III. METODA PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODA PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB),yang terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Seram Barat, Kecamatan Huamual Belakang; Kecamatan Taniwel dan Kecamatan Piru. Batas koordinat wilayah Pulau Seram mulai dari 127 o 28 16,33 sampai 128 o 50 31,59 Bujur Timur dan 2 o 49 46,93 sampai 3 o 34 15,45 Lintang Selatan (Gambar 3). Penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan data Citra Satelit landsat 7 ETM+ akuisisi 2004 dan peta penyebaran dan kerusakan mangrove. Stasiun pengamatan terdiri dari empat stasiun dengan luasan mangrove yang berbeda, yaitu Stasiun I : Teluk Piru, Kecamatan Seram Barat (751,66 Ha); Stasiun II dan III : Teluk Kotania dan Pelita Jaya, Kecamatan Seram Barat (553,84 Ha); Stasiun IV : Selat Seram, Kecamatan Piru (187,49 Ha). Waktu penelitian dilaksanakan selama 12 bulan mulai bulan April 2007 sampai Maret Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian 35

2 3.2. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : seperangkat komputer, perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 digunakan untuk pengolahan data citra secara digital dan ArcView ver 3.3 digunakan untuk overlay citra dan tampilan citra; Criterium Decision Plus digunakan untuk AHP; dan peralatan lapangan berupa: Global Positioning System (GPS), kompas, meteran dan tali sheet. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah : Citra Landsat 7 ETM + wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2003 dan tahun 2005; peta dasar Kabupaten Seram Bagian Barat berupa peta topografi, peta land use, peta sebaran dan kerusakan mangrove; Peta Rupa Bumi Indonesia (1 : ) daerah Maluku Tahapan Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahapan secara sekuensial. Tahapan penelitian dideskripsikan sebagai berikut : 1. Tahap pertama: mengidentifikasi indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan berdasarkan studi literatur dan pengamatan di lapangan. 2. Tahap kedua : menginventarisasi dan menganalisis kondisi ekologi, ekonomi dan sosial. a. Aspek ekologi, menginventarisasi dan menganalisis keadaan vegetasi, satwa dan perubahan penutupan lahan mangrove. Analisis yang digunakan adalah analisis vegetasi, analisis deskriptif dan analisis perubahan penutupan lahan (land cover). Analisis ini akan menghasilkan keadaan vegetasi (kerapatan, frekwensi, dominansi dan INP), keadaan satwa (jumlah, jenis dan penyebaran) serta keadaan perubahan penutupan lahan mangrove. b. Aspek ekonomi, menginventarisasi dan menganalisis data ekonomi masyarakat, yang meliputi tingkat pendapatan masyarakat dan nilai manfaat langsung hutan mangrove serta peran hutan mangrove bagi pembangunan wilayah. Analisis yang digunakan adalah Analisis Nilai Ekonomi (Direct Use Value) yang akan menghasilkan nilai manfaat langsung hutan mangrove bagi masyarakat. Disamping itu dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui peran hutan mangrove bagi pembangunan ekonomi wilayah. 36

3 c. Aspek sosial, menginventarisasi data karakteristik sosial responden yang meliputi : jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, peranserta masyarakat, akses masyarakat di sekitar hutan mangrove dan pola hubungan stakeholder dalam pengelolaan hutan mangrove. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif. Analisis ini akan mendeskripsikan kondisi sosial masyarakat di sekitar hutan mangrove. 3. Tahap ketiga : menganalisis nilai indeks keberlanjutan sistem pengelolaan hutan mangrove dengan menggunakan Rap-Mforest metode Multidimensional Scaling (MDS) modifikasi dari Rapfish. 4. Tahap keempat : menentukan prioritas kebijakan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat. Kebijakan ini disusun dalam hirarkhi prioritas kebijakan dengan menggunakan model AHP. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Tahap 1 Menentukan indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan Kajian kondisi ekosistem Tahap 2 EKOLOGI EKONOMI SOSIAL Tahap 3 Menentukan nilai indeks keberlanjutan Analisis Rap-Mforest Menentukan prioritas kebijakan Tahap 4 AHP Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan Gambar 4. Diagram Alir Tahapan Penelitian 37

4 3.4. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Kebutuhan data primer diperoleh melalui survey ke lokasi penelitian. Pengambilan data vegetasi dilakukan dengan metode transek ukuran 10 x 10 m terhadap semai, belta dan pohon. Data primer sosial ekonomi dilakukan dengan teknik wawancara dengan masyarakat yang berdomisili di sekitar areal hutan mangrove. Pengumpulan data utama dilakukan dengan kuesioner, pendapat Pakar dan dokumentasi. Wawancara dilakukan juga dengan pakar dan informan kunci dari stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Teluk Kotania dan Teluk Piru yaitu : petugas dari Dinas Kehutanan Seram Bagian Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Seram Bagian Barat, Bapedalda Maluku, Bappeda Seram Bagian Barat, Dinas Lingkungan Hidup, LSM, Tokoh masyarakat, serta peneliti dari Perguruan tinggi dan LIPI Ambon. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen - dokumen yang berkaitan dengan wilayah penelitian meliputi :data statistik kecamatan/desa, data hasil penelitian sebelumnya serta dokumendokumen ilmiah lainnya dari berbagai instansi terkait yang relevan untuk bahan penelitian. Secara rinci, metode pengumpulan data penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Metode Pengumpulan Data Penelitian No Jenis Data Metode Sumber Data 1. Data Primer Data vegetasi Survey Wilayah Pesisir SBB Data satwa Survey Wilayah pesisir SBB Data fisik Survey, SIG Citra Landsat, Peta topografi, Peta RBI Data Sosek Wawancara, Masyarakat wilayah pesisir Aspirasi Stakeholder, Masyarakat, LSM, Pendapat Pakar, Instansi terkait,pemkab SBB, MDS, AHP Peneliti. 2. Data Sekunder : Data demografi Penelusuran dokumen BPS, Pemkab SBB, Pemda Maluku, LIPI Ambon, UNPATTI dan instansi terkait Data penelitian sebelumnya Penelusuran dukumen LIPI dan UNPATTI. 38

5 3.5. Analisis Data Analisis Vegetasi Hasil pencacahan analisis vegetasi digunakan untuk menghitung kerapatan jenis, frekuensi jenis, dominansi jenis, dan indeks nilai penting (Kusmana, 1995 dan Bengen, 2000) sebagai berikut : 1. Kerapatan Jenis i (D i ) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area. Rumus : D i n i = A dan ni RDi = X 100 % n dimana : D i = Kerapatan jenis i (Ind/m 2 ); A = Luas total area pengamatan sampel (m 2 ); n i = Jumlah total tegakan jenis I; RD i = Kerapatan relatif jenis I (%) dan n = Jumlah total tegakan seluruh jenis 2. Frekuensi Jenis i (F ) adalah peluang kehadiran jenis i dalam plot. Rumus : dan F i = i P i P Fi RFi = X 100 % F dimana : Fi = Frekuensi jenis i; P i = Jumlah plot ditemukannya jenis i; p = Jumlah total plot yang diamati; Rf i = Frekwensi relatif jenis i (%); F = Jumlah frekwensi seluruh jenis 3. Dominansi jenis i (C i ) adalah Luas penutupan jenis i dalam plot. Rumus : BA C i = A dan Ci RCi = C x 100 % dimana BA = π DBH 2 /4 39

6 dimana : C i = dominansi jenis dalam satu unit area ; A = Luas total plot (m 2 ) ; C = Jumlah penutupan dari semua jenis ; RCI = Penutupan relatif jenis i (%) ; DBH = lingkar batang (m) 3. Indeks Nilai Penting (INP) merupakan nilai penting dari jenis mangrove berkisar antara 0 sampai 300 %. Nilai penting ini memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas itu sendiri, rumusnya : INP = KR + FR + DR dimana : KR = kerapatan relatif jenis ; FR = Frekuensi relatif jenis ; DR = dominansi relatif jenis. 4. Keanekaragaman Keanekaragaman yang diwujudkan dalam indeks keanekaragaman adalah suatu penggambaran keanekaragaman berdasarkan nilai penting jenis dalam komunitas. Indeks keanekaragaman yang digunakan adalah indeks keanekaragaman Shannon Wiener (Magurran,1991) : H = - pi log2 pi = ni/n log2 ni/n dimana ; p i = proporsi species ke-i.= n i /N n i = banyaknya individu species ke-i N= total banyaknya individu Analisis Perubahan Penutupan Lahan (Land cover) Analisis perubahan penutupan lahan (land cover) hutan mangrove dilakukan dengan metode SIG yaitu dengan overlay terhadap dua citra yang telah diolah, sehingga dapat diketahui perubahan luasan obyek yang diamati. Dengan cara ini dapat diketahui luas perubahan penutupan lahan yang terjadi pada ekosistem hutan mangrove. Adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut : 1. Persiapan data Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2001 dan Pemulihan Citra (Image restoration) (Lillesand dan Kiefer, 1990) 40

7 Pemulihan berfungsi untuk memulihkan citra yang mengalami distorsi atau rusak, ke arah gambaran yang sebenarnya atau ke arah yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di bumi, sehingga citra dapat bermanfaat untuk analisis. Langkah yang dilakukan yaitu dengan menggunakan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik kontrol lapangan (GCP) dengan tahapan sebagai berikut : Pemilihan titik kontrol lapangan (GCP) secara tersebar merata di seluruh citra pada obyek yang relatif permanen dan tidak berubah dalam kurun waktu pendek Perhitungan root mean squared error (RMSE) setelah GCP terpilih. Sebaiknya RMSE bernilai kurang dari 0,5 piksel. Resampling, yaitu proses penerapan alih ragam geometrik terhadap data asli. 3. Pemotongan Citra (image cropping) Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan lokasi yang akan diteliti. Pemotongan dilakukan setelah citra tersebut dikoreksi. 4. Penajaman Citra (image enhancement) (Lillesand dan Kiefer, 1990) Penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampakan kontras diantara kenampakan pada citra, sehingga meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasikan secara visual pada citra. False colour composite (FCC) merupakan penajaman dengan menggunakan warna dalam meningkatkan kontras citra dengan menggabungkan tiga warna primer, yaitu : biru, hijau dan merah. Pada citra Landsat, FCC yang digunakan untuk mendeteksi atau membedakan secara visual hutan mangrove dengan hutan darat adalah citra komposit warna semu RGB kombinasi band Klasifikasi Citra (image classification) (Lillesand dan Kiefer, 1990) Dalam penelitian ini klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Klasifikasi tidak terbimbing merupakan klasifikasi tanpa menggunakan daerah contoh yang ditetapkan. Klasifikasi dilakukan berdasarkan nilai piksel secara statistik dan kelas yang diperoleh merupakan kelas yang abstrak. Jumlah kelas citra Landsat tahun 2003 sama dengan jumlah kelas tahun Citra klasifikasi yang sebelumnya memiliki format data raster (*. ers) dikonversi 41

8 menjadi format data vektor (*.shp) pada Arc View 3.3 untuk mengetahui jumlah luasan penutupan lahan. 6. Setelah format diseragamkan citra dianalisis dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (GIS) dengan software Arc view 3.3. Proses overlay dilakukan dengan menggabungkan kedua citra Landsat dan hasilnya dapat digunakan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan (land cover) hutan mangrove. Diagram Alir Tahapan kerja Analisis Perubahan Penutupan Lahan (Land cover) hutan mangrove adalah sebagai berikut : 42

9 Penyiapan Data Citra Landsat ETM+ tahun 2001 Peta RBI Citra Landsat ETM+ tahun 2005 Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik Pemotongan Citra Pemotongan Citra Penajaman Citra Penajaman Citra Komposit band 453 Komposit band 453 Klasifikasi tak terbimbing Klasifikasi tak terbimbing Citra Hasil Klasifikasi Citra Hasil Klasifikasi Overlay Data Perubahan Penutupan Lahan (Land cover) Mangrove Gambar 5. Diagram Alir Tahapan kerja Analisis Perubahan Penutupan Lahan (Land cover) Hutan Mangrove 43

10 Analisis Ekonomi Analisis manfaat dan biaya dilakukan untuk seluruh jenis fungsi dan manfaat sumberdaya mangrove. Dalam mentransformasi nilai-nilai ekonomi sumberdaya mangrove, menurut Ruitenbbek (1991) dan Bann (1998) dapat dilakukan sebagai berikut : (1) mengidentifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove; (2) mengkuantifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove ke dalam nilai uang. 1. Mengidentifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove Analisis ekonomi hanya dilakukan terhadap nilai manfaat langsung (direct use value) hutan mangrove. Nilai manfaat langsung hutan mangrove adalah nilai manfaat yang langsung diperoleh dari suatu sumberdaya mangrove. Total manfaat langsung dapat dihitung dengan menjumlahkan semua manfaat langsung tersebut. Nilai Manfaat Langsung dihitung dengan rumus berikut : NML = ML H i + MLP i dimana : ML = manfaat langsung; ML H i = manfaat langsung hasil hutan (i = 1,2) 1 = kayu bakar ; 2 = bibit mangrove) sehingga : 2 ML Hi = H i = 1 i ML Pi = manfaat langsung perikanan (i = 1, 2, 3) 1 = kepiting bakau, 2 = udang; 3 = ikan 3 ML Pi = P i = 1 i 2. Mengkuantifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove ke dalam nilai uang. Pendekatan nilai pasar digunakan untuk komoditi-komoditi yang langsung dapat diperdagangkan, seperti kayu bakar, kepiting bakau dan ikan. 44

11 Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove Penilaian keberlanjutan sistem pengelolaan hutan mangrove saat ini dilakukan dengan pendekatan Rap-Mforest melalui beberapa tahapan, yaitu : 1. Tahap penentuan indikator-indikator ekosistem hutan mangrove secara berkelanjutan untuk masing-masing dimensi (ekologi, ekonomi dan sosial) dan multidimensi. 2. Tahap penilaian setiap indikator dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan untuk setiap faktor dan analisis ordinasi yang berbasis metode multidimensional scaling (MDS) 3. Tahap penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat. Untuk setiap indikator pada masing-masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisis keberlanjutan dari dimensi yang dikaji. Rentang skor ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan dan analisis data sekunder. Rentang skor berkisar antara 1-3, tergantung pada keadaan masing-masing indikator yang diartikan mulai dari buruk sampai baik. Nilai buruk mencerminkan kondisi paling tidak menguntungkan bagi pengelolaan ekosistem hutan mangrove berkelanjutan, sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi paling menguntungkan. Tabel 2 menyajikan indikator-indikator dan skor yang akan digunakan untuk menilai kondisi keberlanjutan sistem pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat. Indikator-indikator tersebut diperoleh dari studi pustaka CIFOR dan LEI menyangkut Sustainable forest management (SFM), serta berdasarkan pengamatan di lapangan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Tabel 2. Indikator-indikator dan skor keberlanjutan ekosistem hutan mangrove Dimensi dan indikator Skor Baik Buruk Keterangan Dimensi ekologi Perubahan keragaman habitat 1; 2; (1) banyak; (2)sedikit; (3) tidak ada Struktur relung komunitas 1; 2; (1) banyak ; (2) sedikit perubahan; (3) tidak menunjukkan perubahan 45

12 Ukuran populasi dan struktur demografi 1; 2; (1)sangat berubah; (2) sedikit berubah; (3) tidak berubah Tingkat keragaman hutan mangrove 1; 2; (1) tidak beragam, (2) cukup beragam; (3) sangat beragam Perubahan kualitas air 1; 2; (1) banyak; (2) sedikit; Rantai makanan dan ekosistem Dimensi sosial kebijakan dan perencanaan pengelolaan hutan mangrove Koordinasi antar lembaga Akses masyarakat lokal terhadap hutan mangrove Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sumberdaya hutan mangrove Tingkat pendidikan masyarakat Kerusakan sumberdaya hutan oleh masyarakat (3) tidak ada 1; 2; (1) banyak terkontaminasi; (2) sedikit terkontaminasi; (3) tidak terkontaminasi 1; 2; (1) tidak ada; (2) ada, tapi tidak dilaksanakan; (3) ada dan dilaksanakan 1; 2; (1) tidak ada; (2) ada, tapi tidak dilaksanakan; (3) ada dan dilaksanakan 1; 2; (1) tidak punya sama sekali; (2) rendah; (3) tinggi 1; 2; (1) rendah, (2) sedang; (3) tinggi 1; 2; (1) di bawah rata-rata nasional; (2)sama dengan rata-rata nasional ;(3) di atas rata-rata nasional 1; 2; (1) besar; (2) sedang; (3) kecil Pola hubungan antar stakeholder Pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove 1; (1) tidak saling menguntungkan (2) saling menguntungkan 1; 2; (1) rendah,(2) sedang ;(3) tinggi 46

13 Peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove Dimensi ekonomi Pemanfaatan mangrove oleh masyarakat Rencana pengelolaan hutan mangrove Keterlibatan stakeholder Zonasi pemanfaatan lahan mangrove Rehabilitasi hutan mangrove Hasil inventarisasi pemanfaatan hutan mangrove Peran mangrove terhadap pembangunan wilayah 1; 2; (1)rendah;(2) sedang; (3) tinggi 1; 2; (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi 1; (1) tidak tersedia; (2) tersedia 1; 2;3 3 1 (1 ) tidak; (2) melibatkan hanya beberapa stakeholder; (3) melibatkan berbagai stakeholder 1; 2; (1)tidak tersedia; (2) tersedia, tapi belum dipatuhi; (3) tersedia dan dipatuhi 1;2;3 3 1 (1)tidak ada; (2) sedikit;(3) banyak 1;2 2 1 (1) tidak tersedia; (2) tersedia 1;2;3 3 1 (1) kecil; (2) sedang; (3) besar Selanjutnya nilai skor dari masing-masing indikator dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan posisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik (good) dan buruk (bad), untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi. Proses ordinasi Rap-Mforest ini menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2004). Proses algoritma Rap-Mforest juga pada dasarnya menggunakan proses algoritma Rapfish. Dalam implementasinya Rapfish menggunakan teknik yang disebut Multidimensional Scaling (MDS). Obyek atau titik yang diamati dipetakan di dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau obyek yang sama digambarkan dengan titik-titik 47

14 yang berjauhan (Fauzi dan Anna, 2005). Teknik ordinansi (penentuan jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance dalam ruang yang berdimensi n. Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (d ij ) dari titik ke i ke titik ke j dengan titik asal (d ij ) dituliskan dalam persamaan berikut : d ij = a + bd ij + e Selanjutnya digunakan algoritma ALSCAL yang merupakan metode yang sesuai untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir setiap software statistika (SPSS dan SAS). Metode ALSCAL mengoptimisasi jarak kuadrat terhadap data kuadrat dalam tiga dimensi. Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang terdapat di dalam SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi dan beberapa analisis sensitivitas yang telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horisontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi dengan titik ekstrem buruk dengan nilai skor 0 % dan titik ekstrem baik dengan nilai skor 100 %. Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove pada saat ini. Ilustrasi hasil ordinasi nilai index berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 6. buruk baik 0% 50% 100% Gambar 6. Ilustrasi Penentuan Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove Skala nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove mempunyai rentang 0 % sampai 100 %. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai lebih dari 50 %, maka sistem tersebut dikategorikan sustainable dan sebaliknya jika nilai kurang dari 50 % maka sistem tersebut dikategorikan belum sustainable. Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar (0 100) seperti disajikan dalam Tabel 3. 48

15 Tabel 3. Kategori Status Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai Indeks Hasil Analisis Rap-Mforest. Nilai indeks Kategori < 25 tidak berkelanjutan 25< x < 50 kurang berkelanjutan 50 < x < 75 cukup berkelanjutan 75 < x < 100 berkelanjutan Nilai indeks berkelanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti pada Gambar 7. EKOLOGI 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 SOSIAL EKONOMI Gambar 7. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Setiap Dimensi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi indikator yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap Mforest di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap indikator dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu x atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu indikator tertentu, maka semakin besar pula peranan indikator tersebut dalam pembentukan nilai Mforest pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif indikator tersebut dalam keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di lokasi penelitian. 49

16 Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) pada proses pendugaan nilai ordinasi pengelolaan hutan mangrove digunakan analisis Monte Carlo. Menurut (Kavanagh dan Pitcher, 2004) analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut : 1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor indikator yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap indikator atau cara pemberian skor indikator. 2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda 3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi) 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data hilang 5. Tingginya nilai stress hasil analisis Rap-Mforest (nilai stress dapat diterima jika < 25 %). Secara umum metode Rap-Mforest akan dimulai dengan mereview indikatorindikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan melalui studi literatur dan pengamatan di lapangan. Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Rap-Mforest. Setelah didapatkan hasil skoring maka setiap indikator dianalisis dengan menggunakan multidimensional Scaling (MDS) guna menentukan posisi relatif dari pengelolaan hutan mangrove terhadap ordinasi good dan bad. Langkah selanjutnya menganalisis nilai stress dengan menggunakan ALSCAL logaritma. Dari hasil ordinasi dengan MDS dan nilai stress melalui alogaritma ALSCAL dilakukan rotasi untuk menentukan posisi pengelolaan ekosistem hutan mangrove pada ordinasi bad dan good. Langkah berikutnya adalah menggunakan analisis Monte Carlo untuk menentukan aspek ketidakpastian dan analisis leverage untuk menentukan aspek anomali dari indikator yang dianalisis. Secara lengkap tahapan analisis Rap-Mforest menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish disajikan pada Gambar 8. 50

17 Start Kondisi pengelolaan hutan mangrove saat ini Penentuan indikator sebagai kriteria penilaian MDS (Ordinasi setiap indikator) Penilaian (skor) setiap indikator Analisis Monte Carlo Analisis Sensitivitas Analisis Keberlanjutan Gambar 8. Tahapan Analisis Rap-Mforest Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan sebagai tindak lanjut proses membuat urutan prioritas kebijakan dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove. AHP dilakukan untuk mendapatkan pilihan langkah operasional dari pandangan/aspirasi stakeholder terkait dengan pengelolaan ekosistem hutan mangrove. Pemilihan responden ditentukan oleh keterlibatannya dalam penentuan prioritas kebijakan dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove terkait dengan pelaksanaan kebijakan dan pencapaian prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kelompok stakeholder tersebut adalah pemerintah, swasta, LSM, tokoh masyarakat dan peneliti/perguruan tinggi. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarkhi. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibanding dengan variabel lainnya. Dengan 51

18 berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP, adalah suatu pendekatan proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan prioritas kebijakan pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat yang didasarkan pada persepsi masing-masing stakeholder. Metode yang digunakan dalam penentuan bobot dan prioritas kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove adalah AHP dengan software criterium decision plus. Analisis dilakukan pada setiap level dari hirarkhi penentuan kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan. Bobot dan prioritas yang dianalisis adalah hasil dari combined dari judgement seluruh stakeholder pada setiap matriks perbandingan berpasangan. Pembahasan tentang strategi implementasi kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove di Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder utama secara partisipatif. Metode pembahasan yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) Menurut Saaty (1991) tahap-tahap dalam AHP adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan persoalan dan rincian pemecahan yang diinginkan 2. Membuat struktur hirarkhi yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif digunakan nilai skala komparasi 1 9. Penyusunan skala kepentingan dilakukan berdasarkan Saaty. 4. Melakukan perbandingan berpasangan 5. Menguji konsistensi Judgement stakeholder dengan menghitung indeks konsistensi. Jika nilai konsistensi (>0,1) maka pengambilan data diulangi atau 52

19 dikoreksi. Perhitungan indeks konsistensi dan menyatakan ukuran tentang kosisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan berpasangan. Pendekatan yang digunakan sebagai kriteria AHP yaitu skala banding berpasangan (Skala Saaty) dengan kisaran mulai dari nilai bobot 1 sampai 9 (Saaty, 1991) dapat dilihat pada Tabel 3. Vektor pembobotan elemen-elemen penelitian terdiri dari A 1,A 2 dan A 3 dinyatakan sebagai vektor W, dimana W = w 1,w 2 dan w 3, maka nilai intensitas kepentingan elemen penelitian A 1 dibandingkan A 2 yang dinyatakan perbandingan berpasangan A 1 terhadap A 2 atau w 1 /w 2 = A 12. Nilai wi/wj, dimana ij =1,2,3,...,n, yang diperoleh dari para expert (stakeholder) yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan kompetensi terhadap permasalahan ekosistem hutan mangrove. Jika hasil observasi disusun dalam bentuk matriks, kemudian dikalikan dengan vektor kolom W (w 1,w 2,w 3...,n) diperoleh hubungan sebagai berikut : AW = nw... (1) Bila matrik A diketahui dan ingin diperoleh W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut : [A - ni ] W = 0... (2) dimana : I = matriks identitas Selanjutnya dilakukan perhitungan akar ciri, vektor ciri dan hasil yang diperoleh tidak konsisten maka diulangi atau dikoreksi kembali. Untuk mendapatkan akar ciri (n) dapat dihitung berdasarkan matriks berikut : [ A-nI ] W = 0... (3) 53

20 Tabel 4. Skala Banding Berpasangan oleh Saaty Intensitas pentingnya ,4,6,8 Resiprokal/Kebalikan Definisi Kedua elemen sama penting Elemen satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya Elemen satu sangat penting dibanding yang lain Elemen satu jenis lebih penting dari elemen yang lain Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan dari I Penjelasan Sumbang peran dua elemen sama besar pada sifat tersebut Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lain Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas yang lain Satu elemen dengan kuat dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti menyokong kuat elemen satu secara tegas lebih dominan Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan contoh dengan menggunakan matriks A, maka : a 11 a 12 a a 21 a 22 a 23 - n = 0 atau a 31 a 32 a a12 a a 21 1 a 23 - n = 0 a 31 a Sedangkan untuk mendapat nilai vektor ciri (w) yang merupakan bobot setiap elemen, untuk mensintesis judgement (pendapat) yang digunakan dalam menentukan prioritas. Vektor ciri dapat dihitung dari akar ciri (n) maksimum dari perhitungan di atas disubstitusikan dengan persamaan berikut : [ A ni ] = 0; 54

21 Dengan menggunakan normalisasi w1 + w2 + w3 = 1, misalnya didapatkan nilai maksimum 2, maka perkaliannya menjadi sebagai berikut : [ A ni ] [ W ] = 0... (4) 1-2 a 12 a 13 w a a 23 - w = 0 a 31 a w sehingga diperoleh matriks berikut : 1-2 a12 a 13 w 1 a a 23 - w 2 = 0 a 31 a w 3 langkah terakhir yang dilakukan yaitu perhitungan indeks konsistensi atau Consistensi Indeks (CI), menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang tingkat konsistensi suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan, dapat dihitung dengan persamaan berikut : λ max n CI = n 1... (5) dimana : λ max = akar ciri maksimum n = banyaknya alternatif nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk memenuhi konsistensi jawaban dari responden yang sangat menentukan tingkat akurasi hasil. Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik apabila nilai CR < 0,1, dimana CR (Consistency Ratio), RI (Random Indeks) dengan rumus sebagai berikut : Nilai RI mengikuti Tabel yang dikeluarkan oleh Oarkride Laboratory dapat dilihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Standarisasi nilai RI (Random Indeks) N RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 55

ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU

ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU ANALISIS NILAI KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, MALUKU (Index Sustainability Analysis of Mangrove Forest Ecosystem Management in Western Part of Seram,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Batasan Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Batasan Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan... ii Abstrak... iii Kata Pengantar... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Konsep pembangunan yang mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial disebut sebagai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep pembangunan ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a.

3 METODOLOGI. Laut Jawa. D K I J a k a r ta PULAU JAWA. Gambar 3. Lokasi Penelitian (Kabupaten Tangerang) S e l a t M a d u r a. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Juni hingga Desember 2006. Lokasi penelitian adalah beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang dan Kabupaten

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada gambut yang berada di tengah Kota Sintang dengan luas areal sebesar hektar. Kawasan ini terletak di Desa Baning, Kota Sintang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi

METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Lokasi III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah program pemerintah daerah yang diterapkan telah cukup mengandung aspek pembinaan dan penerapan kelestarian lingkungan. Wilayah yang

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

3 METODE UMUM PENELITIAN

3 METODE UMUM PENELITIAN 47 3 METODE UMUM PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 yang meliputi tahap-tahap : persiapan, pengumpulan data primer/sekunder, dan pengolahan/analisa

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Propinsi

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM Oleh : Yuniva Eka Nugroho 4209106015 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia atau Kawasan Pantai Barat (Aceh Barat,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan di Dapur Geulis yang merupakan salah satu restoran di Kota Bogor. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi bauran pemasaran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia Timur dengan mengambil contoh di dua kabupaten yaitu Kabupaten Kapuas

Lebih terperinci

12/29/2010. PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (Tapirus indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT

12/29/2010. PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (Tapirus indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (us indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT Dieta Arbaranny Koeswara / E34050831 1. Latar Belakang Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Metode Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Dalam rangka mengkaji secara mendalam tentang pengelolaan ekosistem berkelanjutan dilakukan dengan Metode Studi Kasus. Metode Studi Kasus adalah metode yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dimulai bulan Juni hingga Agustus 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 17 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini. BAB III PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini. 3.1 Lokasi Area Studi Dalam tugas akhir ini daerah Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 3. Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003

METODE PENELITIAN. Gambar 3. Citra Landsat TM Kabupaten Belu Tahun 2002 dan 2003 III. METODE PENELITIAN 3.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur selama bulan yaitu dari bulan Agustus 25 hingga Mei 26. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 62 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kota Semarang, Propinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2009 sampai dengan Maret 2010 dan dilanjutkan sampai tahun

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau 19 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 pada kawasan mangrove di Desa Tongke-Tongke dan Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat (Gambar 2).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci