BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V SIMPULAN DAN SARAN"

Transkripsi

1 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik dalam bidang sintaksis, semantik, morfologi, maupun fonologi. Dari sekian perbedaan tersebut, yang paling mudah dilihat adalah perbedaan fonologi. Pengucapan setiap kosakata pada tiap bahasa akan berbeda, meskipun memiliki makna yang sama. Perbedaan tersebut akan semakin jelas berbeda apabila suatu bahasa memiliki rumpun betul Betawi akan diucapkan / /, sedangkan dalam bahasa Melayu dialek Batak akan diucapkan / /. Untuk dapat mengetahui pola morfofonemik BMDB harus terlebih dahulu mengidentivikasi bentuk kata BMDB. Bentuk kata dalam BMDB ada dua, yaitu kata monomorfemis dan polimorfemis. Kosakata monomorfemis BMDB tidak masuk dalam kajian penelitian ini karena kosakata monomorfemis tidak akan mengalami proses morfologis sebelumnya. Morfem yang ada pada kata monomorfemis tersebut adalah satu-satunya unsur atau anggota kata. Kata polimorfemik BMDB terdiri atas dua morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas. Dari kosakata BMDB, ditemukan kosakata berafiks. Morfem terikat BMDB berupa afiks yang terdiri atas prefiks, sufiks, dan konfiks. Kosakata berafiks BMDB yang terdiri atas prefiks, sufiks, dan konfiks tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok I: Awalan + Kata Dasar, Kelompok II: Awalan + Kata Dasar + Akhiran; dan Kelompok III: Kata Dasar + Akhiran. Apabila dilihat dari persentase kemunculannya, Kelompok I menempati urutan pertama dengan jumlah kosakata sebanyak Proses afiksasi yang terjadi pada kelimpok I ini masuk dalam kategori prefiks. Urutan kedua ditempati oleh Kelompok III. Jumlah kosakata yang berhasil teridentifikasi sebanyak 218. Proses afiksasi pada kelompok ini adalah konfiks, yaitu berupa penggabungan awalan + Kata Dasar + akhiran. Urutan terakhir adalah kelompok II dengan jumlah kosakata sebanyak 90. Proses afiksasi pada kelompok ini adalah sufiks. 164

2 165 Masing-masing kelompok dapat diindetifikasi sesuai jenis afiksasi. Kelompok I berupa prefiks dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk prefiks, yaitu prefiks /N- + KD/ yang terbagi lagi ke dalam beberapa variasi prefiks /N-/; Variasi Nasal 1: /N- + KD/: /ng- + KD/, /nge- + KD/, /ng - + KD/, /ng - + KD/, /ng - + KD/, /ng - + KD/, dan /ng - + KD/; Variasi Nasal 2: /N- + KD/: /ny- + KD/, /ny - + KD/, /ny - + KD/, / ny - KD/, /ny - + KD/, dan /ny - + KD/. Selanjutnya adalah prefiks /me- +KD/ dengan beberapa variasi prefiks: /m- + KD/, /me- +KD/, dan /meng- + KD/. Berikutnya adalah prefiks /pe- + KD/ yang memiliki dua variasi prefik: /pe- + KD/ dan /peng- + KD/. Prefiks lain yang teridentifikasi ialah prefiks /ber- + KD/, /ter- + KD/, /di- + KD/, /ke- + KD/, /se- + KD/, /je- + KD/, dan /ge- + KD/. Ketujuh prefiks terakhir yang ditemukan masing-masing tidak memiliki variasi bentuk prefiks. Kelompok II teridentifikasi sebagai konfiks, yaitu penggabungan awalan dan akhiran terhadap kata dasar sehingga membentuk kata jadian: /Prefiks + KD + Sufiks/. Kelompok II ini menempati urutan kedua setelah Kelompok I, yaitu sebanyak 218 kata. Pola konfiks yang teridentifikasi dari 218 kata berafiks BMDB terbagi atas 2 bentuk, yaitu Konfiks /N- + KD + -in/ memiliki varian terbanyak yang terdiri atas /N- + KD + -in/, /ng- + KD + -in/, /nge- + KD + -in/, /nga- + KD + -in/, dan /ngi- + KD + -in/. Varian - varian tersebut terdistribusi ke dalam 95 kata berafiks. Jenis konfik lain yang ditemukan, tetapi jumlahnya tidak banyak, yaitu /m- + KD + -in/ berjumlah 13 kata kata berafiks, /ke- + KD + -an/ berjumlah 18 kata berafiks BMDB, /be- + KD + -an/ berjumlah 6 kata berafiks, /se- + KD + -an/ berjumlah 1 kata berafiks, dan /ce- + KD + -an/ berjumlah 1 kata berafiks. Kelompok III teridentifikasi sebagai Sufiks dengan pola dasar /KD+ Akhiran/. Jumlah kata yang termasuk ke dalam kelompok III tidak banyak, yaitu 90 kosakata yang terdiri atas 4 jenis/bentuk sufiks: /KD + -an/ berjumlah 79 kata berafiks, /KD + -in/ sebanyak 8 kata berafiks, /KD + -nye/ sebanyak 2 kata berafiks, dan /KD + -kan/ sebanyak 1 kata berafiks. Kekhasan prefiks BMDB antara lain terletak pada prefiks /be-/. Prefiks /be-/ BMDB ini memiliki fungsi sama dengan prefiks /ber-/ dalam bahasa Indonesia. Setiap kata dasar (KD) BMDB yang mendapatkan awalan /ber-/ maka fonem /r/ pada prefiks /ber-/ akan hilang/luluh sehingga berubah menjadi prefiks /be-/. Demikian pula dengan

3 166 prefiks /ter-/ dalam bahasa Indonesia berubah menjadi prefiks /te-/. Prefiks lain yang khas dalam BMDB adalah /N-/ (nasal). Prefiks ini jika melekat pada kata BMDB yang diawali fonem /t/ (apikoalveolar) maka akan menimbulkan perubahan bunyi pada kata baru yang dihasilkan sebagai akibat hilangnya fonem /t/ di awal kata dasar. Namun, jika prefiks /N-/ melekat pada kata BMDB yang diawali fonem /j/ (laminopalatal) maka kata baru yang dihasilkan tidak akan mengalami perubahan bunyi. Variasi prefiks /N-/ berupa /ng-/, /ng /, /ny-/, /me-/, /meng-/, dan /N-/. Prefiks /ng-/ dapat direalisasikan ke dalam beberapa bentuk, yaitu /nge-/, /ng /, /nga-/, /ngi-/, /ngu-/, dan /ngo-/, sedangkan prefiks /ny-/ direalisasikan dalam bentuk /nya-/, /nye-/, /nyo-/, /ny Kemunculan fonem vokal /a/, /e/, /i/, / /, /u/, /o/ pada masing-masing varian prefiks tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk fonem pertama dan kedua dari kata dasar (KD) yang dilekati. Selanjutnya prefiks yang khas dalam BMDB adalah j /, /g /, dan / /. Kesembilan prefiks tersebut tidak dijumpai dalam bahasa Indonesia. Proses afiksasi yang ditimbulkan oleh prefiks tersebut apabila melekat pada kata dasar BMDB menimbulkan berbagai perubahan bunyi pada kata baru. Dalam BMDB dikenal empat sufiks, yaitu /-an/, /-an/, /-kan/, dan /-nye/. Sufiks /-an/ merupakan sufiks paling produktif dalam BMDB dibandingkan dengan jenis sufiks lainnya. Sufiks /-an/ dalam BMDB tidak menimbulkan perubahan bunyi pada kata baru yang dihasilkan. Afiksasi berupa konfiks dalam BMDB memiliki perbedaan dengan konfiks dalam bahasa Indonesia, sekaligus menjadi kekhasan konfiks BMDB. Apabila dalam bahasa Indonesia dikenal konfiks /ber-an/, /ber-kan/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /se-

4 167 nya/ maka di dalam BMDN dikenal konfiks /be-an/, /ke-an/, /se-an/, /ce-an/, /N-in/, /di-in/, /te-in/, /ber-in/, /se-nye/, ge-an/. Perubahan bunyi yang ditimbulkan dari proses afiksasi kata berafiks BMDB dan berulang pada setiap kata berafiks akan membentuk sebuah pola perubahan bunyi. Berdasarkan pola tersebut dapat ditentukan karakteristik morfofonemik afiksasi BMDB. Untuk mendapatkan karakteristik tersebut, penulis akan mendeskripsikan perubahan bunyi kata berafiks yang disebabkan oleh proses morfologis afiksasi. Kelompok I yang merupakan kelompok dominan dalam proses afiksasi prefiks BMDB beserta variannya menghasilkan pola morfofonemik khas berulang sebanyak 110. Pola-pola tersebut adalah sebagai berikut. /N- (ng-) + KD diawali /g// =, /N- (ng-) + KD diawali /k// = luluh. /N- + KD diawali /d/ =. /N- + KD diawali /j/ =. /N- + KD diawali /t / = luluh (P 5). /N- (nge-) + KD diawali /b/ =. /N- (nge-) + KD diawali /d/ =. /N- (nge-) + KD diawali /g/ =. /N- (nge-) + KD diawali /j/ =. /N- (nge-) + KD diawali /l/ =. /N- (nge-) + KD diawali /p/ =. /N- (nge-) + KD diawali /r/ =. /N- (nge-) + KD diawali /w/ =. /N- (me-) + KD diawali /l/ = dan /N- (me-) + KD diawali /r/ =. /N- (meng-) + KD diawali /r/ =. /N- (nge-) + KD diawali /e/ = / / mengalami pelesapan fonem /e/ = / / pada prefiks /nge-/ = / -/ =. /N- (nge-) + KD diawali /e/ = / / mengalami pelesapan fonem /e/ = / / pada prefiks /nge-/ = / / =. /N- (nge-) + KD diawali /e/ = / / mengalami pelesapan/peluluhan fonem /e/ = / / pada prefiks /nge-/ = / / =. /N- (nge-) + KD diawali fonem /k/ menyebabkan peluluhan fonem /k/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (nga-

5 168 ) + KD diawali /a/ menyebabkan pelesapan fonem /a/ pada kata kata berafiks yang dihasilkan. /N- (nga-) + KD diawali morfem /k/ menyebabkan peluluhan fonem /k/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ngi-) + KD diawali fonem /h/ = menyebabkan peluluhan fonem /h-/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ngi-) + KD diawali fonem /i/ menyebabkan pelesapan fonem /i-/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ngi-) + KD diawali fonem /k/ menyebabkan peluluhan fonem /k-/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ngo-) + KD diawali fonem /k/ menyebabkan peluluhan fonem /k/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ngo-) + KD diawali fonem /o/ menyebabkan pelesapan fonem /o/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ngu-) + KD diawali fonem /k/ menyebabkan peluluhan fonem /k/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ngu-) + KD diawali fonem /u/ = menyebabkan pelesapan fonem /u/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ny-) + KD (s)/ menyebabkan peluluhan fonem /s/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (ny-) + KD /c/ menyebabkan peluluhan fonem /c/ pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (nye-) + KD /r/ tidak menyebabkan perubahan bunyi pada kata berafiks yang dihasilkan. /N- (m-) + KD /b/ = (P ). /N- (m-) + KD /p/ menyebabkan peluluhan fonem /p/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 35). /N- (me-) + KD diawali /l/ = kata berafiks yang dihasilkan ; /N- (me-) + KD diawali /l/ = kata berafiks yang dihasilkan ; /N- (me-) + KD diawali /re/ = kata berafiks yang dihasilkan ; /N- (me-) + KD diawali /ri-/ = kata berafiks yang dihasilkan ; dan /N- (me-) + KD diawali /ro/ = kata berafiks yang dihasilkan. /N- (meng-) + KD /k/ =, artinya tidak menyebabkan perubahan bunyi berupa pelesapan /k/ pada kata berafiks yang dihasilkan

6 169 (P 41). /be- + KD /b/ = (P 42). /be- + KD /c/ = (P 43). /be- + KD /d/ = (P 44). /be- + KD /g/ = (P 45). /be- + KD /j/ = (P 46). /be- + KD /k/ = (P 47). /be- + KD /l/ = (P 48). /be- + KD /m/ =. (P 49). /be- + KD /p/ = (P 50). /be- + KD /r/ = (P 51). /be- + KD /s/ = (P 52). /be- + KD /t/ = (P 53). /be- + KD /u/ = (P 54). /be- + KD /w/ = (P 55). dan /be- + KD /ny/ = (P 56). /ber- + KD /h/ = (P 57). /pe-/ + KD /p/ = menyebabkan pemunculan fonem /m/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 58). /peng-/ + KD /k/ = menyebabkan pemunculan fonem / / pada kata berafiks yang dihasilkan (P 59). /peng-/ + KD /l/ = menyebabkan pemunculan fonem / / pada kata berafiks yang dihasilkan (P 60). /te-/ + KD /b/ = (P 61). /te -/ + KD /g/ = (P 62). /te-/ + KD /k/ = (P 63). /te-/ + KD /l/ = (P 64). /te-/ + KD /p/ = (P65). /te-/ + KD /t/ = (P 66). /di-/ + KD /a/ = (P 67). Afiksasi /di-/ + KD /c/ = (P 68). Afiksasi /di-/ + KD /d/ = (P 69). Afiksasi /di-/ + KD /e/ = (P 70). Afiksasi /di-/ + KD /g/ = (P 71). Afiksasi /di-/ + KD /h/ = (P 72). Afiksasi /di-/ + KD /i/ = (P 73). Afiksasi /di-/ + KD /j/ = (P 74). Afiksasi /di-/ + KD /k/ = (P 75). Afiksasi /di-/ + KD /l/ = (P 76). Afiksasi /di-/ + KD /m/ = (P 77). Afiksasi /di-/ + KD /o/ = (P 78). Afiksasi /di-/ + KD /p/ = (P 79). Afiksasi /di-/ + KD /r/ = (P 80). Afiksasi /di-/ + KD /s/ = (P 81). Afiksasi /di-/ + KD /t/ = (P 82). Afiksasi /ke-/ + KD /b/ = (P 83). Afiksasi /ke-/ + KD /c/ = (P 84). Afiksasi /ke-/ + KD /d/ = (P 85). Afiksasi /ke-/ + KD /e/ = menyebabkan pelesapan fonem /e/ pada kata yang dihasilkan (P 86). Afiksasi /ke-/ + KD /g/ = (P 87). Afiksasi /ke-/ + KD /i/ = (P 88). Afiksasi /ke-/ + KD /j/ = (P 89). Afiksasi /ke-/ + KD /l/ = (P 90). Afiksasi /ke-/ + KD /m/ = (P 91). Afiksasi /ke-/ + KD /o/ = (P 92). Afiksasi /ke-/ + KD /j/ = (P 93). Afiksasi /ke- / + KD /p/ = (P 94). Afiksasi /ke-/ + KD /s/ = (P 95). Afiksasi /ke-/ + KD /u/ = (P 96). Afiksasi /se-/ + KD /c/ = (P 97). Afiksasi /se-/ + KD /e/ = (P 98). Afiksasi /se-/

7 170 + KD /g/ = (P 99). Afiksasi /se-/ + KD /i/ = (P 100). Afiksasi /se-/ + KD /j/ = (P 101). Afiksasi /se-/ + KD /k/ = (P 102). Afiksasi /se-/ + KD /l/ = (P 103). Afiksasi /se-/ + KD /o/ = (P 104). Afiksasi /se-/ + KD /p/ = (P 105). Afiksasi /se-/ + KD /s/ = (P 106). Afiksasi /se-/ + KD /t/ = (P 107). Afiksasi /se-/ + KD /u/ = (P 108). Aiksasi /je-/ + KD /j/ = (P 109). Afiksasi /ge-/ + KD /g/ = (P 110). Kelompok III dalam penelitian ini berupa akhiran atau sufiks. Kelompok ini menempati urutan persentase ketiga dengan jumlah kosakata sebanyak 90 kata berafiks. Perubahan bunyi yang disebabkan oleh pelesapan/penghilangan, peluluhan, atau penggantian fonem pada kata polimorfemis yang dihasilkan menimbulkan pola morfofonemik yang khas. Pola tersebut menghasilkan rumus sebanyak 9 buah. Berikut adalah rumus yang dihasilkan. KD yang diakhiri dengan fonem /ng/ + /-an/ = (P111). KD yang diakhiri dengan fonem /s/ + /-an/ = (P112). KD yang diakhiri dengan fonem /t/ + /-an/ = (P113). KD yang diakhiri dengan fonem /n/ + /-in/ = (P114). KD yang diakhiri dengan fonem /l/ + /-in/ = (P115). KD yang diakhiri dengan fonem /ng + /-in/ = (P116). KD yang diakhiri dengan fonem /o/ / / + /-nye/ = (P117). KD yang diakhiri dengan fonem /l/ + /-nye/ = (P118). KD yang diakhiri dengan fonem /k/ + /-an/ = (P119). Kelompok II dalam penelitian ini tergolong dalam kategori konfiks yang menempati persentase urutan kedua sebanyak 218 kata berafiks. Kelompok II ini dengan varian konfiksnya mengasilkan pola morfofonemik khas berulang sebanyak 34 rumus. Rumus-rumus tersebut adalah sebagai berikut. Konfiks /be-an/ + KD /b/, /g/, /k/ = (P 120). Konfiks /ber-in/ + KD /h/ = menyebabkan peluluhan fonem /h/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 121). Konfiks /ce-an/ + KD /c/ = (P 122). Konfiks /sean/ + KD /i/ = (P 123). Konfiks /se-nye/ + KD /p/ = (P 124). Konfiks /ke-an/ +

8 171 KD /b/ = (P 125). Konfiks /te-in/ + KD /b/ = (P 126). Konfiks /N-in/ + KD /c/ = menyebabkan perubahan bunyi berupa peluluhan fonem /c/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 127). /N-in/ + KD /t/ = menyebabkan perubahan bunyi berupa peluluhan fonem /t/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 128). Konfiks /m-in/ + KD /b/ = (P 129). Konfiks /m-in/ + KD /e/ / / = (P 130). Konfiks /ng-in/ + kata dasar /a/ / / = (P 131). Konfiks /ng-in/ + KD /k/ = menyebabkan peluluhan bunyi /k/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 132). Konfiks /ng-in/ + KD /b/ = menyebabkan perubahan bunyi berupa pemunculan fonem /e/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 133). Konfiks /ng-in/ + KD /k/ = menyebabkan perubahan bunyi berupa peluluhan fonem /k/ pada kata berafiks yang dihasilkan (P 134). Konfiks /ng-in/ + KD /l/ = menyebabkan perubahan bunyi berupa pemunculan fonem /e/ pada kata yang dihasilkan (P 135). Konfiks /di-in/ + KD /a/ = (P 136). Konfiks /di-in/ + KD /b/ = (P 137). Konfiks /di-in/ + KD /c/ = (P 138). Konfiks /di-in/ + KD /d/ = (P 139). Konfiks /di-in/ + KD /e/ / / / / = (P 140). Konfiks /di-in/ + KD /g/ = (P 141). Konfiks /di-in/ + KD /i/ = (P 142). Konfiks /di-in/ + KD /j/ = (P 143). Konfiks /di-in/ + KD /k/ = (P 144). Konfiks /di-in/ + KD /l/ = (P 145). Konfiks /di-in/ + KD /m/ = (P 146). Konfiks /di-in/ + KD /n/ = (P 147). Konfiks /di-in/ + KD /o/ = (P 148). Konfiks /di-in/ + KD /p/ = (P 149). Konfiks /di-in/ + KD /w/ = (P 150). Konfiks /di-in/ + KD /r/ = (P 151). Konfiks /di-in/ + KD /s/ = (P 152). Konfiks /di-in/ + KD /t/ = (P 153). Sesuai dengan objek kajian dan topik penelitian ini yang berusaha meneliti ciri khas yang menonjol dalam kaidah morfonemik, khususnya dalam proses morfologi afiksasi, penulis mendapatkan beberapa simpulan penting. Dalam penelitian ini, penulis berhasil menemukan pola morfofonemik afiksasi dalam bahasa Melayu dialek Betawi sebanyak 153 pola. Dari 153 pola tersebut apabila dikelompokkan berdasarkan teori

9 172 proses morfofonemik menurut Harimurti Kridalaksana terbagi atas empat, yaitu proses pengekalan fonem, proses pelesapan fonem, proses peluluhan fonem, dan proses pemunculan fonem. Proses pengekalan fonem menempati urutan teratas dengan jumlah pola sebanyak 65. Selanjutnya, proses peluluhan fonem menempati urutan kedua dengan jumlah pola sebanyak 55. Urutan ketiga adalah proses pelesapan fonem dengan jumlah pola sebanyak 26. Yang terakhir adalah proses pemunculan fonem sebanyak 7 pola. Proses pemunculan fonem dalam morfofonemik menurut Harimurti biasanya merupakan proses yang dominan dijumpai dalam kajian morfofonemik. Namun, hal itu tidak ditemukan di dalam penelitian morfofonemik dalam afiksasi bahasa Melayu dialek Betawi. Proses ini justru menempati urutan terakhir, hanya 7 proses. B. Saran Penelitian linguistik di bidang morfologi telah banyak dihasilkan oleh peneliti, baik dalam maupun luar negeri. Namun, penelitian di bidang morfofonemik belum banyak dihasilkan. Oleh karena itu, penelitian di bidang morfofonemik masih sangat dibutuhkan. Apalagi Indonesia yang memiliki banyak bahasa daerah masih sangat terbuka untuk diteliti. Penelitian morfofonemik bahasa daerah memang sulit dilakukan karena tidak semua peneliti memiliki kemampuan dalam pengucapan secara tepat bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Selain itu, kesulitan dalam menemukan narasumber/penutur asli bahasa daerah menjadi kendala minimnya penelitian bahasa daerah yang memfokuskan di bidang morfofonemik.. Dibutuhkan suatu kecermatan, ketelitian, ketekunan, kesabaran, dan kepekaan pendengaran dalam melakukan pengambilan data, indentifikasi, analisis data, hingga diperoleh simpulan. Hal itu disebabkan objek penelitian morfofonemik tidak hanya diperoleh melalui pengamatan teks atau kamus, tetapi perlu dilakukan kroscek data ke lapangan atau kepada penutur asli bahasa daerah. Tujuannya tentu saja untuk mendapatkan keaslian bahasadan kebenaran pengucapan

10 173 sitiap kosakata bahasa daerah tersebut. Untuk mendapatkan objektivitas data dan kebenaran pengucapan kosakata maka narasumber yang kita tunjuk harus memenuhi kriteria khusus, misalnya tidak boleh ompong, memiliki mobilitas rendah, penduduk asli yang ditinggal di daerah penelitian minimal 50 tahun, dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu maka calon peneliti perlu melengkapi atribut penelitian yang canggih yang berkaitan dengan proses pengambilan data, misalnya alat perekam suara yang sensitif dan kecil yang bisa disembunyikan. Dengan demikian data yang diperoleh lebih mendekati ideal. Melihat kondisi di atas maka sebaiknya, para peneliti memanfaatkan peluang tersebut untuk meneliti karakteristik morfofonemik bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Dengan dilakukannya peneitian di bidang tersebut maka akan memperkaya dan melengkapi khasanah penelitian bahasa daerah di Indonesia, baik di bidang sintaksis, semantik, morfologi, fonologi, maupun morfofonemik. Hasil penelitian morfosintaksis bahasa-bahasa daerah tersebut perlu dirangkum dalam satu buku khusus sehingga dapat dimanfaatkan sebagai dokumentasi penting dan referensi bagi penelitian terkait. Di samping itu, dapat pula digunakan sebagai upaya pelestarian bahasa-bahasa daerah yang hampir punah.

MORFOFONEMIK DALAM AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK BETAWI TESIS

MORFOFONEMIK DALAM AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK BETAWI TESIS MORFOFONEMIK DALAM AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK BETAWI TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Deskriptif oleh Asih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998:

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998: BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena data penelitian berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, menulis. Keempat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diterapkan dalam melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang 49 BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS. jadian. Dalam proses tersebut, ada empat komponen yang terlibat, yaitu (i) masukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS. jadian. Dalam proses tersebut, ada empat komponen yang terlibat, yaitu (i) masukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Proses Morfologis Proses morfologis adalah proses pengubahan bentuk dasar menjadi bentuk jadian. Dalam proses tersebut, ada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa persamaan dan perbedaan perubahan fonem yang terjadi pada proses

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI Problem in Preparing Sentence Morphological Class of 10 High School Students Wahidiyah Kediri Oleh: FITRIANA HARIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak tergolong jenis media massa yang paling populer. Yeri & Handayani (2013:79), menyatakan bahwa media cetak merupakan media komunikasi yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dialek Cirebon di Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan leksikal dengan memanfaatkan tinjauan

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan, baik melalui

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia Assalamu alaikum Wr. Wb Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa yang terpenting di kawasan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE Ni Made Suryaningsih Wiryananda email: nanananda41ymail.com Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstracts This study

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dibawah ini merupakan paradigma penelitian KAJIAN MORFOLOGIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dibawah ini merupakan paradigma penelitian KAJIAN MORFOLOGIS BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dibawah ini merupakan paradigma penelitian KAJIAN MORFOLOGIS TUTURAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN (Analisis Deskriptif Kualitatif Terhadap Tuturan Anak Tunagrahita

Lebih terperinci

PROSES MORFOFONEMIK KATA BERAFIKS DALAM RUBRIK PERCIKAN MAJALAH GADIS

PROSES MORFOFONEMIK KATA BERAFIKS DALAM RUBRIK PERCIKAN MAJALAH GADIS PROSES MORFOFONEMIK KATA BERAFIKS DALAM RUBRIK PERCIKAN MAJALAH GADIS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Morfologis Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1983:25). Proses morfologis juga

Lebih terperinci

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR 1 THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR Siti Andriana 1, Mangatur Sinaga 2, Hj. Hasnah Faizah 3. Sitiandriana94@gmail.com.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut. BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian morfosemantik istilah-istilah pertukangan kayu di Desa Lebak Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL Leli Triana Masuad Edy Santoso Universitas Pancasakti Tegal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam segala segi kehidupan, manusia tidak dapat terlepas dari bahasa. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu berhubungan dengan anggota masyarakat yang lain.

Lebih terperinci

Analisis Morfofonemik Cerita Bersambung Pedhalangan Aswatama Anglandhak dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Mulyantara

Analisis Morfofonemik Cerita Bersambung Pedhalangan Aswatama Anglandhak dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Mulyantara Analisis Morfofonemik Cerita Bersambung Pedhalangan Aswatama Anglandhak dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2012 Karya Mulyantara Oleh: Ani Rahayu program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa anirahayu758@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS AFIKSASI DAN PENGHILANGAN BUNYI PADA LIRIK LAGU GEISHA DALAM ALBUM MERAIH BINTANG

ANALISIS AFIKSASI DAN PENGHILANGAN BUNYI PADA LIRIK LAGU GEISHA DALAM ALBUM MERAIH BINTANG 1 ANALISIS AFIKSASI DAN PENGHILANGAN BUNYI PADA LIRIK LAGU GEISHA DALAM ALBUM MERAIH BINTANG Jurnal Ilmiah Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran. BAB 4 PENUTUP Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya dan sebagai langkah akhir pada Bab 4 ini, dikemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran. Berikut ini diuraikan secara

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dan Afiksasi Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA

Lebih terperinci

INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR. Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto

INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR. Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto Email: dewisrirezki@ymail.com ABSTRACT This study aimed

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Januari 2014 KATA BERIMBUHAN DALAM LAPORAN PRAKERIN SISWA SMK NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Januari 2014 KATA BERIMBUHAN DALAM LAPORAN PRAKERIN SISWA SMK NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 KATA BERIMBUHAN DALAM LAPORAN PRAKERIN SISWA SMK NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Oleh Rian Andri Prasetya 1 Mulyanto Widodo 2 Nurlaksana Eko R. 3 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, penulis menghimpun beberapa simpulan, antara lain (1) proses pembentukan mi, ji, dan pi serta penggunaannya sebagai

Lebih terperinci

AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL. Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2

AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL. Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2 AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2 Abstrak. Penelitian ini mengupas afiksasi pada bahasa Jawa- Banten yang dianalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar.

BAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komik merupakan sebuah cerita yang disampaikan dengan ilustrasi gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar. Gambar-gambar tersebut berfungsi

Lebih terperinci

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau...,

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau..., MERUBAH, MEROBAH ATAU MENGUBAH? Analisa terhadap Variasi Bentuk Awalan dalam Proses Morfologis Pembentukan Kata Bahasa Indonesia Siti Zumrotul Maulida IAIN Tulungagung, Jl. Mayor Soejadi No. 46 Tulungagung

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, tiap suku bangsa mendiami daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, tiap suku bangsa mendiami daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, tiap suku bangsa mendiami daerah tertentu. Masing-masing suku bangsa mempunyai bahasa yang digunakan sebagai alat

Lebih terperinci

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG Rinni Juliati simanungkalit, Amriani Amir, Agus Syahrani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak Email: rinnijuliati12@gmail.com

Lebih terperinci

MORFOFONEMIK BAHASA MELAYU DELI

MORFOFONEMIK BAHASA MELAYU DELI MORFOFONEMIK BAHASA MELAYU DELI SKRIPSI SARJANA DISUSUN OLEH : HANAFI ANGKAT 100702001 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU DEPARTEMEN SASTRA DAERAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya

BAB I PENDAHULUAN. kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata kerja (verba) dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah tembung kriya. (Nurhayati, 2001: 69) menyatakan bahwa verba atau tembung kriya merupakan kata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman, cara berpikir manusia serta cara menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, bahasa juga terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang 109 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam suasana resmi maupun tidak resmi, selalu terikat oleh suatu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

ANALISIS MORFEM BAHASA MELAYU SUB-DIALEK SEKANAK DESA TINJUL KECAMATAN SINGKEP BARAT KABUPATEN LINGGA

ANALISIS MORFEM BAHASA MELAYU SUB-DIALEK SEKANAK DESA TINJUL KECAMATAN SINGKEP BARAT KABUPATEN LINGGA ANALISIS MORFEM BAHASA MELAYU SUB-DIALEK SEKANAK DESA TINJUL KECAMATAN SINGKEP BARAT KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar (S.Pd.) Sarjana

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN METODE CERAMAH UNTUK PEMBELAJARAN MORFOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNAAN MORFEM PADA TEKS PIDATO SISWA KELAS VIII A

DESKRIPSI PENGGUNAAN METODE CERAMAH UNTUK PEMBELAJARAN MORFOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNAAN MORFEM PADA TEKS PIDATO SISWA KELAS VIII A DESKRIPSI PENGGUNAAN METODE CERAMAH UNTUK PEMBELAJARAN MORFOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNAAN MORFEM PADA TEKS PIDATO SISWA KELAS VIII A MTsN POPONGAN KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif) Muhamad Romli, S.S. 1 M. Wildan, S.S., M.A. 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tentang persamaan dan perbedaan afikasasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS BAHASA MELAYU PALEMBANG SKRIPSI

PROSES MORFOLOGIS BAHASA MELAYU PALEMBANG SKRIPSI PROSES MORFOLOGIS BAHASA MELAYU PALEMBANG SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Oleh Nasiatun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa dalam berbahasa Perancis yang baik dan benar. Selayaknya

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa dalam berbahasa Perancis yang baik dan benar. Selayaknya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran bahasa Perancis, mahasiswa banyak disuguhkan beranekaragam pengetahuan dasar mengenai pembelajaran bahasa Perancis. Pengetahuan dasar tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

PENYIMPANGAN GRAMATIKAL PADA BERITA UTAMA KORAN KENDARI POS EDISI FEBRUARI

PENYIMPANGAN GRAMATIKAL PADA BERITA UTAMA KORAN KENDARI POS EDISI FEBRUARI PENYIMPANGAN GRAMATIKAL PADA BERITA UTAMA KORAN KENDARI POS EDISI FEBRUARI 2016 Netti.endrawati026@gmail.com Abstrak Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penyimpangan gramatikal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

THE AFFIXATION LANGUAGE OF MALAY IN KOBA LITERATURE ORAL PEOPLE OF RIAU (In Dialect Districts Rokan Hilir)

THE AFFIXATION LANGUAGE OF MALAY IN KOBA LITERATURE ORAL PEOPLE OF RIAU (In Dialect Districts Rokan Hilir) 1 THE AFFIXATION LANGUAGE OF MALAY IN KOBA LITERATURE ORAL PEOPLE OF RIAU (In Dialect Districts Rokan Hilir) Dewi Laksmawati 1, Charlina 2, Hasnah Faizah 3 Dewilaksmawatii@yahoo.co.id, Charlinahadi@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Pradipta Rismarini NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

SKRIPSI. Oleh : Pradipta Rismarini NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI ANALISIS PROSES MORFOFONEMIK DAN KESALAHAN BERBAHASA PADA MINI PROJECT PEBELAJAR BIPA KELAS MENENGAH PROGRAM DARMASISWA DAN KNB DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Morfologis Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan hakikatnya, bahasa dimiliki oleh manusia saja. Tuhan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan hakikatnya, bahasa dimiliki oleh manusia saja. Tuhan memberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sesuai dengan hakikatnya, bahasa dimiliki oleh manusia saja. Tuhan memberi kemampuan kepada manusia untuk dapat berbahasa. Manusia diberi bekal untuk berbahasa,

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK MORFEM BAHASA MELAYU DIALEK TANJUNG AMBAT KECAMATAN SENAYANG

ANALISIS BENTUK MORFEM BAHASA MELAYU DIALEK TANJUNG AMBAT KECAMATAN SENAYANG ANALISIS BENTUK MORFEM BAHASA MELAYU DIALEK TANJUNG AMBAT KECAMATAN SENAYANG ARTIKEL E-JOURNAL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh SURYA NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembentukan kata merupakan bahasan yang sangat menarik dan mengundang banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu pembentukan

Lebih terperinci

NUMERALIA BAHASA DAYAK DESA

NUMERALIA BAHASA DAYAK DESA NUMERALIA BAHASA DAYAK DESA Tommi Hendreksen, Ahadi Sulissusiawan, Hotma Simanjuntak Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan email: tommihendreksen@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

INTERFERENSI GRAMATIKAL BAHASA KOREA KE DALAM BAHASA INDONESIA

INTERFERENSI GRAMATIKAL BAHASA KOREA KE DALAM BAHASA INDONESIA 121 INTERFERENSI GRAMATIKAL BAHASA KOREA KE DALAM BAHASA INDONESIA Leeeunjung Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang interferensi gramatikal bahasa Korea ke

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu penelitian, maka dibutuhkan sebuah metode penelitian. Metode ini dijadikan pijakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis. Bahasa pada dasarnya adalah sistem

Lebih terperinci