BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo
|
|
- Suhendra Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu peneliti merasa terdorong untuk melakukan penelitian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah. Akan tetapi kajian yang relevan menyangkut afiks telah dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan bahasa daerah mereka masing-masing. Kajian tersebut dijelaskan sebagai berikut. Samran (2008) telah mengkaji afiks dalam bahasa Tolitoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa afiks dalam bahasa Tolitoli terdiri atas: (1) prefiks yang terbagi atas 9 bagian yakni: kanga-, me-, ma-, mo, na, no-, po-, soo- dan nook-; (2) infiks yakni: -ka-; (3) sufiks yakni: -i-, -ai-, dan an-; (4) konfiks terbagi atas 3 macam, yakni: noli-/-an, iko-/-an dan ika-/-an; (5) gabungan yakni map- + -pa- + -an. Fatimah (2005) telah mengkaji afiks pembentuk verba bahasa Kaili dialek Ledo. Berdasarkan hasil dan pembahasan diketahui bahwa afiks pembentuk verba bahasa Kaili dialek Ledo meliputi (1) prefiks yang terdiri atas {no-}, {nom-}, {na- }, {ni-}, {me-}, {mo-}, {me-}, {mang-}, {mon-},{mom-}, {ne-}, {paka}, {nosi-}, dan {nompaka-}, (2) sufiks yang ditemukan dalam penelitian ini hanya satu, yaitu {-ka}, dan konfiks terdiri atas {ni-/-ka}, {ni-/-ki}, {ni-/-na}, {me-/-ka}, {mo-/- ka}, {ma-/-ka}, {pe-/-ka}, dan {paka-/-ka}. Wujud verba bahasa Kaili dialek
2 Ledo terdiri atas verba dasar dan verba turunan. Sedangkan makna afiks adalah melakukan pekerjaan sesuai dengan bentuk dasarnya dan bermakna membuat jadi (kausatif). Leonard (2005) telah mengkaji afiks bahasa Kaili dialek Edo. Berdasarkan hasil analisis diperoleh simpulan bahwa afiks pembentuk verba bahasa Kaili dialek Edo sebagai berikut: (1) prefiks yang terdiri atas prefiks {ma-}, {mo-}, {me-}, {ni-}, {mom-}, {ha-}, {paka-}, {mosi-}; (2) infiks terdiri atas: {-um-}, {- imb-}; (3) sufiks terdiri atas sufiks {-i}, {-aka}, {-i}, {-ti}, {-si}, {-haka}; dan konfiks terdiri atas konfiks {mosi-/si}, {momba-/i}. Hajaria Hi. Hasim (2005) telah mengkaji Sinonim dalam bahasa Banggai. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa sinonim yang terdapat dalam bahasa Banggai yaitu sinonim nomina yang terdiri atas nomina konkrit dan nomina abstrak, serta sinonim verba yang terdiri atas verba perbuatan, proses, dan keadaan. Adapun relevansi penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu dari segi persamaannya penelitian yang dilakukan oleh Samran dengan penelitian ini sama-sama meneliti tentang afiks, sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada objek penelitian yaitu bahasa Tolitoli. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Fatimah dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji afiks, sedangkan perbedaannya yaitu afiks yang dikaji yaitu afiks pembentuk verba dan yang menjadi objek penelitian yaitu bahasa Kaili dialek Ledo. Persaman yang dilakukan oleh Leonard dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama mengkaji afiks, sedangkan perbedaannya yaitu afiks yang dikaji yaitu afiks pembentuk verba dan yang menjadi objek penelitian yaitu bahasa Kaili
3 dialek Edo. Persaman yang dilakukan oleh Hajaria Hi. Hasim dengan penelitian ini yaitu terletak pada objek yang diteliti yaitu bahasa Banggai, sedangkan perbedaannya yaitu Hajaria Hi. Hasim meneliti tentang sinonim sedangkan pada penelitian ini yang diteliti adalah afiks atau imbuhan. Dari beberapa penelitian yang relevan di atas, setelah melihat persaman dan berbedaannya maka dapat disimpulkan bahwa kajian yang telah dilakukan sebelumnya memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan afiks yang dikaji oleh peneliti dalam bahasa Banggai. Jadi peneliti sebagai penutur bahasa Banggai tertarik melakukan penelitian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah. 2.2 Kajian Teori 1) Afiks dalam Kajian Morfologi a) Morfologi Badudu (1982: 66) mengatakan bahwa morfologi ialah ilmu yang membicarakan morfem yaitu bagaimana kata dibentuk dari morfem-morfem. Morfem ialah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sedangkan menurut Pateda (2009: 4) morfologi adalah subdisiplin linguistik yang mengkaji bentuk kata, perubahan bentuk, dan makna yang timbul akibat perubahan bentuk itu. Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan kata logi yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata. Mengenai pembentukan
4 kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks (Chaer, 2008: 3). b) Morfem Menurut Chaer (2008: 7) morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang bermakna. Morfem ini dapat berupa akar (dasar) dan dapat pula berupa afiks. Bedanya, akar dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, sedangkan afiks tidak dapat. Badudu (1982: 66) mengatakn bahwa morfem ialah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat dikatakan bahwa morfem ialah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna dan tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Selanjutnya Badudu (1982: 66) membagi morfem menjadi dua macam yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem yang dapat berdiri sendiri disebut morfem bebas, sedangkan morfem seperti me- dan -kan disebut morfem terikat. Semua imbuhan dalam bahasa Indonesia (awalan, sisipan, akhiran) adalah morfem terikat. Dari definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa afiks merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri sendiri. Suatu morfem dikatakan morfem bebas apabila morfem tersebut dapat berdiri sendiri dalam ujaran dan berfungsi untuk berkomunikasi, sedangkan morfem yang harus dilekatkan pada morfem yang lain untuk membentuk kata sehingga dapat difungsikan dalam ujaran, disebut morfem terikat (Pateda, 2009: 31-32). Jadi morfem terikat dapat difungsikan apabila sudah dilekatkan pada morfem lain sehingga membentuk suatu kata yang memiliki makna. Berbeda
5 dengan morfem bebas, morfem ini bisa langsung difungsikan karena morfem ini dapat berdiri sendiri. Berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam peruturan dibedakan adanya morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam pertuturan. Misalnya, morfem {pulang}, {merah}, dan {pergi}. Morfem bebas ini tentunya berupa morfen dasar. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terikat (Chaer, 2008: 16-17). Kridalaksana (2008: 38) mengemukakan bahwa bentuk seperti pra, eks, panca, aneka, ultra, multi, dan sebagainya yang jelas terikat dengan unsur yang menyertainya, dan juga bersama-sama membentuk kata, tetapi kategorinya jelas lebih jelas daripada afiks, sehingga tidak digolongkan sebagai afiks. c) Afiks 1. Pengertian Afiks adalah morfem terikat yang harus dilekatkan pada morfem yang lain untuk membentuk kata sehingga dapat difungsikan untuk berkomunikasi (Pateda, 2009: 42). Sedangkan menurut Chaer (2008: 23) afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentuk dalam proses afiksasi. Imbuhan atau afiks tidak dapat berdiri sendiri, dan agar afiks tersebut dapat difungsikan maka harus dilekatkan pada kata dasar, karena afiks tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata. Yasin (1988: 52) mengemukakan bahwa
6 afiks adalah bentuk linguistik yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri pada bentuk-bentuk lain sehingga mampu menimbulkan makna (baru) terhadap bentuk-bentuk yang dilekatinya tadi. Bentuk-bentuk yang dilekatinya bisa terdiri atas pokok kata, kata dasar, atau bentuk kompleks. Yang perlu dicatat dalam pembentukan kata kompleks dalam bahasa Indonesia adalah bahwa afiks-afiks itu membentuk satu system, sehingga kejadian kata dalam bahasa Indonesia merupakan rangkaian proses yang berkaitan (Kridalaksana, 2007: 28). Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis afiks dan bentuknya. 2. Jenis dan Bentuk Afiks Verhaar (1996: 107) mengemukakan ada empat macam afiks yang disebutkan berikut ini. Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut prefiksasi. 1) Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut sufiksasi. 2) Infiks, yang diimbuhkan dengan penyisipan di dalam dasar itu, dalam proses yang namanya infiksasi. 3) Konfiks, atau simulfiks, atau ambifiks, atau sirkumfiks, yang diimbuhkan untuk sebagian di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di sebelah kanannya, dalam proses yang dinamai konfiksasi, atau simulfiksasi, atau ambifiksasi, atau sirkumfiksasi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Yasin. Yasin (1988: 58-63) membagi beberapa macam afiks yakni sebagai berikut.
7 1) Prefiks ialah imbuhan yang melekat di depan bentuk dasar (kata dasar). Macam-macam prefiks: me, di, ber, ter, per, se, pe, ke, para, pra, dan sebagainya. 2) Infiks ialah imbuhan yang melekat di tengah bentuk dasar. Macam-macam sisipan/infiks: el, em, dan er. 3) Sufiks ialah imbuhan yang melekat di belakang bentuk dasar (kata dasar). Macam-macam sufiks/akhiran: i, an, kan, nya, wan, wati, man, is, dan sebagainya. 4) Konfiks/simulfiks ialah imbuhan gabungan antara prefiks dan sufiks. Macammacam konfiks: ke-an, pe-an, per-an, ber-an, se-nya, dan sebagainya. Konfiks/simulfiks ialah imbuhan gabungan antara prefiks dan sufiks. Kedua macam afiks tersebut melekat secara bersama-sama pada suatu bentuk dasar. Sesuai dengan kedudukannya, kedua unsure (prefiks dan sufiks) tersebut masing-masing melekat pada bagian depan bentuk dasar dan bagian belakang bentuk dasar. Sedangkan menurut Samsuri (1988: 131) terdapat produktivitas yang cukup tinggi dalam pembentukan kata baru dengan afiks pungutan. Afiks-afiks itu ialah awalan (1) antar, (2) anti, (3) non, (4) swa, dan akhiran (5) isasi, (6) isme, (7) wan. Adapun menurut Pateda (2009: 49-54) yakni sebagai berikut. 1) Prefiks atau awalan adalah imbuhan yang harus dilekatkan di depan morfem untuk membentuk kata yang dapat digunakan untuk prefiks yang asli, misalnya ber-, di-, me-, ke-, pe-, se-, ter-. Prefiks serapan, misalnya a-, an-, de-, hiper-, in-, ko-, mono-, non-, pra-, sub-, tele-.
8 2) Infiks adalah imbuhan yang harus dilekatkan di tengah morfem dasar untuk membentuk kata yang dapat difungsikan untuk berkomunikasi. Infiks dalam bahasa Indonesia sangat terbatas dan bersifat aseli. Infiks itu, yakni -el-, -em-, dan -ar-. 3) Sufiks adalah imbuhan yang harus dilekatan di belakang morfem dasar untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Sufiks aseli dalam BI, yakni an-, kan-, dan i. Sufiks serapan dalam BI, antara lain -al, -i, -iah, -isme, -or, - wan, -wati. 4) Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan pada morfem dasar secara serentak untuk membentuk kata yang dapat difungsikan dalam ujaran. Konfiks itu antara lain ke-/-an. 5) Gabungan adalah imbuhan yang harus dilekatkan pada morfem dasar yang dilekatkan bersama-sama untuk membentuk kata yang dapat difungsikan dalam ujaran. Gabungan BI, misalnya me- + per- pada kata memperbesar. Chaer (2008: 23) membedakan adanya morfem afiks yang disebut: 1) Prefiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri bentuk dasar, yaitu prefiks ber-, prefiks me-, prefiks per-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks se-, dan prefiks ke-. 2) Infiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di tengah kata, biasanya pada suku awal kata, yaitu infiks -el-, infiks -em-, dan infiks -er-. 3) Sufiks, adalah afiks yang dibubuhkan di kanan bentuk dasar, yaitu sufiks -kan, sufiks -i, sufiks -an, dan sufiks -nya. 4) Konfiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kesatuan afiks. Konfiks yang
9 ada dalam bahasa Indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-an, konfiks pean, konfiks per-an, dan konfiks se-nya. 5) Dalam bahasa Indonesia ada bentuk kata yang berklofiks, yaitu kata yang dibubuhi afiks pada kiri dan kanannya; tetapi pembubuhannya itu tidak sekaligus, melainkan bertahap. Kata-kata berklofiks dalam bahasa Indonesia adalah yang berbentuk me-kan, me-i, memper, memper-kan, memper-i, berkan, di-kan, di-i, diper-, diper-kan, diper-i, ter-kan, ter-i, ter-per, teper-kan, teper-i. Untuk menentukan jenis dan bentuk afiks, maka dalam penelitian ini peneliti labih mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Chaer dan didukung oleh pendapat Pateda, yaitu mereka membagi afiks bahasa Indonesia menjadi lima bagian yakni prefiks, infiks, sufiks, konfiks, dan klofiks atau gabungan. 3. Makna Afiks Sebagaimana telah diketahui, pada dasarnya afiks belum memiliki makna sebelum dilekatkan pada bentuk yang lain. Tetapi afiks ini dapat dikatakan sebagai penyebab lahirnya suatu makna gramatikal. Menurut Chaer (2008: 29) makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh setiap bentuk dasar (morfem dasar atau akar). Umpamanya makna leksikal akar kuda adalah sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai. Berbeda dengan makna leksikal, maka makna gramatikal baru muncul dalam suatu proses gramatika, baik proses morfologi maupun proses sintaksis. Umpamanya, dalam proses prefiksasi ber- pada dasar dasi muncul makna gramatikal memakai (dasi), dalam proses prefiksasi me- pada dasar batu muncul makna gramatikal menjadi seperti (batu).
10 Makna leksikal biasanya dipertentangkan atau dioposisikan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 2009: 62). Makna leksikal dan makna gramatikal ini akan tersisih oleh makna kontekstual atau pemakaian kata itu di dalam konteks kalimat maupun konteks situasi. Umpamanya, prefiksasi me- pada kata ambil menjadi mengambil memunculkan makna gramatikal melakukan ambil (bandingkan dengan bentuk menulis dalam arti melakukan tulis, dan membaca dalam arti melakukan baca ). Namun, dalam kalimat perusahaan kami akan mengambil 10 pegawai baru, kata mengambil memiliki makna kontekstual menerima ; sedangkan dalam kalimat semester ini saya tidak mengambil mata kuliah kewiraan kata mengambil memiliki makna gramatikal mengikuti (Chaer, 2008: 30). Dalam bahasa Indonesia ada bentuk {men-}, {ber-}, dan {pen-}. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang mengetahui artinya apabila bentuk itu dilepaskan dari unsur lainnya atau bentuk dasarnya. Arti {men-}, {ber-}, dan {pen-} diketahui setelah bergabung dengan bentuk dasar, misalnya beri, lari, dan cukur. Bentuk {men-} bergabung dengan bentuk beri sehingga menjadi kata memberi, mempunyai arti melakukan tindakan yang tersebut pada bentuk dasar beri ; bentuk {ber-} bergabung dengan bentuk lari sehingga menjadi kata berlari, mempunyai arti melakukan tindakan yang tersebut pada bentuk dasar (lari) ; bentuk {pen-} bergabung dengan bentuk dasar cukur sehingga menjadi kata
11 pencukur, mempunyai arti orang yang biasa atau pekerjaannya melakukan tindakan yang tersebut pada bentuk dasar (cukur) (Muslich, 2008: 39). Proses morfologi atau proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu bentuk dan makna gramatikal. Bentuk dan makna gramatikal merupakan dua hal yang berkaitan erat. Bentuk merupakan wujud fisiknya dan makna gramatikal merupakan isi dari wujud fisik atau bentuk itu. Wujud fisik dari proses afiksasi adalah kata berafiks, disebut juga kata berimbuhan, kata turunan, atau kata terbitan (Chaer, 2008: 28). Dari beberapa penjelasan mengenai makna afiks yang telah dikemukakan di atas, adapun contoh makna afiks dalam bahasa Banggai yakni prefiksasi mompada kata poli menjadi mompoli yang artinya mencari dan memunculkan makna gramatikal melakukan cari. Contoh lain yaitu sufiksasi -an pada kata paisu menjadi paisuan yang artinya berair dan memunculkan makna gramatikal mengeluarkan air. Telah dijelaskan di atas bahwa afiks tidak memiliki makna. Tetapi jika afiks dilekatkan pada kata dasar maka akan menimbulkan makna baru. Untuk menentukan makna afiks dalam penelitian ini peneliti lebih mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Chaer.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dan Afiksasi Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata
Lebih terperinciBAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).
BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, menulis. Keempat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diterapkan dalam melaksanakan pembelajaran
Lebih terperinciBAB 5 TATARAN LINGUISTIK
Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. suatu kata merupakan unsur langsung dan bukan kata atau pokok kata, yang
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dalam Bahasa Indonesia Putrayasa (2008: 5) mengatakan afiks adalah bentuk linguistik yang pada suatu kata merupakan unsur langsung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar
Lebih terperinciLINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI
Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, beberapa bahasa di dunia, dalam penggunaannya pasti mempunyai kata dasar dan kata yang terbentuk melalui suatu proses. Kata dasar tersebut
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran
Lebih terperinciINFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU
INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks
Lebih terperinciTATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA
TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik
Lebih terperinciBAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI
BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap
Lebih terperinciNama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI
Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat
Lebih terperincisebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi
EKUIVALENSI LEKSIKAL DALAM WACANA NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI DEE LESTARI: SUATU KAJIAN WACANA Ayu Ashari Abstrak. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemunculan ekuivalensi leksikal dalam wacana
Lebih terperinciKESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL
DEIKSIS Vol. 09 No.02, Mei 2017 p-issn: 2085-2274, e-issn 2502-227X hal. 273-282 KESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL Yulian Dinihari Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Teknik, Matematika
Lebih terperinciPROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA
Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, di samping itu bahasa dapat menjadi identitas bagi penuturnya.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab pembahasan, yakni
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab pembahasan, yakni bab kedua, ketiga, dan keempat, berikutnya pada bagian ini akan diberikan beberapa simpulannya. Secara umum,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini
Lebih terperinciBUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum
i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk
Lebih terperinciARTIKEL JURNAL LINA NOVITA SARI NPM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)
PENGGUNAAN AFIKSASI PADA SKRIPSI PERIODE WISUDA KE-52 MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT ARTIKEL JURNAL Diajukan Sebagai
Lebih terperinciANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010
ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai
Lebih terperinciAFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa
AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako Masyita.laodi@yahoo.co.id ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa Bugis, Sidrap. Fokus permasalahan penelitian ini adalah
Lebih terperinciJurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)
Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Muhamad Romli, S.S. 1 M. Wildan, S.S., M.A. 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tentang persamaan dan perbedaan afikasasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang
Lebih terperinciPEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI
PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA
Lebih terperinciBAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah
BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Morfologis Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1983:25). Proses morfologis juga
Lebih terperinciProses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu
Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu Eighty Risa Octarini 1, I Ketut Darma Laksana 2, Ni Putu N. Widarsini 3 123 Program Studi Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara
Lebih terperinciVERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK
VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK Cut Poetri Keumala Sari Abstrak Skripsi ini berjudul Verba yang Berkaitan dengan Aktivitas Mulut: Kajian Morfosemantik. Metode yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komik merupakan sebuah cerita yang disampaikan dengan ilustrasi gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar. Gambar-gambar tersebut berfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata
Lebih terperinciAnalisis Pemakaian Afiks pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail
Analisis Pemakaian Afiks pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail Ni Wayan Kencanawati 1*, I Nyoman Suparwa 2, Made Sri Satyawati 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya Dari hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo dan Fakultas Sastra dan Budaya ditemukan satu penelitian yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi
Lebih terperinciANALISIS FUNGSI DAN MAKNA PADA JUDUL BERITA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS EDISI OKTOBER 2014
ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA PADA JUDUL BERITA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS EDISI OKTOBER 2014 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan
191 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap verba berafiks bahasa Jawa dalam rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Proses
Lebih terperinciTHE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR
1 THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR Siti Andriana 1, Mangatur Sinaga 2, Hj. Hasnah Faizah 3. Sitiandriana94@gmail.com.
Lebih terperinciKATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257
KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem
Lebih terperinciPROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA. (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman
PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : KOSAKATA BAHASA
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rancangan penelitian deskriptif
30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Penggunaan afiks dalam ragam informal, terutama dalam situs Friendster, menarik untuk diteliti karena belum banyak penelitian yang membahas hal tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan, baik melalui
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari
7 BAB II LANDASAN TEORI A. Wacana 1. Pengertian Wacana Wacana adalah paparan ide atau pikiran secara teratur, baik lisan maupun tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal.
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini
Lebih terperinciBENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN
BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN 2010-2011 Vania Maherani Universitas Negeri Malang E-mail: maldemoi@yahoo.com Pembimbing:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Jawa di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian wilayah Indonesia lainnya.
Lebih terperinciKATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL
KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer
BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Morfologi Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara
Lebih terperinciYAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A
YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata merupakan salah satu unsur penting dalam pembetukan suatu bahasa salah satunya dalam suatu proses pembuatan karya tulis. Kategori kata sendiri merupakan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain
Lebih terperinciAFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL. Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2
AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2 Abstrak. Penelitian ini mengupas afiksasi pada bahasa Jawa- Banten yang dianalisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahasiswa dalam berbahasa Perancis yang baik dan benar. Selayaknya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran bahasa Perancis, mahasiswa banyak disuguhkan beranekaragam pengetahuan dasar mengenai pembelajaran bahasa Perancis. Pengetahuan dasar tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap bahasa di dunia memiliki keunikan tersendiri antara satu dengan lainnya. Di dalam setiap bahasa selalu terdapat pola pembentukan kata yang secara sistematis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI. Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK Mardianti, Tuti. 2014. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Karangan Siswa Kelas X AK 3
Lebih terperinciANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA
ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Fitri Megawati, Tri Mahajani, Sandi Budiana ABSTRAK Fitri Megawati, Analisis Makna Afiks pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Hasil penelitian ini akan dipertanggung jawabkan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS. jadian. Dalam proses tersebut, ada empat komponen yang terlibat, yaitu (i) masukan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Proses Morfologis Proses morfologis adalah proses pengubahan bentuk dasar menjadi bentuk jadian. Dalam proses tersebut, ada
Lebih terperinciANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013
ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM
ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL Muhammad Riza Saputra NIM 100388201040 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI Naskah Publikasi Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penyusunan sebuah karya ilmiah, sangat diperlukan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka merupakan paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan
Lebih terperinciSEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN
SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN KONTEKS BAHASA ACEH BESAR Isda Pramuniati Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Hubungan Semantik dengan kehidupan manusia sangat dekat
Lebih terperinciBAB II NOMINA BAHASA DAYAK KANAYATN DIALEK AHE
BAB II NOMINA BAHASA DAYAK KANAYATN DIALEK AHE A. Hakikat Bahasa Sejak zaman dahulu, bahkan mungkin semenjak zaman manusia diciptakan, bahasa merupakan salah satu aspek yang tidak dapat bisa dipisahkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN
14 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kedudukan Pembelajaran Mengidentifikasi Kesalahan Morfologis pada Teks Pidato dalam Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas X Berdasarkan
Lebih terperinci3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.
1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menelanjangi aspek-aspek kebahasaan yang menjadi objek kajiannya. Pada akhirnya, fakta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari bahasa secara umum maupun khusus. Penyelidikan dan penyidikan dalam linguistik memiliki tujuan untuk menguak dan
Lebih terperinciPERBANDINGAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA DENGAN MORFEM TERIKAT BAHASA MELAYU SUBDIALEK KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL
PERBANDINGAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA DENGAN MORFEM TERIKAT BAHASA MELAYU SUBDIALEK KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL NURATMAN NIM 100388201104 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
Lebih terperinciAFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG
AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG Rinni Juliati simanungkalit, Amriani Amir, Agus Syahrani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: rinnijuliati12@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman, cara berpikir manusia serta cara menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, bahasa juga terlibat
Lebih terperinciANALISIS FUNGSI DAN NOSI PREFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS Vlll E SMP NEGERI 1 PLAOSAN, MAGETAN, JAWA TIMUR
ANALISIS FUNGSI DAN NOSI PREFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS Vlll E SMP NEGERI 1 PLAOSAN, MAGETAN, JAWA TIMUR NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan
Lebih terperinciMenurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd
KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang
Lebih terperinciPERBANDINGAN TINGKAT KOMPARATIF DAN SUPERLATIF ADJEKTIVA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (KAJIAN LINGUISTIK KONTRASTIF)
PERBANDINGAN TINGKAT KOMPARATIF DAN SUPERLATIF ADJEKTIVA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (KAJIAN LINGUISTIK KONTRASTIF) Beina Prafantya* prafantya@yahoo.co.id ABSTRACT The title of this paper
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan bahasa sebagai alat komunikasi masih sangat penting. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam interaksi masyarakat, bahasa merupakan alat utama yang digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang kepada orang lain. Dewasa ini peranan
Lebih terperinci