BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa klasik yang berkembang di Nusantara dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). Masa ini berkembang pada abad IV sampai akhir abad XV M. Salah satu bukti yang mempengaruhi kebudayaan India ke Indonesia adalah faktor perdagangan yang berawal dari adanya kontak dagang antara India dan Cina. Awal perdagangan dilakukan melalui jalur darat dan kemudian jalur ini semakin lama semakin tidak memungkinkan lagi untuk dilewati, terutama karena alasan keamanan (Poesponegoro, 1990: 13). Selanjutnya, perdagangan dialihkan melalui jalur laut. Pemindahan jalur perdagangan dari jalur darat menjadi jalur laut mengakibatkan Nusantara dilalui oleh pedagang dari kedua negara dan berperan strategis sebagai jalur transit di bidang pelayaran dan perdagangan (Qingxin, 2006: 28). Hal ini mengakibatkan masuknya pengaruh kebudayaan India yang akhirnya mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan Nusantara pada masa itu. Pengaruh kebudayaan India terhadap kebudayaan masyarakat di Nusantara menyebabkan munculnya sejumlah tinggalan budaya pada masa klasik di Nusantara. Tinggalan yang berupa prasasti, candi, arca, dan struktur bangunan tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, serta beberapa terdapat di Kalimantan. Salah satu tinggalan yang pernah ditemukan adalah prasasti yupa yang berjumlah tujuh di Kalimantan Timur pada abad 4 M. Prasasti ini merupakan salah satu peninggalan tertua yang berasal dari kerajaan Hindu

2 2 pertama di Nusantara, yaitu Kerajaan Kutai. Selain tinggalan tersebut, terdapat juga beberapa prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa bagian barat (Poesponegoro, 1990: 38-41). Seiring berjalannya waktu, kebudayaan India terus berkembang pesat ke wilayah Jawa Tengah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno pada abad VIII-X M. Pusat pemerintahan diperkirakan berada di wilayah Kedu-Prambanan yang terbukti dengan banyaknya bangunan monumental di wilayah tersebut, seperti candi bercorak Hindu-Budha (kompleks Candi Dieng, kompleks Candi Gedongsongo, Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan Candi Mendut) (Tjahjono, 2000: 41). Daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan cenderung memiliki tinggalan-tinggalan monumental yang besar dan megah dengan hiasan yang raya dan indah seperti pada beberapa candi di atas. Daerah yang terletak jauh dari pusat pemerintahan, atau sering disebut daerah pinggiran memiliki tinggalan-tinggalan dari masa klasik yang jumlahnya tidak sebanyak dan sekompleks yang terdapat di wilayah Kedu-Prambanan (Tjahjono, 2000: 41). Umumnya situs-situs di daerah pinggiran dianggap sebagai hasil budaya masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah wanua 1. Beberapa wilayah Jawa Tengah yang diperkirakan merupakan daerah pinggiran pada masa Hindu-Budha yaitu di Jawa Tengah bagian barat, seperti Purworejo, Kebumen, Cilacap, dan Banyumas (Tim Arkeologi Klasik, 1989: 2) Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Balai Arkeologi (BALAR) Yogyakarta (1996/1997) di wilayah Jawa Tengah bagian barat, Purworejo merupakan salah satu daerah pinggiran dengan situs yang lebih bervariasi dibandingkan daerah pinggiran yang lain. Penelitian di wilayah Purworejo

3 3 menarik dilakukan karena situs-situs di wilayah ini belum banyak diteliti. Para peneliti cenderung melakukan penelitian terhadap bangunan monumental yang besar dan megah, seperti yang terdapat di pusat pemerintahan daripada di situssitus kecil di daerah pinggiran. Oleh karena itu, penelitian di wilayah Purworejo perlu dilakukan untuk menambah informasi mengenai situs-situs yang terdapat di wilayah tersebut. Wilayah Purworejo merupakan wilayah yang subur. Hal ini menjadi faktor pendukung masyarakat masa klasik untuk melakukan kegiatan pertanian, sehingga mengakibatkan munculnya permukiman-permukiman di sekitar lahan pertanian. Bukti yang mendukung munculnya permukiman salah satunya adalah prasasti yang ditemukan di wilayah Purworejo, yaitu Prasasti Kayu Arahiwang (901 M) yang berisi tentang penetapan daerah sima 2 (Tjahjono, 2005: 4). Selain prasasti, terdapat beberapa tinggalan lain yang telah tercantum dalam laporan inventarisasi Belanda dalam Rapporten Oudheidkundigen Dienst (ROD) Beberapa wilayah di Purworejo terdapat situs-situs klasik, di mana telah ditemukan arca emas, lingga, yoni, struktur bata, dan fitur. Penelitian juga pernah dilakukan oleh Balar Yogyakarta tahun 2005 yang menghasilkan laporan mengenai struktur bata, lumpang batu, yoni, dan prasasti dari situs klasik di Desa Borowetan (Tjahjono, 2005: 2). Penelitian yang dilakukan Balar Yogyakarta lainnya (1989) terdapat di Desa Somorejo yang menemukan stupa-stupa mengelompok. Ini menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat pendukung kebudayaan masa klasik telah mengenal religi di wilayah mereka. Selain stupa, beberapa sumur kuno yang terbuat dari bahan bata kuno dan tanah liat pernah ditemukan di sekitar situs. Beberapa tinggalan tersebut menunjukkan bahwa terdapat sisa-sisa aktivitas

4 4 kehidupan masyarakat pendukung kebudayaan masa klasik di wilayah itu yang turut mempengaruhi keberadaan dan sebaran tinggalan arkeologis (Tim Peneliti Situs Krendetan, 1989/1990: 8). Situs yang mengandung tinggalan berupa prasasti menjadi bukti lain bahwa di wilayah Purworejo pernah terdapat sebuah daerah sima pada masa Balitung, seorang raja dari Kerajaan Mataram Kuno. Sebelum menjadi raja, Balitung pernah menjadi seorang rakai di Watak Watukura dengan gelar haji 3. Watak Watukura merupakan salah satu wilayah Mataram Kuno yang berada di wilayah Purworejo, karena saat ini Desa Watukura masih ada di tepi Sungai Bogowonto (Tjahjono, 2008: 34-35). Berdasarkan beberapa data yang telah dijelaskan di atas, penelitian di wilayah Purworejo mengenai situs klasik sangat potensial untuk dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran situs klasik dan bagaimana konteks keruangan situs-situs tersebut dalam hubungannya dengan sumberdaya lingkungan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data lingkungan fisik masa sekarang, dengan pertimbangan bahwa pada prinsipnya keadaan lingkungan saat ini dapat memberikan gambaran mengenai keadaan lingkungan masa lalu. Variabel lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu topografi, geologi, hidrologi, geomorfologi, dan jenis tanah. Penggunaan variabel tersebut dipilih karena dapat memberikan gambaran lingkungan masa lalu, sehingga dapat dikorelasikan dengan situs-situs yang tersebar. Penelitian dilakukan dengan menggunakan batas alam berupa salah satu sungai besar di Kabupaten Purworejo, yaitu di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bogowonto. Lokasi beberapa situs yang terdapat dalam laporan cenderung berada di sekitar sungai tersebut. Selain itu, pemilihan sungai sebagai

5 5 batas wilayah penelitian dilakukan karena pada masa klasik sungai menjadi bagian paling penting untuk mendirikan suatu bangunan suci/kuil. Hal tersebut berdasarkan sumber tertulis India Kuno yaitu Kitab Manasara-Silpasastra yang berisi keterangan mengenai aturan-aturan pembangunan suatu bangunan suci/kuil (Mundardjito, 1993: 13). Menurut kitab Manasara-Silpasastra, pembangunan suatu bangunan suci/kuil harus terlebih dahulu mengetahui kondisi dan kemampuan lahan yang akan dijadikan tempat berdirinya bangunan. Salah satu penilaian untuk mendirikan bangunan suci/kuil yaitu letak bangunannya harus berdekatan dengan air. Air memegang peranan yang sangat penting karena memiliki potensi untuk membersihkan, menyucikan, dan menyuburkan. Bila tidak ada air dari sumber alami, dapat dibuatkan kolam untuk menyediakan air (Soekmono, 1974: ). Oleh karena itu, sebuah bangunan suci disyaratkan untuk berdekatan dengan air sebagai tanda kesucian suatu tempat yang akan digunakan untuk pemujaan. Bahkan menurut Kitab Silpaprakasa dituliskan bahwa suatu bidang lahan tanpa sungai harus dihindari sebagai tempat berdirinya bangunan suci/kuil (Boner dan Sarma, 1966: 10 dalam Mundardjito, 1993: 13). Ketentuan bahwa daerah yang berdekatan dengan air atau sungai merupakan tempat yang baik untuk mendirikan permukiman atau bangunan suci didukung oleh keberadaan bukti-bukti arkeologis dari masa klasik di sekitar Sungai Bogowonto. Berdasarkan hal tersebut, dipilihlah wilayah penelitian yang dimungkinkan dapat menemukan beberapa tinggalan klasik.

6 6 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan bukti adanya beberapa situs klasik yang ditemukan di wilayah Purworejo, muncul beberapa permasalahan yang dapat diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana sebaran situs-situs klasik di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bogowonto di Purworejo? 2. Bagaimana korelasi situs-situs tersebut dengan masing-masing variabel lingkungan, yaitu: a) topografi b) geologi; c) hidrologi; d) geomorfologi; dan e) jenis tanah? C. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menginventarisasi situs-situs klasik di wilayah DAS Bogowonto, Purworejo. 2. Mengetahui bagaimana sebaran situs-situs klasik di wilayah DAS Bogowonto, Purworejo. 3. Mencari keterkaitan antara lokasi ditemukannya situs klasik dengan masing-masing variabel lingkungannya untuk menjelaskan masyarakat masa klasik dalam memanfaatkan dan memilih lokasi yang secara ekologis mendukung proses penghunian.

7 7 D. KEASLIAN PENELITIAN Beberapa penelitian mengenai studi keruangan yang mengkaji mengenai sebaran situs klasik sudah pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Mundarjito (1993) dalam disertasinya yang berjudul Pertimbangan Ekologi Dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha Di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro membahas tentang sebaran situs masa klasik di daerah Yogyakarta dan hubungan situs tersebut dengan lingkungan fisik di sekitarnya. Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan spasial untuk mengolah data sebaran situs sebagaimana yang telah dilakukan pada disertasi di atas. Pendekatan spasial yang dimaksud menitikberatkan pada sebaran situs-situs arkeologi dan hubungan antara situs dengan situs, serta hubungan antara situs dengan lingkungan fisiknya. Penelitian lain dilakukan oleh Wirasanti (2000) dalam thesisnya yang berjudul Pemanfaatan Sumberdaya Lingkungan Pada Masa Mataram Kuna Abad IX-X Masehi (Studi Kasus Wilayah Prambanan dan Sekitarnya). Tesis ini mendiskusikan tentang strategi adaptasi manusia terhadap sumberdaya lingkungan pada abad IX-X Masehi di wilayah Prambanan dan sekitarnya. Penelitian tersebut dapat digunakan untuk membantu mengetahui sumberdaya lingkungan dan adaptasi pada masa Mataram Kuno di abad itu, karena salah satu tujuan penelitian pada skripsi ini adalah untuk mengkaji situs dan lingkungannya. Skripsi Adi (2011) yang berjudul Distribusi Situs Klasik Di Wilayah Barat Gunung Merbabu: Kajian Analisis Lokasional mengkaji tentang distribusi tinggalan klasik di wilayah barat Gunung Merbabu dan pengaruh bentanglahan

8 8 terhadap tinggalan-tinggalan tersebut, serta keberadaan toponim yang masih digunakan di sekitar situs dengan menggunakan analisis lokasional. Analisis lokasional dalam penelitian tersebut digunakan untuk membantu proses analisis persebaran situs klasik di wilayah penelitian. Skripsi lainnya ditulis oleh Djatiningsih (1997) yang berjudul Pola Persebaran Situs-Situs Kepurbakalaan Klasik di Gunung Kidul membahas tentang pola persebaran kepurbakalaan klasik di Gunung Kidul dan pengaruh faktor lingkungan terhadap keletakan situs, serta kaitannya dengan Kitab Manasara dan Silpasastra. Kitab tersebut menjelaskan bahwa letak suatu bangunan terutama kuil (candi) harus berdekatan dengan sumber air, karena mempunyai potensi untuk membersihkan, menyucikan, dan menyuburkan. Dari skripsi di atas, pengaruh faktor lingkungan terhadap keletakan situs dapat membantu untuk menjawab pertanyaan mengenai persebaran situs klasik di wilayah penelitian. Disertasi Degroot (2009) yang berjudul Candi, Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains membahas tentang studi keruangan yang mengkaji hubungan antara sebaran tinggalan bangunan candi dan lingkungannya terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan religi pada masyarakat Jawa Tengah masa lampau. Kajian struktur keruangan pada beberapa bacaan di atas dapat diterapkan dalam analisis yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini. Beberapa artikel lainnya seperti Borowetan Sebuah Situs di Wilayah Kerakaian Balitung yang ditulis dalam Berkala Arkeologi tahun XXV edisi November 2005 oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta. Artikel tersebut menjelaskan tentang situs yang di dalamnya terdapat tinggalan-tinggalan pada

9 9 masa klasik di Desa Borowetan, Kecamatan Banyuurip (Tjahjono, 2005). Artikel lain yang berjudul Analisis Temuan Dari Situs Sitinggil (Kec. Bener. Kab. Purworejo) dalam Berita Penelitian Arkeologi no.21 juga membahas tentang tinggalan pada masa di Desa Kedung Pucang, Kecamatan Bener (Hadi, 2007). Laporan-laporan di atas berisi beberapa penelitian di wilayah Purworejo yang dapat menambah referensi situs-situs yang diteliti. Sejauh ini, penelitian yang secara khusus membahas tentang persebaran situs klasik dan keterkaitannya dengan sumberdaya lingkungan di wilayah DAS Bogowonto di Kabupaten Purworejo belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini berusaha mengkaji situs-situs yang tersebar di wilayah tersebut untuk melihat bagaimana sebaran dan hubungan keruangannya. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka peneliti menganggap penelitian ini masih layak untuk dilakukan. E. STRATEGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Metode penalaran yang digunakan adalah metode induktif yaitu metode penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus yang kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris (Tanudirjo, 1998: 33). Hal ini biasanya dikaitkan dengan kerangka ruang, waktu, dan bentuk dari fakta atau gejala yang ada. Jadi penelitian ini masih mengutamakan kajian data daripada konsep-konsep, hipotesis atau teori tertentu. Jika terdapat hipotesis, maka hipotesis atau teori tersebut bersifat liar atau dugaan-dugaan lepas (ibid, 1998: 34). Sifat

10 10 penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu fakta atau gejala tertentu yang diperoleh dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi arkeologi keruangan. Kajian keruangan yang digunakan yaitu menggunakan skala makro. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kajian arkeologi ruang skala makro adalah suatu kajian yang mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan situs-situs dalam suatu wilayah (Mundarjito, 1993: 5; Sumantri, 2004: 49). Secara umum, penelitian arkeologi ruang skala makro dilakukan pada wilayah yang luas dan bertujuan untuk menganalisis hubungan antara situs dengan situs, dan hubungan antara situs dengan lingkungan fisiknya. 2. Ruang Lingkup Penelitian a. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian Fokus wilayah penelitian ini berada di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bogowonto bagian hilir, yang terdapat dalam wilayah administratif Kabupaten Purworejo (lihat Peta 1.1). Lokasi yang terdapat indikasi adanya situs di dekat DAS Bogowonto tersebut akan diteliti. Secara administratif, wilayah penelitian meliputi beberapa kecamatan di Kabupaten Purworejo, yaitu Kecamatan Purwodadi, Kecamatan Ngombol, Kecamatan Bagelen, Kecamatan Banyuurip, Kecamatan Purworejo, Kecamatan Kaligesing, Kecamatan Loano, dan Kecamatan Bener. Wilayah tersebut diambil sebagai wilayah penelitian karena memiliki potensi sebagai wilayah budaya yang memiliki ciri khas tinggalan pada masa klasik.

11 Peta 1.1 Peta Wilayah Penelitian Bruno Salaman 2 U Kilometer Skala 1: Bener Borobudur Kemiri Gebang KAB. PURWOREJO Loano Samigaluh Bayan Purworejo Kaligesing Banyuurip Girimulyo Bagelen KAB. KULONPROGO Ngombol Kokap Purwodadi S A M U D R A H I N D I A Temon LEGENDA Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Sungai Batas DAS Bogowonto Batas Kecamatan Batas Kabupaten Purworejo Sistem Proyeksi: Transverse Mercator Sistem Gris: UTM Zone: 49S Datum: World Geodetic System 1984 Sumber Peta: 1. Peta RBI skala 1: Lembar Bruno Peta RBI skala 1: Lembar Kepil Peta RBI skala 1: Lembar Kutoarjo Peta RBI skala 1: Lembar Purworejo Peta RBI skala 1: Lembar Sendangagung Peta RBI skala 1: Lembar Ngombol Peta RBI skala 1: Lembar Bagelen Peta Administratif DAS Bogowonto skala 1: (bbws-so.net/sisda/visi_misi.html) Dibuat oleh: Dian Purnamasari NIM : 09/286333/SA/15034 Dibuat tahun : 2014 INSET LAUT JAWA SAMUDRA HINDIA Jawa Tengah D.I. Yogyakarta

12 12 b. Ruang Lingkup Kajian Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap situs-situs dan tinggalan dari masa klasik dengan memperhatikan lingkungan fisiknya. Dalam hal ini, situs-situs yang dibahas diberi batasan sesuai dengan penetapan kategori menurut Mundardjito (1993: 42), yaitu: 1) Suatu lokasi yang mengandung tinggalan arkeologi berupa benda tidak bergerak, seperti bangunan candi yang semua atau sebagian unsurunsurnya masih tersusun-kait (intact) ataupun terlepas tetapi masih terkonsentrasi di satu tempat, sehingga digolongkan in situ. 2) Suatu lokasi yang mengandung tinggalan arkeologi berupa benda bergerak, seperti lingga, yoni, arca, lumpang batu, dan komponen bangunan candi, yang masing-masing sudah tidak dalam posisi dan jumlah sebenarnya seperti rebah, runtuh, atau rusak, tetapi dapat digolongkan insitu atau berasal dari tempat tersebut. 3) Suatu lokasi yang meskipun tidak terdapat tinggalan arkeologi di tempat itu karena sudah hilang, diangkat, atau disimpan di museum, seperti arca, prasasti, dan komponen bangunan candi, tetapi masih dapat dipastikan asal lokasinya karena sudah didokumentasikan dengan jelas. Batasan ini digunakan karena banyak sekali tinggalan arkeologi berupa benda bergerak di wilayah penelitian yang telah runtuh, hilang, diangkat, maupun dipindahkan, tetapi masih dapat diketahui lokasi penemuannya. Tinggalantinggalan tersebut menjadi bukti bahwa di lokasi penemuannya pernah terdapat suatu komunitas masyarakat yang pernah bermukim dan melakukan aktivitasnya.

13 13 Variabel lingkungan yang digunakan dalam tahap analisis yaitu topografi, geologi, geomorfologi, hidrologi, dan jenis tanah. Data mengenai situs dan variabel lingkungannya diperoleh dari pengumpulan data primer 4 dan data sekunder 5. Data primer pada penelitian ini berupa situs-situs yang didalamnya terdapat tinggalan artefak dan fitur di wilayah DAS Bogowonto di Purworejo, termasuk data lingkungan hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh penulis. Data sekunder terdiri dari informasi tentang hasil-hasil penelitian terdahulu, baik berupa laporan penelitian maupun laporan inventarisasi. Pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan laporan penelitian dan laporan survei yang dilakukan oleh Balar Yogyakarta, laporan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dan laporan inventarisasi Belanda Rapporten Oudheidkundigen Dienst (ROD) tahun 1915, serta data inventarisasi tinggalan arkeologi di Museum Tosan Aji Purworejo. Selain itu, pengumpulan data sekunder juga dilakukan melalui studi peta menggunakan peta dasar dan peta tematik. Peta dasar yang digunakan berupa peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: lembar Bruno, lembar Kepil, lembar Kutoarjo, lembar Purworejo, lembar Sendangagung, lembar Ngombol, dan lembar Bagelen. Berdasarkan UU RI nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, yang dimaksud dengan peta RBI yaitu peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat. Data yang dapat diperoleh dari peta RBI berupa data wilayah administratif, landuse (tataguna lahan), topografi, serta aksesibilitas (jaringan jalan dan sungai). Adapun peta tematik merupakan peta yang menggambarkan kenampakan khusus dari suatu wilayah. Berdasarkan

14 14 variabel lingkungan yang digunakan pada penelitian ini, peta tematik yang digunakan yaitu peta geologi, peta geomorfologi, peta hidrologi, dan peta jenis tanah. 3. Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain: Global Positioning System (GPS) receiver, skala 5 cm, 10 cm, dan 25 cm, tongkat skala 1 m, dan kamera. Bahan yang digunakan dalam kegiatan observasi antara lain, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: , tabel daftar situs yang akan diobservasi, dan checklist observasi. Checklist berisi daftar isian tentang data situs dan tinggalan arkeologi yang digunakan ketika melakukan observasi. 4. Tahap Observasi Lapangan Pada tahap ini dilakukan observasi lapangan yang meliputi kegiatan survei lapangan dengan melakukan pendataan dan pengecekan ulang, serta wawancara terhadap penduduk di sekitar lokasi situs. Pendataan dan pengecekan ulang dilakukan terhadap situs-situs yang terdapat di laporan penelitian, laporan survei, laporan hasil inventarisasi yang dlakukan oleh Balar Yogyakarta, BPCB Jawa Tengah, maupun laporan inventarisasi Belanda. Wawancara terhadap masyarakat di sekitar wilayah penelitian juga dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan tinggalan arkeologi, baik yang masih dapat dijumpai maupun yang sudah tidak dapat dijumpai. Metode observasi yang digunakan pada penelitian ini ditetapkan sendiri oleh penulis dengan membagi wilayah penelitian sesuai dengan kecamatannya, dengan pertimbangan kemudahan akses jalan dan efektivitas untuk mencapai semua situs yang akan diobservasi. Kegiatan yang dilakukan

15 15 pada tahap ini meliputi kegiatan pencatatan, pengukuran, pemotretan, wawancara, dan plotting lokasi situs dengan menggunakan peralatan dan bahan yang telah dipersiapkan. Objek yang diobservasi dalam tahap ini berupa situs-situs yang mengandung tinggalan struktur bangunan, runtuhan bangunan, temuan lepas, dan fitur. Struktur bangunan digunakan untuk menyebutkan tinggalan yang berupa sisa-sisa suatu bangunan yang masih tersusun dan terkait (intact), sedangkan runtuhan bangunan digunakan untuk menyebutkan tinggalan yang berupa sisa-sisa bangunan yang sudah runtuh dan terkonsentrasi di satu tempat. Fitur berupa tinggalan hasil kegiatan manusia yang tidak dapat diangkat dari tempatnya tanpa melakukan perubahan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008:3). Temuan lepas yaitu tinggalan arkeologi berupa benda bergerak seperti lingga, yoni, arca, dan prasasti. Observasi lapangan yang telah dilakukan menghasilkan data berupa data arkeologi dan data lingkungan. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, peneliti menjumpai beberapa perbedaan dan persamaan dengan data yang ada di dalam hasil penelitian dan hasil inventarisasi terdahulu (lihat tabel 1.1). Dalam tabel tersebut, terdapat beberapa situs yang tidak dapat diobservasi secara langsung. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa kendala teknis diantaranya karena keterbatasan waktu observasi serta sulitnya medan yang harus ditempuh menuju situs. Oleh karena itu, informasi mengenai beberapa situs didapatkan dari laporan maupun inventarisasi situs yang ada.

16 16 Tabel 1.1. Daftar Situs Berdasarkan Data Sekunder Ya Tidak Dilaporkan Dalam Diobservasi Laporan No. Nama Situs Inventarisasi Laporan Inventarisasi Penelitian BPCB Belanda Museum (Balar) 1 Watukura 2 Masjid Tiban 3 Blimbing 4 Candi 5 Nyi Bagelen 6 Stupa Genuk 7 Makam Mbah Launan 8 Makam Lowo Ijo 9 Aglik 10 Krendetan 11 Bapangsari 12 Durensari 13 Semono 14 Arahiwang

17 17 Dilaporkan Dalam Ya Tidak Diobservasi Laporan No. Nama Situs Inventarisasi Laporan Inventarisasi Penelitian BPCB Belanda Museum (Balar) 15 Parigi 16 Sumur Beji 17 Punden Mblabag 18 Kenteng 19 Banyuurip 20 Pakisrejo 21 Ganggeng 22 Wonoroto 23 Gondoarum 24 Gua Seplawan 25 Pecitran 26 Mudalrejo 27 Sitinggil 28 Pekacangan

18 18 5. Tahap Pasca Observasi Lapangan a. Manajemen Basis Data Tahap ini dilakukan dengan memasukkan hasil observasi lapangan ke dalam bentuk peta, serta memasukkan data-data situs dan lingkungannya ke dalam tabel. Selanjutnya, dilakukan pengolahan data dengan menggabungkan data tabel dari dua peta atau lebih. Selain itu, deskripsi mengenai situs-situs dan lingkungan fisiknya juga dilakukan. Langkah selanjutnya yaitu melakukan klasifikasi terhadap situs klasik yang telah dikumpulkan. Clarke (1972) dalam bukunya Models in Archaeology menyatakan bahwa klasifikasi data arkeologi sangat diperlukan sebelum masuk ke tahap analisis dan interpretasi. Dalam penelitian ini, klasifikasi dilakukan dengan mengelompokkan situs berdasarkan kategori tinggalannya. Pengelompokan situs berdasarkan kategori tinggalannya dilakukan dengan membagi situs sesuai jenis datanya, seperti kategori struktur bangunan dan runtuhan bangunan, kategori temuan lepas, dan kategori fitur non-bangunan. b. Analisis Analisis data adalah tahap dimana data yang telah diklasifikasi, dianalisis lebih lanjut. Ada dua cara analisis yang dilakukan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yaitu analisis pola sebaran yang dilakukan dengan melihat bagaimana pola sebaran situs-situs yang terdapat di wilayah penelitian melalui peta sebaran situs yang telah dibuat. Analisis yang lain yaitu analisis lokasional yang merupakan salah satu kajian yang digunakan dalam studi arkeologi keruangan (Sumantri, 2004: 39). Analisis ini memiliki tujuan

19 19 untuk menganalisis hubungan antar situs dan hubungan antara situs dengan bentanglahannya (Campana, 2009: 5 dalam Adi, 2012: 8). Putra (1995: 15) menyatakan bahwa analisis lokasional menggunakan gabungan dari data ekologi dan data etnografi 7. Dalam data ekologi, unsurunsur lingkungan fisik dipandang sebagai faktor-faktor penentu letak dan pola suatu permukiman. Kajian filologi dilakukan dengan mengkaji konsep penempatan bangunan suci, seperti yang terdapat dalam Kitab Manasara- Silpasastra dan Kitab Silpaprakasa untuk mengetahui alasan penempatan bangunan suci. Setelah situs diklasifikasi berdasarkan kategori tinggalannya, langkah selanjutnya adalah melakukan pemetaan pada hasil klasifikasi situs. Proses berikutnya adalah melakukan overlay 8 data arkeologi dan data lingkungan ke dalam peta. Pada proses ini, data yang telah dioverlay ke dalam peta menghasilkan peta sebaran situs klasik dengan variabel lingkungannya. Setelah itu, dilakukan analisis dengan menghitung frekuensi situs dalam masing-masing variabel lingkungannya dengan membuat tabel dan diagram sesuai jumlahnya. Proses selanjutnya adalah mengetahui keterkaitan secara umum antara sebaran situs dengan masing-masing variabel lingkungan sesuai hasil analisis yang telah dilakukan. Dalam tahap ini akan diketahui bagaimana sebaran situs di wilayah penelitian, serta bagaimana pengaruh masing-masing sumberdaya lingkungan terhadap sebaran situsnya. c. Kesimpulan Tahap ini merupakan tahap akhir dalam penelitian. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menyimpulkan seluruh hasil penelitian yang telah dianalisis.

20 20 Pada tahap ini telah diketahui sebaran situs yang terdapat di wilayah DAS Bogowonto di Purworejo, serta gambaran secara umum mengenai pengaruh sumberdaya lingkungan dengan sebaran situs klasik di wilayah penelitian. Gambaran mengenai hubungan antara sebaran situs dengan kehidupan masyarakat pendukungnya juga diungkap dalam tahap ini. Selain itu, rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut juga diberikan.

21 21 Perumusan Masalah dan Lingkup Penelitian Studi Peta Studi Pustaka Peta RBI Skala 1: lembar Purworejo - Toponim - Administratif - Landuse (tata guna lahan) - Topografi - Sungai Peta Tematik - Peta geologi - Peta geomorfologi - Peta hidrologi - Peta jenis tanah - Laporan Penelitian - Laporan Inventarisasi - Buku Referensi - Data Museum - Artikel Observasi Lapangan (Survei + Wawancara) Data Arkeologi Data Lingkungan Manajemen Data (Klasifikasi Situs) Analisis - Pola Sebaran - Lokasional Pengaruh Masing-masing Sumberdaya Lingkungan terhadap Sebaran Situs Klasik di Wilayah DAS Bogowonto di Purworejo Kesimpulan Bagan 1.1 Bagan Alir Penelitian

22 22 Catatan Bab I 1 Wanua sering disebut sebagai kompleks desa yang merupakan unit ekonomis dan politis yang paling kecil. Berdasarkan sumber prasasti, wanua merupakan nama satuan wilayah pemukiman terkecil. Kelompok komunitas terkecil tinggal di wilayah ini. Saat ini, penyebutan wanua sama artinya dengan desa. Wanua dipimpin oleh seorang rama. (Kusen, ) 2 Sima sama artinya dengan daerah perdikan, yaitu daerah yang dibebaskan dari pembayaran pajak untuk kerajaan. 3 Haji merupakan sebuah gelar untuk menyebutkan seorang raja kecil di suatu watak. Selain itu, haji biasanya digunakan untuk menyebut seorang raja bawahan. 4 Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti, sehingga data tersebut digunakan sebagai data utama pada penelitian yang dilakukan. 5 Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan digunakan sebagai data pendukung data primer. 6 Lembar peta RBI 1: yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah lembar , lembar , lembar , lembar , lembar , dan lembar Ahimsa-Putra (1995) menggunakan data etnografi sebagai data pendukung dalam penelitiannya. Namun, penulis cenderung menggunakan kajian filologi sebagai data pendukung pada penelitian ini. 8 Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Dalam pengoperasian GIS, proses ini dilakukan dengan menggabungkan minimal dua peta yang berbeda untuk menghasilkan suatu peta baru (Adi, 2012: 252).

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Plato 1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang kaya akan situs-situs arkeologi baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan warisan budaya. Salah satu warisan budaya yang penting adalah bangunan-bangunan candi yang merupakan tinggalan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agribisnis merupakan usaha pertanian dari hulu hingga hilir yang mencakup kegiatan pertanian mulai dari produksi, pengolahan, dan pemasaran produk pertanian. Agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6. Ksatria. Waisya. SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 6. AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN HINDU BUDHA DAN ISLAMLATIHAN SOAL BAB 6 1. Berdasarkan letak geografis Indonesia yang berada dalam jalur perdagangan dunia, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah laku manusia dengan tujuan untuk mengetahui seluruh cara hidupnya (Braidwood, 1960 dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Faktor yang mendorong manusia untuk melalukan kegiatan ekonomi pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sangat kaya akan peninggalan kebudayaan pada jaman Hindu Budha. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa sansekerta

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA

KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA BESERTA PENINGGALANNYA STANDAR KOMPETENSI: 1. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman

Lebih terperinci

ANALISA KERUANGAN PADA KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PURWOREJO

ANALISA KERUANGAN PADA KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PURWOREJO ANALISA KERUANGAN PADA KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PURWOREJO Faizah Hikmawati 1, Priyono 2, Jumadi 3 1 Alumni Fakultas Geografi UMS, 2,3 Dosen Fakultas Geografi UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain

BAB I PENGANTAR. wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Mataram Kuna merupakan kerajaan yang pernah berpusat di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain candi. Kerajaan Mataram dapat

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmiah tentang peninggalan masa lalu manusia. Di dalam ilmu arkeologi terdapat subsub

BAB I PENDAHULUAN. ilmiah tentang peninggalan masa lalu manusia. Di dalam ilmu arkeologi terdapat subsub BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rekonstruksi kehidupan masa lalu manusia merupakan pekerjaan yang tidak putus bagi akademisi dan peneliti dari disiplin arkeologi. Arkeologi melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari berbagai macam pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki kota-kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA 3.1. Tata letak Perletakan candi Batujaya menunjukkan adanya indikasi berkelompok-cluster dan berkomposisi secara solid void. Komposisi solid ditunjukkan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama matakuliah Kode/SKS Status mata kuliah Deskripsi Singkat : ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA : BDP 1107/ 2 SKS : Wajib : Pengenalan tinggalan arkeologi

Lebih terperinci

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA Irfanuddin Wahid Marzuki (Balai Arkeologi Manado) Abstrak The slopes of Mount Merapi are found the remains of the

Lebih terperinci

KABUPATEN PURWOREJO. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN PURWOREJO

KABUPATEN PURWOREJO. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN PURWOREJO Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan

Lebih terperinci

PERCANDIAN PADANGLAWAS

PERCANDIAN PADANGLAWAS PERCANDIAN PADANGLAWAS Di daerah Padanglawas yang merupakan dataran rendah yang kering, pada masa lampau mungkin tidak pernah menjadi pusat pemukiman, dan hanya berfungsi sebagai pusat upacara keagamaan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * OLEH : DANAR WIDIYANTA A. Latar Belakang Perjalanan sejarah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN POTENSI WISATA KABUPATEN PURWOREJO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 1. Sejarah Sunda Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Nusantara telah menjadi tempat berkembangnya berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Nusantara telah menjadi tempat berkembangnya berbagai BAB I PENDAULUAN A. Latar Belakang Wilayah Nusantara telah menjadi tempat berkembangnya berbagai bentuk peradaban manusia sejak ribuan tahun sebelum masehi. Letaknya yang berada di tengah jalur perdagangan

Lebih terperinci

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PENDOKUMENTASIAN CAGAR BUDAYA (Pengantar Umum) Pengertian CAGAR BUDAYA Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3: TINJAUAN LOKASI

BAB 3: TINJAUAN LOKASI BAB 3: TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Kantor PT. Taman Wisata Candi Prambanan Borobudur dan Ratu Boko Yogyakarta 2.1.1 Profil Kantor PT. Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko PT. Taman Wisata

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN PURWOREJO

KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN PURWOREJO LAMPIRAN IV Peraturan Daerah Kabupaten Nomor... Tahun 2010 KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN PURWOREJO No Nama Lokasi Klasifikasi Konservasi** 1 Situs Prasasti Kayu Desa Borowetan, Kec. Utama Golongan

Lebih terperinci

MGMP KKM MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PARTEKER PAMEKASAN KISI KISI SOAL SEMESTER GENAP TAHUN

MGMP KKM MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PARTEKER PAMEKASAN KISI KISI SOAL SEMESTER GENAP TAHUN MGMP KKM MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PARTEKER PAMEKASAN KISI KISI SOAL SEMESTER GENAP TAHUN 2014 2015 Mata Pelajaran : IPS Kelas : VII Alokasi waktu : Kurikulum Acuan : KTSP Jumlah Soal : 50 Penyusun :

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, PEMUDA

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan BAB IV PENUTUP Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan perdagangan lokal dan global masa lalu. Adanya kapal karam dengan muatannya (BMKT) yang ditemukan di wilayah perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undangundang Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang Wilayah dan Undang-undang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik Indonesia, yaitu masa berkembangnya kebudayaan yang berlatar belakang agama Hindu-Budha, yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam

BAB I. PENDAHULUAN. luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geografi sebagai salah satu disiplin ilmu mempunyai cakupan sangat luas, yang mengkaji sifat-sifat dan organisasi di permukaan bumi dan di dalam ruang, dengan pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diarahkan untuk dapat bermanfaat terhadap kesejahteraan umat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diarahkan untuk dapat bermanfaat terhadap kesejahteraan umat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diarahkan untuk dapat bermanfaat terhadap kesejahteraan umat manusia. Hal ini memang terkait sangat erat dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA

LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA 1. Visi dan Misi dari Balai Arkeologi Yogyakarta itu sendiri apa? 2. Dari zaman apa Situs Liyangan? - Apakah promosi tersebut berjalan dengan lancer?

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 7. INDONESIA MASA ISLAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Masuknya Islam ke Indonesia berasal dari Persia. Hal ini diperkuat dengan adanya... Bukti arkeologis tentang makam Sultan

Lebih terperinci

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno KELOMPOK 4 : ADI AYU RANI DEYDRA BELLA A. GHANA N.P. PUSAKHA S.W.Q (01) (Notulen) (08) (Moderator) (11) (Anggota) (20) (Ketua) Kerajaan Mataram (Hindu-Buddha), sering disebut dengan

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii INTISARI... ix ABSTRACT...x BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang berlatar belakang Hindu atau Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa. Orangorang di Jawa Timur menyebut

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR i Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 3 1 Ruang lingkup... 4 2 Istilah dan definisi... 4 2.1 Istilah Teknis Perpetaan... 4 2.2 Istilah Tata Ruang... 5 3 Penyajian Muka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya (Thufail, 2010). Banyak

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp: Kepada Yth Wali Kota Semarang di tempat Perihal: Informasi mengenai kajian cagar budaya bangunan kuno Pasar Peterongan Semarang oleh BPCB Jateng Dengan hormat, Bersama surat ini kami menginformasikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak peninggalan sejarah, baik yang berupa bangunan (candi, keraton, benteng pertahanan), maupun benda lain seperti kitab

Lebih terperinci

KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH PENYUSUN : 1. A. ARDY WIDYARSO, DRS. ID NO :

KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH PENYUSUN : 1. A. ARDY WIDYARSO, DRS. ID NO : KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH JENJANG PENDIDIKAN : PENDIDIKAN DASAR SATUAN PENDIDIKAN : SEKOLAH DASAR (/MI) MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) ALOKASI WAKTU : 120 MENIT JUMLAH SOAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak obyek wisata yang tersebar di berbagai pulau di seluruh Indonesia, baik itu wisata alam, wisata kerajinan, maupun wisata

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. ilmu geografi, dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar (Widoyo Alfandi,

III. METODE PENELITIAN. ilmu geografi, dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar (Widoyo Alfandi, 21 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian geografi adalah tata cara kerja atau pedoman yang sistematis untuk memahami obyek penelitian geografi, dengan menggunakan alat dan melalui

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Purworejo Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Purworejo Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Purworejo Tahun 2013 sebanyak 143.626 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Purworejo Tahun 2013 sebanyak 5 Perusahaan Jumlah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan

BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN. Batang Hari. Candi ini merupakan peninggalan abad ke-11, di mana Kerajaan BAB II DESKRIPSI LOKASI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Objek Wisata Candi Muaro Jambi Candi Muaro Jambi terletak di Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di Kecamatan Muaro Sebo, Provinsi Jambi. Lokasi candi

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu proses kepergian seseorang menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Hal yang mendorong kepergiannya seperti kepentingan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pabrik gula merupakan salah satu peninggalan masa kolonial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pabrik gula merupakan salah satu peninggalan masa kolonial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik gula merupakan salah satu peninggalan masa kolonial yang mempunyai pengaruh cukup besar di Indonesia. Pabrik gula adalah tempat untuk memproduksi gula

Lebih terperinci

BAB 8 PENUTUP. Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam

BAB 8 PENUTUP. Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam BAB 8 PENUTUP 8.1 Rangkuman Penempatan benda-benda megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen Kabupaten Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam menyikapi lingkungan. Oleh

Lebih terperinci