BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah laku manusia dengan tujuan untuk mengetahui seluruh cara hidupnya (Braidwood, 1960 dalam Soebroto, 1982: 1). Objek material yang menjadi kajian arkeologi antara lain: (1) artefak, yaitu benda-benda buatan manusia atau benda yang telah dimodifikasi oleh manusia seperti alat batu, manik-manik dan gerabah; (2) ekofak, yaitu tinggalan organik yang bersifat nonartefaktual dan dapat juga berupa sisa-sisa lingkungan masa lampau seperti tulang manusia, tulang binatang, dan sisa-sisa tanaman; dan (3) fitur, yaitu sisa-sisa aktivitas manusia yang tidak dapat dipindahpindahkan seperti bekas lubang untuk tiang atau tungku perapian. Tempat tinggalan arkeologi berupa artefak, ekofak, dan fitur yang ditemukan bersama disebut sebagai situs arkeologi. Menurut Undang Undang Cagar budaya no 11 tahun 2010, situs adalah lokasi yang berada di darat atau di laut yang mengandung benda, bangunan atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Di sebelah utara Pulau Jawa terdapat sebuah pulau dengan tinggalan arkeologi yang bervariasi dikenal dengan nama Pulau Bawean. Secara administratif, Pulau Bawean masuk dalam wilayah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Sebelum dibentuknya Kabupaten Gresik pada tahun 1974, Pulau Bawean masuk ke wilayah Kabupaten Surabaya.

2 2 Pulau Bawean merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di antara BT dan LS dengan luas wilayah 196,27 km 2. Posisinya di Laut Jawa antara Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan, tepatnya sekitar 120 km sebelah utara Gresik, membuat Pulau Bawean berada di tengah-tengah jalur lalu lintas perdagangan tradisional (Gambar 1.1). Dengan adanya pengaruh angin musim yang ditunggu-tunggu oleh para pedagang yang berlayar melintas di perairan Pulau Bawean, menjadikan pulau tersebut sebagai tempat singgah yang strategis, baik untuk keperluan berdagang maupun untuk mengisi bahan-bahan perbekalan (Heri, 1996: 99). Gambar 1.1. Letak Pulau Bawean di Laut Jawa (Sumber: Google Earth) Nama Bawean bukan merupakan nama awal dari pulau tersebut. Nama pulau kecil ini awalnya adalah majdi (bahasa Arab), yang artinya uang logam karena bentuknya hampir bulat seperti uang logam (Gambar 1.2). Nama majdi kemudian berubah dan sekarang lebih dikenal dengan nama Pulau Bawean (Bahasa

3 3 Sanskerta, ba= sinar, we= matahari, an= ada). Kata tersebut keluar secara spontan dari para mulut prajurit Majapahit yang diperintah untuk mengunjungi daerahdaerah seberang. Pada saat mereka terkena angin kencang dan terkatung-katung di tengah lautan, secara spontan mereka berteriak bawean, yang artinya ada sinar matahari ketika mereka melihat daratan yang sekarang dikenal dengan nama Pulau Bawean (Zulfa, 1996). Interpretasi lain menyebutkan bahwa Pulau Bawean juga merupakan sebuah metamorfosa dari kata pawean yang berasal dari kata pawiwahan atau wiwoho (Bahasa Kawi), yang berarti perjumpaan atau pertemuan (Harida, 2014: 23). Gambar 1.2. Peta Pulau Bawean tahun 1850 (Sumber: Leiden, KITLV) Jumlah penduduk Pulau Bawean saat ini kurang lebih jiwa yang tersebar di dua kecamatan, yaitu Sangkapura dan Tambak (Balai Arkeologi

4 4 Yogyakarta, 2016: 1). Mata pencaharian masyarakat Pulau Bawean umumnya bertani. Mereka telah lama mempraktikkan pertanian tanaman padi, jagung, ubi, dan sayur-sayuran. Kelapa juga banyak ditemukan di sekeliling perkampungan mereka (Zulkha, 2013). Selain bertani, mereka juga mencari ikan dan merantau ke tempat lain untuk mencari penghasilan. Penelitian geologi menunjukkan bahwa Pulau Bawean terbentuk dari batuan vulkanik (lava andesit, basal dan tuf), batugamping kristalin, dan batupasir 1. Bukti indikasi sebagai pulau vulkanik adalah adanya puncak tertinggi di pulau ini. Pulau Bawean memiliki puncak ketinggian 656 mdpl terdapat di tengah pulau pada puncak dinding kawah yang menghadap ke utara (Usman, 2012: 97). Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2015 dan 2016 melakukan survei di Pulau Bawean. Survei tahun 2015 bertujuan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi tinggalan arkeologi maritim (Balai Arkeologi Yogyakarta, 2015: 3). Hasil survei tersebut menemukan tinggalan arkeologi berupa nisan kuno, meriam kuno, pesanggrahan (Gambar 1.3), dermaga lama, exposed wreck 2 (Gambar 1.4), umpak berbentuk stupa, stupika, arca dwarapala dan keramik asing (Gambar 1.5). Survei berikutnya bertujuan mengidentifikasi jenis dan asal exposed wreck, serta mengidentifikasi kuantitas dan kualitas temuan keramik asing di Pulau Bawean (Balai Arkeologi Yogyakarta, 2016: 3). Pada penelitian ini terdapat tambahan data arkeologi berupa serpih batu (Gambar 1.6), beliung persegi (Gambar

5 5 1.7), batu kenong (Gambar 1.8) dan koin kuna. Selain itu masih ditemukan pula keramik asing, nisan kuna, stupika (Gambar 1.9), dan meriam kuno (Gambar 1.10) yang memiliki bentuk berbeda dengan meriam-meriam yang sebelumnya. Gambar 1.3. Foto bangunan pesanggrahan (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta) Gambar 1.4. Foto salah satu bagian exposed wreck (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta)

6 6 Gambar 1.5. Foto temuan fragmen keramik asing (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta) Gambar 1.6. Foto temuan alat batu (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta) Gambar 1.7. Foto temuan beliung persegi (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta)

7 7 Gambar 1.8. Foto temuan batu kenong (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta) Gambar 1.9. Foto temuan stupika (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta) Gambar Foto meriam kuno jenis Lela (Sumber: Balai Arkeologi Yogyakarta)

8 8 I.2. Rumusan Masalah Melalui hasil survei yang dilakukan Balai Arkeologi Yogyakarta di Pulau Bawean dua tahun belakang ini, dapat dikatakan bahwa data arkeologi di Pulau Bawean cukup kompleks. Kompleksitas data tersebut terletak pada beragamnya jenis, jumlah, periode, daerah/negara asal, dan sebaran data baik di darat maupun laut. Apalagi jika mempertimbangkan luas pulau yang tidak begitu besar dan terpisah dari pulau-pulau lainnya. Kondisi seperti ini membuktikan bahwa Pulau Bawean memiliki nilai strategis tertentu bagi daerah-daerah di sekitarnya, bahkan bagi bangsa asing dalam kurun waktu yang panjang. Hal inilah yang menarik penulis untuk mengangkat Pulau Bawean sebagai tema skripsi dengan mempersempit jangka waktu pengamatan selama abad XVII-XX M. Periode ini dipilih karena pengaruh Islam dan Kolonial terhadap aspek-aspek kewilayahan termasuk tata ruang dan struktur perkotaan banyak terjadi sepanjang kurun waktu tersebut tanpa mengalami perubahan konteks yang berarti. Selain alasan di atas, aspek-aspek penghunian suatu tempat selama kurun waktu tersebut tidak semata-mata didasari oleh faktor adaptasi lingkungan fisik. Banyak tema kewilayahan yang kompleks, yang di dalamnya tercakup aspek-aspek global seperti geografis, sosial, budaya, ekonomi, sejarah, dan politik, yang mempengaruhi dinamika suatu pulau. Permasalahan utama dalam penelitian ini (research problem) adalah bagaimana nilai strategis Pulau Bawean pada kurun waktu tersebut sehingga memiliki kompleksitas temuan sebagaimana ditemukan hingga saat ini. Permasalahan ini dirinci menjadi dua pertanyaan penelitian (research questions), yaitu:

9 9 1. Bagaimana sebaran tinggalan arkeologi di Pulau Bawean abad XVII- XX M berdasarkan jenis, periode, dan asal-usulnya? 2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi keberadaan tinggalan arkeologi yang tersebar di Pulau Bawean? I.3. Tujuan Penelitian Sehubung dengan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan dan memetakan sebaran data arkeologis di Pulau Bawean pada abad XVII-XX M berdasarkan jenis, periode, dan asalusulnya, baik data yang terdapat di darat maupun di laut. 2. Menginterpretasikan faktor-faktor penyebab keberadaan data arkeologis yang tersebar di Pulau Bawean. 3. Kedua tujuan di atas disintesakan untuk menggambarkan peran strategis Pulau Bawean secara kewilayahan. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini meliputi manfaat teoritis maupun praktis dengan rincian sebagai berikut: a. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik konsep ataupun gagasan sebuah kajian penting dalam ilmu arkeologi, yaitu kajian arkeologi kewilayahan (regional archaeology). b. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dan referensi bagi para mahasiswa dalam bidang arkeologi keruangan, lingkungan, dan kewilayahan. Selain itu, penelitian ini

10 10 diharapkan memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat dan pemerintah akan peran strategis Pulau Bawean pada masa lampau khususnya masa Islam hingga Kolonial. I.5. Ruang Lingkup Penelitian Batasan atau lingkup mengenai kajian, area, dan periode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Lingkup kajian Lingkup kajian pada penelitian ini adalah kajian arkeologi kewilayahan. Kajian ini merupakan gabungan dari ilmu geografi dan ilmu arkeologi yang menggunakan pendekatan kewilayahan, yang merupakan sintesis antara pendekatan keruangan, lingkungan, dan aspek-aspek global lainnya yang mempengaruhi suatu wilayah, termasuk aspek sosial, budaya, ekonomi, sejarah, dan politik. 2. Lingkup area Lingkup area dalam penelitian ini tergolong dalam lingkup makro, mencakup wilayah daratan dan lautan di Pulau Bawean, yang mencakup dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak 3 (Gambar 1.11). 3. Lingkup periode Periode yang diambil pada penelitian ini yaitu abad XVII-XX M (masa Islam hingga Kolonial), dengan alasan sebagaimana dipaparkan sebelumnya.

11 11

12 12 I.6. Riwayat Penelitian Studi mengenai Pulau Bawean telah banyak dilakukan, baik itu oleh mahasiswa maupun instansi. Penelitian mahasiswa dilakukan untuk skripsi dalam bidang arkeologi, etnografi, dan pariwisata. Penelitian di bidang arkeologi dilakukan oleh Widya Heri (1996), berjudul Pulau Bawean dalam Sistem Perdagangan Keramik Awal Abad XIV-XV dan Khairil Anwar (1998), berjudul Perkembangan Umpak di Pulau Bawean. Dalam bidang etnografi, penelitian dilakukan oleh Addin Kurnia Putri (2014), berjudul Studi Etnografi Politik Identitas Etnis Bawean di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Putri menjelaskan mengenai peran etnis di Pulau Bawean dalam pembentukan budaya hingga sekarang. Penelitian di bidang pariwisata dilakukan oleh Mohammad Ramli (2009), berjudul Strategi Pengembangan Wisata di Pulau Bawean Kabupaten Gresik. Dalam skripsinya, Ramli menjelaskan potensi wisata yang berada di Pulau Bawean serta strategi yang harus dilakukan untuk mengembangkannya. Selain penelitian untuk skripsi, penelitian di Pulau Bawean juga dilakukan oleh beberapa instansi. Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jawa Timur (1981), mengumpulkan data obyek sejarah dan kepurbakalaan di daerah Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Gresik, khususnya kepurbakalaan di Pulau Bawean. Selanjutnya, Balai Arkeologi Yogyakarta (1995), melakukan penelitian dengan tema Survei Arkeologi Islam di Pulau Bawean Jawa Timur, dengan hasil berupa tinggalan arkeologi seperti makam-makam kuna serta objek/situs yang berkaitan dengan bentuk okupasi pertahanan, perdagangan, dan keagamaan. Pada tahun 2015 dan 2016, Balai Arkeologi Yogyakarta kembali melakukan penelitian

13 13 di Pulau Bawean bertema Bentuk dan Karakter Tinggalan Arkeologi Maritim di Pulau Bawean: Identifikasi Potensi (Tahap I dan Tahap II). Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta (2008) melakukan penelitian dalam bidang sejarah yang berjudul Jejak Islam di Bawean. Dalam penelitian tersebut menguraikan awal masuknya Islam dengan melihat bukti-bukti sejarah Pulau Bawean. Penelitian di bidang geologi dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (2011), dengan mengembangkan tema Pulau Bawean sebagai Tempat Wisata Geologi. Penelitian tersebut memaparkan sejarah geologi Pulau Bawean sehingga menjadi seperti sekarang dan pemanfaaatannya sebagai objek wisata. Pada tahun 2015, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melakukan penelitian dengan tema Ekplorasi Tumbuhan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dan memaparkan mengenai keragaman tumbuhan hutan di Pulau Bawean. Berdasarkan riwayat penelitian yang telah disebutkan, maka penelitian melalui pendekatan arkeologi kewilayahan di Pulau Bawean belum pernah dilakukan. Penelitian ini merangkum waktu pada abad XVII-XX M dengan mengkaitkan tinggalan di darat dan di perairan laut melalui penggabungan antara analisis keruangan dan lingkungan. Sasaran dari penelitian ini adalah memberikan penjelasan kewilayahan yang dapat menunjukkan nilai strategis Pulau Bawean. Untuk mencapai sasaran tersebut maka beberapa aspek global yang terkait dengan pembentukan karakter kewilayahan Pulau Bawean ikut dipertimbangkan. Aspek-

14 14 aspek yang dimaksud di antaranya adalah aspek sosial, budaya, ekonomi, sejarah, dan politik. I.7. Tinjauan Pustaka Sudah banyak artikel ilmiah, skripsi, buku dan laporan penelitian yang membahas mengenai kajian keruangan, lingkungan, kewilayahan dan sejarah perniagaan (aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya). Salah satu pustaka yang membahas kajian keruangan dan lingkungan adalah skripsi yang ditulis oleh Kristanti Wisnu Aji Wardani (2010), berjudul: Kajian Struktur Keruangan dan Lingkungan di Situs Muarajambi. Karya akademisi ini membahas keterkaitan antara lingkungan dengan keberadaan sebaran tinggalan arkeologi di Situs Muarajambi. Skripsi yang ditulis oleh Danar Arief Sumartono (2016), yang berjudul: Peran Pesanggrahan Ngeksipurna Dalam Proses Pembentukan Lanskap Budaya di Daerah Pengging dan Sekitarnya Tahun (Kajian Arkeologi Lanskap berdasarkan Analisis Sistem Informasi Geografis). Dalam skripsinya, Danar membahas mengenai pengaruh keberadaan pesanggrahan terhadap terbentuknya pembentukan lanskap budaya. Hadi Sabari Yunus (2008), dalam makalah yang dipresentasikan di Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Geografi Indonesia yang berjudul: Konsep dan Pendekatan Geografi: Memaknai Hakekat Keilmuannya. Makalah ini dijadikan salah satu pustaka mengingat dalam penelitian ini menggunakan salah salu pendekatan geografi yaitu pendekatan kewilayahan.

15 15 Artikel yang ditulis JSE Yuwono (2007), berjudul: Kontribusi Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam berbagai Skala Kajian Arkeologi Lanskap di dalam Berkala Arkeologi th. XXVII Edisi No.2/ November 2007, terbitan Balai Arkeologi Yogyakarta. Dalam artikel ini dijelaskan mengenai penggunaan SIG dalam perkembangan studi arkeologi, khususnya arkeologi lanskap. Dalam penelitian ini artikel tersebut dijadikan rujukan pustaka dalam penentuan prosedur kerja beserta penanganan basisdata tinggalan arkeologi dan model spasial, lingkungan, dan kewilayahan. Pustaka lain membahas mengenai perdagangan dan Islam, ditulis oleh Wuri Handoko (2013), berjudul: Perniagaan dan Islamisasi di Wilayah Maluku. Artikel tersebut membahas mengenai perkembangan perdagangan seiring kemunculan Islam di wilayah Maluku yang mempengaruhi perkembangan ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Tulisan ini sebagai pustaka terkait Pulau Bawean yang memiliki sejarah perkembangan Islam dan perdagangan. I.8. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan langkah-langkah ilmiah yang sistematis untuk mencari suatu kebenaran objektif yang didukung oleh fakta-fakta dengan menerapkan penalaran ilmiah tertentu (Nawawi, 1993: 24). Penelitian ini menggunakan penalaran induktif yang bergerak dari kajian fakta-fakta dan gejala khusus. Proses selanjutnya merupakan analisis yang mendukung interpretasi yang berhubungan dengan permasalahan dan tujuan yang akan dicapai (Tanudirjo, 1988: 34).

16 16 Berdasarkan sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu sebuah cara pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang didapat di lapangan. Penelitian deskriptif tidak hanya ditekankan pada pengumpulan dan penyusunan data tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang data tersebut (Nawawi, 1993: 63). Sesuai dengan penalaran dan sifat penelitian yang dipilih, maka tahap-tahap dalam penelitian ini meliputi: 1. Tahap Pengumpulan Data Berdasarkan cara pengumpulannya, data pada penelitian ini dibagi menjadi dua sifat, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan dan wawancara dengan masyarakat Pulau Bawean, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka dan peta. Studi pustaka dilakukan terhadap buku-buku, jurnal-jurnal, dan laporan-laporan penelitian mengenai Pulau Bawean. Adapun peta yang digunakan terdiri dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital skala 1:25.000, keluaran Badan Informasi Geospasial (BIG); peta geologi digital skala 1: , keluaran Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Geologi, Bandung; peta-peta kuno terbitan Belanda; dan peta-peta hasil penelitian arkeologi. Berdasarkan jenisnya, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu data arkeologi, data lingkungan, dan data sejarah. Data arkeologi Pengumpulan data arkeologi dilakukan melalui observasi, baik berupa survei permukaan di darat maupun penyelaman di laut, serta studi pustaka

17 17 dan peta. Hasil observasi berupa artefak, ekofak, dan fitur, baik di darat maupun laut pada abad XVII-XX M. Survei permukaan untuk tinggalan darat dilengkapi dengan pencatatan melalui checklist survei, pengukuran, pemotretan, wawancara, dan plotting posisi menggunakan GPS (Global Positioning System) reviever. Khusus untuk tinggalan arkeologi yang berada di laut, dilakukan penyelaman menggunakan peralatan SCUBA (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus). Peralatan ini berupa tabung yang berisi udara, BCD (Buoyancy Compensator Device), regulator, masker, snorkel dan fins. Untuk pendokumentasian di bawah laut digunakan kamera yang dilindungi dengan housing (pelindung kamera yang tahan terhadap tekanan kedalaman). Data Lingkungan Data lingkungan dalam penelitian ini meliputi data geologi, topografi/morfologi, tanah, hidrologi, vegetasi, unsur-unsur rupa bumi (fitur-fitur alam), dan data kelautan. Semua data ini diperoleh melalui dua cara yaitu observasi (darat dan laut), studi pustaka dan peta. Observasi lingkungan (darat dan laut) dilakukan survei lapangan dengan melakukan pemotretan dan wawancara kepada masyarakat. Data sejarah (ekonomi, politik, sosial, dan budaya) Pengumpulan data sejarah dilakukan melalui peta-peta kuno milik Belanda, catatan berita asing, dan naskah kuno, yang kemudian dilakukan pengecekan lapangan. Tujuan pengecekan lapangan adalah untuk

18 18 mendukung diskripsi karakteristik fisik dan gambaran mengenai bukti-bukti sejarah di Pulau Bawean yang masih dapat diamati. 2. Tahap Pengolahan Data, meliputi: a. Penyiapan Project SIG Pengolahan data spasial dilakukan melalui aplikasi SIG, khususnya untuk menghasilkan peta digital yang digunakan untuk analisis. Pengertian SIG dalam konteks penelitian ini adalah sebuah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi (memodelkan), menganalisis, dan menyajikan sekumpulan data keruangan yang memiliki referensi geografis atau acuan lokasi (Johnson, 1996 dalam Yuwono, 2007: 82). Secara teknis, SIG juga merujuk pada suatu sistem informasi yang menggunakan komputer dan mengacu pada lokasi geografis yang berguna untuk mengambil keputusan (Puspisc UGM, 2004 dalam Yuwono, 2007: 82). Adapun bahan dan tahap penyiapan project SIG sebagai berikut: Bahan, terdiri dari: - Checklist Survei - Hasil plotting GPS - Peta RBI digital, skala 1: Peta Geologi digital, skala 1: Peta-peta kuno - Peta-peta hasil penelitian arkeologi

19 19 Tahap project SIG, meliputi: - Input data dari checklist survei ke tabel basisdata dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel Pengubahan format data dari Excel menjadi format DBF dan Shapefile. - Georeferensi (pemberian titik ikat koordinat) terhadap peta-peta kuno dan peta-peta hasil penelitian arkeologi yang bersifat raster agar memiliki acuan lokasi, sehingga dapat dilakukan tumpang susun (overlay) dengan layer-layer lainnya. Peta dasar yang digunakan sebagai acuan georeferensi adalah peta RBI skala 1: Penyiapan layer (tema-tema peta) di dalam data frame agar dapat dilakukan pengoperasian data secara tumpang susun. Layer yang dimaksud berupa semua peta yang dijadikan bahan, baik yang berformat vektor (DBF dan Shapefile) maupun raster yang sudah di georeferensi; serta data titik hasil plotting di lapangan. b. Deskripsi Data - Pendeskripsian data dilakukan untuk memaparkan dimensi/ukuran, bentuk, jenis, bahan, dan lokasi, baik secara naratif maupun tabular, disertai dengan foto atau gambar. Deskripsi data dilakukan pada data arkeologi (darat dan laut) dan

20 20 data lingkungan yang dilakukan dengan pengisian data pada checklist Survei 3. Tahap Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan dalam ilmu geografi yaitu pendekatan kewilayahan. Pendekatan ini merupakan integrasi dari pendekatan keruangan dan pendekatan lingkungan (ekologi) (Yunus, 2008). Data yang diperlukan dalam pendekatan arkeologi kewilayahan berupa keletakan dan sebaran tinggalan arkeologi, unsur-unsur bentanglahan atau lanskap, dan tingkah laku atau perilaku (sosial, ekonomi, kultural, dan politik). Semua data tersebut untuk mengetahui bagaimana proses keberadaan tinggalan arkeologi beserta kronologisnya, dan mengetahui peran Pulau Bawean pada masa lampau. Analisis data spasial dilakukan dengan melakukan tumpang susun dan agregasi data atau spasial join dengan menggunakan aplikasi perangkat dan fasilitas SIG. Untuk mengolah analisis menggunakan perangkat lunak ArcMap Adapun jenis analisis data yang dilakukan meliputi: a. Analisis Keruangan (Spasial) Data arkeologi di Pulau Bawean, baik di darat maupun di laut, diklasifikasi sesuai dengan jenis, periode, dan asal pada masing-masing temuan. Analisis ini juga untuk mengetahui sebaran dan konsentrasi tinggalan arkeologi di Pulau Bawean. Hasil analisis ini berupa peta sebaran data arkeologis. b. Analisis Lingkungan Analisis lingkungan dilakukan untuk mengetahui sebaran atau agihan unsur-unsur lanskap yang terdiri dari data geologi, topografi/morfologi,

21 21 tanah, hidrologi, vegetasi, unsur-unsur rupa bumi (fitur-fitur alam), dan data kelautan, untuk menganalisis aktivitas atau perilaku manusia terhadap lingkungan. Tumpang susun antara hasil analisis spasial dengan unsur-unsur lingkungan menghasilkan peta sebaran data arkeologis berdasarkan potensi lingkungan fisik. c. Analisis Kewilayahan Analisis kewilayahan merupakan gabungan dari hasil analisis spasial dan analisis lingkungan yang dikaitkan dengan data kesejarahan. Di dalam data kesejarahan tertulis mengenai aspek-aspek seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya. Oleh karena itu, hasil analisis kewilayahan dapat menunjukkan faktor-faktor yang melatarbelakangi keberadaan tinggalan arkeologi. Hasil analisis berupa peta perkembangan wilayah Pulau Bawean selama kurun waktu abad XVII-XX M. 4. Tahap Sintesis bagian ini merupakan proses dimana menggabungan hasil analisis spasial, lingkungan, dan kewilayahan untuk menginterpretasi aspek-aspek yang menjadi nilai strategis dalam pengokupasian Pulau Bawean pada kurun waktu abad XVII XX M. 5. Penarikan Kesimpulan Tahap akhir penelitian ini adalah penarikan kesimpulan. Pada tahapan ini penelitian ditutup dengan kesimpulan yang pada akhirnya menjawab rumusan permasalahan. Tahapan ini berdasarkan pada analisis terhadap data yang sudah

22 22 dikumpulkan dan menghasilkan penjelasan mengenai nilai strategis Pulau Bawean pada Abad XVII-XX M.

23 23 I.9. Bagan Alir Penelitian Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder Observasi Lapangan Wawancara -Buku -Jurnal -Laporan penelitian -Peta Kuno -Peta RBI Data Arkeologi Data Lingkungan Data Kesejarahan Darat Laut Analisis Spasial Analisis Lingkungan Analisis Kewilayahan Faktor-faktor yang melatarbelakangi Nilai Strategis Pulau Bawean

24 CATATAN BAB 1 1. Batuan vulkanik merupakan batuan yang terbentuk dari magma yang meletus dari gunung berapi. Batuan gamping kristalin merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari kerangka calcite yang berasal dari organisme mikroskopis di laut yang dangkal. Batupasir merupakan batuan sedimen yang terdiri dari mineral yang berbentuk pasir (Wikipedia, 2017). 2. Exposed Wreck merupakan bangkai kapal yang tersingkap di perairan karang dangkal. 3. Dalam disertasinya, Mundardjito (1993), menjelaskan tiga skala keruangan dalam ilmu arkeologi yaitu skala mikro, meso dan makro. Skala mikro yaitu mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dengan ruang dalam bangunan; skala meso yaitu mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antar benda-benda arkeologi dan situs di dalam suatu situs; skala makro yaitu mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dengan situ dalam suatu wilayah. 24

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian (Sumber: Wikimapia.org)

Gambar 1 Lokasi penelitian (Sumber: Wikimapia.org) 10 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini bertempat di sebidang lahan pertanian di Desa Krajan, Kelurahan Pangulah Utara dan Selatan, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. ilmu geografi, dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar (Widoyo Alfandi,

III. METODE PENELITIAN. ilmu geografi, dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar (Widoyo Alfandi, 21 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian geografi adalah tata cara kerja atau pedoman yang sistematis untuk memahami obyek penelitian geografi, dengan menggunakan alat dan melalui

Lebih terperinci

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya Disampaikan dalam Workshop Pengelolaan Data Geospasial

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan tugas akhir yang berjudul Geologi dan Analisis Struktur Geologi Daerah Cileungsi dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Kabupaten Wonogiri dengan luas wilayah 182.236,02 ha secara geografis terletak pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 8 08/07/2009 20:16 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya (Thufail, 2010). Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batuan karbonat merupakan batuan sedimen yang terdiri dari garam karbonat, antara lain gamping (limestone) dan dolomit (Koesoemadinata, 1987). Komponen batugamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Plato 1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa lampau adalah merekonstruksi kehidupan masa lalu. Rekonstruksi kehidupan masa lalu yang dimaksud

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No.1662, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Cagar Aalam Geologi. Penetapan Kawasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan Pajak.Penerimaan Negara.Bakosurtanal. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten

Lebih terperinci

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Belitung island surrounded by two straits, the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penduduk adalah orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negeri, pulau, dan sebagainya) (KBBI, 2015). Penduduk pada suatu daerah tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pemanfaatan data spasial belakangan ini semakin meningkat sehubungan dengan kebutuhan masyarakat agar segalanya menjadi lebih mudah dan praktis terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas akhir merupakan persyaratan utama untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia termasuk Negara Kepulauan yang memiliki rangkaian pegunungan dengan jumlah gunung berapi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 240 gunung. Diantaranya, sekitar 70

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Lokasi yang dijadikan fokus penelitian berlokasi di TWA Cimanggu Sesuai administrasi pemangkuan kawasan konservasi, TWA Cimanggu termasuk wilayah kerja Seksi Konservasi

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN

Lebih terperinci

Pembelajaran/ Media. Metode Ceramah, Tanya jawab,diskusi. - Tes Lisan. Media, Komputer, LCD. - Essai. Metode Ceramah, Tanya jawab,diskusi

Pembelajaran/ Media. Metode Ceramah, Tanya jawab,diskusi. - Tes Lisan. Media, Komputer, LCD. - Essai. Metode Ceramah, Tanya jawab,diskusi B. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Tujuan Pembelajaran Umum Pertemuan I teori SIG Tujuan Pembelajaran Khusus pembelajaran SIG Pokok Bahasan/sub Pokok Bahasan a. Silabus dan Tata tertib perkuliahan Sistem Informasi

Lebih terperinci

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PENDOKUMENTASIAN CAGAR BUDAYA (Pengantar Umum) Pengertian CAGAR BUDAYA Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya harga dan kebutuhan beberapa mineral logam pada akhirakhir ini telah menarik minat para kalangan investor tambang untuk melakukan eksplorasi daerah prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dasar yang ada di Kabupaten Boalemo dengan jumlah sekolah 141 unit.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dasar yang ada di Kabupaten Boalemo dengan jumlah sekolah 141 unit. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di semua jenjang Sekolah Dasar yang ada di Kabupaten Boalemo dengan jumlah

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROTOTIPE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENYEBARAN RUTE ANGKUTAN UMUM KOTA SEMARANG

PENGEMBANGAN PROTOTIPE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENYEBARAN RUTE ANGKUTAN UMUM KOTA SEMARANG PENGEMBANGAN PROTOTIPE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENYEBARAN RUTE ANGKUTAN UMUM KOTA SEMARANG Afif Luthfi Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro Email : luthrev@gmail.com ABSTRAK : Tugas Akhir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini penulis akan menjelaskan alasan mengapa penulis mengambil judul dari masalah yang dialami atau disebut juga latar belakang, rumusan masalah dan batasan masalah dari judul

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semenanjung Mangkalihat dikenal sebagai wilayah tektonik kompleks karbonat tersier di Pulau Kalimantan (Harman dan Sidi, 2000). Tinggian ini juga bertindak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Metode Penelitian Pada pendekatan penelitian ini merujuk dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti yang memiliki beberapa kesamaan judul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tulungagung terletak pada jalur primer yang menghubungkan kota Tulungagung dengan Kediri arah ke utara, ke timur menuju Blitar, dan ke barat menuju Trenggalek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana strata satu pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa klasik yang berkembang di Nusantara dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). Masa ini berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Penelitian dilakukan di Desa Gerbosari,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Menurut Sugiyono (0:6) mengemukakan bahwa metode survei digunakan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang kaya akan situs-situs arkeologi baik yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Sarana prasarana yang ada di Sungai Progo, yang melintasi dua Propinsi dan empat Kabupaten yaitu Kabupaten Magelang di Propinsi Jawa

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 22 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep (Gambar 13). Pemilihan lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi saat ini fungsinya sudah merambah ke

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi saat ini fungsinya sudah merambah ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi saat ini fungsinya sudah merambah ke berbagai bidang baik pendidikan, kesehatan, perbankan termasuk di dalamnya pada bidang pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi mengenai perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya ini dilakukan di Kota Surakarta, tepatnya di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Studi ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Samarinda merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia serta salah satu kota terbesar di Kalimantan. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan menuju daerah tujuan wisata. Terdapat dua fungsi dari atraksi

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan menuju daerah tujuan wisata. Terdapat dua fungsi dari atraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atraksi wisata merupakan salah satu komponen penting dalam pariwisata. Atraksi merupakan salah satu faktor inti tarikan pergerakan wisatawan menuju daerah tujuan wisata.

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

Session_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG

Session_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) Oleh: Ardiansyah, S.Si GIS & Remote Sensing Research Center Syiah Kuala University, Banda Aceh Session_01 - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding

Lebih terperinci