BAB 4 Analisis dan Bahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 Analisis dan Bahasan"

Transkripsi

1 BAB 4 Analisis dan Bahasan 4.1 Pengumpulan Data Pada proses distribusi minyak mentah konsumsi domestik, terdapat tiga lokasi pengiriman dan penyebaran hingga lokasi akhir distribusi minyak mentah yaitu RU. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Proses Distribusi Hulu Produk Minyak Mentah Domestik Pada proses distribusi tentu dibutuhkan data lokasi ketiga titik penyebaran tersebut. Data titik koordinat dari lokasi offshore, load port crude dan RU sudah disusun dalam peta (lihat Gambar 4.2). Data tersebut harus disesuaikan terhadap kedalaman laut pada pelabuhan setiap RU sehingga tidak semua jenis kapal dapat berlabuh di RU tersebut. Lalu, jalur yang diambil harus disesuaikan dengan berat muatan kapal, jenis kapal dan kedalaman laut. Jalur yang dipilih inilah yang nantinya akan menjadi data jarak untuk proses perhitungan. Proses distribusi ini berjalan selama 24/7 atau non-stop. Sehingga waktu istirahat kapal, dan kru ada pada saat kapal berlabuh di port untuk menunggu hasil produksi tercapai dan loading; dan saat berlabuh di RU untuk unloading minyak mentah dari muatan. Gambar 4.2 Lokasi Offshore, Terminal K3S, dan Refinery Unit (RU) 13

2 14 Tabel 4.1 Nama dan Jenis Minyak Mentah di Indonesia No Nama Jenis Nama Jenis Nama Jenis No No Minyak Minyak Minyak Minyak Minyak Minyak 1 Arjuna Light 10 Grissik Mix Medium 19 Sangatta Light 2 Badak Light 11 Handil Light 20 Senipah Light 3 Bekapai Light 12 Jatibarang Light 21 SLC Light 4 Belanak Light 13 Katapa Mix 22 Tarakan Light 5 Belida Light 14 Lalang Light 23 Widuri Light 6 Bunyu Light 15 Lirik Light 24 Jambi Light 7 Cinta Light 16 Madura Light 25 sepinggan Light 8 Duri Heavy 17 Mudi Light 9 Geragai Light 18 Pendalian Light Sebagai data umum, data nama produk minyak mentah yang ada di Indonesia dan jenis minyak mentah nantinya akan berpengaruh dalam pembuatan produk jadi, dan jenis muatan dalam kapal. Untuk mengolah minyak menjadi produk jadi, tentunya setiap RU memiliki komposisi yang berbeda. Komposisi tersebut tersusun dari nama produk tertentu. Nama-nama produk yang diminta setiap RU berbeda karena sesuai dengan kandungan minyak yang dibutuhkan pada proses pengolahan di setiap RU Data Dasar Perhitungan a. Data Jarak Port ke RU Perhitungan jarak dari Port menuju RU bergantung kepada jalur yang dipertimbangkan berdasar kepada berat muatan yang diangkut kapal, jenis kapal terhadap kedalaman laut sepanjang jalur yang diambil. Berikut tabel jarak antara masing-masing Port dan RU. Data jarak tersebut didapatkan dari penggunaan Netpas Software yang juga menjadi software yang saat ini digunakan oleh PT. PERTAMINA untuk mencari jarak terdekat. Tabel 4.2 Jarak Antara Port dan Refinery Unit (RU) Unit Kilo Meter RU Balikpapan Balikpapan Dumai Balongan Plaju Cilacap Port CDU IV CDU V Arjuna ,00 447, , ,00 Petrochina ,00 958, Grissik ,00 958, Belanak ,00 887,00 - Surabaya - 526,59 705,00 687,00 890,81 891,00 Madura ,00 447,00 - Bekapai ,00 37,00 - Senipah ,00 49,00 37,00 Bunyu ,00 Dumai ,59 484, , , ,00 Pada Tabel 4.2, terdapat tanda - pada cell tertentu. Hal ini dikarenakan pada komposisi minyak mentah yang dibutuhkan setiap RU berbeda, sehingga tidak semua port diharuskan mengirimkan minyak mentah ke RU tersebut. Sehingga jarak yang tercantum pada Tabel 4.2 disesuaikan dengan port mana yang mengirimkan produk melalui kapal ke RU tertentu.

3 15 b. Data Waktu Loading Minyak Mentah Loading minyak mentah merupakan suatu proses dimana minyak mentah yang merupakan hasil dari proses lifting di offshore, yang kemudian dialirkan melalui pipa ke Terminal K3S dimuat dalam kapal untuk didistribusikan sehingga dapat diolah di Refinery Unit. Waktu yang dibutuhkan untuk memuat supply minyak mentah ke kapal tergantung kepada kapasitas berat muatan yang bisa diangkut oleh kapal dalam satuan DWT (Deadweight Ton). Misalnya : Apabila LR Min DWT dengan pumping rate DWT per jam, maka waktu yang dibutuhkan untuk loading adalah: Hasil perhitungan crude loading time untuk seluruh jenis LR terdapat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Crude Loading Time untuk Setiap Jenis Kapal Jenis Kapal DWT Loading/ Loading Time (Deadweight Ton) Pumping Rate (/day) LR Min , Max ,4 MR Min , Max ,25 GP Min , Max ,69 c. Data Waktu Tempuh Setiap Jenis Kapal dari Port Menuju RU Waktu tempuh setiap kapal dibedakan berdasarkan kepada jenisnya. Terdapat tiga jenis kapal yang digunakan oleh PT. PERTAMINA yaitu Large Range (LR), Medium Range (MR), dan General Purpose (GP). Masing-masing setiap kapal memiliki batasan kecepatan yang telah ditetapkan dan berbeda setiap jenisnya. Dalam kasus pengangkutan crude, kekuatan kapal difokuskan kepada power bukan speed sehingga kecepatan pun dibatasi untuk LR: 13 Knot, MR: 12 Knot, dan GP: 11 Knot. Kecepatan ini telah ditetapkan untuk keamanan Kapal dan muatan kapal yang rentan suhu dan flammable. Untuk mengetahui waktu tempuh jalur dari Port ke RU, didapat dari rumus: Untuk RU Cilacap, Balongan, Balikpapan CDU IV, dan Balikpapan CDU V dilampirkan pada Lampiran 10. Sedangkan RU Dumai menerima produk minyak mentah melalui pipa dari offshore terdekatnya yaitu Duri, Lalang, Selat Panjang, Lirik, dan Katapa. Sehingga tidak ada Port yang menjadi penghubung untuk mendistribusikan minyak yang dibutuhkan oleh RU Dumai.

4 16 Tabel 4.4 Waktu Tempuh dari Port ke Setiap RU Dari port ke RU: Plaju Port Delivery Time (days) LR MR GP Arjuna 0,97 1,05 1,15 Dumai 0,84 0,91 0,99 Petrochina 0,27 0,29 0,31 Grissik 0,27 0,29 0,31 Surabaya 1,22 1,32 1,44 d. Data Kapasitas Unloading Minyak Mentah di Setiap RU Proses unloading merupakan proses dimana minyak mentah yang dimuat di kapal dipindahkan melalui fasilitas pipa penyalur minyak yang telah disediakan di setiap RU. Khusus untuk RU Dumai, RU ini menyediakan fasilitas pengolahan yang tidak menerima proses unloading karena komposisi produk yang dibutuhkan di RU ini, semua dikirimkan dari offshore melalui pipa menuju RU. Tabel 4.5 Kapasitas Unloading Setiap RU Unit Barrel Stream per Day Nama RU Kapasitas Unloading RU III Plaju RU IV Cilacap RU V Balikpapan CDU IV RU V Balikpapan CDU V RU VI Balongan e. Cara Perhitungan Unloading Minyak mentah Untuk melakukan penyaluran minyak mentah dari kapal ke RU melalui fasilitas pipa penyalur dengan kapasitas per hari yang berbeda di setiap RU, maka waktu yang dibutuhkan pun akan berbeda. Contoh: Apabila Kapal jenis LR membawa muatan sebanyak Barel untuk dikirim ke RU Balongan maka waktu yang dibutuhkan adalah: f. Toleransi Waktu yang Diberikan Pada Setiap Pengiriman Toleransi diberikan kepada setiap kapal pada setiap pengiriman untuk menghindari renggangnya waktu yang telah dihitung karena dua controlled factors yaitu pembersihan kapal dan maintenance kapal. Berdasar kepada data nama 154 kapal sewa dan 36 kapal milik, dihasilkan rata-rata konsumsi waktu untuk pembersihan adalah 0,19 hari (4,56 jam 5 jam) dan rata-rata konsumsi waktu perbaikan adalah 0,79 hari (18,96 jam 19 jam). Perhitungan pembersihan dan maintenance sangat diperlukan karena frekuensi kegiatan pembersihan mencapai 99,34% dan maintenance mencapai 98,08%. Dengan adanya frekuensi pembersihan dan maintenance yang cukup tinggi, maka toleransi waktu tambahan untuk pembersihan dan maintenance perlu dialokasikan. Waktu toleransi selama 1 hari = 24 jam dapat dialokasikan dalam penjadwalan untuk setiap pengiriman selama waktu toleransinya berada pada area expected idle time, yaitu waktu untuk menunggu angka

5 produksi mencapai angka alokasi supply untuk dikirim pada pengiriman kedua. Untuk melakukan operasi pada tahapan pengolahan data, terdapat beberapa constraint yang harus menjadi pertimbangan, dikarenakan kebijakan yang harus berlakukan dan telah ditetapkan oleh PT. PERTAMINA Data Constraints a. Jenis dan Kapasitas Kapal Setiap kapal hanya diperbolehkan memuat maksimal 3 produk minyak mentah dengan jenis minyak yang sama. Contohnya untuk produk Bekapai, Senipah, dan Handil yang merupakan jenis minyak light dimuat dalam satu kapal disesuaikan dengan kapasitas muatan kapal yaitu: Tabel 4.6 Jenis Kapal dan Kapasitas 17 Jenis Kapal LR MR GP Kapasitas Muatan 600,000 barel barel barel Sesuai dengan kebijakan, data dan pertimbangan terhadap suhu kapal yang berpengaruh dengan suhu minyak mentah, terdapat batasan maksimum muatan tanker untuk setiap jenis kapal yaitu: 1) Untuk GP, 100% dari kapasitas. 2) Untuk MR, 95,45% dari kapasitas. 3) Untuk LR, 92% dari kapasitas. b. Terminal Approval Setiap pelabuhan RU memiliki kedalaman yang berbeda-beda, dan setiap jenis kapal memiliki berat yang berbeda. Berdasarkan kepada data DWT (Deadweight Ton) kapal pada Tabel 4.3 dan kebijakan PT. PERTAMINA mengenai terminal dan berat kapal, tidak semua jenis kapal dapat berlabuh di RU mana saja. Berikut adalah data Terminal Approval untuk setiap RU. Tabel 4.7 RU Terminal Approval Untuk Setiap Jenis Kapal Jenis Kapal LR MR GP RU Du Pl Ba Ci Ba IV Ba V Keterangan: Diterima Ditolak Ci : Cilacap Du : Dumai Ba IV : Balikpapan CDU IV Pl : Plaju Ba V : Balikpapan CDU V Ba : Balongan

6 18 c. Komposisi Permintaan Produk Minyak Mentah di Setiap RU Permintaan produk minyak mentah pada masing-masing RU berbeda karena setiap RU memiliki mesin hanya mampu mengolah produk crude atau minyak mentah tertentu (lihat Tabel 4.8). Tabel 4.8 Komposisi Minyak Mentah Setiap RU Refinery Unit Port / Pipa Produk Pipa langsung ke RU Jatibarang Port Surabaya Mudi Balongan Duri Port Dumai SLC SLC Duri Pipa langsung ke RU Dumai Pendalian Lirik Tongkang Selat Panjang Pipa langsung ke RU Jambi Tampi Duri Port Dumai SLC Plaju Lalang Port Arjuna Arjuna Port Petrochina Geragai Port Grissik Grissik Mix Port Surabaya Mudi Pipa langsung ke RU Sepinggan Sanga-sanga Port Arjuna Arjuna Jatibarang Duri Port Dumai SLC Balikpapan CDU IV Katapa Port Bekapai Bekapai Port Senipah Senipah Handil Port Madura Madura Port Surabaya Mudi Port Belanak Belida Pipa langsung ke RU Tanjung Balikpapan CDU V Port Arjuna Cinta Widuri Port Bunyu Bunyu Tarakan Port Bekapai Sangatta Port Arjuna Arjuna Jatibarang Port Surabaya Mudi Port Dumai Duri Port Petrochina Geragai Cilacap Port Bekapai Bekapai Badak Port Senipah Handil Senipah Port Belanak Belida Belanak Port Madura Madura

7 4.2 Pengolahan Data Sesuai dengan Metodologi Penelitian, terdapat 3 tahapan pada pengolahan data yaitu klasterisasi, integer programming, dan scheduling untuk setiap RU Plaju a. Klasterisasi Menggunakan Metode Sweep Variant A (Cluster First Route Second) Klasterisasi menggunakan metode Sweep Variant A dengan garis sumbu selatan dan arah putar lawan arah jarum jam. Garis sumbu selatan dipilih karena sumbu selatan tidak akan memotong area cakupan penelitian, selain itu tidak membelah jarak antar port terdekat sehingga hasil klasterisasi dapat optimal. Hasil yang didapatkan menjadi seperti Gambar 4.3. Adapun kapasitas pembatasnya adalah kapasitas kapal yang paling besar terhadap demand dari setiap produk pada RU tersebut. Angka demand dijadikan angka penentu klaster karena pemenuhan demand merupakan prioritas. Pada kasus ini, RU menjadi pusat putar atau depot. 19 Gambar 4.3 Klasterisasi RU Plaju Setelah melakukan sweep maka didapatkan 4 klaster sebagai berikut: Tabel 4.9 Klaster RU Plaju Klaster Produk Port Klaster I Duri Dumai Lalang Dumai Klaster II Geragai Petrochina Klaster III Grissik Mix Grissik Mudi Surabaya Klaster IV Arjuna Arjuna Untuk produk Grissik Mix terdapat konsiderasi khusus karena jenis produk tersebut adalah minyak crude medium, oleh karena itu tidak dapat diklasterisasi dengan produk minyak lain.

8 20 Gambar 4.4 Rute RU Plaju Langkah selanjutnya adalah menentukan rute dari klaster yang telah dihasilkan. Dalam penentuan rute, metode yang digunakan adalah triangle insertion. Metode insertion ini dipilih karena pada masingmasing klaster, hanya terdapat maksimum 2 titik. Dalam hal ini, apabila pada suatu klaster terdapat 2 titik maka kemungkinan rute yang terbentuk hanya ada satu. Contoh: D-A-B-D akan memiliki total jarak yang sama dengan D-B-A-D. Berdasar kepada klaster tersebut dan dengan menggunakan metode triangle, maka didapatkan rute seperti pada Tabel Kolom supply berikut merupakan data supply produksi yang dialokasikan dan harus dikirim ke RU Plaju. Tabel 4.10 Rute RU Plaju Rute Jalur Supply Jarak Warna (Barrel) (Km) Rute 1 Dumai Plaju Dumai 210, Kuning Rute 2 Dumai Petrochina Plaju - Dumai 210, Hijau Rute 3 Grissik Plaju Grissik 70, Biru Rute 4 Surabaya Arjuna Plaju Surabaya 840, Oranye b. Formulasi dan Solusi Metode Integer Programming i. Frekuensi Perjalanan per Rute Formula pertama yang dibutuhkan adalah untuk mencari frekuensi perjalanan yang paling optimal untuk mengangkut produk minyak. X ij = frekuensi perjalanan / trip melalui rute i menggunakan kapal j i = rute perjalanan (rute 1, rute 2, rute 3, rute 4) j = jenis kapal (LR, MR, GP) s.t (Kapasitas rute I) (Kapasitas rute II) (Kapasitas rute III) (Kapasitas rute IV)

9 Sehingga menghasilkan z = 5 dengan rincian X 12 = 1, X 22 = 1, X 33 = 1, X 41 = 2. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa terdapat satu trip dari rute 1 dengan jenis kapal MR, satu trip dari rute 2 dengan jenis kapal MR, satu trip dengan jenis kapal GP, dan dua trip dari rute 3 dengan jenis kapal LR. ii. Waktu Pengiriman dan Jumlah Unit Setiap Pengiriman Setelah itu hasil ini akan digunakan sebagai data trip yaitu trip 1, trip 2, trip 3, trip 4, dan trip 5. Formulasi untuk optimalisasi hari yang dibutuhkan dalam unloading pada setiap Refinery Unit dan isi kapasitas kapal yang digunakan dalam setiap trip dengan mixed integer programming sebagai berikut Y ij = jumlah hari proses unloading pada trip i dengan kapal j X ij = jumlah barel yang dibawa pada trip i menggunakan kapal j i = Trip (Trip 1, Trip 2, Trip 3, Trip 4, Trip 5) j = Jenis Kapal yang digunakan (LR, MR, GP) 21 s.t (Jumlah supply pada Trip 4 + Trip 5) (Jumlah supply pada Trip 1) (Jumlah supply pada Trip 2) (Jumlah supply pada Trip 3) (Kapasitas tampung kapal pada trip 4) (Kapasitas tampung kapal pada trip 5) (Kapasitas kemampuan loading trip 1/hari) (Kapasitas kemampuan loading trip 2/hari) (Kapasitas kemampuan loading trip 3/hari) (Kapasitas kemampuan loading trip 4/hari) (Kapasitas kemampuan loading trip 5/hari) Maka dihasilkan z = 12 dengan Y 12 = 2, Y 22 = 2, Y 33 = 1, Y 41 = 4, Y 51 = 3 dan X 12 = 210,000, X 22 = 210,000, X 33 = 70,000, X 41 = 438,900, X 51 = 401,100. Hasil ini menunjukkan jumlah hari proses unloading pada trip 1 dengan jenis kapal MR adalah 2 hari, trip 2 dengan kapal MR adalah 2 hari, trip 3 dengan kapal LR adalah 4 hari, dan trip 5 dengan kapal GP adalah 1 hari. Kapasitas isi yang di angkut pada trip 1 dengan jenis kapal MR adalah 210,000 barel, trip 2 dengan jenis kapal MR adalah 210,000 barel, trip 3 dengan jenis kapal GP adalah 70,000 barel, trip 4 dengan jenis kapal LR adalah 438,900 barel, dan trip 5 dengan jenis kapal LR adalah 401,100 barel. c. Metode Scheduling Problem Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk memastikan bahwa dalam jangka waktu satu bulan November (30 hari), kapal yang telah diminimalisasi dapat secara optimum menghantarkan supply yang telah ada dan memenuhi demand.

10 22 Terdapat tiga buah data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode ini yaitu Load, Delivery, dan Unload. Berikut adalah perhitungan ketiga data tersebut: i. Perhitungan Load Load atau loading merupakan salah satu alur kerja yang digunakan pada proses scheduling. Proses load sendiri merupakan suatu proses pemindahan minyak mentah dari offshore ke kapal. Contoh Perhitungan load: ii. Perhitungan Delivery Delivery merupakan salah satu proses dalam scheduling. Pada proses ini minyak mentah yang telah di loading, kemudian akan diantarkan ke Refinery Unit (RU). Contoh Perhitungan: iii. Perhitungan Unload Unload merupakan proses terakhir dari proses scheduling dari penelitian ini. Proses ini merupakan sebuah proses dimana minyak mentah yang ada di kapal akan dialirkan ke Refinery Unit dengan menggunakan selang. Contoh Perhitungan: Dari contoh perhitungan pada halaman 25, maka dihasilkan data load, delivery, dan unload dalam unit hari seperti pada Tabel 4.11.

11 23 Tabel 4.11 Data Load, Delivery, Unload Per Hari Trip Rute Load Lead Unload 1 Duri Lalang & Geragai Mudi & Arjuna Mudi & Arjuna Grisik mix a) Tahap Pertama Perbandingan pertama dilihat dari waktu proses tercepat dan penempatan alur dilihat dari letak Load dan Unload. Misalkan GM waktu proses tercepat dan berada pada Unload maka GM paling akhir di kerjakan. Alur Pekerjaan 1 GM 2 D GM D LG D LG MA1 D LG MA1 MA2 Catatan: Tabel 4.12 Tahap Pertama Load dan Unload GM GM GM Keterangan Waktu Proses tercepat yaitu 0,5 hari yang berada pada GM dan dikerjakan terakhir Waktu proses tercepat kedua setelah GM adalah D dan dikerjakan paling awal Waktu proses tercepat selanjutnya yaitu LG, di kerjakan setelah selesai pengerjaan D Waktu Proses selanjutnya adalah MA1, urutan pekerjaan setelah LG Waktu proses terlama, namun dikerjakan sebelum proses terakhir dikerjakan D: Duri LG: Lalang & Geragai MA1: Mudi & Arjuna 1 MA2: Mudi & Arjuna 2 GM: Grisik Mix Maka, Sequence pertama adalah D LG MA1 MA2 GM b) Tahap Kedua Tahap ini tidak jauh berbeda dengan tahap pertama, perbedaan hanya terletak pada terdapatnya penjumlahan antara Load dengan Deliverydan Unload dengan Delivery. Kemudian hasil dari kedua penjumlahan tersebut dibandingkan. Penempatan alur kerja juga tetap mengikuti tahap pertama. Tabel 4.13 Penjumlahan Antara (L+D) dan (U+D) Trip Rute Dummy 1 (L+D) Dummy 2 (U+D) 1 Duri Lalang & Geragai Mudi & Arjuna Mudi & Arjuna Grisik Mix

12 24 Tabel 4.14 Tahap Kedua Setelah Adanya Penjumlahan Alur Pekerjaan 1 GM 2 LG GM 3 LG D GM 4 LG D MA1 GM 5 LG D MA1 MA2 GM Keterangan Waktu proses tercepat yaitu 0,8 berada pada GM dan dikerjakan paling akhir Waktu proses tercepat kedua adalah LG, dan dikerjakan paling awal Waktu proses tercepat selanjutnya adalah D dan dikerjakan setelah LG selesai Waktu proses tercepat keempat adalah MA1, dimana baru akan dikerjakan D telah selesai dikerjakan Waktu proses paling lama, namun dikerjakan sebelum proses terakhir adalah MA2 Sequence kedua: LG D MA1 MA2 GM c) Tahap Ketiga Tahap ini merupakan tahap pembuatan Gantt Chart dari sequence yang didapatkan pada tahap pertama dan tahap kedua untuk mencari waktu proses keseluruhan alur kerja yang paling optimal. Hasil yang didapatkan pada kedua tahap tersebut akan dibandingkan kembali dengan cara melihat waktu proses keseluruhan alur kerja yang tercepat dan sudah dikonsiderasi dengan waktu produksi minyak mentah. Waktu produksi minyak mentah ini dibutuhkan untuk mencapai angka alokasi supply untuk satu RU dalam satu bulan. Jangka waktu proses ini tergantung kepada banyaknya crude yang akan dibawa pada satu kali pengiriman. Waktu proses ini dinamakan dengan expected idle time. Misalnya, pada pengiriman Mudi, dan Arjuna dibutuhkan 2 kali pengiriman (trips). Sesuai dengan hasil tahapan integer programming pada Halaman 24, alokasi jumlah crude pada pengiriman pertama adalah barel dan pengiriman kedua sebesar barel. Untuk pengiriman pertama lifting produksi sudah dilakukan pada bulan sebelumnya sehingga dapat di angkut pada tanggal 1 di awal bulan. Akan tetapi stock untuk pengangkutan pertama itu dapat disimpan dan disesuaikan dengan tanggal pengiriman pertama. Sedangkan untuk pengiriman kedua lifting sudah dimulai dari tanggal 1 dan di sesuaikan dengan perhitungan idle time yang didapatkan dari produksi harian setiap produksi. Sehingga dapat diartikan bahwa expected idle time merupakan waktu yang dibutuhkan pada proses crude lifting untuk mencapai angka barel. Untuk mengetahui expected idle time, alokasi supply di offshore untuk masing-masing RU per hari harus diketahui terlebih dahulu Proses crude lifting di lokasi offshore ini dilakukan secara terus menerus hingga alokasi supply yang ditetapkan untuk setiap RU dapat dipenuhi. Perhitungan:

13 25 idle = 14,3 hari Maka, masing-masing sequence dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 4.5 Gantt Chart Untuk Sequence Pertama (Hari) Keterangan: Loading Delivery Time Unloading Tolerance Gambar 4.6 Gantt Chart Untuk Sequence Kedua (Hari) Gambar 4.5 dan 4.6 merupakan Gantt Chart perbandingan hasil akhir setelah konsiderasi dan hasil perhitungan berdasarkan metode M- Machine. Hasil konsiderasi ini merupakan hasil yang didapatkan setelah adanya expected idle time. Gambar 4.5 merupakan hasil dari sequence pertama, sedangkan Gambar 4.6 merupakan hasil dari sequence kedua setelah adanya penjumlahan antara (Lead + Delivery) dan (Unload + Delivery). Dari hasil perhitungan dan Gantt Chart, kedua sequence tersebut sama-sama menunjukan angka 22 hari. Hal ini berarti kedua sequence tersebut dapat dipilih untuk menjadi schedule pada RU Plaju dan angka 22 tersebut sudah termasuk dalam konsiderasi yang diberikan.

14 26 Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk memastikan bahwa dalam jangka waktu satu bulan November (30 hari), jumlah kapal yang telah diminimalisasi dapat secara optimum mendistribusikan demand dan mengantarkan alokasi supply yang telah ditetapkan Balikpapan CDU IV a. Klasterisasi Menggunakan Metode Sweep Variant A (Cluster First Route Second ) Metode klasterisasi dengan sweep sama seperti yang diterapkan pada Refinery Unit Plaju, maka hasilnya menjadi seperti Gambar 4.7. Gambar 4.7 Klasterisasi RU Balikpapan CDU IV Maka, hasil klaster dapat dilihat pada tabel Tabel 4.15 Klaster RU Balikpapan CDU IV Klaster Produk Port Klaster I Madura Madura Klaster II Mudi Surabaya Klaster III Arjuna Arjuna Jatibarang Arjuna Klaster IV Duri Dumai Klaster V Belida, Belanak Belanak Katapa Dumai Klaster VI Bekapai Bekapai Senipah, Handil Senipah Lalu untuk metode yang digunakan untuk menentukan jalur rute yang akan digunakan dalam distribusi minyak mentah, sama dengan yang diterapkan di RU Plaju, maka akan di dapatkan hasil seperti Gambar 4.8 Gambar 4.8 Rute RU Balikpapan CDU IV Berdasarkan metode yang digunakan, dihasilkan rute RU Balikpapan sebagai berikut:

15 27 Tabel 4.16 Rute RU Balikpapan CDU IV Rute Jalur Supply Jarak Warna (Barrel) (Km) Rute 1 Madura Balikpapan Madura 400, Kuning Rute 2 Surabaya Balikpapan Surabaya 340, Hijau Rute 3 Arjuna Balikpapan Arjuna 750, Biru Rute 4 Dumai Balikpapan Dumai 600, Oranye Rute 5 Belanak Dumai - Balikpapan Belanak 479, Hitam Rute 6 Bekapai Senipah Balikpapan - Bekapai 580, Merah Muda b. Formulasi dan Solusi Metode Integer Programming i. Frekuensi Perjalanan per Rute Formula yang digunakan dalam menentukan jumlah frekuensi perjalanan di Balikpapan CDU IV adalah: X ij = frekuensi perjalanan rute i dengan jenis kapal j i = rute perjalanan ( rute 1, rute 2, rute 3, rute 4, rute 5, rute 6 ) j = jenis kapal ( LR, MR, GP ) s.t (Supply Rute 1) (Supply Rute 2) (Supply Rute 3) (Supply Rute 4) (Supply Rute 5) (Supply Rute 6) Sehingga menghasilkan z = 9 dengan rincian X 11 = 1, X 21 = 1, X 31 = 2, X 41 = 2, X 51 = 1, X 61 = 2. Pada hasil ini diketahui bahwa jenis kapal yang digunakan dalam distribusi di Balikpapan CDU IV adalah Jenis LR saja, dan akan berpengaruh kepada formulasi optimalisasi hari dan isi kapasitas kapal. ii. Waktu Pengiriman dan Jumlah Unit Setiap Pengiriman Setelah itu untuk optimalisasi hari yang dibutuhkan dalam unloading pada setiap Refinery Unit dan isi muatan kapal yang digunakan dalam setiap trip adalah: = jumlah hari proses unloading (INT) = jumlah muatan kapal i = Trip (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 ) Y i X i

16 28 Gambar 4.9 Model LINGO Untuk RU Balikpapan CDU IV Maka didapatkan hasil akhir sebagai berikut: Tabel 4.17 Hasil LINGO Untuk RU Balikpapan CDU IV X Hasil Y Hasil (Barrel) Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 1 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 2 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 3 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 4 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 5 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 6 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 7 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 8 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 9 1

17 c. Metode Scheduling Problem Cara penggunaan metode scheduling sama dengan yang digunakan pada RU Plaju: a) Tahap Pertama Tabel 4.18 Tahap Pertama Load dan Unload Alur Pekerjaan Keterangan 1 D2 Waktu Proses tercepat yaitu 1hari yang berada pada D2 dan dikerjakan terkhir Waktu proses tercepat kedua setelah 2 HBS 2 D2 D2 adalah HBS2 dan dikerjakan sebelum proses terakhir Waktu proses tercepat selanjutnya AJ2 HBS 2 D2 yaitu AJ2 dikerjakan setelah selesai 3 pengerjaan D2 Waktu Proses selanjutnya adalah HBS1 AJ2 HBS 2 D2 HBS1, urutan pekerjaan adalah 4 keenam MUD merupakan waktu proses MUD HBS1 AJ2 HBS 2 D2 tercepat selanjutnya, yang dikerjakan 5 kelima Waktu proses tercepat selanjutnya D1 MUD HBS1 AJ2 HBS 2 D2 6 adalah D1 MAD merupakan waktu proses MAD D1 MUD HBS1 AJ2 HBS 2 D2 selanjutnya, namun dikerjakan paling 7 awal 8 MAD AJ1 D1 MUD HBS1 AJ2 HBS 2 D2 Waktu proses selanjutnya adalah AJ1 dan di kerjakan kedua setelah MAD Waktu proses paling lama, namun MAD AJ1 KB D1 MUD HBS1 AJ2 HBS 2 D2 dikerjakan ketiga setelah MAD dan 9 AJ1 adalah KB Sequence: MAD AJ1 KB D1 MUD HBS1 AJ2 HBS2 D2. b) Tahap Kedua Tabel 4.19 Penjumlahan Antara (L+D) dan (U+D) Trip Rute Dummy 1 (L+D) Dummy 2 (U+D) 1 Madura Mudi Arjuna, Jatibarang Arjuna, Jatibarang Duri Duri Katapa, Belanak Handil, Bekapai, Senipah Handil, Bekapai, Senipah

18 30 Tabel 4.20 Tahap Kedua Setelah Adanya Penjumlahan Alur Pekerjaan Keterangan Waktu Proses tercepat yaitu 1,1 hari yang HBS2 1 berada pada HBS2 dan dikerjakan terakhir. Waktu proses tercepat kedua setelah HBS2 HBS1 HBS2 adalah HBS1 dan dikerjakan sebelum 2 proses terakhir. Waktu proses tercepat selanjutnya adalah MUD HBS1 HBS2 3 MUD MAD merupakan waktu proses MAD MUD HBS1 HBS2 4 selanjutnya, namun dikerjakan paling awal AJ2 merupakan waktu proses tercepat MAD AJ2 MUD HBS1 HBS2 5 selanjutnya, yang dikerjakan keenam. Waktu proses tercepat selanjutnya adalah MAD D2 AJ2 MUD HBS1 HBS2 6 D2 dikerjakan setelah MAD. Waktu proses selanjutnya adalah AJ1, dan MAD AJ1 D2 AJ2 MUD HBS1 HBS2 7 dikerjakan setelah MAD selesai. 8 MAD AJ1 D1 D2 AJ2 MUD HBS1 HBS2 Waktu proses selanjutnya adalah D1 Waktu proses terlama adalah KB, namun MAD AJ1 KB D1 D2 AJ2 MUD HBS1 HBS2 9 dikerjakan ketiga. Sequence: MAD AJ1 KB D1 D2 AJ2 MUD HBS1 HBS2. c) Tahap Ketiga Pembuatan Gantt Chart untuk setiap sequence yang dihasilkan pada tahap satu dan dua, dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.10 Gantt Chart Untuk Sequence Pertama (Hari)

19 31 Gambar 4.11 Gantt Chart Untuk Sequence Kedua (Hari) Gambar 4.10 dan 4.11 merupakan Gantt Chart perbandingan hasil akhir setelah konsiderasi dan hasil perhitungan berdasarkan metode m- Machine. Hasil konsiderasi ini merupakan hasil yang didapatkan setelah adanya waktu untuk produksi pada offshore. Gambar 4.10 merupakan sequence pertama, sedangkan Gambar 4.11 merupakan sequence kedua. Dari hasil perhitungan dan Gantt Chart, hasil yang optimum terdapat pada Gambar 4.10 yang merupakan hasil sequence pertama yang menunjukkan angka 18 hari, sedangkan Gambar 4.11menunjukkan angka 26 hari. Tahap kedua lebih lama waktunya dikarenakan terdapat satu jenis minyak yang diantarkan berturut-turut, sehingga membutuhkan waktu kembali untuk mengangkut minyak mentah selanjutnya. Hasil 18 dan 26 hari adalah hasil yang telah dikonsiderasi dengan waktu produksi kedua. RU Balikpapan CDU IV ini akan digunakan pada poster dikarenakan memiliki jumlah hari optimum scheduling paling sedikit dibandingkan dengan 5 RU lainnya Cilacap a. Klasterisasi Menggunakan Metode Sweep Variant A (Cluster First Route Second ) Metode klasterisasi dengan sweep sama seperti yang diterapkan pada Refinery Unit Plaju dan Balikpapan CDU IV, maka hasilnya:

20 32 Gambar 4.12 Klasterisasi RU Cilacap Klasterisasi RU Cilacap dibagi menjadi 7 klaster dan dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.21 Klaster RU Cilacap Klaster Produk Port Klaster I Arjuna, Jatibarang Arjuna Klaster II Duri Dumai Klaster III Geragai Petrochina Belida Belanak Klaster IV Badak, Bekapai Bekapai Klaster V Handil, Senipah Senipah Klaster VI Madura Madura Mudi Surabaya Metode yang digunakan untuk menentukan jalur rute yang akan digunakan di RU Cilacap sama seperti yang diterapkan di RU Plaju dan Balikpapan CDU IV, maka akan didapatkan hasil seperti Gambar Gambar 4.13 Rute RU Cilacap Berdasarkan metode yang digunakan, dihasilkan rute RU Cilacap sebagai berikut: Tabel 4.22 Rute RU Cilacap Rute Jalur Supply Jarak (Barrel) (Km) Warna Rute 1 Arjuna Cilacap Arjuna 750, Kuning Rute 2 Dumai Cilacap Dumai 600, Biru Rute 3 Belanak Petrochina - Cilacap Belanak 500, Oranye Rute 4 Bekapai Cilacap - Bekapai 390, Hitam Rute 5 Senipah Cilacap - Senipah 500, Merah Muda Rute 6 Madura Surabaya - Cilacap Madura 900, Merah b. Formulasi dan Solusi Metode Integer Programming i. Frekuensi Perjalanan per Rute Formula yang digunakan dalam menentukan jumlah frekuensi perjalanan di Cilacap adalah:

21 33 X ij = frekuensi perjalanan i = rute perjalanan (rute 1 rute 6) j = jenis kapal (LR, MR, GP) s.t (Supply Rute 1) (Supply Rute 2) (Supply Rute 3) (Supply Rute 4) (Supply Rute 5) (Supply Rute 6) Sehingga menghasilkan z = 9 dengan rincian X 11 = 2, X 21 = 2, X 31 = 1, X 41 = 1, X 51 = 1, X 61 = 2. Pada hasil ini diketahui bahwa jenis kapal yang digunakan dalam distribusi di Cilacap adalah Jenis LR dan MR saja, dan akan berpengaruh kepada formulasi optimalisasi hari dan isi kapasitas kapal. ii. Waktu Pengiriman dan Jumlah Unit Setiap Pengiriman Setelah itu untuk optimalisasi hari yang dibutuhkan dalam unloading pada setiap Refinery Unit dan isi kapasitas kapal yang digunakan pada setiap trip adalah: = jumlah hari proses unloading trip i = jumlah muatan kapal trip i i = Trip (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9) Y i X i Gambar 4.14 Model LINGO Untuk RU Cilacap

22 34 Maka didapatkan hasil akhir sebagai berikut: Tabel 4.23 Hasil LINGO Untuk RU Cilacap X Hasil (Barrel) Y Hasil Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 1 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 2 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 3 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 4 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 5 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 6 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 7 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 8 2 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 9 1 c. Metode Scheduling Problem Cara penggunaan metode scheduling sama dengan yang digunakan pada RU Plaju yaitu membandingkan antar proses seperti: a) Tahap Pertama Tabel 4.24 Tahap Pertama Load dan Unload Alur Pekerjaan Keterangan 1 D2 Waktu proses tercepat yaitu 0,7 hari yang berada pada D2 dan dikerjakan terkhir 2 AJ2 D2 Waktu proses tercepat kedua setelah D2 adalah AJ2 dan dikerjakan sebelum proses terakhir 3 MM2 AJ2 D2 Waktu proses tercepat selanjutnya yaitu MM2, dikerjakan setelah selesai pengerjaan AJ2 4 D1 MM2 AJ2 D2 Waktu proses selanjutnya adalah D1, urutan pekerjaan adalah ketiga setelah J, D2, dan MM2 5 BB D1 MM2 AJ2 D2 BB merupakan waktu proses tercepat selanjutnya, yang dikerjakan kelima 6 AJ1 BB D1 MM2 AJ2 D2 Waktu proses tercepat selanjutnya adalah AJ1 7 MM1 AJ1 BB D1 MM2 AJ2 D2 MM1 merupakan waktu proses selanjutnya, namun dikerjakan paling awal 8 MM1 HS AJ1 BB D1 MM2 AJ2 D2 Waktu proses selanjutnya adalah HS 9 MM1 HS GBB AJ1 BB D1 MM2 AJ2 D2 Waktu proses paling lama GBB Flow: MM1 HS GBB AJ1 BB D1 MM2 AJ2 D2

23 35 b) Tahap Kedua Tabel 4.25 Tabel Tahap Kedua Setelah Adanya Penjumlahan Alur Pekerjaan Keterangan 1 AJ2 Waktu proses tercepat adalah AJ2, namun dikerjakan paling awal 2 AJ1 AJ2 Waktu tercepat selanjutnya adalah AJ1 3 MM2 AJ1 AJ2 MM2 merupakan waktu tercepat selanjutnya 4 BB MM2 AJ1 AJ2 Waktu tercepat selanjutnya adalah BB dan dikerjakan setelah D2 5 MM1 BB MM2 AJ1 AJ2 Waktu tercepat selanjutnya adalah MM1, dan dikerjakan paling awal 6 MM1 D2 BB MM2 AJ1 AJ2 D2 merupakan waktu tercepat selanjutnya dan dikerjakan sebelum BB 7 MM1 HS D2 BB MM2 AJ1 AJ2 Waktu tercepat selanjutnya adalah HS 8 MM1 HS D1 D2 BB MM2 AJ1 AJ2 D1 merupakan waktu tercepat selanjutnya dan dikerjakan keempat 9 MM1 HS GBB D1 D2 BB MM2 AJ1 AJ2 Waktu terlama adalah GBB, namun dikerjakan ketiga Flow: MM1 HS GBB D1 D2 BB MM2 AJ1 AJ2 c) Tahap Ketiga Gambar 4.15 Gantt Chart Untuk Sequence Pertama (Hari)

24 36 Gambar 4.16 Gantt Chart Untuk Sequence Kedua (Hari) Gambar 4.15 dan 4.16 merupakan Gantt Chart perbandingan hasil akhir setelah konsiderasi dan hasil perhitungan berdasarkan metode M- Machine. Hasil konsiderasi ini merupakan hasil yang didapatkan setelah adanya waktu untuk produksi pada offshore. Gambar 4.15 merupakan sequence pertama, sedangkan Gambar 4.16 merupakan sequence kedua setelah adanya penjumlahan antara (Lead + Delivery) dan (Unload + Delivery). Dari hasil perhitungan dan Gantt Chart, hasil yang optimum terdapat pada Gambar 4.15 yang merupakan hasil sequence pertama yang menunjukkan angka 20 hari, sedangkan Gambar 4.16 menunjukkan angka 28 hari. Hasil 20 dan 28 hari adalah hasil yang telah dikonsiderasi dengan waktu produksi kedua Balongan a. Klasterisasi Menggunakan Metode Sweep Variant A (Cluster First Route Second ) Metode klasterisasi dengan sweep sama seperti yang diterapkan pada Refinery Unit Plaju, maka hasilnya menjadi seperti Gambar 4.17 Gambar 4.17 Klasterisasi RU Balongan Klasterisasi RU Balongan dibagi menjadi 3 klaster dan dapat dilihat pada Tabel 4.26.

25 37 Tabel 4.26 Klaster RU Balongan Klaster Produk Port Klaster I Duri Dumai Klaster II SLC Dumai Klaster III Mudi Surabaya Metode yang digunakan untuk menentukan jalur rute yang akan digunakan di RU Balongan sama seperti yang diterapkan di RU Plaju, maka akan didapatkan hasil seperti Gambar Gambar 4.18 Rute RU Balongan Berdasarkan kepada metode yang digunakan, maka dihasilkan rute RU Cilacap sebagai berikut: Tabel 4.27 Rute RU Balongan Rute Jalur Supply Jarak Warna (Barrel) (Km) Rute 1 Dumai Balongan Dumai 1,084, Kuning Rute 2 Dumai Balongan Dumai 300, Hijau Rute 3 Surabaya Balongan Surabaya 696, Biru b. Formulasi dan Solusi Metode Integer Programming i. Frekuensi Perjalanan per Rute Formula yang digunakan dalam menentukan jumlah frekuensi perjalanan di Balongan adalah : X ij = frekuensi perjalanan / trip i = rute perjalanan (rute 1, rute 2, rute 3) j = jenis kapal ( LR, MR, GP ) s.t X X X (Supply Rute 1) X X X (Supply Rute 2) X X X (Supply Rute 3)

26 38 Sehingga menghasilkan z = 5 dengan rincian X 11 = 2, X 21 = 1, X 31 = 2. Pada hasil ini diketahui bahwa jenis kapal yang digunakan dalam distribusi di Balongan adalah Jenis LR saja, dan akan berpengaruh kepada formulasi optimalisasi hari dan muatan kapal. ii. Waktu Pengiriman dan Jumlah Unit Setiap Pengiriman Setelah itu untuk optimalisasi hari yang dibutuhkan dalam unloading pada setiap Refinery Unit dan isi kapasitas kapal yang digunakan pada setiap trip adalah : Y i X i = jumlah hari proses unloading (INT) = jumlah muatan kapal i = Trip (1, 2, 3, 4, 5) Gambar 4.19 Model LINGO Untuk RU Balongan Maka didapatkan hasil akhir sebagai berikut: Tabel 4.28 Hasil LINGO Untuk RU Balongan X Hasil Y Hasil (Barrel) Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 1 5 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 2 5 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 3 3 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 4 4 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 5 2 c. Metode Scheduling Problem Cara penggunaan metode scheduling sama dengan yang digunakan pada RU Plaju dimana membandingkan antar proses yang dilakukan seperti:

27 39 a) Tahap Pertama Tabel 4.29 Tahap Pertama Load dan Unload Alur Pekerjaan Keterangan 1 D2 Waktu Proses tercepat yaitu 1,3 hari yang berada pada D2 dan dikerjakan paling awal 2 D2 SLC Waktu proses tercepat kedua adalah SLC, yang di kerjakan setelah D2 3 D2 SLC M1 Waktu proses tercepat selanjutnya yaitu M1 4 D2 SLC M1 D1 Waktu Proses selanjutnya adalah D1, dan dikerjakan sebelum proses terakhir di kerjakan M2 merupakan waktu terlama dalam proses ini dan dikerjakan 5 D2 SLC M1 D1 M2 terakhir Sequence Tahap 1: D2 SLC M1 D1 M2. b) Tahap Kedua Tabel 4.30 Penjumlahan Antara (L+D) dan (U+D) Trip Rute Dummy 1 (L+D) Dummy 2 (U+D) 1 DURI DURI SLC MUDI MUDI Tabel 4.31 Tahap Kedua Setelah Adanya Penjumlahan Alur Pekerjaan Keterangan 1 M1 M1 merupakan waktu proses tercepat dan dikerjakan paling awal 2 M1 M2 Waktu proses selanjutnya adalah M2 3 M1 M2 D1 Proses yang akan dikerjakan selanjutnya adalah D1 4 M1 M2 D1 SLC waktu proses tercepat selanjutnya adalah SLC 5 M1 M2 D1 SLC D2 proses yang paling akhir dikerjakan adalah D2 Sequence Tahap 2: M1 M2 D1 SLC D2 c) Tahap Ketiga

28 40 Gambar 4.20 Gantt Chart Untuk Sequence Pertama (Hari) Gambar 4.21 Gantt Chart Untuk Sequence Kedua (Hari) Gambar 4.20 dan 4.21 merupakan Gantt Chart perbandingan hasil akhir setelah konsiderasi dan hasil perhitungan berdasarkan metode M- Machine. Hasil konsiderasi ini merupakan hasil yang didapatkan setelah adanya waktu untuk produksi pada offshore. Gambar 4.20 merupakan hasil darisequence pertama, sedangkan Gambar 4.21 merupakan hasil darisequence kedua setelah adanya penjumlahan antara (Lead + Delivery) dan (Unload + Delivery). Dari hasil perhitungan dan Gantt Chart, hasil yang optimum terdapat pada Gambar 4.20 yang merupakan hasil tahap pertama yang menunjukkan angka 25 hari, sedangkan Gambar 4.21 menunjukkan angka 29 hari. Hasil tersebut adalah hasil yang telah dikonsiderasi dengan waktu produksi kedua Balikpapan CDU V a. Klasterisasi Menggunakan Metode Sweep Variant A (Cluster First Route Second ) Metode klasterisasi dengan sweep sama seperti yang diterapkan pada Refinery Unit Plaju dan Balongan, maka hasilnya menjadi seperti Gambar Gambar 4.22 Klasterisasi RU Balikpapan CDU V Klasterisasi RU Balikpapan CDU V dibagi menjadi 6 klaster dan dapat dilihat pada tabel 4.32.

29 41 Tabel 4.32 Klaster RU Balikpapan CDU V Klaster Produk Port Klaster I Mudi Surabaya Klaster II Widuri, Cinta Arjuna Klaster III SLC Dumai Klaster IV Bunyu Bunyu Klaster V Tarakan Bunyu Sangatta Senipah Metode yang digunakan untuk menentukan jalur rute yang akan digunakan di RU Balikpapan CDU V sama seperti yang diterapkan di RU Plaju, Balikpapan CDU IV, Cilacap, dan Balongan maka hasilnya adalah: Gambar 4.23 Rute RU Balikpapan CDU V Berdasarkan kepada metode yang digunakan, maka dihasilkan rute RU Balikpapan CDU V sebagai berikut: Tabel 4.33 Rute RU Balikpapan CDU V Rute Jalur Supply (Barrel) Jarak (Km) Warna Rute 1 Surabaya Balikpapan Surabaya 185, Kuning Rute 2 Arjuna Balikpapan Arjuna 800, Hijau Rute 3 Dumai Balikpapan Dumai 150, Biru Rute 4 Bunyu Balikpapan Bunyu 440, Oranye Rute 5 Bunyu Senipah Balikpapan - Bunyu 270, Merah Muda b. Formulasi dan Solusi Metode Integer Programming i. Frekuensi Perjalanan per Rute Formula yang digunakan dalam menentukan jumlah frekuensi perjalanan di Balongan adalah: X ij = frekuensi perjalanan / trip i = rute perjalanan (rute 1, rute 2, rute 3, rute 4, rute 5) j = jenis kapal (MR, GP) Konsiderasi pada Balikpapan CDU V hanya kapal MR dan GP yang dapat diterima.

30 42 s.t X X (Supply Rute 1) X X (Supply Rute 2) X X (Supply Rute 3) X X (Supply Rute 4) X X (Supply Rute 5) Sehingga menghasilkan X 12 = 1, X 22 = 4, X 32 = 1, X 42 = 3, X 52 = 2. ii. Waktu Pengiriman dan Jumlah Unit Setiap Pengiriman Setelah itu untuk optimalisasi hari yang dibutuhkan dalam unloading pada setiap Refinery Unit dan isi kapasitas kapal yang digunakan pada setiap trip adalah: Y i X i = jumlah hari proses unloading (INT) = jumlah kapasitas isi kapal MR i = Trip (Trip 1 Trip 11) Dari hasil perhitungan frekuensi, jenis kapal yang digunakan adalah MR, maka berikut pemodelan pada LINGO software. Gambar 4.24 Model LINGO Untuk RU Balikpapan CDU V

31 43 Maka didapatkan hasil akhir, Tabel 4.34 Hasil LINGO Untuk RU Balikpapan CDU V X Hasil Y Hasil Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 1 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 2 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 3 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 4 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 5 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 6 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 7 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 8 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 9 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 10 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 11 1 Kapasitas Kapal trip Jumlah Hari Unload trip 12 1 c. Metode Scheduling Problem Cara penggunaan metode scheduling sama dengan yang digunakan pada RU Plaju dimana membandingkan antar proses yang dilakukan seperti: a) Tahap Pertama Tabel 4.35 Tahap Pertama Load dan Unload Alur Pekerjaan Keterangan B3 merupakan waktu tercepat pertama, 1 B3 namun dikerjakan paling akhir 2 TS1 B3 waktu tercepat selanjutnya adalah TS1 SLC dengan waktu 0,6 hari merupakan 3 SLC TS1 B3 tercepat ketiga waktu tercepat selanjutnya adalah 4 WC3 SLC TS1 B3 WC3 M memiliki waktu tercepat ke-5 5 M WC3 SLC TS1 B3 dengan 0,7 hari 6 B2 M WC3 SLC TS1 B3 waktu proses selanjutnya adalah B2 WC3 merupakan waktu proses 7 WC4 B2 M WC3 SLC TS1 B3 selanjutnya B1 merupakan waktu tercepat setelah 8 B1 WC4 B2 M WC3 SLC TS1 B3 WC3 dengan waktu tercepat selanjutnya adalah 9 WC2 B1 WC4 B2 M WC3 SLC TS1 B3 WC2 TS2 merupakan waktu tercepat 10 TS2 WC2 B1 WC4 B2 M WC3 SLC TS1 B3 selanjutnya dan di kerjakan kedua proses sebelum TS2 dikerjakan adalah 11 WC1 TS2 WC2 B1 WC4 B2 M WC3 SLC TS1 B3 WC1 Sequence: WC1 TS2 WC2 B1 WC4 B2 M WC3 SLC TS1 B3.

32 44 b) Tahap Kedua Tabel 4.36 Penjumlahan Antara (L+D) dan (U+D) Trip Rute Dummy 1 (L+D) Dummy 2 (U+D) 1 Mudi Widuri & Cinta Widuri & Cinta Widuri & Cinta Widuri & Cinta SLC Bunyu Bunyu Bunyu Tarakan & Sangatta Tarakan & Sangatta Tabel 4.37 Tahap Kedua Setelah Adanya Penjumlahan Alur Pekerjaan 1 B3 Keterangan B3 merupakan waktu tercepat pertama, namun dikerjakan paling akhir 2 TS1 B3 waktu tercepat selanjutnya adalah TS1 3 MUD TS1 B3 MUD merupakan waktu tercepat selanjutnya, dan dikerjakan sebelum TS1 dan B3 dikerjakan 4 B2 MUD TS1 B3 waktu tercepat selanjutnya adalah B2 5 TS2 B2 MUD TS1 B3 TS2 dikerjakan setelah enam proses sebelumnya selesai dikerjakan 6 B1 TS2 B2 MUD TS1 B3 waktu proses selanjutnya adalah B1 7 WC3 B1 TS2 B2 MUD TS1 B3 WC3 merupakan waktu proses selanjutnya 8 WC4 WC3 B1 TS2 B2 MUD TS1 B3 WC4 dikerjakan setelah tiga proses terdahulunya sudah selesai dikerjakan 9 WC2 WC4 WC3 B1 TS2 B2 MUD TS1 B3 waktu tercepat selanjutnya adalah WC2 10 WC1 WC2 WC4 WC3 B1 TS2 B2 MUD TS1 B3 11 SLC WC1 WC2 WC4 WC3 B1 TS2 B2 MUD TS1 B3 WC1 merupakan waktu tercepat selanjutnya dan di kerjakan kedua proses sebelum WC1 dikerjakan adalah SLC Sequence: SLC WC1 WC2 WC4 WC3 B1 TS2 B2 MUD TS1 B3.

33 45 c) Tahap Ketiga Gambar 4.25 Gantt Chart Untuk Sequence Pertama (Hari) Gambar 4.26 Gantt Chart Untuk Sequence Kedua (Hari) Gambar 4.25 dan 4.26 merupakan Gantt Chart perbandingan hasil akhir setelah konsiderasi dan hasil perhitungan berdasarkan metode M- Machine. Hasil konsiderasi ini merupakan hasil yang didapatkan setelah adanya waktu untuk produksi pada offshore. Gambar 4.25 merupakan hasil dari sequence pertama, sedangkan Gambar 4.26 merupakan hasil dari sequence kedua setelah adanya penjumlahan antara (Lead + Delivery) dan (Unload + Delivery). Dari hasil perhitungan dan Gantt Chart, hasil yang optimum terdapat pada Gambar 4.25 yang merupakan hasil sequence pertama yang menunjukkan angka 40 hari, sedangkan Gambar 4.26 menunjukkan angka 47 hari. Sequence kedua lebih lama waktunya dikarenakan WC dikerjakan secara berturut sehingga menyebabkan waktu yang lebih lama.

34 46

ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM OPERASIONAL KAPAL PENGANGKUT MINYAK MENTAH DOMESTIK PT. PERTAMINA

ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM OPERASIONAL KAPAL PENGANGKUT MINYAK MENTAH DOMESTIK PT. PERTAMINA ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM OPERASIONAL KAPAL PENGANGKUT MINYAK MENTAH DOMESTIK PT. PERTAMINA Faradiba Hafizah Lucky Rahardi Rakhmawati Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Jl. K.H. Syahdan

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan dan Saran. Gambar 5.1 Pola Operasional Kapal (proposed)

BAB 5 Simpulan dan Saran. Gambar 5.1 Pola Operasional Kapal (proposed) BAB 5 Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan 5.1.1 Simpulan Hasil Penelitian Mengacu kepada rumusan masalah, maka pola operasional yang dihasilkan dari pengolahan data (proposed) dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Lebih terperinci

(3) dan ayat (4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya

(3) dan ayat (4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya 18 MENTERS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 1961 K/12/MEM/2017 TENTANG PENETAPAN HARGA MINYAK MENTAH INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain Management Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENENTUAN POLA DISTRIBUSI LAUT YANG TEPAT UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN PENDISTRIBUSIAN YANG OPTIMAL

TUGAS AKHIR PENENTUAN POLA DISTRIBUSI LAUT YANG TEPAT UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN PENDISTRIBUSIAN YANG OPTIMAL TUGAS AKHIR PENENTUAN POLA DISTRIBUSI LAUT YANG TEPAT UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN PENDISTRIBUSIAN YANG OPTIMAL (Studi Kasus PT.PERTAMINA Persero, Jakarta.) Oleh : SRI BATHORO WRESNIADHI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana IV-27 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana transportasi laut sebagai sarana penghubung utama antara pulau. Distribusi barang antara

Lebih terperinci

JUDUL TUGAS AKHIR : 3 KG : STUDI KASUS WILAYAH KALIMANTAN TIMUR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI LPG. Oleh : Girindra Anggoro P ( )

JUDUL TUGAS AKHIR : 3 KG : STUDI KASUS WILAYAH KALIMANTAN TIMUR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI LPG. Oleh : Girindra Anggoro P ( ) JUDUL TUGAS AKHIR : PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI LPG 3 KG : STUDI KASUS WILAYAH KALIMANTAN TIMUR Oleh : Girindra Anggoro P (4106100034) Dosen pembimbing : Firmanto Hadi, S.T.,M.Sc PENDAHULUAN Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISIS USULAN PERENCANAAN KAPASITAS TANGKI CRUDE OIL BERDASARKAN TINGKAT KEEKONOMISAN REFINERY UNIT X PT Y

ANALISIS USULAN PERENCANAAN KAPASITAS TANGKI CRUDE OIL BERDASARKAN TINGKAT KEEKONOMISAN REFINERY UNIT X PT Y ANALISIS USULAN PERENCANAAN KAPASITAS TANGKI CRUDE OIL BERDASARKAN TINGKAT KEEKONOMISAN REFINERY UNIT X PT Y Aulia F. Hadining, Atya Nur Aisha Program Studi Teknik Industri Fakultas Rekayasa Industri,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Data aktual konsumsi bahan bakar minyak solar oleh alat-alat berat dan produksi yang dipergunakan PT. Pamapersada Nusantara adalah data konsumsi bahan bakar

Lebih terperinci

MODEL TRANSPORTASI OLEH YULIATI, SE, MM

MODEL TRANSPORTASI OLEH YULIATI, SE, MM MODEL TRANSPORTASI OLEH YULIATI, SE, MM PERSOALAN TRANSPORTASI Metode transportasi adalah suatu metode dalam Riset Operasi yang digunakan utk mengatur distribusi dari sumber-sumber yg menyediakan produk

Lebih terperinci

Model Pengangkutan Crude Palm Oil

Model Pengangkutan Crude Palm Oil TUGAS AKHIR Model Pengangkutan Crude Palm Oil (CPO) Untuk Domestik Oleh : Wahyu Aryawan 4105 100 013 Dosen Pembimbing : Ir. Setijoprajudo, M.SE. Bidang Studi Transportasi Laut dan Logistik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI LPG DENGAN PENDEKATAN MODEL MATEMATIS

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI LPG DENGAN PENDEKATAN MODEL MATEMATIS PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI LPG DENGAN PENDEKATAN MODEL MATEMATIS Annisa Kesy Garside, Xamelia Sulistyani, Dana Marsetiya Utama Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang,

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGATURAN RUTE KENDARAAN DENGAN MUATAN KONTAINER PENUH MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI LAGRANGIAN

OPTIMASI PENGATURAN RUTE KENDARAAN DENGAN MUATAN KONTAINER PENUH MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI LAGRANGIAN Tugas Akhir KI 091391 OPTIMASI PENGATURAN RUTE KENDARAAN DENGAN MUATAN KONTAINER PENUH MENGGUNAKAN METODE DEKOMPOSISI LAGRANGIAN Akhmed Data Fardiaz NRP 5102109046 Dosen Pembimbing Rully Soelaiman, S.Kom.,

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI MODUL II DYNAMIC PROGRAMMING

LAPORAN RESMI MODUL II DYNAMIC PROGRAMMING LABORATORIUM STATISTIK DAN OPTIMASI INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR LAPORAN RESMI MODUL II DYNAMIC PROGRAMMING I.

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN RISET

BAB III KEGIATAN RISET BAB III KEGIATAN RISET 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu di PT. Tirta Makmur Perkasa, Jalan Telaga Sari RT. 36 No. 4B Martadinata, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. 3.2 Waktu Penelitian Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. PT. Pertamina

Lebih terperinci

Estimasi Kebutuhan BBM

Estimasi Kebutuhan BBM Estimasi Kebutuhan BBM Hasil Estimasi Tahun Kunsumsi Total (Liter) Gayam Nonggunong Ra as Arjasa Kangayan Sapeken Masalembu Total 2013 1.985.587 228.971 2.180.642 4.367.677 365.931 3.394.745 3.462.689

Lebih terperinci

Optimasi Pengolahan Crude Banyu Urip di Unit CDU-II PT. Pertamina (Persero) RU IV

Optimasi Pengolahan Crude Banyu Urip di Unit CDU-II PT. Pertamina (Persero) RU IV Optimasi Pengolahan Crude Banyu Urip di Unit CDU-II PT. Pertamina (Persero) RU IV Wakhid Ahmad Jauhari *1), dan Fandy Achmad Prasetyo Utomo 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Tirta Makmur Perkasa adalah perusahaan di bawah naungan Indofood yang bertugas mendistribusikan produk air mineral dalam kemasan dengan merk dagang CLUB di Kota

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Transportasi merupakan bagian dari distribusi. Ong dan Suprayogi (2011) menyebutkan biaya transportasi adalah salah

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DATA. Kapasitas Kendaraan. Gambar 5.1. Influence Diagram

BAB 5 ANALISIS DATA. Kapasitas Kendaraan. Gambar 5.1. Influence Diagram BAB 5 ANALISIS DATA Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pembuatan Influence Diagram, pembuatan model matematis, pembuatan rute pengiriman, pembuatan lembar kerja elektronik, penentuan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 43 BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang di peroleh dari perusahaan berasal dari departemen logistic dan purchasing. Adapun data-data yang di kumpulkan adalah data permintaan

Lebih terperinci

Optimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming

Optimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming Optimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming Dwi Sutrisno 1, M. Adha Ilhami 2, Evi Febianti 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ANGKUTAN BARANG 2/23/2018. Pertemuan 1 MATA KULIAH: PERENCANAAN SISTEM LOGISTIK DAN TRANSPORTASI

PENDAHULUAN ANGKUTAN BARANG 2/23/2018. Pertemuan 1 MATA KULIAH: PERENCANAAN SISTEM LOGISTIK DAN TRANSPORTASI Pertemuan 1 PENDAHULUAN MATA KULIAH: PERENCANAAN SISTEM LOGISTIK DAN TRANSPORTASI Dr.Eng. M. Zudhy Irawan, S.T, M.T zudhyirawan.staff.ugm.ac.id ANGKUTAN BARANG 1 Urgensi Angkutan Barang dalam Performansi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat literatur dan melakukan studi kepustakaan untuk mengkaji dan menelaah berbagai buku, jurnal, karyai lmiah, laporan dan berbagai

Lebih terperinci

Model Rantai Pasok Menggunakan Petri Net dan Aljabar Max Plus dengan Mempertimbangkan Prioritas Transisi

Model Rantai Pasok Menggunakan Petri Net dan Aljabar Max Plus dengan Mempertimbangkan Prioritas Transisi Model Rantai Pasok Menggunakan Petri Net dan Aljabar Max Plus dengan Mempertimbangkan Prioritas Transisi Shofiyatul Mufidah a, Subiono b a Program Studi Matematika FMIPA ITS Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim,

Lebih terperinci

Pengembangan Model Periodic Inventory Routing Problem untuk Penjadwalan Truk Tangki Multi Kapasitas

Pengembangan Model Periodic Inventory Routing Problem untuk Penjadwalan Truk Tangki Multi Kapasitas Pengembangan Model Periodic Inventory Routing Problem untuk Penjadwalan Truk Tangki Multi Kapasitas (Studi Kasus: ISG PT. PERTAMINA UPms V SURABAYA) Oleh : Deni Irawan 2506 100 179 Dosen Pembimbing : Dr.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan Penelitian ini dilakukan di PT. Tirta Makmur Perkasa yang beralamat di Jalan Telaga Sari RT. 36 No. 4B Martadinata, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Lebih terperinci

MODEL PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT DISTRIBUSI BBM: DUMAI PONTIANAK BELAWAN - KRUENG RAYA

MODEL PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT DISTRIBUSI BBM: DUMAI PONTIANAK BELAWAN - KRUENG RAYA MODEL PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT DISTRIBUSI BBM: DUMAI PONTIANAK BELAWAN - KRUENG RAYA Firmanto Hadi 1, Hasan Iqbal Nur 1, Irfa atil Karimah 1 *, Fara Putri Nur Hariadi 1 1 Jurusan Transportasi Laut,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Program Linier (Linear Programming) Menurut Sri Mulyono (1999), Program Linier (LP) merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk mencapai

Lebih terperinci

Manajemen Sains. Eko Prasetyo. Teknik Informatika UMG Modul 5 MODEL TRANSPORTASI. 5.1 Pengertian Model Transportasi

Manajemen Sains. Eko Prasetyo. Teknik Informatika UMG Modul 5 MODEL TRANSPORTASI. 5.1 Pengertian Model Transportasi Modul 5 MODEL TRANSPORTASI 5.1 Pengertian Model Transportasi Model transportasi adalah kelompok khusus program linear yang menyelesaikan masalah pengiriman komoditas dari sumber (misalnya pabrik) ke tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan di bidang industri yang pesat dan maju dapat terlihat pada jumlah produk dalam setiap produksi dari sebuah perusahaan atau pabrik. Produk yang telah di

Lebih terperinci

USULAN PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE CAMPBELL DUDEK AND SMITH (STUDI KASUS PADA PT PAN PANEL PALEMBANG)

USULAN PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE CAMPBELL DUDEK AND SMITH (STUDI KASUS PADA PT PAN PANEL PALEMBANG) USULAN PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE CAMPBELL DUDEK AND SMITH (STUDI KASUS PADA PT PAN PANEL PALEMBANG) Yudit Christianta 1, Theresia Sunarni 2 12 Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknik Musi, Palembang

Lebih terperinci

DIREKTORAT PEMBINAAN USAHA HILIR MIGAS

DIREKTORAT PEMBINAAN USAHA HILIR MIGAS KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PENGANGKUTAN MINYAK DAN GAS BUMI DIREKTORAT PEMBINAAN USAHA HILIR MIGAS BALIKPAPAN, 9 MARET

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PADA SUPPLY MINYAK

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PADA SUPPLY MINYAK ISSN : 2338-4018 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PADA SUPPLY MINYAK Muhamad yanun as at (muh.yanun@gmail.com) Bebas Widada (bbswdd@yahoo.com) Wawan laksito YS (wlaksito@yahoo.com) ABSTRAK Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 8 Agustus 2017 MINYAK DAN GAS BUMI LIFTING Minyak Bumi 779 (2016) 1 802 (2017)

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR. Oleh : Windra Iswidodo ( )

SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR. Oleh : Windra Iswidodo ( ) SIDANG TUGAS AKHIR MODEL PERENCANAAN PENGANGKUTAN DAN DISTRIBUSI SEMEN DI WILAYAH INDONESIA TIMUR Oleh : Windra Iswidodo (4107 100 015) Pembimbing : I G. N. Sumanta Buana, S.T., M.Eng. LATAR BELAKANG Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Pada bab ini akan diuraikan mengenai proses pengumpulan dan pengolahan data hingga terbentuk rute distribusi usulan serta perancangan alat bantu hitung yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Pengolahan Data Harian Divisi operasional di JNE Logistics and Distribution bertanggung jawab untuk memastikan bahwa komoditas dari vendor-vendor yang memakai jasa JNE Logistics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merujuk pada Undang Undang No 20 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara yang menyatakan bahwa Provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI HETEROGENEOUS FLEET VEHICLE ROUTING PROBLEM PADA PENDISTRIBUSIAN MULTIPLEK DI UD. GARUDA

IMPLEMENTASI HETEROGENEOUS FLEET VEHICLE ROUTING PROBLEM PADA PENDISTRIBUSIAN MULTIPLEK DI UD. GARUDA IMPLEMENTASI HETEROGENEOUS FLEET VEHICLE ROUTING PROBLEM PADA PENDISTRIBUSIAN MULTIPLEK DI UD. GARUDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Teknik Industri ADRIANUS

Lebih terperinci

Internalisasi Biaya Eksternal pada Angkutan Laut BBM Domestik

Internalisasi Biaya Eksternal pada Angkutan Laut BBM Domestik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (213) ISSN: 23373539 (2319271 Print) E27 Internalisasi Biaya Eksternal pada Angkutan Laut BBM Domestik Ni Putu Intan Pratiwi dan Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi 34 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi Hamdy A Taha (1996) mengemukakan bahwa dalam arti sederhana, model transportasi berusaha menentukan sebuah rencana transportasi sebuah

Lebih terperinci

BAB IX SOLVER. Tujuan instruksional Khusus

BAB IX SOLVER. Tujuan instruksional Khusus BAB IX SOLVER Instruksi Tujuan instruksional Khusus Pokok Bahasan Pengajaran Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa akan mengetahui tentang analisa optimalisasi dengan adanya kendala sehingga solusi yang

Lebih terperinci

Pengembangan Model dan Algoritma Tabu Search untuk Penjadwalan Kapal Tanker dengan Memperhatikan Kompatibilitas Muatan

Pengembangan Model dan Algoritma Tabu Search untuk Penjadwalan Kapal Tanker dengan Memperhatikan Kompatibilitas Muatan Pengembangan Model dan Algoritma Tabu Search untuk Penjadwalan Kapal Tanker dengan Memperhatikan Kompatibilitas Muatan Siti Nurminarsih dan Ahmad Rusdiansyah Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Objek Studi Profil PT. Chevron Pacific Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Objek Studi Profil PT. Chevron Pacific Indonesia BAB I 1.1 Tinjauan Objek Studi PENDAHULUAN 1.1.1 Profil PT. Chevron Pacific Indonesia PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi

Lebih terperinci

PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG

PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG PERENCANAAN LAYOUT PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG Jeffisa Delaosia Kosasih 1 dan Dr. Nita Yuanita, ST.MT 2 Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH. pengkapalan propylene termasuk dalam kategori sebagai berikut:

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH. pengkapalan propylene termasuk dalam kategori sebagai berikut: BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Jenis Simulasi Metode simulasi sederhana yang akan kami pergunakan dalam penjadwalan propylene unit ROPP, berdasarkan teori simulasi yang telah dibahas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pendekatan Analisis Optimasi pada tujuan penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem dimana pola operasi adalah optimum bila frekwensi perjalanan kereta api mendekati

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data di dalam tulisan ini yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan di pengolahan dan analisis data terdiri dari : 1. Data Total

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan interupsi signifikan terhadap kegiatan operasional sehari-hari yang bersifat normal dan berkesinambungan. Interupsi ini dapat menyebabkan entitas

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat

Lebih terperinci

Rancangan dan analisis penjadwalan distribusi pada rantai pasok bahan bakar minyak menggunakan Petri Net

Rancangan dan analisis penjadwalan distribusi pada rantai pasok bahan bakar minyak menggunakan Petri Net Rancangan dan analisis penjadwalan distribusi pada rantai pasok bahan bakar minyak menggunakan Petri Net dan Aljabar Max-Plus Widdya P. Sierliawati, Subiono Widdya P. Sierliawati 1 *, Subiono 2 Institut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin tingginya mobilitas penduduk di suatu negara terutama di kota besar tentulah memiliki banyak permasalahan, mulai dari kemacetan yang tak terselesaikan hingga moda

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BANTUAN DENGAN PEMERATAAN TINGKAT PEMENUHAN DI SETIAP TITIK PERMINTAAN

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BANTUAN DENGAN PEMERATAAN TINGKAT PEMENUHAN DI SETIAP TITIK PERMINTAAN PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BANTUAN DENGAN PEMERATAAN TINGKAT PEMENUHAN DI SETIAP TITIK PERMINTAAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Teknik Industri RANDY

Lebih terperinci

ANALISA ANGKUTAN BATU BARA DENGAN KONSEP PENGGUNAAN TONGKANG KOSONG DI PELABUHAN DAN PEMANFAATAN PASANG SURUT SUNGAI

ANALISA ANGKUTAN BATU BARA DENGAN KONSEP PENGGUNAAN TONGKANG KOSONG DI PELABUHAN DAN PEMANFAATAN PASANG SURUT SUNGAI ANALISA ANGKUTAN BATU BARA DENGAN KONSEP PENGGUNAAN TONGKANG KOSONG DI PELABUHAN DAN PEMANFAATAN PASANG SURUT SUNGAI Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah tugas akhir sebagai persyaratan kelulusan

Lebih terperinci

MOJAKOE. June 4. Metode Kuantitatif dalam Bisnis

MOJAKOE. June 4. Metode Kuantitatif dalam Bisnis MOJAKOE June 4 2013 Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seijin SPA FEUI. Download MOJAKOE dan SPA Mentoring di : www.spa-feui.com Metode Kuantitatif dalam Bisnis UJIAN AKHIR SEMESTER METODE KUANTITATIF

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI vii DAFTAR ISI Halaman Judul..... i Halaman Pengesahan..... ii Kata Pengantar..... iii Abstrak.... v Abstract... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel... x Daftar Notasi... xii Lampiran....

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan melakukan pengembangan dari model yang sudah ada tentang penanganan logistik bantuan. Penentuan rute dan jumlah alokasi komoditi ke setiap titik permintaan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TUJUAN PERUMUSAN MASALAH. Fadila Putra K Distribusi menurun hingga 60% (2007) Kebutuhan Pupuk

LATAR BELAKANG TUJUAN PERUMUSAN MASALAH. Fadila Putra K Distribusi menurun hingga 60% (2007) Kebutuhan Pupuk Fadila Putra K. 4105 100 044 LATAR BELAKANG Agraris Pertanian Kebutuhan Pupuk Pemenuhan PT PUSRI Distribusi Pupuk Surabaya, Januari 2010 Distribusi menurun hingga 60% (2007) Muatan Tidak Optimum Dosen

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep Supply Chain Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

ANALISIS PERBAIKAN RUTE DISTRIBUSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI

ANALISIS PERBAIKAN RUTE DISTRIBUSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI ANALISIS PERBAIKAN RUTE DISTRIBUSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri Oleh Yohanes Andri Danunto 08 06 05519 PROGRAM

Lebih terperinci

DepartemenTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Ke 13. PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Frekuensi, Headway, dan Jumlah Armada)

DepartemenTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Ke 13. PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Frekuensi, Headway, dan Jumlah Armada) DepartemenTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 13 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Frekuensi, Headway, dan Jumlah Armada) Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Dr.Eng.

Lebih terperinci

PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAGING SAPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV.

PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAGING SAPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAGING SAPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. SARI JAYA MANDIRI SKRIPSI Oleh : DEDI INDRA GUNAWAN 0632010087 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 2 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Routing adalah proses dimana suatu router mem-forward paket jaringan yang dituju. Suatu router membuat keputusan berdasarkan IP address yang dituju oleh paket. Agar

Lebih terperinci

Modul 10. PENELITIAN OPERASIONAL MODEL TRANSPORTASI. Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Modul 10. PENELITIAN OPERASIONAL MODEL TRANSPORTASI. Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI Modul 0 PENELITIAN OPERASIONAL Oleh : Eliyani PROGRAM KELAS KARYAWAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA http://wwwmercubuanaacid JAKARTA 007 PENDAHULUAN Suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 PENGERTIAN MODEL DAN METODE TRANSPORTASI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 PENGERTIAN MODEL DAN METODE TRANSPORTASI BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 PENGERTIAN MODEL DAN METODE TRANSPORTASI 34 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Model dan Metode Transportasi Hamdy A Taha (1996) mengemukakan bahwa dalam arti sederhana, model

Lebih terperinci

Senior High School. Food Distribution

Senior High School. Food Distribution 1 Regular Category Senior High School Deskripsi, Peraturan, dan Penilaian Food Distribution 2 1. Pengantar Salah satu cara untuk meningkatkan jumlah pangan yang tersedia didunia untuk dikonsumsi adalah

Lebih terperinci

Model Konseptual Perencanaan Transportasi Bahan Bakar Minyak (BBM) Untuk Wilayah Kepulauan (Studi Kasus: Kepulauan Kabupaten Sumenep)

Model Konseptual Perencanaan Transportasi Bahan Bakar Minyak (BBM) Untuk Wilayah Kepulauan (Studi Kasus: Kepulauan Kabupaten Sumenep) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Model Konseptual Perencanaan Transportasi Bahan Bakar Minyak (BBM) Untuk Wilayah Kepulauan (Studi Kasus: Kepulauan Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Terminal Peti Kemas (Steenken, 2004)

Gambar 1.1 Terminal Peti Kemas (Steenken, 2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan transportasi laut dengan peti kemas dalam dua dekade belakangan ini mencapai sekitar 7-9% per tahun dengan perbandingan jenis angkutan laut lain hanya mengalami

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan PT PERTAMINA (Persero) khususnya Divisi Supply dan Distribusi merencanakan, mengevaluasi dan mengoptimasi sistem distribusi dan transportasi serta kinerja internal

Lebih terperinci

Mata Kuliah Penelitian Operasional II OPERATIONS RESEARCH AN INTRODUCTION SEVENTH EDITION BY HAMDY A. TAHA BAB 6.

Mata Kuliah Penelitian Operasional II OPERATIONS RESEARCH AN INTRODUCTION SEVENTH EDITION BY HAMDY A. TAHA BAB 6. Mata Kuliah Penelitian Operasional II OPERATIONS RESEARCH AN INTRODUCTION SEVENTH EDITION BY HAMDY A. TAHA BAB 6 Analisis Jaringan Dipresentasikan oleh: Herman R. Suwarman, S.Si Pendahuluan- Ilustrasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penentuan posisi kapal dan perhitungan pelayanan pemanduan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasinya di berbagai area telah meningkat pesat. Hal ini ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. aplikasinya di berbagai area telah meningkat pesat. Hal ini ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian mengenai transportasi dan aplikasinya di berbagai area telah meningkat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Produksi dan Operasi Manajeman (management) merupakan proses kerja dengan menggunakan orang dan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan (Bateman, Thomas S. : 2014)

Lebih terperinci

PT PERTAMINA (PERSERO) DIREKTORAT PENGOLAHAN. Kegiatan Operasi Kilang Pengolahan. Workshop Wartawan ESDM. Jakarta, 21 Januari 2011

PT PERTAMINA (PERSERO) DIREKTORAT PENGOLAHAN. Kegiatan Operasi Kilang Pengolahan. Workshop Wartawan ESDM. Jakarta, 21 Januari 2011 PT PERTAMINA (PERSERO) DIREKTORAT PENGOLAHAN Kegiatan Operasi Kilang Pengolahan Workshop Wartawan ESDM Jakarta, 21 Januari 2011 Agenda Overview Kilang Geografi & Overview RU s Distribusi Produk Kilang

Lebih terperinci

Kata Kunci - Ship Scheduling and Assignment, NP - Hard Problem, Metode Meta-heuristik, Simple Iterative Mutation Algoritm, Minimum requirement draft

Kata Kunci - Ship Scheduling and Assignment, NP - Hard Problem, Metode Meta-heuristik, Simple Iterative Mutation Algoritm, Minimum requirement draft 1 Pengembangan Simple Iterative Mutation Algorithm (SIM-A) untuk Menyelesaikan Permasalahan Ship Scheduling and Assignment (Studi Kasus: Distribusi Semen Curah Pada PT. X) Ketut Hendra Harianto, Nyoman

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden LATAR BELAKANG Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995. Sumber bahan baku yang diolah di PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

Optimasi Penjadwalan Rute Pelayaran Kapal Distribusi LPG PT. PERTAMINA Berdasarkan Skenario Perubahan Komposisi, 30% Propan - 70% Butan

Optimasi Penjadwalan Rute Pelayaran Kapal Distribusi LPG PT. PERTAMINA Berdasarkan Skenario Perubahan Komposisi, 30% Propan - 70% Butan Optimasi Penjadwalan Rute Pelayaran Kapal Distribusi LPG PT. PERTAMINA Berdasarkan Skenario Perubahan Komposisi, 30% Propan - 70% Butan Aditya Wiralaksana Putra, Ketut Buda Artana, Trika Pitana Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Semakin tingginya perkembangan industri membuat persaingan setiap pelaku industri semakin ketat dan meningkat tajam. Setiap pelaku industri harus mempunyai strategi

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN LOKASI PELABUHAN CPO EKSPOR DARI WILAYAH SUMATERA TENGAH

STUDI PENENTUAN LOKASI PELABUHAN CPO EKSPOR DARI WILAYAH SUMATERA TENGAH TUGAS AKHIR MN 091482 STUDI PENENTUAN LOKASI PELABUHAN CPO EKSPOR DARI WILAYAH SUMATERA TENGAH Oleh: Muhammad Ufron 4104100053 Jurusan Teknik Perkapalan Bidang Studi Transportasi Laut Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara yang menghubungkan antara lokasi tambang di Tanjung Enim Sumatra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kapal sebagai sebuah wahana teknis terdiri dari beberapa sistem permesinan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kapal sebagai sebuah wahana teknis terdiri dari beberapa sistem permesinan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kapal sebagai sebuah wahana teknis terdiri dari beberapa sistem permesinan yang bekerja sesuai fungsinya masing-masing. Pada setiap sistem dibangun oleh berbagai komponen

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS MODEL

BAB 5 ANALISIS MODEL BAB 5 ANALISIS MODEL 5.1. Solusi Model Model distribusi yang telah dikembangkan bertujuan untuk mencari alokasi logistik bencana ke setiap barak pengungsian, alokasi kendaraan yang digunakan, serta rute

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan salah satu perusahaan dibawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi Merupakan salah satu bentuk dari model jaringan kerja (network). Suatu model yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

2.2 Konsep Dasar Penjadwalan ( Scheduling) Pengertian Penjadwalan ( Scheduling) 13

2.2 Konsep Dasar Penjadwalan ( Scheduling) Pengertian Penjadwalan ( Scheduling) 13 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATAPENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRAK i ii iii iv v vi

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN. Kerjakan soal-soal berikut ini dengan singkat dan jelas!

SOAL LATIHAN. Kerjakan soal-soal berikut ini dengan singkat dan jelas! SOAL LATIHAN Kerjakan soal-soal berikut ini dengan singkat dan jelas! 1. Suatu perusahaan mempunyai tiga lokasi gudang yaitu F a, F b dan F c yang akan didistribusikan ke 3 kota yaitu W 1, W 2 dan W 3.

Lebih terperinci

Sistem Penjadwalan di PT. XYZ

Sistem Penjadwalan di PT. XYZ Sistem di PT. XYZ Fernaldi Darmasaputra Leksono 1, I Gede Agus Widyadana 2 Abstract: Production scheduling in a manufacturing company is an important point to control the production process movements.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi suatu produk mempunyai peran yang penting dalam suatu mata rantai produksi. Hal yang paling relevan dalam pendistribusian suatu produk adalah transportasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK...

DAFTAR ISI ABSTRAK... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GRAFIK... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

PENJADWALAN DISTRIBUSI PRODUK OLAHAN MINYAK MENGGUNAKAN METODE JOB-SHOP SCHEDULING PROBLEM DAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION SKRIPSI

PENJADWALAN DISTRIBUSI PRODUK OLAHAN MINYAK MENGGUNAKAN METODE JOB-SHOP SCHEDULING PROBLEM DAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION SKRIPSI PENJADWALAN DISTRIBUSI PRODUK OLAHAN MINYAK MENGGUNAKAN METODE JOB-SHOP SCHEDULING PROBLEM DAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION SKRIPSI ADI PUTRA PRADANA 0606032000 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA Hasan Iqbal Nur 1) dan Tri Achmadi 2) 1) Program Studi Teknik Transportasi Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

UNTUK DISTRIBUSI LNG DARI PULAU KALIMANTAN MENUJU PULAU JAWA MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC FERRIZA ZAINURY

UNTUK DISTRIBUSI LNG DARI PULAU KALIMANTAN MENUJU PULAU JAWA MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC FERRIZA ZAINURY OPTIMASI PENGADAAN AA KAPAL-KAPAL A A A PENGANGKUT G LNG UNTUK DISTRIBUSI LNG DARI PULAU KALIMANTAN MENUJU PULAU JAWA MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC FERRIZA ZAINURY 4303 100 010 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville,

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pengembangan perangkat lunak dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, yang terbagi atas 4

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN RUTE PELAYARAN PETIKEMAS DOMESTIK BERBASIS PERMINTAAN

ANALISIS PENENTUAN RUTE PELAYARAN PETIKEMAS DOMESTIK BERBASIS PERMINTAAN SIDANG PRESENTASI TUGAS AKHIR 8 April 2010 ANALISIS PENENTUAN RUTE PELAYARAN PETIKEMAS DOMESTIK BERBASIS PERMINTAAN Disusun oleh: YUNISTYANA RATRI N.R.P. 4105 100 005 Dosen Pembimbing Firmanto Hadi, ST,

Lebih terperinci

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep Petunjuk Sitasi; Sulistyo, S. R., & Zulfikar, M. (2017). Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep. Prosiding STI dan SATELIT 2017 (pp. H24-29).

Lebih terperinci

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq Manajemen Tranportasi dan Distribusi Dosen : Moch Mizanul Achlaq Pendahuluan Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat

Lebih terperinci

SKRIPSI PENENTUAN RUTE TERPENDEK DENGAN METODE TABU SEARCH (STUDI KASUS)

SKRIPSI PENENTUAN RUTE TERPENDEK DENGAN METODE TABU SEARCH (STUDI KASUS) SKRIPSI PENENTUAN RUTE TERPENDEK DENGAN METODE TABU SEARCH (STUDI KASUS) OLEH: HENDRA BUCIKA GLEN KADAM 5303013039 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2017

Lebih terperinci