BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Plato 1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada di perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara. Di Plato Dieng terdapat tinggalan arkeologi yang cukup beragam jenisnya. Tinggalan arkeologi yang terdapat di Plato Dieng berupa Kompleks Candi Arjuna, Kompleks Candi Setyaki, Kompleks struktur, dan saluran air. Keberadaan Kompleks candi, kompleks struktur, dan saluran air kuna menjadikan Plato Dieng memiliki karakteristik tata ruang percandian yang unik dibandingkan dengan candi-candi lain pada masa Mataram Kuna. Selain itu, Plato Dieng juga memiliki karakteristik lingkungan fisik unik berbeda dengan candi-candi di wilayah dataran rendah. Plato Dieng pada mulanya merupakan sebuah danau yang terbentuk karena pembendungan lava hasil dari letusan gunung api. Semakin cepatnya sedimentasi dari Pergunungan Api Dieng berakibat pada semakin cepat mengeringnya danau di Plato Dieng. Proses mengeringnya danau di Plato Dieng juga disebabkan oleh adanya upaya manusia pada masa klasik untuk mengeringkan danau dengan cara membuat saluran air keluar (Umbgrove, 1930 dalam Sumedi, 2013: 85). 1 Plato adalah sebuah dataran tinggi yang dikelilingi oleh perbukitan (Kamus Bahasa Indonesia, 2008: 1177)

2 2 Saluran air keluar di Plato Dieng disebut dengan Gangsiran Aswatama. Saluran tersebut berfungsi sebagai pengendali debit air serta mengeringkan danau pada masa klasik. Danau yang telah dikeringkan berubah menjadi dataran dan kemudian dimanfaatkan sebagai lokasi untuk mendirikan candi. Gangsiran Aswatama pernah difungsikan kembali pada 1856 oleh J. Kinbergen karena candicandi yang akan didokumentasikannya terendam air (Wirjosoeparto, 1957: 14). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Plato Dieng memiliki potensi air yang cukup besar bahkan dapat mengancam keberadaan candi namun kondisi tersebut tidak menyurutkan manusia untuk mendirikan candi dan struktur di bagian dataran. Keberadaan kompleks struktur di dekat percandian juga menjadi salah satu hal yang menarik karena candi-candi di Jawa Tengah jarang ditemukan struktur bekas bangunan. Kompleks Struktur di Plato Dieng diperkirakan merupakan bangunan semi profan pada masa klasik dan berfungsi sebagai tempat istirahat sementara bagi penziarah candi di Plato Dieng (Kempers, 1959: 32). Secara hipotesis, Kompleks struktur di Plato Dieng digambarkan memiliki umpak-umpak batu andesit sebagai penyangga bangunan, lantai dan tiang dari kayu tanpa dinding, serta atap terbuat dari jerami (BPCB Jawa Tengah, 2008). Bangunan tanpa dinding tentu kurang efektif untuk melindungi manusia dari suhu dingin, mengingat pada masa klasik Plato Dieng dikelilingi oleh hutan yang cukup lebat (Pudjoarinto, 1999: 229). Hal tersebut berdampak pada suhu udara yang lebih dingin dibandingkan suhu di Plato Dieng masa kini yang dapat mencapai 0ºC di malam hari. Kondisi suhu yang cukup dingin di Plato Dieng juga

