BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama
|
|
- Hadian Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh berbagai pihak dengan berbagai kepentingannya. Oleh karena semakin hari semakin banyak ditemukan kembali tinggalan arkeologi baik yang bersifat artefaktual maupun monumental, maka para peneliti dan pemerhati benda-benda budaya berkeinginan untuk membentuk lembaga-lembaga resmi yang menangani tinggalan-tinggalan tersebut. Lembaga pengelola tersebut kemudian secara resmi berdiri sekitar awal abad ke 20, yakni dengan dikeluarkannya surat keputusan Pemerintah tanggal 14 Juni 1913 Nomor 62 ditandai dengan berdirinya Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie (Jawatan Purbakala) sebagai badan tetap yang bertugas dalam bidang kepurbakalaan dengan pemimpin pertama yaitu Dr.N.J.Krom. Jawatan Purbakala bertugas menyusun data, mendaftar, dan mengawasi peninggalan-peninggalan purbakala diseluruh kepulauan, membuat rencana serta mengambil tindakan-tindakan pada peninggalan purbakala dari bahaya runtuh lebih lanjut, melakukan pengukuran dan penggambaran dan selanjutnya melakukan penelitian kepurbakalaan dalam arti yang seluas-luasnya (Soekmono, 1976:1). Di masa pemerintahannya Krom meletakkan dasar-dasar organisasi baru yang menjamin tugas dapat berlangsung sebaik mungkin. Pada perkembangan selanjutnya wadah instansional
2 2 ini meneruskan, menyempurnakan serta mengisi kekosongan kegiatan arkeologi dan menciptakan berbagai hipotesa atau teori dan metode kerja. Sejak lahirnya Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie sebagai lembaga ilmiah arkeologi banyak hasil yang dicapai dan dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan arkeologi di Indonesia. Demikian seterusnya hingga masa kini berkembang penanganan dari para ahli yang menguasai pengetahuan dalam pengumpulan dan pengolahan data serta penyusunan dan penyesuaian teori terhadap hasil-hasil baru. Upaya perlindungan kerusakan terhadap peninggalan-peninggalan purbakala untuk pertama kalinya dengan membentuk peraturan Monumenten Ordonnantie Stbl. Nomor 238 tahun Pengertian peninggalan purbakala menurut undang-undang MO tersebut tertuang pada pasal 1 ayat (1) yang dianggap sebagai Monumen dalam pengertian ini (a) benda-benda bergerak maupun tak bergerak yang dibuat oleh tangan manusia, bagian atau kelompok benda-benda dan juga sisa-sisanya pokoknya berumur 50 tahun atau memiliki masa langgam yang sedikit-dikitnya berumur 50 tahun dan dianggap mempunyai nilai penting bagi prasejarah, sejarah atau kesenian; (b) bendabenda yang dianggap mempunyai nilai penting dipandang dari sudut palaeoanthropologi; (c) situs yang mempunyai petunjuk yang kuat dasarnya bahwa di dalamnya terdapat benda-benda yang dimaksud pada a dan b. Segala sesuatu bilamana benda-benda tersebut baik tetap maupun sementara, telah dicantumkan dalam daftar, disebut Daftar Monumenten Umum Pusat yang disusun dan dikelola atas usaha Kepala Dinas Purbakala. Monumenten Ordonnantie Stbl. Nomor 238 tahun 1931 hanya memberikan sanksi hukuman yang sangat ringan terhadap perusak benda cagar budaya, berupa
3 3 hukuman tahanan setinggi-tingginya 3(tiga) bulan dan atau denda yang tidak lebih dari 500 Gulden seperti yang tertuang pada pasal 12 ayat (1) Monumenten Ordonnantie (Nurbaiti, 1998: ). Monumenten Ordonnantie Stbl. Nomor 238 tahun 1931 kemudian menjadi kurang efektif pelaksanaannya dan dianggap tidak sesuai dengan upaya perlindungan dan pemeliharaan demi pelestarian benda cagar budaya. Maka pemerintah sejak tanggal 21 Maret 1992 mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dalam Undang-undang ini dijelaskan pada pasal 1 ayat (1) bahwa benda cagar budaya adalah (a) benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; (b) benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 mencantumkan sanksi pidana maupun pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yaitu. Barangsiapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau warna, memugar, atau memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp ,00 (seratus juta rupiah) (Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1992). Barangsiapa dengan sengaja melakukan pencarian benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lainnya tanpa izin dari
