BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri, khususnya bagi orang-orang di pedesaan. Banyak diantara warga pedesaan yang memilih merantau ke Kota Jakarta demi memperoleh kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, arus urbanisasi sulit dikendalikan. Akibatnya Jakarta menjadi kota yang padat penduduk. Dengan penduduk yang relatif padat, kebutuhan akan lahan menjadi tinggi (Tanudirjo, 2006). Oleh sebab itu, pembangunan di Jakarta terjadi begitu cepat. Terkadang, pembangunan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan keserasian lingkungan disekitarnya. Tidak heran jika bangunan-bangunan baru berkembang tanpa mempertimbangkan keberadaan bangunan lama yang sudah ada sebelumnya (Budihardjo, 1999: 31). Hal tersebut terjadi di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok yang berada di Kelurahan Tanjung Priok, Kecamatan Tanjung Priok, Kota Administrasi Jakarta Utara. Kata kompleks memiliki arti himpunan kesatuan atau kelompok (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Dalam konteks ini, kompleks diartikan sebagai kesatuan ruang berupa lahan. Sementara itu, dalam Pasal 1 ayat 3 UU RI No.23/2007 tentang Perkeretaapian, stasiun dinyatakan sebagai salah satu 1

2 2 prasarana perkeretaapian 1. Oleh sebab itu, yang dimaksud dengan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok yaitu ruang berupa lahan yang di atasnya terdapat jalur kereta api, Stasiun K.A Tanjung Priok, dan fasilitas operasi kereta api. Pada awalnya Stasiun K.A Tanjung Priok berada di dalam areal Pelabuhan Tanjung Priok. Stasiun tersebut dibangun bersamaan dengan Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1877 dan diresmikan pada tanggal 2 November 1885 (de Jong, 1993: 94). Berkaitan dengan peningkatan aktivitas pelayaran, stasiun tersebut dibongkar demi perluasan areal pelabuhan. Oleh sebab itu, pada tahun 1914, Pemerintah Hindia Belanda melalui Staatsspoorwegen membangun Stasiun K.A Tanjung Priok yang baru di sebelah Halte Sungai Lagoa (Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI, 2014). Kemudian, stasiun baru tersebut diresmikan pada 6 April 1925, bertepatan dengan ulang tahun Staatsspoorwegen yang ke-50 tahun (de Jong, 1993: 94-95). Setelah peresmian tersebut, aktivitas perkertaapian di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, melayani pengangkutan penumpang serta barang. Aktivitas tersebut berlangsung bukan tanpa kendala. Pada masa pemerintahan Jepang, aktivitas perkeretaapian di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, diprioritaskan untuk kepetingan perang dan pengiriman romusha (Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI, 2014). Setelah masa kemerdekaan, terjadi penutupan lintasan-lintasan kereta api di Sumatra, Jawa hingga Madura. Pada akhirnya, di bulan Juni 1999, Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok berhenti beroperasi. Bersamaan dengan penghentian operasional tersebut, Kota Jakarta 1 Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta dapat dioperasikan.

3 3 semakin berkembang dan arus urbanisasi semakin meningkat. Di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, hal tersebut menyebabkan lingkungan stasiun dipadati oleh bangunan-bangunan baru (Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI, 2014). Di sebelah barat bangunan stasiun terdapat permukiman, sedangkan di pagar pembatas jalur rel sisi selatan terdapat rumah tinggal dan bangunan usaha. Adapun di atas jalur rel, di sebelah barat daya bangunan stasiun, terdapat tendatenda sebagai ruang tinggal sementara. Sementara itu, dengan kondisi demikian, bangunan stasiun pada Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok ditetapkan sebagai Cagar Budaya berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM. 13/PW/.007/MKP/05 pada 25 April Oleh sebab itu, pada tahun 2009, pemugaran dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi Stasiun K.A Tanjung Priok serta untuk melestarikan bangunan stasiun sebagai Cagar Budaya. Melalui pemugaran tersebut, jalur rel di sebelah barat daya bangunan stasiun terbebas dari tenda-tenda yang digunakan sebagai ruang tinggal sementara, namun permukiman serta rumah tinggal dan bangunan usaha masih tetap ada. Keberadaan bangunan-bangunan baru tersebut berdampak pada kelestarian bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok yang merupakan Cagar Budaya. Dinding koridor bangunan stasiun sisi selatan mengalami aksi vandalisme berupa coretan dan goresan. Oleh sebab itu, setelah tanggal 1 Agustus 2015, Stasiun K.A Tanjung Priok kembali ditutup untuk keperluan pemugaran. Pemugaran tersebut dilakukan untuk memperbaiki bagian-bagian pada bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok yang mengalami kerusakan dan pelapukan. Setelah dipugar, Stasiun K.A Tanjung

4 4 Priok kembali beroperasi pada 21 Desember Melalui pemugaran tersebut, kondisi fisik bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok menjadi cukup baik, namun bangunan baru masih dapat dijumpai di dalam Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Di sebelah barat bangunan stasiun masih terdapat permukiman, sedangkan di sepanjang pagar pembatas bangunan sisi utara dapat dijumpai kedai-kedai. Sementara itu, di pagar pembatas jalur rel sisi selatan masih terdapat rumah tinggal dan bangunan usaha. Oleh sebab itu, kondisi fisik bangunan stasiun yang cukup baik saat ini, rentan kembali seperti sebelum dipugar. Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok merupakan sumberdaya arkeologi yang keberadaannya perlu dilestarikan. Dalam Pasal 1 ayat 22 UU RI No.11/2010 tentang Cagar Budaya disebutkan bahwa, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Oleh sebab itu, berdasarkan kenyataan yang ada, maka dalam melestarikan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok diperlukan suatu upaya pelindungan. Hal tersebut menjadi penting untuk dilakukan, mengingat Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok memiliki potensi nilai penting yang perlu dipertahankan. Selain itu, upaya pelindungan perlu dilakukan, terkait pesatnya pembangunan kota yang mengancam keberadaan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok beserta nilai pentingnya, karena telah merubah pemanfaatan ruang yang semula diperuntukan bagi prasarana perkeretaapian menjadi ruang untuk hunian dan usaha.

5 5 I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana bentuk pelindungan yang tepat untuk dilakukan dalam menjaga nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dari ancaman yang ada? I.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian digunakan sebagai batasan dalam menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Dengan adanya ruang lingkup, maka penelitian ini difokuskan pada wilayah Kelurahan Tanjung Priok, dengan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sebagai objek utama, guna menganalisis potensi nilai penting dan potensi ancaman yang ada. Analisis potensi nilai penting didasari pada kondisi Kompleks Stasiun K.A Tanjung sebelum pemugaran kedua dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kompleks stasiun sebagai acuan dalam menganalisis potensi ancaman dengan mempertimbangkan keadaan ruang kompleks pascapemugaran. Adapun Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok memiliki batas Jalan Taman Stasiun di sebelah timur, Jalan Cucut di sebelah selatan, daerah Volker di sebelah barat dan Jalan R.E Martadinata di sebelah utara.

6 6 I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu model pelindungan yang tepat dalam menjaga nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga ancaman yang ada tidak terjadi di kemudian hari. Oleh sebab itu, penelitian ini bersifat preventif. Melalui tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu arkeologi, sebagai suatu model pelindungan sumberdaya arkeologi berbasis Cultural Resources Management (CRM). Sementara itu, bagi pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan penataan kawasan bernilai historis di wilayah Kelurahan Tanjung Priok. Adapun penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dalam melestarikan sumberdaya arkeologi sebagai warisan budaya bangsa. I.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok telah banyak dikaji dalam berbagai disiplin ilmu, namun sejauh ini, penelitian mengenai upaya pelindungan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dengan kajian nilai penting dan tata ruang, belum pernah ditemui. Adapun penelitian mengenai Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok pernah dilakukan oleh de Jong (1993) dengan judul Spoorwegstasion op Java. Dalam penelitian tersebut, de Jong (1993) mendeskirpsikan sejarah pendirian Stasiun K.A Tanjung Priok, proses pembangunan serta unsur arsitektur dan konstruksi bangunan Stasiun K.A

7 7 Tanjung Priok. Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Andriani (1994) dengan judul Kota Tanjung Priok. Penelitian tersebut mencakup perencanaan Kota Tanjung Priok untuk mengantisipasi perkembangan kota yang kurang terencana. Salah satu cara yang disjikan Andriani (1994) dalam mengantisipasi perkembangan Kota Tanjung Priok yang kurang terencana, yaitu dengan memakai transportasi massal, yaitu kereta, untuk menanggulangi kemacetan melalui Stasiun K.A Tanjung Priok. Sementara itu, Debby Puspasari (1999) pernah melakukan penelitian dengan judul Hotel Transit di Bekas Bangunan K.A Tanjung Priok. Penelitian tersebut membahas perencanaan dalam pembangunan sebuah hotel transit di bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok yang tidak lagi beroperasi. Puspasari (1999) dalam penelitiannya merancang bangunan hotel transit tersebut dengan menyelaraskan bentuk bangunan lama dan baru agar sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Penelitian juga dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang (2010) dengan judul Laporan Ekskavasi Bungker di Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dalam penelitian tersebut BPCB Serang (2010) melakukan kegiatan ekskavasi pada bungker yang berada tepat dibawah ruang loket tiket utara. Melalui kegiatan ekskavasi tersebut, ditemukan artefak yang diperkirakan berasal dari awal abad ke-20. Adapun penelitian juga pernah dilakukan Hadi (2013) dengan judul Stasiun Kereta Api Tanjung Priok, Jakarta Tahun , Sebuah Kajian Arkeologi Industri. Dalam penelitian tersebut, Hadi (2013) mendeskirpsikan sejarah pendirian dan mengidentifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok untuk

8 8 merekonstruksi aktivitas industri yang pernah terjadi di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok pada tahun Penelitian berikutnya dilakukan oleh BPCB Serang (2015) dengan judul Studi Teknis Stasiun Kereta Api Tanjung Priok. Penelitian ini terfokus pada identifikasi kerusakan yang terjadi di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Dalam penelitian tersebut, BPCB Serang (2015) mengidentifikasi degradasi yang terjadi pada bangunan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga menyebabkan kerusakan dan pelapukan. I.6 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada sumber tertulis berupa buku, artikel, dan skripsi. Dalam memperoleh data sejarah dan perkembangan perkeretaapian di Batavia, dirujuk tulisan Tim Telaga Bakti Nusantara (1997) dengan judul Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I. Sementara itu, dalam memperoleh data sejarah pendirian Stasiun K.A Tanjung priok dan perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, dirujuk tulisan de Jong (1993) dengan judul Spoorwegstasion op Java, tulisan Hadi (2013) dengan judul Stasiun Kereta Api Tanjung Priok, Jakarta Tahun , Sebuah Kajian Arkeologi Industri, serta artikel yang diterbitkan oleh Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (2014) dengan judul Riwayat Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Selain itu, dalam memperoleh data mengenai perkembangan wilayah Kelurahan Tanjung Priok, dirujuk tulisan Tiranda (1979) dengan judul Pelabuhan Tanjung Priok di Masa Lampau, tulisan Hanna (1988) dengan judul Hikayat

9 9 Jakarta, serta tulisan BPS Kota Administrasi Jakarta Utara (2014) dengan judul Statistik Daerah Kecamatan Tanjung Priok Adapun dalam menetapkan nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, dirujuk tulisan Tanudirjo (2004) dengan judul Kriteria Penetapan Benda Cagar Budaya. Sementara itu, dalam mengidentifikasi potensi ancaman dari analisis tata ruang Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, dirujuk tulisan Mundardjito (1995) dalam Berkala Arkeologi Tahun XV Edisi Khusus 1995 dengan judul Kajian Kawasan: Pendekatan Strategis dalam Penelitian Arkeologi di Indonesia Dewasa Ini, serta ketentuan dalam UU RI No.23/2007 tentang Perkeretaapian, PP No.56/2009 tentang Penyelengaraan Perkeretaapian, dan Perda Provinsi DKI Jakarta No.1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Adapun untuk melakukan analisis lanjutan dalam bentuk SWOT, dirujuk tulisan Rangkuti (1998) dengan judul Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. I.7 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan CRM. Dalam pengelolaan sumberdaya budaya, pendekatan CRM digunakan untuk mencapai tujuan pelestarian dan pemanfaatan suatu sumberdaya budaya (Clarke dan Smith, 1996: 7-11). Adapun penalaran yang digunakan dalam penelitian ini bersifat induktif, untuk mengkaji hal-hal khusus menuju ke kesimpulan umum (Endraswara, 2006: 30). Oleh sebab itu, penalaran tersebut digunakan untuk melihat fenomena yang ada guna mengidentifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Hasil dari

10 10 identifikasi tersebut dijadikan acuan dalam menentukan potensi nilai penting dan potensi ancaman yang ada, dengan menggunakan pendekatan CRM dan metode analisis bersifat deskriptif. Analisis tersebut selanjutnya disintesiskan ke dalam bentuk SWOT sebagai analisis lanjutan untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan upaya pelindungan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: I.7.1 Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data diawali dengan melakukan perizinan ke instansi terkait seperti, BPCB Serang, Dinas Penataan Kota Jakarta Utara, Unit Station Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Humas DAOP I Jakarta, Unit ESD Kantor Pusat PT.KAI (Persero), Kepala Stasiun K.A Tanjung Priok, dan Aset DAOP I. Selanjutnya pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei, wawancara, studi pustaka, dan penelusuran internet. Survei dilakukan dengan mengunjungi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok untuk mengetahui keadaan fisik dan fungsi bangunan, baik fungsi saat ini maupun fungsi aslinya. Dalam survei dilakukan juga pengamatan, pencatatan, dan pendokumentasian. Sementara itu, wawancara dilakukan dengan narasumber dari instansi tersebut di atas, untuk memperoleh informasi tentang keadaan eksisting dan hambatan yang dimiliki Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Sementara itu, studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data terkait dengan sejarah dan perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok serta wilayah Kelurahan Tanjung Priok. Adapun penelusuran internet dilakukan untuk memperoleh data,

11 11 khususnya berupa foto dan peta lama yang terkait dengan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. I.7.2 Pengolahan Data Dalam tahapan ini, data yang telah terkumpul dideskripsikan secara verbal dan piktoral sehingga menghasilkan data baru berupa gambaran umum wilayah, sosial dan demografi Kelurahan Tanjung Priok. Selain itu, diperoleh juga data berupa sejarah pendirian Stasiun K.A Tanjung Priok, perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, serta identifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. I.7.3 Analisis Data Dalam tahap analisis data, pendekatan CRM (Pearson dan Sullivan, 1995: 10) diterapkan dengan kerangka kerja yang terdiri dari; identifikasi sumberdaya arkeologi, penetapan nilai penting sumberdaya arkeologi, pendugaan hambatan dan peluang; merancang kebijakan pelestarian berdasarkan nilai penting; merancang strategi pelestarian yang sesuai dengan dan mencapai kebijakan pelestarian serta meranvang mekanisme pengawasan dan evaluasi kerja. Melalui kerangka kerja tersebut, dalam penelitian ini identifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dilakukan sebagai acuan untuk meganalisis potensi nilai penting. Penentuan tersebut, mengacu pada pendapat Tanudirjo (2004) yang membagi nilai penting menjadi nilai penting sejarah, nilai penting ilmu pengetahuan, dan nilai penting kebudayaan, dengan kriteria: 1. Nilai Penting Sejarah: apabila sumberdaya tersebut dapat menjadi bukti yang berbobot terhadap kejadian masa lalu dan dalam kurun waktu tertentu.

12 12 2. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan: apabila sumberdaya budaya itu mempunyai potensi untuk diteliti lebih lanjut dalam rangka menjawab masalah-masalah dalam bidang keilmuan tertentu. 3. Nilai Penting Kebudayaan: apabila sumberdaya budaya tersebut dapat mewakili hasil pencapaian budaya tertentu, mendorong proses penciptaan budaya, atau menjadi jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas tertentu Sementara itu, dalam menduga hambatan dan peluang, dilakukan analisis terhadap tata ruang Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga potensi ancaman yang ada dapat diidentifikasi. Oleh sebab itu, analisis tata ruang dilakukan dengan mengacu pada pendapat Mundardjito (1995: 25), yang membagi kajian ruang ke dalam skala mikro 2, meso 3, dan makro 4. Berdasarkan pengertian dari masing-masing skala tersebut, maka kajian ruang dengan skala meso diterapkan untuk mengetahui hubungan antara bangunan-bangunan di dalam Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dengan lingkungan kompleks stasiun itu sendiri. Selanjutnya analisis tata ruang tersebut ditelaah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU RI No.23/2007 tentang Perkeretaapian, PP No.56/2009 tentang Penyelengaraan Perkeretaapian, dan Perda Provinsi DKI Jakarta No.1/2014 tentang RDTR dan PZ. Dengan demikian, diketahui bahwa pesatnya 2 Skala mikro mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan ruang-ruang dalam suatu bangunan atau fitur (Mundardjito, 1995: 25). 3 Skala meso mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara artefak-artefak dan fitur-fitur dalam suatu situs (ibid). 4 Skala makro mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan situs-situs dalam suatu kawasan (ibid).

13 13 pembangunan dan beragamnya kepentingan di Kelurahan Tanjung Priok mengancam keberadaan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang di dalam kompleks stasiun. I.7.4 Sintesis Dalam tahapan ini, hasil analisis disintesiskan ke dalam bentuk SWOT sebagai analisis lanjutan. Penentuan SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi faktor Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats yang dimiliki Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Kemudian, hasil dari penentuan SWOT tersebut digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan upaya pelindungan, guna menjaga nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga ancaman yang ada tidak terjadi di kemudian hari. Melalui tujuan tersebut, penentuan SWOT Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok mengacu pada pendapat Rangkuti (1998: 18-19) yang dilakukan dengan cara membandingkan faktor internal berupa faktor Strengths dan Weaknesses dengan faktor eksternal berupa faktor Opportunities dan Threats. Selanjutnya hasil dari pembandingan faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan kemungkinan strategi (Rangkuti, 1998: 31-32) sebagai berikut: 1. Strategi SO: Memanfaatkan Strengths untuk memanfaatkan Opportunities 2. Strategi WO: Meminimalkan Weaknesses untuk memanfaatkan Opportunities 3. Strategi ST: Memanfaatkan Strengths untuk mengatasi Threats 4. Strategi WT: Meminimalkan Weaknesses untuk menghindari Threats

14 14 I.7.5 Kesimpulan Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dilakukan, maka kesimpulan dalam penelitian ini berisi jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, sesuai dengan tujuan penelitian. Pada akhirnya jawaban dari penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi para pemangku kebijakan dalam melakukan upaya perlindungan yang tepat bagi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sebagai Cagar Budaya.

15 15 Bagan Alir Pengumpulan Data : - Survei - Pengamatan - Pencatatan - Pendokumentasian - Wawancara - Studi Pustaka - Penelusuran Internet Pengolahan Data : - Gambaran Umum Wilayah, Sosial dan Demogfari Kelurahan Tanjung Priok - Sejarah Pendirian Stasiun K.A Tanjung Priok dan Perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok - Identifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok Analisis : Nilai Penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok 1. Nilai Penting Sejarah 2. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan 3. Nilai Penting Kebudayaan Analisis : Tata ruang Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok tahun 2015 SWOT Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok Upaya Pelindungan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. DAFTAR PUSTAKA Arsip, Buku, dan Makalah Anonim. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, akan dibahas mengenai, pengertian dan esensi judul, latar belakang munculnya gagasan atau ide dan judul, tujuan dan sasaran perencanaan dan perancangan, permasalahan

Lebih terperinci

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI

STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI STASIUN DAN BALAI YASA MANGGARAI MENELISIK MANGGARAI: DAHULU, KINI, DAN NANTI ARI NOVIANTO VP ARCHITECTURE PT.KAI Sejarah Kawasan Manggarai Wilayah Manggarai di Jakarta sudah dikenal warga Batavia sejak

Lebih terperinci

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp: Kepada Yth Wali Kota Semarang di tempat Perihal: Informasi mengenai kajian cagar budaya bangunan kuno Pasar Peterongan Semarang oleh BPCB Jateng Dengan hormat, Bersama surat ini kami menginformasikan bahwa

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok.

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok. 9 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang ini berlokasi di permukiman Telaga Golf Sawangan, yang terletak di Depok. U Gambar 2. Peta Telaga Golf Sawangan, Depok Sumber: Anonim 2010.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Kawasan Senen yang berlokasi di Jakarta Pusat, sekarang menjadi salah satu kawasan pusat niaga dan perdagangan di Jakarta. Namun, kawasan Senen memiliki sejumlah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan

BAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Permasalahan yang ditimbulkan dari perkembangan kota adalah banyaknya bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan ekonomi maupun modernisasi.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang III. METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulya Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing

BAB I PENDAHULUAN. ketepatan waktu, sehingga kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Pesaing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota tujuan dari beberapa kota sekitar. Hal tersebut menuntut kota tersebut memenuhi kebutuhan transportasi. Kebutuhan transportasi umum hendaklah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana transportasi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dalam jumlah pelayanan kepada masyarakat, terutama tranportasi darat. Kereta api merupakan transportasi darat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL

BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL P ada dasarnya setiap penelitian memerlukan metode penelitian. Penelitian pariwisata maupun penelitian-penelitian bidang keilmuan sosial humaniora lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam proses pemulihan perekonomian Indonesia, sektor Usaha Kecil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam proses pemulihan perekonomian Indonesia, sektor Usaha Kecil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam proses pemulihan perekonomian Indonesia, sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peranan penting untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi setelah terjadinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang terletak di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.

BAB III METODE PENELITIAN. yang terletak di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Ruang lingkup wilayah atau lokasi penelitian ini adalah Desa Cintaasih yang terletak di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API JAKARTA KOTA

PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API JAKARTA KOTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API JAKARTA KOTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : SEPTIANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sedang memasuki era globalisasi, dimana pada era ini tidak lagi memandang batas-batas kawasan, dan diharapkan semua sektor pembangunan dapat bersaing dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan I.1. Pergub DI Yogyakarta No. 62 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya 2. Kamus Besar Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan I.1. Pergub DI Yogyakarta No. 62 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Cagar Budaya 2. Kamus Besar Bahasa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Revitalisasi Stasiun Besar Yogyakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual B. DEFINISI JUDUL DAN PEMAHAMAN DALAM LINGKUP ARSITEKTUR 1. Definisi 1. Revitalisasi Revitalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu alat transportasi darat antar kota yang diminati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sistem perkeretaapian di Indonesia semakin maju, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor penting didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Tersedianya transportasi, jarak yang tadinya jauh dan membutuhkan waktu yang lama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup tentang pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp: Kepada Yth -Kepala Dinas Tata Kota dan Permukiman (DTKP) Semarang -Pimpinan dan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang di tempat Perihal: Pendaftaran cagar budaya, permohonan kajian cagar budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan transportasi pada era globalisasi seakan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Semakin banyak permintaan masyarakat terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persoalan utama yang dihadapi kota-kota besar di Pulau Jawa akibat pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi adalah masalah transportasi, masalah transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Banyak perangkatperangkat yang dibuat maupun dikembangkan sesuai bidangnya masing-masing. Perangkat tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1. 1 Haryoto Kunto, hal 82 2 Tim Telaga Bakti, hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1. 1 Haryoto Kunto, hal 82 2 Tim Telaga Bakti, hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk hidup, memiliki sifat yang khas yaitu selalu bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Bappeda, 2004 dan 2010)

BAB III METODOLOGI. Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Bappeda, 2004 dan  2010) 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian mengambil lokasi di Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution yang terletak di Jalan Belitung No. 1, Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada metodologi akan dijelaskan mengenai metode pendekatan studi, metode analisa dan metode pengumpulan data yang akan digunakan pada saat menyusun laporan Strategi Pengembangan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BAB III ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Isu Strategis Dalam penyusunan renstra Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tentunya tidak terlepas dari adanya isu strategis pembangunan Kota Bogor, yaitu : a. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang merupakan kota dengan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang merupakan kota dengan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang merupakan kota dengan penduduk terpadat di Indonesia (MetroTv News, 2013). Jumlah penduduk sekarang mencapai +9.604.329 jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Senen termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Pusat memiliki luas wilayah 422 ha. Menurut data statistik 2004, peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan

Lebih terperinci

SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN

SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN Oleh : Puti Laras Kinanti Hadita, Indriastjario,Agung Dwiyanto Stasiun Sudimara (SDM) adalah stasiun kereta api kelas III yang terletak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang harus di kembangkan dalam Pariwisata di Pulau Pasaran.

III. METODE PENELITIAN. yang harus di kembangkan dalam Pariwisata di Pulau Pasaran. 37 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Strategi Pengembangan Pariwisata di Pulau Pasaran dan juga untuk mengetahu apa saja

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yaitu Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok. Kedua objek tersebut. Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta khususnya.

BAB V PENUTUP. yaitu Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok. Kedua objek tersebut. Indonesia pada umumnya dan di Yogyakarta khususnya. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kawasan Stasiun Lempuyangan dan Balai Yasa Pengok merupakan salah satu kawasan yang layak untuk dijadikan Kawasan Cagar Budaya baru di Yogyakarta. Hal ini mengingat pada kawasan

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api saat ini merupakan salah satu moda transportasi pilihan utama sebagian masyarakat di Indonesia untuk bepergian. Dengan sistem yang dibangun saat ini oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api berfungsi sebagai transportasi massal di Indonesia yang dikenalkan pertama kali pada akhir abad 19. Jalur Kemijen menuju Desa Tanggung Kabupaten Semarang,

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan

III. METODE PENELITIAN. survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Masri Singarimbun (1989:4), penelitian survei dapat digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara adalah Kota Medan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan secara rinci pendahuluan dari penelitian tugas akhir mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BAB II GAMBARAN UMUM GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Bab dua berisi sejarah serta perkembangannya, visi, misi, struktur organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan penduduk dan semakin menggeliatnya mobilitas ekonomi Masyarakat terutama di sektor industri, pertanian dan perkebunan menuntut kesiapan prasarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diiringi dengan peningkatan mobilitas manusia dan kegiatan yang dilakukan. Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. diiringi dengan peningkatan mobilitas manusia dan kegiatan yang dilakukan. Jakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu daerah umumnya diiringi dengan peningkatan mobilitas manusia dan kegiatan yang dilakukan. Jakarta sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang memiliki nilai dan makna yang penting bagi sejarah, namun juga ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan ada kalanya bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan hunian sudah menjadi hal yang pokok dalam menjalankan kehidupan, terlebih lagi dengan adanya prinsip sandang, pangan, dan papan. Kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Purworejo di masa lalu merupakan pos pertahanan militer Belanda di wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Muara Enim, tepatnya di kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatra Selatan. Stasiun ini merupakan stasiun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Sport tourism merupakan perpaduan antara olahraga dan rekreasi (wisata)

BAB V KESIMPULAN. pengembangan pariwisata dan olahraga di Indonesia. Sport tourism merupakan perpaduan antara olahraga dan rekreasi (wisata) 54 BAB V KESIMPULAN Olahraga dan pariwisata merupakan dua disiplin ilmu yang dapat dipadukan sehingga memiliki kekuatan dan efek ganda bagi kampus UPI. Oleh sebab itu olahraga pariwisata saat ini mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah, BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti

BAB III METODOLOGI. (c)foto Satelit Area Wisata Kebun Wisata Pasirmukti BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Wisata Pasirmukti yang terletak pada Jalan Raya Tajur Pasirmukti Km. 4, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

ANALISIS SWOT. Analisis Data Input

ANALISIS SWOT. Analisis Data Input ANALISIS SWOT Dalam menyusun suatu strategi pengembangan wilayah, sebelumnya perlu dilakukan suatu analisa yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo -

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo - BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029 telah tertuang rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Transportasi kota Jakarta berkembang sangat pesat dikarenakan mobilitas yang tinggi dan masyarakatnya yang membutuhkan kendaraan. Semakin meningkatnya populasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API SOLO- BALAPAN DENGAN FASILITAS PENDUKUNG SHOPPING MALL DAN HOTEL BINTANG TIGA DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

Sumber: Anonim (2011) Gambar 2. Peta Lokasi Ocean Ecopark Ancol

Sumber: Anonim (2011) Gambar 2. Peta Lokasi Ocean Ecopark Ancol 10 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Ocean Ecopark Ancol yang terletak di Jalan Lodan Timur No.7, Jakarta Utara (Gambar 2). Ocean Ecopark yang terletak

Lebih terperinci

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NOVAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang cukup potensial bagi Indonesia. Akselerasi globalisasi yang terjadi sejak tahun 1980-an semakin membuka peluang bagi kita

Lebih terperinci

Gambar 2 Tahapan Studi

Gambar 2 Tahapan Studi 13 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Studi dilakukan di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 1). Pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret 2010 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Evaluasi konservasi memegang peranan penting dalam sebuah alur penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang tepat dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah wilayah. Menurut Nasution (1996), transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Penataan Kawasan Semanggi Surakarta Sebagai Kampung Ramah Anak : Proses, cara, perbuatan menata, pengaturan, penyusunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 8,39 % 1,67 % 5,04% Jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. 8,39 % 1,67 % 5,04% Jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Seiring dengan perkembangannya, rumah menjadi salah satu bentuk investasi yang menarik. Saat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMEDASI Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil analisis, selanjutnya terdapat rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil dari kesimpulan tersebut.

Lebih terperinci

Peneliti / Perekayasa : Dra. Siti Rahayu Arif Anwar, S.T., M.Sc. Ir. Kusmanto Sirait, MBA-T. Ir. Bahal M.L. Gaol Fadjar Lestari, SAP.

Peneliti / Perekayasa : Dra. Siti Rahayu Arif Anwar, S.T., M.Sc. Ir. Kusmanto Sirait, MBA-T. Ir. Bahal M.L. Gaol Fadjar Lestari, SAP. KODE JUDUL : U3 PENGKAJIAN DAN EVALUASI PERLINTASAN SEBIDANG DI WILAYAH JABODETABEK DALAM MENDUKUNG KELANCARAN LALU LINTAS JALAN DAN PENINGKATAN FREKUENSI PERJALANAN KERETA API Peneliti / Perekayasa :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan RTH sangat penting pada suatu wilayah perkotaan. Disamping sebagai salah satu fasilitas sosial masyarakat, RTH kota mampu menjaga keserasian antara kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang mempunyai beragam

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang mempunyai beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang mempunyai beragam bangunan tinggalan bernilai sejarah tinggi. Beberapa peristiwa sejarah berlangsung pada bangunan-bangunan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. inovasi, dan strategi revitalisasi posyandu dalam pembangunan kesehatan

III. METODE KAJIAN. inovasi, dan strategi revitalisasi posyandu dalam pembangunan kesehatan III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam revitalisasi pengembangan posyandu perlu adanya pengembangan, inovasi, dan strategi revitalisasi posyandu dalam pembangunan kesehatan masyarakat Kota Pekanbaru,

Lebih terperinci

angkutan umum missal merupakan system angkutan umum yang efektif dan

angkutan umum missal merupakan system angkutan umum yang efektif dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus. Kemampuannya untuk mengangkut baik orang maupun barang secara massal,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, meliputi empat kabupaten yaitu : Kabupaten Takalar, Bone, Soppeng, dan Wajo. Penentuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG [ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG Tim Peneliti : 1. Rosita Sinaga, S.H., M.M. 2. Akhmad Rizal Arifudin,

Lebih terperinci

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 51 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DAN GARIS SEMPADAN SUNGAI/SALURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci