ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT. Latar Belakang"

Transkripsi

1 ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT Analysis of land productivity and financial analysis of the agroforestry system in some agro-climate zones The results of the third-stage experiment showed that the agroforestry systems in three agro-climate zones were technically and economically feasible based on the land productivity and financial analyses. In the agro-climate zone A, that is, the agroforestry system with cinnamon stands the composition and the best annual crops were carrot and tomato, Land Equivalen Ratio (LER) N0 = 1.55 and N2 = 159, NPV Rp , BCR = 2.89 and IRR 49%, In zone B with albazia stands, the best crops were taro and chili pepper. Zone C consisted of mindi timber stands and sweet corn, LER in N0 = 1.64 and N2 =165, NPV Rp , BCR= 2.96 and IRR= 52%. Zone C consisted of mindi timber stands and sweet corn, LER in N0 = 2.20 and N2 = 2.27, NPV= Rp , BCR 2.93 and IRR = 57%. Key words: agroforestry, agroclimate zone, financial analyses, land productivity Latar Belakang Sumber daya lahan dibagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak mengalami kerusakan karena penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan serta kurang berjalannya usaha konservasi tanah. Faktor lain adalah masih kurangnya informasi tentang parameter sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi keputusan para penggarap lahan untuk melaksanakan usahatani. Sistem pertanaman pada periode waktu tertentu, baik semusim maupun sepanjang tahun, secara garis besar pola tanam dibagi menjadi: pola tanam tunggal (monocropping) dan pola tanam ganda (multiple cropping). Pada pola tanam ganda dibagi lagi menjadi pola tanam campuran dan tumpang sari. Kedua pola tanam ini terdapat lagi berbagai jenis-jenis pola tanam tergantung dari tujuan usahatani dan kondisi lahan setempat. Penanaman antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan/kehutanan dengan sistem agroforestri telah banyak diterapkan sebagi komplemen teknologi konservasi lahan. Sistem agroforestri merupakan teknik penggunaan lahan yang sesuai untuk dilakukan di lahan yang sempit pada lahan kering. Selain produksinya yang berkesinambungan berupa produk non kayu (tanaman semusim) sebagai hasil bulanan/mingguan dan produk 76

2 kayu sebagai hasil tahunan, juga untuk kelestarian lingkungan. Sistem ini mampu memberikan pendapatan yang cukup tinggi bagi masyarakat dan berkesinambungan karena memiliki resiliensi yang tinggi (Darusman 2002) Sistem agroforestri merupakan salah satu tipe penggunaan lahan yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di daerah tropis, khususnya untuk tanah-tanah marginal dan untuk merehabilitasi lahan yang tidak produktif dalam rangka pemanfaatan sumber daya lahan yang optimal. Agroforestri merupakan sistem dan teknologi penggunaaan lahan yang mengkombinasikan produksi tanaman semusim dan tahunan pada unit lahan yang sama. Sistem ini mampu memberikan pendapatan yang cukup tinggi bagi masyarakat dan berkesinambungan karena memiliki resiliensi yang tinggi. Sistem agrofrestri dengan kombinasi tanaman seperti pada sistem tumpang sari merupakan bentuk pertanaman ganda yang dapat meningkatkan produktivitas lahan. Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah efisiensi penggunaan air dan lahan, mengurangi populasi gulma dan memberikan peningkatan pendapatan total pada sistem usahatani (Kusmarini 2002, Arifin 2002, Wijayanto 2002 dan Nair 1993, Chozin 2006). Tujuan Penelitian adalah : 1. Menganalisis efisiensi pemanfaatan lahan sistem monokultur dan tumpangsari antar tanaman semusim pada sistem agroforestri. 2. Menganalisis sistem agroforestri berdasarkan nilai ekonomi usahatani pada setiap zona agroklimat. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dengan beberapa zona agroklimat, Kabupaten Bogor. Penelitian dimulai bulan Maret 2006 hingga Juni Data produksi tanaman diperoleh dari pengambilan sampel sistem agroforestri, pada masing-masing zona agroklimat, yang merupakan rangkaian dari percobaan I dan II pada bab terdahulu. 77