3 3 tidak menyurutkan manusia pada masa klasik untuk melangsungkan aktivitas religi. Lokasi kompleks candi di Plato Dieng secara relatif berada jauh dataran rendah yang menjadi daerah aktivitas manusia pada masa klasik 2. Dataran rendah dimanfaatkan oleh manusia karena aksesibilitas yang mudah dan adanya sumber daya alam yang dapat mendukung kehidupan. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, kompleks candi dan struktur di Plato Dieng berada di sebuah dataran tinggi dan dikelilingi oleh Pergunungan api. Aksesibilitas juga tidak semudah di dataran rendah, untuk menuju Dieng harus melalui lereng-lereng pergunungan api yang cukup terjal. Salah satu akses menuju Dieng dapat ditempuh melalui jalan kuna yang disebut dengan Ondo Budho. Jalan tersebut menghubungkan wilayah dataran rendah dengan Plato Dieng, lokasinya berada di lereng-lereng perbukitan yang cukup terjal. Kondisi tersebut tentu memberikan gambaran aksesbilitas menuju Plato Dieng tidak semudah di dataran rendah. Keberadaan pergunungan api yang memiliki kawah-kawah aktif menjadi ancaman bagi peziarah candi pada masa klasik di Plato Dieng. Kawah-kawah aktif di sekitar Pergunungan Api Dieng dapat mengeluarkan gas beracun yang mengancam keselamatan manusia di Plato Dieng. Selain itu, Keberadaan bahaya longsor dari lereng-lereng terjal juga dapat menjadi salah satu ancaman bagi peziarah candi di Plato Dieng pada masa klasik. 2 Keberadaan candi-candi dan toponim-toponim di dataran rendah seperti daerah prambanan, daerah borobudur, dan daerah temanggung membuktikan adanya aktivitas manusia pada masa klasik (Degroot, 2009: 46-49)

4 4 Kondisi lingkungan di Plato Dieng yang berbeda dengan wilayah dataran rendah, tidak menyurutkan manusia pada masa klasik untuk memilih Plato Dieng sebagai tempat melangsungkan aktivitas keagamaan. Bahkan beberapa prasasti yang di temukan di Dieng dan sekitarnya, mengindikasikan Dieng digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama 3. Adanya penempatan kompleks candi yang jauh dari aktivitas manusia di dataran rendah dan dengan kondisi lingkungan yang sedemikian rupa tentu perlu dikaji lebih dalam. Pada dasarnya candi merupakan tempat yang sakral dan tempat yang digunakan untuk melakukan pemujaan terhadap dewa (Soekmono, 1993: 281). Kebutuhan akan ruang-ruang sakral tentu akan mendorong manusia untuk mempertimbangkan pemilihan lokasinya. Lokasi tersebut tentunya memiliki kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui latar belakang pemilihan lokasi situs-situs di Plato Dieng. I.2. Perumusan Masalah Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah faktor yang melatarbelakangi pemilihan lokasi situs-situs di Plato Dieng? 2. Bagaimanakah kesejajaran antara konsep ruang sakral dengan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng? 3 Prasasti Dieng tertua berangka tahun 809 M (kempers, 1959: 32) sedangkan prasasti termuda berangka tahun 1200 M (Nakada, 1985: 78-85)

5 5 I.3. Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengungkapkan latar belakang Plato Dieng dipilih sebagai lokasi untuk mendirikan bangunan suci. Materi yang dibahas difokuskan pada aspek lingkungan fisik serta konsep keagamaan yang dapat berpengaruh dalam pemilihan lokasi candi. Wilayah penelitian berada di Plato Dieng. Pengambilan wilayah penelitian didasarkan adanya kepadatan tinggalan arkeologi di Plato Dieng. Selain itu, keberadaan situs-situs dalam sebuah bentuklahan yang dulunya merupakan sebuah danau memiliki keunikan yang perlu dikaji. Batasan temporal atau periode yang digunakan dalam penelitian adalah abad ke-8 M hingga abad ke-9 M. Penggunaan periode ini didasarkan atas pertimbangan dari aspek arsitektural candi-candi di Kompleks Candi Arjuna dan Kompleks Candi Setyaki, prasasti, dan arca yang memiliki pertanggalan relatif sama dengan masa Mataram Kuna Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Memperoleh faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilihan lokasi situssitus di Plato Dieng. 2. Menjelaskan hubungan kesejajaran antara konsep ruang sakral dengan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng.

6 6 I.5. Keaslian Penelitian Laporan Belanda yang pertama kali yang menyebutkan Dieng adalah catatan H.C. Cornelius yang pernah berkunjung ke Plato Dieng tahun Laporan perjalanan tersebut berisi tentang kondisi Dieng yang merupakan sebuah danau besar sehingga beberapa candi di Plato Dieng teredam air. Pada tahun 1856 J. Kinbergen menindaklanjuti laporan Cornelius, Kinbergen mengaktifkan kembali Gangsiran Aswatama serta melakukan pemotretan dan penggalian namun hingga saat ini laporan penggalian Kinbergen tidak ditemukan. Penelitian dilanjutkan oleh H.L. Melville tahun , hasil dari penelitian tersebut mendorong Gubernur Hindia Belanda mengeluarkan sebuah surat keputusan yang berisi adanya 104 buah struktur, candi, dan temuan lepas yang berada di wilayah Dieng. Buku laporan Belanda tahun 1915 yang berjudul Rapporten Oudheid Kundige Dienst (ROD) juga mendiskripsikan mengenai Dieng. Pada laporan (ROD) disebutkan disekitar bekas pendhopo (struktur) Dieng ditemukan banyak arca-arca. Penelitian Dieng pernah dilakukan oleh Sutjipto Wirjosoeparto (1957) dengan judul penelitian Sedjarah Bangunan Kuna Dieng. Penelitian oleh Wirjosoeparto menyebutkan terdapat periodesasi dalam pembangunan percandian di Dieng. Penelitian arkeologi juga pernah dilakukan oleh Ph. Subroto (1973). Penelitian tersebut secara garis besar menggambarkan temuan dan sebarannya di Dieng. Penelitian arkeologi yang pernah dilakukan oleh mahasiswa di Dieng diantaranya: Latar Belakang Penempatan Dewa-Dewa Trimurti pada Candi

7 7 Srikandi (Susilo, 1996) yang membahas mengenai konsep-konsep penempatan Trimurti di Candi Srikandi namun tidak membahas dieng secara keseluruhan. Penelitian berjudul Karakteristik Arsitektur Candi Bhima (Suyamto, 1997) lebih membahas mengenai arsitektur Candi Bima. Penelitian Periodesasi Kompleks Percandian Dieng (Indah Purnastuti, 2000) menjelaskan mengenai periodesasi pembangunan candi-candi di Dieng berdasarkan gaya arsitekturnya. Penelitian Pembacaan Ulang Prasasti Mangulihi A dan Mangulihi B (Aziz A. Wicaksono, 2014) membahas aspek-aspek epigrafi dan paleografi pada kedua prasasti tersebut. Penelitian Karakteristik Arca pada Kompleks Percandian Dieng (Dimas R. Asiyanto, 2015) membahas karakteristik ikonografis arca-arca Dieng. Pada tahun 2010 Ekskavasi di Dieng dilakukan oleh Departemen Arkeologi UGM dan menemukan fragmen gerbah dan keramik. Penelitian mengenai pengelolaan sumber daya arkeologi yang dilakukan di Dieng diantaranya Studi pemintakatan Situs Kompleks Percandian Dieng (Hari U. Drajat, 1997), Pengelolaan Warisan Budaya di Plato Dieng: Kajian Lansekap, Sejarah Pengelolaan, dan nilai penting (Jajang A. Sonjaya, 2005), dan Studi Pelestarian Kawasan Rawan Bencana Geologi Percandian Dieng (Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, 2011). I.6. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan pustaka atau penelitian-penelitian yang ditinjau untuk memberikan gambaran sekaligus memperkuat analisis dan interpretasi. Topik-topik penelitian yang ditinjau dalam penelitian ialah tulisan

8 8 yang berhubungan dengan konsep pemilihan lokasi candi dan pengaruh lingkungan terhadap candi. Pustaka yang membahas mengenai konsep penempatan bangunan suci ialah tulisan Dwi Pradnyawan (2000) yang berjudul Latar Belakang Pemilihan Lokasi Situs-Situs Di Pegunungan Batur Agung, Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Topik yang dibahas adalah pengaruh ruang, pemujaan dewa, dan lingkungan terhadap pemilihan lokasi Situs. Laporan penelitian Niken Wirasanti (2001) yang berjudul Keberadaan Candi-Candi di Perbukitan Batur Agung membahas mengenai keterkaitan antara dari aspek keagamaan dan aspek lingkungan dalam pemilihan lokasi situs di Perbukitan Batur Agung. I.G.N. Anom dalam disertasinya membahas mengenai Keterpaduan Aspek Teknis dan Keagamaan dalam Pembangunan Candi: Studi Kasus Kompleks Candi Sewu. Disertasi tersebut memberikan gambaran konsepkonsep pemilihan lokasi. Pustaka mengenai konsep pemilihan lokasi bangunan suci adalah tulisan Prasanna Kumar Acharya (1926) yang berjudul Indian Architecture According to Manasara-Silpasastra. Tulisan tersebut membahas konsep-konsep bangunan suci di India pada umumnya. Pustaka-pustaka di atas digunakan untuk memberikan gambaran sekaligus membantu proses analisis yang dilakukan. Hubungan penempatan candi dengan lingkungan pernah dibahas dalam beberapa penelitian. Salah satunya adalah tulisan Mundardjito (1993) dalam disertasinya yang berjudul Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs-Situs Masa Hindu-Budha di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro

9 9 menjelaskan adanya variabel-variabel lingkungan yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi. Pustaka yang berhubungan dengan pemanfaatan lingkungan ialah penelitian dari Niken Wirasanti (2000) dalam tesis yang berjudul Pemanfaatan Sumber daya Lingkungan pada Masa Mataram Kuna Abad IX-X Masehi: Studi Kasus Wilayah Prambanan dan Sekitarnya. Penelitian tersebut menjelaskan adanya upaya pemanfaatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat pada masa klasik. Pustaka-pustaka yang berhubungan dengan lingkungan tersebut digunakan untuk membantu membahas hubungan situs dengan kondisi ekologis di sekitarnya. I.7. Metode Penelitian Penalaran yang digunakan dalam penelitian adalah penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir yang diawali dengan pengumpulan data berupa fakta-fakta yang ditemukan di lapangan kemudian di lakukan analisis untuk dikonstruksikan menjadi sebuah generalisasi atau kesimpulan (Sugiyono, 2008: 8-9). Sesuai dengan permasalah penelitian, penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis dan mendeskripsikan hasil penelitian. Penelitian deskriptif merupakan sebuah penelitian yang memberikan gambaran terhadap suatu fakta atau gejala dalam suatu fenomena tertentu yang disertai dengan analisis untuk memecahkan permasalahan penelitian (Singarimbun, 1981: 9-10). Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap:

10 10 I.7.1. TAHAP PENGUMPULAN DATA Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tinggalan arkeologi dan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian adalah konsep keagamaan, peta, dan penelitianpenelitian terkait. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui observasi lapangan dan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka. Cara-cara pengumpulan dan data-data yang dibutuhkan dijelaskan di bawah ini: I STUDI PUSTAKA. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder mencakup gambaran lingkungan fisik dan data tinggalan arkeologi di Plato Dieng. Pustaka yang dikumpulkan berupa laporan-laporan penelitian yang berkaitan dengan tinggalan arkeologi di Dieng serta kondisi lingkungan pada masa lalu di Plato Dieng. Data pustaka dikumpulkan terlebih dahulu agar mendapatkan gambaran umum wilayah penelitian. Pustaka yang dikumpulkan untuk pembahasan aspek keagamaan difokuskan pada tulisan-tulisan yang memuat konsep ruang sakral dalam agama Hindu, kosmologi gunung, hubungan pemujaan dewa dengan pemilihan lokasi candi, dan filosofi perjalanan hidup manusia pada agama Hindu. Peta yang dikumpulkan berupa peta rupa bumi Indonesia lembar Kejajar. Peta tematik yang dikumpulkan untuk memberikan gambaran lingkungan fisik di Dieng Plateau, yaitu: peta geologi, peta jenis tanah, peta sumber daya air, dan peta lereng. Peta lama yang memuat hasil-hasil

11 11 inventaris situs di Dieng juga digunakan untuk mengetahui sebarannya. Keseluruhan peta tersebut digunakan untuk mengetahui posisi situs, orientasi, dan sumber daya alam yang berada di sekitarnya. I OBSERVASI LAPANGAN. Observasi lapangan dilakukan untuk mengunpulkan data primer di lokasi penelitian (lihat peta 1, halaman 16). Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap tinggalan arkeologi dan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng. Data-data didokumentasi secara visual dengan foto dan verbal dengan melakukan pencatatan. Selain itu, juga dilakukan pencatatan koordinat tinggalan arkeologi agar dapat diolah dengan peta yang telah dikumpulkan. Tujuan dari observasi di Plato Dieng adalah mendapatkan gambaran data dan kondisi lingkungan yang ada pada saat ini. I.7.2. TAHAP PENDESKRIPSIAN Hasil dari pengumpulan data primer dan data sekunder yang telah didapatkan kemudian dideskripsikan. Data Primer hasil observasi terhadap tinggalan arkeologi yang berada di lokasi penelitian dideskripsikan. Deskripsi berupa kondisi tinggalan arkeologi dan kondisi lingkungan fisik di sekitar tinggalan arkeologi. Data primer tersebut juga ditambahkan data sekunder hasil studi pustaka untuk memperkuat gambaran kondisi lingkungan fisik dan tinggalan arkeologi.

12 12 Pendeskripsian juga dilakukan terhadap pustaka yang berkaitan dengan konsep kegamaan. Pendeskripsian ini mencakup konsep pemilihan lokasi candi, konsep kosmologi candi dan gunung, konsep perjalanan hindu, dan konsep pemujaan dewa yang berhubungan dengan bangunan suci. Deskripsi ini merupakan konsep-konsep yang akan dibahas pada bagian pembahasan. Pada tahap ini juga dilakukan proses registrasi, digitasi, dan pengelolaan basis data spasial agar peta-peta yang telah dikumpulkan dapat dianalisis dengan cara melakukan overlay antara peta situs dengan masing-masing peta tematik. Pada proses ini menghasilkan masing-masing peta tematik yang telah siap untuk dianalisis. I.7.3. TAHAP ANALISIS DAN INTEPRETASI Tahap analisis dilakukan dengan dua pendekatan yang berbeda, yaitu: pendekatan ekologi yang dilakukan dengan cara analisis terhadap lingkungan fisik dan pendekatan fenomenologi dilakukan dengan cara analisis konseptual dan kosmologi. Kedua pendekatan tersebut digunakan agar dapat memecahkan masalah penelitian. Pendekatan fenomenologi merupakan sebuah cara berfikir yang menekankan pada pengalaman-pengalaman manusia dan bagaimana manusia menginterpretasikan pengalamannya (Jailani, 2013: 42). Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna yang merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia (Smith, dkk., 2009: 11)

13 13 Pendekatan fenomenologi dalam penelitian digunakan untuk lebih mengungkapkan makna ataupun simbol terkait dengan hubungan penempatan situs dengan ruang yang sakral, hubungan kosmologi gunung dengan pemilihan lokasi bangunan suci, dan hubungan filosofi perjalanan hidup manusia dengan bangunan suci. Analisis digunakan dalam pendekatan fenomenologi adalah analisis kontekstual, analisis ini tidak memfokuskan pada satu tinggalan arkeologi saja, tetapi suatu tinggalan arkeologi hubungannnya dengan perilaku masyarakat yang berarti tinggalan arkeologi berasal dari sistem perilaku budaya (Mundardjito, 1993: 6-7). Pendekatan ekologi dilakukan dengan cara analisis lingkungan atau lansekap merupakan studi perbatasan yang mensinergikan aspek-aspek fisik dan budaya serta inter-relasi antara keduanya hingga membentuk fenomena bentanglahan masa lalu. Fokus pendekatannya pada hubungan antara corak dan sebaran tinggalan arkeologi dengan karakteristik bentanglahan di sekitarnya (Yuwono, 2007: ). Analisis terhadap lingkungan fisik dilakukan dengan cara melakukan overlay antara situs-situs dengan peta kondisi geologi, hidrologi, jenis tanah, dan lereng. Hasil analisis tersebut digunakan untuk menginterpretasikan gambaran hubungan penempatan situs dengan variabel lingkungan fisik di Plato Dieng.

14 14 I.7.4. TAHAP PENARIKAN KESIMPULAN Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam penelitian serta merupakan gambaran umum hasil pembahasan. Kesimpulan penelitian ditarik dari hasil analisis yang dilakukan penulis sehingga dapat diperoleh faktor-faktor yang melatarbelakangi pertimbangan pemilihan lokasi situs-situs di Dieng Plateau. Selain itu, juga diperoleh gambaran mengenai kesejajaran lingkungan fisik dengan konsep keagamaan di Dieng Plateau.

15 15 15

16 16

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang kaya akan situs-situs arkeologi baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa klasik yang berkembang di Nusantara dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). Masa ini berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan warisan budaya. Salah satu warisan budaya yang penting adalah bangunan-bangunan candi yang merupakan tinggalan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang berlatar belakang Hindu atau Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa. Orangorang di Jawa Timur menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik Indonesia, yaitu masa berkembangnya kebudayaan yang berlatar belakang agama Hindu-Budha, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA 3.1. Tata letak Perletakan candi Batujaya menunjukkan adanya indikasi berkelompok-cluster dan berkomposisi secara solid void. Komposisi solid ditunjukkan

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif 60 BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1.Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif. Menurut Suryabrata (1983), metode deskriptif eksploratif yaitu sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sangat kaya akan peninggalan kebudayaan pada jaman Hindu Budha. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa sansekerta

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Sejarah kebudayaan periode Indonesia Hindu-Budha diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Sejarah kebudayaan periode Indonesia Hindu-Budha diawali dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sejarah kebudayaan periode Indonesia Hindu-Budha diawali dengan masuknya pengaruh India di Indonesia hingga melemah dan berakhirnya pengaruh tersebut karena

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama matakuliah Kode/SKS Status mata kuliah Deskripsi Singkat : ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA : BDP 1107/ 2 SKS : Wajib : Pengenalan tinggalan arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain

BAB I PENGANTAR. wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Mataram Kuna merupakan kerajaan yang pernah berpusat di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY dengan peninggalannya antara lain candi. Kerajaan Mataram dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang dapat mendatangkan keuntungan ekonomis yang cukup menjanjikan. Hal ini yang menyebabkan kegiatan penambangan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdirinya hotel dan restoran di kawasan wisata dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, sebagai akibat dari pembangunan pariwisata yang tidak terpadu. Sebagai

Lebih terperinci

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA Irfanuddin Wahid Marzuki (Balai Arkeologi Manado) Abstrak The slopes of Mount Merapi are found the remains of the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peninggalan peninggalan sejarah yang tersebar luas hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang

Lebih terperinci

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan PETA SATUAN MEDAN TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan ALAT DAN BAHAN 1. Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 2. Peta Geologi skala 1 : 100.000 3. Peta tanah semi detil 4. Alat tulis dan gambar 5. alat hitung

Lebih terperinci

Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 6. Perkembangan Danau Borobudur dipengaruhi oleh adanya aktivitas vulkanik, tektonik, dan manusia. Ekosistem

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah

Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Verifikasi dan Validasi Pembelajaran, Warisan Budaya Tak Benda dan Kelembagaan. Kab. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah Foto tanggal 06 07 Agustus 2016 Pusat Data dan

Lebih terperinci

PENEMUAN SEBUAH CANDI BATA DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH THE FINDING OF BRICK CONSTRUCTED TEMPLE IN THE NORTHERN COASTAL OF CENTRAL JAVA

PENEMUAN SEBUAH CANDI BATA DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH THE FINDING OF BRICK CONSTRUCTED TEMPLE IN THE NORTHERN COASTAL OF CENTRAL JAVA PENEMUAN SEBUAH CANDI BATA DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH THE FINDING OF BRICK CONSTRUCTED TEMPLE IN THE NORTHERN COASTAL OF CENTRAL JAVA T.M. Rita Istari Balai Arkeologi Yogyakarta ABSTRACT The discovery

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan sejumlah bangunan antara lain; Alun alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil Utara, Cepuri, Keputren, Keputran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

BAB 3: TINJAUAN LOKASI

BAB 3: TINJAUAN LOKASI BAB 3: TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Kantor PT. Taman Wisata Candi Prambanan Borobudur dan Ratu Boko Yogyakarta 2.1.1 Profil Kantor PT. Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko PT. Taman Wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika 28 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika (2005:5) penelitian eksploratif adalah. Peneliti perlu mencari hubungan gejala-gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan terhadap dunia kepariwisataan di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar dan usaha untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Pegunungan Dieng Kabupaten Wonosobo dengan kemiringan lereng > 40 %. Suhu udara Pegunungan Dieng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA

LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA 1. Visi dan Misi dari Balai Arkeologi Yogyakarta itu sendiri apa? 2. Dari zaman apa Situs Liyangan? - Apakah promosi tersebut berjalan dengan lancer?

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif, sehingga dalam penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yang pertama adalah penelitian lapangan dan yang kedua adalah penelitian

Lebih terperinci

PROPOSAL KERJASAMA PENELITIAN DAN KAJIAN ARKEOLOGI PUBLIK DI DATARAN TINGGI DIENG. Diajukan Kepada Yth : BAPAK GUBERNUR JAWA TENGAH DI SEMARANG

PROPOSAL KERJASAMA PENELITIAN DAN KAJIAN ARKEOLOGI PUBLIK DI DATARAN TINGGI DIENG. Diajukan Kepada Yth : BAPAK GUBERNUR JAWA TENGAH DI SEMARANG PROPOSAL KERJASAMA PENELITIAN DAN KAJIAN ARKEOLOGI PUBLIK DI DATARAN TINGGI DIENG Diajukan Kepada Yth : BAPAK GUBERNUR JAWA TENGAH DI SEMARANG Diajukan oleh : YAYASAN TAMAN SYAILENDRA AKTA NOTARIS :No.

Lebih terperinci

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PENDOKUMENTASIAN CAGAR BUDAYA (Pengantar Umum) Pengertian CAGAR BUDAYA Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. Berbagai potensi bencana alam seperti gempa, gelombang tsunami, gerakan tanah, banjir, dan

Lebih terperinci

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R Oleh : INDIRA PUSPITA L2D 303 291 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN Para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pembagian gaya seni candi masa Majapahit maupun Jawa Timur antara lain adalah: Pitono Hardjowardojo (1981), Hariani Santiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata

BAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wana Wisata Kawah Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata Kawah Putih

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang memiliki kekayaan akan peninggalan kebudayaan. Bentuk dari peninggalan kebudayaan dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 1. Sejarah Sunda Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang

Lebih terperinci

Perkembangan Arsitektur 1

Perkembangan Arsitektur 1 Perkembangan Arsitektur 1 Minggu ke 5 Warisan Klasik Indonesia By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST, MT Material Arsitektur Klasik Indonesia Dimulai dengan berdirinya bangunan candi yang terbuat dari batu maupun

Lebih terperinci

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa Gb 3.9 Denah Candi Jiwa Jika dibandingkan dengan candi-candi periode Mataram Kuno, candi dengan denah berpintu empat merupakan candi yang istimewa, seperti halnya candi Siwa Prambanan yang bersifat Hindu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Dieng merupakan kawasan wisata yang terkenal di Jawa Tengah dengan banyaknya objek wisata antara lain kawah, telaga, candi, theater serta museum yang terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candi Cetho merupakan salah satu candi peninggalan jaman Hindu yang dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi,

Lebih terperinci

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Telah dikemukakan pada awal penulisan skripsi ini, bahwa pokok pembahasan permasalahan yang dikaji adalah Bagainamakah Interior Masjid Indrapuri di Aceh di tinjau dari Mihrab,

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah

BAB I PENDAHULUAN. barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Gunung api Dieng memiliki 10 kawah aktif yang terbagi menjadi kelompok barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah Sinila, dan Kawah

Lebih terperinci

RILIS PERS: Rekomendasi FGD Pemasangan Kembali Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur, Yogyakarta, 2-3 Februari 2018

RILIS PERS: Rekomendasi FGD Pemasangan Kembali Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur, Yogyakarta, 2-3 Februari 2018 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Konservasi Borobudur RILIS PERS: Rekomendasi FGD Pemasangan Kembali Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur, Yogyakarta, 2-3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia termasuk Negara Kepulauan yang memiliki rangkaian pegunungan dengan jumlah gunung berapi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 240 gunung. Diantaranya, sekitar 70

Lebih terperinci

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 PENDAHULUAN PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya (cultural heritage), yang berasal dari berbagai

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Lokasi yang dijadikan fokus penelitian berlokasi di TWA Cimanggu Sesuai administrasi pemangkuan kawasan konservasi, TWA Cimanggu termasuk wilayah kerja Seksi Konservasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perancangan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perancangan BAB II KAJIAN TEORI A. Perancangan Perancangan adalah fase pertama dalam pengembangan rekayasa produk atau sistem. Kata perancangan berasal dari kata kerja merancang yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. ilmu geografi, dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar (Widoyo Alfandi,

III. METODE PENELITIAN. ilmu geografi, dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar (Widoyo Alfandi, 21 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian geografi adalah tata cara kerja atau pedoman yang sistematis untuk memahami obyek penelitian geografi, dengan menggunakan alat dan melalui

Lebih terperinci

Nurlaila Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jl. Medan Merdeka Barat No. 17, Jakarta

Nurlaila Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jl. Medan Merdeka Barat No. 17, Jakarta TINJAUAN TERHADAP KONFLIK KEPENTINGAN PADA: DESTINASI WISATA DIENG PLATEU Nurlaila Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jl. Medan Merdeka Barat No. 17, Jakarta 10110 Email: ellanurlaila67@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tatanan Lanskap Situs Ratu Boko

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tatanan Lanskap Situs Ratu Boko 36 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tatanan Lanskap Situs Ratu Boko 5.1.1 Karakteristik Lanskap Alami Situs Ratu Boko diduga telah dihuni sejak tahun 700 Masehi sampai dengan 1400 Masehi. Secara administratif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. memiliki keterkaitan dengan topik dari permasalahan yang akan dikaji. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 1.1 Tinjauan pustaka Tinjauan pustaka dalam penelitian ini menggunakan beberapa sumber berupa jurnal ilmiah, artikel, buku ataupun internet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Kondisi Umum Pegunungan Menoreh Kulonprogo 3.1.1. Tinjauan Kondisi Geografis dan Geologi Pegunungan Menoreh Pegunungan Menoreh yang terdapat pada Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik wilayah pegunungan dan perbukitan, sehingga seringkali terjadi bencana. Tanah merupakan salah satu bencana alam yang paling sering

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1 LAMPIRAN JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A Gua + Relief Relief bercerita tentang peristiwa sejarah manusia purba (bagamana mereka hidup, bagaimana mereka tinggal, dll) 5m x

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 147 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN CANDI GUNUNG GANGSIR DI KABUPATEN PASURUAN SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Geologi lingkungan merupakan suatu interaksi antara manusia dengan alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling mempengaruhi

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci