ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1

2 ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Indusri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Indusri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : SIGIT PRANOTO F Dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Mei 1986 Tanggal lulus : 15 September 2008 Menyetujui, Bogor, September 2008 Dr. Ir. Hartrisari H., DEA Dosen Pembimbing 3

4 SIGIT PRANOTO. F Analisis Indeks Keberlanjutan Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Hartisari Hardjomidjojo RINGKASAN Kabupaten Bogor adalah salah satu kabupaten dengan wilayah terluas di Provinsi Jawa Barat (2.301,95 Km 2). Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan dengan berbagai potensi sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Pemanfaatan sumberdaya alam di dalam kegiatan industri kecil dan menengah (IKM) dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bogor. Pengelolaan industri kecil dan menengah perlu dilakukan untuk menjaga keberlangsungan usaha tersebut. Paradigma pengelolaan pun perlu disesuaikan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya semata memperhatikan aspek ekonomi saja, melainkan juga memperhatikan keberlanjutan pada aspek ekologi, sosial, teknologi serta kemitraan. Analisis keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah dilakukan menggunakan teknik Rapid Appraisal Analysis (RAP). Secara umum, metode analisis RAP akan dimulai dengan mengidentifikasi atribut-atribut dan mendefinisikan sumberdaya yang akan dianalisis melalui studi literatur dan pengamatan di lapangan. Dalam metode RAP, analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu (1) tahap penentuan atribut dari lima dimensi (ekonomi, ekologi, sosial, teknologi dan kemitraan); (2) tahap penilaian setiap atribut berdasarkan penilaian pakar atas kriteria keberlanjutan untuk setiap dimensi; (3) tahap analisis ordinasi indeks keberlanjutan dilakukan dengan metode multi variabel non parametrik; (4) analisis leverage untuk menentukan aspek anomali dari atribut yang dianalisis (Mersyah, 2004). Hasil analisis RAP menggambarkan kondisi faktual mengenai keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Dimensi dengan nilai indeks keberlanjutan terbaik adalah dimensi sosial dengan skor 78,71. Berdasarkan nilai tersebut, dimensi sosial dapat dikatakan sebagai dimensi yang sustainable dengan status keberlanjutan yang dapat dikategorikan baik (75,00-100). Keberadaan industri kecil dan menengah di tengah masyarakat menjadi sarana pemberdayaan masyarakat dengan menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, sehingga tercipta pola hubungan yang saling menguntungkan antara industri dan masyarakat sekitarnya. Nilai indeks keberlanjutan di peringkat selanjutnya adalah dimensi kemitraan, ekologi serta ekonomi dengan nilai indeks berturut-turut 73,33; 61,98 dan 58,36. ketiga dimensi ini memiliki status yang sustainable dengan kategori cukup (50,00-74,99). Pada dimensi kemitraan, adanya kemitraan antara para pengusaha industri kecil dan menengah dengan para pemasok bahan baku dan investor telah mempermudah berjalannya proses produksi serta proses penyediaan modal. Kerjasama dengan industri lain pun (lintas sektor) telah dilakukan untuk mempermudah berjalannya kegiatan perusahaan. Pada dimensi ekologi, kondisi saat ini menunjukkan bahwa industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor memiliki status yang sustainable. Dari sisi pasokan bahan baku, eksistensi industri kecil dan menengah masih dapat bertahan karena ketersediaan bahan baku di alam masih relatif tinggi. 4

5 Pada dimensi ekonomi, indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah memiliki status yang sustainable meskipun hanya sedikit lebih tinggi dari batas indeks sutainabilitas 50%. Rendahnya nilai keberlanjutan ini disebabkan oleh manajemen perusahaan yang masih bersifat tradisional, keterbatasan pasar produk, tidak adanya analisis kelayakan usaha serta harga produk yang kurang prospektif. Dimensi terakhir yang memiliki nilai keberlanjutan terendah adalah dimensi teknologi (27,18). Dimensi ini menjadi satu-satunya dimensi yang memiliki status kurang berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor masih menerapkan teknologi sederhana yang berimplikasi pada rendahnya efisiensi kinerja. Status kurang berkelanjutan ini juga didukung oleh tidak adanya penerapan sertifikasi dan standarisasi produk, ketidaktersediaan teknologi informasi serta teknologi pengolahan yang masih rendah. Analisis leverage untuk atribut pada dimensi teknologi memperlihatkan bahwa atribut yang sensitif dalam mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan dimensi ini adalah atribut efisiensi kinerja IKM, penerapan sertifikasi produk serta penerapan teknologi informasi di industri. Oleh karena itu, untuk tercapainya pembangunan industri kecil menengah yang berkelanjutan, maka perlu dilakukan perbaikan pada dimensi teknologi, terutama pada aspek efisiensi kinerja industri, penerapan sertifikasi produk serta peningkatan pada aspek teknologi informasi. 5

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bogor sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Indonesia mempunyai peran yang strategis sebagai daerah penyangga bagi Jakarta, seperti tumbuhnya daerah pemukiman baru sebagai tempat tinggal permanen bagi masyarakat yang bekerja di ibu kota. Kondisi ini memiliki dampak positif dalam mengurangi kepadatan penduduk ibu kota. Bersamaan dengan itu tumbuh kegiatan-kegiatan usaha yang tidak memerlukan modal besar dan keterampilan tinggi, seperti kerajinan, perbengkelan serta perdagangan yang semuanya tergolong home industry. Hal ini membantu proses peningkatan kualitas perekonomian warga di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk pengembangan industri kecil dan menengah, terutama dalam bidang agro (makanan dan minuman) dan hasil hutan. Data kuantitatif dari Badan Pusat Stasistik (2006) memberikan gambaran bahwa kemampuan penyerapan tenaga kerja pada industri kecil dan menengah memiliki jumlah lebih besar jika dibandingkan dengan industri besar. Kabupaten Bogor memiliki potensi pengembangan industri kecil dan menengah yang baik. Pemanfaatan sumberdaya alam di dalam kegiatan industri kecil dan menengah telah dilakukan dengan optimal. Saat ini, pemanfaatan sumberdaya alam melalui kegiatan ekonomi industri kecil dan menengah memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bogor. Pada beberapa daerah Kabupaten dan kota di Jawa Barat, pemanfaatan sumberdaya alam secara tepat dan optimal dapat meningkatkan pendapatan daerah, namun di lain pihak, penyimpangan pengelolaan pun kerap terjadi. Target untuk memenuhi pendapatan daerah kerap memicu terjadinya eksplorasi sumberdaya alam yang berlebihan dan tanpa kontrol. Hal tersebut menjadi permasalahan baru yang dihadapi pemerintah. Pengurasan sumberdaya alam yang diikuti oleh kerusakan alam bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan akan menjadi penghambat dalam proses pembangunan jangka panjang, karena sumberdaya alam merupakan modal pembangunan yang harus dikelola sejalan dengan program pembangunan (Salikin, 2003). 6

7 Dalam proses pembangunan jangka panjang, sumberdaya alam perlu dikelola dengan baik sehingga tidak hanya digunakan oleh generasi masa kini, namun juga oleh generasi yang akan datang. Dalam rangka mewujudkan konsep tersebut, maka diperlukan paradigma pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kecukupan kebutuhan generasi mendatang (Marten, 2001). Salim (2004) menyatakan bahwa prasyarat bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah bahwa setiap proses pembangunan mencakup tiga aspek utama yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Tiga aspek tersebut dalam pembangunan harus berada dalam sebuah keseimbangan tanpa saling mendominasi. Konsep pembangunan berkelanjutan ini mulai dikenal pada tahun 1987 dengan dipublikasikannya sebuah laporan dari World Commission on Environment and Development. Laporan ini mengungkapkan sebuah kebutuhan akan konsep pembangunan yang berkelanjutan dimana faktor utamanya adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Lima tahun kemudian, konsep pembangunan berkelanjutan dipromosikan dalam Konferensi Dunia Rio de Janeiro pada tahun Earth Summit yang dilaksanakan oleh United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) ini memuat pembahasan Agenda 21 dengan mempromosikan program Sustainable Agricultural and Rural Development (SARD). SARD membawa sebuah pesan kepada dunia bahwa without better environmental stewardship, development will be undermined. Beberapa agenda penting yang termasuk dalam pembahasan pada konferensi tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Menjaga kontinuitas produksi dan keuntungan usaha di bidang pertanian dalam arti yang luas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan kehidupan manusia. 2. Melakukan perawatan dan peningkatan sumber daya alam yang berbasis pertanian. 7

8 3. Meminimalkan dampak negatif aktivitas usaha pertanian yang dapat merugikan bagi kesuburan lahan dan kesehatan manusia. 4. Mewujudkan keadilan sosial antardesa dan antar sektor dengan pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan. (Salikin, 2003) Konferensi ini telah mengubah paradigma pembangunan di sebagian besar negara di dunia. Konsep pembangunan dalam sustainable development didasarkan atas keberlanjutan pembangunan dalam lima dimensi, yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan kelembagaan (Marhayudi, 2006). Konsep pembangunan yang berkelanjutan, diharapkan dapat diterapkan untuk pengelolaan industri kecil dan menengah. Analisis indeks keberlanjutan terhadap industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor dilakukan untuk mengetahui secara umum kondisi faktual pengelolaan IKM di daerah tersebut. Analisis ini akan memberikan gambaran mengenai kondisi keberlanjutan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor saat ini. Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi pengambilan keputusan dan penentuan prioritas kebijakan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. B. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menilai aspek keberlanjutan dalam pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor melalui penilaian terhadap dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi kemitraan dan dimensi teknologi. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah : 1. Jenis industri kecil dan menengah yang dikaji adalah agroindustri. Menurut Austin (1992), agroindustri yaitu suatu perusahaan yang mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan. 8

9 Agroindustri di Kabupaten Bogor mencakup industri dalam bidang agro dan hasil hutan. 2. Aspek yang dikaji disesuaikan dengan konsep pembangunan berkelanjutan, dan terdiri dari lima dimensi, yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi teknologi serta dimensi kemitraan. 9

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Kecil dan Menengah Industri adalah kegiatan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang lebih tinggi nilainya (Rhodant,1983). Winardi (1994) mendefinisikan industri kecil sebagai usaha produktif, terutama dalam bidang produksi atau bidang jasa-jasa misalnya transportasi, atau jasa perhubungan yang menggunakan modal dan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif kecil. Batasan normatif menurut SK. Menperindag Nomor 254 Tahun 1997, industri kecil diartikan sebagai suatu kegiatan usaha industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Industri Kecil Menengah (IKM) adalah suatu kegiatan usaha industri yang memiliki asset sampai dengan 5 miliar rupiah di luar tanah dan bangunan serta beromzet sampai dengan 25 miliar rupiah per tahun (Mayer, 1986). Menurut Deperindag bersama dengan Badan Pusat Statistik (2002) industri kecil dan menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan yang bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, dengan kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah dan mempunyai nilai penjualan pertahun sebesar 1 miliar rupiah atau kurang. Berdasarkan definisi yang digunakan pada data BPS Kabupaten Bogor tahun 2006 (Kabupaten Bogor dalam Angka), pada sektor industri di Kabupaten Bogor, kegiatan industri digolongkan pada tiga kelompok yaitu industri besar, industri kecil dan industri menengah. Industri besar adalah industri memiliki jumlah tenaga kerja di atas 99 orang, sedangkan industri menengah yang memiliki jumlah tenaga kerja antara orang dan industri kecil yang memiliki jumlah tenaga kerja 5-19 orang. B. Pembangunan Berkelanjutan Konsep pembangunan berkelanjutan sudah menjadi konsep pembangunan yang diterima oleh seluruh negara di dunia. Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan dilambangkan dengan keseimbangan pembangunan 10

11 dalam tiga dimensi, yaitu : ekonomi, ekologi dan sosial. Pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi ketiga dimensi tersebut, yaitu : secara ekonomi layak dan efisien, secara ekologi lestari (ramah lingkungan) dan secara sosial berkeadilan. Makna dari pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam. Jadi tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus diupayakan dengan keberlanjutan. Bond et al. (2001) menyatakan bahwa istilah keberlanjutan didefinisikan sebagai pembangunan dari kesepakatan multidimensional untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang. Marten (2001) memberikan sebuah pemahaman mengenai pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kecukupan kebutuhan generasi mendatang. Salim (2004) menyatakan bahwa prasyarat bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah bahwasannya setiap proses pembangunan mencakup tiga aspek utama, yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Tiga aspek utama tersebut dalam pembangunan harus berada pada sebuah keseimbangan tanpa saling mendominasi. Pemahaman lain mengenai konsep keberlanjutan dikemukakan oleh Roderic et all. (1997), bahwa berkelanjutan memerlukan pengelolaan tentang skala keberlanjutan ekonomi terhadap dukungan sistem ekologi, pembagian distribusi sumber daya dan kesempatan antara generasi sekarang dan yang akan datang secara berimbang serta adil dan efisien dalam pengalokasian sumber daya. Menurut Mitchell (1997), ada dua prinsip keberlanjutan yaitu : a) Prinsip ekologi : pertama melindungi sistem penunjang kehidupan, kedua, memelihara integritas ekosistem dan, ketiga, mengembangkan dan menerapkan strategi preventif dan adaptif untuk menghadapi ancaman perubahan lingkungan global. b) Prinsip sosial politik : pertama, mempertahankan skala fisik dari kegiatan manusia dibawah daya dukung atmosfer, kedua, mengenali biaya lingkungan dari kegiatan manusia dan, ketiga, meyakinkan 11

12 adanya kesamaan sosial, politik dan ekonomi dalam transisi menuju masyarakat berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah konsep kegamangan terhadap pola pembangunan industri yang memuja efisiensi dan pengembangan besarbesaran modal, tanpa memperhitungkan atau hanya sedikit sekali mempertimbangkan kerusakan alam (Setiadi, 2004). Fauzi dan Anna (2005) menyatakan bahwa konsep pembangunan sumber daya yang berkelanjutan mengandung aspek : a. Keberlanjutan dimensi ekologi, dalam pandangan ini pemanfaatan sumber daya hendaknya tidak melewati batas daya dukungnya. Peningkatan kapasitas dan kualitas ekosistem menjadi hal yang utama. b. Keberlanjutan dimensi sosial ekonomi. Konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan perlu memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pemanfaatan sumber daya pada tingkat individu. c. Keberlanjutan dimensi teknologi, mengandung makna bahwa keberlanjutan pembangunan sumber daya perlu ditunjang dengan penggunaan teknologi yang memadai. d. Keberlanjutan dimensi kemitraan, mengandung makna bahwa keberlanjutan dalam aspek kerjasama antar kelembagaan perlu menjadi perhatian dalam pembangunan dan pengembangan sumber daya alam yang berkelanjutan. C. Rapid Appraisal Analysis dalam Analisis Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Industri Kecil dan Menengah Rapid Appraisal (RAP) adalah suatu metode multidisiplin untuk mengevaluasi comparative sustainability berdasarkan sejumlah indikator yang mudah untuk di skoring. Rapid appraisal analysis, adalah metode yang dikembangkan oleh University of British Columbia Canada untuk sumberdaya perikanan, untuk mengevaluasi keberlanjutan sumberdaya perikanan secara multidisipliner yang dikenal dengan nama RAPFISH (The Rapid Appraisal of the Status of Fisheries).. Metode ini relatif sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam pendekatannya terhadap suatu masalah. Metode ini memasukkan 12

13 pertimbangan-pertimbangan melalui penentuan atribut yang akhirnya menghasilkan suatu skala prioritas (Fauzi dan Anna, 2005). Menurut Susilo (2003), atribut-atribut pembangunan berkelanjutan dari setiap dimensi tersebut dapat dianalisis dan digunakan untuk menilai secara cepat status keberlanjutan pembangunan sektor tertentu dengan menggunakan metode multi variabel yang disebut multidimensional scaling (MDS). Dalam rapid appraisal analysis, sumberdaya dapat saja didefinisikan sebagai suatu entitas dalam lingkup yang luas, atau dalam lingkup yang sempit. Sejumlah atribut sumberdaya dapat dibandingkan, atau bahkan trajektori waktu dari individual sumberdaya dapat di plot. Atribut dari setiap dimensi yang akan dievaluasi dapat dipilih untuk merefleksikan keberlanjutan, serta dapat diperbaiki atau dapat diganti ketika informasi terbaru diperoleh. (Fauzi dan Anna, 2005) Secara umum, metode analisis RAP akan dimulai dengan mengidentifikasi atribut-atribut dan mendefinisikan sumberdaya yang akan dianalisis melalui studi literatur dan pengamatan di lapangan. Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan pada ketentuan yang sudah diterapkan dalam analisis RAP. Setelah didapatkan hasil skoring, maka setiap atribut dianalisis dengan menggunakan MDS guna menentukan posisi relatif dari sumberdaya terhadap ordinasi good dan bad (Marhayudi, 2006). Dalam Rapid Apraisal Analysis, analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu (1) tahap penentuan atribut deskriptor yang mencakup lima dimensi (ekonomi, ekologi, sosial, teknologi dan kemitraan); (2) tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi; (3) tahap analisis ordinasi indeks keberlanjutan dilakukan dengan metode multi variabel non parametrik. Selanjutnya analisis monte carlo untuk mengukur sensitivitas yang telah dipadukan menjadi satu dalam perangkat lunak tersebut, serta analisis leverage untuk menentukan aspek anomali dari atribut yang dianalisis (Fauzi dan Anna, 2005). Fauzi dan Anna (2005) menyatakan bahwa prosedur RAP indeks status keberlanjutan sumberdaya dilakukan melalui lima tahapan yaitu, 1. Analisis terhadap data sektor yang diteliti melalui data statistik dan studi literatur serta pengamatan lapangan, 13

14 2. melakukan skoring dengan mengacu pada literatur dengan menggunakan Excell, 3. Melakukan analisis MDS dengan software SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma, 4. Menentukan posisi sumberdaya pada ordinasi bad dan good dengan Excell dan Visual Basic, 5. Melakukan sensitivity analysis (leverage analysis) dan monte carlo analysis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian. Hasil proses analisis dengan metode RAP akan ditampilkan dalam sebuah diagram layang. Diagram layang ini menampilkan nilai keberlanjutan setiap aspek yang dinilai. Gambar 1. Ilustrasi indeks keberlanjutan dalam diagram layang Berdasarkan penggunaan rapid appraisal analysis yang mencakup aspek dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kemitraan, akan diperoleh gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumberdaya di wilayah penelitian, sehingga akhirnya dapat dijadikan bahan untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mencapai pembangunan industri kecil dan menengah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Skala indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah mempunyai rentang 0%-100%. Jika dimensi yang dinilai memiliki nilai indeks lebih dari 50%, maka dimensi tersebut dikategorikan sustainable, dan sebaliknya, jika nilainya kurang dari 50%, maka dimensi tersebut digolongkan belum 14

15 sustainable (Marhayudi, 2006). Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar (0-100) sebagaimana disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Kategori status keberlanjutan pengelolaan industri kecil menengah Nilai Indeks Kategori 0-24,99 Buruk 25-49,99 Kurang 50-74,99 Cukup Baik Sumber : (Kavanagh dan Pitcher, 2004) 15

16 BAB III METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Kabupaten Bogor memiliki potensi wilayah yang luas, mencakup 40 kecamatan dengan luas wilayah 2.301,95 Km 2. Dengan luas wilayah yang relatif luas, Kabupaten Bogor memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat beragam. Kawasan puncak, taman buah dan taman safari misalnya, merupakan bagian wilayah Bogor dalam pengembangan potensi pariwisata. Beberapa daerah lainnya memiliki industri khusus yang menjadi ciri khas kecamatannya. Cibinong dan sekitarnya, terkenal memiliki kerajinan khas meubel bambu, sedangkan kecamatan Dramaga cukup popular dengan kerajinan manisan pala, serta potensipotensi lainnya di kecamatan lain (Kabupaten Bogor dalam Angka, 2006). Potensi setiap daerah di Kabupaten Bogor dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas hidup penduduknya. Potensi alam yang melimpah merupakan asset pembangunan daerah, namun jika tidak dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan ketidakberlanjutan proses pembangunan. Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan sumberdaya alam dalam kegiatan industri kecil dan menengah perlu didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan, dimana keberlanjutan tidak hanya dinilai dengan keuntungan secara ekonomi semata. Kegiatan industri kecil dan menengah juga perlu dirancang agar secara ekologi ramah lingkungan dan berkelanjutan dari aspek sosial, teknologi serta kemitraan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai status keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor, melalui penilaian terhadap dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi teknologi serta dimensi kemitraan. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret sampai dengan Juli 2008 di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 16

17 C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Studi pustaka tentang kondisi umum perindustrian Kabupaten Bogor yang berkaitan dengan aspek ekonomi, ekologi serta sosial. Data yang diperoleh digolongkan sebagai data sekunder. Pengertian data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna (Kuncoro, 2003). Data sekunder diperlukan sebagai pendukung data primer hasil survei lapangan. Data sekunder bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan lembaga pemerintahan. 2. Survei lapangan untuk mengumpulkan data primer dengan penyebaran kuisioner kepada responden dibantu dengan proses wawancara. Data primer dapat didefinisikan sebagai data yang dikumpulkan dari sumber-sumber asli (Kuncoro, 2003). Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling (Sekaran, 2003). Berdasarkan metode tersebut, kemudian dilakukan wawancara terhadap pemilik atau pengelola industri kecil dan menengah yang terpilih menjadi responden. Wawancara didasarkan pada kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Survei lapangan dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada 33 industri kecil dan menengah. Jumlah tersebut adalah sejumlah 10 % dari keseluruhan jumlah sentra industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. tabel 2. D. Atribut Keberlanjutan IKM Atribut keberlanjutan IKM berdasarkan lima dimensi dapat dilihat pada 17

18 DIMENSI Skor DAN ATRIBUT DIMENSI EKONOMI Tingkat pengembalian investasi Kontribusi terhadap PAD Tabel 2. Dimensi dan Atribut Indeks Keberlanjutan Satuan Baik Buruk Keterangan 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi Pasar produk 0;1;2 ordinal 2 0 (0) lokal, (1) nasional; Ketergantungan konsumen (2) internasional 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi Harga komoditi 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi Kelayakan usaha Pendapatan masyarakat sekitar 0;1;2;3 ordinal 3 0 (0) rugi; (1) kembali modal; (2) keuntungan marjinal; (3) untung besar 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi DIMENSI EKOLOGI Pengolahan limbah 0;1 ordinal 1 0 (0) tidak dilakukan; (1) dilakukan Pembuangan limbah Pengaruh thd lingkungan Ketersediaan bahan baku DIMENSI SOSIAL Penyerapan tenaga kerja 0;1 ordinal 1 0 (0) di buang langsung ke perairan; (1) disalurkan ke tempat khusus 0;1;2 ordinal 2 0 (0) terjadi pencemaran berat; (1) pencemaran ringan; (2) tidak mencemari 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi 18

19 Hubungan dengan lingkungan Pendidikan masyarakat sekitar Pemberdayaan masyarakat DIMENSI TEKNOLOGI Tingkat efisiensi Teknologi informasi Teknologi pengolahan Standarisasi mutu Sertifikasi produk 0;1 ordinal 1 0 (0) tidak saling menguntungkan; (1) saling menguntungkan 0;1;2 ordinal 2 0 (0) di bawah rata-rata Kabupaten, (1) sama dengan rata-rata Kabupaten; (2) lebih tinggi dari ratarata Kabupaten 0;1;2;3 ordinal 3 0 (0) tidak ada, (1) ada, tidak berjalan; (2) kurang optimal; (3) berjalan optimal 0;1;2 ordinal 2 0 (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi 0;1;2;3 ordinal 3 0 (0) tidak ada, (1) cukup tersedia; (2) tersedia memadai; (3) tersedia dengan teknologi tinggi. 0;1;2 ordinal 2 0 (0) teknologi sederhana, (1) teknologi sedang; (2) teknologi tinggi. 0;1;2 ordinal 2 0 (0) belum diterapkan, (1) diterapkan pada beberapa produk saja; (2) diterapkan pada semua jenis produk. 0;1;2 ordinal 2 0 (0) belum diterapkan, (1) diterapkan pada beberapa produk saja; (2) diterapkan pada semua jenis produk. DIMENSI KEMITRAAN Kemitraan dengan investor 0;1 ordinal 1 0 (0) tidak ada, (1) ada. Kemitraan dengan pemasok bahan 0;1 ordinal 1 0 (0) tidak ada, (1) ada. Kerjasama dengan distributor Kerjasama lintas sektor 0;1 ordinal 1 0 (0) tidak ada, (1) ada. 0;1 ordinal 1 0 (0) tidak ada, (1) ada. 19

20 E. Metode Analisis Data Metode analisis keberlanjutan dengan Rapid Apraisal Analysis dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : 1) penentuan atribut dari setiap dimensi yang mencakup beberapa dimensi yang dianalisis (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kemitraan); 2) penilaian atribut dalam skala ordinal berdasarkan kondisi di lapangan dengan bantuan pakar; 3) analisis indeks keberlanjutan dengan menggunakan metode multi variabel non-parametrik yang disebut multidimensional scaling (MDS); 4) menentukan posisi sumberdaya pada good dan bad dengan excell, serta 5) sensitivity analysis dan Monte Carlo Analysis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian (Fauzi dan Anna, 2005). Pemilihan MDS dalam analisis Rapfish, dilakukan mengingat metode multi-variate analysis yang lain seperti factor analysis dan Multi-Attribute Utility Theory (MAUT), terbukti tidak menghasilkan hasil yang stabil (Pitcher dan Preikshot, 2001). Mulai Kondisi pengelolaan IKM saat ini Penentuan atribut sebagai kriteria MDS (ordinasi setiap atribut) Penilaian terhadap atribut Analisis Monte Carlo Analisis Sensitivitas Analisis Keberlanjutan Gambar 2. Model pelaksanaan analisis Rapfish untuk IKM (Alder, et. al., 2000). Menurut Fauzi dan Anna (2005), dalam implementasinya, Rapfish menggunakan teknik yang disebut Multi Dimensional Scaling atau MDS. Objek 20

21 atau titik yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau titik tersebut diupayakan sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau objek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lain. Sebaliknya, objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance dalam ruang yang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut : d x x2 y1 y2 z1 z Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (d ij ) dari titik i ke j dengan titik asal (d ij ) dituliskan dalam persamaan berikut : d ij = a + bd ij + e Umumnya ada tiga teknik yang digunakan untuk meregresikan persamaan di atas yakni metode least square (KRYST), metoda least squared bergantian yang didasarkan pada akar dari Euclidian distance (squared distance) atau disebut metoda ALSCAL, dan metode yang didasarkan Maximum Likelihood. Dari ketiga metode tersebut, Algoritma ALSCAL merupakan metode yang paling sesuai untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir setiap software statistika (SPSS dan SAS) (Alder et.al, 2000). Fauzi dan Anna (2005), menyatakan bahwa metode ALSCAL mengoptimisasi jarak kuadrat (squared distance = d ijk ) terhadap data kuadrat (titik asal = O ijk ), yang dalam tiga dimensi ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut : 21

22 ditulis : Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau Perangkat lunak Rapfish adalah merupakan pengembangan MDS yang terdapat dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi, dan beberapa analisis sensitivitas yang telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. F. Interpretasi Data Hasil pengolahan data berbentuk grafik dan diagram layang. Hasil tersebut menggambarkan kondisi keberlanjutan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor, yang akan diinterpretasikan berdasarkan atribut dari setiap dimensi yang dianalisis. Berdasarkan interpretasi tersebut diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi bagi IKM untuk pencapaian sustainable development. 22

23 BAB IV PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan ibu kota Indonesia. Kabupaten Bogor secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 Km 2 terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Wilayah ini berbatasan dengan beberapa wilayah kabupaten/kota, diantaranya : Sebelah Utara : Kota Depok Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur Pada tahun 2006 Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan, 427 desa/kelurahan, RW dan RT. Dari jumlah desa tersebut mayoritas mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 m terhadap permukaan laut, yakni 234 desa sekitar lebih dari 500 m dari permukaan laut. Sebagian besar desa di Kabupaten Bogor terklasifikasi sebagai desa swakarya yakni 350 desa, lainnya 77 desa merupakan desa swasembada, dan tidak ada desa swadaya. Berdasarkan klasifikasi daerah, yang dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 199 dan desa pedesaan sebanyak 228 desa (Kabupaten Bogor dalam Angka, 2006). 23

24 Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Bogor Hasil sensus Daerah Tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat jiwa, jumlah ini merupakan jumlah terbesar diantara jumlah penduduk kabupaten/kota di Jawa Barat. Tahun 2005 tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki 74,60%, perempuan 33,96% dan secara total 54,85%. Jumlah penduduk yang bekerja laki-laki orang dan orang perempuan, dengan jumlah total Kabupaten Bogor orang. Jumlah pengangguran laki-laki orang dan perempuan orang dari total orang di seluruh Kabupaten Bogor (Kabupaten Bogor dalam Angka, 2006). 24

25 Tabel 3. IPM Kabupaten Bogor dan Komponennya Tahun Komponen (1) (2) (3) (4) (5) 1. Angka Harapan Hidup (AHAH) 66,8 66,82 66,94 67,10 2. Angka Melek Huruf (AMH) 92,80 92,80 93,22 93,91 3. Rata-rata Lama Sekolah 6,10 6,18 6,26 6,69 ANGKA IPM 67,70 67,80 68,10 68,99 Sumber : BPS, Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2006 Tabel IPM Kabupaten Bogor menunjukkan peningkatan kualitas hidup penduduknya. Angka harapan hidup meningkat dari 66,8 pada tahun 2002, menjadi 67,10 pada tahun Demikian halnya dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Keseluruhan peningkatan tersebut meningkatkan angka IPM dari angka 67,70 pada tahun 2002 menjadi 68,99 pada tahun B. Profil Ekonomi 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Peran serta masyarakat terutama masyarakat dunia usaha telah mampu mendorong berkembangnya pembangunan ekonomi Kabupaten Bogor. Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi memberikan dukungan dan dorongan terhadap pembangunan di berbagai sektor lainnya. Hal ini juga menjadi peluang bagi perluasan kesempatan kerja yang turut mendukung peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya jumlah penduduk miskin dan meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat dari tahun ke tahun. Kualitas perekonomian suatu wilayah dapat diindikasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pendapatan Daerah merupakan kekuatan utama perekonomian daerah yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Tingkat pendapatan Kabupaten Bogor dapat diukur antara lain dari pendapatan perkapita, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan asli daerah (PAD) serta gambaran kualitatif 25

26 tentang keadaan sandang, pangan dan perumahan masyarakat. PAD tahun 2005, Kabupaten Bogor adalah lebih kurang sebesar Rp. 250 milyar, penerimaan dari PBB sebesar Rp. 46 milyar dan rata-rata pendapatan perkapita adalah Rp , sedangkan nilai UMR yang berlaku adalah Rp (Dirjen IKM, 2007). Tabel 4. PDRB dan Pendapatan Daerah Tahun Wilbang Kontri Kontri Kontri Kontri PDRB PDRB PDRB PDRB (%) (%) (%) (%) Barat 2, , , , Tengah 10, , , , Timur 9, , , , Kab.Bogor 22, , , , Sumber : PDRB Kab Bogor 2006 Mata pencaharian penduduk di sektor pertanian, perburuhan, dan perikanan sebanyak orang; di sektor pertambangan dan penggalian sebanyak orang; di sektor industri pengolahan sebanyak orang; sektor listrik, gas dan air sebanyak orang; sektor bangunan sebanyak orang; sektor perdagangan orang; sekotr jasa dan lainnya orang (Kabupaten Bogor dalam Angka, 2006). 2. Industri Pembangunan industri juga telah mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi serta menjadi penggerak perkembangan pembangunan daerah. Hal ini juga membuka peluang perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat. Pesatnya pertumbuhan industri ini tercapai berkat peran serta masyarakat dunia usaha. Kemajuan ini juga turut mendukung pertumbuhan sektor-sektor lainnya seperti peningkatan agrobisnis dan agroindustri. 26

27 Berdasarkan data dinas perindustrian dan perdagangan Kabupaten Bogor (2006), laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor mengalami peningkatan, yaitu dari 5,01% pada tahun 2004 menjadi 5,28% pada tahun 2005, dengan nilai PDRB berlaku pada tahun 2004 sebesar Rp. 28,689 trilyun dan sebesar Rp. 34,625 trilyun pada tahun PDRB per kapita menurut harga berlaku pada tahun 2004 sebesar Rp ,91 meningkat menjadi Rp ,71 pada tahun Dilihat dari sektor pembentuk PDRB pada tahun 2005, tiga sektor terbesar penyumbang PDRB adalah sektor industri pengolahan (51,07%), sektor perdagangan, hotel restoran (16,76%) dan sektor pertanian (9,31%). Begitu juga dengan potensi industri Kabupaten Bogor selama kurun waktu 5 tahun mengalami peningkatan. Nilai Investasi pada tahun 2001 sebesar Rp sedangkan tahun 2005 meningkat menjadi Rp Jumlah unit usaha di sektor industri hingga tahun 2005 sebesar buah terdiri dari 538 buah usaha menengah dan besar serta unit usaha kecil (Kabupaten Bogor dalam Angka, 2006). C. Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor Penilaian terhadap status keberlanjutan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Appraisal Analysis. Metode Rapid Appraisal Analysis menghasilkan nilai indeks status keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah pada masing-masing dimensi yang diukur, yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi teknologi serta dimensi kemitraan. Setiap dimensi memiliki atribut yang mencerminkan status keberlanjutan dari dimensi yang bersangkutan. Nilai yang dihasilkan merupakan gambaran kondisi pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor pada saat ini. Nilai tersebut ditentukan oleh nilai skoring dari masing-masing atribut pada setiap dimensi yang dikaji. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah mempunyai rentang 0%-100%. Dimensi yang dinilai akan dinyatakan sebagi dimensi yang sustainable, jika memiliki nilai indeks lebih dari 50%, dan sebaliknya, sebuah dimensi yang diukur akan dinyatakan tidak sustainable jika memiliki indeks hasil pengukuran dengan nilai 27

28 kurang dari 50%. Nilai status indeks keberlanjutan dikategorikan ke dalam 4 status keberlanjutan, yaitu : a) buruk, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai 0,00 s.d. 24,99; b) kurang, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai 25,00 s.d. 49,99; c) cukup, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai 50,00 s.d. 74,99; dan d) baik, jika memiliki nilai indeks keberlanjutan pada rentang nilai 75,00 s.d Gambaran keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor hasil analisis dengan teknik Rapid Appraisal Analysis disajikan dalam bentuk diagram layang yang menampilkan nilai status keberlanjutan dari setiap dimensi yang telah dinilai. Hasil analisis tersebut akan dilengkapi dengan hasil analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas (leverage) dilakukan untuk mengidentifikasi atribut yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap nilai indeks yang dihasilkan. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu-x atau skala sustainabilitas (Marhayudi, 2006). Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu, maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai keberlanjutan sebuah dimensi, pada skala sustainabilitas; atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di lokasi penelitian. Dimensi dan Atribut yang Dinilai Analisis multidimensional dilakukan terhadap lima dimensi yang telah ditetapkan, yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi teknologi serta dimensi kemitraan. Setiap dimensi memiliki atribut yang dapat menggambarkan kondisi keberlanjutan pada dimensi tersebut. 1. Dimensi Ekonomi Tingkat pengembalian dana investasi Kontribusi terhadap pendapatan daerah 28

29 Pasar produk dari IKM Ketergantungan konsumen terhadap produk IKM Harga komoditi yang dipasarkan Kelayakan usaha IKM Pendapatan masyarakat sekitar 2. Dimensi Ekologi Apakah dilakukan pengolahan limbah Sistem pembuangan limbah Pengaruh terhadap lingkungan Ketersediaan Bahan baku Industri di alam 3. Dimensi Sosial Tingkat penyerapan tenaga kerja Pola hubungan IKM dengan lingkungan sekitar Tingkat pendidikan masyarakat sekitar Pemberdayaan masyarakat sekitar 4. Dimensi Teknologi Tingkat efisiensi IKM Ketersediaan teknologi informasi Ketersediaan teknologi pengolahan di IKM Standarisasi mutu produk Penerapan sertifikasi produk 5. Dimensi Kemitraan Kemitraan dengan investor Kemitraan dengan pemasok bahan baku Kerjasama dengan distributor atau pemasar produk Kerjasama lintas sektor (dengan IKM pada bidang yang berbeda) 29

30 100, 00 90, 00 80, 00 70, 00 60, 00 50, 00 40, 00 30, 00 20, 00 10, 00 0, 00 E konomi 58,36 Teknologi 27,18 K emitraan 73,33 E kologi 61,98 78,71 S os ial Gambar 4. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Diagram layang tersebut menggambarkan kondisi faktual mengenai keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Dimensi dengan nilai indeks keberlanjutan terbaik adalah dimensi sosial dengan skor 78,71. Dengan nilai tersebut, dimensi sosial dapat dikatakan sebagai dimensi yang sustainable dengan status keberlanjutan yang dapat dikategorikan baik (75,00-100). Nilai tersebut mencerminkan bahwa pembangunan industri kecil dan menengah telah berjalan sesuai dengan pengembangan kondisi sosial di Kabupaten Bogor. Keberadaan industri kecil dan menengah di tengah masyarakat juga menjadi sarana pemberdayaan masyarakat dengan menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar. Dengan demikian, tercipta pola hubungan yang saling menguntungkan antara industri dan masyarakat sekitarnya. Pola interaksi tersebut pada akhirnya memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga kualitas pendidikan masyarakat sekitar industri pun relatif lebih baik dan lebih tinggi dari rata-rata kabupaten. Nilai indeks keberlanjutan di peringkat selanjutnya adalah dimensi kemitraan, ekologi serta ekonomi dengan nilai indeks berturut-turut 73,33; 61,98 dan 58,36. Ketiga dimensi ini memiliki status yang sustainable dengan kategori cukup. Pada dimensi kemitraan, adanya kemitraan antara para pengusaha industri kecil dan menengah dengan para pemasok bahan baku dan investor telah mempermudah pelaksanaan proses produksi serta proses penyediaan modal. 30

31 Kerjasama dengan industri lain pun (lintas sektor) telah dilakukan untuk mempermudah berjalannya kegiatan perusahaan. Kerjasama lintas sektor tersebut dilakukan baik dengan pemasok bahan baku, pemasar barang serta dengan distributor produk. Pada dimensi ekologi, kondisi saat ini menunjukkan bahwa industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor memiliki status yang sustainable (61,98) meskipun sebagian industri kecil dan menengah tersebut belum menerapkan sistem pengolahan limbah. Industri kecil dan menengah yang ada saat ini pada umumnya belum memiliki sistem pengolahan limbah, namun mereka membuang limbah sisa proses produksi di tempat tertentu sehingga tidak mencemari lingkungan. Kondisi ini juga menjadi semakin tidak kentara karena sebagian besar industri tersebut berbahan baku barang hasil hutan dan bahan makanan atau minuman sehingga limbah dapat terurai meskipun tidak diberi perlakuan khusus sebelum dibuang. Dari sisi pasokan bahan baku, eksistensi industri kecil dan menengah masih dapat bertahan karena ketersediaan bahan baku di alam masih relatif tinggi. Pada dimensi ekonomi, indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah memiliki status yang sustainable (58,36) meskipun hanya sedikit lebih tinggi dari batas indeks sustainabilitas 50%. Rendahnya nilai keberlanjutan ini disebabkan oleh manajemen perusahaan yang masih bersifat tradisional, keterbatasan pasar produk, tidak adanya analisis kelayakan usaha serta harga produk yang kurang prospektif. Dimensi terakhir yang memiliki nilai keberlanjutan terendah adalah dimensi teknologi. Dimensi ini menjadi satu-satunya dimensi yang memiliki status kurang berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor masih menerapkan teknologi sederhana yang beimplikasi pada rendahnya efisiensi kinerja. Status kurang berkelanjutan ini juga didukung oleh tidak adanya penerapan sertifikasi dan standarisasi produk, ketidaktersediaan teknologi informasi serta teknologi pengolahan yang masih rendah. Beberapa parameter statistik yang diperoleh dari analisis metode rapid appraisal dengan menggunakan metode MDS berfungsi sebagai standar untuk 31

32 menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi. Dalam hasil ordinasi terdapat nilai stress dan R 2 untuk setiap dimensi. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat (mendekati kondisi sebenarnya) (Edwarsyah, 2008). Tabel 5. Hasil analisis Rapfish untuk beberapa parameter statistik Nilai Statistik Ekonomi Ekologi Sosial Teknologi Kemitraan stress R iterasi Berdasarkan tabel 5 setiap dimensi memiliki nilai stress kurang dari atau sama dengan 0,25. Nilai ini berada pada range ketetapan yang menyatakan bahwa nilai stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai 25%. Karena semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Berbeda dengan koefisien determinasi (R 2 ), kualitas hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar (Mendekati 1) (Edwarsyah, 2008). Dengan demikian dari kedua parameter (nilai stress dan R 2 ) menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengelolaan IKM di Kabupaten Bogor sudah cukup baik dalam menerangkan kelima dimensi pembangunan yang dianalisis. Untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks digunakan analisis Monte Carlo. Analisis ini merupakan analisis berbasis komputer yang dikembangkan pada tahun 1994 dengan menggunakan teknik random number berdasarkan teori statistik untuk mendapatkan peluang suatu solusi persamaan atau model matematis. Mekanisme untukmendapatkan solusi tersebut mencakup perhitungan yang berulang-ulang. Oleh karena itu, proses perhitungan akan lebih cepat dan efisien jika menggunakan komputer (Bielajew, 2001). Analisis Monte Carlo sangat membantu dalam analisis Rapfish untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut pada masingmasing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman 32

33 terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukkan data atau penilaian atau ada data yang hilang (missing data), dan nilai stress yang terlalu tinggi (Edwarsyah, 2008). Hasil analisis Monte Carlo dilakukan dengan beberapa kali pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks setiap dimensi. Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai status keberlanjutan pengelolaan IKM pada masing-masing dimensi, tidak mengalami banyak perbedaan antara hasil MDS dengan analisis Monte Carlo. Kecilnya perbedaan nilai indeks antara hasil MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan halhal sebagai berikut : 1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil, 2) proses analisis yang dilakukan berulang-ulang stabil, serta 3) kesalahan memasukkan data dan data yang hilang dapat dihindari. Tabel 6. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai indeks dan masing-masing nilai indeks dimensi IKM Status indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Selisih Ekonomi Ekologi Sosial Teknologi Kemitraan Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil sebagaimana disajikan pada tabel 7 menunjukkan bahwa analisis keberlanjutan IKM di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode MDS memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dan sekaligus dapat disimpulkan bahwa analisis indeks keberlanjutan ini dapat dijadikan salah satu alat evaluasi untuk penilaian cepat kondisi keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. 1. Dimensi Ekonomi Nilai keberlanjutan dimensi ekonomi berdasarkan hasil ordinasi rapfish adalah 58,36. Nilai tersebut terkategorikan sebagai nilai angka indeks yang cukup berkelanjutan. Untuk melihat nilai sensitivitas yang dimiliki setiap atribut yang 33

34 Attribute dinilai dalam penyusunan nilai indeks tersebut, maka rapfish melakukan analisis leverage pada setiap atribut. Grafik hasil analisis tersebut memuat nilai root means square yang digambarkan pada garis horizontal. Semakin tinggi nilai RMS sebuah atribut, maka semakin sensitif pengaruh sebuah atribut terhadap perubahan indeks status keberlanjutan pada dimensi tersebut. Leverage of Attributes Pendapatan masyarakat sekitar 2, Kelayakan usaha 4, Harga komoditi 4, Ketergantungan konsumen Pasar produk 5, , Kontribusi terhadap PAD Tingkat pengembalian investasi 2, , Gambar 5. Grafik analisis leverage untuk dimensi ekonomi. Berdasarkan hasil analisis leverage di atas, atribut yang paling sensitif dalam mempengaruhi dimensi ekonomi adalah luasan/cakupan pasar produk, ketergantungan konsumen terhadap produk yang dihasilkan industri dan aspek kelayakan usaha. Ketergantungan konsumen terhadap produk industri kecil menengah saat ini masih belum begitu tinggi. Hal ini disebabkan karena ada beberapa industri yang bergerak dalam bidang yang sama, sehingga konsumen memiliki beragam pilihan untuk produk-produk industri kecil dan menengah yang akan dikonsumsinya. Pada aspek pasar produk industri kecil dan menengah, saat ini sebagian besar hanya mencakup daerah lokal Kabupaten Bogor saja, karena sebagian besar industri tersebut berproduksi dengan kapasitas rendah, sehingga hanya mampu untuk memenuhi pasar lokal. Hanya sebagian kecil industri yang mampu memperluas pasar hingga ke luar negeri. Industri yang mampu memperluas pasar 34

35 Attribute seperti ini pada umumnya adalah industri menengah yang pemasaran produknya dikoordinir oleh eksportir atau pemerintah daerah. Kemampuan industri untuk bertahan dalam persaingan juga ditentukan oleh kelayakan usaha. Kondisi indeks keberlanjutan dimensi ekonomi industri kecil dan menengah saat ini masih sedikit di atas batas ketidakberlanjutan. Pada industri kecil dan menengah yang masih dikelola secara tradisional, tidak ada analisis kelayakan usaha yang dilakukan seperti seharusnya. Bagi beberapa pengelola industri, usaha mereka dianggap layak selama masih ada keuntungan yang diperoleh, tanpa menganalisis kelayakan usahanya secara benar. 2. Dimensi Ekologi Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah 61,96. Nilai indeks tersebut termasuk ke dalam status sustainable dengan kategori cukup berkelanjutan. Atribut-atribut yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan ekologi dtampilkan dalam grafik hasil analisis leverage berikut ini. Leverage of Attributes Ketersediaan bahan baku 10, Pengaruh thd lingkungan 11, Pembuangan limbah 21, Pengolahan limbah 15, Gambar 6. Grafik analisis leverage untuk dimensi ekologi. Atribut yang paling sensitif mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan adalah atribut pembuangan limbah, pengolahan limbah dan pengaruh limbah terhadap lingkungan. Atribut pertama menilai kondisi pengelolaan industri pada 35

36 aspek pembuangan limbah yang ada saat ini. Nilai analisis leverage untuk atribut ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan atribut lainnya. Dengan demikian, atribut ini adalah atribut yang paling sensitf dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ekologi. Untuk meningkatkan status keberlanjutan dimensi ekologi, maka aspek pembuangan limbah menjadi prioritas utama dalam perbaikan dimensi ini. Saat ini, pembuangan limbah dari sebagian besar industri kecil dan menengah pada umumnya langsung dibuang ke perairan, belum ada tempat khusus yang disediakan oleh industri untuk menampung limbah yang mereka hasilkan. Akibat yang ditimbulkannya adalah pencemaran tanah dan air. Oleh karena itu, aspek ini menjadi prioritas utama dalam perbaikan dimensi ekologi. Proses pembuangan limbah seperti ini diperparah dengan tidak tersedianya teknologi pengolahan limbah, sehingga limbah sisa proses dibuang ke lingkungan tanpa ada proses pengolahan terlebih dahulu. Hal ini perlu diperbaiki meskipun saat ini, dengan pola seperti itu, kegiatan industri belum menyebabkan pencemaran berat di lingkungannya. 3. Dimensi Sosial Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial adalah 78,71; nilai tersebut adalah nilai indeks tertinggi dibandingkan dengan keempat dimensi lainnya. Dimensi sosial juga menjadi satu-satunya dimensi yang memiliki status berkelanjutan yang terkategorikan baik. Nilai indeks ini menggambarkan bahwasannya proses pengembangan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor sudah sejalan dengan dimensi sosial. Terutama dalam aspek pemberdayaan masyarakat dan proses penyerapan tenaga kerja dari lingkungan sekitar industri, sehingga menimbulkan pola hubungan industri dan masyarakat yang saling menguntungkan. Dimensi sosial memiliki beberapa atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan tersebut. Beberapa atribut yang sensitif ditampilkan dalam grafik di bawah ini, 36

37 Attribute Leverage of Attributes Pemberdayaan masyarakat 4, Pendidikan masyarakat sekitar 8, Hubungan dengan lingkungan 7, Penyerapan tenaga kerja 4, Gambar 7. Grafik analisis leverage untuk dimensi sosial. Atribut yang paling sensitif dalam dimensi sosial adalah tingkat pendidikan masyarakat sekitar, hubungan industri kecil dan menengah dengan lingkungannya serta penyerapan tenaga kerja. Dari hasil survei yang dilakukan selama penelitian, pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat sekitar industri berada pada level yang lebih tinggi dari rata-rata pendidikan di Kabupaten. Meski demikian, pengaruh keberadaan industri terhadap naiknya tingkat pendidikan warga masih bisa dioptimalkan untuk lebih meningkatkan pembangunan dimensi sosial. Atribut lain yang cukup sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi sosial adalah hubungan antara industri dengan masyarakat sekitar serta proses penyerapan tenaga kerja. Pada beberapa industri kecil dan menengah hubungan yang terjadi antara masyarakat dan industri tidak saling menguntungkan. Ada penduduk sekitar yang tidak merasakan perbaikan dengan adanya industri itu di sekitar pemukiman mereka. Bahkan dalam beberapa industri, ada warga yang merasa terganggu dengan aktivitas produksi industri. Pola hubungan yang tidak saling menguntungkan juga dapat disebabkan oleh minimnya penyerapan tenaga kerja dari warga sekitar. Kemampuan warga sekitar yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, menjadi salah satu faktor penyebabnya, sehingga 37

38 Attribute industri lebih memilih untuk mendatangkan pekerja yang lebih terampil dari tempat lain. 4. Dimensi Teknologi Dimensi selanjutnya, yang dinilai dalam penelitian ini adalah dimensi teknologi. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi adalah 27,18. Nilai indeks ini menunjukkan bahwa dimensi teknologi masih kurang sustainable, bahkan nilainya mendekati kategori buruk. Teknologi yang digunakan pada industri kecil dan menengah masih sangat rendah. Sebagian besar industri masih menggunakan teknologi tradisional dalam proses pengolahannya. Ada beberapa industri yang telah menggunakan teknologi pengolahan yang lebih modern, namun jumlahnya tidak signifikan jika dibandingkan dengan jumlah industri dengan teknologi tradisional. Untuk mengetahui atribut-atribut yang sensitif dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi teknologi, maka dilakukan analisis leverage pada setiap atribut yang dinilai. Leverage of Attributes Penerapan sertifikasi produk 5, Penerapan standarisasi mutu 4, Teknologi pengolahan 4, Teknologi informasi 5, Tingkat efisiensi 7, Gambar 8. Grafik analisis leverage untuk dimensi teknologi. Atribut paling sensitif dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi teknologi adalah efisiensi kinerja, penerapan sertifikasi produk dan ketersediaan 38

39 Attribute teknologi informasi. Proses pengolahan yang masih tradisional menjadi salah satu penyebab utama rendahnya efisiensi kinerja industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi kinerja industri adalah prioritas utama dalam perbaikan kualitas dimensi teknologi. Atribut selanjutnya yang menjadi prioritas adalah penerapan sertifikasi produk dan ketersediaan teknologi informasi sebagai penunjang kemajuan dimensi teknologi. Atribut-atribut yang dipakai dalam penilaian dimensi teknologi, disusun berdasarkan kriteria keberlanjutan industri kecil dan menengah secara umum. Pada beberapa industri yang sudah mapan, kriteria ini dapat dipenuhi dengan cukup baik, namun pada sebagian besar industri kecil dan menengah yang masih tradisional, kriteria ini menjadi sangat jauh dan sulit dicapai dengan kondisi yang ada saat ini. 5. Dimensi Kemitraan Dimensi terakhir yang dinilai adalah dimensi kemitraan. Dimensi ini menilai keberlanjutan sebuah industri berdasarkan adanya jalinan kerjasama yang dilakukan industri baik dengan pemasok, investor, distributor atau pemasar barang, maupun dengan industri di sektor lain (kerjasama lintas sektor). Nilai indeks keberlanjutan dimensi ini adalah 73,33. Nilai tersebut berada pada kategori cukup berkelanjutan, bahkan mendekati kategori baik. Leverage of Attributes Kerjasama lintas sektor 14, Kerjasama dengan distributor 17, Kemitraan dengan pemasok bahan 11, Kemitraan dengan investor 11, Gambar 9. Grafik analisis leverage untuk dimensi kemitraan. 39

40 Atribut yang paling sensitif dalam mempengaruhi indeks keberlanjutan dimensi kemitraan adalah kerjasama dengan distributor, kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan investor. Kondisi yang ada saat ini masih dapat dioptimalkan dengan peningkatan pada ketiga dimensi tersebut. Kerjasama dengan distributor menjadi atribut utama yang perlu diprioritaskan dalam peningkatan status keberlanjutan dimensi ini. Saat ini, baru sebagian industri kecil dan menengah sudah menjalin kerjasama dengan distributor dan para pemasar produk mereka. Kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan investor pun perlu menjadi perhatian para pengelola industri kecil dan menengah. Kedua faktor tersebut dapat mempermudah proses penyediaan faktor produksi dan penyediaan modal. Kerjasama lintas sektor juga perlu dilakukan untuk memperkuat eksistensi masing-masing industri yang bekerjasama. D. Indeks Keberlanjutan pada Empat Dimensi Ekonomi, Ekologi, Sosial dan Kemitraan Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks keberlanjutan yang terkecil adalah pada dimensi teknologi. Kondisi hasil penilaian di lapangan memperlihatkan bahwa nilai dimensi teknologi jauh berada di bawah keempat dimensi lainnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan subbab ini akan disimulasikan penyusunan nilai indeks keberlanjutan dengan menggunakan empat dimensi yang memiliki nilai yang relatif seimbang. Gambar diagram layang berikut ini hanya akan menampilkan hasil analisis yang memuat empat dimensi yaitu ekonomi, ekologi, sosial dan kemitraan. 40

41 100, 00 90, 00 80, 00 70, 00 60, 00 50, 00 40, 00 30, 00 20, 00 10, 00 0, 00 E konomi 58,36 E kologi 61,98 K emitraan 73,33 78,71 S os ial Gambar 10. Nilai indeks keberlanjutan industri kecil dan menengah dengan empat dimensi (ekonomi, ekologi, sosial dan kemitraan) Penghilangan dimensi teknologi berpengaruh pada bentuk diagram layang. Dengan empat dimensi yang ada (ekonomi, ekologi, sosial dan kemitraan), maka kondisi pengelolaan industri kecil dan menengah berada dalam kondisi yang baik. Keseimbangan antara keempat dimensi menggambarkan bahwa pengelolaan pengembangan IKM dapat berjalan dengan baik, seimbang antar setiap dimensi yang dinilai. Berdasarkan nilai indeks, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan IKM d Kabupaten Bogor sudah berkelanjutan karena secara ekonomi layak dan menguntungkan dan secara ekologi ramah lingkungan. Demikian juga dengan dimensi sosial dan kemitraan, kedua dimensi tersebut berada dalam kondisi yang berkelanjutan. Hal itu dapat disebabkan oleh keberhasilan IKM dalam proses penyerapan tenaga kerja dari lingkungan sekitar, serta keberhasilan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan analisis pada empat dimensi tersebut, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa pengelolaan IKM di Kabupaten Bogor asudah berkelanjutan. E. Upaya untuk Meningkatkan Dimensi Teknologi Dalam proses perbaikan menyeluruh dalam pengelolaan IKM di Kabupaten Bogor, maka hasil penilaian untuk setiap dimensi memiliki peranan penting sebagai pengidentifikasi gambaran kondisi faktual di lapangan. Gambaran 41

42 ini dapat memberikan informasi nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap dimensi, sehingga dapat diambil prioritas-prioritas dalam pengembangan proses pengelolaan IKM yang berkelanjutan. Dimensi teknologi adalah dimensi dengan nilai indeks keberlanjutan terendah. Status keberlanjutannya masih berada pada status yang kurang berkelanjutan, karenanya perbaikan pada dimensi ini harus menjadi prioritas dalam pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Prioritas perbaikan juga ditentukan oleh nilai hasil analisis leverage. Atribut dengan nilai tertinggi pada analisis leverage, menjadi atribut pertama yang harus di perbaiki. Berikut ini hasil analisis dari perbaikan yang dilakukan dengan memaksimalkan beberapa atribut yang masih perlu ditingkatkan. 1. Memaksimalkan Efisiensi Kinerja IKM Efisiensi kinerja merupakan faktor yang paling sensitif dalam penilaian keberlanjutan dimensi teknologi. Oleh karena itu, dalam analisis selanjutnya, akan dilihat pengaruh yang diakibatkan oleh perbaikan (maksimalisasi) atribut efisiensi kinerja industri terhadap performa dimensi teknologi. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai status keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah yang baru. Status ini disusun dengan memaksimalkan nilai efisiensi kinerja industri. Nilai indeks keberlanjutan dimensi berubah naik, dari nilai awal sebesar 27,18 menjadi 32,33. Akan tetapi, kenaikan tersebut masih belum meningkatkan status keberlanjutan dimensi ini. 42

43 100, 00 90, 00 80, 00 70, 00 60, 00 50, 00 40, 00 30, 00 20, 00 10, 00 0, 00 E konomi 58,36 Teknologi 32,17 K emitraan 73,33 E kologi 61,98 S os ial 78,71 Gambar 11. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor dengan memaksimalkan atribut efisiensi kinerja pada dimensi teknologi. Dimensi teknologi masih berada pada kategori kurang sustainable. Peningkatan yang tidak begitu besar ini disebabkan oleh sensitifitas ketiga faktor (yang paling sensitif) yang tidak berbeda jauh nilainya dalam analisis leverage. Oleh karena nilai indeks keberlanjutannya masih belum berada pada status sustainable, maka untuk meningkatkan status tersebut, perlu ditingkatkan kualitas atribut berikutnya yang memiliki sensitifitas tertinggi. 2. Memaksimalkan Penerapan Sertifikasi Produk Setelah efisiensi kinerja dimaksimalkan, maka dalam analisis selanjutnya akan dianalisis kondisi keberlanjutan dimensi teknologi dengan memaksimalkan atribut yang berada pada urutan kedua dari daftar atribut yang paling sensitif. 43

44 100, 00 90, 00 80, 00 70, 00 60, 00 50, 00 40, 00 30, 00 20, 00 10, 00 0, 00 E konomi 58,36 E kologi 61,98 Teknologi 48,77 K emitraan 73,33 S os ial 78,71 Gambar 12. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor dengan memaksimalkan atribut penerapan sertifikasi produk pada dimensi teknologi. Hasil analisis data dengan memaksimalkan nilai atribut penerapan sertifikasi produk menunjukkan peningkatan nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi meningkat menjadi 48,77. Nilai indeks ini hampir mencapai status sustainable, namun masih terkategori kurang berkelanjutan. Dalam dua proses optimasi atribut tadi, ternyata peningkatan dengan memaksimalkan efisiensi kinerja dan proses penerapan sertifikasi produk, masih belum cukup untuk meningkatkan status keberlanjutan dimensi teknologi menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu peningkatan pada atribut lainnya, yaitu memaksimalkan ketersediaan teknologi informasi. 3. Memaksimalkan Peran IT dalam Proses Pengelolaan Industri Kecil dan Menengah Sebagian besar industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor belum dilengkapi dengan sistem teknologi informasi. Hal ini disebabkan oleh sistem pengelolaannya yang masih tradisional, sehingga tidak merasa perlu untuk mengakses teknologi informasi meski hanya untuk mendapatkan iformasi tentang uasaha yang sedang dijalaninya. Dalam analisis selanjutnya, akan dilihat pengaruh dari maksimalisasi peran teknologi informasi terhadap nilai keberlanjutan dimensi teknologi. 44

45 100, 00 90, 00 80, 00 70, 00 60, 00 50, 00 40, 00 30, 00 20, 00 10, 00 0, 00 E konomi 58,36 Teknologi 73,02 K emitraan 73,33 E kologi 61,98 78,71 S os ial Gambar 13. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor dengan memaksimalkan atribut teknologi informasi. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi saat ini telah meningkat menjadi 73,02. Dengan nilai tersebut, status keberlanjutan dimensi teknologi menjadi cukup berkelanjutan. Dari hasil analisis dengan memaksimalkan ketiga atribut teknologi paling sensitif, status keberlanjutan dimensi teknologi baru bisa menjadi sustainable setelah ketiga atribut paling sensitif tersebut dimaksimalkan. 45

46 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Analisis indeks keberlanjutan industri kecil dan menengah memberikan gambaran kondisi faktual mengenai keberlanjutan pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Dimensi dengan nilai indeks keberlanjutan terbaik adalah dimensi sosial dengan skor 78,711. Dengan nilai tersebut, dimensi sosial dapat dikatakan sebagai dimensi yang sustainable dengan status keberlanjutan yang dapat dikategorikan baik (75,00-100). Nilai indeks keberlanjutan di peringkat selanjutnya adalah dimensi kemitraan, ekologi serta ekonomi dengan nilai indeks berturut-turut 73,334; 61,981 dan 58,364. ketiga dimensi ini memiliki status yang sustainable dengan kategori cukup. Dimensi terakhir yang memiliki nilai keberlanjutan terendah adalah dimensi teknologi. Dimensi ini menjadi satu-satunya dimensi yang memiliki status kurang berkelanjutan (27,18). Hal ini disebabkan karena sebagian besar industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor masih menerapkan teknologi sederhana yang beimplikasi pada rendahnya efisiensi kinerja. Status kurang berkelanjutan ini juga didukung oleh tidak adanya penerapan sertifikasi dan standarisasi produk, ketidaktersediaan teknologi informasi serta teknologi pengolahan yang masih rendah. Untuk meningkatkan status kebelanjutan pengeloaan IKM, perbaikan pada dimensi teknologi harus menjadi prioritas dalam pengelolaan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Prioritas perbaikan juga ditentukan oleh nilai hasil analisis leverage. Atribut dengan nilai tertinggi pada analisis leverage, menjadi atribut pertama yang harus di perbaiki, sehingga prioritas perbaikan perlu difokuskan pada peningkatan kinerja IKM, penerapan sertifikasi produk serta memaksimalkan peran teknologi informasi untuk mendukung kemajuan IKM. 46

47 B. Saran Untuk tercapainya pembangunan industri kecil menengah yang berkelanjutan, maka perlu dilakukan perbaikan pada dimensi teknologi, terutama pada aspek efisiensi kinerja industri, penerapan sertifikasi produk serta peningkatan pada aspek teknologi informasi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan atribut penilaian yang lebih detail untuk mendapatkan hasil penilaian yang lebih mendekati kondisi nyata di lokasi penelitian. 47

48 DAFTAR PUSTAKA Alder J, Pitcher TJ, Preikshot D. And Kaschner K. Ferriss B. How Good is Good? : a rapid appraisal technique for evaluation of the sustainability status of fisheries of the North Atlantic. Sea Around Us: Methodology Review. Fsheries Centre. Canada. University of Columbia Bielajew, AF Fundamental of the Monte Carlo Method for Natural and Charged Particle Transport. Depatment Engineering and Radiological Sciences, The University of Michigan, Ann Arbor. Bond, Richard, Curran, Jahanna, Kirk Patrick, Lece, Norman, Francis, Paul Integrated Impact Assessment for Sustainable Development, A Case Study Approach. University of Manchester. UK. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor dalam Angka. Dirjen UKM Kajian Pengembangan Kompetensi Inti Daerah. Departemen perindustrian. Edwarsyah Rancang Bangun Sistem Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir (Studi Kasus : DAS dan Pesisir Citarum Jawa Barat). Sekolah Pascasarjana IPB. Fauzi, A dan Anna S Permodelan Sumberdaya Perikanan dan Lautan untuk Analisis Kebijakan. Gramedia Pustaka Utama. Kavanagh P dan Pitcher TJ Implementing Microsoft Excell Software for Rapfish: a technique for rapid appraisal fisheries status. Fisheries Centre Research Report. Canada. Universityof British Columbia. Marhayudi, Putut Model Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat. Sekolah Pascasarjana IPB. Marten, Gerald Human Ecology, Basic Concept for Sustainable Development. London. Mitchel, B Resource and Environmental Management. University of Ontario, Ontario. Waterloo. 48

49 Munasinghe, Mohan Environmental Economic and Sustainable Development, The International Bank for Recontruction and Development/ The World Bank. Washington DC. USA. Salikin, A Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Jakarta Salim, E Membangun Indonesia Jurnal ekonomi lingkungan. Edisi 13 tahun Setiadi Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Vol. 3. No. 1. Sitorus, S Pengembangan Sumberdaya Berkelanjutan. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan IPB. Bogor. Kuncoro, M., (2003), Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi: Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis?, Cetakan 1, Erlangga, Jakarta. Sekaran, U., (2003), Research Methods for Business A Skill-Building Approach, Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc., Singapore. 49

50 LAMPIRAN 50

51 Abbreviation ECONOMIC Tingkat pengembalian investasi Kontribusi terhadap PAD Pasar produk Ketergantungan konsumen Harga komoditi Kelayakan usaha Pendapatan masyarakat sekitar ECOLOGICAL Pengolahan limbah Pembuangan limbah Pengaruh thd lingkungan Ketersediaan bahan baku SOCIAL Penyerapan tenaga kerja Hubungan dengan lingkungan Pendidikan masyarakat sekitar Pemberdayaan masyarakat TECHNOLOGICAL Tingkat efisiensi Lampiran 1. Worksheet input data Attributes > Red Sea Fisheries V Disperindag Bogor Disperindag Bogor UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM Dosen TIN Reference fisheries: GOOD BAD UP DOWN Anchor Fisheries:

52 User-entered scoring error limits per attribute: (score is expected to be in interval score- Emin to score+emax) Emin Emax DEFAULT 95% probability scoring error limits set at 20% of full attribute scale Error limit above or below score

53 Lampiran 2. Form analisis rapfish 53

54 Lampiran 3. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi ekonomi 2D MDS Results Rotated & Flipped & Scaled Disperindag Bogor Disperindag Bogor UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM Dosen TIN GOOD BAD UP DOWN ANCHORS:

55 Lampiran 3. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi ekonomi (lanjutan) Stress = Squared Correlation (RSQ) = Number of iterations = 3 Memory needed (words) = Rotation angle (degrees) = Return value ierr = 0 no errors RAPFISH PARAMETERS USED FOR THIS ANALYSIS # fisheries = 33 # reference fisheries = 4 # anchor fisheries = 11 Row# of 1st fishery = 2 Row# of GOOD fishery = 37 Row# of BAD fishery = 38 Row# of UP fishery = 39 Row# of DOWN fishery = 40 Column letter with fisheries names = A Row# of 1st anchor fishery = 41 # attributes = 7 Column letter of 1st attribute = D 55

56 Lampiran 4. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi ekologi 2D MDS Results Rotated & Flipped & Scaled Disperindag Bogor Disperindag Bogor UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM Dosen TIN GOOD BAD UP DOWN ANCHORS:

57 Lampiran 4. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi ekologi (lanjutan) Stress = Squared Correlation (RSQ) = Number of iterations = 3 Memory needed (words) = Return value (error if > 0) 0 Rotation angle (degrees) = RAPFISH PARAMETERS USED FOR THIS ANALYSIS # fisheries = 33 # reference fisheries = 4 # anchor fisheries = 4 Row# of 1st fishery = 2 Row# of GOOD fishery = 37 Row# of BAD fishery = 38 Row# of UP fishery = 39 Row# of DOWN fishery = 40 Column letter with fisheries names = A Row# of 1st anchor fishery = 41 # attributes = 4 Column letter of 1st attribute = D 57

58 Lampiran 5. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi sosial 2D MDS Results Rotated & Flipped & Scaled Disperindag Bogor Disperindag Bogor UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM E-06 UKM Dosen TIN GOOD BAD UP DOWN ANCHORS:

59 Lampiran 5. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi sosial Stress = Squared Correlation (RSQ) = Number of iterations = 3 Memory needed (words) = Return value (error if > 0) 0 Rotation angle (degrees) = RAPFISH PARAMETERS USED FOR THIS ANALYSIS # fisheries = 33 # reference fisheries = 4 # anchor fisheries = 4 Row# of 1st fishery = 2 Row# of GOOD fishery = 37 Row# of BAD fishery = 38 Row# of UP fishery = 39 Row# of DOWN fishery = 40 Column letter with fisheries names = A Row# of 1st anchor fishery = 41 # attributes = 4 Column letter of 1st attribute = D 59

60 Lampiran 6. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi teknologi 2D MDS Results Rotated & Flipped & Scaled Disperindag Bogor Disperindag Bogor UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM Dosen TIN GOOD BAD UP DOWN ANCHORS:

61 Lampiran 6. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi teknologi Stress = Squared Correlation (RSQ) = Number of iterations = 3 Memory needed (words) = Return value (error if > 0) 0 Rotation angle (degrees) = RAPFISH PARAMETERS USED FOR THIS ANALYSIS # fisheries = 33 # reference fisheries = 4 # anchor fisheries = 7 Row# of 1st fishery = 2 Row# of GOOD fishery = 37 Row# of BAD fishery = 38 Row# of UP fishery = 39 Row# of DOWN fishery = 40 Column letter with fisheries names = A Row# of 1st anchor fishery = 41 # attributes = 5 Column letter of 1st attribute = D 61

62 Lampiran 7. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi kemitraan 2D MDS Results Rotated & Flipped & Scaled Disperindag Bogor Disperindag Bogor UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM UKM Dosen TIN GOOD BAD UP DOWN ANCHORS:

63 Lampiran 7. Hasil ordinasi Rapfish untuk dimensi kemitraan (lanjutan) Stress = Squared Correlation (RSQ) = Number of iterations = 3 Memory needed (words) = Return value (error if > 0) 0 Rotation angle (degrees) = RAPFISH PARAMETERS USED FOR THIS ANALYSIS # fisheries = 33 # reference fisheries = 4 # anchor fisheries = 4 Row# of 1st fishery = 2 Row# of GOOD fishery = 37 Row# of BAD fishery = 38 Row# of UP fishery = 39 Row# of DOWN fishery = 40 Column letter with fisheries names = A Row# of 1st anchor fishery = 41 # attributes = 4 Column letter of 1st attribute = D 63

64 Lampiran 8. Diagram layang indeks keberlanjutan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor Nilai indeks keberlanjutan hasil analisis ordinasi rapfish : Ekonomi Kemitraan Sosial Ekologi Teknologi

65 Lampiran 8. Lanjutan Nilai keberlanjutan masing masing dimensi adalah :

66 Lampiran 9. Nilai indeks setelah dimensi teknologi ditiadakan Nilai indeks keberlanjutan hasil analisis ordinasi rapfish : Ekonomi Kemitraan Sosial Ekologi

67 Lampiran 9. Lanjutan Nilai indeks keberlanjutannya adalah :

68 Lampiran 10. Perbandingan analisis MDS dan Monte Carlo untuk dimensi ekonomi

69 Lampiran 11. Perbandingan analisis MDS dan Monte Carlo untuk dimensi ekologi

70 Lampiran 12. Perbandingan analisis MDS dan Monte Carlo untuk dimensi sosial

71 Lampiran 13. Perbandingan analisis MDS dan Monte Carlo untuk dimensi teknologi

72 Lampiran 14. Perbandingan analisis MDS dan Monte Carlo untuk dimensi kemitraan

73 Lampiran 15. KUISIONER PENELITIAN ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Dimohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi kuisioner penelitian ini. Data dan semua informasi yang diberikan akan saya jamin kerahasiaannya. Data dan informasi tersebut akan saya pergunakan untuk penulisan skripsi. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Sdr saya ucapkan terima kasih DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Nama Responden : Nama Instansi/IKM : Lingkari pada pilihan jawaban yang menggambarkan kondisi IKM saat ini. Dimensi Ekonomi 1. Tingkat pengembalian dana investasi? (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi 2. Kontribusi terhadap pendapatan daerah? (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi 3. Pasar produk dari IKM? (0) lokal, (1) nasional; (2) internasional 4. Ketergantungan konsumen terhadap produk IKM? (0) tinggi, (1) sedang; (2) rendah 5. Harga komoditi yang dipasarkan? (0) rendah, (1) sedang; (2) tinggi 6. Kelayakan usaha IKM? (Mengacu pada analisis usaha) (0) rugi; (1) kembali modal; (2) keuntungan marjinal; (3) untung besar 73

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a.

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Juni hingga Desember 2006. Lokasi penelitian adalah beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang dan Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah program pemerintah daerah yang diterapkan telah cukup mengandung aspek pembinaan dan penerapan kelestarian lingkungan. Wilayah yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK BULETIN PSP ISSN: 251-286X Volume No. 1 Edisi Maret 12 Hal. 45-59 ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN Oleh: Asep Suryana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

3 METODE UMUM PENELITIAN

3 METODE UMUM PENELITIAN 47 3 METODE UMUM PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 yang meliputi tahap-tahap : persiapan, pengumpulan data primer/sekunder, dan pengolahan/analisa

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang undang No. 23 Tahun

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN DAN KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN WISATA CETACEAN WATCHING DI KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.

ANALISIS KELAYAKAN DAN KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN WISATA CETACEAN WATCHING DI KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. ANALISIS KELAYAKAN DAN KEBERLANJUTAN PENGEMBANGAN WISATA CETACEAN WATCHING DI KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Marlenny Sirait Abstrak Kabupaten Kupang merupakan salah satu perairan yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA

ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA ANALISIS KEBERLANJUTAN KAWASAN MINAPOLITAN BUDIDAYA DI DESA SARASA KECAMATAN DAPURANG KABUPATEN MAMUJU UTARA Iis Arsyad¹, Syaiful Darman dan Achmad Rizal² iis_arsyad@yahoo.co.id ¹Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI, SOSIAL, EKONOMI DAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA. Aceng Hidayat, Zukhruf Annisa, Prima Gandhi

KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI, SOSIAL, EKONOMI DAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA. Aceng Hidayat, Zukhruf Annisa, Prima Gandhi Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 3 No. 3, Desember 2016: 175-187 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 http://dx.doi.org/10.20957/jkebijakan.v3i3.16250 KEBIJAKAN UNTUK KEBERLANJUTAN EKOLOGI,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai, Provinsi Banten, serta di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei September

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Desain penelitian adalah kerangka atau framework untuk mengadakan penelitian. Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia Timur dengan mengambil contoh di dua kabupaten yaitu Kabupaten Kapuas

Lebih terperinci

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera Laporan Provinsi 169 Sumatera Selatan Jembatan Ampera Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota,

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya. Peningkatan pendapatan di wilayah ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi

Lebih terperinci

GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN. Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA

GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN. Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA GAMBARAN SINGKAT TENTANG KETERKAITAN EKONOMI MAKRO DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI TIGA PROVINSI KALIMANTAN Oleh: Dr. Maria Ratnaningsih, SE, MA September 2011 1. Pendahuluan Pulau Kalimantan terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU

ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU (Index Sustainability Analysis of Mangrove Forest Ecosystem Management in Western Part of Seram,

Lebih terperinci