ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape"

Transkripsi

1 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 ISSN E-ISSN ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape Roma Malau 1 Lahjie, A.M. 1 Simarangkir, B.D.A.S. 2 Hasid, Z. 3 1 Laboratorium Sosial Ekonomi, 2 Laboratorium Silvikultur, 3 Fakutas Ekonomi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Jl. Ki Hajar Dewantara Gunung Kelua, Samarinda ABSTRACT. Based on the findings that the optimal production increment monoculture Teak and Durian reached the age of 20 years and 40 years, while the Mahoni at the age of 30 years. Optimal production of fruit Durian, Rambutan and Kopi reached the age of 25 years and 13 years. Income and production of the largest compared to modeling forest concessions the other (the other kind of combination) is a combination of exploitation Jati Durian, all kinds of modeling land worth the effort because forest have IRR greater than the value of MAR and exploitation Jati combined with durian has a value of at least narrow the scale and the average annual income of most large when compared to other modeling forest land. Keywords: increment optimal combination of plants, business scale ABSTRAK. Berdasarkan hasil penelitian bahwa produksi riap optimal Jati dan Durian monokultur dicapai pada umur 20 tahun dan 40 tahun, sedangkan Mahoni pada umur 30 tahun. Produksi optimal buah Durian, Rambutan dan Kopi dicapai pada umur 25 tahun dan 13 tahun. Pendapatan dan produksi yang terbesar dibandingkan dengan pengusahaan permodelan lahan hutan yang lainnya (jenis kombinasi yang lainnya) adalah Pengusahaan Jati kombinasi Durian, semua jenis permodelan lahan hutan layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai MAR dan pengusahaan Jati yang dikombinasikan dengan durian mempunyai nilai skala usaha paling sempit dan pendapatan ratarata tahunan yang paling besar jika dibandingkan dengan permodelan lahan hutan yang lainnya. Kata kunci: Riap optimal, Kombinasi tanaman, Skala usaha Penulis untuk korespondensi : surel: romamalau25@yahoo.co.id PENDAHULUAN Hutan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi keberlanjutan lingkungan fungsi hutan yaitu dibagi menjadi produksi, lindung, konservasi dan lainlain. Berdasarkan strategi pembangunan jangka panjang kehutanan, hutan yang sudah tidak produktif akan dioptimalkan fungsinya kembali, oleh pemerintah hutan dimanfaatkan sebagai hutan tanaman. Hal tersebut telah mampu menarik banyak investor karena memiliki nilai ekonomi (benefit) yang tinggi sehingga pengelolaannya dilakukan oleh swasta (pengusaha), pemerintah hanya sebagai regulator (Anjasari, 2009). Dalam upaya untuk mempertahankan dan menambah kecukupan luas kawasan hutan salah satu alternatif solusinya adalah melakukan pembangunan Hutan Rakyat. Hutan Rakyat mempunyai peran positif baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi, Hutan Rakyat dapat meningkatkan pendapatan, penyediaan lapangan kerja dan memacu pembangunan daerah. Dari aspek ekologi, Hutan Rakyat mampu berperan positif dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan (run off), memperbaiki

2 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 kesuburan tanah, dan menjaga keseimbangan tata air, hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan akan kayu yang terus meningkat setiap tahun, keberadaan hutan alami baik luasan maupun produktivitasnya yang semakin menurun maka peranan hutan tanaman sangatlah penting. Hutan tanaman dapat dikembangkan pada areal hutan negara yang sudah tidak produktif ataupun pada areal milik masyarakat. Di lahan masyarakat umumnya dikembangkan hutan tanaman degan sistem agroforestri, dengan harapan dari lahan tersebut dapat dihasilkan komoditi lain sebelum kayunya siap dipanen sebagai hasil antara untuk meningkatkan pendapatan (Iskandar, 1999). Wanatani (agroforestri) sebagai sistem pemanfaatan lahan makin diterima oleh petani karena terbukti menguntungkan bagi pembangunan sosial ekonomi, sebagai ajang pemberdayaan masyarakat petani dan pelestarian sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan daerah pedesaan di dalam dan sekitar hutan. Menurut Lundgren (1982) dalam Lahjie (2003), agroforestri didefinisikan sebagai suatu sistem pemanfaatan lahan dimana tumbuhan pohon dan semak berinteraksi, secara ekologi dan ekonomi dalam suatu cara yang signifikan dengan tanaman pangan pertanian dan/atau hewan-hewan. Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan ke dalam pengelolaan yang terdiri atas, pengeloaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang sama kuat atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi, dan pengelolaan hutan kebun kayu sebagai fungsi ekonomi. Saat sekarang telah ditetapkan bahwa pembangunan kehutanan dan perkebunan dititikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya hutan dan kebun pada kepentingan ekonomi, ekologi, dan sosial secara seimbang (Arief, 2005). Pengelolaan di tingkat lanskap atau bentang alam merupakan opsi agar proses perubahan yang membentuk dan mempengaruhi kondisi hutan dalam skala luas dan dalam waktu yang panjang dapat dipahami oleh perencana pembangunan. Pemahaman tersebut penting mengingat berbagai faktor harus dipertimbangkan oleh pengambil keputusan, disamping berbagai Kelompok masyarakat yang perlu diakomodasi interesnya dalam merencanakan alokasi penggunaan lahan. Pengambil keputusan memerlukan abstraksi yang sederhana dari kompleksitas kondisi yang harus dipertimbangkan. Sehubungan dengan uraian tersebut di sangat perlu dilakukan penelitian tentang analisis finansial dengan sistem agroforestri lanskap dengan fokus utama mengetahui berapa besar finansial yang diperoleh dalam suatu usaha tersebut maka dalam hal ini penulis mencoba untuk mengetahui besarnya riap, sarana produksi, analisis finansial dan analisis swot yang akan datang mampu menciptakan strategi untuk pengelolaan agroforestri landskap dan keuntungan ekonomi dalam jangka pendek dan pada periode jangka panjang akan menciptakan keuntungan sosial serta ekologis karena kriteria investasi sebagai dasar untuk kelayakan usaha selanjutnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan, untuk menganalisis dan mengkaji riap dari jenis pengelolaan sistem agroforestri layak dijadikan sebagai bahan baku industri kayu olahan, menganalisis umur optimum dan riap maksimal dari masing-masing jenis pengelolaan sistem agroforestri agar dapat ditentukan untuk kebutuhan industri kayu olahan, menganalisis secara finansial jenis pengelolaan sistem agroforestri dan menganalisis strategi ekonomi pengembangan lahan hutan dengan sistem agroforestri landskap. Hasil yang diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pemerintah dalam menentukan langkahlangkah dan startegi pengembangan yang akan diambil mengenai pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri. Di samping itu bagi petani sebagai bahan pengetahuan dan pertimbangan yang rasional sehingga dapat memilih alternatif pilihan kombinasi komoditi dengan sistem agroforestri yang dihasilkan dapat menjadi temuan dalam pencapaian pendapatan jangka panjang dan jangka pendek. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada hutan rakyat dengan sistem agroforestri yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara. Waktu yang diperlukan dalam melaksanakan penelitian ini adalah selama kurang lebih 2 tahun dari Desember 2012 sampai dengan Februari 2013 yang meliputi orientasi lapangan, penyusunan 40

3 Malau,R.,dkk: Analisis Investasi Permodelan..(1):39-45 rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data dan analisis data. Adapun objek penelitian yaitu petani atau masyarakat yang mengusahakan kayu hasil hutan rakyat dengan sistem agroforestri dari berbagai jenis yaitu di Kabupaten Kabupaten Kutai Kartanegara. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian berupa adalah tanaman pada hutan rakyat dengan sistem agroforestry, tongkat ukur, pita ukur kain, meteran, klinometer, kompas, kuesioner dan format isian, GPS (Global Positioning System), kamera foto untuk merekam kegiatan dan objek observasi, terutama objek-objek penting yang diseleksi dan ditampilkan dalam hasil penelitian ini. Penelitian ini mengkombinasikan metode telahan dokumentasi (documentation study) dari berbagai sumber data sekunder dan metode langsung (direct method), yaitu pengumpulan data primer di lapangan dengan teknik wawancara (interview), observasi lapangan (field observation) dan pengamatan langsung terhadap potensi tegakan, pengukuran diameter dilakukan pada diameter batang setinggi dada, perhitungan volume, menghitung riap volume rata-rata tahunan (MAI) dan analisis kelayakan finansial. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Finansial Permodelan Lahan Hutan Biaya-biaya yang diperlukan dalam pengusahaan permodelan lahan hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi pajak bumi dan bangunan serta upah gaji pekerja, sedangkan biaya variabel meliputi biaya perencanaan, biaya persiapan lahan, penyediaan bibit dan pengangkutannya, penanaman, penyulaman, penyiangan, penjarangan, pemeliharaan, pembuatan pondok jaga, pembelian pupuk dan peralatan dan biaya pemanenan. Rincian biaya yang diperlukan dalam permodelan lahan hutan pada masing-masing pengusahaan kebun hutan mempunyai daur yang berbeda sebagaimana pada lampiran. Adapun besarnya harga untuk masing-masing komoditas dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan harga kayu durian berdasarkan panjang dan diameternya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Harga-Harga Kayu dan Buah berdasarkan Harga Yang Berlaku di Pasaran Table 1. Price-Prices Wood and Fruit by Price Applicable in the Market Komoditi Harga Kayu jati hasil penjarangan Rp /m 3 Kayu jati hasil panen antara Rp /m 3 Kayu jati hasil panen akhir Rp /m 3 Buah durian Rp10.000/kg Kopi Rp15.000/kg Buah rambutan Rp6.000/kg Kayu mahoni Rp /m 3 Tabel 2. Harga Kayu Durian berdasarkan Panjang dan Diameter Table 2. Durian Timber prices based on length and diameter Panjang (cm) Diameter (cm) Harga (Rp.) cm cm 250 up up up up Berdasarkan harga-harga komoditi kayu dan buah, maka dapat dihitung pendapatan dari masing-masing jenis komoditi yang dituangkan dalam aliran kas sebagai berikut : Analisis Finansial Pengusahaan Jati secara Monokultur Aliran kas pengusahaan jati secara monokultur dengan daur 25 menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan jati secara monokultur selama 25 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 2,2. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp2,2. Kayu jati bisa dipanen mulai umur 10 tahun hingga umur 25 tahun dengan harga kayu disesuaikan dengan besarnya kelas diameter. Penjualan kayupun hanya 80% yang dijual secara utuh/keselurahan sedangkan yang 20% berupa kayu bakar. Pada umur 10 tahun dilakukan panen hasil penjarangan sebesar 34 m 3 dengan harga Rp Maka jumlah pendapatan yang didapat sebesar Rp dan yang berupa kayu bakar sebesar R Pada umur 15 dan 20 tahun dilakukan panen antara sebesar 38 dan 57 m 3 dengan 41

4 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 total pendapatan yaitu Rp dan Rp Sedangkan panen akhir sebesar 131,96 m 3 didapatkan hasil sebesar Rp Dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp dan 1,43. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,9% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp / KK/tahun, maka pengusahaan jati secara monokultur per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 24 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa pengusahaan jati secara monokultur pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,9%) lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Jati dan Durian Aliran kas pengusahaan jati dan durian dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan jati dan durian selama 35 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 2,04. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp2,04. Pengusahaan jati dan durian masing-masing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Buah durian bisa dipanen mulai umur 8 tahun hingga umur 35 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dan produksi optimal dicapai pada umur 25 tahun dengan harga buah durian Rp10.000/kg menghasilkan total pendapatan sebesar Rp Kayu jati bisa dipanen mulai umur 10 tahun hingga umur 25 tahun dengan harga kayu disesuaikan dengan besarnya kelas diameter. Penjualan kayupun hanya 80% yang dijual secara utuh/ keselurahan sedangkan yang 20% berupa kayu bakar. Pada umur 10 tahun dilakukan panen hasil penjarangan sbesar 6,4 m 3 dengan harga Rp Maka jumlah pendapatan yang didapat sebesar Rp Pada umur 15 dan 20 tahun dilakukan panen antara sebesar 10,3 dan 26,6 m 3 dengan total pendapatan yaitu Rp dan Rp Sedangkan panen akhir sebesar 104,47 m 3 didapatkan hasil sebesar Rp Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp dan 1,62. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 7,5% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp / KK/tahun, maka pengusahaan durian yang dicampur dengan jati per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 19 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan durian yang dicampur dengan jati pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (7,5%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Durian Secara Monokultur Aliran kas pengusahaan durian secara monokultur dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan durian secara monokultur selama 50 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 2,5. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp2,5. Pengusahaan durian secara monokultur masingmasing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Adapun pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan didapatkan dari hasil penjualan kayu dan hasil penjualan buah durian. Buah durian bisa dipanen mulai umur 15 tahun hingga umur 50 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dan produksi optimal dicapai pada umur 40 tahun dengan harga buah durian Rp10.000/kg dan menghasilkan total pendapatan sebesar Rp sedangkan pendapatan yang berasal dari penjualan kayu menghasilkan total pendapatan 42

5 Malau,R.,dkk: Analisis Investasi Permodelan..(1):39-45 sebesar Rp Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp dan 1,37. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,1% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp /KK/tahun, maka pengusahaan durian secara monokultur per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 48 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan durian secara monokultur pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,1%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Durian dan Kopi Aliran kas pengusahaan durian yang dicampur dengan kopi dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan durian dan kopi selama 35 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka tanpa meperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 1,83. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp1,83. Pengusahaan durian yang dikombinasikan dengan kopi masing-masing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Buah durian bisa dipanen mulai umur 8 tahun hingga umur 35 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dengan harga buah durian Rp10.000/kg dan total pendapatan sebesar Rp Sedangkan kopi bisa dipanen mulai umur 4 tahun hingga 20 tahun dan produksi optimal dicapai pada umur 13 tahun dengan harga Rp15.000/kg, maka total pendapatan kopi sebesar Rp Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp dan 1,36. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,9% dan pendapatan rata-rata per tahun (EAA) sebesar Rp Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp /KK/tahun, maka pengusahaan durian yang dicampur dengan kopi per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 36 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan durian yang dicampur dengan kopi pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,9%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Analisis Finansial Pengusahaan Rambutan dan Mahoni Aliran kas pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni dengan daur 35 tahun menunjukkan bahwa biaya total untuk keseluruhan kegiatan pengusahaan rambutan dan mahoni selama 35 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka tanpa memperhitungkan nilai waktu uang usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 1,24. Artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan maka akan mendapatkan hasil sebesar Rp1,24. Hal ini berarti meskipun ini layak untuk diusahakan namun tingkat pendapatan yang diperoleh sangat sedikit sekali. Pengusahaan rambutan yang dikombinasikan dengan mahoni masing-masing menghasilkan pendapatan yang berbeda-beda. Buah rambutan bisa dipanen mulai umur 4 tahun hingga umur 25 tahun dengan besarnya produksi buah sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya dengan harga buah rambutan Rp5.000/kg dan total pendapatan sebesar Rp Sedangkan mahoni bisa dipanen mulai umur 20 tahun hingga 35 tahun dan riap optimal dicapai pada umur 30 tahun dengan harga kayu sebesar Rp /m 3, maka total pendapatan kayu mohoni yang berasal dari panen hasil penjarangan, panen antara dan panen akhir sebesar Rp Dengan memperhitungkan nilai waktu waktu dan dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp dan 1,24. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 6,2% dan pendapatan rata-rata per 43

6 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 tahun (EAA) sebesar Rp Jika diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun (5 jiwa/kk) sebesar Rp /KK/ tahun, maka pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni per kepala keluarga memerlukan luas sebesar 54 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tersebut di atas menunjukan bahwa pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan karena nilai IRR (6,2%) dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Secara garis besar analisis finansial pengelolaan lahan hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dilihat pada Tabel 3. Dari data pada Tabel 3 dapat jelaskan bahwa semua jenis pengelolaan lahan hutan layak diusahakan karena analisis finansialnya menunjukkan nilai yang positif (lebih besar dari nilai MAR=5%). Dari kelima jenis pengelolaan lahan hutan, ternyata pengelolaan lahan hutan jati yang dicampur dengan durian menghasilkan nilai pendapatan rata-rata tahunan (EAA) yang paling besar dan mempunyai skala usaha yang paling kecil yaitu berturut-turut sebesar Rp dan 19 ha dengan daur 35 tahun. Hal ini disebabkan karena produksi durian yang tinggi dan produksi kayu jati yang tinggi serta mempunyai harga jual yang tinggi, sedangkan yang terkecil pendapatan rata-rata tahunan dan skala usaha yang paling luas adalah pengusahaan rambutan yang dicampur dengan mahoni berturut-turut sebesar Rp dan 54 ha dengan daur 35 tahun. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari produksi rambutan dan mahoni sangat rendah. Pengusahaan jati monokultur menghasilkan pendapatan rata-rata dan skala usaha berturut-turut sebesar Rp dan 40 ha. Sedangkan pengusahaan durian yang secara monokultur menghasilkan pendapatan rata-rata dan skala usaha berturut-turut sebesar Rp dan 48 ha dan pengusahaan durian yang dikombinasikan dengan kopi menghasilkan pendapatan rata-rata dan skala usaha berturut-turut sebesar Rp dan 38 ha. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan rata-rata tahunan dan skala usaha rata-rata dari empat jenis pengusahaan kebun hutan berturut-turut sebesar Rp dan 36 ha untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selama daur pengusahaan. Tabel 3. Rekapitulasi Analisis Finansial dan Skala Usaha Pengelolaan Hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara Table 3. Recapitulation of Financial Analysis and Business Scale Forest in Kutai Kartanegara regency Objek Daur Indikator Finansial NPV Net B/C IRR EAA Skala Jati Monokultur ,43 6, Jati + Durian ,62 7, Durian Monokultur ,37 6, Durian + Kopi ,36 6, Rambutan + Mahoni ,24 6, KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Produksi riap optimal Jati dan Durian monokultur dicapai pada umur 20 tahun dan 40 tahun, sedangkan Mahoni pada umur 30 tahun. Produksi optimal buah durian, rambutan dan kopi dicapai pada umur 25 tahun, dan 13 tahun. Pengusahaan Jati yang dikombinasikan dengan Durian menghasilkan pendapatan dan produksi yang terbesar dibandingkan dengan pengusahaan permodelan lahan hutan yang lainnya (jenis kombinasi yang lainnya). Secara finansial, semua jenis permodelan lahan hutan layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai MAR dan pengusahaan jati yang dikombinasikan dengan durian mempunyai nilai skala usaha paling sempit dan pendapatan ratarata tahunan yang paling besar jika dibandingkan dengan permodelan lahan hutan yang lainnya. Saran Produksi optimal masing-masing jenis tanaman beraneka ragam, maka perlu kiranya pemeliharaan yang intensif agar didapatkan produksi yang lebih optimal lagi dalam waktu yang lebih singkat. Permodelan lahan hutan kombinasi jati dan durian perlu direkomendasikan kepada para petani karena menghasilkan produksi dan pendapatan yang terbesar diantara model kebun hutan rakyat yang lainnya. Semua jenis permodelan lahan hutan layak untuk diusahakan maka perlu kirannya peran dari pemerintah untuk merekomendasikan kepada para petani untuk 44

7 Malau,R.,dkk: Analisis Investasi Permodelan..(1):39-45 mengusahakan jenis-jenis model yang ada, selain itu perlu kiranya bantuan dari pemerintah dalam hal penyediaan permodalan untuk membiayai kegiatan yang dimaksud. DAFTAR PUSTAKA Anjasari, R Pengaruh Hutan Tanaman Industri (HTI) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Kampar Ilir. Tugas Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. Iskandar, U Dialog Kehutanan Dalam Wacana Global. PT. Bayu Indra Grafika. Yogyakarta. Lahjie, A. M Pendekatan Pengusahaan Hutan Dengan Sistem Agroforestry. ISBN: Universitas Mulawarman, Samarinda. Arief, A Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta. 45

ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI JATI, SUNGKAI DAN RUMPUT GAJAH DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI JATI, SUNGKAI DAN RUMPUT GAJAH DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI JATI, SUNGKAI DAN RUMPUT GAJAH DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Budi Setiawan dan Abubakar M. Lahjie Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan,

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN RAKYAT KARET DAN SENGON DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI

ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN RAKYAT KARET DAN SENGON DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN RAKYAT KARET DAN SENGON DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI Ahyauddin 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Siti Balkis 3 1 Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun

Lebih terperinci

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3 D. 9 Produksi Kayu Bulat dan Nilai Harapan Lahan Hutan Tanaman Rakyat Gaharu (Aquilaria microcarpa) Di Desa Perangat Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Sofya A. Rasyid dan Abubakar M. Lahjie 2 Faperta Universitas Muhammadiyah, Palu. 2 Laboratorium Politik,

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat

Lebih terperinci

SIMULASI PRODUKSI DAN ASPEK FINANSIAL KEBUN HUTAN (MUNAAN) GENERASI KEDUA DI KABUPATEN KUTAI BARAT

SIMULASI PRODUKSI DAN ASPEK FINANSIAL KEBUN HUTAN (MUNAAN) GENERASI KEDUA DI KABUPATEN KUTAI BARAT Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3 November 2014 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 SIMULASI PRODUKSI DAN ASPEK FINANSIAL KEBUN HUTAN (MUNAAN) GENERASI KEDUA DI KABUPATEN KUTAI BARAT Simulation of Production

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL USAHA GULA AREN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

ASPEK FINANSIAL USAHA GULA AREN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA ASPEK FINANSIAL USAHA GULA AREN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Romi Antomi 1 dan Siti Balkis 2 1 Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara. 2 Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan berdasarkan statusnya terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara dapat berupa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas kawasan hutan di Pulau Jawa berdasarkan catatan BKPH Wilayah IX Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai 129.600,71 km 2. Hutan tersebut dikelilingi ±6.807 desa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Karlie A. wurangian & Erwin Hardika Putra. Karlie A. Wurangian dan Erwin Hardika Putra

Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Karlie A. wurangian & Erwin Hardika Putra. Karlie A. Wurangian dan Erwin Hardika Putra Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Karlie A. wurangian & Erwin Hardika Putra ANALISIS KELAYAKAN USAHA HUTAN RAKYAT DENGAN SKEMA KEBUN BIBIT RAKYAT DI SULAWESI UTARA The Feasibility Study of Community

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT. Latar Belakang

ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT. Latar Belakang ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT Analysis of land productivity and financial analysis of the agroforestry system in some agro-climate

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN JABIREN RAYA KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH

ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN JABIREN RAYA KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH Jurnal Hutan Tropika (ISSN: 1693-7643) Vol. XI No.2, Desember 2016. Hal. 1-8 1 ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN JABIREN RAYA KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH Fierta Tirtajaya, I Nyoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan praktek model agroforestri yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi, akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Banyak kawasan hutan yang beralih fungsi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO)

ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO) ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO) Rika Andriyani Purba 061201025 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENDAPATAN HUTAN TANAMAN JENIS MERANTI MERAH, SENGON, MAHONI, PULAI DAN BAYUR DALAM KOMBINASI PENGELOLAAN DI KALIMANTAN TIMUR

OPTIMALISASI PENDAPATAN HUTAN TANAMAN JENIS MERANTI MERAH, SENGON, MAHONI, PULAI DAN BAYUR DALAM KOMBINASI PENGELOLAAN DI KALIMANTAN TIMUR Jurnal Hutan Tropis Volume 3 No. 2 September 202 ISSN 424645 OPTIMALISASI PENDAPATAN HUTAN TANAMAN JENIS MERANTI MERAH, SENGON, MAHONI, PULAI DAN BAYUR DALAM KOMBINASI PENGELOLAAN DI KALIMANTAN TIMUR Optimizing

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU Oleh: Hengki Siahaan* dan Agus Sumadi* * Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang ABSTRAK Pengembangan kayu bawang

Lebih terperinci

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA BUDIDAYA PULLET (Studi Kasus pada UD Prapta di Desa Pasedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem) Arta, I M. G., I W. Sukanata dan R.R Indrawati Program Studi Peternakan,

Lebih terperinci

KAJIAN KELAYAKAN MODEL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT POLA MANDIRI BERBASIS AGROFORESTRI

KAJIAN KELAYAKAN MODEL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT POLA MANDIRI BERBASIS AGROFORESTRI Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 2 Juli 2016 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 KAJIAN KELAYAKAN MODEL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT POLA MANDIRI BERBASIS AGROFORESTRI The Advisability Analysis Of Agroforestry-Based,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari semakin menginginkan pola hidup yang sehat, membuat adanya perbedaan dalam pola konsumsi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11 MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis (07.00-10.00) Kelompok : 11 MODEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT NYAMPLUNG DENGAN SISTEM AGROFORESTRI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL Disusun

Lebih terperinci

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU Dusun PENGENALAN TEMPAT Desa Kecamatan Kabupaten Provinsi Sumatera Utara No urut sampel PETUGAS

Lebih terperinci

ABUBAKAR M. LAHJIE ISMAIL

ABUBAKAR M. LAHJIE ISMAIL REVITALISASI INDUSTRI KEHUTANAN DALAM USAHA PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI PLYWOOD DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Diajukan: ISMAIL ABUBAKAR M. LAHJIE 1 Latar Belakang Permasalahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon (Suharjito, 2000). Menurut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 20 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Bogor merupakan salah satu kota wisata yang perlu mengembangkan wisata lainnya, salah satunya adalah wisata Batik. Batik merupakan warisan Indonesia

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU Desy Cahyaning Utami* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: d2.decy@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011 dan bertempat di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. 3.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. F) merupakan salah satu jenis penghasil kayu pertukangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk berbagai macam keperluan pertukangan

Lebih terperinci

PENDAPATAN USAHA TANI AGROFORESTRI TRADISIONAL PADA BEBERAPA KEMIRINGAN LAHAN DI KELURAHAN KINALI KABUPATEN MINAHASA

PENDAPATAN USAHA TANI AGROFORESTRI TRADISIONAL PADA BEBERAPA KEMIRINGAN LAHAN DI KELURAHAN KINALI KABUPATEN MINAHASA PENDAPATAN USAHA TANI AGROFORESTRI TRADISIONAL PADA BEBERAPA KEMIRINGAN LAHAN DI KELURAHAN KINALI KABUPATEN MINAHASA Mildsty Tarore (1), Semuel P Ratag (1), Hengki D Walangitan 1), Euis F S Pangemanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN

Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN 1412-4645 EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN JATI PADA AREAL GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Evaluation of plant growth in Teak on National Movement for

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN Agus Yadi Ismail, Oding Syafrudin, Yudi Yutika Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan lahan berkelanjutan (sustainable land management) adalah pengelolaan lahan secara terpadu berbasis ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan serat

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh: Agus Suprapto 1, Sardju Subagjo 2, dan Poppy Arsil 2 1). Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai)

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai) ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai) Roni Johannes Sinaga *), Dr. Ir. Salmiah, MS **), Ir. M. Jufri,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan ISSN 1978-1644 8 ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Analysis of Household Income from Coconut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR Oleh : RISA ANJASARI L2D 005 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI MATERI KULIAH 4 PERTEMUAN 6 FTIP - UNPAD METODE MEMBANDINGKAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI Ekivalensi Nilai dari Suatu Alternatif Investasi Untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kelestarian Hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu elemen yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah konsep kelestarian hasil hutan (sustained yield forestry). Definisi kelestarian

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri dari pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

Oleh/By : Priyo Kusumedi dan Nur Ainun Jariyah

Oleh/By : Priyo Kusumedi dan Nur Ainun Jariyah ANALISIS FINANSIAL PENGELOLAAN AGROFORESTRI DENGAN POLA SENGON KAPULAGA DI DESA TIRIP, KECAMATAN WADASLINTANG, KABUPATEN WONOSOBO (Financial Analysis of Agroforestry Management with Sengon Cardamom Pattern

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik 6 kelompok tani di Kelurahan Tejosari Kecamatan Metro Timur Kota

Lebih terperinci

Teknik dan Biaya Budidaya Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) oleh Petani Kayu Rakyat

Teknik dan Biaya Budidaya Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) oleh Petani Kayu Rakyat JURNAL Vol. 04 Desember SILVIKULTUR 2013 TROPIKA Teknik dan Budidaya Jabon 177 Vol. 04 No. 3 Desember 2013, Hal. 178 182 ISSN: 2086-8227 Teknik dan Biaya Budidaya Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) oleh

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN

ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN DEDEN DJAENUDIN Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Email: dendja07@yahoo.com.au Latar

Lebih terperinci

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : 1829-9946 ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO UMI BAROKAH Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

TINJAUAN KELAYAKAN PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN NET PRESENT VALUE METHOD DAN INTERNAL RATE OF RETURN METHOD

TINJAUAN KELAYAKAN PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN NET PRESENT VALUE METHOD DAN INTERNAL RATE OF RETURN METHOD TINJAUAN KELAYAKAN PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN NET PRESENT VALUE METHOD DAN INTERNAL RATE OF RETURN METHOD Andreas Y. H. Aponno NRP : 9221035 Pembimbing : V. Hartanto, Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci