III METODE PENELITIAN. 3.2 Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III METODE PENELITIAN. 3.2 Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran"

Transkripsi

1 35 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dengan pertimbangan sebagai berikut (1) kawasan tersebut mewakili karakteristik kota-kota kecil di pinggiran kota metropolitan DKI Jakarta, (2) lokasinya strategis karena berada di sekitar sentra ekonomi, sosial dan terhubung dengan sistem prasarana yang berkembang, (3) kawasan tersebut berkembang dengan indikasi pengembangan kawasan permukiman oleh swasta di wilayah ini, yaitu Perumahan Korpri Griya Suradita Indah, Perumahan Griya Bumi Serpong Asri, PERUMNAS Suradita, Perumahan Bermis Serpong Asri, (4) infrastruktur yang tersedia sudah cukup lengkap antara lain jaringan jalan akses regional, jaringan KA dengan stasiun, jaringan listrik, air bersih, dan telepon, (5) kawasan tersebut terletak di sub daerah aliran sungai (DAS) Cisadane wilayah tengah sehingga kebutuhan air baku tersedia namun terdapat sempadan yang harus diperhatikan, (6) kawasan ini dilintasi oleh jaringan Sutet sehingga terdapat koridor yang tidak boleh dibangun. Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Nopember 2009 sampai dengan bulan Juni Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer didasarkan pada hasil observasi lapangan dan pendapat stakeholders. Data sekunder didapatkan dari laporan instansi terkait, hasil kajian, atau hasil penelitian orang lain. Observasi di lapangan dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu (1) pengumpulan data sekunder, (2) penyebaran kuesioner dan wawancara, dan (3) uji lapangan atas hasil analisis sementara. Metodologi penelitian dilakukan dalam 4 (empat) tahap sesuai dengan tujuan penelitian. Tahap pertama dengan menggunakan analisis situasional dan deskriptif untuk mengidentifikasi pola dinamika kawasan permukiman dan sistem metropolitan DKI Jakarta. Tahap kedua dengan menggunakan metode MDS-Rapsettlement untuk menganalisis kondisi keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk yang menghasilkan nilai indeks keberlanjutan kawasan permukiman secara multi dimensi maupun untuk

2 36 masing-masing dimensi yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi. Aspek ekologi mencakup keterpaduan ekosistem, sumberdaya alam, dan daya dukung lingkungan. Aspek ekonomi mencakup pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisiensi, sedangkan aspek sosial meliputi keadilan, kohesi sosial atau keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Tahap ketiga melakukan analisis prospektif terhadap atribut keberlanjutan dan kebutuhan stakeholders yang menghasilkan faktor-faktor pengungkit dan faktor-faktor kunci keberlanjutan kawasan permukiman. Tahap terakhir adalah merumuskan arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman berdasarkan faktor-faktor yang paling berpengaruh, skenario pengembangan kawasan permukiman, dan hasil analisis AHP serta evaluasi kebijakan yang ada. Keterkaitan jenis data, teknik analisis data, sumber data, dan keluaran untuk keempat tujuan penelitian tertera pada Tabel Dinamika dan Sistem Metropolitan DKI Jakarta Perkembangan kawasan permukiman di Cisauk tak dapat dipisahkan dari perkembangan kawasan-kawasan disekitarnya dan pengaruh yang cukup dominan adalah kawasan metropolitan DKI Jakarta. Untuk itu perlu dikumpulkan data-data dinamika dan sistem metropolitan DKI Jakarta dan dianalisis lebih jauh agar dapat dijadikan acuan dan diantisipasi pengaruhnya ke kawasan permukiman di Cisauk Sistem Metropolitan DKI Jakarta Untuk mengetahui sistem metropolitan DKI Jakarta perlu dianalisis hirarki dan hubungan DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan dengan kota-kota dan daerah penyangga sebagai sub pusat kegiatan. Dalam hal ini perlu diketahui hirarki berdasarkan perencanaan kota yang telah disusun serta membandingkannya dengan kondisi riil di lapangan. Empat periode waktu penting diambil dalam proses penggambaran diagram struktur permukiman perkotaan, yaitu (1) struktur perkotaan berdasarkan studi NUDS 2, tahun 2000, (2) struktur perkotaan berdasarkan Perpres no.54/th 2008 tentang penataan ruang Jabodetabek Punjur, (3) penyusunan struktur perkotaan berdasarkan analisis, pengamatan lapangan dan wawancara pada tahun 2010, dan (4) penyusunan struktur perkotaan DKI Jakarta tahun 2020.

3 37 Tabel 2 Jenis data, teknik analisis data, dan keluaran untuk keempat tujuan penelitian Tujuan/ Sub Tujuan Jenis Data Uraian Data Sumber Data 1. Mengetahui dinamika perkembangan kawasan permukiman dalam sistem metropolitan DKI Jakarta 2. Mengetahui kondisi tingkat keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk saat ini Penduduk Jumlah, aglomerasi Data sekunder dari Permukiman Jumlah, luas, arah NUDS 89 99; perkembangan Jabodetabek UDP; RTRW Jabodetabek Sub sistem transportasi Drainase Air minum Pemanfaatan lahan Perumahan Lahan Infrastruktur Ruang terbuka hijau, batasan alam Jalan, jumlah kendaraan, pengaturan traffic Area cakupan, jaringan Air baku, jaringan Tataguna lahan Jumlah, luas, arah perkembangan Luas, penggunaan, kondisi Drainase/ pengendalian banjir, air minum, jalan akses, persampahan Jumlah, luasan, sub DAS Cisadane, penambangan pasir Data primer : persepsi stakeholders, pengamatan lapangan Data sekuder dari Kab Tangerang dlm angka, RTRW Kab. Tangerang dan Jabodetabek (Jumlah penduduk, pertumbuhan, pendapatan) Teknik Analisis Data Analisis situasional Analisis kuantitatif dan deskriptif Analisis keberlanjutan dg metode MDS Keluaran Dinamika perkembangan kawasan permukiman dalam sistem metropolitan DKI Jakarta Kondisi tingkat keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk saat ini 37

4 38 38 Tabel 2 (lanjutan) Tujuan/ Sub Tujuan Jenis Data Uraian Data Sumber Data 3. Mengetahui faktorfaktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di pinggiran Metropolitan DKI Jakarta khususnya di Cisauk Long list faktorfaktor yang berpengaruh (dari studi literatur) thd keberlanjutan kawasan permukiman di pinggiran metropolitan DKI Jakarta Data terkait aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi baik yang berasal dari internal maupun dari eksternal Cisauk Data primer: persepsi stakeholders, pengamatan lapangan Data sekunder: al. dokumentasi, laporan, studi Teknik Analisis Data Analisis prospektif Keluaran Faktor- faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di pinggiran metropolitan DKI Jakarta khususnya di Cisauk 4. Menyusun arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan di pinggiran metropolitan DKI Jakarta khususnya di Cisauk Tingkat keberlanjutan Cisauk saat ini Faktor-faktor paling berpengaruh terhadap keberlanjutan Cisauk, pola dinamika sistim metropolitan DKI Jakarta Kependudukan, permukiman, sub sistem transportasi, drainase, air minum, batasan alam Perumahan, lahan, infrastruktur, RTH, batasan alam. Aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi baik yang berasal dari internal maupun dari eksternal Cisauk Data primer: persepsi stakeholders, pengamatan lapangan Data Sekunder: dokumentasi, laporan, studi Pemilihan skenario berdasarkan analisis AHP Arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di pinggiran metropolitan DKI Jakarta, khususnya di Cisauk

5 39 Menurut Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN (Pusat Kegiatan Nasional), PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), dan PKL (Pusat Kegiatan Lokal) (Anonim, 2008). PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota dan PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Penetapan ini terkait dengan besaran dan pola permukiman, kependudukan, kelengkapan dan jangkauan layanan termasuk wilayah pengaruh. Penetapan status PKN dan, PKW dilakukan oleh pemerintah dan penetapan PKL oleh pemerintah provinsi berdasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun Konsultasi dengan Pemerintah (Menteri) dalam proses penentapan PKL oleh pemerintah provinsi diperlukan karena penetapan tersebut memiliki konsekuensi dalam pengembangan jaringan prasarana yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah. Adanya kesepakatan antara pemerintah provinsi dengan Pemerintah dalam penetapan PKL akan menjamin dukungan sistem jaringan prasarana yang dikembangkan oleh Pemerintah. PKN ditetapkan dengan kriteria (a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional, (b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, (c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. PKW ditetapkan dengan kriteria (a) kawasan perkotaan yaang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN, kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau (c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. PKL ditetapkan dengan kriteria (a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau

6 40 beberapa kecamatan, dan/atau (b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Pusat perkotaan disusun secara berhirarki menurut fungsi, jangkauan layanan, kelengkapan, wilayah pengaruh dan besarannya sehingga pengembangan sistem perkotaan nasional yang meliputi penetapan fungsi kota dan hubungan hirarkisnya berdasarkan penilaian kondisi sekarang dan antisipasi perkembangan di masa yang akan datang sehingga terwujud pelayanan prasarana dan sarana yang efektif dan efisien, yang persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhan yang ada. Pengembangan pusat perkotaan dilakukan secara selaras, saling memperkuat, dan serasi dalam ruang wilayah sehingga membentuk satu sistem yang menunjang pertumbuhan dan penyebaran berbagai usaha dan atau kegiatan dalam ruang wilayah. Pengembangan pusat perkotaan diserasikan dengan sistem jaringan transportasi, sistem jaringan prasarana dan sarana, dan memperhatikan peruntukan ruang kawasan budi daya di wilayah sekitarnya, baik yang ada sekarang maupun yang direncanakan sehingga pengembangannya dapat meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang yang ada. Dalam pusat perkotaan dikembangkan kawasan untuk peningkatan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan pelestarian lingkungan hidup secara harmonis, serta jaringan prasarana dan sarana pelayanan penduduk yang sesuai dengan kebutuhan dan menunjang fungsi pusat perkotaan dalam wilayah. Agar pelayanan prasarana dan sarana dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk yang tinggal di kawasan perdesaan, ketentuan tentang pengembangan kawasan perkotaan perlu ditindak lanjuti dengan pengembangan kawasan perdesaan. Kawasan perdesaan juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan perkembangan kegiatan budi daya meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan terbatas. Kawasan perdesaan merupakan desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya. Pengembangan kawasan perdesaan diselaraskan dengan pusat perkotaan yang melayaninya sehingga secara keseluruhan pusat perkotaan nasional saling terkait dan berjenjang, serta saling sinergis dan saling menguatkan perkembangan kota dan desa.

7 Peta pemangku kepentingan perkembangan kawasan Peta pemangku kepentingan disiapkan untuk memahami pola hubungan dan ketergantungan guna menjamin operasionalisasi arahan kebijakan yang menjadi out akhir dari peneliitian ini. Pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan kawasan metropolitan tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok yaitu masyarakat (termasuk LSM), pemerintah (Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat), akademisi/ ahli, dan swasta (pemilik atau pengelola lahan, pengembang, jasa dan produsen terkait pengembangan permukiman). Pengelompokkan tersebut dipilih dengan mempertimbangkan aspek sistim metropolitan DKI Jakarta yang diwakili aspek sosial-ekonomi dan sistem Sub DAS Cisadane yang diwakili oleh aspek ekologis. Selanjutnya dianalisis pola hubungan antar pemangku kepentingan tersebut dan aspek yang menjadi perhatiannya yaitu ekologis, sosial, dan ekonomi serta kemungkinan konflik kepentingan yang terjadi antar stakeholders tersebut. Disamping itu, perlu dilihat peran dari masing-masing pemangku kepentingan tersebut seperti regulator, operator, user, dan researcher Ekosistem DAS Cisadane Komponen ekosistem DAS hulu menurut Asdak (1995) terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai, dan hutan. Komponenkomponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya, di DAS tengah terdapat komponen lain seperti perkebunan. Untuk kasus kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten, komponen utamanya disesuaikan menjadi desa/kota, sawah/ladang, sungai, dan hutan. Terkait dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik dan terkait erat dengan unsur utamanya, yaitu tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Diantara faktor-faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi tersebut, faktor tataguna lahan dan kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia. Faktor-faktor yang lain bersifat alamiah. Dengan demikian, dalam merencanakan pengelolaan DAS, faktor perubahan tataguna lahan serta pengaturan kemiringan dan panjang lereng menjadi salah satu fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS.

8 Tingkat Keberlanjutan Kawasan Permukiman di Cisauk Jenis data yang diperlukan dalam analisis keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk adalah data sekunderdandata primer. Data sekunder berasal dari instansi terkait dan penelitian terdahulu, yaitu data spasial, fisik lingkungan, dan sosial ekonomi. Data primer berasal dari responden dan pakar terpilih, dilengkapi dengan pengamatan lapangan Jenis data dan sumber data Untuk menganalisis keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk diperlukan data dan sumbernya yang secara berturut-turut tertera pada Tabel 3, 4, dan 5. Tabel 3 Jenis-jenis peta dan sumber datanya Nomor Jenis Data Skala Sumber Tahun 1 Peta dasar 1 : 4,000 Dinas Tata Kota Peta topografi 1 : 4,000 Dinas Tata Kota Peta drainase 1 : 4,000 Dinas Tata Kota Peta banjir 1 : 10,000 Dinas Pengairan 2009 Tabel 4 Jenis data dan sumber data fisik lingkungan No Jenis Data Uraian Data Sumber Tahun 1 Air minum, air tanah Kualitas, kuantitas, waktu BPLH, PDAM, Dinkes Kab. Tangerang Udara Kualitas, polusi BPLH Kab. Tangerang Iklim Curah hujan, BMG Drainase Jaringan, cakupan, Dinas Pengairan Kab. kondisi Tangerang Pengendalian Dinas Pengairan Kab. Intensitas, besaran banjir Tangerang 2009 Manajemen, Dinas Kebersihan Kab. 6 Persampahan 2009 kendala Tangerang Jumlah, metode, Dinas Pertambangan 7 Penambangan perkembangan, dampak Kab.Tangerang Sub DAS Run-off, manajemn Cisadane Dinas PU Kab. Tangerang Persepsi stakeholders Isu, masalah, solusi Wawancara 2010

9 43 Tabel 5 Jenis data dan sumber data sosial ekonomi No Jenis Data Uraian Data Sumber Tahun 1 Kependudukan Jumlah, struktur, perkembangan, BPS Kab. Tangerang Fasilitas pendidikan, kesehatan. 3 Perekonomian 4 Penggunaan lahan 5 Perumahan 6 7 Prasarana dan sarana Persepsi stakeholders Jumlah, kualitas, keterjangkauan Kontribusi, lapangan pekerjaan, Jenis penggunaan lahan, harga Jumlah, luas, harga, perkembangan Jalan akses, transportasi, amenities Pilihan lokasi, kebutuhan, prmasalahn Teknik Penarikan Sampel dan Analisis Data Data potensi kelurahan Dinas Perdagangan Kab.Tangerang BPN Kab. Tangerang 2009 Asosiasi perumahan Kab. Tangerang Dinas PU, Perhub Kab. Tangerang Wawancara 2010 Teknik penarikan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu. Persyaratan penarikan sampel dengan purposive sampling menurut Arikunto (1996) adalah (1) penarikan sampel harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, (2) subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subject), dan (3) penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat. Pakar merupakan pihak yang berkompeten sebagai pemangku kepentingan dan ahli dalam bidang perkotaan, sumberdaya air, transportasi, lingkungan, pemerintahan, dan akademisi. Dasar pertimbangan dalam penentuan atau pemilihan pakar untuk dijadikan sebagai responden menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Keberadaan responden dan kesediaannya untuk dijadikan responden; 2. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dan telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada bidang yang diteliti; 3. Memiliki latar belakang pendidikan tinggi yang dikaji dan atau telah memiliki pengalaman dalam bidangnya minimal 2 tahun. Stakeholders dalam pengembangan permukiman adalah masyarakat (setempat, usia produktif, LSM) sebanyak 200 responden, swasta (pengusaha)

10 44 sebanyak 10 orang, pemerintah (desa, kecamatan, kabupaten, provinsi) sebanyak 21 orang, dan ahli (pemerhati, akademisi) sebanyak 24 orang. Analisis keberlanjutan kawasan permukiman dilakukan dengan metode Multidimensional Scaling (MDS). Analisis ini dinyatakan dalam indeks keberlanjutan dengan tahapan sebagai berikut: (1) penentuan atribut kawasan permukiman dalam 3 (tiga) dimensi yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi, (2) penilaian setiap atribut dalam skala ordinal dari kriteria keberlanjutan setiap dimensi, dan (3) penyusunan indeks keberlanjutan kawasan untuk existing condition yang dikaji secara umum dan tiap dimensi (Fauzi dan Anna, 2002). Atribut masing-masing dimensi ekologi, sosial dan ekonomi berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 6, 7 dan 8. Keberlanjutan dimensi ekologi adalah stabilitas global untuk seluruh ekosistem, khususnya sistem fisik dan biologi (Perrings, 1991). Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, keberlanjutan ekologi adalah menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air, tidak melakukan eksploitasi berlebih terhadap sumberdaya alam dan tidak terjadi pembuangan limbah atau polusi yang melebihi kapasitas asimilasi lingkungan. Atribut dimensi ekologi keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk adalah drainase pengendali banjir, penyediaan air minum, kualitas jalan akses, pengelolaan persampahan, penambangan pasir, alih fungsi lahan pertanian produktif, kondisi sub DAS Cisadane, ketersediaan ruang terbuka hijau. Keberlanjutan sosial adalah terjaganya stabilitas sistem sosial dan budaya, termasuk reduksi konflik yang merusak (UNEP et al., 1991). Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, keberlanjutan sosial adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan), mencegah terjadinya berbagai konflik, menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat, terjadinya pemerataan pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha, dan partisipasi masyarakat. Atribut dimensi sosial keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk adalah mencegah konflik sosial, mendorong terjadinya kohesi sosial, mencegah terjadinya kriminalitas, memfasilitasi pengembangan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, mendorong pengembangan fasilitas umum dan sosial, dan pemberdayaan masyarakat.

11 45 Tabel 6 Atribut-atribut Dimensi Ekologi dan Skor Keberlanjutan Kawasan Permukiman Nomor Atribut Skor Baik Buruk Keterangan 1 2 Drainase (pengendalian banjir) Air minum (kualitas, kuantitas, waktu) 0,1, ,1, Jalan akses (kualitas) 0,1, Persampahan (pengelolaan) 0,1, Penambangan pasir dan batu (metode) Alih fungsi lahan pertanian produktif (luasan, waktu) Sub DAS Cisadane (runoff, manajemen) Ruang Terbuka Hijau/RTH (luasan) 0,1, ,1, ,1, ,1,2 2 0 (0) sering banjir, (1) jarang banjir, (2) tidak banjir. (0) kurang, (2) baik. (0) rusak, (2) baik. (0) buruk, (2) baik. (0) buruk, (2) baik. (0) cepat, (2) lambat. (0) buruk, (2) baik. (0) kurang, (2) cukup. Tabel 7 Atribut-atribut Dimensi Sosial dan Skor Keberlanjutan Kawasan Permukiman Nomor Atribut Skor Baik Buruk Keterangan 1 Konflik sosial 0,1,2 2 0 (0) banyak, (1) sedikit, (2) tidak ada. 2 Kohesi sosial 0,1,2 2 0 (0) buruk, (2) baik. 3 Kriminalitas 0,1,2 2 0 (0) banyak, (2) aman. 4 Prasarana kesehatan, (0) kurang, 0,1,2 2 0 pendidikan (2) baik. 5 6 Fasilitas umum dan sosial Pemberdayaan masyarakat 0,1, ,1,2 2 0 (0) kurang, (2) baik. (0) buruk, (2) baik.

12 46 Tabel 8 Atribut-atribut Dimensi Ekonomi dan Skor Keberlanjutan Kawasan Permukiman Nomor Atribut Skor Baik Buruk Keterangan 1 Penyerapan tenaga kerja 0,1, Peningkatan kesejahteraan masyarakat Peningkatan pendapatan asli daerah 0,1, ,1, Nilai ekonomi lahan 0,1, Keuntungan/ profit 0,1, Perkembangan sarana ekonomi (10 thn terakhir) 0,1,2 2 0 (0) sedikit, (2) banyak. (0) sedikit, (2) banyak. (0) sedikit, (2) banyak. (0) rendah, (2) tinggi. (0) sedikit, (2) banyak, (0) lambat, (2) cepat, Keberlanjutan ekonomi adalah arus maksimum pendapatan yang dapat diciptakan dari aset (modal) yang minimal dengan manfaat yang optimal (Maler, 1990). Dalam kaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, keberlanjutan ekonomi adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, menghasilkan produksi secara berkesinambungan, peningkatan ekonomi daerah, penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan peluang investasi. Atribut dimensi ekonomi keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk adalah penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahtraan masyarakat, peningkatan pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan, keuntungan berusaha, pengembangan sarana dan prasarana dasar (10 tahun terakhir). Setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor berdasarkan Scientific Judgement dari pembuat skor. Rentang skor berkisar antara 0 2 atau bergantung pada keadaan masing-masing atribut yang diartikan mulai dari yang buruk (0) sampai baik (2). Selanjutnya nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik (good) dan titik

13 47 buruk (bad). Untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi (Alder et al., 2000). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software Rapsettlement (Rapid Appraisal for Settlements) yang merupakan penyesuaian dari Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Teknik Rapsettlement adalah suatu metode multi disiplin yang digunakan untuk mengevaluasi perbandingan permukiman berkelanjutan berdasarkan jumlah atribut yang banyak tetapi mudah untuk dinilai. Dalam analisis Rapsettlement setiap data yang diperoleh diberi skor yang menunjukkan status sumberdaya tersebut. Ordinasi Rapsettlement dibentuk oleh aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang dilaporkan dalam bentuk skala 0 sampai 100%. Manfaat dari teknik Rapsettlement ini adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen keberlanjutannya dan dampaknya terhadap permukiman dalam ekosistem (Alder et al. 2000). Rapsettlement didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan MDS. Prosedur analisis Rapsettlement dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Analisis terhadap data kawasan permukiman di Cisauk melalui data statistik, studi literatur, pengamatan dan wawancara dengan responden. 2. Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur dan judgement ahli. 3. Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada jarak Euclidian yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut: d= Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (d ij ) dari titik i ke titik j dengan titik asal (δ ij ) sebagaimana persamaan berikut: d ij = α + βδ ij + ε Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (d ijk ) terhadap kuadrat titik asal (O ijk ), yang dalam tiga dimensi (i,j,k) untuk m atribut, ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut:

14 48 S = Jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot (w), dengan banyaknya responden (r), atau ditulis: d 4. Melakukan rotasi untuk menentukan posisi permukiman pada ordinasi bad dan good dengan Excel dan Visual Basic. Goodnes of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S. Nilai Stress yang rendah menunjukkan good fit dan nilai S yang tinggi menunjukkan bad fit. Di dalam Rapsettlement, model yang baik ditunjukkan jika nilai stress lebih kecil dari 0.25 (S < 0.25). 5. Melakukan sensitivity analysis dan Monte Carlo Analysis untuk memperhitungkan aspek ketidak pastian. Proses ordinasi menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapsettlement (Kavanagh, 2001). Perangkat lunak Rapsettlement merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS, posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrim buruk diberi nilai skor 0% dan titik ekstrim baik diberi nilai skor 100%. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrim tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman (IKKP) yang dilakukan saat ini. Pada penelitian ini digunakan empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar tersebut seperti yang tertera pada Tabel 9. Tabel 9 Kategori status keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk Nilai indeks Kategori 0 < 25 Tidak berkelanjutan 25 < 50 Kurang berkelanjutan 50 < 75 Cukup berkelanjutan Berkelanjutan Sumber : Kavanagh (1999)

15 49 Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan vertikal. Dengan proses rotasi, maka posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50% (> 50%), maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable) dan tidak berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50% (< 50%). Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan dapat dilihat pada Gambar 8. Buruk Baik 0 % 50 % 100 % Gambar 8 Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dalam skala ordinasi. Sumber : Kavanagh (1999) Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti terlihat pada Gambar 9. EKOLOGI EKONOMI SOSIAL Gambar 9 Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten ( Sumber : Kavanagh, 1999)

16 50 Pada tahap selanjutnya, dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan permukiman di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu X atau skala sustainabilitas (Alder et al. 2000). Semakin besar nilai perubahan RMS dimensi akibat hilangnya suatu atribut dimensi tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai indeks keberlanjutan kawasan permukiman pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam menentukan keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di lokasi penelitian. Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan nilai ordinasi pengembangan kawasan permukiman digunakan analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh (2001) dan Fauzi dan Anna (2002) analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari: 1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut; 2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda; 3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi); 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data); 5. Tingginya nilai stress hasil analisis keberlanjutan, (nilai stress dapat diterima jika < 25%). 3.5 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Cisauk, provinsi Banten Analisis Kebutuhan. Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan kawasan permukiman. Berdasarkan kajian pustaka, dapat diidentifikasi bahwa stakeholders yang terlibat dalam pengembangan kawasan permukiman ini adalah birokrat yang mewakili kepentingan pemerintah, pengusaha yang mewakili swasta, masyarakat yang mewakili pihak penerima pelayanan, akademisi dari perguruan tinggi, ahli dan

17 51 LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mewakili kelompok pakar, seperti tertera pada Tabel 10. Formulasi masalah dibuat karena adanya konflik kepentingan (conflict of interest) diantara para stakeholders terhadap ketersediaan suatu sumberdaya dalam mencapai tujuan sistem (Eriyatno, 2003). Beberapa formulasi masalah yang dapat disusun dalam rangka pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan tertera pada Tabel 11. Tabel 10 Tingkat kebutuhan masing-masing pemangku kepentingan No PEMANGKU KEPENTINGAN 1. Pemerintah 2. Masyarakat 3. Akademisi, ahli dan LSM 4. Swasta KEBUTUHAN Tabel 11 Konflik kepentingan antara pemangku kepentingan daerah penelitian Pemangku Kepentingan Pemerintah Masyarakat Akademisi/ Pakar Swasta Pemerintah Masyarakat Akademisi/ Pakar Swasta Keterangan x = terjadi konflik kepentingan Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik adalah metode yang dikembangkan oleh Dr. Thomas Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970 yang digunakan untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai dalam pengambilan keputusan (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan disusun dalam suatu kerangka berfikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. AHP pada dasarnya didisain untuk menangkap persepsi orang yang sangat paham betul dengan permasalahan tertentu dan dianggap sebagai model multi objective multi criteria.

18 52 Hirarki merupakan basis cara berpikir otak manusia dalam menganalisis suatu realita menjadi kluster dan sub-kluster,merupakan salah satu metode klasifikasi dalam mengurutkan entitas, informasi dan pengetahuan. Hirarki adalah suatu tipe khusus dari suatu sistem, yang didasarkan atas asumsi bahwa entitas sistem yang telah diidentifikasi dapat dikelompokkan menjadi himpunan yang terpisah, dimana entitas dari satu kelompok mempengaruhi dan dipengaruhi hanya oleh satu entitas dari kelompok lain. Elemen-elemen pada setiap kelompok hirarki (disebut sebagai Level, Cluster atau Stratum) diasumsikan bersifat independent. Hirarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan prioritas pada level yang lebih tinggi mempengaruhi prioritas dari elemen dibawahnya. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tesebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). AHP kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan tersebut menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu

19 53 diperbaiki, atau hirarki harus distruktur ulang. Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan pengambilan keputusan dengan menggunakan AHP adalah kesatuan, kompleksitas, saling ketergantungan, penyusunan hirarki, pengukuran, konsistensi, sisntesis, tawar-menawar, penilaian dan konsensus. Dalam penyusunan konsep arahan kebijakan pengembangan permukiman yang berkelanjutan di Cisauk Provinsi Banten terdapat 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu : faktor lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi. Setiap faktor akan mempunyai beberapa faktor yang sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, sangat jelas penting, mutlak lebih penting, dan lainnya dalam perbandingan beberapa parameter yang ada. Skema hirarki untuk analisis pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di Cisauk, provinsi Banten Tangerang dapat dilihat pada Gambar 10. FOKUS Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Kec. Cisauk TUJUAN PERLUASAN LAPANGAN PEKERJAAN KELESTARIAN LINGKUNGAN PENGEMBANGAN WILAYAH PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI AKTOR PEMERINTAH MASYARAKAT PENGEMBANG PAKAR/AKADEMISI ALTERNATIF Optimis Moderat Pesimis Gambar 10 Struktur hirarki pengambilan keputusan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di. Cisauk

20 Analisis Prospektif Untuk merumuskan arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan digunakan analisis prospektif. Analisis prospektif merupakan suatu upaya untuk mengeksplorasi kemungkinan di masa yang akan datang sesuai dengan pengetahuan kebutuhan dari para stakeholders yang terlibat dalam pengembangan kawasan permukiman di Cisauk. Hasil analisis prospektif adalah faktor-faktor kunci yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan yang telah disepakati bersama stakeholders di masa mendatang. Selanjutnya faktor-faktor tersebut digunakan untuk mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan dari pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan. Penentuan faktor kunci dan tujuan pengembangan tersebut penting dan sepenuhnya merupakan pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli dalam bidang pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan. Pendapat tersebut didapatkan dari bantuan kuesioner dan wawancara langsung di wilayah penelitian. Tahapan dalam melakukan analisis prospektif adalah: 1. Menentukan faktor kunci untuk masa depan dari sistem yang dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor penting, menganalisis pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor dengan melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks, dan menggambarkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor kedalam 4 (empat) kuadran utama (Gambar 11). Hasil analisis berbagai faktor atau variabel di atas menunjukkan bahwa faktor-faktor atau variabel-variabel yang berada pada : a. Kuadran I (INPUT), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kuat dengan tingkat ketergantungan yang kurang kuat. Faktor pada kuadran ini merupakan faktor penentu atau penggerak (driving variables) yang paling kuat dalam sistem. b. Kuadran II (STAKES), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dan ketergantungan yang kuat (leverage variables). Faktor pada kuadran ini dianggap sebagai peubah yang kuat.

21 55 c. Kuadran III (OUTPUT), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kecil, namun ketergantungannya tinggi. d. Kuadran IV (UNUSED), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dan ketergantungan rendah. Pengaruh I Faktor Penentu INPUT Faktor Penghubung STAKES II IV Faktor Bebas UNUSED Faktor Terkait OUTPUT III Ketergantungan Gambar 11 Penentuan faktor pengungkit pengembangan kawasan permukiman (Bourgeous, 2004; Hardjomidjojo, 2006). Selanjutnya pengaruh antar faktor diberikan skor oleh pakar dengan menggunakan pedoman penilaian analisis prospektif seperti pada Tabel 12. Tabel 12 Pedoman penilaian prospektif pengembangan kawasan permukiman Skor Keterangan Skor Keterangan 0 Tidak berpengaruh 2 Berpengaruh sedang 1 Berpengaruh kecil 3 Berpengaruh sangat kuat Sumber : Hardjomidjojo (2006) Pedoman pengisian pengaruh langsung antar faktor berdasarkan pedoman penilaian dalam analisis prospektif adalah 1) apakah faktor tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya, nilainya 0; 2) jika tidak, apakah pengaruhnya sangat kuat, jika ya, nilainya 3; 3) jika tidak, apakah berpengaruh kecil = 1, atau berpengaruh sedang = 2. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem, yang dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif dengan menggunakan matriks pengaruh langsung antar faktor dalam pengembangan kawasan permukiman sebagaimana disajikan dalam Tabel 13. Kemungkinan-kemungkinan masa depan yang terbaik dapat ditentukan berdasarkan hasil penentuan elemen kunci masa depan dari beberapa faktor-faktor atau elemen-elemen yang sangat berpengaruh terhadap

22 56 pengembangan kawasan permukiman yang menuntut untuk segera dilaksanakan tindakan. 2. Menentukan tujuan strategis dan kepentingan stakeholders utama. 3. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat tejadi bersamaan, dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem. Tabel 13 Pengaruh antar faktor dalam pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan Dari Terhadap A B C D E F G A B C D E. n Sumber : Bourgeous (2004) 4. Menentukan keadaan (state) suatu faktor. Ketentuan-ketentuan yang harus diikuti pada tahap ini adalah (a) keadaan harus memiliki peluang yang sangat besar untuk terjadi (bukan khayalan) dalam suatu waktu dimasa mendatang, (b) keadaan bukan merupakan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor tetapi merupakan deskripsi tentang situasi dari sebuah faktor, (c) setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas, (d) bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras, dan (e) mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual compatible). 5. Membangun skenario yang mungkin terjadi. Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah (a) skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa depan disusun lebih dahulu, (b) skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk

23 57 setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang mutual compatible, (c) setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama, dan (d) memilih skenario yang paling mungkin terjadi. 6. Implikasi skenario. Merupakan kegiatan terakhir dalam analisis prospektif yang meliputi (a) skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi, (b) skenario tesebut didiskusikan implikasinya, dan (c) tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun (Hardjomidjojo, 2004). Keadaan yang mungkin terjadi di masa depan dari faktor-faktor dominan pada pengelolaan kawasan permukiman seperti tertera pada Tabel 14. Selanjutnya dibangun beberapa alternatif skenario pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan yang mungkin bisa dilaksanakan. Dari wawancara dan diskusi dengan stakeholders, maka terdapat 3 (tiga) skenario yang mungkin terjadi di masa depan yaitu skenario pesimis, moderat, dan optimis. Skenario pesimis dibangun berdasarkan pada rencana tindakan yang normatif. Skenario moderat disusun berdasarkan pada kondisi penggunaan sumberdaya yang optimal yang bisa dilaksanakan oleh stakeholders. Skenario optimis dilaksanakan dengan mengerahkan penggunaan sumberdaya yang ideal. Tabel 14 Keadaan yang mungkin terjadi pada pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Cisauk Provinsi Banten Faktor Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor n Keadaan 1A 1B 1C 2A 2B 2C 3A 3B 3C na nb nc Sumber : Bourgeous (2004) Penyusunan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Penyusunan arahan kebijakan pengembangan permukiman yang berkelanjutan di pinggiran kota metropolitan DKI Jakarta dilaksanakan dengan

24 58 memperhatikan berbagai masukan dari stakeholders, kondisi lapangan dan hasil analisis. Kondisi keberlanjutan saat ini merupakan salah satu pertimbangan yang sangat penting untuk diperhatikan. Hasil analisis prospektif merekomendasikan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi masa depan keberlanjutan kawasan permukiman. Sementara hasil analisis dengan metode AHP memberikan masukan pilihan-pilihan yang merupakan prioritas dari stakeholders terkait seperti tujuan, faktor, aktor, dan alternatif skenario. Penyusunan arahan kebijakan juga memperhatikan skenario kebijakan terpilih yang diformulasikan berdasarkan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kebelanjutan kawasan permukiman. Secara diagramatis bagan alir metodologi penelitian seperti tertera pada Gambar 12. Identifikasi Pola Dinamika dan Sistem Metropolitan Analisis Situasional Tahap I Kondisi dan Potensi kawasan Permukiman di Cisauk Analisis Deskriptif Tahap II Identifikasi Indikator Keberlanjutan MDS Kondisi Keberlanjutan Identifikasi Kebutuhan Stakeholders Faktor pengungkit Faktor kunci Skenario Pengembangan Analisis Prospektif Analisis Prospektif Analisis Prospektif AHP Tahap III Tahap IV Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Gambar 12 Metodologi Penelitian Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Cisauk

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai, Provinsi Banten, serta di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei September

Lebih terperinci

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tujuan, jenis dan cara pengumpulan data, metode analisis, dan output yang diharapkan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada kawasan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV (Persero) Propinsi Sumatera Utara. PTPN IV bergerak di bidang usaha perkebunan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1: Data kualitas air dan udara Kawasan Pemukiman di Cisauk dan sekitarnya. Pengambilan data Agustus 2011

Lampiran 1: Data kualitas air dan udara Kawasan Pemukiman di Cisauk dan sekitarnya. Pengambilan data Agustus 2011 143 Lampiran 1: Data kualitas air dan udara Kawasan Pemukiman di Cisauk dan sekitarnya. Pengambilan data Agustus 2011 No Parameter Satuan I II Perumahan Luar Lokasi Perumahan Pertokoan BSD Industri Baku

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan analisis dilaksanakan sesuai dengan metodologi penelitian, dilakukan dalam 4 tahap sesuai dengan tujuan penelitian. Tahap pertama menguraikan hasil identifikasi dinamika

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE 34 EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE Faisal piliang 1,Sri marini 2 Faisal_piliang@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 14 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Hierarki Analitik 2.1.1 Pengenalan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Propinsi

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Industri Cilegon yang meliputi Anyer (perbatasan kota Cilegon-Kabupaten Serang), Merak, dan Cilegon, yang

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

3 METODE UMUM PENELITIAN

3 METODE UMUM PENELITIAN 47 3 METODE UMUM PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 yang meliputi tahap-tahap : persiapan, pengumpulan data primer/sekunder, dan pengolahan/analisa

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA Virgeovani Hermawan 1 1 Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a.

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Juni hingga Desember 2006. Lokasi penelitian adalah beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang dan Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur (Gambar 4). Wilayah ini berada di bagian utara Kabupaten Nunukan,

Lebih terperinci

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Karlina 1 T.A.M. Tilaar 2, Nirmalawati 2 Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa Rizal Afriansyah Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Email : rizaldi_87@yahoo.co.id Abstrak - Transportasi mempunyai

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penyusunan model pengelolaan air bersih berkelanjutan yang berbasis otonomi daerah dilakukan dengan melakukan identifikasi kebijakan yang ada baik yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 55 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lima bandara di Indonesia, yaitu bandara Juanda di Surabaya, bandara Hasanuddin di Makasar, bandara Pattimura di Ambon,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan penelitian. Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini termasuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis existing condition pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat yang menggunakan aplikasi Rapfish

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan November 2009, bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian di lapangan ( pengecekan

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih.

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih. Kata Pengantar Buku laporan interim ini merupakan laporan dalam pelaksanaan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU Ciptakarya Kabupaten Asahan yang merupakan kerja sama

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia Timur dengan mengambil contoh di dua kabupaten yaitu Kabupaten Kapuas

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI Jakarta Imam Sunoto, Fiqih Ismawan, Ade Lukman Nulhakim,, Dosen Universitas Indraprasta PGRI Email : raidersimam@gmail.com, vq.ismaone@gmail.com,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Metode penelitian berkaitan erat dengan prosedur, alat serta desain penelitian yang digunakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada areal lahan pasca tambang batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi penelitian terdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Governance of Dagho fishing port, Sangihe Islands Regency, Indonesia

Governance of Dagho fishing port, Sangihe Islands Regency, Indonesia Aquatic Science & Management, Vol. 1, No. 2, 188-192 (Oktober 2013) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00042

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Surakarta meliputi: 1. Strategi Pemasaran (Relation Marketing) dilaksanakan dengan fokus terhadap pelayanan masyarakat pengguna, sosialisasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : urban settlements development, sustainability, scenario, policy direction.

ABSTRACT. Keywords : urban settlements development, sustainability, scenario, policy direction. ABSTRACT Nanang Sofwan Santosa. 2012. A Direction of Policy for Sustainable Human Settlement Area Development in the Fringe of the DKI Metropolitan (Case Study: Settlement area at Cisauk Banten Province).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP

ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP ANALISIS FAKTOR KEBERHASILAN AGROINDUSTRI KAKAO BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN FUZZY AHP Universitas Dharma Andalas Email: dewi.a@unidha.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN 185 VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN 6.1. Umum Perencanaan pembangunan Bendungan Jatigede dapat dievaluasi status keberlanjutannya dan diperbaiki agar

Lebih terperinci

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2010 di DAS

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2010 di DAS 22 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 200 - Juni 200 di DAS Cisadane Hulu, di lima Kecamatan yaitu Kecamatan Tamansari, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Konsep yang diajukan dalam penelitian ini adalah konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu secara partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. i i

Ringkasan Eksekutif. i i Ringkasan Eksekutif Dalam rangka meningkatkan peranan dalam usaha konservasi DAS yang rusak, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melaksanakan program Pilot Project Optimasi Lahan responsif

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN CISAUK DI DAS CISADANE Sustainable Analysis of Cisauk Urbanized Settlement at Cisadane River Basin

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN CISAUK DI DAS CISADANE Sustainable Analysis of Cisauk Urbanized Settlement at Cisadane River Basin Abstrak ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN CISAUK DI DAS CISADANE Sustainable Analysis of Cisauk Urbanized Settlement at Cisadane River Basin 1 Nanang S. Santosa, 2 Santun R. P. Sitorus,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci