BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use Pengertian Problematic Internet Use (PIU) Problematic Internet Use atau PIU merupakan sindrom multi-dimensi dengan gejala kognitif maladatif dan perilaku yang menghasilkan dampak negatif dalam sosial, akademis, atau konsekuensi professional (Caplan, 2005). Davis (2001) mengatakan bahwa PIU adalah perilaku penggunaan internet yang kurang terkontrol sehingga menghasilkan dampak negatif pada individu seperti mengalami masalah pada kehidupan psikososial, sekolah atau kehidupan kerja. Dari beberapa pengertian mengenai PIU tersebut dapat disimpulkan bahwa PIU merupakan penggunaan internet secara berlebihan dan tidak terkontrol yang ditandai dengan gejala kognitif maladaptif dan perilaku yang menghasilkan dampak negatif bagi kehidupan individu. Adapun gejala kognitif dan perilaku yang muncul dari individu yang mengalami PIU menurut Caplan (2002) diantaranya; (1) Persepsi sosial mengenai manfaat dari online internet, (2) Penggunaan kompulsif (kurangnya pengendalian diri seseorang dalam hal penggunaan internet online bersamaan dengan perasaan bersalah atas ketidakmampuan diri untuk mengontrol perilaku online), (3) Penggunaan berlebihan (penggunaan internet diatas normal, melebihi batas waktu yang telah direncanakan, atau tidak lagi mengetahui waktu ketika sedang online), (4) Perubahan suasana (menggunakan internet untuk mendukung beberapa perubahan negatif yang terjadi), (5) Penarikan diri (kesulitan untuk mengendalikan diri saat offline atau jauh dari internet), (6) Persepsi pengendalian sosial (kontrol sosial saat berinteraksi secara online lebih besar dibandingkan saat berinterkasi tatap muka) Klasifikasi Problematic Internet Use (PIU) Davis (2001) memperkenalkan model cognitive-behavioral dari PIU yang berfokus pada kognisi maladaptif untuk menjelaskan PIU. Model cognitive-behavioral dari PIU ini diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu Spesific Problematic Internet Use 7

2 8 (SPIU) dan Generalized Problematic Internet Use (GPIU). SPIU mengacu pada kondisi di mana seorang individu secara patologis menggunakan Internet untuk tujuan tertentu, seperti seks online atau judi online. Sedangkan GPIU menggambarkan perilaku yang lebih global dari penyalahgunaan internet, seperti membuang-buang waktu di chat room, serta membuang-buang waktu untuk online tanpa tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, fokus penelitian yaitu pada perilaku PIU pada situs jejaring sosial sehingga lebih mengacu pada tipe PIU yang general atau GPIU Gejala Problematic Internet Use (PIU) Awalnya Davis (2001) membuat model cognitive-behavioral dari PIU yang berfokus pada kognisi maladaptif yang diasosiasikan dengan PIU. Lalu model tersebut dijabarkan lebih lanjut serta validitas dan reabilitasnya diuji secara empiris oleh Caplan (2002) sehingga menghasilkan alat ukur GPIUS yang terdiri dari 7 sub-dimensi yaitu, (1) perubahan suasana hati, (2) adanya manfaat sosial yang dirasakan saat online, (3) dampak negatif dari penggunaan internet, (4) penggunaan internet secara kompulsif, (5) waktu berlebihan yang dihabiskan untuk online, (6) gejala withdrawal ketika offline, dan (7) adanya kontrol sosial dari online. Selanjutnya, Caplan (2010) mengeksplorasi sub dimensi GPIUS dengan mengkonstruk GPIUS2 sehingga menghasilkan empat dimensi untuk mengukur PIU, yaitu: 1. Preference for online social interaction (POSI). Mengacu pada keyakinan bahwa berinteraksi melalui internet lebih aman, lebih nyaman dan efektif, serta kurang mengancam dibandingkan interaksi tatap muka (Caplan, 2007; Kim & Davis, 2009). Individu yang memiliki masalah psikososial seperti kesepian, atau memiliki kemampuan bersosialisasi yang rendah akan cenderung mengembangkan POSI karena mereka merasa lebih nyaman berinterkasi secara online dan merasa diri mereka lebih mampu bersosialisasi ketika mereka berinterkasi dengan orang lain secara online dibandingkan tatap muka (Caplan, 2007). Studi lain juga menunjukkan bahwa individu yang memiliki masalah interpersonal dilaporkan memiliki tingkat POSI yang lebih tinggi. Oleh karena itu POSI menjadi komponen penting dari GPIU untuk menjelaskan mengapa orangorang tertentu menunjukkan indikator lain dari penggunaan internet yang

3 9 bermasalah seperti pergi online untuk meregulasi suasana hati dan memiliki deficient self-regulation (Caplan, 2010). 2. Mood regulation Regulasi suasana hati atau mood regulation mengacu pada penggunaan internet untuk mengurangi perasaan terisolasi atau gangguan emosi (Caplan, 2002; 2007, dalam Caplan, 2010). Jadi, individu menggunakan internet karena adanya motivasi untuk meregulasi suasana hati negatifnya. Kemudian hal ini menjadi problematic karena Caplan (2007) melalui studinya mengatakan bahwa individu yang memiliki kecemasan dalam sosial cenderung lebih memilih interaksi online untuk berinterkasi dengan orang lain karena dengan begitu mereka dapat mengurangi kecemasan mereka akan kehadiran dirinya dalam situasi interpersonal (Caplan, 2010). Oleh karena itu, motivasi penggunaan internet untuk meregulasi suasana hati menjadi problematic karena saling berhubungan dengan POSI yang akhirnya akan membawa konsekuensi negative seperti penarikan diri atau isolasi (Davis, 2001). 3. Deficient self-regulation Deficient self-regulation atau kurangnya regulasi diri dikonseptualisasikan sebagai keadaan dimana individu secara kognitif merasa asik dengan internet sehingga selalu terobsesi untuk menggunakannya dan mengalami perilaku yang kompulsif dalam menggunakan internet karena gagal dalam mengontrol perilakunya (Caplan, 2010; Ga mez-guadix, Orue, & Calvete, 2013). Secara spesifik, deficient selfregulation terbagi menjadi dua aspek, yaitu : a. Cognitive preoccupation Cognitive preoccupation mengacu pada pola pemikiran obsesif dalam menggunakan internet, seperti adanya pemikiran bahwa seseorang tidak dapat berhenti mengakses internet atau ketika sedang tidak mengakses internet individu tidak dapat berhenti memikirkan apa yang terjadi pada internet (Caplan, 2010). b. Compulsive internet use Compulsive internet use adalah keinginan seseorang untuk terus mengakses internet bahkan ketika dirinya tidak sedang memiliki keperluan untuk

4 10 menggunakan internet. Individu mengalami kesulitan untuk mengontrol waktu yang dihabiskan untuk berinternet, serta kesulitan untuk mengontrol penggunaan internet (Caplan, 2010). 4. Negative outcome Negative outcome atau dampak negatif adalah konsekuensi dari perilaku penyalahgunaan Internet (PIU). Beberapa dampak negatif yang dialami biasanya seperti sulit mengatur hidupnya, gangguan pada kehidupan sosialnya, serta permasalahan lainnya (Caplan, 2010). 2.2 Self - Regulation Definisi Self - Regulation Self-regulation atau regulasi diri didefinisikan sebagai "kapasitas untuk merencanakan, memandu, dan memonitor perilaku individu secara fleksibel dalam menghadapi perubahan keadaan" (Brown, 1998). Carver dan Scheier (1982) mendefinisikan self-regulation sebagai kemampuan untuk merencanakan dan mencapai hasil adaptif yang diinginkan melalui perilaku yang diarahkan pada tujuan yang diinginkan. Hal ini juga melibatkan penundaan terhadap kepuasan sementara. Lebih lanjut Carey, Neal dan Collins (2004) mengacu pada konsep self-regulation dari brown (1998) mengatakan bahwa regulasi diri mengarahkan individu untuk secara efektif mengatur tindakan mereka dalam bergerak menuju pemenuhan kebutuhan atau tujuan yang diinginkan (tujuan jangka panjang) sehingga memungkinkan individu untuk menunda kepuasan instan (tujuan jangka pendek). Berdasarkan definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa self-regulation atau regulasi diri sangat penting bagi individu agar dapat secara efektif mencapai tujuan yang diinginkan (Baumeister, Heatherton, & Tice, 1994) Proses Self - Regulation Untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan tersebut, Carver dan Scheier (1982) membagi proses self-regulation yang disebut dengan self-regulatory menjadi

5 11 tiga komponen, yaitu (1) tujuan perilaku atau hasil yang diinginkan (standar),(2) membandingkan diri atau keadaan saat ini dengan standar yang sudah ada (monitoring), dan (3) melakukan perubahan pada diri atau perilaku atau keadaan saat ini jika pada proses monitoring dirasa jauh dari standar. Selanjutnya Miller dan Brown (1991) mengembangkan komponen proses self-regulation tersebut serta mengkonstruknya menjadi 7 dimensi, yaitu: 1. Receiving relevant information Menerima informasi yang relevan. Ini adalah proses awal dari regulasi diri pada individu. Proses ini ditandai dengan menerima informasi dari berbagai sumber agar individu dapat mengetahui karakter yang lebih khusus dari suatu masalah. 2. Evaluating the information and comparing it to norms Pada tahap ini, individu melakukan evaluasi terhadap informasi yang didapatnya dan membandingkannya dengan standar. Dalam proses evaluasi ini, individu menganalisa informasi dengan membandingkan suatu masalah yang terdeteksi dari luar diri (eksternal) dengan pendapat pribadinya (internal) yang terbentuk dari pengalaman sebelumnya yang serupa. 3. Triggering Change Mempersiapkan perubahan. Pada tahap ini individu menghindari hal-hal atau pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan informasi yang didapat yang dibandingkan dengan norma atau standar yang ada dan mulai mempertimbangkan perubahan. 4. Searching for options Mencari solusi alternatif. Setelah melewati tahap ketiga, individu mengalami masalah atau pertentangan dalam diri sehingga individu mencari solusi alternative untuk meredakan masalah atau pertentangan tersebut guna mencapai perubahan. Jadi pada tahap ini individu terlibat dalam proses mencari alternatif untuk memenuhi tujuan dari perubahan. 5. Formulating a plan Merancang rencana dengan jelas. Setelah mencari solusi alternatif, individu mulai merancang perencanaan dengan jelas untuk meneruskan tujuan yang telah dibuat,

6 12 seperti waktu, aktivitas untuk pengembangan, serta aspek-aspek lainnya yang mampu mendukung pencapaian tujuan dengan efisien dan efektif. 6. Implementing the plan Pelaksanaan dari rencana. Setelah merancang perencanaan dengan jelas, pada tahap ini individu mulai melaksanakan perencanaan yang telah dibuatnya tersebut untuk mencapai tujuan. 7. Assessing the plan's effectiveness Mengukur efektifitas dari rencana yang telah dibuat, Pengukuran ini dapat membantu dalam menentukan dan menyadari apakah perencanaan yang direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, serta apakah hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Gambar 2.1 Skema Proses Self-Regulatory Receiving Ketika seorang mahasiswa ingin terhindar dari PIU, ia terlebih dahulu mencari informasi yang relevan terkait dengan PIU. Evaluating Setelah ia mencari informasi yang relevan, lalu ia membandingkan informasi yang didapatnya tersebut dengan standar dalam dirinya mengenai PIU. Triggering Setelah ia melakukan evaluasi mengenai informasi yang ia dapat, ia mulai mempersiapkan perubahan dalam dirinya dengan mempertimbangkan hasil evaluasi tersebut. Ia mulai mempersiapkan diri untuk mengurangi waktu untuk online, yang biasanya dua jam dalam sehari menjadi satu jam dalam sehari.

7 13 Searching Pada saat ia mempersiapkan perubahan, muncul perasaan tidak nyaman untuk mengurangi waktu online sehingga ia melakukan pencarian tentang solusi alternatif, misalnya pergi ke psikiater atau psikolog. Formulating Setelah ia melewati tahap ke empat, ia mulai menyusun atau merancang rencana dengan jelas untuk tidak mengalami PIU. Implementing Setelah menyusun rencana yang jelas, mahasiswa tersebut mulai melaksanakannya. Assessing Mahasiswa tersebut mulai mengukur apakah rencana yang sudah ia jalani hasilnya sesuai harapan atau tidak. Dari gambar 2.1 tersebut dapat dilihat contoh skema dari proses self-regulatory dimana proses tersebut dimulai dari receiving sampai assessing. Proses tersebut akan terus berjalan dengan kembali lagi pada tahap receiving dan evaluating sampai individu tersebut merasa dirinya sudah sesuai dengan norma atau standar yang ia dapatkan dari informasi pada saat proses receiving awal. Menurut Miler dan Brown (1991), kegagalan pada salah satu tahap dari proses self-regulatory dapat menyebabkan goyahnya perilaku self-regulation pada individu. Lebih lanjut Brown (1998) mengatakan bahwa kegagalan dalam proses self-regulation dapat berkontribusi pada gangguan regulasi dari perilaku, seperti gangguan adiktif.

8 14 Selain dapat menghasilkan perilaku adiktif, kegagalan dari self-regulation juga dapat menghasilkan berbagai masalah, seperti masalah emosional, prestasi akademik, berbagai kegagalan pada kinerja tugas, perilaku kompulsif, dan sebagainya (Baumeister &Vohs, 2007). Hal ini dikarenakan self-regulation merupakan proses yang kompleks sehingga dapat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan individu (Baumeister& Heatherton, 1996). Oleh karena itu, individu yang memiliki self-regulation yang tinggi cenderung mampu untuk mengembangkan serta memonitoring perilaku mereka untuk mencapai tujuan adaptif atau tujuan yang diinginkannya (tujuan jangka panjang). Sedangkan individu yang kurang memiliki self-regulation cenderung memilih kegiatan yang dapat memberikan kepuasan instan (tujuan jangka pendek) (Hustad, Carey, Carey, & Maisto, 2009). 2.3 Situs Jejaring Sosial (SJS) Situs jejaring sosial atau yang biasa disingkat dengan SJS merupakan layanan berbasis jaringan publik yang memungkinkan penggunanya membangun profil pribadi, membatasi koneksi dengan siapa individu berbagi, serta melihat dan merespon posting dari pengguna lain (Boyd& Ellison, 2007). Menurut Morahan-Martin dan Schumacher (2000), situs jejaring sosial adalah bagian internet yang paling memungkinkan untuk menghasilkan dampak negatif bagi penggunanya karena terdapat aspek sosial yang bisa didapat didalamnya, seperti mencari dukungan sosial, berkomunikasi dengan orang lain, dan lain-lain. Oleh karena itu situs jejaring sosial banyak diminati oleh individu. Sebagian besar individu yang tertarik pada situs jejaring sosial adalah individu yang masuk dalam usia emerging adulthood (usia18-25 tahun). Hal tersebut terlihat dari hasil riset APJII (2015) pada tahun 2014 yang menunjukkan bahwa 49% dari pengguna internet di Indonesia adalah usia tahun. Didalam situs jejaring sosial terdapat beberapa aspek yang membuatnya sangat diminati. Boyd dan Ellison (2007) menyebutkan bahwa aspek-aspek tersebut antara lain adalah: (1) Impression management, yaitu digunakan untuk membangun identitas untuk menguatkan jalinan pertemanan dimana pengguna dapat membangun suatu profil tentang dirinya, (2) Networks and network structure, merupakan struktur jaringan dan sekumpulan data yang ada pada situs jejaring sosial yang digunakan untuk

9 15 menggambarkan suatu interkasi, (3) Online or offline social networks, memungkinkan situs jejaring sosial dapat menghubungkan individu ketika dalam keadaan online maupun offline, dan (4) Privacy, terkait pengaturan privasi yang bisa dilakukan oleh pengguna untuk mengelola hal-hal yang ingin ditampilkan pada halaman profil. 2.4 Emerging Adulthood Emerging adulthood merupakan masa peralihan dari tahap remaja menuju tahap dewasa (Santrock, 2015). Menurut Arnett (2000), individu yang dimaksud dengan emerging adulthood adalah individu dengan rentang usia tahun. Menurut Susantoro (2007) mahasiswa adalah individu yang masuk dalam masa peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Berdasarkan definisi dari mahasiswa tersebut, maka dalam tahap perkembangannya mahasiswa masuk dalam usia emerging adulthood. Pada usia ini, individu ditandai dengan keinginan mencoba untuk memiliki hubungan dengan orang lain berkaitan dengan cinta, kerja, dan pandangan dunia akan dirinya (Arnett, 2000). Hal ini dikarenakan pada usia emerging adulthood, individu belum sepenuhnya dewasa sehingga mereka masih dalam pembentukan identitas diri sebagai dewasa (Papalia, Olds & Feldman, 2007). Oleh karena itu, emerging adulthood sangat membutuhkan hubungan dengan orang lain untuk membantu mendorong identitas diri mereka. Untuk memenuhi itu semua, individu yang masuk dalam tahap perkembangan emerging adulthood lebih memilih untuk menjalin hubungan lewat situs jejaring sosial agar bisa mendapat umpan balik dan penguatan hubungan (Pempek, Yermolayeva, & Calvert, 2009).

10 Kerangka Berpikir Rendahnya Selfregulation Penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan pada mahasiswa PIU Gambar 2.2 Kerangka berpikir Dampak negatif seperti masalah akademik, pekerjaan, serta masalah psikososial, dan lainlain. Pada Gambar 2.2 terdapat kerangka berpikir yang melatar belakangi penelitian ini. Hal tersebut diawali dengan fenomena internet yang saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar individu. Hal ini dikarenakan akses internet yang mudah dan terdapat berbagai keuntungan lainnya yang ditawarkan oleh internet, salah satunya adalah kemudahan dalam berkomunikasi. Kemudahan dalam berkomunikasi tersebut bisa didapat melalui situs jejaring sosial. Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2014, sebanyak 87,4% dari 88,1 juta pengguna internet di Indonesia mengakses situs jejaring sosial (APJII, Maret 2015). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lenhart, Purcell, Smith, dan Zickuhr (2010), mengungkapkan bahwa 72% dari seluruh mahasiswa di Amerika aktif mengakses situs jejaring sosial. Di Indonesia sendiri menurut hasil riset APJII pada tahun 2014, sebanyak 49% dari pengguna internet di Indonesia berada pada rentang usia tahun (APJII, 2015). Hal tersebut cukup membuktikan bahwa kalangan yang lebih banyak menggunakan jejaring sosial adalah mahasiswa. Hal ini dikarenakan pada tahap perkembangannya, yaitu emerging adulthood, mahasiswa cenderung butuh untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan orang lain (Arnett, 2000; Santrock, 2015) sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu semua, mahasiswa lebih cenderung memilih menggunakan situs jejaring sosial (Pempek, Yermolayeva, & Calvert, 2009).

11 17 Namun, pada kenyataannya penggunaan situs jejaring sosial mampu membawa dampak negatif bagi penggunannya jika penggunaannya berlebihan. Perilaku penggunaan internet yang berlebihan ini disebut dengan problematic internet use (PIU). Lebih jelasnya Caplan (2005) mendefinisikan PIU sebagai sindrom multi-dimensi dengan gejala kognitif maladatif dan perilaku yang menghasilkan dampak negatif dalam sosial, akademis, atau konsekuensi professional. Definisi mengenai PIU dari Caplan (2005) tersebut dibuat berdasarkan teori cognitive-behavioral dari Davis (2001) mengenai PIU yang dimana Davis (2001) mengatakan bahwa PIU diakibatkan oleh penggunaan internet yang berlebihan. Penggunaan internet secara berlebihan ini diakibatkan oleh kurangnya self-regulation pada individu (dalam hal ini mahasiswa) (Sebena, Orosova, & Benka, 2013) yang pada akhirnya mengakibatkan PIU sehingga muncul dampak negatif yang dapat mengganggu kehidupan mahasiswa. Menurut Brown (1998), self-regulation adalah kapasitas atau kemampuan individu untuk merencanakan, memandu, dan memonitor perilakunya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (tujuan jangka panjang), hal ini melibatkan penundaan dari kepuasan instan (tujuan jangka pendek). Sementara itu, self-regulation merupakan bagian dari gejala PIU yang didefinisikan sebagai merasa asik dengan internet sehingga selalu terobsesi untuk menggunakannya dan mengalami perilaku yang kompulsif dalam menggunakan internet karena gagal dalam mengontrol perilakunya (Caplan, 2010). Literatur lain juga mengatakan bahwa PIU disebabkan oleh kurangnya self-regulation (LaRose, Kim, & Peng, 2009; Caplan, 2010). Hal ini terjadi disebabkan karena salah satu sumber dari perilaku bermasalah dalam penggunaan internet atau PIU dikaitkan dengan fakta bahwa internet mampu menyediakan kepuasan instan secara langsung pada individu seperti, menjadi sarana untuk meregulasi emosi, menjadi alternatif komunikasi bagi orang-orang dengan kharakteristik kepribadian tertentu, yang dimana hal tersebut bisa didapat melalui situs jejaring sosial (Sebena, Orosova, & Benka, 2013). Sehingga pengguna situs jejaring sosial dengan self-regulation yang rendah akan cenderung untuk memilih memuaskan tujuan jangka pendeknya dibandingkan tujuan jangka panjangnya, yaitu tergoda untuk membuka akun situs jejaring sosial yang mereka miliki disaat mereka harus menyelesaikan aktifitas yang lain. Akibatnya jika hal tersebut dilakukan secara terus menerus, maka penggunaan situs jejaring sosialnya menjadi berlebihan dan pada akhirnya menyebabkan PIU. Sebaliknya, pengguna situs

12 18 jejaring sosial dengan self-regulation yang tinggi akan cenderung untuk memilih memuaskan tujuan jangka panjangnya dibandingkan tujuan jangka pendeknya dengan tetap menyelesaikan aktifitas yang menjadi tujuan jangka panjangnya dan menunda untuk membuka akun situs jejaring sosial yang ia miliki sebelum aktifitas dari tujuan jangka panjangnya terselesaikan. Sehingga dengan begitu para pengguna situs jejaring sosial akan terhindar dari PIU. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa pengguna situs jejaring sosial dengan self-regulation yang tinggi mampu merencanakan, memandu, dan memonitoring perilaku mereka untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan serta cenderung mampu menunda kepuasan instan dari situs jejaring sosial. Sedangkan individu dengan self-regulation yang rendah kurang mampu dalam merencanakan, memandu, dan memonitoring perilaku mereka untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan serta mereka cenderung memilih untuk memenuhi kepuasan secara instan yang didapat melalui situs jejaring sosial sehingga mereka rentan mengalami PIU. Singkatnya, semakin tinggi self-regulation, maka semakin rendah tingkat mahasiswa pengguna situs jejaring sosial untuk mengalami PIU, dan semakin rendah selfregulation, maka semakin tinggi tingkat mahasiswa pengguna situs jejaring sosial untuk mengalami PIU. 2.6 Asumsi Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah peneliti buat, diduga bahwa terdapat hubungan negatif antara self-regulation dengan problematic internet use (PIU) pada mahasiswa pengguna situs jejaring sosial di Jakarta dengan asumsi penelitian, yaitu jika semakin tinggi self-regulation yang dimiliki oleh mahasiswa pengguna situs jejaring sosial, maka semakin rendah tingkat PIU yang dialami. Sebaliknya, semakin rendah self-regulation yang dimiliki mahasiswa pengguna situs jejaring sosial, maka semakin tinggi tingkat PIU yang dialami.

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dijabarkan dalam bab sebelumnya untuk menjawab hipotesa didapatkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Problematic Internet Use (PIU) didefinisikan sebagai penggunaan internet yang menyebabkan sejumlah gejala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori variabel yang akan diteliti beserta dimensi, landasan teori mengenai dewasa muda, kerangka berpikir dan asusmsi penelitian. 2.1

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Nama : Dyan Permatasari NPM : 12513744 Kelas : 3 PA 12 Pembimbing : Desi Susianti, S.Psi., M.Si. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin maju, khususnya perkembangan teknologi internet. Melalui teknologi internet, individu dapat menggunakan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use PIU merupakan sindrom multidimensional yang terdiri dari gejala kognitif,emosional, dan perilaku yang mengakibatkan seseorang kesulitan dalam mengelola

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic internet use Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal ini pula yang menarik minat para ahli

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan internet yang meluas adalah hasil dari berkembangnya teknologi yang semakin canggih zaman modern ini. Sebagian besar manusia di dunia menggunakan internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB Metode Penelitian.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis.1.1 Definisi operasional PIU Problematic Internet Use adalah variabel (x) yang akan diukur pada penelitian ini yang hasilnya di dapat melalui nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi yang pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi kian banyak digunakan orang untuk berbagai manfaat salah satunya internet. Internet (Interconnected

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai variabel dan hipotesis penelitian. Selain itu, akan diuraikan juga desain penelitian yang digunakan untuk membantu kelancaran didalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Regulasi Diri Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri. 2.1.1. Definisi Regulasi Diri Regulasi diri adalah proses

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi akademik Kata prokrastinasi pertama kali digunakan oleh Brown and Holtzman untuk menggambarkan kecenderungan individu dalam menunda penyelesaian tugas atau pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) Caplan (2010) menjelaskan problematic internet use atau PIU dengan beberapa dimensi, yaitu (1) lebih memilih untuk berinteraksi sosial secara online

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Agresivitas Perilaku Agresivitas menurut Buss (1961) adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi self-control Self-control di definisikan sebagai kemampuan individu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Riska Dwi Cahyani Wahyu Agusti Tino Leonardi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. This study aimed to determine

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL

BAB 4 ANALISIS HASIL BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil pengumpulan data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada murid SMP di lima wilayah bagian di Jakarta meliputi bagian Barat, Timur,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan teknologi komputer. Dari yang digunakan hanya untuk mengetik hingga sekarang penggunaan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam penelitian ini, telah dibuktikan melalui uji hipotesa bahwa terdapat korelasi antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Terjadi perubahan dalam cara berkomunikasi dari bentuk komunikasi tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi. Situs jejaring sosial online

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang berkembang, internet merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal abad ke-21, istilah internet sudah dikenal berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendidikan, dan status sosial.

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi sudah semakin berkembang dan bertumbuh di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Teknologi juga sangat bermanfaat untuk banyak orang, salah satunya

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) PIU merupakan penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan fungsi-fungsi konten spesifik dari internet.

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PROBLEMATIC INTERNET USE DENGAN HAPPINESS PADA MAHASISWA PENGGUNA FACEBOOK DI JAKARTA*

HUBUNGAN ANTARA PROBLEMATIC INTERNET USE DENGAN HAPPINESS PADA MAHASISWA PENGGUNA FACEBOOK DI JAKARTA* HUBUNGAN ANTARA PROBLEMATIC INTERNET USE DENGAN HAPPINESS PADA MAHASISWA PENGGUNA FACEBOOK DI JAKARTA* Nadiana Anandita S. dan Esther Widhi, S.Psi., M.Psi., Bina Nusantara University, Jakarta Barat, Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa perkembangan individu dari masa anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa perkembangan individu dari masa anak-anak menuju BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Remaja adalah masa perkembangan individu dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi faktor biologis, kognitif, sosial, psikologis, dan moral (Santrock, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konseling Singkat Berfokus Solusi Dalam Mengembangkan Kemampuan Mengendalikan Compulsive Internet USE (CIU) Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Konseling Singkat Berfokus Solusi Dalam Mengembangkan Kemampuan Mengendalikan Compulsive Internet USE (CIU) Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet merupakan produk teknologi baru yang terus menerus mengalami perkembangan. Perkembangan aplikasi internet seakan tiada hentinya. Mulai dari aplikasi

Lebih terperinci

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang berpengaruh pada umat manusia. Salah satu akibat adanya internet adalah

Lebih terperinci

Kata Kunci : Regulasi Diri, Kecanduan, Online game, Mahasiswa

Kata Kunci : Regulasi Diri, Kecanduan, Online game, Mahasiswa STUDI KASUS MENGENAI REGULASI DIRI PADA MAHASISWA YANG KECANDUAN DAN TIDAK KECANDUAN ONLINE GAME DI JATINANGOR Karya Ilmiah Khairunnisa (NPM. 190110070116) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Abstrak.

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Problematic internet use merupakan salah satu variabel (x) yang diteliti dalam

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Problematic internet use merupakan salah satu variabel (x) yang diteliti dalam BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Definisi Operasional Problematic Internet Use Problematic internet use merupakan salah satu variabel (x) yang diteliti dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg dan mulai resmi dapat di akses secara umum pada tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emotional Eating 2.1.1 Definisi Emotional Eating Menurut Arnow (1995) emotional eating adalah keinginan untuk makan ketika timbul perasaan emosional seperti frustrasi, cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis permainan, sebuah mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis permainan, sebuah mekanisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Game online adalah jenis permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain yang dihubungkan dengan jaringan internet. Menurut Adams dan Rollings (2006), game

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan, diskusi, dan saran yang dihasilkan dari hasil penelitian. Saran-saran dalam penelitian ini berisi tentang saran yang ditunjukan untuk penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA SNS DI JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA SNS DI JAKARTA HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA SNS DI JAKARTA Ahmad Gozali Binus University Kampus Kijang, Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan keaslian penelitian 1.1 Latar Belakang Memasuki era perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin terbuka luas juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin terbuka luas juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin terbuka luas juga peluang bagi seseorang untuk dapat menjangkau dan menggunakan teknologi tersebut. Beragam

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet. Terutama bagi remaja, internet menjadi suatu kegemaran tersendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masa di mana manusia memasuki masa dewasa disebut dengan emerging adulthood. Istilah Emerging adulthood diartikan sebagai proses dalam menuju kedewasaan karena menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan selfdisclosure online, situs jejaring sosial, penggunaan internet bermasalah, remaja, serta kerangka berpikir. 2.1 Self-disclosure

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fenomena yang kerap terjadi di kalangan mahasiswa adalah prokrastinasi akademik. Menurut Lay (LaForge, 2005) prokrastinasi berarti menunda dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

PROBLEMATIC INTERNET USE PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK DI JAKARTA BARAT

PROBLEMATIC INTERNET USE PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK DI JAKARTA BARAT PROBLEMATIC INTERNET USE PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK DI JAKARTA BARAT Esther Widhi Andangsari; Rani Agias Fitri Psychology Department, Faculty of Humanities, BINUS University Jln. Kemanggisan Ilir III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan komunikasi dan akses informasi dan distribusi. Lebih lanjut internet digunakan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan Internet memengaruhi cara orang-orang menghabiskan waktu luang. Internet merupakan salah satu cara mudah, relatif murah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan adanya teknologi dan informasi, dapat memudahkan siapa saja untuk memperoleh informasi yang

Lebih terperinci

C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, dengan dua variabel X dan Y. Kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut :

C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, dengan dua variabel X dan Y. Kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut : BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian korelasional. Desain penelitian korelasional dipilih oleh peneliti karena desain

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, TEMUAN, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN. melakukan analisa atas konstruk kualitas website, keamanan

BAB V KESIMPULAN, TEMUAN, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN. melakukan analisa atas konstruk kualitas website, keamanan BAB V KESIMPULAN, TEMUAN, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan analisa atas konstruk kualitas website, keamanan bertransaksi, reputasi persepsian, kepercayaan, norma subyektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

REGULASI DIRI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES PENYUSUNAN SKRIPSI

REGULASI DIRI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES PENYUSUNAN SKRIPSI Regulasi Diri Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Dalam Proses Penyusunan Skripsi REGULASI DIRI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES PENYUSUNAN SKRIPSI (Survey Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat berhubungan dengan kondisi psikologis individu, serta dapat melihat sejauh mana kepuasan hidup yang

Lebih terperinci

GAMBARAN ATTACHMENT BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL DI JAKARTA

GAMBARAN ATTACHMENT BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL DI JAKARTA GAMBARAN ATTACHMENT BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL DI JAKARTA Nurcahyati Psikologi, Swadaya 2 No.6, 08971756401, nurcahyati19@gmail.com (Nurcahyati, Esther

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet menjadi salah satu teknologi informasi yang fenomenal sebagai sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk komunikasi interaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan teknologi membuat facebook dapat diakses dimana saja, kapan saja dan melalui apa saja. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai gambaran dari penelitian secara keseluruhan. Isi dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengguna internet yang terus meningkat mengindikasikan bahwa komputer sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengguna internet yang terus meningkat mengindikasikan bahwa komputer sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komputer dan internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Internet awalnya hanya digunakan sebagai media untuk menambah pengetahuan dan informasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan mengenai berbagai macam teknologi yang dapat membantu manusia dalam membuat, menyusun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan komunikasi atau sering disebut dengan Information and Communication

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan komunikasi atau sering disebut dengan Information and Communication BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang semakin pesat terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi atau sering disebut dengan Information and Communication Technology

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang)

SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang) SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang) Naomi Soetikno, Debora Basaria email: naomis@fpsi.untar.ac.id

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN PELANGGAN

BAB VI HUBUNGAN PELANGGAN BAB VI HUBUNGAN PELANGGAN Agar mendapat keuntungan, suatu perusahaan harus menciptakan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan mereka. Untuk mencapai hal ini, pertama perusahaan harus mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap perkembangan remaja akhir (18-20 tahun)

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROBLEMATIC INTERNET USE DAN PERCEIVED STRESS PADA REMAJA PENGGUNA TWITTER DI JAKARTA

HUBUNGAN PROBLEMATIC INTERNET USE DAN PERCEIVED STRESS PADA REMAJA PENGGUNA TWITTER DI JAKARTA HUBUNGAN PROBLEMATIC INTERNET USE DAN PERCEIVED STRESS PADA REMAJA PENGGUNA TWITTER DI JAKARTA Meida Rezky Arvitasari Universitas Bina Nusantara, arvitasarimeida@gmail.com (Meida Rezky arvitasari, Esther

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pacaran adalah istilah yang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dapat melihat atau menjadi subjek dalam fenomena pacaran ini

Lebih terperinci

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA 5 KONSE KOGNISI SOSIA - BANDURA A. KONSE KOGNISI SOSIA ENANG KERIBADIAN Menurut Bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan perilaku, namun prinsip tersebut harus

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Situs jejaring sosial merupakan media komunikasi online terkini yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Situs jejaring sosial merupakan media komunikasi online terkini yang 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Situs jejaring sosial merupakan media komunikasi online terkini yang memiliki pengguna tersebar di seluruh dunia. Setiap pengguna situs jejaring sosial dapat berbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, definisi Perguruan Tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah. Perkembangan hidup pada manusia akan membawa seorang manusia menuju sebuah usia yang memiliki tugas untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup, menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas data menggunakan program SPSS 16, didapatkan hasil bahwa data neuroticism memiliki nilai z = 0,605 dengan signifikansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan kapasitas anak jika

Lebih terperinci