3 Pengambilan data produksi dilakukan pada dua musim tanam (musim kemarau dan musim hujan) dengan analisis pemanfataan lahan di bawah tegakan, yang didasarkan kombinasi tanaman semusim, jenis tanaman, waktu tanam. Pengambilan data primer melalui kuesioner terhadap petani dan data sekunder yang diambil dari instansi terkait. Peubah yang diamati adalah: 1. Menentukan pola tanam pergiliran tanaman, komposisi dan jenis tanaman semusim penyusun sistem agroforestri. 2. Efisiensi sistem agroforestri dilakukan perhitungan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) HA1 NKL = + HB1 HA2 HB2 HA1 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari. HB1 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari. HA2 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur. HB2 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara monokultur 3. Analisis usaha tani dilakukan dengan menghitung pemasukan, pengeluaran serta keuntungan. Tingkat keberlanjutan sistem agroforestri ditentukan dengan analisis Benefit/Cost ratio (B/C ratio) dan Net Present Value (NPV). Sistem usahatani ini layak dikembangkan jika B/C ratio 0 dan NPV positif. n NPV = B t - C t t=1 (1 + i) t Keterangan : B t C t n i = penerimaan kotor petani pada tahun t = biaya usahatani pada tahun t = umur ekonomis usahatani = discount rate NBCR = n B t - t=1 (1 + i) t n C t t=1 (1 + i) t Keterangan : B t C t n i = penerimaan kotor petani pada tahun t = biaya kotor dalam usahatani pada tahun t = umur ekonomis usahatani = discount rate 78

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) Berdasarkan hasil analisis usahatani pada beberapa zona agroklimat, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sistem pengelolaan usahatani agroforestri. Beberapa hal yang menyebabkan perbedaan ini antara lain adalah perbedaan luasan lahan yang dimiliki oleh petani, jenis komoditi yang ditanam, dan pola pergiliran tanaman. Rata-rata luas lahan yang dikelola petani berkisar 0,2 0,8 ha. Umumnya petani dengan luasan lahan yang terbatas menggunakan sistem usahatani tumpangsari di semua zona agroklimat. Pilihan ini diambil untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan produksi, menyerap tenaga kerja yang lebih merata sepanjang tahun, meningkatkan produktivitas lahan dan efisien dalam penggunaan energi atau cahaya matahari, sehingga petani lebih memilih sistem tumpangsari atau tumpang gilir dibanding dengan monokultur. Pada sistem tumpangsari yang perlu diperhatikan adalah jenis dan komposisi tanaman, bentuk tajuk, umur tanaman serta aspek fisiologis yang berkaitan dengan penyerapan unsurhara tanaman, agar tidak terjadi kompetisi dan produktivitas lahan dapat dioptimalkan. Salah satu cara untuk membandingkan tingkat efisiensi lahan yaitu dengan indikator efisiensi penggunaan lahan atau Nilai Kesetaraan Lahan (NKL). Produktivitas lahan usahatani, baik yang terbuka maupun pada sistem agroforestri dapat diketahui dengan mengetahui NKL dari tanaman yang diusahakan. Nilai dari NKL dapat mengetahui produktivitas lahan yang ditanam secara monokultur dan tumpangsari. Jika hasil analisis diperoleh nilai NKL lebih besar 1 (> 1), menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari lebih produktif dibandingkan monokultur. Produksi yang dihasilkan dari pertanaman dengan pola tumpangsari setara dengan produksi yang dihasilkan pada pola tanam monokultur dengan luasan yang lebih besar. Hal ini juga menunjukkan bahwa pola tumpangsari lebih produktif dibandingkan dengan pertanaman monokultur. Semakin tinggi nilai NKL maka keuntungan pola tanam tumpangsari juga akan meningkat (Chozin 2006; Sasmita et al. 2006; Suwarto et al. 2005). 79

5 Tabel 13. Produksi tanaman wortel dan tomat dengan sistem monokultur dan tumpangsari pada sietem agroforestri di zona agroklimat A Monokultur Perlakuan Wortel Tomat Zona Agroklimat A NKL Produksi (ton/ha) N0 N2 N0 N2 Tumpangsari +Tomat Wortel Tomat Wortel Penanaman tanaman semusim di bawah tegakan, merupakan hasil seleksi dari beberapa tanaman semusim yang mempunyai tingkat toleransi yang cukup tinggi terhadap penutupan kanopi tanaman/naungan. Komposisi dan jenis tanaman penyusun agroforestri yang diterapkan disemua zona agroklimat, merupakan yang komposisi dan jenis tanaman semusim yang paling produktif dibandingkan dengan lainnya. Komposisi dan jenis tanaman penyusun agroforestri yang paling produktif masing-masing zona agroklimat adalah zona A: wortel + tomat, zona B: talas +cabai rawit dan zona C adalah talas dan jagung. Sistem agroforetsri pada zona agroklimat A, umumnya didominasi antara tanaman tahunan/kehutanan dengan tanaman semusim yang cepat dipanen, baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari. Tanaman semusim yang dominan ditanam dan memberikan nilai ekonomi lebih produktif dalah kombinasi dari tanaman wortel, tomat, kubis dan bawang daun. Diantara tanaman tersebut maka kombinasi pola tanam tumpangsari antara wortel dan tomat, merupakan kombinasi tanaman yang paling sesuai, dengan NKL pada perlakuan N0 = 1.55 dan N2 = 1.59 (Tabel 13). Hal ini menunjukkan bahwa pertanaman dengan tumpangsari wortel dan tomat pada sistem agroforestri lebih produktif dilakukan jika hanya ditanam dengan masing-masing monokultur. 80

6 Tanaman wortel dan tomat merupakan tanaman yang cocok pada dataran tinggi dengan sistem monokultur dan tumpang sari, baik ditempat terbuka maupun di bawah tegakan atau naungan. Walaupun kedua komoditi tersebut diusahakan dengan sistem agroforestri namun hasil yang diperoleh menunjukkan dapat memberikan nilai ekonomi yang cukup baik bagi masyarakat. Penanaman ganda dapat menghasilkan produksi total tanaman yang diusahakan itu lebih besar dari pada produksi masing-masing tanaman tunggalnya, meskipun produksi salah satu atau seluruh tanaman yang diusahakan itu lebih rendah daripada produksi masing-masing tanaman tunggalnya. Berkurangnya kompetisi intra dan interspesies sehingga cahaya, unsur hara, dan air, dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pembentukan organorgan tanaman. Kombinasi dan sistem pertanaman yang tepat dapat meningkatkan produktivitas lahan, (Mugnisjah dan Setiawan 1990; Sitompul dan Guritno 1995 ) Tabel 14. Produksi tanaman talas dan cabai rawit dengan sistem monokultur dan tumpangsari pada sietem agroforestri di zona agroklimat B Zona Agroklimat B NKL Perlakuan Produksi (ton/ha) N0 N2 N0 N2 Monokultur Talas Cabai rawit Tumpangsari Talas + Cabai rawit Talas Cabai rawit Pola tanam agroforestri dengan sistem tumpangsari pada zona agroklimat B dan C (Tabel 14 dan 15), hampir sama dengan zona agroklimat A, nilai NKL lebih dari 1 ( >1). Pada zona B tumpangsari talas dan cabai rawit menghasilkan nilai NKL pada perlakuan N0 = 1.65 dan N2 = Pada zona agroklimat C, tanaman talas termasuk juga kombinasi yang produktif untuk diusahakan dan toleran naungan. Nilai NKL tumpangsari talas dan jagung pada perlakuan N0= 2.20 dan N0 =

7 Sistem agroforestri pada semua zona agroklimat dengan nilai NKL > 1, menunjukkan bahwa pola tumpangsari lebih produktif dibanding monokultur. Kondisi DAS Ciliwung hulu yang didominasi oleh lahan dengan kelerengan yang sedang hingga cukup tinggi, sangat memungkinkan penerapan sistem tumpangsari. Penutupan tanah oleh vegetasi tanaman yang lebih rapat dan waktunya yang lebih lama diharapkan bisa mempertahankan tingkat kesuburan tanah dan dapat menambah unsur hara dari sisa brangkasan tanaman setelah panen. Vegetasi tanaman mempunyai peranan yang sangat besar untuk penekanan erosi tanah dan laju aliran permukaan. Hasil produksi tanaman dengan sistem agroforestri dapat dijual dan tersedianya dana investasi bagi petani maka pengembangan pola usaha agroforestri ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Beberapa hasil penelitian telah dilakukan membuktikan bahwa sistem agroforestri atau tumpang sari tanaman kehutanan dan pertanian memiliki kontribusi nyata tidak saja terhadap subsistensi tanaman pangan, tetapi juga terhadap peningkatan pendapatan nyata yang diterima masyarakat. Tabel 15. Produksi tanaman talas dan jagung dengan sistem monokultur dan tumpangsari pada sietem agroforestri di zona agroklimat C Zona Agroklimat C NKL Perlakuan Produksi (ton/ha) N0 N2 N0 N2 Monokultur Talas Jagung Tumpangsari Talas + Jagung Talas Jagung

8 Analisis finansial usahatani agroforestri di DAS Ciliwung DAS Ciliwung Hulu adalah daerah dengan topografi terjal, dengan ratarata kemiringan % dan curah hujan tinggi. Produktifitas lahan dan pendapatan petani tergolong rendah. Sistem agroforestri diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya pendapatan di DAS Ciliwung. Kajian usaha agroforestri ini bertujuan untuk mendapat informasi potensi pengembangan pola usaha agroforestri pada beberapa zona agroklimat. Sebagian besar lahan yang diusahakan petani di DAS hulu Ciliwung adalah lahan sewa atau guna pakai dari pemiliknya dan hanya sebagian kecil yang merupakan tanah milik sendiri. Tanaman tahunan yang diusahakan umumnya sudah berusia diatas 5 tahun, dan beberapa diantara sudah ditebang untuk dijual. Keuntungan diperoleh dari hasil tanaman kayu mindi, albizia maupun kayu manis dan tanaman semusim lainnya, digunakan untuk kebutuhan hidup. Pada zoan agroklimat A, sistem pertanaman cukup intensif dan bisa mencapai 3-4 kali tanam dalam satu tahun, atau IP 400, sedangkan pada zona iklim B daan C, sistem penanaman dilakukan 2 3 kali setahun. Tanaman tahunan disamping bisa diperoleh hasilnya pada periode tertentu yaitu 3-7 tahun kemudian, juga berfungsi disamping sebagai tanaman konservasi lahan Kemiringan lahan yang diusahakan petani bisa mencapai 40%, sehingga sangat rentan terhadap erosi dan kerusakan lahan. Keuntungan mulai diperoleh pada tahun ketiga pada saat pohon kayu manis, albizia maupun kayu mindi mulai dapat ditebang (penjarangan) secara bertahap. Hasil penelitian Yuhono dan Rosmeilisa (1996) juga membuktikan bahwa potensi pola usaha agroforestri antara tanaman kehutanan (jati) dengan tanaman selain pangan seperti iles-iles dapat menyumbangkan pendapatan Rp / ha/tahun atau Rp /bulan, dan iles-iles layak ditanam dibawah tanaman hutan dengan indikator NPV Rp ,-/ (+), B/C 2,11 (>1) dan IRR 50 % (lebih tinggi dari bunga bank). 83

9 Analisis finansial agroforestri kayu manis + wortel + tomat (Zona A) Biaya pengembangan agroforestri zona A terdiri dari biaya pupuk, biaya bibit, biaya pengolahan tanah, biaya penanaman, biaya pemeliharaan, dan biaya panen. Pendapatan yang dihasilkan dari agroforestri ini adalah hasil panen dari tanaman semusim berupa tomat dan wortel serta kayu manis. Pendapatan dari tanaman tomat dan wortel sudah bisa diperoleh pada tahun pertama sedangkan pendapatan dari kayu manis, diperoleh pada tahun ke-4 dan Tahun ke-7. Analisis kelayakan investasi menggunakan tiga kriteria berupa Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), dan Net Benefit Cost (Net B/C) menghasilkan kesimpulan layak untuk tiga skenario pola usahatani pada zona A. Nilai NPV, BCR, dan IRR pada pola usahatani Kayu Manis + Wortel berturut-turut sebesar Rp , 2,57, 43 persen. Nilai NPV, BCR, dan IRR pada pola usahatani Kayu Manis + Tomat berturut-turut sebesar Rp , 2,34, 40 persen. Nilai NPV, BCR dan IRR pada pola usahatani Kayu Manis + Wortel + Tomat berturut-turut sebesar Rp , 2,89, 49 persen (Tabel 16). Tabel 16. Analisis finansial sistem agroforestri pada zona agroklimat A Pola Agroforestri NPV BCR IRR Kayu Manis + Wortel ,57 43% Kayu Manis + Tomat ,34 40% Kayu Manis + Wortel + Tomat ,89 49% Pada hasil analisis kelayakan pada zona A terlihat pola usahatani Kayu Manis + Wortel + Tomat menghasilkan hasil kriteria kelayakan finansial lebih baik dibanding 2 skenario lainnya. Oleh karena itu, pola usahatani Kayu Manis + Wortel + Tomat lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada agroforestri zona A. Pola usahatani ini dipilih karena menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan skenario lainnya. 84

10 Analisis Kelayakan agroforestri kayu Albizia + Talas + cabai rawit (Zona B) Pola usahatani pada zona agroklimat B untuk pengembangan Agroforetri diperlukan pada lahan dengan luasan 0,5 ha 1 ha. Umur kegiatan analisis usahatani diasumsikan selama 7 tahun. Pola usahatani yang diusahakan menggunakan 3 skenario yaitu: Kayu Albizia + Cabai Rawit, Kayu Albizia + Talas dan Kayu Albizia + Cabai Rawit + Talas. Biaya pengembangan agroforestri zona B terdiri dari biaya pupuk, biaya bibit, biaya pengolahan tanah, biaya penanaman, biaya pemeliharaan, dan biaya panen. Pendapatan yang dihasilkan dari agroforesti ini adalah hasil panen dari tanaman semusim berupa cabai rawit dan talas serta kayu Albizia. Pendapatan dari tanaman cabai rawit dan talas sudah bisa diperoleh pada tahun pertama sedangkan pendapatan kayu Albizia diperoleh pada tahun ke 4 dan Tahun ke-7. Analisis kelayakan investasi menggunakan tiga kriteria berupa Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), dan Net Benefit Cost (Net B/C) menghasilkan kesimpulan layak untuk 3 skenario pola usahatani pada zona B. Nilai NPV, BCR, dan IRR pada pola usahatani Kayu Albizia + Cabai Rawit berturut-turut sebesar Rp , 2,81, 51 persen. Nilai NPV, BCR, dan IRR pada pola usahatani Kayu Albizia + Talas berturut-turut sebesar Rp , 2,78, 49 persen. Nilai NPV, BCR dan IRR pada usahatani Kayu Albizia + Cabai Rawit + Talas berturut-turut sebesar Rp , 2,96, 52 persen (Tabel 17), Tabel 17 Analisis finansial sistem agroforestri pada zona agroklimat B Pola Agroforestri NPV BCR IRR Kayu Albizia + Cabai Rawit ,81 51% Kayu Albizia + Talas ,78 49% Kayu Albizia + Cabai Rawit+ Talas ,96 52% Pada hasil analisis kelayakan pada zona B terlihat pola usahatani Kayu Albizia + Cabai Rawit + Talas menghasilkan hasil kriteria kelayakan finansial lebih baik dibanding 2 skenario lainnya. Oleh karena itu, pola usahatani Kayu Albizia + Cabai Rawit + Talas lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada agroforestri zona B. Pola usahatani ini dipilih karena menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan skenario lainnya. 85

11 Analisis Kelayakan agroforestri kayu mindi + talas + jagung (Zona C) Biaya pengembangan agroforestri zona C terdiri dari biaya pupuk, biaya bibit, biaya pengolahan tanah, biaya penanaman, biaya pemeliharaan, dan biaya panen. Pendapatan yang dihasilkan dari agroforesti ini adalah hasil panen dari tanaman semusim berupa jagung dan talas serta kayu Mindi. Pendapatan dari tanaman cabai rawit dan talas sudah bisa diperoleh pada tahun pertama sedangkan pendapatan dari kayu Mindi baru bisa diperoleh pada tahun ke 4 dan Tahun ke 7. Analisis kelayakan investasi menggunakan tiga kriteria berupa Net Present Value (NPV), Internal Rate of return (IRR), dan Net Benefit Cost (Net B/C) menghasilkan kesimpulan layak untuk 3 skenario pola usahatani pada zona C. Nilai NPV, BCR, dan IRR pada pola usahatani Kayu Mindi + Jagung berturutturut sebesar Rp , 2,86, 53 persen. Nilai NPV, BCR, dan IRR pada pola usahatani Kayu Mindi + Talas berturut-turut sebesar Rp , 2,74, 48 persen. Nilai NPV, BCR dan IRR pada pola usahatani Kayu Mindi + Jagung + Talas berturut-turut sebesar Rp , 2,93, 57 persen (Tabel 18). Tabel 18. Analisis finansial sistem agroforestri pada zona agroklimat C Pola Agroforestri NPV BCR IRR Kayu Mindi + Jagung ,86 53% Kayu Mindi + Talas ,74 48% Kayu Mindi + Jagung +Talas ,93 57% Pada hasil analisis kelayakan pada zona C terlihat pola usahatani Kayu Mindi + Jagung + Talas menghasilkan hasil kriteria kelayakan finansial lebih baik dibanding 2 skenario lainnya. Oleh karena itu, pola usahatani Kayu Mindi + Jagung + Talas lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada agroforestri zona C. Pola usahatani ini dipilih karena menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan skenario lainnya. Hasil pengamatan penggunaan lahan petani atau masyarakat telah menanam tanaman tahunan yang berfungsi sebagai penahan air mencegah erosi dan tanaman pangan untuk kebutuhan konsumsi, namun komposisinya belum 86

12 berimbang, proporsi tanaman tahunan masih relatif kecil untuk pencegahan erosi dan mempertahankan produktivitas lahan. Rata-rata produktifitas tanaman semusim pada beberapa zona agroklimat, masih menunjukkan hasil yang bervariasi, seperti pada zona agroklimat A, produksi tanaman tomat sekitar ton/ha dan wortel ton/per hektar. Pada zona B, produksi talas juga bervariasi mulai 8 12 ton/ha, cabai rawit ton /ha. Sedangkan pada zona agroklimat C, produksi jagung manis ton/ha dan ubi jalar berkisar ton/ha. Hasil panen pada umumnya dijual dan sebagian dikonsumsi sendiri. Masih bervariasinya produktifitas bukan hanya kurang suburnya lahan, tetapi karena kurangnya modal untuk usaha tani, sehingga tidak dilakukan pemeliharaan yang baik seperti melakukan pemupukan sesuai anjuran, pemilihan varietas unggul dan pemberantasan hama penyakit. Kepemilikan lahan petani relatif rendah yaitu 0,25 ha. Hasi kajian teknis maupun ekonomis beberapa alternatif pola usaha agroforestri ini menunjukkan terbukanya potensi pengembangan pola usaha agroforestri untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang ada DAS Ciliwung seperti rendahnya produktifitas tanah, konservasi tanah, dan peningkatan pendapatan petani secara berkesinambungan dengan memperhatikan faktor penambahan modal bagi petani. Adanya lembaga keuangan dan kemitraan dengan usahawan dapat menjaga jaminan pasar dan penerapan teknologi yang baik. Berdasarkan hasil pengamatan, di DAS Ciliwung hulu hutan rakyat didominasi oleh kebun campuran, yaitu lahan yang ditanami campuran tanaman kehutanan misalnya mindi (Melia azedarach), sengon (Paraserianthes falcataria), dan kayu afrika (Maesopsis emenii), holtikultura tahunan misalnya pepaya (Carica papaya), pisang (Musa sp.), pala (Myristica fragrans), dan holtikultura semusim misalnya nanas (Ananas comosus), kunyit (Curcuma domestica), singkong (Manihot sp). Hutan murni pada umumnya masuk dalam kawasan hutan milik negara, sedangkan semak atau belukar kebanyakan juga ditemukan dalam kawasan hutan negarakawasan hutan yang ada di DAS Ciliwung hulu sebagian besar merupakan hutan lindung. 87

13 Produksi hutan rakyat di DAS Ciliwung hulu, seperti halnya hutan rakyat pada umumnya di Pulau Jawa, diperoleh dari tanaman tahunan yang tumbuh dalam bentuk hutan murni, kebun-kebun campuran atau hutan belukar. Pada zona agroklimat A, sekitar % petani mengusahakan tanaman semusim dengan sistem agroforestri, dengan satu jenis tanaman dan menanam dengan pola multicropping di bawah tegakan tanaman kehutanan. Zona agroklimat B, bmerupakan zona peralihan antara zona A dan C, sehingga pola agroforestri yang diusahakan merupakan kombinasi keduanya. Sedangkan pada zona agroklimat C, sekitar % masyarakat yang mengusahakn agrofeesri sederhana (multiplecropping) dan 41.35% dengan hanya mengusahakan satu satu tanaman di bawah tegakan/monokultur. 88

14 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Produktivitas tanaman yang ditanam secara agroforestri dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Pola agroforestri secara teknis mudah dilaksanakan dan berdasarkan proporsi, komposisi dan jenis tanaman sesuai dengan kondisi zona agroklimat. 2. Nilai ratio kesetaraan lahan (NKL) lebih produktif pada sistem tumpangsari (lebih dari satu tanaman di bawah tegakan kayu) dibanding denfgan sistem tunggal (monoculture). Sistem agroforestri pada tiga zona agroklimat (A, B, C), di DAS Ciliwung hulu layak secara teknis maupun ekonomis berdasarkan indikator nilai kesetaraan lahan (NKL) dan analisis kelayakan ekonomi. 3. Hasil analisis finansial pada zona A terlihat pola usahatani Kayu Manis + Wortel + Tomat adalah yang terbaik dengan NPV Rp , BCR = 2.89 dan IRR 49%. Pada zona B terlihat pola agroforetri Kayu Albizia + Cabai Rawit + Talas menghasilkan hasil kriteria kelayakan finansial lebih baik dibanding 2 skenario lainnya, yaitu NPV Rp , BCR= 2.96 dan IRR= 52%. Hasil analisis kelayakan pada zona C terlihat pola usahatani Kayu Mindi + Jagung + Talas menghasilkan hasil kriteria kelayakan finansial lebih baik dengan NPV= Rp , BCR 2.93 dan IRR = 57%. 89

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. 1. Sistem pertanaman agroforestry dengan komposisi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. 1. Sistem pertanaman agroforestry dengan komposisi VI. I KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Sistem pertanaman agroforestry dengan komposisi Kayu AfrikalPadi gogo/jagung/singkong dan Kayu Afrika/Padi gogo/singkong, dapat lebih mampu menahan tanah terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Usaha budidaya telah dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Usaha budidaya telah dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya telah dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi tananaman yang lebih baik dibandingkan sekedar mengambil dari hutan. Seiring berjalannya waktu teknik budidaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Inilah Gambaran Peternak Dalam Mencari Hijauan Bagaimna Penanaman Rumput Pada Peternak Ruminansia Bagaimna Penanaman Rumput

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1521-1529. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa tanaman ini masuk ke Indonesia setelah tahun 1557. Tanaman

Lebih terperinci

KAJIAN EKOFISIOLOGI TANAMAN SEMUSIM PENYUSUN AGROFORESTRI PADA BEBERAPA ZONA AGROKLIMAT DI DAS CILIWUNG HULU ABD. HARIS BAHRUN

KAJIAN EKOFISIOLOGI TANAMAN SEMUSIM PENYUSUN AGROFORESTRI PADA BEBERAPA ZONA AGROKLIMAT DI DAS CILIWUNG HULU ABD. HARIS BAHRUN KAJIAN EKOFISIOLOGI TANAMAN SEMUSIM PENYUSUN AGROFORESTRI PADA BEBERAPA ZONA AGROKLIMAT DI DAS CILIWUNG HULU ABD. HARIS BAHRUN Ds SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.) Kelompok 2: Wahyu Puspasari (121510501006) Tatik Winarsih (121510501009) Devi Anggun C (121510501010) Jeni Widya R (121510501018) Devy Cristiana (121510501020) Aulya Arta E (121510501021) KAJIAN POLA TANAM

Lebih terperinci

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b)

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b) BAB I PENGANTAR Guna melakukan budidaya tanaman, agar tanaman dapat menghasilkan secara optimal, maka harus memerhatikan syarat tumbuh tanaman, sebab setiap jenis tanaman memiliki kekhasan sendiri-sendiri.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C. KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TALAS DENGAN SISTEM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Danty Rinjani Aristanti Permadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dantybanana91@gmail.com Suyudi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas beras sebagai bahan pangan utama cenderung terus meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Salah satu tantangan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan nasional adalah masalah sensitif yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape

ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan penduduk yang cukup tinggi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan dan lahan pertanian semakin besar. Disamping itu, perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO)

ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO) ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO) Rika Andriyani Purba 061201025 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN LAHAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRY DI DESA AKE KOLANO KECAMATAN OBA UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN.

STUDI PEMANFAATAN LAHAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRY DI DESA AKE KOLANO KECAMATAN OBA UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN. STUDI PEMANFAATAN LAHAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRY DI DESA AKE KOLANO KECAMATAN OBA UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN Khaerul Anwar 1, Rima Melati 2 dan Asiah Salatalohy 2 1 Alumnus Fapertahut Universitas Nukku

Lebih terperinci

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah bagian paling selatan dari pulau Sulawesi yang terhampar luas di sepanjang koordinat 0 o 12 8 o Lintang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam. Tabel 13 Penggunaan lahan di DAS Sape Lombok Tengah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam. Tabel 13 Penggunaan lahan di DAS Sape Lombok Tengah 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan dan Pola Tanam Secara umum jenis penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian meliputi : sawah tadah hujan, tegalan, semak, hutan tanaman, kebun dan badan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENANAMAN JAGUNG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PENANAMAN Tujuan pembelajaran : Setelah

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jumlah penduduk yang besar

Lebih terperinci

SINTESA RPI: AGROFORESTRY. Koordinator: Encep Rachman

SINTESA RPI: AGROFORESTRY. Koordinator: Encep Rachman SINTESA RPI: AGROFORESTRY Koordinator: Encep Rachman TARGET OUTPUT RPI 2012-2014 Sintesa Output 1: Paket Iptek pendukung peningkatan produk0vitas lahan dgn pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Output

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS

Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) SEMINAR HASIL-HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan usaha JUN UBH-KPWN

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL AGROFORESTRY DI DAERAH TANGKAPAN AIR KADIPATEN, TASIKMALAYA, JAWA BARAT

PENERAPAN MODEL AGROFORESTRY DI DAERAH TANGKAPAN AIR KADIPATEN, TASIKMALAYA, JAWA BARAT Respon Masyarakat terhadap Pola Agroforestri pada Hutan Rakyat Penghasil Kayu Pulp Syofia Rahmayanti PENERAPAN MODEL AGROFORESTRY DI DAERAH TANGKAPAN AIR KADIPATEN, TASIKMALAYA, JAWA BARAT Application

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Dedi Soleh Effendi, S. Taher, dan W. Rumini Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim tropis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

Pendahuluan. 1 ) Staf Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian.

Pendahuluan. 1 ) Staf Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. ANALISA FINANSIAL USAHATANI PEPAYA BANGKOK DAN TANAMAN ALTERNATIF DI LAHAN KERING (Studi Kasus Empat Desa di Kabupaten Malang) Oleh: Achmad Djauharil ) Abstrak Dengan adanya impor beberapa jenis buah-buahan,

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas Benyamin Lakitan Dasar Pertimbangan Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh kondisi iklim (faktor iklim) Sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet Usahatani karet yaitu suatu bentuk usahatani yang dilakukan petani melalui pengusahaan karet. Banyak penelitian yang melakukan penelitian terkait dengan usahatani

Lebih terperinci