BAB III LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep Supply Chain Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau retailer, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke retailer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima (I Nyoman Pujawan,2005).

2 3.2. Manajemen Logistik Manajemen logistik merupakan proses pengelolaan yang strategis terhadap perpindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para supplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan, dan kepada para langganan. Tujuan dari logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana dia dibutuhkan, dan dengan total biaya terendah (Donald J. Bowersox,1996). Logistik dapat juga diartikan sebagai proses perencanaan, implementasi, pengendalian secara efisien, aliran biaya yang efektif, penyimpanan barang mentah, inventori barang dalam proses, barang jadi dan informasi terkait dari titik asal ke titik konsumsi untuk tujuan memenuhi kebutuhan konsumen. Ada lima komponen yang membentuk sistem logistik, yaitu: struktur lokasi fasilitas, transportasi, persediaan (inventory), komunikasi, penanganan (handling) dan penyimpanan (storage). Dalam suatu jaringan, transportasi merupakan suatu rantai penghubung. Manajemen transport dan lalu lintas telah mendapat banyak perhatian dalam tahun-tahun ini. Pada umumnya, suatu perusahaan mempunyai 3 alternatif untuk menetapkan kemampuan transportasinya. Pertama armada peralatan swasta yang dapat dibeli atau disewa atau disebut dengan private. Yang kedua kontrak khusus yang dapat diatur dengan spesialis transport untuk mendapatkan kontrak jasa-jasa pengangkutan. Dan yang ketiga adalah suatu perusahaan dapat memperoleh jasa-jasa dari perusahaan transport berijin yang menawarkan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tertentu dengan biaya

3 tertentu atau disebut dengan angkutan umum. Dilihat dari sudut pandang logistik, terdapat tiga faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan kemampuan pelayanan transport, yaitu: biaya, kecepatan, dan konsistensi Konsep Logistik Terpadu Dekade sekarang ini manajemen logistik dalam perkembangannya menuju pada manajemen logistik terpadu. Dalam periode prioritas ini pihak manajemen mulai merumuskan rencana terhadap penyimpanan atau pergudangan, pengangkutan, pengolahan, dan bukan hanya merencanakan operasi untuk bereaksi terhadap permintaan pasar. Konsep logistik terpadu terdiri dari 2 usaha yang berkaitan yaitu : 1. Operasi logistik Aspek operasional logistik ini adalah mengenai manajemen pemindahan dan penyimpanan material dan produk jadi perusahaan. Jadi operasi logistik itu dapat dipandang berawal dari pengangkutan pertama material atau komponenkomponen dari sumber perolehannya dan berakhir pada penyerahan produk yang dibuat atau diolah pada langganan atau konsumen. Operasi logistik dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu : a. Manajemen distribusi fisik Proses manajemen distribusi fisis adalah menyangkut pengangkutan produk kepada pelangan. Dalam distribusi fisis, langganan dipandang sebagai pemberhentian terakhir dalam saluran pemasaran. Jika produk yang tepat tidak dapat diserahkan pada waktu yang dibutuhkan dengan cara yang ekonomis, maka

4 mungkin banyak usaha pemasaran yang berada dalam bahaya. Melalui proses distribusi fisik inilah waktu dan ruang dalam pelayanan nasabah menjadi bagian yang internal dari pemasaran. Jadi distribusi fisik menghubungkan suatu perusahaan dengan nasabahnya. b. Manajemen material Manajemen material adalah menyangkut perolehan dan pengangkutan material, suku cadang, dan persediaan barang jadi dari tempat pembelian ketempat pembuatan atau perakitan, gudang, atau toko pengecer. Seperti halnya distribusi fisik, manajemen material berkenaan dengan penyediaan jenis material yang dikehendaki di tempat dan pada waktu yang dibutuhkan. Kalau distribusi fisik adalah mengenai pengiriman keluar yaitu nasabah, maka manajemen material adalah mengenai pergerakan ke dalam yaitu pembuatan, penyortiran atau perakitan. c. Internal Inventory Transfer Proses pemindahan persediaan barang di dalam perusahaan adalah mengenai pengawasan terhadap komponen-komponen setengah jadi pada waktu mengalir diantara tahap-tahap manufacturing, dan pengangkutan dari produk jadi ke gudang atau saluran pengecer. Yang terpenting dari manajemen terpadu adalah koordinasi dari ketiga jenis pergerakan tersebut. Ketiga pergerakan tersebut tergabung untuk memberikan manajemen operasional bagi material, komponen setengah jadi, dan produk-produk yang bergerak diantara berbagai lokasi, sumber suplai, dan para langganan dari perusahaan secara keseluruhan. Dalam pengertian

5 ini, maka logistik adalah mengenai manajemen strategi dari keseluruhan pergerakan dan dan penyimpanan. 2. Koordinasi logistik Koordinasi logistik adalah mengenai identifikasi kebutuhan pergerakan dan penetapan rencana untuk memadukan seluruh kegiatan operasi logistik. Koordinasi logistik adalah menyangkut perencanaan dan pengawasan terhadap masalah-masalah operasional. Fungsi koordinasi logistik adalah untuk memastikan bahwa seluruh pergerakan dan penyimpanan diselesaikan se-efektif dan se-efisien mungkin. Prestasi logistik diukur dengan 3 variabel, yaitu : 1. Penyediaan (availability) adalah menyangkut kemampuan perusahaan untuk secara konsisten memenuhi kebutuhan material/bahan produksi. Jadi hal ini menyangkut level persediaan atau variabel persediaan. 2. Kemampuan (capability) adalah menyangkut jarak waktu antara penerimaan suatu pesanan dengan pengantaran barang yang dipesan. 3. Mutu (quality) adalah menyangkut seberapa jauh sebaiknya tugas logistik secara keseluruhan dilaksanakan, besarnya kerusakan, item-item yang betul, pemecahan masalah yang timbul Vehicle Routing and Scheduling Vehicle Routing Problem terkait dengan permasalahan bagaimana mendatangi pelanggan dengan menggunaka peralatan yang ada. Istilah lain untuk masalah ini adalah Vehicle Sceduling Problem, Vehicle Dispathing Problem, Delivery Problem. Vehicle Routing Problem adalah sebuah hard combinatorial

6 optimisation problem. Permasalahan ini erat kaitannya dengan permasalahan Travelling Salesman Problem. Vehicle Routing Problem menjadi Travelling Salesman Problem pada saat hanya terdapat satu alat angkut yang kapasitasnya tak hingga (Donald J. Bowersox. 1999). Dalam permasalahan vehicle routing, jika setiap alat angkut dapat menempuh trip/rute majemuk selama horizon perencanaan maka ini disebut sebagai Multi Trip Vehicle routing Problem. Contoh solusi dari Vehicle Routing Problem dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 3.1. Solusi Vehicle Routing Problem 3.5. Metode Pemilihan Rute Pengembangan rute kendaraan yang baik dapat dilakukan dengan mengaplikasikan delapan prinsip dasar berikut: 1. Mengisi truk sebanyak volume pemberhentian yang akan didatangi dimana titik-titik pemberhentian tersebut letaknya berdekatan satu sama lain. Setelah itu titik-titik pemberhentian yang berdekatan perlu dibuat kelompok rute untuk meminimumkan jarak antar pemberhentian, sehingga total waktu dalam

7 satu rute menjadi minimum dengan demikian total waktu perjalanan dalam rute tersebut juga diminimumkan. 2. Dalam pembuatan rute dimulai dari titik pemberhentian terjauh dari depot agar mendapatkan rute yg efisien. Rute yang efisien dapat dikembangkan dengan dimulai dari titik pemberhentian paling jauh dari depot ke titik yg paling dekat. 3. Saat titik pemberhentian terjauh dari depot teridentifikasi, kapasitas yang tersisa dari kendaraan yang ditugaskan sebaiknya diisi dengan memilih sekelompok yang berdekatan dengan titik pemberhentian tersebut. Setelah kendaraan ditugaskan untuk volume titik-titik pemberhentian tersebut, mulailah membuat rute dengan kendaraan lain dan identifikasi titik-titik pemberhentian terjauh dari sisa titik-titik pemberhentian yg belum ditugaskan pada kendaraan. Terus lakukan prosedur ini sampai seluruh titik pemberhentian telah ditugaskan pada kendaraan. 4. Urutan pemberhentian pada sebuah rute sebaiknya membentuk pola air mata (tear drop pattern). Hal ini ditujukan agar tidak ada jalur yang bersilangan. 5. Rute yang paling efisien dibangun dengan menggunakan kendaraan dengan kapasitas terbesar. Idealnya, penggunaan truk berkapasitas besar untuk melayani banyak titik pemberhentian dalam satu rute akan meminimalkan jarak tempuh kendaraan. Sehingga, truk dengan kapastitas terbesar harus dialokasikan terlebih dahulu. 6. Pengambilan barang (pick up) sebaiknya digabungkan dengan rute pengiriman barang (delivery), daripada pengambilan barang baru dilakukan

8 setelah semua pengiriman dilakukan. Hal ini guna meminimalkan jalur yg bersilangan yang dapat terjadi bila pengambilan dilakukan setelah seluruh pengiriman dilakukan. 7. Titik pemberhentian yang terpisah dari pengelompokan rute adalah kandidat terbaik untuk penggunaan alat transportasi lain. Titik pemberhentian yang terpisah dari pengelompokan, terutama titik pemberhentian dengan volume yang kecil, dilayani dengan waktu dan biaya yang relatif besar. Menggunakan kendaraan berkapasitas kecil untuk melayani titik pemberhentian tersebut dapat lebih ekonomis. 8. Batasan time windows titik pemberhentian yang berdekatan harus dihindari. Batasan time windows yang sangat dekat di antara pemberhentian dapat memaksa pembentukan urutan pemberhentian jauh dari pola ideal. Oleh karena time windows tidak bersifat mutlak maka sebaiknya dilakukan negosiasi terhadap titik pemberhentian yang dipaksa untuk dilayani sesuai pola routing yg diinginkan Metode Saving Matrix Metode saving matriks pada hakikatnya adalah metode untuk meminimumkan jarak atau waktu dan ongkos dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang ada (I Nyoman Pujawan,2005). Berikut ini langkah-langkah pembentukan sub-rute distribusi dengan menggunakan metode saving matriks, yaitu:

9 1. Identifikasi Matriks Jarak Pada langkah ini, diperlukan jarak antara gudang dan ke masing-masing toko dan jarak antar toko. Untuk menyederhanakan permasalahan, lintasan terpendek digunakan sebagai jarak antar lokasi. Jadi, dengan mengetahui koordinat masing-masing lokasi maka jarak antar dua lokasi bisa dihitung dengan menggunakan rumus jarak standar. Apabila jarak riil antar lokasi diketahui, maka jarak tersebut lebih baik digunakan dibanding dengan jarak teoritis dengan menggunakan rumus. Jarak dari gudang ke masing-masing toko dan jarak antar toko akan digunakan untuk menentukan matriks penghematan (saving matriks) yang akan dikerjakan pada langkah berikutnya. 2. Mengidentifikasi matriks penghematan ( saving matriks) Pada langkah ini, diasumsikan bahwa setiap toko akan dikunjungi oleh satu armada secara eksklusif. Saving matriks merepresentasikan penghematan yang bisa direalisasikan dengan menggabungkan dua pelanggan ke dalam satu rute. Untuk perhitungan penghematan jarak dapat mengunakan persamaan: S(x,y) = J (G, x) + J(G,y) J(x,y) Dimana: S(x,y) = Penghematan Jarak J (KPM,x) = Jarak gudang ke toko x J (KPM,y) = Jarak gudang ke toko y J (x,y) = Jarak toko x ke toko y

10 3. Mengalokasikan Toko ke kendaraan atau rute Dengan menggunakan tabel penghematan jarak, dapat dilakukan pengalokasian toko ke kendaraan atau rute. Pada tahap awal, tiap toko alokasikan ke rute yang berbeda, namun toko-toko tersebut bisa digabungkan sampai pada batas kapasitas truk yang ada. Penggabungan akan dimulai dari nilai penghematan terbesar karena diupayakan memaksimumkan penghematan. 4. Mengurutkan toko (tujuan) dalam rute yang sudah terdefinisi Setelah alokasi toko ke rute dilakukan, langkah berikutnya adalah menentukan urutan kunjungan. Ada banyak metode yang bisa digunakan untuk menentukan urutan kunjungan ini Algoritma Nearest Neighbour Metode nearest neighbour merupakan metode yang pertama digunakan untuk mendapatkan solusi vehicle routing problem. Metode ini sangat mudah dan cepat untuk diimplementasikan. Prinsip dari metode ini adalah selalu menambahkan satu titik tujuan yang paling dekat jaraknya dengan lokasi yang terakhir dikunjungi. Caranya adalah dipilih satu titik konsumen sebagai titik awal lalu bergerak ke kota selanjutnya yang terdekat. Algoritma nearest neighbour adalah sebuah metode untuk melakukan klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling dekat dengan objek tersebut. Algoritma nearest neighbour adalah pendekatan untuk mencari kasus dengan menghitung kedekatan antara kasus baru dengan

11 kasus lama. Tujuan dari algoritma ini untuk mengklasifikasikan objek baru berdasarkan atribut dan training sample. Langkah-langkah algoritma nearest neighbor adalah sebagai berikut : 1. Tentukan kota pertama sebagai kota awal keberangkatan (simpul awal) 2. Ambil kota lain sebagai tujuan perjalanan dengan syarat biaya/jarak dari kota asal yang paling minimal. 3. Ambil kota lain sebagai tujuan perjalanan selanjutnya dengan syarat biaya/jarak paling minimal dari kota kedua dengan syarat belum pernah dikunjungi. 4. Ulangi langkah kedua dan ketiga sampai semua kota (simpul) sudah dilalui. 5. Hitung semua rute yang telah didapatkan Metode Clarke & Wright Savings Algoritma ini tergolong dalam construction method, yaitu metode yang secara berangsur-angsur (bertahap) memasukkan setiap pelanggannya ke dalam suatu rute. Metode ini, sesuai namanya, dipublikasikan oleh Clarke dan wright dengan berdasarkan pada prinsip penghematan (savings). Penghematan yang dimaksud adalah penghematan yang diperoleh apabila menggabungkan dua rute menjadi satu. Dua rute yang memiliki penghematan terbesarlah yang pertam kali mendapat kesempatan untuk dimasukkan ke dalam rute. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengerjaan dengan menggunakan Algoritma Clarke & Wright Savings yaitu :

12 1. Langkah 1 Inisiasi data pelanggan, matriks jarak dan kapasitas mobil lanjutkan ke langkah Langkah 2 Hitung penghematan (savings) dengan menggunakan persamaan S ij = C o,i + C o,j - C i,j C o,i = jarak dari depot ke node i C o,j = jarak dari depot ke node j C i,j = jarak dari node i ke node j S i,j = nilai penghematan jarak dari node i ke node j Nilai penghematan (S i,j ) adalah jarak yang dapat dihemat jika rute o-i-o digabungkan dengan rute o-j-o menjadi rute tunggal o-i-j-o yang dilayani oleh satu kendaraan yang sama. Lanjutkan ke langkah Langkah 3 Urutkan mulai yang terbesar ke terkecil nilai savings pasangan pelanggan yang didapat pada tabel saving matriks, lanjutkan ke langkah Langkah 4 Pilih pasangan pelanggan dengan nilai savings terbesar untuk dimasukkan kedalam rute, pasangan pelanggan yang masuk kedalam tur perjalanan dihapus dari tabel saving matriks untuk tidak dimasukkan pada iterasi berikutnya, lanjutkan ke langkah 5.

13 5. Langkah 5 Hitung jumlah permintaan dari pasangan pelanggan yang terpilih kemudian lanjutkan ke langkah Langkah 6 Lakukan pengecekan untuk jumlah permintaan. Jika jumlah permintaan kapasitas alat angkut, maka lanjutkan ke langkah 8 dan jika jumlah permintaan > kapasitas alat angkut maka buat tur baru dengan total waktu dan jumlah permintaan menjadi 0, kembali ke langkah 4 7. Langkah 8 Masukkan pasangan pelanggan terpilih pada iterasi berikutnya yang memiliki nilai savings terbesar sama seperti langkah 4, lanjutkan ke langkah Langkah 12 Lakukan pengecekan apakah semua permintaan pelanggan sudah dilayani, jika sudah maka rute terbentuk lalu selesai, namun jika belum maka pilih pelanggan selanjutnya berdasarkan pasangan pelanggan terakhir yang terpilih dengan nilai savings terbesar kemudian kembali ke langkah 4.

14 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT.PP LONDON SUMATRA INDONESIA,Tbk yang berada di Tanjung Morawa, Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 27 Februari 2017 sampai dengan selesai Jenis Penelitian Jenis penelitian ini tergolong action research yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan solusi yang dapat diaplikasikan pada perusahaan dalam keperluan pengambilan keputusan operasional. (Sinulingga; 2011) Objek Penelitian Objek penelitian yang diamati adalah rute pengangkutan bahan baku (TBS) dari kebun sawit ke pabrik Variabel Penelitian Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel dependen. Variabel dependen dalam hal ini adalah rute pengangkutan TBS optimal yaitu jalur pengangkutan TBS terbaik dan lebih efisien yang merupakan

15 hasil analisis terhadap alternatif jalur yang ada. 2. Variabel independen a. Jam kerja supir Variabel ini menunjukkan waktu yang tersedia setiap hari kerja bagi supir. b. Jarak antar TPH (Titik Penumpukan Hasil) dan pabrik Variabel ini menunjukkan jarak antara pabrik dengan setiap titik pengangkutan dan juga jarak antar setiap TPH. c. Kapasitas alat angkut Variabel ini menunjukkan jumlah barang yang dapat diangkut oleh alat transportasi sekali angkut. d. Jumlah TBS yang diangkut Variabel ini menunjukkan jumlah buah yang harus diangkut sesuai dengan jumlah produksi. d. Waktu loading/unloading Variabel ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan helper untuk memuat TBS ke dalam truk dan membongkar TBS dari truk pengangkut 4.5. Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual adalah jaringan asosiasi yang disusun, dijelaskan dan dielaborasi secara logis antar variabel yang dianggap relevan pada situasi masalah dan diidentifikasi melalui proses seperti wawancara, pengamatan, dan survei literatur. Diagram skematis untuk kerangka teoritis penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

16 Jam Kerja Supir Jarak Antar Titik Penumpuka Hasil dan Pabrik Kapasitas Alat Angkut Penghematan Jarak Analisis efisiensi rute Rute Distribusi Optimal Jumlah TBS yang Diangkut Waktu loading/ unloading Gambar 4.1.Kerangka Berpikir 4.6. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah tahapan-tahapan dalam melaksanakan suatu penelitian. Blok diagram prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.

17 MULAI Studi Pendahuluan 1. Kondisi Perusahaan 2. Informasi Pendukung Studi Literatur 1. Teori Buku 2. Referensi Jurnal Penelitian Identifikasi Masalah Awal Rute pengangkutan TBS tidak baku Pengumpulan Data 1. Data waktu loading/unloading 2. Jumlah TBS hasil panen kebun 3. Jarak antar titik pengangkutan (TPH) dan jarak TPH ke pabrik 4. Jam kerja supir 5. Kapasitas pengangkutan 6. Jumlah alat angkut/transportasi Pengolahan data 1. Langkah-langkah clarke & wright saving : -Inisiasi data jarak dan membuat matriks jarak -Menghitung saving matriks (matriks penghematan) -Mengurutkan nilai saving terbesar ke terkecil -Memilih pasangan dengan nilai matriks terbesar -Menghitung sisa kapasitas truk pengangkut -Memilih pasangan berikutnya sesuai iterasi nilai saving terbesar berikutnya -Melakukan iterasi hingga semua TPH telah terpilih dan masuk dalam rute 2. Melakukan identifikasi dengan metode nearest neighbour -Menambahkan TPH terdekat ke rute -Menambahkan TPH terdekat ke tempat yang terakhir dikunjungi -Ulangi langkah hingga semua TPH dikunjungi Analisis Pemecahan Masalah Analisis perbandingan hasil dari kedua metode Kesimpulan dan Saran Gambaran umum hasil penelitian dan masukan untuk kebijakan perbaikan SELESAI Gambar 4.2 Blok Diagram Prosedur Penelitian

18 4.7. Instrumen Penelitian Instrumen yang dipakai dalam pengumpulan data pada penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu loading/unloading 2. Alat tulis, digunakan untuk mencatat data waktu dan data yang diperlukan 3. Worksheet, digunakan sebagai catatan hasil pengamatan. 4. Catatan jarak Truk digunakan sebagai acuan menetapkan jarak yang dilakukan truk alat angkut dari pabrik ke kebun Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi matriks jarak antar Titik Penumpukan Hasil (TPH) dan pabrik 2. Melakukan identifikasi matriks penghematan dengan metode saving matrix. 3. Mengalokasikan pengangkutan TBS ke rute transport 4. Melakukan identifikasi dengan metode Clarke & Wright Savings. 5. Melakukan identifikasi dengan metode nearest neighbour 6. Melakukan pengurutan rute 7. Menyusun rute dan jadwal pengangkutan

19 4.9. Analisis Pemecahan Masalah Dari hasil pengolahan data ditentukan usulan rute pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik. Kemudian analisis dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari kedua metode serta pemilihan rute terbaik Kesimpulan dan Saran Tahap terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi butir penting dalam penelitian ini. Kesimpulan merupakan perumusan rangkuman dari hasil penelitian. Sedangkan saran yang diberikan akan diarahkan pada beberapa rancangan atau usulan perbaikan yang bermanfaat bagi perusahaan dan penelitian-penelitian berikutnya.

20 BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1. Pengumpulan Data Mekanisme Pengangkutan TBS dari Kebun PT.PP. LONDON SUMATRA INDONESIA, Tbk melakukan produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel dengan bahan baku yang berasal dari kebun milik sendiri. Untuk setiap divisi kebun akan dibagi ke dalam 2 jadwal panen yaitu area panen I dan area panen II, dengan kegiatan panen dilakukan setiap sekali dua minggu. Proses pemanenan dilakukan oleh tim panen di area pasar panen dan hasil akan ditumpuk di Tempat Penumpukan Hasil (TPH). Bagian transportasi akan bekerjasama dengan pihak divisi kebun dalam pengangkutan TBS di tiap area panen. Truk yang dikirim akan melapor ke pihak divisi untuk selanjutnya melakukan pengangkutan yang dibantu 2 orang helper. Truk pengangkut akan berkeliling mengunjungi tiap TPH di area panen sampai muatan truk mencapai 10 ton dan kembali ke pabrik Data Jarak TPH dan Pabrik Data jarak TPH dan kebun diperlukan dalam menentukan nilai penghematan jarak yang dihasilkan berdasarkan metode Clarke and Wright Saving. Peta lokasi kebun dapat dilihat pada Gambar 5.1.

21 Sumber: PT.PP. LONDON SUMATRA INDONESIA, Tbk Gambar 5.1 Peta Kebun Divisi VI Kebun dibagi dalam 25 area dengan luas dalam satuan hektar (ha) dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut : Tabel 5.1 Perkiraan Data Luas dan Produksi Divisi VI No Divisi Luas (ha) Produksi (ton/ 2 minggu) ,21 13, ,93 10, ,41 11, ,73 16, ,76 9, ,34 15,2 TPH Jumlah TBS/TPH (ton) Jarak ke BG POM (km) PP1 6,6 5,8 PP2 6,7 6,1 PP3 5,1 5,2 PP4 5,1 5,3 PP5 5,8 5,5 PP6 5,9 5,5 PP7 7,6 4,9 PP8 8,5 5,6 PP9 4,6 5,2 PP10 4,8 5,3 PP11 7,5 4,7 PP12 7,7 4,2

22 Tabel 5.1 Perkiraan Data Luas dan Produksi Divisi VI (lanjutan) No Divisi Luas (ha) Produksi (ton/ 2 minggu) TPH Jumlah TBS/TPH (ton) Jarak ke BG POM (km) ,41 14, ,05 13, ,72 10, ,46 14, ,16 15, ,2 13, ,42 8, ,89 13, ,98 11, ,48 12, ,58 14, ,03 13, ,09 12, ,73 12,6 PP13 7 4,5 PP14 7,2 5,4 PP15 7 5,2 PP16 6,4 4,8 PP17 5,3 5,5 PP18 5,5 5.8 PP19 7,3 5,8 PP20 7,6 5,9 PP21 7,5 6,0 PP22 7,7 6,4 PP23 6 6,7 PP24 7,1 6,8 PP25 4 7,4 PP26 4,2 7,6 PP27 6,3 8,9 PP28 7,4 8,4 PP29 6 8,1 PP30 5,6 7,9 PP31 6,4 7,1 PP32 6,4 6,7 PP33 7,8 5,8 PP34 7,1 6,2 PP35 6,8 7,3 PP36 7,1 7,5 PP37 6,1 8,3 PP38 6,2 8,7 PP39 6,4 9,2 PP40 6,2 9,6

23 Tabel 5.1 Perkiraan Data Luas dan Produksi Divisi VI (lanjutan) No Divisi Luas (ha) Produksi (ton/ 2 minggu) TPH Jumlah TBS/TPH (ton) Jarak ke BG POM (km) ,35 9,9 PP ,1 PP42 4,9 9, ,5 7,2 PP ,3 PP44 3,2 8, ,62 15,7 PP45 8,1 9,0 PP46 7,6 9, ,84 14,7 PP47 7,2 8,2 PP48 7,5 8, ,42 10,3 PP ,1 PP50 5,3 10,2 Total 897,31 315,1 315,1 256,8 Sumber: PT.PP. LONDON SUMATRA INDONESIA, Tbk Dari data pada tabel 5.1 diketahui bahwa terdapat 50 titik penumpukan hasil (TPH) di divisi VI kebun milik pabrik tersebut. Namun untuk penjadwalan panen divisi VI dibagi pada dua jadwal panen, yang dilakukan sekali dua minggu. Area yang ditempati TPH01 sampai dengan TPH26 merupakan satu area yang jadwal panen bersamaan, sedangkan TPH27 sampai dengan TPH50 akan dipanen dua minggu berikutnya. Data jarak antara Titik Pengumpulan Hasil (TPH) yang satu dengan TPH yang lain dapat dilihat pada Tabel 5.2.

24 Tabel 5.2 Data Jarak antar TPH dalam Satuan Kilometer PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 PP9 PP10 PP11 PP12 PP13 PP14 PP15 PP16 PP17 PP18 PP19 PP20 PP21 PP22 PP23 PP24 PP25 PP26 PP1 0,51 0,81 0,72 0,65 0,91 1,12 1,20 1,22 1,52 1,56 1,57 1,81 1,8 1,85 1,84 2,12 2,25 2,23 2,22 2,18 2,50 2,81 2,73 3,21 3,15 PP2 1,13 0,60 0,62 0,87 1,03 1,22 0,95 1,12 1,73 1,31 1,52 1,74 1,83 1,84 2,23 2,23 2,21 2,2 2,12 2,44 2,75 2,71 3,19 3,09 PP3 0,91 1,12 1,42 0,44 0,75 1,13 1,27 1,38 1,02 1,32 1,84 1,7 1,68 2,08 2,1 2,08 2,07 2,22 2,54 2,85 2,58 3,06 3,18 PP4 0,42 0,78 0,53 0,79 0,73 1,34 1,25 0,86 1,12 1,88 1,37 1,36 1,64 1,77 1,75 1,74 1,82 2,07 2,35 2,26 2,8 2,69 PP5 0,27 0,85 1,11 0,68 1,24 1,52 1,23 1,49 1,88 1,74 1,73 2,01 2,14 2,12 2,11 2,33 2,58 2,86 2,63 3,17 3,2 PP6 0,97 1,12 0,69 0,58 0,98 1,39 1,65 1,22 1,52 1,79 2,07 1,92 1,9 1,89 1,88 2,13 2,41 2,41 2,95 2,75 PP7 0,28 0,39 0,77 0,99 0,41 0,67 1,49 0,92 0,91 1,19 1,32 1,30 1,29 1,4 1,65 1,93 1,81 2,35 2,47 PP8 0,27 0,37 0,46 0,25 0,51 0,88 0,76 0,75 1,03 1,16 1,14 1,13 1,34 1,59 1,87 1,65 2,19 2,31 PP9 0,35 0,92 0,68 0,94 0,97 1,19 1,18 1,46 1,59 1,57 1,56 1,43 1,68 1,96 2,08 2,62 2,3 PP10 0,53 0,66 0,92 0,55 1,17 1,16 1,44 1,57 1,55 1,54 1,01 1,26 1,54 2,06 2,60 1,88 PP11 0,39 0,65 0,47 0,90 0,89 1,170 1,30 1,28 1,27 0,93 1,18 1,46 1,79 2,33 1,8 PP12 0,26 0,85 0,51 0,50 0,78 0,91 0,89 0,88 1,04 1,29 1,57 1,40 1,94 1,91 PP13 0,56 0,28 0,30 0,58 0,68 0,66 0,65 0,81 1,06 1,34 1,17 1,71 1,68 PP14 0,31 0,58 0,86 0,78 0,72 0,74 0,70 0,95 1,23 1,26 1,80 1,57 PP15 0,27 0,55 0,4 0,38 0,37 0,53 0,78 1,06 0,89 1,43 1,55 PP16 0,28 0,67 0,65 0,64 0,8 1,05 1,33 0,13 1,66 1,78 PP17 0,88 1,12 0,99 1,08 1,21 1,61 1,20 1,74 1,86 PP18 0,45 0,66 0,68 0,96 1,07 0,72 1,35 1,47 PP19 0,52 0,54 0,68 0,90 0,75 1,23 1,35 PP20 0,27 0,50 0,73 0,53 1,09 1,21 PP21 0,23 0,48 0,54 1,12 0,82 PP22 0,22 0,57 0,57 0,56 PP23 0,83 0,44 0,34 PP24 0,47 0,59 PP25 0,12 PP26

25 5.2. Pengolahan Data Penentuan Rute Pengangkutan TBS pada Area Panen I dengan Metode Clarke & Wright Savings Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan rute pengngkutan TBS di Divisi VI area panen I dengan pendekatan metode Clarke & Wright Savings adalah sebagai berikut: a. Langkah 1: Tahap awal penentuan rute pengangkutan TBS adalah menentukan jumlah TPH, matriks jarak dan kapasitas Dum Truck (DT). Data ini dapat dilihat pada pengumpulan data b. Langkah 2: Menghitung penghematan (savings) jarak antar titik penumpukan hasil (TPH). Rumus yang digunakan untuk menghitung besar penghematan antar TPH sebagai berikut: S (i,j) = J (0,i) + J (0,j) J (i,j) Dimana: S (i,j) = matriks penghematan J (0,i) = jarak pabrik ke TPH i J (0,j) = jarak pabrik ke TPH y J (i,j) = jarak TPH i dan TPH j Sebagai contoh dilakukan perhitungan penghematan pada S PP1,PP2 adalah sebagai berikut:

26 S (PP1,PP2) = J (PP0,PP1) + J (PP0,PP2) J (PP1,PP2) S (PP1,PP2) = 5,8 + 6,1 0,51 = 11,39 km Lakukan semua perhitungan dengan cara yang sama untuk semua TPH sehingga diperoleh matriks penghematan, yang ditunjukkan pada Tabel 5.3.

27 Tabel 5.3. Matriks penghematan pada setiap titik penumpukan hasil (TPH) area panen I PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 PP9 PP10 PP11 PP12 PP13 PP14 PP15 PP16 PP17 PP18 PP19 PP20 PP21 PP22 PP23 PP24 PP25 PP26 PP1 11,39 10,19 10,38 10,65 10,39 9,58 10,2 9,78 9,58 8,94 8,43 8,49 9,4 9,15 8,76 9,18 9,35 9,37 9,48 9,62 9,7 9,69 9,87 9,99 10,25 PP2 10,17 10,8 10,98 10,73 9,97 10,48 10,35 10,28 9,07 8,99 9,08 9,76 9,47 9,06 9,37 9,67 9,69 9,8 9,98 10,06 10,05 10,19 10,31 10,61 PP3 9,59 9,58 9,28 9,66 10,05 9,27 9,23 8,52 8,38 8,38 8,76 8,7 8,32 8,62 8,9 8,92 9,03 8,98 9,06 9,05 9,42 9,54 9,62 PP4 10,38 10,02 9,67 10,11 9,77 9,26 8,75 8,64 8,68 8,82 9,13 8,74 9,16 9,33 9,35 9,46 9,48 9,63 9,65 9,84 9,9 10,21 PP5 10,73 9,55 9,39 10,12 9,26 8,48 7,67 7,21 8,02 8,86 8,27 8,29 9,16 9,48 9,59 9,57 9,82 10,24 10,87 11,03 11,8 PP6 9,43 9,98 10,01 10,22 9,22 8,31 8,35 9,68 9,18 8,51 8,93 9,38 9,4 9,51 9,62 9,77 9,79 9,89 9,95 10,35 PP7 10,22 9,71 9,43 8,61 8,69 8,73 8,81 9,18 8,79 9,21 9,38 9,4 9,51 9,5 9,65 9,67 9,89 9,95 10,03 PP8 10,53 10,53 9,84 9,55 9,59 10,12 10,04 9,65 10,07 10,24 10,26 10,37 10,26 10,41 10,43 10,75 10,81 10,89 PP9 10,15 8,98 8,72 8,76 9,63 9,21 8,82 9,24 9,41 9,43 9,54 9,77 9,92 9,94 9,92 9,98 10,5 PP10 9,47 8,84 8,88 10,15 9,33 8,94 9,36 9,53 9,55 9,66 10,29 10,44 10,46 10,04 10,1 11,02 PP11 8,51 8,55 9,63 9 8,61 9,03 9,2 9,22 9,33 9,77 9,92 9,94 9,71 9,77 10,5 PP12 8,44 8,75 8,89 8,5 8,92 9,09 9,11 9,22 9,16 9,31 9,33 9,6 9,66 9,89 PP13 9,34 9,42 9 9,42 9,62 9,64 9,75 9,69 9,84 9,86 10,13 10,19 10,42 PP14 10,29 9,62 10,04 10,42 10,48 10,56 10,7 10,85 10,87 10, ,43 PP15 9,73 10,15 10,6 10,62 10,73 10,67 10,82 10,84 11,11 11,17 11,25 PP16 10,02 9,93 9,95 10,06 10,00 10,15 10,17 11,47 10,54 10,62 PP17 10,42 10,18 10,41 10,42 10,69 10,59 11,1 11,16 11,24 PP18 11,15 11,04 11,12 11,24 11,43 11,88 11,85 11,93 PP19 11,18 11,26 11,52 11,6 11,85 11,97 12,05 PP20 11,63 11,8 11,87 12,17 12,21 12,29 PP21 12,17 12,22 12,26 12,28 12,78 PP22 12,88 12,63 13,23 13,44 PP23 12,67 13,66 13,96 PP24 13,73 13,81 PP25 14,88 PP26

28 c. Langkah 3: Setelah didapatkan nilai savings dari masing-masing TPH, maka selanjutnya dilakukan iterasi untuk mengurutkan TPH berdasarkan nilai penghematan (savings) dari yang terbesar hingga terkecil. Dan proses iterasi akan tetap dilakukan sampai semua nilai penghematan telah terpilih. Berikut ini adalah proses iterasi semua TPH : Iterasi 1 Pada Tabel 5.11 diketahui bahwa nilai savings terbesar terdapat pada pasangan TPH PP25 dan PP26 sebesar 14,88 km. maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk adalah PP0-PP25-PP26-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP25 dan PP26 dihapus. Iterasi 2 Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP22 dan PP23 sebesar 12,88 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22- PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP22 dan PP23 dihapus. Iterasi 3: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP21 dan PP24 sebesar 12,26 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24 PP0.

29 Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP21 dan PP24 dihapus. Iterasi 4: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP1 dan PP2 sebesar 11,39 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1 PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP1 dan PP2 dihapus. Iterasi 5: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP19 dan PP20 sebesar 11,18 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20- PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP19 dan PP20 dihapus. Iterasi 6: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP5 dan PP6 sebesar 10,73 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5- PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP5 dan PP6 dihapus.

30 Iterasi 7: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP15 dan PP18 sebesar 10,60 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP15 dan PP18 dihapus. Iterasi 8: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP8 dan PP9 sebesar 10,53 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP8 dan PP9 dihapus. Iterasi 9: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP10 dan PP14 sebesar 10,15 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP10 dan PP14 dihapus.

31 Iterasi 10: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP16 dan PP17 sebesar 10,02 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP16 dan PP17 dihapus. Iterasi 11: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP4 dan PP7 sebesar 9,67 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP7-PP4-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP4 dan PP7 dihapus. Iterasi 12: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP11 dan PP13 sebesar 8,55 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP7-PP4-PP13- PP11-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP11 dan PP13 dihapus.

32 Iterasi 13: Dari hasil iterasi sebelumnya diperoleh nilai savings terbesar yaitu pasangan TPH PP3 dan PP12 sebesar 8,38 km. Maka rute pengangkutan TBS yang terbentuk selanjutnya adalah PP0 PP25 PP26 PP23 PP22-PP21-PP24-PP2-PP1-PP19- PP20-PP6-PP5-PP15-PP18-PP8-PP9-PP10-PP14-PP16-PP17-PP7-PP4-PP13- PP11-PP12-PP3-PP0. Selanjutnya deret baris dan kolom pada savings matriks bagian PP3 dan PP12 dihapus dan semua TPH telah dimasukkan ke dalam rute pengangkutan, maka proses iterasi dihentikan. Seluruh saving matriks hasil iterasi dapat dilihat pada lampiran. d. Langkah 4 Selanjutnya dihitung jumlah dari pasangan TPH sesuai dengan rute yang terbentuk. Apabila jumlah tumpukan melebihi kapasitas truk pengangkut maka TPH tersebut dimasukkan ke rute berikutnya. Hasil rute yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5.4.

33 Tabel 5.4. Rekapitulasi Perhitungan dan Pembentukan Rute dengan Metode Clarke & Wright Savings NO TPH Jumlah TBS/TPH (ton) PP25 4 PP26 4,2 PP23 6 PP22 4 PP22 3,7 PP21 6,3 PP21 1,2 PP24 7,1 PP2 6,7 PP1 3,3 PP1 3,3 PP19 6,7 PP19 0,6 PP20 7,6 PP6 5,9 PP5 4,1 PP5 1,7 PP15 7 PP18 5,5 PP8 4,5 PP8 4 PP9 4,6 PP10 4,8 PP14 5,2 Total Jumlah TBS (ton) Kapasitas Truk (ton) Jarak Tempuh (Km) 8, , , ,63 8, , , ,83 8, , ,27 8, , ,56 8, , ,25

34 Tabel 5.4. Rekapitulasi Perhitungan dan Pembentukan Rute (Lanjutan) NO TPH Jumlah TBS/TPH (ton) PP14 2 PP16 6,4 PP17 5,3 PP7 4,7 PP7 2,9 PP4 5,1 PP13 7 PP11 3 PP11 4,5 PP3 5,1 Total Jumlah TBS (ton) Kapasitas Truk (ton) Jarak Tempuh (Km) 8, , , , , ,42 18 PP12 7,7 7,7 10 8,4 TOTAL 214, Penentuan Rute Pengangkutan TBS pada Area Panen I dengan Metode Nearest Neighbour Penentuan rute pengangkutan TBS pada Divisi VI area pembagian 1 menggunakan metode nearest neighbor, dimana metode ini menggunakan prinsip sederhana yaitu Titik Pengumpulan Hasil (TPH) yang akan dituju adalah TPH yang memiliki jarak paling dekat dengan TPH yang dikunjungi terakhir. Penentuan rute dengan menggunakan metode Nearest Neighbour, dengan langkah sebagai berikut :

35 a. Iterasi 1: Titik awal keberangkatan truk pengangkut dari pabrik dan perjalanan berikutnya memiliki 26 kemungkinan untuk kunjungan pertama, yaitu : Tabel 5.5. Tabel jarak antara pabrik(pp0) dengan 26 TPH TPH JARAK KE PABRIK (PP0) (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 5,8 6,6 PP2 6,1 6,7 PP3 5,2 5,1 PP4 5,3 5,1 PP5 5,5 5,8 PP6 5,5 5,9 PP7 4,9 7,6 PP8 5,6 8,5 PP9 5,2 4,6 PP10 5,3 4,8 PP11 4,7 7,5 PP12 4,2 7,7 PP13 4,5 7 PP14 5,4 7,2 PP15 5,2 7 PP16 4,8 6,4 PP17 5,5 5,3 PP18 5,8 5,5 PP19 5,8 7,3 PP20 5,9 7,6 PP21 6 7,5 PP22 6,4 7,7

36 Tabel 5.5. Tabel jarak antara pabrik(pp0) dengan 26 TPH (lanjutan) TPH JARAK KE PABRIK (PP0) (Km) JUMLAH TBS (TON) PP23 6,7 6 PP24 6,8 7,1 PP25 7,4 4 PP26 7,6 4,2 Dari 26 kemungkinan yang menjadi kunjungan pertama dari pabrik adalah PP12 karena memiliki jarak terpendek sebesar 4,2 Km. b. Perjalanan dari penumpukan hasil PP12 memiliki 25 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu Tabel 5.6. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 25 TPH lainnya TPH JARAK KE PP12 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,57 6,6 PP2 1,31 6,7 PP3 1,02 5,1 PP4 0,86 5,1 PP5 1,23 5,8 PP6 1,39 5,9 PP7 0,41 7,6 PP8 0,25 8,5 PP9 0,68 4,6 PP10 0,66 4,8 PP11 0,39 7,5 PP13 0,26 7

37 Tabel 5.6. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 25 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP12 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP15 0,51 7 PP16 0,50 6,4 PP17 0,78 5,3 PP18 0,91 5,5 PP19 0,89 7,3 PP20 0,88 7,6 PP21 1,04 7,5 PP22 1,29 7,7 PP23 1,57 6 PP24 1,40 7,1 PP25 1,94 4 PP26 1,91 4,2 Dari 25 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP12 adalah PP8 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,25 Km. c. Perjalanan dari penumpukan hasil PP8 memiliki 24 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel 5.7. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 24 TPH lainnya TPH JARAK KE PP8 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,2 6,6 PP2 1,22 6,7 PP3 0,75 5,1 PP4 0,79 5,1

38 Tabel 5.7. Tabel jarak antara TPH PP12 dengan 24 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP8 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP5 1,11 5,8 PP6 1,12 5,9 PP7 0,28 7,6 PP9 0,27 4,6 PP10 0,37 4,8 PP11 0,46 7,5 PP13 0,25 7 PP14 0,51 7,2 PP15 0,88 7 PP16 0,76 6,4 PP17 1,03 5,3 PP18 1,16 5,5 PP19 1,14 7,3 PP20 1,13 7,6 PP21 1,34 7,5 PP22 1,59 7,7 PP23 1,87 6 PP24 1,65 7,1 PP25 2,19 4 PP26 2,31 4,2 Dari 24 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP8 adalah PP13 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,25 Km. d. Perjalanan dari penumpukan hasil PP13 memiliki 23 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :

39 Tabel 5.8. Tabel jarak antara TPH PP13 dengan 23 TPH lainnya TPH JARAK KE PP13 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,81 6,6 PP2 1,52 6,7 PP3 1,32 5,1 PP4 1,12 5,1 PP5 1,49 5,8 PP6 1,65 5,9 PP7 0,67 7,6 PP9 0,94 4,6 PP10 0,92 4,8 PP11 0,65 7,5 PP14 0,56 7,2 PP15 0,28 7 PP16 0,30 6,4 PP17 0,58 5,3 PP18 0,68 5,5 PP19 0,66 7,3 PP20 0,65 7,6 PP21 0,81 7,5 PP22 1,06 7,7 PP23 1,34 6 PP24 1,17 7,1 PP25 1,71 4 PP26 1,68 4,2

40 Dari 23 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP13 adalah PP15 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,28 Km. e. Perjalanan dari penumpukan hasil PP15 memiliki 22 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel 5.9. Tabel jarak antara TPH PP15 dengan 22 TPH lainnya TPH JARAK KE PP15 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,85 6,6 PP2 1,83 6,7 PP3 1,7 5,1 PP4 1,37 5,1 PP5 1,74 5,8 PP6 1,52 5,9 PP7 0,92 7,6 PP9 1,19 4,6 PP10 1,17 4,8 PP11 0,90 7,5 PP14 0,31 7,2 PP16 0,27 6,4 PP17 0,55 5,3 PP18 0,40 5,5 PP19 0,38 7,3 PP20 0,37 7,6 PP21 0,53 7,5 PP22 0,78 7,7 PP23 1,06 6 PP24 0,89 7,1

41 Tabel 5.9. Tabel jarak antara TPH PP15 dengan 22 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP15 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP25 1,43 4 PP26 1,55 4,2 Dari 22 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP15 adalah PP16 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,27 Km. f. Perjalanan dari penumpukan hasil PP16 memiliki 21 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP16 dengan 21 TPH lainnya TPH JARAK KE PP16 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,84 6,6 PP2 1,84 6,7 PP3 1,68 5,1 PP4 1,36 5,1 PP5 1,73 5,8 PP6 1,79 5,9 PP7 1,84 7,6 PP9 1,18 4,6 PP10 1,16 4,8 PP11 0,89 7,5 PP14 0,58 7,2 PP17 0,28 5,3 PP18 0,67 5,5 PP19 0,65 7,3

42 Tabel Tabel jarak antara TPH PP16 dengan 21 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP16 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP20 0,64 7,6 PP21 0,80 7,5 PP22 1,05 7,7 PP23 1,33 6 PP24 1,17 7,1 PP25 1,66 4 PP26 1,78 4,2 Dari 21 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP16 adalah PP17 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,28 Km. g. Perjalanan dari penumpukan hasil PP17 memiliki 20 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP17 dengan 20 TPH lainnya TPH JARAK KE PP17 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 2,12 6,6 PP2 2,23 6,7 PP3 2,08 5,1 PP4 1,64 5,1 PP5 2,01 5,8 PP6 2,07 5,9 PP7 1,19 7,6 PP9 1,46 4,6 PP10 1,44 4,8

43 Tabel Tabel jarak antara TPH PP17 dengan 20 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP17 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP11 1,17 7,5 PP14 0,86 7,2 PP18 0,88 5,5 PP19 1,12 7,3 PP20 0,99 7,6 PP21 1,08 7,5 PP22 1,21 7,7 PP23 1,61 6 PP24 1,20 7,1 PP25 1,74 4 PP26 1,86 4,2 Dari 20 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP17 adalah PP14 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,86 Km. h. Perjalanan dari penumpukan hasil PP14 memiliki 19 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP14 dengan 19 TPH lainnya TPH JARAK KE PP14 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,8 6,6 PP2 1,74 6,7 PP3 1,84 5,1 PP4 1,88 5,1 PP5 1,88 5,8

44 Tabel Tabel jarak antara TPH PP14 dengan 19 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP14 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP6 1,22 5,9 PP7 1,49 7,6 PP9 0,97 4,6 PP10 0,55 4,8 PP11 0,47 7,5 PP18 0,78 5,5 PP19 0,72 7,3 PP20 0,74 7,6 PP21 0,70 7,5 PP22 0,95 7,7 PP23 1,23 6 PP24 1,26 7,1 PP25 1,80 4 PP26 1,57 4,2 Dari 19 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP19 adalah PP11 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,47 Km. i. Perjalanan dari penumpukan hasil PP11 memiliki 18 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP11 dengan 18 TPH lainnya TPH JARAK KE PP11 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,56 6,6 PP2 1,73 6,7

45 Tabel Tabel jarak antara TPH PP11 dengan 18 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP11 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP3 1,38 5,1 PP4 1,25 5,1 PP5 1,52 5,8 PP6 0,98 5,9 PP7 0,99 7,6 PP9 0,92 4,6 PP10 0,53 4,8 PP18 1,30 5,5 PP19 1,28 7,3 PP20 1,27 7,6 PP21 0,93 7,5 PP22 1,18 7,7 PP23 1,46 6 PP24 1,79 7,1 PP25 2,33 4 PP26 1,80 4,2 Dari 18 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP11 adalah PP10 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,53 Km. j. Perjalanan dari penumpukan hasil PP10 memiliki 17 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :

46 Tabel Tabel jarak antara TPH PP10 dengan 17 TPH lainnya TPH JARAK KE PP10 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,52 6,6 PP2 1,12 6,7 PP3 1,27 5,1 PP4 1,34 5,1 PP5 1,24 5,8 PP6 0,58 5,9 PP7 0,77 7,6 PP9 0,35 4,6 PP18 1,57 5,5 PP19 1,55 7,3 PP20 1,54 7,6 PP21 1,01 7,5 PP22 1,26 7,7 PP23 1,54 6 PP24 2,06 7,1 PP25 2,60 4 PP26 1,88 4,2 Dari 17 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP10 adalah PP09 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,35 Km. k. Perjalanan dari penumpukan hasil PP09 memiliki 16 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :

47 Tabel Tabel jarak antara TPH PP9 dengan 16 TPH lainnya TPH JARAK KE PP09 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,22 6,6 PP2 0,95 6,7 PP3 1,13 5,1 PP4 0,73 5,1 PP5 0,68 5,8 PP6 0,69 5,9 PP7 0,39 7,6 PP18 1,59 5,5 PP19 1,57 7,3 PP20 1,56 7,6 PP21 1,43 7,5 PP22 1,68 7,7 PP23 1,96 6 PP24 2,08 7,1 PP25 2,62 4 PP26 2,30 4,2 Dari 16 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP09 adalah PP07 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,39 Km. l. Perjalanan dari penumpukan hasil PP07 memiliki 15 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :

48 Tabel Tabel jarak antara TPH PP07 dengan 15 TPH lainnya TPH JARAK KE PP07 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 1,12 6,6 PP2 1,03 6,7 PP3 0,44 5,1 PP4 0,53 5,1 PP5 0,85 5,8 PP6 0,97 5,9 PP18 1,32 5,5 PP19 1,30 7,3 PP20 1,29 7,6 PP21 1,40 7,5 PP22 1,65 7,7 PP23 1,93 6 PP24 1,81 7,1 PP25 2,35 4 PP26 2,47 4,2 Dari 15 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP07 adalah PP04 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,53 Km. m. Perjalanan dari penumpukan hasil PP04 memiliki 14 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :

49 Tabel Tabel jarak antara TPH PP04 dengan 14 TPH lainnya TPH JARAK KE PP04 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 0,72 6,6 PP2 0,60 6,7 PP3 0,91 5,1 PP5 0,42 5,8 PP6 0,78 5,9 PP18 1,77 5,5 PP19 1,75 7,3 PP20 1,74 7,6 PP21 1,82 7,5 PP22 2,07 7,7 PP23 2,35 6 PP24 2,26 7,1 PP25 2,80 4 PP26 2,69 4,2 Dari 14 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP04 adalah PP05 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,42 Km. n. Perjalanan dari penumpukan hasil PP05 memiliki 13 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP05 dengan 13 TPH lainnya TPH JARAK KE PP05 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 0,65 6,6 PP2 0,62 6,7

50 Tabel Tabel jarak antara TPH PP05 dengan 13 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP05 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP3 1,12 5,1 PP6 0,27 5,9 PP18 2,14 5,5 PP19 2,12 7,3 PP20 2,11 7,6 PP21 2,33 7,5 PP22 2,58 7,7 PP23 2,86 6 PP24 2,63 7,1 PP25 3,17 4 PP26 3,20 4,2 Dari 13 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP05 adalah PP06 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,27 Km. o. Perjalanan dari penumpukan hasil PP06 memiliki 12 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP06 dengan 12 TPH lainnya TPH JARAK KE PP06 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 0,91 6,6 PP2 0,87 6,7 PP3 1,42 5,1 PP18 1,92 5,5 PP19 1,90 7,3

51 Tabel Tabel jarak antara TPH PP06 dengan 12 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP06 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP20 1,89 7,6 PP21 1,88 7,5 PP22 2,13 7,7 PP23 2,41 6 PP24 2,41 7,1 PP25 2,95 4 PP26 2,75 4,2 Dari 12 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP06 adalah PP02 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,87 Km. p. Perjalanan dari penumpukan hasil PP02 memiliki 11 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP02 dengan 11 TPH lainnya TPH JARAK KE PP02 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP1 0,51 6,6 PP3 1,13 5,1 PP18 2,23 5,5 PP19 2,21 7,3 PP20 2,20 7,6 PP21 2,12 7,5 PP22 2,44 7,7 PP23 2,75 6 PP24 2,71 7,1

52 Tabel Tabel jarak antara TPH PP02 dengan 11 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP02 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP25 3,19 4 PP26 3,09 4,2 Dari 11 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP02 adalah PP01 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,51 Km. q. Perjalanan dari penumpukan hasil PP01 memiliki 10 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP01 dengan 10 TPH lainnya JARAK KE PP01 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP3 0,81 5,1 PP18 2,25 5,5 PP19 2,23 7,3 PP20 2,22 7,6 PP21 2,18 7,5 PP22 2,50 7,7 PP23 2,81 6 PP24 2,73 7,1 PP25 3,21 4 PP26 3,15 4,2 Dari 10 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP01 adalah PP03 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,81 Km.

53 r. Perjalanan dari penumpukan hasil PP03 memiliki 9 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP03 dengan 9 TPH lainnya TPH JARAK KE PP03 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP18 2,10 5,5 PP19 2,08 7,3 PP20 2,07 7,6 PP21 2,22 7,5 PP22 2,54 7,7 PP23 2,85 6 PP24 2,58 7,1 PP25 3,06 4 PP26 3,18 4,2 Dari 9 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP03 adalah PP20 karena memiliki jarak terpendek sebesar 2,07 Km. s. Perjalanan dari penumpukan hasil PP20 memiliki 8 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP20 dengan 8 TPH lainnya TPH JARAK KE PP20 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP18 0,66 5,5 PP19 0,52 7,3 PP21 0,27 7,5 PP22 0,50 7,7 PP23 0,73 6

54 Tabel Tabel jarak antara TPH PP20 dengan 8 TPH lainnya (lanjutan) TPH JARAK KE PP20 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP24 0,53 7,1 PP25 1,09 4 PP26 1,21 4,2 Dari 8 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP20 adalah PP21 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,27 Km. t. Perjalanan dari penumpukan hasil PP21 memiliki 7 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP21 dengan 7 TPH lainnya JARAK KE PP21 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP18 0,68 5,5 PP19 0,54 7,3 PP22 0,23 7,7 PP23 0,48 6 PP24 0,54 7,1 PP25 1,12 4 PP26 0,82 4,2 Dari 7 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP21 adalah PP22 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,23 Km. u. Perjalanan dari penumpukan hasil PP22 memiliki 6 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :

55 Tabel Tabel jarak antara TPH PP22 dengan 6 TPH lainnya TPH JARAK KE PP22 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP18 0,68 5,5 PP19 0,96 7,3 PP23 0,22 6 PP24 0,57 7,1 PP25 0,57 4 PP26 0,56 4,2 Dari 6 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP22 adalah PP23 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,22 Km. v. Perjalanan dari penumpukan hasil PP23 memiliki 5 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP23 dengan 5 TPH lainnya TPH JARAK KE PP23 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP18 1,07 5,5 PP19 0,90 7,3 PP24 0,83 7,1 PP25 0,44 4 PP26 0,34 4,2 Dari 5 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP23 adalah PP26 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,34 Km.

56 w. Perjalanan dari penumpukan hasil PP26 memiliki 4 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP26 dengan 4 TPH lainnya TPH JARAK KE PP26 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP18 1,47 5,5 PP19 1,35 7,3 PP24 0,59 7,1 PP25 0,12 4 Dari 4 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP26 adalah PP25 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,12 Km. x. Perjalanan dari penumpukan hasil PP25 memiliki 3 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu : Tabel Tabel jarak antara TPH PP25 dengan 3 TPH lainnya TPH JARAK KE PP25 (Km) JUMLAH TBS (TON) PP18 1,35 5,5 PP19 1,23 7,3 PP24 0,47 7,1 Dari 3 kemungkinan yang menjadi kunjungan berikutnya dari PP25 adalah PP24 karena memiliki jarak terpendek sebesar 0,47 Km. y. Perjalanan dari penumpukan hasil PP24 memiliki 2 kemungkinan untuk kunjungan berikutnya, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Dengan menentukan rute distribusi secara optimal dapat membantu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan menentukan rute distribusi secara optimal dapat membantu perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perusahaan yang bergerak di bidang industri harus dapat mengefektifkan penggunaan jalur distribusi dalam menghemat pengeluaran biaya transportasi. Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain Management Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan produk dari pihak supplier ke pihak konsumen dalan suatu supply chain (Chopra, 2010, p86). Distribusi terjadi

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Menurut Hall (2009), Sistem adalah kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan yang saling berfungsi dengan tujuan yang sama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Peranan jaringan distribusi dan transportasi sangatlah vital dalam proses bisnis dunia industri. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan produk berpindah

Lebih terperinci

Manajemen Transportasi dan Distribusi. Diadopsi dari Pujawan N

Manajemen Transportasi dan Distribusi. Diadopsi dari Pujawan N Manajemen Transportasi dan Distribusi Diadopsi dari Pujawan N Pendahuluan Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN KERTAS KARTON MODEL STUDI KASUS: PT. PAPERTECH INDONESIA UNIT II MAGELANG

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN KERTAS KARTON MODEL STUDI KASUS: PT. PAPERTECH INDONESIA UNIT II MAGELANG PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN KERTAS KARTON MODEL STUDI KASUS: PT. PAPERTECH INDONESIA UNIT II MAGELANG Hafidh Munawir, Agus Narima Program Studi Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl.

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANPORTASI DAN DISTRIBUSI

MANAJEMEN TRANPORTASI DAN DISTRIBUSI MANAJEMEN TRANPRTASI DAN DISTRIBUSI PENDAHULUAN Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat menentukan apakah produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dari penelitian ini ada di PT. Citra Cahaya Gasindo yaitu sebagai agen resmi tabung gas LPG 3 Kg yang berada di Jl. Raya Pematang Reba Pekan Heran

Lebih terperinci

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq Manajemen Tranportasi dan Distribusi Dosen : Moch Mizanul Achlaq Pendahuluan Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II dalam penelitian ini terdiri atas vehicle routing problem, teori lintasan dan sirkuit, metode saving matriks, matriks jarak, matriks penghematan, dan penentuan urutan konsumen.

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BARANG YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. POS INDONESIA MEDAN

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BARANG YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. POS INDONESIA MEDAN PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BARANG YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. POS INDONESIA MEDAN T U G A S S A R J A N A Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

MINIMASI BIAYA DALAM PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI PRODUK MINUMAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX

MINIMASI BIAYA DALAM PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI PRODUK MINUMAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX MINIMASI BIAYA DALAM PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI PRODUK MINUMAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX Supriyadi 1, Kholil Mawardi 2, Ahmad Nalhadi 3 Departemen Teknik Industri Universitas Serang Raya supriyadimti@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen adalah kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara

BAB I PENDAHULUAN. konsumen adalah kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang berpengaruh dalam meningkatkan pelayanan terhadap konsumen adalah kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu dengan jumlah

Lebih terperinci

Pembentukan Rute Distribusi Menggunakan Algoritma Clarke & Wright Savings dan Algoritma Sequential Insertion *

Pembentukan Rute Distribusi Menggunakan Algoritma Clarke & Wright Savings dan Algoritma Sequential Insertion * Reka Integra ISSN: 2338-508 Jurusan Teknik Industri Itenas No.02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 204 Pembentukan Distribusi Menggunakan Algoritma Clarke & Wright Savings dan Algoritma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Distribusi 2.1.1 Definisi Transportasi dan Distribusi Menurut Pujawan dan Mahendrawati (2010), transportasi dan distribusi adalah suatu produk yang berpindah

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. SURYA MEDIA PERDANA SURABAYA SKRIPSI Oleh : TRI PRASETYO NUGROHO

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori graf 2.1.1 Defenisi graf Graf G adalah pasangan {,} dengan adalah himpunan terhingga yang tidak kosong dari objek-objek yang disebut titik (vertex) dan adalah himpunan pasangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut Stephen P. Robbins and Mary Coulter (2012:36), manajemen melibatkan koordinasi pengelolaan dan pengawasan kegiatan kerja sehingga selesai secara efisien dan efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu perusahaan karena penurunan biaya transportasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi adalah kegiatan manusia yang sangat penting dalam menunjang dan mewujudkan interaksi sosial serta ekonomi dari suatu wilayah kajian. Salah satu

Lebih terperinci

PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAN PENJADWALAN DISTRIBUSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVINGS MATRIX

PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAN PENJADWALAN DISTRIBUSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVINGS MATRIX PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAN PENJADWALAN DISTRIBUSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT. CAHAYA SEJAHTERA SENTOSA BLITAR SKRIPSI Oleh : MONICA WINA NURANI 0532010228

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Transportasi merupakan bagian dari distribusi. Ong dan Suprayogi (2011) menyebutkan biaya transportasi adalah salah

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N ANALISIS PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI OPTIMAL DENGAN PENDEKATAN MANAJEMEN TRANSPORTASI DAN DISTRIBUSI DI PTPN IV TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga ke luar pulau Jawa. Outlet-outlet inilah yang menjadi channel distribusi

BAB I PENDAHULUAN. hingga ke luar pulau Jawa. Outlet-outlet inilah yang menjadi channel distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Indoberka Investama merupakan perusahaan nasional yang bergerak di bidang kontruksi, pabrikasi, dan distributor rangka atap. Bentuk badan usaha dari PT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dilaksanakan untuk memperoleh masukan mengenai objek yang akan diteliti. Pada penelitian perlu adanya rangkaian langkah-langkah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Transportasi Menurut Nasution (2004), Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI YANG OPTIMAL DENGAN BATASAN WAKTU PENGIRIMAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. SHARP ELECTRONICS INDONESIA

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI YANG OPTIMAL DENGAN BATASAN WAKTU PENGIRIMAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. SHARP ELECTRONICS INDONESIA PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI YANG OPTIMAL DENGAN BATASAN WAKTU PENGIRIMAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. SHARP ELECTRONICS INDONESIA TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengiriman produk kepada pelanggan harus memiliki penentuan rute secara tepat,

BAB I PENDAHULUAN. pengiriman produk kepada pelanggan harus memiliki penentuan rute secara tepat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Distribusi merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan untuk dapat melakukan pengiriman produk secara tepat kepada pelanggan. Ketepatan pengiriman produk kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pabrik atau distributor tentunya memiliki konsumen-konsumen yang harus dipenuhi kebutuhannya. Dalam pemenuhan kebutuhan dari masing-masing konsumen

Lebih terperinci

USULAN MODEL DALAM MENENTUKAN RUTE DISTRIBUSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVING MATRIX DI PT SIANTAR TOP, TBK

USULAN MODEL DALAM MENENTUKAN RUTE DISTRIBUSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVING MATRIX DI PT SIANTAR TOP, TBK USULAN MODEL DALAM MENENTUKAN RUTE DISTRIBUSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVING MATRIX DI PT SIANTAR TOP, TBK TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vehicle Routing Problem (VRP) merupakan salah satu permasalahan yang terdapat pada bidang Riset Operasional. Dalam kehidupan nyata, VRP memainkan peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Saat ini, supply chain management (SCM) telah menjadi salah satu alat perbaikan bisnis yang paling kuat. Setiap organisasi harus melakukan transformasi baik dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan proses produksi untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan proses produksi untuk menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sebuah perusahaan melakukan proses produksi untuk menghasilkan produk yang siap jual. Setelah menghasilkan produk yang siap jual, maka proses selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Semakin tingginya perkembangan industri membuat persaingan setiap pelaku industri semakin ketat dan meningkat tajam. Setiap pelaku industri harus mempunyai strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 pendahuluan ini berisikan tentang apa-apa saja yang menjadi latar belakang permasalahan yang terjadi pada distribusi pengiriman produk pada distributor PT Coca Cola, posisi penelitian,

Lebih terperinci

PENJADWALAN DISTRIBUSI KARUNG DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PK. ROSELLA BARU SURABAYA SKRIPSI

PENJADWALAN DISTRIBUSI KARUNG DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PK. ROSELLA BARU SURABAYA SKRIPSI PENJADWALAN DISTRIBUSI KARUNG DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PK. ROSELLA BARU SURABAYA SKRIPSI Oleh : CHRISTIAN HARI TRIONO 0632010063 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan manufaktur semakin ketat. Hal ini mendorong perusahaan untuk mencari strategi yang tepat agar dapat

Lebih terperinci

Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti

Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2012 ISBN No. 978-979-96964-3-9 Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti Fifi Herni Mustofa 1), Hari Adianto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masalah pengiriman barang, sebuah rute diperlukan untuk menentukan tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui darat, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang LPG merupakan bahan bakar berupa gas yang dicairkan (Liquified Petroleum Gasses) dan merupakan produk minyak bumi yang ramah lingkungan dan banyak digunakan oleh rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan operasional pendistribusian suatu produk dilakukan menyusun jadual dan menentukan rute. Penentuan rute merupakan keputusan pemilihan jalur terbaik sebagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, pengusaha akan dihadapkan pada resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam sistem distribusi pupuk terdapat beberapa masalah yang mucul. Masalah sistem distribusi pupuk antara lain berupa masalah pengadaan pupuk, penentuan stock, proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Tirta Makmur Perkasa adalah perusahaan di bawah naungan Indofood yang bertugas mendistribusikan produk air mineral dalam kemasan dengan merk dagang CLUB di Kota

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. SURYA MEDIA PERDANA SURABAYA SKRIPSI Oleh : TRI PRASETYO NUGROHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penulis mengambil studi kasus pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Penulis mengambil studi kasus pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penulis mengambil studi kasus pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi minuman berisotonik yang terletak di daerah Bojonegoro. Perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem distribusi/trasportasi adalah salah satu hal yang penting bagi perusahaan, karena berkaitan dengan pelayana kepada konsumen. Dalam sistem distribusi/trasportasi

Lebih terperinci

Usulan Perbaikan Rute Distribusi Menggunakan Metode Clarke Wright Savings Algorithm (Studi Kasus : PT Pikiran Rakyat Bandung) *

Usulan Perbaikan Rute Distribusi Menggunakan Metode Clarke Wright Savings Algorithm (Studi Kasus : PT Pikiran Rakyat Bandung) * Reka Integra. ISSN; 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.01 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2014 Usulan Perbaikan Rute Distribusi Menggunakan Metode Clarke Wright Savings

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem logistik yang bertanggungjawab akan perpindahan material antar fasilitas. Distribusi berperan dalam membawa

Lebih terperinci

PENJADWALAN PERJALANAN ALAT TRANSPORTASI UNTUK PENDISTRIBUSIAN DAN LOADING BARANG DI WILAYAH RUTE SUMATERA UTARA PADA PT.BINA TAMA SENTRA FAJAR MEDAN

PENJADWALAN PERJALANAN ALAT TRANSPORTASI UNTUK PENDISTRIBUSIAN DAN LOADING BARANG DI WILAYAH RUTE SUMATERA UTARA PADA PT.BINA TAMA SENTRA FAJAR MEDAN PENJADWALAN PERJALANAN ALAT TRANSPORTASI UNTUK PENDISTRIBUSIAN DAN LOADING BARANG DI WILAYAH RUTE SUMATERA UTARA PADA PT.BINA TAMA SENTRA FAJAR MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Distribusi merupakan suatu alur dari arus yang dilalui barang-barang dari produsen kepada perantara sampai akhirnya sampai kepada konsumen sebagai pemakai (Suryanto,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian 3.1.1 Obyek Penelitian Obyek penelitian ini dilakukan di PT. Karunia Alam Segar pada tahapan ini di lakukan observasi data dari perusahaan di mana untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK...

DAFTAR ISI ABSTRAK... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GRAFIK... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta adalah dinas

BAB I PENDAHULUAN. Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta adalah dinas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta adalah dinas pemerintahan yang bergerak di bidang lingkungan hidup daerah yang meliputi kegiatan dalam melakukan pengawasan,

Lebih terperinci

Penentuan Rute Kendaraan Distribusi Produk Roti Menggunakan Metode Nearest Neighbor dan Metode Sequential Insertion *

Penentuan Rute Kendaraan Distribusi Produk Roti Menggunakan Metode Nearest Neighbor dan Metode Sequential Insertion * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.03 Vol.01 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2014 Penentuan Kendaraan Distribusi Produk Roti Menggunakan Metode Nearest Neighbor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Rantai Pasok Menurut Chopra & Meindl (2007) manajemen rantai pasok dikembangkan untuk mempercepat kebutuhan menyatukan pemrosesan bisnis kunci, dari pemasok awal sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan baku yang berkualitas akan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat bervariasi dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan usaha bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu perusahaan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi suatu produk mempunyai peran yang penting dalam suatu mata rantai produksi. Hal yang paling relevan dalam pendistribusian suatu produk adalah transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang proses distribusi yang efektif dan efisien menjadi salah satu faktor yang posisinya mulai sejajar dengan indikator-indikator yang lain dalam

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tugas Akhir. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Tugas Akhir PENENTUAN RUTE DALAM PENDISTRIBUSIAN MINYAK KAYU PUTIH UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE TRAVELING SALESMAN PROBLEM (Studi Kasus di Pabrik Minyak Kayu Putih Krai) Diajukan

Lebih terperinci

Cross Docking 2/4/2010. Disusun oleh: Ahmad Fatih Fudhla ( ) Dibimbing oleh: Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng. PhD Arief Rahman, ST, MSc

Cross Docking 2/4/2010. Disusun oleh: Ahmad Fatih Fudhla ( ) Dibimbing oleh: Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng. PhD Arief Rahman, ST, MSc Tesis Pengembangan Model Matematis untuk Penjadwalan Rute Kendaraan Cross Docking dalam Rantai Pasok dengan Mempertimbangkan Batasan Kelas Jalan dan Kendaraan yang Heterogen Disusun oleh: Ahmad Fatih Fudhla

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya kegiatan atau aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian adalah seperangkat aturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh para pelaku disiplin. Metodologi juga merupakan analisis

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN GAS LPG DENGAN METODE ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN GAS LPG DENGAN METODE ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN GAS LPG DENGAN METODE ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR Dian Kurniawati Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta dian_kurniawati83@yahoo.com Agus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai tempat, sering menjadi masalah dalam dunia industri sehari-hari. Alokasi produk

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN GAS LPG DENGAN METODE ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR (Studi Kasus Pada PT. Graha Gas Niaga Klaten)

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN GAS LPG DENGAN METODE ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR (Studi Kasus Pada PT. Graha Gas Niaga Klaten) PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN GAS LPG DENGAN METODE ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR (Studi Kasus Pada PT. Graha Gas Niaga Klaten) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Pada bab ini akan diuraikan mengenai proses pengumpulan dan pengolahan data hingga terbentuk rute distribusi usulan serta perancangan alat bantu hitung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari hampir semua aktivitas industri adalah menekan biaya produksi dan biaya operasional seminimal mungkin guna mendapatkan keuntungan semaksimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gresik dan Kecamatan Bungah. Untuk pabrik Gresik, kapasitas produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Gresik dan Kecamatan Bungah. Untuk pabrik Gresik, kapasitas produksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Songkok awing merupakan salah satu perusahaan songkok yang banyak berdiri di kabupaten Gresik. Perusahaan memiliki dua pabrik yang terletak di kota Gresik dan Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Distribusi Distribusi (distribution) termasuk terminologi dalam ilmu ekonomi dan dalam kalangan perindustrian. Menurut Frank H. Woodward (2002) dijelaskan

Lebih terperinci

USULAN RUTE DISTRIBUSI TABUNG GAS 12 KG MENGGUNAKAN ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR DAN ALGORITMATABU SEARCH DI PT. X BANDUNG *

USULAN RUTE DISTRIBUSI TABUNG GAS 12 KG MENGGUNAKAN ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR DAN ALGORITMATABU SEARCH DI PT. X BANDUNG * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.02 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2015 USULAN RUTE DISTRIBUSI TABUNG GAS 12 KG MENGGUNAKAN ALGORITMA NEAREST NEIGHBOUR

Lebih terperinci

PANDUAN APLIKASI TSP-VRP

PANDUAN APLIKASI TSP-VRP PANDUAN APLIKASI TSP-VRP oleh Dra. Sapti Wahyuningsih, M.Si Darmawan Satyananda, S.T, M.T JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2016 0 Pengantar Aplikasi ini dikembangkan

Lebih terperinci

MEMECAHKAN PERMASALAHAN VEHICHLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOW MELALUI METODE INSERTION HEURISTIC (STUDI KASUS : PT X WILAYAH BANDUNG)

MEMECAHKAN PERMASALAHAN VEHICHLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOW MELALUI METODE INSERTION HEURISTIC (STUDI KASUS : PT X WILAYAH BANDUNG) Seminar Nasional IENACO 213 ISSN: 23374349 MEMECAHKAN PERMASALAHAN VEHICHLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOW MELALUI METODE INSERTION HEURISTIC (STUDI KASUS : PT X WILAYAH BANDUNG) Putri Mety Zalynda Dosen

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, salah satu program dari

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, salah satu program dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kesejahteraan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat berpendapatan rendah merupakan program nasional dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen crude palm oil (CPO)

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Perancangan jaringan supply chain merupakan kegiatan strategis yang perlu dilakukan. Tujuanya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang permintaanya berubah secara dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi adalah salah satu bagian dari sistem logistik yang sangat penting. Transportasi itu sendiri digunakan untuk mengangkut penumpang maupun barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan dan pembangunan di wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian penduduk perdesaan ke kota dengan anggapan akan

Lebih terperinci

Penentuan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Metode (1-0) Insertion Intra Route (Studi Kasus di PT X) *

Penentuan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Metode (1-0) Insertion Intra Route (Studi Kasus di PT X) * Reka Integra ISSN: 2338-508 Jurusan Teknik Industri Itenas No.0 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 205 Penentuan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Metode (-0) Insertion Intra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendistribusian suatu barang merupakan persoalan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari baik oleh pemerintah maupun oleh produsen. Dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Suzuki Indomobil Sales (PT. SIS) adalah Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor merek Suzuki di Indonesia. PT. SIS selaku ATPM hanya melakukan proses produksi

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN RISET

BAB III KEGIATAN RISET BAB III KEGIATAN RISET 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu di PT. Tirta Makmur Perkasa, Jalan Telaga Sari RT. 36 No. 4B Martadinata, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. 3.2 Waktu Penelitian Waktu

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville,

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pengembangan perangkat lunak dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, yang terbagi atas 4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh pengusaha untuk menyalurkan, menyebarkan, mengirimkan, serta menyampaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh pengusaha untuk menyalurkan, menyebarkan, mengirimkan, serta menyampaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Saluran Distribusi Menurut Indroyono (2000:253) distribusi merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh pengusaha untuk menyalurkan, menyebarkan,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING DAN SAVINGS MATRIX PADA PT.

PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING DAN SAVINGS MATRIX PADA PT. PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN PRODUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISTRIBUTION RESOURCE PLANNING DAN SAVINGS MATRIX PADA PT. TIRTA SIBAYAKINDO TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

Penentuan Rute untuk Pendistribusian BBM Menggunakan Algoritma Nearest neighbour (Studi Kasus di PT X)

Penentuan Rute untuk Pendistribusian BBM Menggunakan Algoritma Nearest neighbour (Studi Kasus di PT X) Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.04 Vol. 01 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2014 Penentuan Rute untuk Pendistribusian BBM Menggunakan Algoritma Nearest neighbour

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan

BAB I PENDAHULUAN. lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan tataletak fasilitas produksi merupakan suatu persoalan yang penting, karena pabrik atau industri akan beroperasi dalam jangka waktu yang lama,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi penelitian berperan untuk membantu agar masalah dapat diselesaikan secara lebih terarah dan sistematis. Dalam metodologi penelitian, akan diuraikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah produsen seringkali bekerja sama dengan retailer-retailer guna memasarkan produk-produknya. Kerja sama ini dilakukan guna memperluas cakupan wilayah pemasarannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ini, maka pelaku bisnis perlu menerapkan suatu strategi yang tepat agar dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. ini, maka pelaku bisnis perlu menerapkan suatu strategi yang tepat agar dapat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini perkembangan dunia bisnis sangat pesat, hal ini ditandai dengan adanya tingkat persaingan yang semakin meningkat. Mengingat hal ini, maka

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI PRODUK OLIE DRUM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT KAMADJAJA LOGISTICS SURABAYA

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI PRODUK OLIE DRUM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT KAMADJAJA LOGISTICS SURABAYA PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI PRODUK OLIE DRUM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE SAVINGS MATRIX DI PT KAMADJAJA LOGISTICS SURABAYA SKRIPSI Oleh : ASTIEN ALIMUDIN NPM : 0732215011 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta mempermudah penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Distribusi

BAB I PENDAHULUAN. serta mempermudah penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendistribusian adalah kegiatan penyaluran yang berusaha memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Distribusi yang efektif akan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Permasalahan pendistribusian barang oleh depot ke konsumen merupakan

BAB 1. PENDAHULUAN. Permasalahan pendistribusian barang oleh depot ke konsumen merupakan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pendistribusian barang oleh depot ke konsumen merupakan komponen penting dalam sistem pelayanan depot suatu perusahaan, proses tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem informasi terdiri dari dua suku kata, yaitu sistem dan informasi. Kata sistem mengandung arti suatu tatanan yang kompleks yang terdiri dari elemen-elemen

Lebih terperinci