BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi akademik Kata prokrastinasi pertama kali digunakan oleh Brown and Holtzman untuk menggambarkan kecenderungan individu dalam menunda penyelesaian tugas atau pekerjaan (Hayyinah, 2004). Silver (dalam Ferrari, Johnson, & McCown, 1995) menyatakan bahwa seseorang yang melakukan prokrastinasi tidak bermaksud untuk menghindari atau tidak mau tahu dengan tugas yang dihadapi, akan tetapi individu hanya menunda-nunda untuk mengerjakannya hingga menyita waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Pengertian lain yang dinyatakan oleh Tuckman & Sexton (1989, dalam Tuckman, 1990) bahwa prokrastinasi adalah hasil dari hilangnya kemampuan regulasi diri, kecenderungan untuk menunda atau menghindari aktivitas. Penyebab prokrastinasi menurut Tuckman (1990) adalah hasil dari kombinasi dari (a) ketidak percayaan diri mengenai kemampuan dirinya untuk menyelesaikan suatu tugas, (b) ketidakmampuan untuk menunda hal yang menyenangkan bagi dirinya, dan (c) menyalahkan keadaan eksternal akan beban tugas yang di miliki. Dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda-nunda dalam melakukan atau menyelesaikan tugas atau aktivitas. Beberapa klasifikasi prokrastinasi yang dijabarkan oleh Sirin (2011) dibagi menjadi lima yaitu (1) General procrastination adalah jenis penundaan pada aktivitas sehari-hari, (2) Decision making procrastination adalah penundaan dalam pengambilan keputusan, (3) Neurotic procrastination biasa disebut juga penundaan kronis dimana penundaan ini terjadi terus menerus sehingga menyebabkan masalah yang serius, (4) Non-obsessional procrastination jenis penundaan yang tidak berkelanjutan. (5) Academic procrastination adalah jenis penundaan yang terjadi dalam setting pendidikan biasanya pelajar melakukan penundaan dalam pengerjaan tugas akademik. Dalam penelitian ini, penulis tertarik membahas mengenai prokrastinasi dalam bidang akademik, karena urgensi untuk meningkatkan kualitas performa akademik siswa dalam bidang pendidikan. Prokrastinasi yang terjadi pada bidang akademis yang biasa dilakukan siswa dan mahasiswa dinamakan prokrastinasi akademik. Noran (dalam Akinsola, Tella, & Tella, 2007) mendefinisikan prokrastinasi akademis sebagai suatu penghindaran dalam mengerjakan tugas

2 yang seharusanya diselesaikan individu. Individu yang melaksanakan prokrastinasi lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman atau pekerjaan lain yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang harus diselesaikan dengan cepat. Pengertian lain yang diajukan oleh Salomon & Rothblum (1989, dalam Sirin 2011) mengenai prokrastianasi akademik adalah penundaan dalam pengerjaan tugas utama seperti persiapan ujian, persiapan tugas akhir, tugas administratif, dan jumlah kehadiran dalam kelas. Salomon & Rothblum mendesain salah satu alat ukur prokrastinasi akademik yang pertama bernama Procrastination Assessment Scale Student (PASS) pada tahun 1989 (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). Alat ukur prokrastinasi akademik selanjutnya yang dikembangkan Aitken tahun 1982 yang tujuannya membedakan anatara non prokrastinator dan prokrastinator. Tuckman (1991) menyatakan bahwa ketidak mampuan mahasiswa untuk tidak melakukan prokrastinasi dapat menimbulkan berbagai masalah. Didasarkan hal tersebut Tuckman membuat alat ukur yang dibuat tahun 1991 bernama Tuckman Procrastination Scale (TPS) untuk menilai tendensi prokrastinasi akademik mahasiswa untuk menyelesaikan tugas dari universitas dengan menilai kemampuan kontrol diri dan self regulation mahasiswa dalam penyelesaian tugas (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). Dari penjelasan diatas, peneliti menggunakan teori prokrastinasi akademik yang diungkapkan Tuckman & Sexton yang menyebutkan bahwa prokrastinasi akademik adalah hasil dari hilangnya kemampuan regulasi diri, kecenderungan untuk menunda atau menghindari aktivitas dalam bidang akademik (Tuckman & Sexton, 1989, dalam Tuckman, 1990) Bentuk prokrastinasi akademik Dalam mendefinisikan prokrastinasi, maka terdapat dua bentuk prokrastinasi dalam setting akademik yang dapat dikelompokan. Menurut Ferrari, Johnson, & McCown (1995) terdapat dua bentuk prokrastinasi, yaitu: 1. Functional procrastination Prokrastinasi fungsional adalah saat seseorang melakukan penundaan menyelesaikan tugas karena mempunyai tujuan untuk memperoleh informasi lebih lengkap dan akurat. Seperti saat mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi tetapi masih menunggu format penulisan skripsi yang belum dibagikan pada mahasiswa. 2. Disfunctional procrastination Prokrastinasi disfungsional terjadi saat individu melakukan penundaan pengerjaan tugas yang notabene adalah prioritas utama tanpa didasari alasan yang berarti.

3 Contohnya saat mahasiswa telah diberikan tugas dan deadline tetapi menunda pengerjaan tugasnya untuk menggunakan media sosial Ciri-ciri prokrastinator Berdasarkan pengertian dari prokrastinasi di atas, maka terdapat beberapa ciri dari prokrastinasi yang dapat dijabarkan dengan lebih detail. Berbagai ciri-ciri individu yang melakukan prokrastinasi menurut Bernard (1991, dalam Catrunada, 2008) sebagai ciri kepribadian procrastinator, tetapi ini bukan gambaran kepribadian yang utuh, yaitu: (1) Neurotism / high anxiety ( tingkat kecemasan yang tinggi dalam diri individu dalam menghadapi suatu situasi yang tidak menyenangkan, seperti konflik, perasaan frustrasi, ancaman fisik dan psikis dan lain lain), (2) Depression / low self-esteem (Individu memiliki rasa percaya diri rendah dan menilai dirinya tidak mampu mencapai suatu hal, dan mudah menyerah), (3) Rebellious (Individu pemberontak, beberapa faktornya adalah pola asuh otoritatif),(4) Pessimistic / internal (Individu pesimis dan mudah menyerah memiliki kecenderungan menunda mengerjakan tugas dan adanya pemikiran bila tugas dikerjakan baik hal tersebut terjadi bukan dari kemampuan mereka), (5) Irrational beliefes ( Dalam diri individu tertanam kepercayaan yang irasional, bersifat negatif, kepercayaan diri rendah, dan kecemasan tinggi membuat individu percaya bila dirinya berhasil akan dijauhi lingkungannya), (6) Lack of achievement motivation ( Kurangnya motivasi berprestasi dapat membuat individu mengalami kegagalan mengerjakan tugasnya), (7) Poor self-control / impulsiveness ( Kurangnya kontrol diri untuk mengendalikan dorongan diri), dan (8) Disorganization ( Sulit menjadi orang yang teratur, ketidakteraturan dan kecemasan yang timbul bersamaan adalah ciri procrastinator) Faktor prokrastinasi akademik Berbagai hal atau faktor-faktor di luar individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi terutama dalam hal akademik. Terkadang hal-hal yang tidak disadari atau di luar kontrol seorang melakukan prokrastinasi mampu memberikan dampak-dampak tidak terduga yang disadari atau tidak berakibat ( positif atau negatif ) kepada hasil prokrastinasi. Menurut Rumiani (2006) Terdapat dua faktor yang menyebabkan prokrastinasi akademik: a. Internal : Faktor fisik dan psikologis dalam diri individu mempengaruhi terjadinya perilaku prokrastinasi akademik. Contohnya saat kelelahan akan mendorong individu untuk menunda pengerjaan suatu tugas.

4 b. Eksternal : Faktor lingkungan diluar individu itu sendiri. Contohnya terlalu banyak tugas yang dibebankan pada individu. 2.2 Problematic internet use (PIU) Beberapa ahli menggunakan beberapa istilah untuk menyatakan kondisi psikologis seseorang dalam penyalahgunaan internet seperti Internet addiction, Internet dependency, pathological Internet use, hingga problematic Internet use. Hal ini normal terjadi pada masa perkembangan awal suatu kondisi psikologis (Davis, Flett, & Beser, 2002). Problematic Internet Use (PIU) merupakan sebuah sindrom multi dimensional yang terdiri dari tanda-tanda kognitif maladaptive dan perilaku yang menghasilkan hal negatif dalm sosial, akademis, atau konsekuensi professional Caplan (2003, dalam Young & Abreu, 2010). Davis (dalam Kim, LaRose, & Wei, 2009) yang menyatakan bahwa problem psychosocial seperti kesepian dan depresi memiliki peran utama antecendence dari PIU. Bahwa individu tersebut merasakan interaksi sosial secara online lebih tidak beresiko dibanding pertemuan tatap muka. PIU adalah sebuah sindrom multi dimensional yang terdiri dari tandatanda kognitif maladaptive dan perilaku yang menghasilkan hal negatif dalam sosial, akademis, atau konsekuensi professional (Caplan, 2003). Menurut Caplan (2003, dalam Young & Abreu, 2010) terdapat beberapa tanda kognitif dan perilaku dari PIU, yaitu perubahan mood, persepsi dari keuntungan online sosial, penggunaan kompulsif, penggunaan berlebihan, pengulangan kembali, dan merasakan kontrol sosial Konstruk problematic internet use (PIU) Alat ukur yang digunakan untuk menilai skor Problematic Internet Use adalah The General Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS 2) yang dipublikasi Caplan pada tahun Terdapat 4 konstruk: 1. Preference for online social interaction (POSI). Perbedaan karakteristik kognitif individual yang ada karena perbedaan akan kepercayaan mana yang lebih aman, lebih dapat dipercaya, dan mana yang lebih nyaman dengan interaksi interpersonal secara online daripada aktivitas tatap muka tradisional.

5 2. Mood regulation Regulasi mood adalah salah satu gejala kognitif pada generalized problematic internet use. Caplan (2002, dalam Caplan, 2010) menemukan regulasi perasaan merupakan patokan prediksi dari hasil negatif yang diasosiasikan pada penggunaan internet. 3. Deficient self-regulation Pengurangan kemampuan regulasi diri dari penggunaan internet merupakan keadaan dimana kesadaran kontrol diri relatif berkurang (La Rose et al, 2003 dalam Caplan, 2010). Deficient self-regulation pada GPIUS2 dibagi menjadi 2 bagian yaitu: a) Cognitive preoccupation Mengacu pada pola pemikiran obsesif dalam menggunakan internet, seperti adanya pemikiran bahwa seseorang tidak dapat berhenti mengakses internet atau ketika sedang tidak mengakses internet individu tidak dapat berhenti memikirkan apa yang terjadi pada internet (Caplan,2010). b) Compulsive internet use Compulsive internet use adalah keinginan seseorang untuk terus mengakses internet bahkan ketika dirinya tidak sedang memiliki keperluan untuk menggunakan internet. Individu mengalami kesulitan untuk mengontrol waktu yang dihabiskan untuk berinternet, serta kesulitan untuk mengontrol penggunaan internet (Caplan, 2010). 4. Negative outcome Beberapa dampak negatif yang dialami pengguna internet seperti sulit mengatur hidupnya, gangguan pada kehidupan sosialnya, serta permasalahan lain (Caplan,2010) Gejala-gejala problematic internet use (PIU) Beberapa tanda kognitif dan perilaku yang muncul dari PIU yang diungkapkan Caplan (2002): 1. Perubahan persepsi sosial mengenai manfaat dari online. 2. Penggunaan kompulsif (kurangnya pengendalian diri seseorang dalam hal penggunaan internet online dibarengi dengan perasaan bersalah atas ketidakmampuan diri untuk mengontrol). 3. Penggunaan berlebihan (penggunaan internet diatas normal, melebihi batas waktu yang telah direncanakan, atau tidak lagi mengetahui waktu ketika sedang online).

6 4. Perubahan suasana (dengan menggunakan internet dapat memfasilitasi perubahan suasana negatif yang terjadi). 5. Persepsi pengendalian sosial (kontrol sosial yang lebih saat berinteraksi secara online dibandingkan saat tatap muka). 6. Penarikan diri (kesulitan untuk mengendalikan diri saat offline atau jauh dari internet). 2.3 Media sosial Menurut Oxford Dictionary (2011) media sosial adalah website dan aplikasi yang digunakan untuk jaringan sosial. Pengertian lebih lanjut dari jaringan sosial adalah website dan aplikasi yang digunakan untuk berkomunikasi antar sesama pengguna, atau untuk mencari orang yang memiliki kesukaan yang sama dengan dirinya (The Oxford Dictionary, 2011). Menurut Michigan State University (MSU) Mendefinisikan media sosial sebagai mencangkup komunikasi dan pengalaman yang didistribusikan secara elektronik oleh organisasi maupun individu, digunakan melalui komputer dan handphone, disebarkan secara elektronik dan dipublikasi oleh beragam individu, dan didiskusikan oleh populasi yang terhubung. Pada jaman ini, media sosial biasa ditemui dalam konteks online software application seperti Facebook, Twitter, Youtube, Flickr dimana tulisan, media, tautan, dan pendapat disebarluaskan, didiskusikan dan didistribusikan kembali (The Michigan State University, 2013). Sedangkan Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran. Dari data yang didapat menurut Dimas Novriandi 2015, sebanyak 93,4 juta pengguna internet di Indonesia hampir semua memiliki akun media sosial. Media sosial ini tentunya akan menarik lebih banyak pengguna di tahun Diantara berbagai media sosial itu adalah Facebook, Google+, Twitter, YouTube, Instagram, Path dan juga LinkedIn. (Liputan6.com, 2015). Data lain yang di dapatkan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2014 mengenai angka pengguna internet di Indonesia naik mencapai 88,1 juta pengguna dan sebagian besar pengguna berusia tahun (APJII, 2015). Menurut Kaplan & Haenlin (2010) terdapat 6 jenis media sosial: 1. Collaborative Projects Konten yang terdapat dalam website dapat diakses oleh semua orang

7 Wikis : Semua orang dapat melakukan proses edit informasi dalam sebuah situs, seperti Wikipedia, dan lain lain. Social Application Bookmark : Konten atau link dalam sebuah situs internet dikelompokkan kemudian diberi peringkat oleh orang yang mengakses situs tersebut. Contohnya adalah Digg, Amazon, dan lain-lain. 2. Blogs and Microblogs Blog dan mikroblog adalah website maupun aplikasi yang memberikan kesempatan penggunanya untuk menyampaikan opini, pengalaman atau kegiatan sehari-hari berupa tulisan, foto atau video yang bertujuan agar dapat dilihat oleh orang lain. Contoh dari blog adalah Blogspot, WordPress, dan sebagainya. Sementara contoh dari microblog adalah Twitter, Tumblr, dan lain-lain. 3. Content Communities Sebuah aplikasi dimana pengguna dapat berbagi konten berupa pesan, foto, lagu, video, ebook dan lainnya dengan seseorang baik jarak jauh maupun dekat. Contohnya adalah Line, Whatsapp, BBM, Instagram, Flickr, Youtube, Path, dan lain lain. 4. Social Networking Sites Situs jejaring sosial yang biasa digunakan orang untuk dapat berhubungan dengan pengguna lain, didalamnya individu dapat membuat dan mengubah profil yang dapat ditampilkan dan dilihat oleh pengguna lain. Contohnya Facebook, MyScape, LinkedIn, dan lainnya. 5. Virtual Game World Dunia permainan virtual, dimana pengguna dapat membuat dan mengubah avatar dirinya dan berkomunikasi dengan pengguna lain seperti dalam dunia nyata. Contohnya adalah game online, seperti Clash of Clans, Counter Strike, dan lain lain. 6. Virtual Social World Dalam dunia sosial virtual, pengguna juga dapat membuat avatar yang mirip dengan dunia nyata untuk dapat berinteraksi dengan pengguna lain dalam bentuk tiga dimensi. Contohnya seperti SecondLife. 2.4 Emerging adulthood Menurut Arnett (2006, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2007) Emerging adults adalah masa transisi antara remaja dan dewasa yang terjadi pada awal usia 20-an dan melibatkan

8 pengalaman untuk bereksperimen serta bereksplorasi terhadap dunianya. Menurut Arnett (2004) usia yang dapat dikategorikan sebagai emerging adulthood adalah tahun. Menurut Arnett (2004), konsep emerging adulthood tidak dapat dikatakan sebagai extended adolescents karena berbeda dengan remaja. Perbedaan itu ditandai dengan sedikitnya kontrol dari orang tua, dan tidak lagi mendapat pengarahan untuk menemukan siapa diri mereka sehingga pencarian diri bersifat independen. Sebaliknya mengapa emerging adulthood tidak dapat dikatakan young adulthood dikarenakan mayoritas emerging adulthood yang berada dalam usia 20-an belum dapat membuat keputusan yang berhubungan dengan masa dewasa dan masih merasa belum mencapai periode tersebut. Oleh karena itu mereka belum bisa dikatakan sebagai dewasa secara utuh Konsep emerging adulthood Arnett (2004) menjelaskan 5 konsep emerging adulthood: 1. The Age of Identity Explorations (Usia Eksplorasi Diri) Pada masa emerging adulthood, pencarian identitas diri yang dapat menggabarkan sosok dirinya secara utuh dan tepat menjadi topik utama. Kecenderungan emerging adulthood untuk mengeksplorasi berbagai bidang terutama dalam bidang cinta dan pekerjaan. Kesempatan terbuka bagi kaum emerging adulthood untuk mencoba berbagai pilihan dan cara hidup. Kaum emerging adulthood menganggap pencarian identitas sebagai hal yang menyenangkan sebelum menetapkan pilihan dan memiliki tanggung jawab atas kehidupan pada masa dewasa, hal ini terjadi didasari atas kesadaran bahwa hal tersebut tidak akan mereka dapatkan ketika menginjak usia 30 atau lebih. 2. The Age of Instability (Usia Masa Ketidakstabilan) Emerging adulthood sering membuat keputusan berbeda, karena rencana awal yang telah dibuat tidak dijalankan dan membuat rencana baru dan seterusnya. Akhirnya mereka akan belajar mengenai dirinya dan diharapkan akan mengambil langkah tepat untuk masa depannya. 3. The Self-focused Age (Usia Berfokus pada Diri) Emerging adulthood lebih berfokus pada dirinya sendiri, sehingga akan sadar mengenai perasaan dan perspektif orang lain, dapat meningkatkan kemampuan dalam kehidupan sehari-

9 hari, mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai hal yang diinginkan dan mulai membangun dasar untuk masa dewasa mereka. Menentukan kehidupannya secara mandiri, karena keputusan yang diambil adalah buah dari pemikiran dari hal yang benar-benar mereka inginkan. Tujuan fokus pada diri sendiri adalah untuk belajar menjadi individu yang mandiri dan langkah penting sebelum memiliki komitmen berhubungan dengan orang lain. 4. The Age of Feeling-in-Between (Usia Peralihan Perasaan) Perasaan kebingungan kaum emerging adulthood mengenai statusnya yang sudah bukan lagi berada dimasa remaja dan belum bisa dikatakan dewasa secara utuh. Anggapan saat mereka dikatakan sudah atau sebagai dewasa adalah keharusan untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri, membuat keputusan secara bebas, dan mandiri dalam segi finansial. Ketiga hal tersebut dianggap oleh kaum emerging adulthood sebagai sebuah tahapan dan sebuah hal yang belum dapat mereka lakukan karena pemikiran bahwa mereka belum memasuki usia dewasa utuh. 5. The Age of Possibilities (Usia Kemungkinan) Kaum emerging adulthood memiliki harapan yang tinggi dan besar, karena kepercayaan bahwa mereka akan memiliki keadaan yang baik dalam kehidupan percintaan, pekerjaan, dan keluarga. Mereka membayangkan dimasa depan akan mendapatkan pekerjaan yang baik, pernikahan yang langgeng, dan keluarga yang bahagia. Anggapan bahwa di masa emerging adulthood inilah mereka memiliki kesempatan untuk berubah sebagai pribadi yang tidak berada dibawah kontrol orang tua, melainkan pribadi yang mampu membuat keputusan yang bersifat bebas sesuai apa yang mereka ingin dan bagaimana cara mereka memulai kehidupannya di masa depan Problematic internet use dan emerging adults Menurut Odaci (2011) bahwa usia mahasiswa tahun adalah usia yang kritis dalam hal perkembangan sosial dan emosinya, sebagai grup yang potensial mengalami ketergantungan penggunaan internet. Mahasiswa usia adalah target paling potensial pengguna internet (Odaci, 2011). Menurut studi yang dilakukan Derbyshire et al. (2013) di Amerika Serikat yang dilakukan pada 2108 mahasiswa S1 menunjukan 12,9% mahasiswa berada di tingkatan limited internet use, sedangkan 81,8% mahasiswa berada di tingkatan mild internet use, dan 5,3% berada di tingkatan severe internet use. Dalam penelitian sebelumnya yang diungkapkan Kittinger,

10 Correia, & Irons (2013) menyebutkan bahwa hingga 50% mahasiswa mengalami permasalahan terkait penggunaan internet Prokrastinasi akademik dan emerging adults Menurut Arnett (2004) usia mahasiswa S1 (undergraduate) adalah tahun. Pada rentang usia ini termasuk dalam kelompok usia emerging adulthood (18-25 tahun). Menurut Mohhamadi, Tahriri, & Hassaskhah (2015) mahasiswa memiliki kecenderungan tidak dapat meluangkan cukup waktu untuk mengerjakan tugas akademik dan belajar, jadi mereka memiliki kecenderungan untuk menunda pengerjaan tugas akademiknya. Sedangkan menurut Sirin (2011, dalam Mohhamadi, Tahriri, & Hassaskhah, 2015) menyatakan bahwa pada jaman ini, prokrastinasi adalah hal yang umum bagi murid, terutama mahasiswa S1 yang sering menunjukan perilaku prokrastinasi dalam hal akademik seperti penyelesaian pekerjaan rumah, belajar, dan persiapan ujian. 2.5 Kerangka berpikir Di Indonesia menurut data yang diperoleh dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2014 mengenai angka pengguna internet di Indonesia naik mencapai 88,1 juta pengguna dan sebagian besar pengguna berusia tahun (APJII, 2015).Mahasiswa usia adalah target paling potensial pengguna internet (Odaci & Cikrikci, 2014). Sebanyak 75% dari rata-rata usia emerging adulthood (18-24 tahun) telah terbukti memiliki akun media sosial (Kim, LaRose, & Wei, dalam Papacharissi, 2011). Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran. Penelitian dari Kittinger, Correia, & Irons (2013) menyebutkan bahwa penggunaan media sosial yang semakin meningkat dapat menyebabkan PIU, dari hasil penelitiannya sebagian kecil partisipan penelitiannya memiliki gejala PIU yang diakibatkan penggunaan media sosial. Menurut Chou (2001, dalam Yellowlees & Marks, 2007) menyebutkan bahwa mahasiswa yang memiliki kecenderungan penggunaan internet berlebihan sebagai salah satu tanda terjadinya PIU. Penggunaan internet serta media sosial telah menjadi obsesi dan meningkatnya ketergantungan mahasiswa yang masuk pada tahap emerging adulthood yang memiliki kecenderungan untuk mengakses media sosial dari pada mengerjakan tugas kuliahnya. Obsesi dan kecenderungan untuk mengakses internet atau media sosial secara terus menerus termasuk dalam kurangnya

11 kemampuan regulasi diri dimana keadaan kesadaran dan kontrol diri seseorang relatif berkurang (Caplan, 2010). Dimana kurangnya kemampuan regulasi diri ini merupakan salah satu dimensi PIU yaitu deficent self-regulation (Caplan, 2010). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Flad (2010) menunjukkan bahwa 50 persen partisipan lebih banyak meluangkan waktu mereka untuk menggunakan media sosial daripada mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan. Menurut Lays (1988, dalam Mohhamadi, Tahriri, & Hassaskhah, 2014) menyatakan bahwa individu dengan PIU atau penggunaan internet yang berkelanjutan dapat juga memiliki kecenderungan untuk melakukan penundaan pengerjaan tugas. Penundaan pengerjaan tugas dapat disebut sebagai prokrastinasi akademik. Menurut Tuckman & Sexton (1989, dalam Tuckman, 1990) Prokrastinasi akademik adalah hasil dari hilangnya kemampuan regulasi diri, kecenderungan untuk menunda atau menghindari aktivitas dalam bidang akademik. Sedangkan Odaci (2011) menyatakan bahwa mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akademik bisa mendapatkan gejala PIU dengan menggunakan internet yang secara meningkat. Hal ini juga sejalan dengan studi dari University of Illinois Counseling Center (1996, dalam Santrock, 2008) yang menyatakan bahwa prokrastinasi akademik dilakukan salah satunya dengan menghabiskan waktu untuk browsing internet.

12 Gambar Error! No text of specified style in document.2.1 Bagan kerangka berpikir Mahasiswa Tahun Media Sosial Problematic Internet Use Prokrastinasi Akademik Sumber: diolah oleh peneliti (2015) 2.6 Asumsi penelitian Dalam penelitian ini, peneliti memiliki asumsi bahwa terdapat hubungan yang positif antara PIU dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa pengguna media sosial di Jakarta. Mahasiswa yang memiliki PIU tinggi, maka akan memiliki prokrastinasi akademik yang tinggi, sebaliknya mahasiswa yang memiliki PIU rendah, maka akan memiliki prokrastinasi akademik yang rendah pula.

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Media Sosial 2.1.1 Definisi Walaski (2013) menjelaskan media sosial sebagai sarana bagi pengguna untuk berkoneksi dengan orang lain secara virtual. Di dalam media sosial, penggunanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi yang pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi kian banyak digunakan orang untuk berbagai manfaat salah satunya internet. Internet (Interconnected

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori variabel yang akan diteliti beserta dimensi, landasan teori mengenai dewasa muda, kerangka berpikir dan asusmsi penelitian. 2.1

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) Problematic Internet Use atau PIU merupakan sindrom multi-dimensi dengan gejala kognitif maladatif dan

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Problematic Internet Use (PIU) didefinisikan sebagai penggunaan internet yang menyebabkan sejumlah gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin maju, khususnya perkembangan teknologi internet. Melalui teknologi internet, individu dapat menggunakan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dijabarkan dalam bab sebelumnya untuk menjawab hipotesa didapatkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use PIU merupakan sindrom multidimensional yang terdiri dari gejala kognitif,emosional, dan perilaku yang mengakibatkan seseorang kesulitan dalam mengelola

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ProkrastinasiAkademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan, diskusi, dan saran yang dihasilkan dari hasil penelitian. Saran-saran dalam penelitian ini berisi tentang saran yang ditunjukan untuk penelitian

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 tahun 1990 adalah: Peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa akhir program S1 harus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin yaitu pro atau forward

Lebih terperinci

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Nama : Dyan Permatasari NPM : 12513744 Kelas : 3 PA 12 Pembimbing : Desi Susianti, S.Psi., M.Si. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi sudah semakin berkembang dan bertumbuh di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Teknologi juga sangat bermanfaat untuk banyak orang, salah satunya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic internet use Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal ini pula yang menarik minat para ahli

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB Metode Penelitian.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis.1.1 Definisi operasional PIU Problematic Internet Use adalah variabel (x) yang akan diukur pada penelitian ini yang hasilnya di dapat melalui nilai

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) Caplan (2010) menjelaskan problematic internet use atau PIU dengan beberapa dimensi, yaitu (1) lebih memilih untuk berinteraksi sosial secara online

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI Dalam bab ini, penulis akan membahas variabel tunggal penelitian yaitu prokrastinasi akademik, kemudian bahasan mengenai definisi prokrastinasi akademik, definisi kegiatan ekstrakurikuler,

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di zaman modern ini, internet merupakan sebuah kebutuhan yang dapat dikatakan wajib bagi setiap orang. Menurut Shelly dan Campbell (2012) internet merupakan jaringan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Procrastination 1. Pengertian Procrastination Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan awalan pro yang berarti mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal abad ke-21, istilah internet sudah dikenal berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendidikan, dan status sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. Orang rela membayar mahal untuk dapat mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intimacy (Keintiman) 2.1.1 Definisi Intimacy Menurut Erikson (dalam Valentini, & Nisfiannoor, 2006) intimacy sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan juga berperan penting

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jejaring Sosial Facebook 2.1.1 Pengertian Jejaring Sosial Facebook Pengertian jejaring sosial menurut Wikipedia (2012) adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Semakin tinggi penguasaan seseorang terhadap suatu bidang, semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia tidak terlepas dari dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di era globalisasi internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian besar populasi penduduk dunia. 1 Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuka

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai variabel dan hipotesis penelitian. Selain itu, akan diuraikan juga desain penelitian yang digunakan untuk membantu kelancaran didalam

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Agresivitas Perilaku Agresivitas menurut Buss (1961) adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL

BAB 4 ANALISIS HASIL BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil pengumpulan data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada murid SMP di lima wilayah bagian di Jakarta meliputi bagian Barat, Timur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan sedang menempuh proses pendidikan di Perguruan Tinggi. Pada umumnya mahasiswa berusia antara 18-24 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni menciptakan persaingan yang cukup ketat dalam dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres 2.1.1. Definisi Stres Pada awal mulanya stres berasal dari istilah yang dipakai dalam ilmu metalurgi, dimana lempengan logam yang menahan beban timbangan dinamakan stres.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan internet yang meluas adalah hasil dari berkembangnya teknologi yang semakin canggih zaman modern ini. Sebagian besar manusia di dunia menggunakan internet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan teknologi komputer. Dari yang digunakan hanya untuk mengetik hingga sekarang penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan Internet memengaruhi cara orang-orang menghabiskan waktu luang. Internet merupakan salah satu cara mudah, relatif murah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Responden Responden terdiri dari 200 orang dan merupakan mahasiswa Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran rentang usia responden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Secara bahasa, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendukung maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fenomena yang kerap terjadi di kalangan mahasiswa adalah prokrastinasi akademik. Menurut Lay (LaForge, 2005) prokrastinasi berarti menunda dalam

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan, manusia memiliki berbagai macam aktivitas dan tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun terkadang sebaliknya yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan internet saat ini semakin pesat dan menarik pengguna dari berbagai kalangan masyarakat terutama mahasiswa. Pengguna internet di Indonesia telah mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet menjadi salah satu teknologi informasi yang fenomenal sebagai sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk komunikasi interaktif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disonansi Kognitif 2.1.1 Definisi Disonansi Kognitif Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang sering didengungkan oleh para pendidik. Hal ini menekankan pentingnya pendidikan bagi setiap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju dan crastinus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, internet menjadi salah satu inovasi teknologi komunikasi yang banyak digunakan. Kehadiran internet tidak hanya menjadi sekadar media komunikasi, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar yang sudah terfasilitasi oleh provider jaringan-jaringan internet.

BAB I PENDAHULUAN. besar yang sudah terfasilitasi oleh provider jaringan-jaringan internet. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini internet sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat secara umum. Kebutuhan akan internet sudah sangat tinggi, terutama di kotakota besar yang sudah terfasilitasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat gambaran prokrastinasi pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Landasan teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, teknologi dan budaya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang berpengaruh pada umat manusia. Salah satu akibat adanya internet adalah

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Riska Dwi Cahyani Wahyu Agusti Tino Leonardi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. This study aimed to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Masalah menyontek selalu terjadi dalam dunia pendidikan dan selalu terkait dengan tes

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi dan globalisasi, manusia dituntut untuk menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting (Husetiya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konseling Singkat Berfokus Solusi Dalam Mengembangkan Kemampuan Mengendalikan Compulsive Internet USE (CIU) Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Konseling Singkat Berfokus Solusi Dalam Mengembangkan Kemampuan Mengendalikan Compulsive Internet USE (CIU) Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet merupakan produk teknologi baru yang terus menerus mengalami perkembangan. Perkembangan aplikasi internet seakan tiada hentinya. Mulai dari aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pengetahuan akademik bagi mahasiswanya. Mahasiswa tidak hanya dituntut secara akademik, tetapi

Lebih terperinci

website, social media, dan jejaring sosial

website, social media, dan jejaring sosial Wawasan media-baru website, social media, dan jejaring sosial untuk media lembaga Syarafuddin syarafuddin@yahoo.com http://syaraf.blog.ugm.ac.id 2012 CC BY-SA pendahuluan Pengembangan sistem World Wide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di Indonesia, SMP berlaku sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia, pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yang pertama adalah pendidikan non formal (seperti kursus dan les), yang kedua adalah pendidikan informal

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam penelitian ini, telah dibuktikan melalui uji hipotesa bahwa terdapat korelasi antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan bisnis dewasa ini membuat persaingan bisnis menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan bisnis dewasa ini membuat persaingan bisnis menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dewasa ini membuat persaingan bisnis menjadi semakin ketat. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kemajuan dan perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emotional Eating 2.1.1 Definisi Emotional Eating Menurut Arnow (1995) emotional eating adalah keinginan untuk makan ketika timbul perasaan emosional seperti frustrasi, cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkungan akademis dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen (dalam Dahlan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pada penelitian ini, peneliti akan mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap pembentukan identitas diri remaja, sehingga pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap perkembangan remaja akhir (18-20 tahun)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mingkin, karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi anak maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan masyarakat. Karena fungsional dan sangat penting, internet saat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan masyarakat. Karena fungsional dan sangat penting, internet saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan internet saat ini semakin pesat dan menarik pengguna dari berbagai kalangan masyarakat. Karena fungsional dan sangat penting, internet saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. non-formal dan informal. Setiap jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. non-formal dan informal. Setiap jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan dapat berupa pendidikan formal, non-formal

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang sangat menentukan, dengan ditandai perubahan-perubahan besar yang belum pernah terjadi sepanjang

Lebih terperinci

GAMBARAN ATTACHMENT BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL DI JAKARTA

GAMBARAN ATTACHMENT BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL DI JAKARTA GAMBARAN ATTACHMENT BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL DI JAKARTA Nurcahyati Psikologi, Swadaya 2 No.6, 08971756401, nurcahyati19@gmail.com (Nurcahyati, Esther

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat. Ilmu pengetahuan dan teknologi pada dasarnya tercipta karena pemikiran manusia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan implikasinya bagi program bimbingan akademik, menghasilkan kesimpulan berdasarkan tiga tema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mahasiswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang belajar di perguruan tinggi. Arnett (dalam Santrock, 2011) menyatakan bahwa mahasiswa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kebutuhan yang paling dasar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kebutuhan yang paling dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kebutuhan yang paling dasar untuk berkomunikasi dan terhubung dengan manusia lain. Manusia cenderung berkumpul dengan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGIPENELITIAN. Setelah menguraikan teori-teori yang digunakan pada penelitian ini, selanjutnya peneliti

BAB III METODELOGIPENELITIAN. Setelah menguraikan teori-teori yang digunakan pada penelitian ini, selanjutnya peneliti BAB III METODELOGIPENELITIAN Setelah menguraikan teori-teori yang digunakan pada penelitian ini, selanjutnya peneliti akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian. Pada bab ini, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perubahan sikap dan tingkah laku yang semula tidak tahu menjadi tahu. setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar.

BAB I PENDAHULUAN. proses perubahan sikap dan tingkah laku yang semula tidak tahu menjadi tahu. setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan bisa berupa pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci