1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perishable product merupakan produk yang tidak dapat disimpan atau sangat mahal untuk disimpan apabila ada kelebihan persediaan. Selain itu, pada beberapa kasus, persediaan produk terbatas yang sering disebut dengan fixed capacity. Kamar pada hotel, mobil pada car rental, dan kursi pada konser atau penerbangan merupakan contoh produk dengan karakter tersebut. Apabila produk tersebut tidak terjual hari ini, perusahaan kehilangan pendapatan dan utilitas sumber daya tidak optimal. Untuk itu, industri yang memiliki produk dengan karakter tersebut membutuhkan strategi untuk mengoptimalkan utilitas sumber daya dan pendapatan. Strategi optimal tersebut sangat diperlukan dalam decision making mengingat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan. Salah satunya adalah demand uncertainty (Nettesine dan Shumsky, 2004). Kebutuhan perishable produk cenderung memiliki pola tersendiri. Sebagai contoh, kamar hotel dan tiket pesawat akan sangat dibutuhkan pada musim liburan sehingga permintaan mencapai peak season sedangkan permintaan menurun drastis pada lain waktu. Di sisi lain, seperti industri pada umumnya, perusahaan yang menjual perishable product dengan kapasitas tetap juga dihadapkan pada kondisi persaingan. Pada kondisi ini, keputusan internal perusahaan akan berpengaruh baik pada performa internal maupun performa kompetitor dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, strategi optimal sangat diperlukan dalam mencapai tujuan bisnis yaitu pendapatan. Salah satu metode yang digunakan dalam manajemen perishable product dengan kapasitas tetap adalah Revenue Management (Talurri dan van Ryzin, 2004; Bitran dan Gilberth, 1996; Netessine dan Shumsky, 2002). Metode tersebut dapat memodelkan strategi optimal untuk alokasi kapasitas dan pengaturan harga. Model Revenue Management (RM) dapat menggambarkan ketidakpastian permintaan di 1

2 2 masa mendatang. Namun, model yang telah berkembang masih terbatas pada duopoli yaitu persaingan antara dua pemain. Hal ini tentu belum representatif terhadap kondisi nyata. Apabila model belum dapat merepresentasikan kondisi nyata, maka keputusan strategi tidak akan optimal. Beberapa metode persaingan duopoli yang telah berkembang dalam Revenue Management adalah model booking limit (Netessine dan Shumsky, 2004), model oligopoli sekuensial (Dai dkk, 2004), Bertrand model (Talurri dan van Ryzin, 2004), dan customer valuation (Aviv dan Pazgal, 2007). Model booking limit (Netessine dan Shumsky, 2004) menggambarkan keputusan alokasi kapasitas atau quantity-based RM yang dipengaruhi oleh kompetitor dalam horizontal maupun vertical competition. Selanjutnya, berbeda dengan penelitian Netessine dan Shumsky (2004) yang fokus pada quantity-based RM, Aviv dan Pazgal (2007) menggambarkan pricingbased RM yaitu model permintaan yang menjadi dasar pengembangan optimal pricing model. Model ini dibangun berdasarkan costumer valuation. Aviv dan Pazgal membagi konsumennya dalam beberapa tipe seperti fashion-forward costumer, strategic costumer, dan myopic costumer. Masing-masing tipe konsumen memiliki valuation yang berbeda. Dengan asumsi bahwa konsumen akan membeli produk dengan harga yang lebih rendah dari valuation-nya, optimal pricing dapat dihitung untuk setiap tipe konsumen. Namun, model ini tidak sesuai untuk produk dengan fixed capacity karena model ini hanya digunakan untuk produk yang dapat disimpan sebagai inventori. Talurri dan van Ryzin (2004) dan Dai dkk. (2004) memfokuskan penelitiannya pada pricing-based RM atau model permintaan yang merupakan fungsi dari harga. Talurri dan van Ryzin (2004) mengembangkan model permintaan duopoli deterministik yang disebut Bertrand model sedangkan Dai dkk. (2004) mengembangkan model oligopoli sekuensial. Model oligopoli sekuensial menggunakan pendekatan duopoli repetitif sehingga model akan semakin kompleks seiring dengan bertambahnya kompetitor.

3 3 Dapat disimpulkan dari peninjauan penelitian yang telah berkembang bahwa dua strategi utama yang sering diaplikasikan dalam bisnis perishable product adalah alokasi kapasitas (Nettesine dan Shumsky, 2004) dan pengaturan harga (Dolgui dan Porth, 2010). Untuk itu, kedua strategi tersebut akan dipertimbangkan dalam model pendapatan. Alokasi kapasitas khususnya booking limit telah dikembangkan oleh Masruroh dan Mulyani (2012). Untuk itu, pembahasan akan difokuskan pembangunan model pricing-based RM pada persaingan oligopoli. Hasil dari pengembangan model ini akan digabungkan dengan model booking limit pada model pendapatan. Dengan demikian, model Revenue Management yang dihasilkan telah mempertimbangkan baik pricing-based RM maupun quantity-based RM. Model pricing-based RM pada persaingan oligopoli yang dibangun dalam penelitian ini meliputi oligopoli deterministik, oligopoli sekuensial, extended duopoly, dan customer valuation. Model tersebut akan memprediksi jumlah permintaan berdasarkan harga. Konsumen akan dipengaruhi oleh harga internal dan harga kompetitor (Dai dkk, 2004). Ketika kondisi tersebut terjadi, maka teori permainan dapat diaplikasikan. Teori permainan dapat menunjukkan persaingan lebih dari dua pemain yang disebut dengan N-player game theory (Nicholson, 2004) dengan beberapa formulasi yaitu every man for himself, cartel againts single player, dan grand coalition. Istilah kartel pada formulasi tersebut adalah koalisi yang terjadi di antara kompetitor. Probabilitas terjadinya kartel secara eksplisit atau implisit di antara pemain akan meningkat seiring dengan bertambahnya pemain. Untuk itu, metode ini dapat diaplikasikan bersamaan dengan revenue management untuk mendapatkan karakter pengelolaan perishable product dengan kapasitas tetap sekaligus menggambarkan kondisi persaingan oligopoli. Selanjutnya, model ini disebut dengan extended duopoly. Dalam mencapai keberlanjutan penelitian, industri perhotelan dipilih sebagai studi kasus karena industri ini merupakan bisnis yang terus mengalami peningkatan pemain setiap tahunnya yaitu sebesar 5% untuk Indonesia berdasarkan data Persatuan

4 4 Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan khususnya Yogyakarta 20,05% (BPS, 2011). Selain itu, untuk menjabatani akademisi dan praktisi, dibutuhkan aplikasi yang berguna dan mudah digunakan untuk industri perhotelan tersebut khususnya dalam pengaturan kapasitas dan harga dalam konteks persaingan oligopoli. Untuk itu, pembahasan model pricing-based RM pada persaingan oligopoli dengan pendekatan oligopoli deterministik, oligopoli sekuensial, extended duopoly, dan customer valuation serta pengembangan aplikasi RM untuk industri hotel menarik untuk dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana memodelkan pricing-based Revenue Management pada persaingan oligopoli dan membangun aplikasi Revenue Management untuk industri perhotelan? 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Persaingan hotel terjadi pada sekelompok hotel yang berada pada area yang sama dan dianggap memiliki segmentasi pasar yang sama. 2. Multiday reservation diasumsikan sebagai kumpulan single night reservation. 3. Probabilitas terbentuknya kartel antar pemain dianggap sama. Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Hanya terdapat tiga pemain yang membentuk persaingan oligopoli. 2. Hanya mempertimbangkan penyewaan kamar hotel 3. Tidak mempertimbangkan biaya 4. Hotel hanya menawarkan dua level harga

5 5 1.4 Tujuan Penelitian 1. Membangun model pricing-based RM yang mewakili persaingan oligopoli 2. Mengevaluasi dan memilih model pricing-based RM terbaik 3. Mengembangkan aplikasi Revenue Management yang mempertimbangkan quantity-based RM dan pricing-based RM 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat membangun model persaingan oligopoli yang representatif dan dapat membantu pihak industri perhotelan dengan aplikasi untuk menentukan alokasi kapasitas dan harga sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan.