) : menyatakan dengan. 2. Tanda kurung siku ([...]) : menyatakan unsur fonetis DAFTAR LAMBANG Tanda-tanda yang digunakan penyajian hasil analisis data dalam penelitian, yaitu : 1. Tanda tambah (+) : menyatakan dengan 2. Tanda kurung siku ([...]) : menyatakan unsur fonetis 3. Tanda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan (intervensi) yang

Lebih terperinci

D i Yunani, estafet obor diselenggarakan dalam hubungannya pemujaan leluhur pemujaan leluhur dan untuk meneruskan api ramat jajahan- jajahan baru. A p

D i Yunani, estafet obor diselenggarakan dalam hubungannya pemujaan leluhur pemujaan leluhur dan untuk meneruskan api ramat jajahan- jajahan baru. A p L ARI SAMBUNG ( LARI ESTAFET ) D ARTICLE 1. Pengertian Lari Estafet Teknik salah Olah satu Raga lomba lari Lari pada Estafet Sejarah perlombaan Peraturan atletik yang Lari sambung dilaksanakan atau secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang

A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka

Lebih terperinci

2 k e s erta tahun, seperti : pembukaan lahan untuk pertanian, perkebunan, penebangan liar t ersebut Nasional pembukaan akses jalan m erupakan ancaman

2 k e s erta tahun, seperti : pembukaan lahan untuk pertanian, perkebunan, penebangan liar t ersebut Nasional pembukaan akses jalan m erupakan ancaman 1 I. P ENDAHULUAN A. L atar Belakang I ndonesia t i nggi, sehingga adalah negara merupakan negara memiliki keanekaragaman hayati sangat negara kepulauan ini d ikenal s ebagai memiliki negara megabiodiversi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN

2015 FAKTOR-FAKTOR PREDIKTOR YANG MEMPENGARUHI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan membaca merupakan modal utama peserta didik. Dengan berbekal kemampuan membaca, siswa dapat mempelajari ilmu, mengkomunikasikan gagasan, dan mengekspresikan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL EKSTRAK DAUN JATI BELANDA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL EKSTRAK DAUN JATI BELANDA SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN KAPSUL EKSTRAK DAUN JATI BELANDA (GUAZUMA ULMIFOLIA) TERHADAP BERAT BADAN DAN UKURAN LINGKAR PERUT PADA MAHASISWI DENGAN BERAT BADAN BERLEBIH RIZKY NOVI ANGGRAINI NIM. 151410483005

Lebih terperinci

H ALAMAN PERSETUJUAN PELAYANAN KESEHATAN DAN MAKANAN YANG LAYAK B AGI NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN Y OGYAKARTA D iaj

H ALAMAN PERSETUJUAN PELAYANAN KESEHATAN DAN MAKANAN YANG LAYAK B AGI NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN Y OGYAKARTA D iaj P ENULISAN HUKUM / SKRIPSI PELAYANAN KESEHATAN DAN MAKANAN YANG LAYAK BAGI NARAPIDANA DI DALAM LEMBAGA P EMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN Y OGYAKARTA D isusun oleh : D IAH RATNA RAHAYU N PM : 05 05 09212

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 153 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap perubahan fonem pelafalan lirik lagu berbahasa Indonesia dengan menggunakan karakter suara scream dan growl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 Zuly Qurniawati, Santi Ratna Dewi S. Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Majalah merupakan bagian dari

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

M L M I DAN K O T N I Y A FU G N SI f ) ( X li X X ,. M P. d,. M. T P r P n e u a Pr r o am a S ( P ) 4

M L M I DAN K O T N I Y A FU G N SI f ) ( X li X X ,. M P. d,. M. T P r P n e u a Pr r o am a S ( P ) 4 K ode Modul M AT.TKF 01-01 F akultas Teknik UNY J urusan Pendidikan Teknik Otomotif LIMIT D AN KONTINYUITAS F UNGSI f () f () C C l im M artubi, P enyusun : M.Pd., M.T. S istem Perencanaan Penyusunan Program

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... PERSETUJUAN PEMBIMBNG... PENGESAHAN... PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... PERSETUJUAN PEMBIMBNG... PENGESAHAN... PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... PERSETUJUAN PEMBIMBNG... PENGESAHAN... MOTO... PERSEMBAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR TRANSLITERASI... DAFTAR ISI... DAFTAR TRANSLITERASI...

Lebih terperinci

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA 1. Nama Mata kuliah : Fonologi Bahasa Nusantara 2. Kode/SKS : BDN 120 1/2 SKS 3. Prasyarat : Pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAS KATA DAN POLA KALIMAT PADA TULISAN DESKRIPSI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR TENTANG WATAK ANGGOTA KELUARGA SKRIPSI

ANALISIS KELAS KATA DAN POLA KALIMAT PADA TULISAN DESKRIPSI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR TENTANG WATAK ANGGOTA KELUARGA SKRIPSI ANALISIS KELAS KATA DAN POLA KALIMAT PADA TULISAN DESKRIPSI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR TENTANG WATAK ANGGOTA KELUARGA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah. biasanya mencakup empat segi, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah. biasanya mencakup empat segi, yaitu: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keterampilan Berbahasa Keterampilan berbahasa ( language skill) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu: a) Keterampilan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

PENGARUH KOM PETEN SI DAN M O T IV A S I TERHADAP KINERJA GURU SM A N E G E R I 101 JAKARTA

PENGARUH KOM PETEN SI DAN M O T IV A S I TERHADAP KINERJA GURU SM A N E G E R I 101 JAKARTA PENGARUH KOM PETEN SI DAN M O T IV A S I TERHADAP KINERJA GURU SM A N E G E R I 101 JAKARTA KARYA AKHIR OLEH R IL IP SR I 55108110203 UNIVERSITAS M ERCU BUANA PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM M AGISTER M

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL Muhammad Riza Saputra NIM 100388201040 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd

DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd Bicara Pemerolehan Bahasa,kesiapan Bicara DRS. DUDI GUNAWAN,M.Pd Pengertian Bicara suatu proses pengucapan bunyi-bunyi bahasa dengan alat ucap manusia. merupakan produksi suara secara

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan 94 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses morfologi yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua yaitu afiksasi dan reduplikasi. Afiksasi yang ditemukan berupa prefiksasi, sufiksasi, konfiksasi dan simulfiksasi.

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG SMP NEGERI SATU ATAP AMBARAWA LATIHAN UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2012/2013

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SEMARANG SMP NEGERI SATU ATAP AMBARAWA LATIHAN UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2012/2013 / ata elajaran : atematika ari, anggal : abu, aktu :.. etunjuk mum:. ulislah nomor ujian nda pada lembar jawab yang telah disediakan.. acalah dengan teliti petunjuk dan cara mengerjakan soal.. erjakan

Lebih terperinci

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky

Lebih terperinci

Tahap Pemrolehan Bahasa

Tahap Pemrolehan Bahasa Tahap Pemrolehan Bahasa Setelah Anda mempelajari KB 2 dengan materi teori pemerolehan bahasa, Anda dapat melanjutkan dan memahami materi KB 3 mengenai tahapan pemerolehan bahasa. Tahapan ini biasa disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga 2.1 Kepustakaan yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG LAGU MARS DAN HYMNE KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka membangkitkan semangat kebersamaan persatuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial

Lebih terperinci

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467

ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467 ANALISIS TUTURAN KERNET BUS SUGENG RAHAYU Aditya Wicaksono 14/365239/SA/17467 adityawicak_02@yahoo.com ABSTRACT Speech uttered by bus conductors has an interesting phenomenon because there is a change

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PROGRAM CAUSE RELATED MARKETING TERHADAP CITRA PERUSAHAAN, BRAND ATTRACTIVENESS, DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN

ANALISIS PENGARUH PROGRAM CAUSE RELATED MARKETING TERHADAP CITRA PERUSAHAAN, BRAND ATTRACTIVENESS, DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN ANALISIS PENGARUH PROGRAM CAUSE RELATED MARKETING TERHADAP CITRA PERUSAHAAN, BRAND ATTRACTIVENESS, DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA

Lebih terperinci

BUPATI POHUWATO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO NOMOR 12 TAHUN 2015

BUPATI POHUWATO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO NOMOR 12 TAHUN 2015 BUPATI POHUWATO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman BAB II STUDI TOKOH. A. Pengertian Studi Tokoh B. Profil Tokoh... 30

DAFTAR ISI. Halaman BAB II STUDI TOKOH. A. Pengertian Studi Tokoh B. Profil Tokoh... 30 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PENGESAHAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TRANSLITERASI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, di samping itu bahasa dapat menjadi identitas bagi penuturnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci