METODE PENELITIAN. 4.1 Metode Penelitian
|
|
- Hadi Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Dalam rangka mengkaji secara mendalam tentang pengelolaan ekosistem berkelanjutan dilakukan dengan Metode Studi Kasus. Metode Studi Kasus adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan terhadap suatu kesatuan sistem, baik berupa program, kegiatan, pristiwa, atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat ataupun waktu (Sevilla et al. 1993). Metode studi kasus merupakan salah satu dari jenis-jenis penelitian deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah pengelolaan di Desa Pabean Udik. Metode Studi Kasus dilaksanakan untuk mendeskripsikan kegiatan dan kesatuan sistem mengenai ekosistem yang terdapat di Desa Pabean Udik secara berkelanjutan. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, Propinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Pertimbangan dalam pemilihan Desa Pabean Udik sebagai lokasi penelitian karena masyarakatnya memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap ekosistem (Dinas Kehutanan Indramayu, 2013). Keberadaan ekosistem di Desa Pabean Udik tahun 1990 sudah mengalami kerusakan akibat dikonversi menjadi budidaya udang dan bandeng. Namun kemudian pada tahun 2002 masyarakat desa memperbaiki dengan melakukan program rehabilitasi dan konservasi. Perkembangan tersebut menunjukkan adanya prospek pengelolaan ekosistem berkelanjutan di wilayah pesisir yang penduduknya sangat bergantung pada sumberdaya. Pengambilan data dilapang dilakukan selama dua bulan yaitu bulan September sampai Nopember Analisis data dan penulisan tesis dilakukan bulan desember 2013 sampai bulan September Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Responden adalah nelayan jaring udang, nelayan penangkap ikan belanak, nelayan penangkap kerang dan kepiting, anggota Kelompok Tani Jaka Kencana serta beberapa stakeholder yaitu kepala Bappeda, kepala Dinas Kehutanan dan staf, Kepala DKP dan staf, Kepala DLH dan staf.
2 24 Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Dinas Kelautan, Dinas Kehutanan, Bappeda, laporan studi penelitian dan publikasi ilmiah. Jenis dan sumber data secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian No Tujuan Penelitian Data yang dibutuhkan Jenis Data Sumber Data Metode Analisis 1. Mengidentifikasi keterkaitan ekonomi ekosistem dengan produksi udang di Desa Pabean Udik. 2. Mengestimasi nilai ekonomi total dari ekosistem di Desa Pabean Udik. 3. Menentukan status keberlanjutan Produksi udang (ton) Jumlah jaring udang Jumlah trip Luas (ha) Effort Indeks Harga Konsumen Produksi belanak Produksi kerang Produksi kepiting Produksi sirop Biaya menangkap ikan belanak, kerang, dan kepiting Biaya untuk membuat sirop Harga pasar ikan belanak, kerang, kepiting, dan sirop Bahan dan biaya untuk membuat pemecah gelombang Panjang pantai untuk pembangunan pemecah gelombang Nilai biodiversity ekosistem Luas (ha) Harga 1 $ dalam rupiah Indikator dan skor keberlanjutan ekosistem Data Sekunder Data Primer Data Sekunder Data Primer Data sekunder DKP Indramayu Monografi Desa Pabean Udik BPS Jakarta Hasil wawancara dengan nelayan penangkap ikan belanak, kerang, dan kepiting Hasil wawancara dengan anggota Jaka Kencana Hasil wawancara dengan pakar Informasi Jurnal, FAO, LEI and CIFOR dan laporan ilmiah tentang Data Analisis ekonomi keterkaitan ekosistem dengan produksi udang Valuasi ekonomi ekosistem Analisis Rap_ Mforest
3 Tabel 1. (Lanjutan 1) 25 No Tujuan Penelitian Data yang dibutuhkan 4. Menentukan optimasi dinamik pengelolaan ekosistem di Desa Pabean Udik 5. Alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem berkelanjutan di Desa Pabean Udik. Luas (ha) Nilai ekonomi total ekosistem Laju pertumbuhan luas Laju penurunan luas PDRB sektor perikanan Nilai perbandingan menurut pakar berdasarkan struktur AHP Jenis Data Sumber Data Metode Analisis Data analisis keberlanjutan Data sekunder Data Primer DKP Indramayu BPS Indramayu Hasil wawancara dengan pakar Analisis Dinamik Analytical Hierarchy Process (AHP) 4.4 Metode Pengambilan Contoh Penentuan responden dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling), yaitu metode penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut mencakup sifat spesifik responden/sampel seperti menjalankan kegiatan sesuai dengan kajian, mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai masalah yang dimaksud, serta memiliki keterlibatan langsung dalam kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan ekosistem. Responden dalam penelitian ini adalah nelayan yang menangkap udang dan para pemanfaat ekosistem. Nelayan yang menjadi responden sebagian besar adalah nelayan yang menjadi anggota kelompok tani Jaka Kencana. Jumlah responden terhitung 70 orang terdiri dari 30 orang nelayan yang menangkap udang, 10 orang nelayan ikan belanak, 10 orang nelayan yang menangkap kerang, 10 orang nelayan yang menangkap kepiting dan 10 orang yang memproduksi sirop. Responden pakar adalah sebanyak 11 orang yang terdiri dari kalangan akademisi, peneliti, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan institusi pemerintahan, rincian responden dapat dilihat pada Lampiran 2.
4 Metode Analisis Data Analisis ekonomi keterkaitan antara dan udang Berdasarkan Barbier dan Ivar (1998), pendugaan keterkaitan dan perikanan, secara matematis dapat dituliskan seperti persamaan berikut: h = qαem - q 2 /r E 2...(1) diasumsikan stok udang konstan dengan X 1 = X 1+1 = X akan digunakan sebagai kondisi steady state. Y = aem be 2 a=qα ; b= - q 2 /r, sehingga b1=qα ; b2 = - q 2 /r Sehingga:...(2) MP M = h/ M...(3) Eoptimal = h/ M=0 Eopt = qα...(4) MP E = h/ E= qαm 2E...(5) Moptimal= h/ E = 0 Mopt = 2E/qα...(6) dan dh A = dm...(7) pdh A = dm...(8) Keterangan : b1 = Mangrove area (M) x Effort (E) b2 = Effort Squared (E 2 ) q = Koefisien penangkapan M = Luas (ha) E = Effort (Upaya Penangkapan) r = tingkat pertumbuhan intrinsik MP M = Marginal produktifitas dari area MP E = Marginal produktifitas dari upaya penangkapan dh A = Perubahan keseimbangan produksi
5 27 pdh A = Perubahan keseimbangan harga Valuasi Ekonomi Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem di Pabean Udik, Indramayu, nilai-nilai yang diidentifikasi adalah: a. Nilai Manfaat Langsung Nilai manfaat langsung (direct use value) adalah barang dan jasa yang terkandung dalam suatu sumberdaya yang secara langsung dapat dimanfaatkan. Harga pasar dari suatu sumberdaya akan digunakan untuk menghitung nilai guna langsung dari ekosistem. Harga pasar adalah harga penjualan lokal untuk produk yang dipasarkan dengan menggunakan harga bersih. Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup, 2010 nilai guna langsung diformulasikan sebagai berikut: DUVi= (HPi x Pi x JNi) BPi...(1) Keterangan: DUVi = Direct Use Value komoditi i (Rupiah) Hpi = Harga pasar komoditi i (Rupiah/kg) Pi = Produksi komoditi i (kg/per tahun/ orang) Jni = Jumlah nelayan komoditi i (populasi) Bpi = Biaya produksi komoditi i untuk semua nelayan (Rupiah) I = Jenis komoditi yang terdiri dari udang, ikan belanak, kerang, kepiting dan sirop Nilai manfaat langsung dari ekosistem di Pabean Udik dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : DUV = Direct Use Value DUV 1 = Udang (Rupiah) DUV 2 = Ikan Belanak (Rupiah) DUV 3 = Kepiting (Rupiah) DUV 4 = Kerang (Rupiah) DUV 5 = Sirop (Rupiah)
6 28 b. Manfaat tidak langsung (Indirect Use Value) Nilai tidak langsung adalah barang dan jasa yang ada karena keberadaan suatu sumberdaya yang tidak secara langsung dapat diambil dari sumberdaya alam tersebut. Adapun manfaat tidak langsung di Desa Pabean Udik terdiri dari: Pemecah Gelombang Nilai manfaat pemecah gelombang dihitung dengan pendekatan replacement cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk membuat tanggul sebagai pengganti fungsi ekosistem untuk pemecah gelombang, formulasi replacement cost adalah: IUV1 = Bpg x Mpg...(3) Keterangan: IUV1 = Nilai pemecah gelombang (Rupiah) Bpg = Biaya pembuat pemecah gelombang (Rupiah)/ m Mpg = Panjang tanggul yang dibuat sebagai pemecah gelombang (m) Tempat Pemijahan Manfaat tidak langsung kedua adalah sebagai tempat pemijahan dengan tingkat mortalitas benih udang sebesar 20 % dengan menggunakan rumus: NTP = ((g x h) + h) x Pu x M...(4) Keterangan = NTP = Nilai ekosistem sebagai tempat pemijahan (Rupiah) g = Tingkat mortalitas benih udang (persen) h = Produksi udang dari hasil model regresi dengan menggunakan model Barbier dan Ivar tahun 1998 (kg) Pu = Harga benih udang (Rupiah per kg) M = Luas hutan (ha) Penyimpan Karbon Nilai penyimpan karbon diformulasikan sebagai berikut: IUV 2 = JK x HK x LH...(6) Keterangan: IUV 2 = Nilai penyimpan karbon JK = Jumlah karbon (per ha per tahun), (benefit transfer Suparyogi, 2012 yaitu sebesar ton per ha per tahun)
7 29 HK = Harga karbon (rupiah), (FAO, 2012) yaitu $ 6.1 per ton LH = Luas hutan (ha) Jumlah karbon yang terkandung di dalam ekosistem menggunakan hasil penelitian Suprayogi (2012) di Propinsi Pantai Timur Kota Banda Aceh yaitu sebesar ton per ha per tahun. Asumsi bahwa ekosistem di Desa Pabean Udik dan Pantai Timur Kota Banda Aceh diasumsikan memiliki kesamaan karakteristik. Kondisi pada tahun 2013 di Desa Pabean Mudik merupakan alami yang begitu juga ekosistem yang ada di Banda Aceh. Ekosistem di kedua tempat ini sudah mengalami kerusakan akibat dikonversi menjadi budidaya udang dan bandeng. Nilai total dari manfaat tidak langsung dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: IUV = Indirect Use Value IUV1 = Pemecah Gelombang IUV2 = Tempat Pemijahan IUV3 = Penyimpan Karbon c. Non Use Value Nilai non guna adalah nilai yang dirasakan oleh individu atau masyarakat terhadap SDAL yang independen terhadap pemanfaatan saat ini maupun mendatang (Fauzi, 2014). Nilai biodiversity dihitung dengan metode benefit transfer. Nilai yang digunakan merupakan hasil penelitian Ruitenbeek tahun 1992 di Irian Jaya, yaitu US $ 15/ha/tahun. Nilai biodiversity di Irian Jaya dilakukan tahun 1992, sehingga perlu dilakukan compound ke tahun 2013 dengan rumus sebagai berikut: V2013= V 1992 (1 + i)t...(7) Keterangan: V = Nilai biodiversity ekosistem Irian Jaya i = Tingkat suku bunga t = Banyaknya waktu (tahun) Nilai compound tersebut perlu disesuaikan karena daya beli dan harga-harga di Pabean Udik, Kabupaten Indramayu berbeda dengan di Irian Jaya, penyesuaian
8 30 menggunakan pendekatan dengan mengalikan nilai biodiversity yang sudah di compound dikalikan dengan luas ekosistem dan dikalikan dengan proporsi UMK Indramayu dibagi UMK Irian Jaya. Rumus nilai biodiversity ekosistem Pabean Udik tahun 2013 adalah: Keterangan: N = Nilai biodiversity ekosistem di Pabean Udik tahun 2013 V = Nilai biodiversity ekosistem Irian Jaya M = Luas ekosistem (ha) UMK = Upah Minimum Kota (Rupiah) Total Economic Value (TEV) diformulasikan sebagai berikut: TEV= DUV + IUV + NUV Keterangan : DUV = Direct Use Value IUV = Indirect Use Value NUV = Non Use Value Analisis keberlanjutan pengelolaan ekosistem (8) Dalam menggambarkan keberlanjutan pengelolaan ekosistem di Desa Pabean Udik digunakan pendekatan Rap-Mforest untuk penilaian keberlanjutan sistem pengelolaan hutan, (Pattimahu, 2010) yang terdiri dari tahapan sebagai berikut: 1. Tahap penentuan indikator-indikator ekosistem hutan secara berkelanjutan untuk masing-masing dimensi (ekologi, ekonomi, dan sosial) dan multidimensi. 2. Tahap penilaian setiap indikator dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan untuk setiap faktor dan analisis ordinasi yang berbasis metode multidimensional scaling (MDS). 3. Tahap penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan hutan berkelanjutan di Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat.
9 31 Kemudian dilanjutkan dengan skoring, yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan rapfish. Setelah itu, dilakukan MDS untuk menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi good dan bad. Untuk setiap indikator pada masingmasing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisi keberlanjutan dari dimensi yang dikaji. Rentang skor ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan dan analisis data sekunder. Rentang skor berkisar antara 1-3, tergantung pada keadaan masing-masing indikator yang diartikan mulai dari buruk sampai baik. Nilai buruk mencerminkan kondisi paling tidak menguntungkan bagi pengelolaan ekosistem hutan berkelanjutan, sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi paling menguntungkan. Indikator-indikator dan skor yang akan digunakan untuk menilai kondisi keberlanjutan sistem pengelolaan hutan di Desa Pabean Udik diperoleh dari studi pustaka CIFOR dan LEI menyangkut sustainable forest management (SFM), serta berdasarkan pengamatan di lapangan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Indikator-indikator dan skor keberlanjutan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Indikator-indikator dan skor keberlanjutan ekosistem Dimensi dan Indikator Skor Baik Buruk Keterangan A Dimensi Ekologi 1 Perubahan keragaman habitat 1;2;3 3 1 (1) Banyak; (2) Sedikit; (3) Tidak ada 2 Struktur Relung Komunitas 1;2;3 3 1 (1) Banyak; (2) Sedikit Perubahan; (3) Tidak Menunjukkan Perubahan 3 Ukuran Populasi dan Struktur Demografi ekosistem 1;2;3 3 1 (1)Sangat Berubah; (2) Sedikit Berubah; (3) Tidak 4 Tingkat Keragaman Hutan Mangrove Berubah 1;2;3 3 1 (1)Tidak beragam; (2) Cukup Beragam; (3) Sangat Beragam 5 Perubahan Kualitas Air 1;2;3 3 1 (1)Banyak; (2) Sedikit; (3) Tidak Ada 6 Rantai Makanan dan Ekosistem 1;2;3 3 1 (1) Banyak terkontaminasi; (2) Sedikit Terkontaminasi; (3) Tidak Terkontaminasi 7 Rehabilitasi Ekosistem Mangrove 1;2;3 3 1 (1) Ada, (2) Sedang, (3) Banyak B Dimensi Ekonomi 1 Pemanfaatan Mangrove oleh masyarakat 1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi 2 Rencana Pengelolaan 1;2; 2 1 (1) Tidak tersedia; (2)
10 32 Tabel 2. (Lanjutan 1) Dimensi dan Indikator Skor Baik Buruk Keterangan Ekosistem Mangrove Tersedia 3 Keuntungan dari pemanfaatan ekosistem 1;2;3 3 1 (1) Ada; (2) Sedang; (3) Banyak 4 Zonasi Pemanfaatan Lahan ekosistem 1;2;3 3 1 (1)Tidak tersedia; (2) Tersedia, tapi belum dipatuhi; (3) Tersedia dan 5 Pendapatan Masyarakat dari pemanfaatan ekosistem 6 Hasil Inventarisasi pemanfaatan ekosistem 7 Peran terhadap pembangunan wilayah 8 Marjinal produktivitas dari area (MP M ) dipatuhi 1;2;3 3 1 (1) Tidak ada; (2) Sedikit; (3) Banyak 1;2;3 3 1 (1) Tidak Tersedia; (2) Tersedia 1;2;3 3 1 (1) Kecil; (2) Sedang; (3) Besar 1;2;3 3 1 (1) Rendah-tidak berkelanjutan, (2) Sedangkurang berkelanjutan, (3) Tinggi-berkelanjutan C Dimensi Sosial 1 Kebijakan dan Perencanaan pengelolaan ekosistem 1;2;3 3 1 (1) Tidak Ada; (2) Ada tapi tidak dilaksanakan; (3) ada dan dilaksanakan 2 Koordinasi Antar Lembaga 1;2;3 3 1 (1) Tidak Ada; (2) Ada tapi tidak dilaksanakan; (3) ada dan dilaksanakan 3 Akses masyarakat lokal terhadap hutan 4 Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya ekosistem 1;2;3 3 1 (1) Tidak punya sama sekali; (2) Rendah; (3) Tinggi 1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi 5 Tingkat Pendidikan Masyarakat 1;2;3 3 1 (1) Di bawah rata-rata nasional; (2) Sama dengan rata-rata nasional; (3) Di atas rata-rata nasional 6 Kerusakan ekosistem oleh masyarakat 7 Pola Hubungan Antar Stakeholder 8 Pengetahuan Masyarakat tentang hutan 9 Peran Serta Masyarakat dalam pengelolaan hutan D Dimensi Hukum/Kelembagaan 1 Ketersediaan peraturan formal dan informal pengelolaan Ekosistem Mangrove 2 Ketersediaan personel penegak hukum di lokasi atau lembaga pengawas lokal 1;2;3 3 1 (1) Besar; (2) Sedang; (3) Kecil 1;2; 3 1 (1) Tidak saling menguntungkan; (2) Saling menguntungkan 1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi 1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi 0;1 1 0 Susilo (2003), Trimulyani (2013): (0) Tidak ada, (1) Ada 0;1;2 2 0 Susilo (2003) : (0) Tidak ada, (1) Ada, tidak berada di
11 33 Tabel 2. (Lanjutan 2) Dimensi dan Indikator Skor Baik Buruk Keterangan lokasi (2) Ada, selalu berada di lokasi 3 Keterlibatan Stakeholder 0;1;2 2 0 RapMangrove : (0) Tidak ada (1) Ada (2) Ada-Sedikit terlibat 4 Peranan kelembagaan formal yang mendukung pengelolaan ekosistem 5 Ketersediaan peraturan informal pengelolaan ekosistem 6 Ketersediaan dan peran tokoh masyarakat local 7 Peranan kelembagaan lokal (informal) yang mendukung pengelolaan sumberdaya Mangrove 8 Manfaat aturan formal untuk pemanfaat ekosistem 0;1;2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tidak berperan (2) ada, berperan 0;1 1 0 (0) tidak ada (1) ada 0;1;2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tidak berperan (2) ada, berperan 0;1;2 2 0 RapMangrove : (0) tidak ada (1) ada, tidak berperan (2) ada, berperan 0;1;2 2 0 RapMangrove : (0) tidak ada (1) ada, tidak bermanfaat (2) ada, bermanfaat Sumber: FAO (1999); LEI dan CIFOR (1999); Kavanagh (2001); Pitcher dan Preiskhot (2001); ;Susilo (2003): Hermawan (2006): Pattimahu (2010), dan Trimulyani (2013) Selanjutnya nilai skor dari masing-masing indikator dianalisis secara multidimensional untuk menentukan posisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan titik baik (good) dan buruk (bad), untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi. Proses ordinasi Rap-Mforest ini menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2004). Proses algoritma Rap-Mforest juga pada dasarnya menggunakan teknik yang disebut Multidimensional Scaling (MDS). Obyek atau titik yang diamati dipetakan di dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau obyek yang sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan (Fauzi dan Anna, 2005). Teknik ordinansi (penentuan jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance dalam ruang yang berdimensi n. Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidien (dij) dari titik ke i ke titik ke j dengan titik asal (dij) dituliskan dalam persamaan berikut (Pattimahu, 2010):
12 34 Dij = a + bdij +e...(8) Selanjutnya digunakan algoritma ALSCAL yang merupakan metode yang sesuai untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir setiap software statistika (SPSS dan SAS). Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat terhadap data kuadrat dalam tiga dimensi. Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang terdapat di dalam SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi dan beberapa analisis sensitivitas yang telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi dengan titik ekstrim buruk dengan nilai skor 0 % dan titik ekstrem baik dengan nilai skor 100 % (Pattimahu, 2010). Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan pada saat ini. Ilustrasi hasil ordinasi nilai index berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 4. B 0 % 50% 100% Gambar 4. Posisi titik keberlanjutan Skala nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem ekosistem mempunyai rentang 0 % sampai 100 %. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai lebih dari 50 % maka sistem tersebut dikategorikan berkelanjutan (sustainable). Jika dimensi yang dinilai dengan nilai indeksnya berada di bawah 50 persen maka mempunyai nilai kurang berkelanjutan. Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar (0 100) (Tabel 3). Tabel 3. Kategori status keberlanjutan pengelolaan hutan berdasarkan nilai indeks hasil analisis rap-mforest Nilai Indeks Kategori < 25 Tidak berkelanjutan 25 < x < 50 Kurang berkelanjutan 50 x 75 Cukup berkelanjutan 75 x 100 Berkelanjutan Sumber: Fauzi dan Anna (2010) Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi indikator yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap Mforest di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap indikator dilihat dalam bentuk perubahan root mean square B
13 35 (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu x atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu indikator tertentu, maka semakin besar pula peranan indikator tersebut dalam pembentukan nilai Mforest pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif indikator tersebut dalam keberlanjutan pengelolaan hutan di lokasi penelitian. Dalam mengevaluasi pengaruh galat (error) pada proses pendugaan nilai ordinasi pengelolaan hutan digunakan analisis Monte Carlo. Analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut (Kavanagh dan Pitcher, 2004): 1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor indikator yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap indikator atau cara pemberian skor indikator. 2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda. 3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi) 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data hilang. 5. Tingginya nilai stress hasil analisis Rap-Mforest (nilai stress dapat diterima jika < 25 %). Secara umum metode Rap-Mforest akan dimulai dengan mereview indikatorindikator ekosistem hutan berkelanjutan melalui studi literatur dan pengamatan di lapangan. Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Rap-Mforest. Setelah didapatkan hasil skoring maka setiap indikator dianalisis dengan menggunakan multidimensial scalling (MDS) guna menentukan posisi relatif dari pengelolaan hutan terhadap ordinasi good dan bad. Langkah selanjutnya menganalisis nilai stress dengan menggunakan ALSCAL logaritma. Dari hasil ordinasi dengan MDS dan nilai stress melalui alogaritma ALSCAL dilakukan rotasi untuk menentukan posisi pengelolaan ekosistem hutan mengrove pada ordinasi bad dan good. Langkah berikutnya adalah menggunakan analisis Monte Carlo untuk menentukan aspek ketidakpastian dan analisis leverage untuk menentukan aspek anomali dari indikator yang dianalisis Pemodelan sistem dinamik keberlanjutan pengelolaan ekosistem Pendekatan model dinamik diperlukan untuk memahami pengelolaan aspek ekonomi sumberdaya secara menyeluruh (Fauzi, 2004). Pemodelan sistem dinamik
14 36 keterkaitan sumberdaya dan perikanan dilakukan untuk melihat interaksi antar variabel dengan pertimbangan aspek waktu, sehingga dapat melihat apa yang terjadi pada tahun yang akan datang juga dapat membuat kebijakan dalam mengelola sumberdaya yang optimal dan lestari. Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu antar peubah-peubah model dan dapat memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata. Tahapan dalam melakukan analisis dinamik adalah: 1. Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan dalam mengkaji suatu sistem (Eriyatno 1999). Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. 2. Formulasi permasalahan Formulasi permasalahan merupakan rincian dari kebutuhan aktor yang saling bertentangan yang memerlukan solusi pemecahan. Munculnya pertentangan dapat disebabkan oleh adanya konflik kepentingan dari para stakeholder dan keterbatasan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang menimbulkan masalah dalam sistem. 3. Identifikasi dan Pemodelan Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Guna memahami struktur perilaku pada sistem dan subsistem digunakan diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram alir (flow chart). Diagram lingkar sebab-akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah akibat. Garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi. Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab-akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamik. Pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah proses perumusan mekanisme peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa gambar sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang digunakan untuk menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan sebuah konsep model. Dua
15 37 terminologi penting dalam pembuatan diagram lingkar sebab akibat adalah keadaan (level) dan proses (rate). Prinsip dasar pembuatan diagram sebab-akibat dalam penerapan berpikir sistem adalah dengan logika, yaitu proses sebagai sebab yang menghasilkan keadaan (proses keadaan) atau sebaliknya keadaan sebagai sebab yang menghasilkan pengaruh sebab-akibat yang dapat secara searah (+) maupun berlawanan (-). Causal loop pada penelitian ini akan menggambarkan sistem keberlanjutan ekosistem di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu serta berbagai komponen yang terkait berikut interaksinya yang menjelaskan perilaku hubungan sebab-akibat antar komponen sistem dalam mencapai tujuan. Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu pada penelitian ini disajikan pada Gambar 5. Keberlanjutan Ekologi Stok Udang + Volume penangkapan udang Populasi Penduduk + Ekosistem Mangrove Pajak Harga udang Imigrasi PDB Sektor + Pendapatan + penangkapan Keberlanjutan ekonomi dan + keberlanjutan Sosial Keuntungan + Fixed cost penangkapan Biaya total Variabel cost + Nilai ekonomi total ekosistem Gambar 5. Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu secara makro terdiri atas keterkaitan subsistem ekologi, subsistem ekonomi, dan subsistem sosial. 4. Simulasi Model Simulasi model adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses di masa depan. Guna membuat simulasi diperlukan tahapan berikut, yaitu penyusunan konsep, pembuatan model, dan simulasi dan validasi hasil simulasi. Simulasi menggunakan perangkat lunak (software), ada beberapa software yaitu Vensim, Dynamo, Ithink, Stella dan Power Simulation. Penelitian ini menggunakan Vensim.
16 38 5. Validasi Model dan Verifikasi Model Aspek yang penting dalam pembuatan model adalah pemilihan kriteria kecocokan validasi yang mencapai kesesuaian pertukaran atau timbal balik (trade-off) antara tingkat kesesuaian sistem dan daya dukung serta kompleksitas model. Oleh karena itu diperlukan verifikasi dan validasi model. Verifikasi adalah memeriksa sintesa sistem dengan logika atau analisis secara teoritik. Verifikasi dapat dibedakan berdasarkan tahapan pemodelannya, yaitu verifikasi model konseptual dan verifikasi logis. Verifikasi model konseptual adalah pengujian relevansi asumsi-asumsi dan teori-teori yang dipegang oleh pengambil keputusan dan analisis tahap memeriksa dilibatkannya atau diabaikannya suatu variabel atau hubungan sehingga aspek yang perlu diperhatikan dalam formulasi model adalah performansi sistem. Validasi merupakan tahap akhir dalam pengembangan pemodelan untuk memeriksa model dengan meninjau apakah output model sesuai dengan sistem nyata dengan memperhatikan konsistensi internal, korespondensi dan representasi. Tahap validasi model dilakukan untuk menjawab dua hal, yaitu (1) apakah model konsisten terhadap realitas yang digambarkannya; dan (2) apakah model konsisten dengan tujuan kegunaan dan hal yang dipermasalahkannya Analytical Hierarchy Process (AHP) Analysis Hierarchy Process (AHP) dilakukan untuk menentukan alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan di Desa Pabean Udik. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria. Pemberian bobot tersebut secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikontruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki). Hierarki persoalan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
17 39 Goal Prioritas Alternatif Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan Faktor Ekologi Ekonomi Sosial Kelembagaan Peraturan Perundang-undangan Aktor Pemerintah LSM Masyarakat Pesisir Tujuan Pengelolaan ekosistem yang Berkelanjutan Pertumbuhan Ekonomi Kesejehteraan Masyarakat Alternatif Kbijakan Rehabilitasi dan Pemeliharaan Konservasi Pendidikan dan Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan Riset, Iptek dan Sistem Informasi Gambar 6. Hierarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem berkelanjutan di Desa Pabean Udik Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometric (Marimin, 2004). Rumus perhitungan rata-rata geometrik adalah: X G =...(9) Keterangan: X G = Rata-rata geometrik n = Jumlah responden = Penilaian oleh responden ke-i X i Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan sofware Expert Choice. Langkah-langkah penggunaan sofware expert choice (Marimin dan Maghfiroh, 2010) yaitu: 1. Jalankan program expert choice dengan perintah: Strat/Program/Expert Choice Buat file brainstorming dengan perintah File/New, lalu ketik nama file setelah selesai buka file dengan perintah open. 3. Ketikkan goal atau sasaran yang ingin dicapai di kotak goal description.
18 40 4. Buat hierarki level 2 (faktor) dengan cara klik kanan pada goal, kemudian pilih Insert Child of Current Node, ketikkan nama-nama faktor. 5. Buat hierarki level 3 (aktor) dengan cara klik kanan pada masing-masing faktor, kemudian pilih Insert Child of Current Node, ketikkan nama-nama aktor. 6. Buat hierarki level 4 (tujuan) dengan cara klik kanan pada masing-masing aktor, kemudian pilih Insert Child of Current Node, ketikkan nama-nama tujuan. 7. Buat hierarki level 5 (alternatif) dengan cara klik kiri pada tanda + A di pojok kanan atas, kemudian masukkan nama-nama alternatif sesuai dengan hierarki. Setiap akan menambahkan alternatif, klik + A. 8. Penilaian perbandingan berpasangan dimulai dari level 2 yaitu level faktor. Kemudian dilanjutkan level 3, 4, dan Jika pakar lebih dari satu, maka penilaiannya dilakukan dengan cara: 1) klik simbol participant, 2) tambahkan participant yang akan dimasukkan dengan perintah, 3) Edit/Add N participant/masukkan jumlah participant (jika jumlah participantnya 3, maka defaultnya adalah P2, P3, P4)/OK, 4) masukkan judgement setiap participant, 5) cara mengintegrasikan pendapat pakar dengan cara: pilih combined pada pilihan participant, klik assessment/combine participant judgement/entire hirarcy Batasan dan Pengukuran Beberapa batasan dan pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ekosistem adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur dan pantai berpasir. 2. Pada perhitungan luas, tidak memperhitungkan kerapatan, karena yang diteliti adalah satu-satuan panjang pantai wilayah administratif di Desa Pabean Udik. 3. Analisis keterkaitan dalam penelitian ini hanya melihat keterkaitan ekosistem dengan produksi udang. Analisis simulasi dari efek kehilangan luasan pada saat ekuilibrium open access di Desa Pabean Udik pada periode Asumsi dalam pengelolaan sumberdaya udang dengan menggunakan rumus Barbier dan Strand tahun 1998 adalah rezim pengelolaan Open Access (OA).
19 41 Open Access (OA) adalah kondisi setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatkan atau melakukan perburuan ikan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan. 4. Harga udang nominal adalah harga rata-rata tahunan dari penangkapan udang dari tahun , sedangkan harga rill merupakan harga yang telah dijustifikasi dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK) pada periode yang sama. 5. Biaya penangkapan udang (cost per unit effort) adalah biaya total yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan udang per tahun per unit effort jaring udang. 6. Dalam menghitung nilai total ekonomi ekosistem di Desa Pabean Udik hanya untuk direct use value, indirect use value dan non use value khusus untuk nilai biodiversitas. Direct use value fokus terhadap sumberdaya perikanan dan produk yaitu sirop, inderect use value hanya menghitung nilai ekonomi ekosistem sebagai pemecah gelombang, tempat pemijahan dan penyimpan karbon, sedangkan untuk non use value hanya menghitung nilai biodiversity ekosistem dengan menggunakan metode benefit tranfer. 7. Nilai pasar yaitu digunakan untuk merupiahkan komoditas-komoditas yang langsung dapat dipasarkan. Pendekatan ini terutama untuk menilai manfaat langsung ekosistem. 8. Dalam menghitung nilai indeks keberlanjutan dengan menggunakan Rap_Mforest hanya mengggunakan empat dimensi yaitu, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan hukum/kelembagaan. 9. Responden merupakan nelayan yang memiliki keterlibatan langsung dalam kegiatan perikanan dan ekosistem. 10. Dalam analisis dinamik menggunakan tiga sub model yaitu, sub model ekologi, sub model ekonomi, dan sub model sosial. 11. Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam perencanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
X. ANALISIS KEBIJAKAN
X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba
3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten
Lebih terperinciIII. METODOLOGI KAJIAN
39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi
Lebih terperinciIII. METODA PENELITIAN
III. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB),yang terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Seram Barat, Kecamatan Huamual Belakang;
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul
Lebih terperinciANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU
ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU (Index Sustainability Analysis of Mangrove Forest Ecosystem Management in Western Part of Seram,
Lebih terperinci3 METODE UMUM PENELITIAN
47 3 METODE UMUM PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 yang meliputi tahap-tahap : persiapan, pengumpulan data primer/sekunder, dan pengolahan/analisa
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN
55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum
Lebih terperinciV. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi hutan mangrove yang ada diwilayah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat sebagaima tercantum dalam peta lokasi
Lebih terperinci11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE
257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,
19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi
III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah program pemerintah daerah yang diterapkan telah cukup mengandung aspek pembinaan dan penerapan kelestarian lingkungan. Wilayah yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan penelitian. Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini termasuk
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia Timur dengan mengambil contoh di dua kabupaten yaitu Kabupaten Kapuas
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai, Provinsi Banten, serta di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei September
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian
35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut
Lebih terperinci8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG
8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.
Lebih terperinciVIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor
Lebih terperinci2 KERANGKA PEMIKIRAN
2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber
Lebih terperinciVIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG
133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran
62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Propinsi
Lebih terperinci3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a.
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Juni hingga Desember 2006. Lokasi penelitian adalah beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang dan Kabupaten
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara
Lebih terperinci3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data Yang Dikumpulkan
3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di sentra-sentra ekonomi berbasis sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Indramayu, seperti Karangsong, Pabean Udik, dan Singaraja.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI PENELITIAN
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis existing condition pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat yang menggunakan aplikasi Rapfish
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia
1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove.
Lebih terperinci6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
119 6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Skenario pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dibangun melalui simulasi model
Lebih terperinciANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR
ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Batasan Penelitian...
DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan... ii Abstrak... iii Kata Pengantar... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2
Lebih terperinciANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA
ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA Iis Arsyad¹, Syaiful Darman dan Achmad Rizal² iis_arsyad@yahoo.co.id ¹Mahasiswa Program Studi
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penyusunan model pengelolaan air bersih berkelanjutan yang berbasis otonomi daerah dilakukan dengan melakukan identifikasi kebijakan yang ada baik yang
Lebih terperinciBAB 3 PEMECAHAN MASALAH
BAB 3 PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Kriteria kriteria optimasi ini dikembangkan untuk memilih alternatif alternatif faktor pengambilan keputusan, yaitu : a) Memperkecil resiko b) Mengalihkan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu
Lebih terperinciANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK
BULETIN PSP ISSN: 251-286X Volume No. 1 Edisi Maret 12 Hal. 45-59 ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN Oleh: Asep Suryana
Lebih terperinciIII METODE PENELITIAN. 3.2 Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran
35 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dengan pertimbangan sebagai berikut (1) kawasan tersebut mewakili karakteristik
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN DAN KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN WISATA CETACEAN WATCHING DI KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.
ANALISIS KELAYAKAN DAN KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN WISATA CETACEAN WATCHING DI KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Marlenny Sirait Abstrak Kabupaten Kupang merupakan salah satu perairan yang secara
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem
Lebih terperinciPendidikan Formal Responden Tamat SMP 7 Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi Total
Lampiran 1: Hasil Tabulasi Kuesioner Pendidikan Formal Responden Frequency Tidak Tamat SD & Tamat SD 2 1.6 1.6 1.6 Tamat SMP 7 Tamat SMA 44 36.1 36.1 37.7 Tamat Perguruan Tinggi 76 62.3 62.3 100.0 Lama
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian
36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Konseptual
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Bertolak dari kondisi, potensi, dan prospek usaha mikro dan kecil makanan ringan, maka penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan model untuk mengevaluasi
Lebih terperinci3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL
III. LANDASAN TEORI 3.1 TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan
Lebih terperinciGambar 3. Kerangka pemikiran kajian
III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di
45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,
Lebih terperinci2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran
di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif. i i
Ringkasan Eksekutif Dalam rangka meningkatkan peranan dalam usaha konservasi DAS yang rusak, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melaksanakan program Pilot Project Optimasi Lahan responsif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga kelurahan (Kelurahan Hinekombe, Kelurahan Sentani Kota, dan Kelurahan Dobonsolo) sekitar kawasan CAPC di Distrik
Lebih terperinciA. KERANGKA PEMIKIRAN
III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi
Lebih terperinciPENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN DI PESISIR KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN YULISTA NOVELIYANA
PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN DI PESISIR KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN YULISTA NOVELIYANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
62 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Semarang, Propinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2009 sampai dengan Maret 2010 dan dilanjutkan sampai tahun
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh
Lebih terperinci3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau
19 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 pada kawasan mangrove di Desa Tongke-Tongke dan Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
36 36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Budidaya pembesaran ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan sistem KJA dan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan sistem Long
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN
PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.
Lebih terperinciPEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL
VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Konsep pembangunan yang mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial disebut sebagai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep pembangunan ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinciIII. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran
III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah konsep yang lahir dari keprihatinan masyarakat dunia terhadap kerusakan lingkungan akibat ekstraksi sumberdaya alam berlebih.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang
Lebih terperinciJURNAL EKONOMI PERTANIAN, SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (Journal of Agriculture, Resource, and Enviromental Economics)
JURNAL EKONOMI PERTANIAN, SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (Journal of Agriculture, Resource, and Enviromental Economics) Analisis Ekonomi Keterkaitan Ekosistem Mangrove dengan Sumber Daya Udang (Studi kasus:
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU
1 VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU Dharma Fidyansari, S.Pi., M.M. Sri Hastuty, S.E., M.Pd. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis valuasi ekonomi
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%
Lebih terperinci3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data
13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober
Lebih terperinci10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG
10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Konsep yang diajukan dalam penelitian ini adalah konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu secara partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan
Lebih terperinciSTRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya
STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE
34 EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE Faisal piliang 1,Sri marini 2 Faisal_piliang@yahoo.co.id,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Lahan dan Usahatani Kakao 2.2. Kesesuaian Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Lahan dan Usahatani Kakao Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan untuk menghasilkan produk dari suatu sistem pengelolaan tertentu (Saliba, 1985). Untuk meningkatkan
Lebih terperinciKEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI, SOSIAL, EKONOMI DAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA. Aceng Hidayat, Zukhruf Annisa, Prima Gandhi
Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 3 No. 3, Desember 2016: 175-187 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 http://dx.doi.org/10.20957/jkebijakan.v3i3.16250 KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI,
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO
Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai
Lebih terperinciIX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN
185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran
Lebih terperinci