4 4 Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) (Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1992). Menimbang bahwa Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu disempurnakan, maka dilakukan revisi atas Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, menjadi Undangundang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam Undang-undang Nomor 11 pada pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Dalam Undang-Undang ini juga terkandung pengertian mengenai benda cagar budaya yang diuraikan pada Pasal 1 ayat (2) bahwa Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mencantumkan sanksi pidana terkait dengan pengamanan cagar budaya berupa. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun/atau denda paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 104 UU No. 11 Tahun 2010)
5 5 Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah) (Pasal 105 UU No. 11 Tahun 2010). Revisi atas berbagai peraturan seperti Monumenten Ordonnantie Stbl. Nomor 238 tahun 1931, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dan kemudian menjadi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa Benda Cagar Budaya dan Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sehingga patut dilestarikan. Perubahan pada undang-undang tersebut terjadi karena undang-undang sebelumnya sudah tidak sesuai dengan upaya perlindungan dan pemeliharaan demi pelestarian benda cagar budaya di masa kini. Perbedaan juga terjadi pada sanksi pidana pada pasalpasal yang berlaku, yaitu lama masa hukuman dan jumlah nominal denda, serta peraturan yang dibuat lebih mendetail sesuai dengan tindakan pidananya. Sejak tahun 1953 tugas-tugas arkeologi mulai ditangani oleh para ahli secara formal dan institusi arkeologi yang berganti nama menjadi Dinas Purbakala. Surat-surat keputusan Menteri P dan K nomor 22/O/1975 dan nomor 79/O/1975 memisahkan kegiatan arkeologi menjadi dua jenis yaitu badan yang menampung kegiatan administratif ialah Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah) dan yang melakukan kegiatan ilmiah adalah Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) (Tim Penyusun, 1999:7-8). Keberadaan lembagalembaga tersebut merupakan pengelola sumberdaya arkeologi yang telah dirintis sejak awal berdiri hingga masa sekarang.
6 6 Berdasarkan hasil penelitian para ahli arkeologi benda cagar budaya di daerah Bali meliputi masa prasejarah, masa klasik, masa Islam dan masa kolonial. Hasil penelitian inilah kemudian digunakan sebagai data dalam merekonstruksi sejarah perkembangan suatu bangsa dan kebudayaan khususnya di daerah Bali. Oleh karena itu perlu adanya wujud nyata dan kebersamaan antara masyarakat dan pemerintah untuk menjaga, diantaranya melalui pelestarian dan pemanfaatan secara bijaksana sesuai dengan kaidah yang digariskan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Tugas dari ilmu arkeologi tidak hanya terbatas dalam merekonstruksi sejarah masa lalu melainkan mengupayakan usaha pelestarian benda-benda purbakala. Kearifan lokal maupun tradisi yang berkembang di masyarakat bersangkutan dalam pengelolaan sumberdaya budaya harus tetap terpelihara (Ardika, 2002:21). Keberadaan tinggalan arkeologi sebagai bagian dari sumberdaya budaya di Bali masih sangat dilestarikan mengingat di daerah ini memiliki tradisi dan adat istiadat yang masih tetap terjaga. Benda-benda purbakala di Bali sebagian besar dimanfaatkan sebagai living monument.. Sebagai monumen hidup benda-benda purbakala di Bali berada di kawasan pura yang digunakan sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu. Secara tidak langsung keberadaan tradisi yang masih berkelanjutan di masyarakat, dapat dijadikan suatu upaya agar tetap terpeliharanya suatu tinggalan arkeologi. Tradisi ini sangat berhubungan dengan masyarakat pendukung yang menjadi pelaksana dalam setiap kegiatannya. Tradisi masa lampau itu memang tidak semuanya cocok dengan kebutuhan pembangunan masyarakat modern, tetapi masa lampau telah mewariskan
7 7 nilai-nilai luhur yang justru perlu dipelihara untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam pembangunan masyarakat (Bagus, 2002:73-74). Masyarakat sebagai salah satu stakeholder harus dilibatkan dalam pengelolaan sumberdaya budaya yang terdapat di daerah atau wilayah mereka (Ardika, 2007: 118). Hal ini sebagai suatu upaya meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap peninggalan purbakala. Pemanfaatan tinggalan arkeologi adalah untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Pemanfaatan dan pelestarian diwujudkan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pelestarian, sehingga masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan tinggalan arkeologi yang ada di lingkungannya. Masyarakat pendukung menjadi penopang utama dalam keberadaan peninggalan purbakala baik dari keberlanjutan hingga pelestariannya. Pelestarian suatu tinggalan arkeologi tidak hanya melalui campur tangan pemerintah, namun masyarakat yang merasa memiliki dan melakukan aktivitas langsung pada tinggalan arkeologi juga wajib untuk ikut terlibat dalam upaya pelestarian tinggalan arkeologi di daerahnya. Kearifan lokal maupun lembaga tradisional yang berkembang di masyarakat bersangkutan dalam pengelolaan peninggalan purbakala harus tetap dipelihara dan dilibatkan. Pemerintah ataupun instansi yang berwenang diharapkan hanya sebagai fasilitator dalam pengelolaan tinggalan arkeologi bersangkutan (Ardika dalam Suarbhawa, 2006: 4). Dengan adanya suatu kerjasama dan hubungan yang baik antara stakeholder yang terlibat dalam penanganan suatu peninggalan purbakala yaitu masyarakat dan pemerintah maka kegiatan pengelolaan yang berkaitan dengan
8 8 pelestarian tinggalan arkeologi dapat berjalan dengan baik sehingga terciptanya pemikiran-pemikiran baru mengenai pemanfaatan bagi tinggalan arkeologi tersebut. Pura Sada Kapal merupakan salah satu pura kuna yang masih bersifat living monument bagi masyarakat pendukungnya dan dimanfaatkan sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu. Bangunan prasada dan candi bentar yang ada di Pura Sada Kapal merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang terdaftar dalam buku Daftar Inventarisasi Situs di Provinsi Bali Tahun 2007, sebagai Benda Cagar Budaya di Kabupaten Badung dengan nomor inventaris lama 3/14-03/ST/7a. Beberapa hal yang menarik pada pura tersebut antara lain terdapat di dalam lingkungan pura berupa bangunan prasada yang terbuat dari batu bata, dan berdasarkan data dari BP3 memiliki tinggi 17,5 meter. Bangunan tersebut aslinya dipercaya berasal dari jaman Majapahit, karena bentuknya seperti candi bergaya Jawa Timur dengan atap ramping meninggi. Sebagai penghubung antara jaba sisi dan jaba tengah pura terdapat gapura candi bentar dengan menggunakan hiasan kepala bhoma yang terbelah menjadi dua bagian disisi-sisi dalam dan luarnya. Beberapa bangunan purbakala lainnya yang terdapat di Pura Sada yaitu bangunan paduraksa (candi kurung) yang merupakan pintu masuk sebagai penghubung antara jaba tengah dan jeroan, pelinggih Mekel Mesatya yang berada di bagian dalam pura (jeroan) berbentuk seperti padma capah berukuran kecil-kecil dan keseluruhannya berjumlah 64 buah. Pada areal pura juga terdapat sejumlah pelinggih baik yang terbuat dari batu bata, batu padas, bangunan kayu, dan bangunan dengan konstruksi beratap ijuk, yang berada di jaba sisi, jaba tengah, maupun di jeroan. Bangunan-bangunan yang terdapat pada Pura Sada Kapal baik yang kuna maupun baru merupakan satu
9 9 kesatuan yang utuh dan mempunyai keterkaitan satu sama lain serta berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya hingga saat ini. Keberadaan tinggalan-tinggalan kepurbakalaan tersebut menjadi hal yang menarik bagi penulis untuk mengetahui bagaimana struktur, fungsi, dan status dari Pura Sada Kapal. Data struktur, fungsi, dan status pura menjadi dasar pengetahuan mengenai nilai-nilai penting yang terdapat di Pura Sada Kapal. Penulis juga ingin mengetahui bagaimana bentuk pengelolaan dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan Pura Sada Kapal. Harapan penulis yaitu dapat terciptanya suatu model pengelolaan yang saling bersinergi antara pemerintah dan masyarakat pendukung pura. Mengingat Pura Sada Kapal merupakan Cagar Budaya yang patut dijaga kelestariannya sebagai suatu warisan budaya khususnya di daerah Bali. Upaya pelestarian yang tidak hanya menyelamatkan bendanya namun dapat menyelamatkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya, penulis lebih khusus memaparkan mengenai pengelolaan Pura Sada Kapal dari sudut pandang ilmu arkeologi dan berdasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Sebelum penelitian ini dilaksanakan telah dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti antara lain yang membahas mengenai Tinjauan Arkeologi Mengenai Prasada di Pura Sada Kapal sebagai skripsi dari Ni Luh Suiti (1979). Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai prasada sebagai suatu bangunan terpenting di Pura Sada Kapal, baik dari latar belakang historis, hubungan dengan beberapa pura lainnya serta bentuk dan fungsi prasada. Selanjutnya penelitian oleh I Wayan Srijaya (2000) yang mengkaji mengenai Potensi Sumberdaya Budaya di Situs Pura Sada Kapal dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Kabupaten Badung. Penelitian sebagai skripsi juga dilakukan oleh Ni Putu
10 10 Septhi Antari (2001) dengan judul Pengembangan Kawasan Pura Sada Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata Di Desa Kapal Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Skripsi ini menjelaskan kajian terhadap pengembangan potensi Pura Sada Kapal sebagai daya tarik wisata budaya. I Putu Anom (2006) juga melakukan penelitian mengenai Potensi Pura Sada dan Pura Beji Langon sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Kapal Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Laporan penelitian ini menjelaskan mengenai potensi pura, penilaian atau persepsi wisatawan terhadap keberadaan potensi Pura Sada sebagai daya tarik wisata dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan potensi Pura Sada dan Pura Beji Langon. Atas dasar pertimbangan ini maka Pura Sada Kapal kemudian dijadikan sebagai objek penelitian. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas ada beberapa permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana struktur, fungsi, dan status Pura Sada Kapal sebagai salah satu pura kuna di Kabupaten Badung? 2. Bagaimana bentuk pengelolaan Pura Sada di Desa Kapal terkait dengan upaya pelestariannya? 3. Bagaimana bentuk pengelolaan Pura Sada di Desa Kapal terkait dengan upaya pemanfaatannya?
11 Tujuan Penelitian Sebuah penelitian memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai begitu pula pada penelitian ini, berdasarkan tujuan inilah dapat memudahkan penulis untuk menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh. Secara garis besar penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan tersebut yaitu sebagai berikut Tujuan Umum Arkeologi mempelajari kebudayaan masyarakat masa lalu melalui peninggalan yang terbatas. Oleh karena itu untuk mengungkap hal tersebut para arkeolog harus merumuskan tujuan penelitiannya ke dalam tiga pokok tujuan ilmu arkeologi menurut Binford, yaitu rekonstruksi sejarah kebudayaan, menyusun kembali cara-cara hidup masyarakat masa lalu, serta memusatkan perhatian pada proses dan berusaha memahami proses perubahan budaya, sehingga dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa kebudayaan masa lalu mengalami perubahan bentuk, arah, dan kecepatan perkembangannya (Tim Penyusun, 1999:8). Tujuan umum penelitian ini mempelajari tingkah laku manusia masa lampau dan masa kini yang dalam wujudnya sekarang yaitu tindakan pengelolaan terkait pelestarian dan pemanfaatan Pura Sada di Desa Kapal. Dalam hal ini penulis juga ingin mengetahui keterlibatan langsung masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan.
12 Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pencapaian akhir berupa jawaban terhadap tiga permasalahan yang dikemukakan sebagai berikut. 1. Mengetahui struktur, fungsi, dan status Pura Sada di Desa Kapal sebagai salah satu pura kuna di Kabupaten Badung. 2. Mengetahui dan mengungkapkan bentuk pengelolaan Pura Sada di Desa Kapal terkait dengan upaya pelestariannya. 3. Mengetahui dan mengungkapkan bentuk pengelolaan Pura Sada di Desa Kapal terkait dengan upaya pemanfaatannya. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut Manfaat Teoretis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi tambahan kepada kaum akademisi, masyarakat umum, dan pihak pemerintah khususnya mengenai pengelolaan Pura Sada Kapal. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan berupa referensi dan kepustakaan dalam kajian pengelolaan tinggalan arkeologi. Sehingga berguna untuk kepentingan penelitian ilmu arkeologi Indonesia di masa kini dan masa yang akan datang.
13 13 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai pengelolaan pura Cagar Budaya yang juga dapat dimanfaatkan untuk perkembangan pengetahuan di bidang ilmu lainnya Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya menyusun kebijakan-kebijakan terkait pelestarian dan pemanfaatan Pura Sada Kapal yang merupakan salah satu Cagar Budaya. 2. Menambah pemahaman bagi masyarakat umum dan khususnya masyarakat Desa Kapal mengenai nilai-nilai budaya yang terkandung pada tinggalan arkeologi di Pura Sada Kapal. Sehingga dapat menumbuhkan rasa ingin melestarikan pura sebagai suatu kebanggaan bagi daerahnya. 3. Sebagai sumber acuan bagi pengembangan pelestarian dan pengembangan pariwisata di Pura Sada Kapal agar lebih tertata dengan baik. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Pembatasan ruang lingkup objek dan permasalahan yang akan diteliti dapat mempermudah penulis dalam menyajikan penulisan yang sistematis dan terarah. Ruang lingkup dapat diartikan sebagai suatu batas kewilayahan dalam arti sempit pada suatu objek penelitian serta permasalahan yang akan dibahas mengenai objek tersebut Ruang Lingkup Objek Ruang lingkup objek pada penelitian ini yaitu pada Pura Sada di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Pura Sada merupakan salah satu Cagar
14 14 Budaya. Objek penelitian pada pura ini yaitu struktur pura, bangunan, dan tinggalan arkeologis yang terdapat dalam tiap halaman pura. Tinggalan arkeologis berupa candi bentar dengan menggunakan hiasan kepala bhoma yang terbelah menjadi dua bagian sesuai dengan pembagian belahan gapura tersebut. Candi bentar difungsikan sebagai pintu masuk dari jaba sisi ke jaba tengah pura. Prasada yang terbuat dari batu bata terdapat di jeroan pura yang merupakan bangunan utama dan berdasarkan data dari BP3 memiliki tinggi 17,5 meter. Beberapa bangunan purbakala lainnya yang terdapat di Pura Sada yaitu bangunan paduraksa (candi kurung) yang merupakan pintu masuk sebagai penghubung antara jaba tengah dan jeroan, pelinggih Mekel Mesatya yang berada di bagian dalam pura (jeroan) yang berbentuk seperti padma capah berukuran kecil-kecil yang berjumlah keseluruhan 64 buah. Disamping tinggalan berupa bangunan di Pura Sada Kapal juga terdapat dua buah arca perwujudan terdiri dari sebuah arca perwujudan laki-laki dan sebuah arca perwujudan wanita yang terdapat pada pelinggih Bhatara Manik Galih di jeroan pura. Arca-arca lainnya seperti arca melambangkan Sapta Rsi yang terdapat menghiasi badan prasada. Bangunan-bangunan yang ada di Pura Sada Kapal baik yang kuna maupun baru merupakan satu kesatuan yang utuh dan mempunyai keterkaitan satu sama lain dan berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya. Objek penelitian lainnya yaitu masyarakat pendukung Pura Sada yang berstatus sebagai pengempon, pengemong, dan penyiwi pura, pihak pemerintah seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Bali.
15 Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan meliputi struktur, fungsi, dan status Pura Sada Kapal sebagai salah satu pura kuna di Kabupaten Badung dan bentuk pengelolaan di Pura Sada Kapal. Pembahasan mengenai permasalahan stuktur, fungsi dan status pura akan dikaji melalui sumber-sumber tertulis, studi lapangan, dan wawancara. Permasalahan mengenai bentuk pengelolaan Pura Sada Kapal terkait dengan upaya pelestarian dan pemanfaatannya akan dikaji melalui hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pihak-pihak pengelola pura.
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 101 Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciPENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA
PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious
Lebih terperincib. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benda cagar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya
Lebih terperinciDAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUndang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya
Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1992 (5/1992) Tanggal : 21 MARET 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/27; TLN NO. 3470 Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi
Lebih terperincibiasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk
11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat
Lebih terperinciNOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA Menimbang: DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di
Lebih terperinciPerizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya
Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Fr. Dian Ekarini Balai Konservasi Borobudur email : fransiscadian79@gmail.com Abstak: Upaya pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu industri yang berdiri semenjak beberapa tahun terakhir ini. Namun rupanya ada pendapat yang menganggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.
Lebih terperincihakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai
Lebih terperinciPelestarian Cagar Budaya
Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semenjak gelombang reformasi bergulir wacana yang berkembang di kalangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak gelombang reformasi bergulir wacana yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia belum c berubah secara signifikan, yaitu meliputi isu demokratisasi, disintegrasi
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.
Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciUPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1
UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU Drs. M. Nendisa 1 1. P e n d a h u l u a n Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki warisan masa lampau dalam jumlah
Lebih terperinciUndang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo
Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciUNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK Pasal 2 Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh : a. Dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula
Lebih terperinciPasal 5: Setiap orang dilarang
PERUBAHAN RUU PORNOGRAFI JIKA DIBANDINGKAN DENGAN RUU SEBELUMNYA NO RUU-P LAMA (23 Juli 2008) RUU-P BARU (4 September 2008) 1. Pasal 5: Setiap orang dilarang melibatkan anak sebagai objek atas kegiatan
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *
PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * OLEH : DANAR WIDIYANTA A. Latar Belakang Perjalanan sejarah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1990 T E N T A N G K E P A R I W I S A T A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1990 T E N T A N G K E P A R I W I S A T A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora dan
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara melalui kawasan udara terlarang sebagaimana dimaksud
Lebih terperinci2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang besar adalah bangsa yang yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah berarti belajar dari pengalaman tentang hal yang telah terjadi di masa lalu. Keberhasilan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciBUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciNOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa statistik penting artinya bagi perencanaan, pelaksanaan,
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA SURABAYA SALINANAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015
SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PPM)
1 LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PPM) SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DI SINDUMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, YOGYAKARTA Oleh: Mudji Hartono, M. Hum. Ita Mutiara Dewi,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I BALI, Menimbang : a. bahwa kepariwisataan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Permasalahan yang ditimbulkan dari perkembangan kota adalah banyaknya bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan ekonomi maupun modernisasi.
Lebih terperinciDirektorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEPURBAKALAAN, KESEJARAHAN, NILAI TRADISIONAL DAN PERMUSEUMAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEPURBAKALAAN, KESEJARAHAN, NILAI TRADISIONAL DAN PERMUSEUMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 NOMOR 66) MENJADI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciTENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN WISATA CANDI BOROBUDUR DAN TAMAN WISATA CANDI PRAMBANAN SERTA PENGENDALIAN LINGKUNGAN KAWASANNYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta
Lebih terperinciBUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP
BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN
BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LOMBOK TENGAH, Menimbang : a. bahwa kekayaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843] BAB XI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 65 Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinci20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciBAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai
BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI 2.1 Latar Belakang Berdirinya Museum Pembangunan Museum Negeri Provinsi Jambi pada hakekatnya merupakan perwujudan nyata dari gagasan sebuah museum diwilayah Propinsi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciMODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA
MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa warisan budaya Bali merupakan
Lebih terperinci2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan
No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciPENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,
Lebih terperinciGUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU
1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cagar budaya merupakan kekayaan budaya yang penting demi memupuk kesadaran jati diri bangsa dan mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan
Lebih terperinciP E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN
P E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN DISAMPAIKAN DALAM WORKSHOP DOKUMENTASI CAGAR BUDAYA SELASA, 21 DESEMBER 2016 BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA (BPCB) GORONTALO
Lebih terperinci*9743 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 1997 (16/1997) TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright 2002 BPHN UU 16/1997, STATISTIK *9743 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 1997 (16/1997) TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.
Lebih terperinciBUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016
1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan
Lebih terperinciKita membuat pedoman perizinan, format perizinan, ataukah sistem perizinan?
Perizinan Cagar Budaya (Undang Undang--Undang Nomor 11 Tahun 2010) Kita membuat pedoman perizinan, format perizinan, ataukah sistem perizinan? Ada terdapat 16 pasal yang berhubungan dengan perizinan cagar
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 39, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3683) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1985 TENTANG PERIKANAN [LN 1985/46, TLN 3299]
UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1985 TENTANG PERIKANAN [LN 1985/46, TLN 3299] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 24 dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b 1 melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinci