BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Hadi Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan oleh Young (dalam Young, 2011). Young adalah orang pertama yang menunjukkan bahwa orang yang mengalami kecanduan dalam internet mencakup berbagai masalah dalam pengendalian perilaku dan dorongan yang dapat dikategorikan menjadi lima spesifik subtipe yaitu kecanduan Cybersexual (dorongan dalam melihat situs dewasa), keterlibatan dalam hubungan secara online, dorongan untuk judi secara online, belanja online, (dorongan untuk mencari informasi secara berlebihan), dan dorongan untuk bermain komputer yang berlebihan. Dalam pemahaman ini, Young (2011) menekankan bahwa adanya gangguan klinis terhadap penggunaan internet yang belebihan tersebut. Muncul pemahaman baru yang menanggapi pandangan yang dikemukakan oleh Young. Salah satunya adalah Davis, menurut Davis (dalam Young 2011) bahwa masalah psikososial akan mempengaruhi individu untuk mengembangkan kognisi maladaptif dan perilaku yang diasosiasikan terkait dengan penggunaan internet yang kemudian akan mengarah ke PIU (Problematic Internet Use). Hal ini mengingatkan bahwa pentingnya fungsi penggunaan internet dalam keseharian kita dari gaya hidup modern akan memiliki dampak. Davis (2001) menyatakan bahwa gejala kognitif PIU mungkin sering mendahului dan menyebabkan emosi serta memberikan dampak pada emosi dan perilaku. Caplan (dalam Caplan, 2003) melanjutkan pemahaman bahwa kognisi maladaptif atau pemikiran yang tidak sesuai diidentifikasi menjadi perubahan suasana yang menjadi negatif, komunikasi interpersonal (merasakan manfaat dari dalam jaringan) dan merasakan kendali dari dalam jaringan seperti adanya dorongan untuk selalu menggunakan, kesulitan untuk berhenti menggunakan internet. Menurut Caplan (2005), PIU adalah konstruk multidimensi yang terdiri dari kognitif, emosional, dan gejala perilaku yang terkait dengan penggunaan internet yang berlebihan sehingga mengakibatkan kesulitan dalam mengelola kehidupan sehari hari.
2 Berdasarkan teori diatas oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa PIU terdiri dari pikiran, perilaku dan emosi yang mempengaruhi individu dalam penggunaan internet yang berlebihan sehingga individu mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan sehari-hari mereka Bentuk - Bentuk Problematic Internet Use Berdasarkan penjelasannya maka Davis dalam Young (2011) membentuk PIU menjadi dua bentuk yang berbeda yaitu spesifik dan umum. PIU secara spesifik melibatkan penggunaan internet yang berlebihan atau penyalahgunaan fungsi yang spesifik dari internet, misalnya internet dijadikan sebagai perjudian, penjualan saham, melihat pornografi. Selanjutnya PIU secara umum meliputi kognisi maladaptif dan perilaku yang berkaitan dengan penggunaan internet yang tidak terhubung dengan setiap konten yang spesifik. Dalam hal ini seseorang akan menceritakan pengalaman dan masalahnya dengan cara berkomunikasi melalui internet dengan temannya dan akhirnya berkomunikasi interpersonal lebih menarik melalui internet daripada harus bertatap muka. Maka dapat disimpulkan oleh penulis bahwa PIU akan mempengaruhi kognitif individu sehingga mereka menyalahgunakan fungsi dari internet yang sesungguhnya dan menarik mereka untuk memilih berkomunikasi melalui internet Simptom - simptom Problematic Internet Use Menurut Caplan (dalam Caplan, 2003), gejala PIU antara lain sebagai 1. Mood Alteration Penggunaan internet untuk memfasilitasi beberapa perubahan afektif yang negatif. Yang dimaksudkn adalah ketika dalam penggunaan internet, seseorang mengalami emosi yang sedang negatif seperti marah atau kesal maka orang tersebut akan menggunakan internet untuk mengeluarkan perasaannya di tempat lain. 2. Perception of social benefits online
3 Adanya manfaat yang dirasakan dari penggunaan internet. Yang dimaksudkan adalah terlihat bahwa ketika penggunaan internet ternyata banyak sekali manfaat yang diperoleh. 3. Compulsive use Ketidakmampuan untuk mengendalikan aktifitas online. Yang dimaksudkan adalah ketika dalam penggunaan internet, sulit sekali untuk mengendalikannya seperti berhenti untuk menggunakan internet. 4. Excessive use Waktu online yang melebihi batas normal atau biasanya. Yang dimaksudkan adalah waktu yang dipakai untuk menggunakan internet berlebihan, kemungkinan dapat berjam jam. 5. Withdrawl Kesulitan untuk menjauhi internet. Yang dimaksudkan adalah adanya pemikiran dan perilaku yang sulit untuk mengontrol penggunaan internet dan ingin berhenti dalam pemakaian waktu yang melebihi biasanya. 6. Perceived social control Interaksi sosial secara online lebih disukai dibandingkan harus komunikasi dengan tatap muka. Yang dimaksudkan adalah terkadang seseorang lebih menyukai komunikasi dengan orang lain melalui online daripada harus bertatap muka atau berkomunikasi secara langsung dengan orang lain Karakteristik subjek yang mengalami Problematic Internet Use Menurut teori Caplan (2003) orang yang mengalami Problematic Internet Use juga akan mengalami depresi dan kesepian. Menurut Caplan (2003) seseorang yang mengalami penggunaan internet bermasalah maka mereka akan mengalami suatu gangguan mental umun yang ditandai dengan kesedihan,kehilangan minat, perasaan bersalah, nafsu makan berubah, energi rendah yang biasa dikenal dengan istilah depresi. Menurut penelitian Caplan (2009) dalam penggunaan internet bermasalah pada mahasiswa/i di University of Delaware menyatakan bahwa seseorang yang mengalami Problematic Internet Use akan mengalami:
4 1. Introversion dan Loneliness Situasi dimana seseorang mengalami sendiri dan setiap ada masalah lebih nyaman untuk menyimpan masalah sendiri (lebih tertutup) 2. Depression, Substantional Addiction, dan Behavioral Addiction Situasi dimana seseorang mengalami gangguan mental yang orang tersebut memiliki semangat yang kurang, serta perilaku yang terdorong untuk terus menggunakkan internet sehingga mengalami kecanduan. 3. Physical dan Verbal Aggression Keadaan fisik dan bahasa yang agresif untuk terus menggunakan internet. 4. Deriving a sense of community from classmate dan co-workers Situasi dimana terdorong karena adanya pengaruh dari teman sekelas atau rekan kerja untuk terus menggunakkan internet Remaja dan Problematic Internet Use Pada tahap remaja dan pemuda merupakan generasi yang dianggap sebagai generasi yang memang sudah terbiasa berinteraksi lewat internet (Amichai Hamburger, 2013). Situs yang biasanya dipakai oleh remaja adalah Facebook atau Twitter. Menurut Beard, (dalam Young, 2011) menyatakan Internet merupakan aspek yang menarik bagi remaja, yang memungkinkan mereka untuk terlibat dalam perilaku mereka yang mungkin tidak bisa mereka lakukan atau miliki dalam dunia nyata. Dalam hal ini terlihat bahwa remaja akan lebih menyukai untuk berkomunikasi melalui Internet daripada tatap muka secara langsug dan membuat remaja untuk menghabiskan waktunya dalam penggunaan internet 2.2 Subjective well-being Definisi Subjective well-being Dalam sejarah, beberapa filsuf memberikan definisi yang bervariasi mengenai subjective well-being (SWB). Sebagian besar peneliti mendefinisikan kebahagiaan dan subjective wellbeing adalah kesatuan dalam konstruk, namun sebenarnya tidak ada satupun penilaian atau pendapat yang dapat menjelaskan secara keseluruhan subjective well-being (Diener & Ryan, 2008, dalam Diener, Oishi & Lucas, 2012).
5 SWB didefinisikan sebagai evaluasi individu terhadap kehidupan yang dijelaskan dalam terminologi mengenai bagaimana dan mengapa individu mengalami kehidupan dalam cara yang positif sehungga pengalaman pribadi mereka berkaitan dengan kualitas hidup yang dirasakan (Diener, Oishi & Lucas, 2012). Para ahli juga menganalisis bahwa evaluasi mengenai kehidupan individu ini berlangsung dalam periode saat ini dan periode lampau (Diener, Oishi & Lucas, 2012). Dalam subjective well-being, terdapat faktor yang di dalamnya mempengaruhi dan memiliki arti yang serupa yaitu happiness atau kebahagiaan. Menurut Baumgardner (2010), ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Kebahagiaan eudaimonic memiliki makna bahwa kebahagiaan adalah hasil dari perjuangan untuk mencapai aktualisasi diri, dimana dalam prosesnya akan sangat mempengaruhi bakat, nilai dan kebutuhan dari individu yang menjalaninya sendiri. Kebahagiaan hedonis memiliki kesaam dengan filosofi hedonisme yang memandang bahwa tujuan hidup adalah mencari kebahagiaan dan kepuasaan. SWB digolongkan sebagai kebahagiaan hedonis. SWB merupakan istilah besar yang digunakan untuk menggambarkan level well-being yang dialami individu menurut evaluasi subyektif mereka atas hidup mereka sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan oleh beberapa para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian dan perasaan mengenai kepuasan hidup, minat dan keterikatan, reaksi reaksi afektif seperti bahagia dan sedih atas peristiwa hidup, kepuasan dalam pekerjaan, hubungan, kesehatan, hiburan, makna dan tujuan dan bidang bidang penting lainnya (Huebner & Ryan, 2008). Dari beberapa definisi yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa SWB merupakan evaluasi individu yang meliputi tingginya kepuasan hidup, pengalaman akan emosi yang menyenangkan dan level rendah dari emosi yang negatif. Dalam mengukur Subjective well being, digunakkan Subjective Well-Being with Life Scale (SWLS) yang mengidentifikasikan happiness dan life satisfaction. Hal yang paling terpenting dalam alat ukur ini adalah bagaimana melihat perbandingan kepuasan serta kebahagiaan seseorang berdasarkan standar kepuasan dan kebahagiaan yang dimiliki oleh setiap individu. Dimana setiap tingkat kepuasan yang diperoleh dapat mengevaluasi kehidupan mereka masing-masing.
6 2.2.2 Aspek-aspek Subjective well-being Dalam hal ini, SWB memiliki dua komponen umum : komponen kognitif dan komponen emosional (Diener, Lucas, Oshi, 2012). Komponen Kognitif berkaitan dengan indikator kepuasan hidup individu yang digambarkan sebagai penilaian kognitif individu mengenai hidupnya secara keseluruhan maupun kepuasan dalam bidang-bidang tertentu, yang meliputi pekerjaan, sekolah, kesehatan, kehidupan keluarga, tujuan hidup, prestasi, keamanan, dan hubungan sosial. Dalam hal ini, kepuasan dapat meliputi penilaian kepuasan pada domaindomain tertentu dari hidup individu. Huebner & Diener (2008) secara rinci membagi domain kepuasan hidup individu dalam lima domain antara lain kepuasan pada keluarga, kepuasan pada teman, kepuasan pada sekolah, kepuasan pada lingkungan tempat tinggal dan kepuasan pada diri sendiri. Komponen Afektif atau emosi terdiri dari dua indikator utama yaitu perasaan positif dan perasaan negatif. Perasaan positif merefleksikan keadaan suasana hati yang positif dari seseorang yang meliputi antusias atau bersemangat, aktif, dan alert moods. Perasaan negatif merefleksikan tingkat keadaan suasana hati seseorang yang tidak bersahabat yang meliputi marah, jijik, benci, takut dan gugup Remaja dan Subjective well-being Subjective well being merupakan hal penting sepanjang rentang kehidupan, termasuk pada masa remaja. Kepuasa hidup dan perasaan yang menyenangkan akan membantu remaja untuk bisa belajar secara maksimal, sebaliknya perasaan tidak menyenangkan yang berlebihan dapat mengantar pada gangguan psikologis (Suldo, 2009) Di kalangan anak remaja juga biasanya memiliki situs jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter. Dalam penggunaan situs tersebut biasanya memiliki interaksi dengan orang lain yang memungkinkan adanya permintaan pertemanan. Dalam proses pertemanan, setiap individu termasuk remaja yang menduduki posisi tertinggi dalam pengggunaan ingin sekali mempunyai teman-teman. Sehingga mereka merasakan bahwa akan adanya dukungan sosial yang mereka dapatkan dan hal ini berdampak pada SWB. Ketika mereka memiliki pertemanan yang banyak, memiliki komunikasi yang baik dengan teman-temannya, mereka akan merasa sangat bahagia atau memiliki afeksi yang positif dalam SWB (Kim & Lee, 2011). 2.3 Remaja
7 2.3.1 Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2008). Santrock (2010) menyebutkan remaja sebagai periode pertumbuhan dari anak-anak ke dewasa atau masa transisi dari anak-anak menuju kedewasaan. Masa transisi remaja dimulai kira-kira pada usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir di usia antara 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2007). Masa remaja seringnya dikenal sebagai masa badai dan tekanan (storm and stress) seperti yang diungkapkan oleh G. Stanley Hall (dalam Santrock, 2007). Akan tetapi, ketika Daniel Offer dan koleganya (dalam Santrock, 2007) melakukan studi untuk melihat gambar diri remaja di Amerika, Australia, Bangladesh, Hungaria, Israel, Italia, Jepang, Taiwan, Turki, dan Jerman Barat ditemukan bahwa 73% remaja menunjukan gambar diri yang sehat. Namun hasil penelitian mengungkapkan bahwa kebanyakan remaja merasa bahagia, menikmati hidup merka, merasa dirinya mampu mengontrol dirinya memiliki kemampuan untuk menghadapi stress Perkembangan Remaja Pada masa remaja, menurut Soetjiningsih (2004), remaja akan dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua dan membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri. Selain itu juga, masih ada 8 tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu: pertama memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa, kedua memperoleh peranan sosial, ketiga menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif, keempat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua. Kelima mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, keenam memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan, ketujuh mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga, dan yang terakhir mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral Selain 8 tugas perkembangan, kalangan remaja memiliki perkembangan dalam psikologisnya yang dimana merupakan masa transisi dari periode anak ke dewasa. Allport (dalam Sarwono, 2006) menunjukan ciri-ciri dalam perkembangan psikologis remaja sebagai berikut : Pertama pemekaran diri sendiri (extencion of the self) yang ditandai dengan kemampuan seorang untuk
8 menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari diri sendiri juga. Perasaan yang selalu mementingkan diri sendiri atau egoisme sudah mulai terlihat berkurang dan mulai rasa memiliki. Salah satu contohnya adalah mulai tumbuh kemampuan untuk saling mencintai dan sekitarnya. Kedua adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obyektif (self objectivication) ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight ) dan kemampuan untuk menangkan humor (sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran. Dan yang terkahir adalah memiliki falsafah hidup tertentu. Hal itu dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata. Contohnya adalah anak remaja sudah paham dalam bertingkah laku dan mencari jalannya sendiri atau memiliki keputusan sendiri. Secara keseluruhan, perkembangan yang terjadi pada remaja adalah bagaimana remaja mulai membentuk identitas dirinya sendiri atau mengenal dirinya sendiri serta mulai terlepas dari orangtua dalam segi kemandirian untuk melakukan sesuatu hal tetapi harus dengan batasan. 2.4 Kerangka Berpikir Berikut ini adalah kerangka berpikir yang dibuat oleh peneliti untuk melihat Hubungan antara Problematic Internet Use (PIU) dengan Subjective Well Being (SWB) pada Remaja dalam menggunakan situs jejaring sosial di Jakarta. REMAJA Pada tahap remaja, merupakan generasi yang dianggap sebagai generasi yang memang sudah terbiasa berinteraksi lewat internet (Amichai-Hamburger, 2013)
9 Penggunaan Facebook atau Twitter Untuk : Media komunikasi Media pertukaran data Media mencari informasi Manfaat berkomunitas sumber : ( Herring, 1996) Problematic Internet Use (PIU) penggunaan dalam jangka waktu yang lama atau berlebihan. Subjective Well Being (SWB) kondisi psikologis yang berdampak pada remaja Gambar 2.1 Pola Kerangka Berpikir Hubungan antara problematic internet use dengan subjective well-being pada remaja pengguna Facebook atau Twitter di Jakarta. Dalam penelitian ini, subjek yang diambil oleh peneliti adalah Remaja yang umurnya tahun yang memiliki dan menggunakkan Facebook atau Twitter. Pada tahap remaja, merupakan generasi yang dianggap sebagai generasi yang memang sudah terbiasa berinteraksi lewat internet (Amichai-Hamburger, 2013). Dalam hal ini peneliti ingin melihat penggunaan internet khususnya untuk Facebook atau Twitter. Penggunaan Facebook atau Twitter terdapat berbagai hal, seperti media komunikasi dengan orang lain (chatting), media pertukaran data (mengirim tugas, mengirim foto/video/musik), mencari informasi (pengetahuan yang baru sehingga dapat dimanfaatkan),
10 manfaat berkomunitas (membuat grup sendiri sehingga ketika ada informasi seluruh anggota grup langsung mengetahuinya). Dalam penggunaan Facebook atau Twitter yang berlebihan dapat menimbukan Problematic Internet Use yang dapat membuat remaja terdorong untuk menggunakan Facebook atau Twitter dalam berkomunikasi dengan orang lain daripada harus bertatap muka secara langsung. Dalam penggunaan Twitter atau Facebook yang digunakan oleh kalangan remaja, terlihat dan dibuktikan bahwa penggunaannya menghabiskan waktu yang berlebihan dari biasanya. Adanya hubungan antara penggunaan Facebook dan Twitter, sebaliknya penggunaan Facebook atau Twitter pun memiliki hubungan dengan Subjective Well Being (SWB). Ketika kalangan remaja menggunakkan akun Facebook atau Twitternya, mereka akan semakin merasakan apa yang diperoleh seperti berbagai manfaat sehingga mereka akan sangat senang sekali. Perasaan yang dirasakan akan mempengaruhi SWB individu dan memiliki hubungan antara penggunaan Facebook atau Twitter dengan SWB
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi sudah semakin berkembang dan bertumbuh di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Teknologi juga sangat bermanfaat untuk banyak orang, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan teknologi komputer. Dari yang digunakan hanya untuk mengetik hingga sekarang penggunaan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dijabarkan dalam bab sebelumnya untuk menjawab hipotesa didapatkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) Problematic Internet Use atau PIU merupakan sindrom multi-dimensi dengan gejala kognitif maladatif dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Problematic Internet Use (PIU) didefinisikan sebagai penggunaan internet yang menyebabkan sejumlah gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila
Lebih terperinciPERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi
PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat berhubungan dengan kondisi psikologis individu, serta dapat melihat sejauh mana kepuasan hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin maju, khususnya perkembangan teknologi internet. Melalui teknologi internet, individu dapat menggunakan berbagai
Lebih terperinciBAB II Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) PIU merupakan penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan fungsi-fungsi konten spesifik dari internet.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang paling penting, karena pada masa ini
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet. Terutama bagi remaja, internet menjadi suatu kegemaran tersendiri dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic internet use Penggunaan internet yang semakin menanjak popularitasnya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal ini pula yang menarik minat para ahli
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi yang pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi kian banyak digunakan orang untuk berbagai manfaat salah satunya internet. Internet (Interconnected
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam penelitian ini, telah dibuktikan melalui uji hipotesa bahwa terdapat korelasi antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School
Lebih terperinciHubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)
Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami
Lebih terperinciPrevalensi perokok di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Tobacco Atlas tahun 2015, Indonesia meraih predikat jumlah
Prevalensi perokok di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Tobacco Atlas tahun 2015, Indonesia meraih predikat jumlah perokok terbanyak nomor tiga di dunia setelah China dan India
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang
BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masa remaja dinyatakan sebagai masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Remaja masih
Lebih terperinciSUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya. Selain itu juga Allah memerintahkan manusia untuk mencari kebahagiaan seperti firman Allah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia menginginkan apa yang disebut dengan kebahagiaan dan berusaha menghindari penderitaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Seligman, 2011: 27) berpendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Peran internet menjadi kebutuhan sumber informasi utama pada berbagai kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah menggunakan internet untuk
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use PIU merupakan sindrom multidimensional yang terdiri dari gejala kognitif,emosional, dan perilaku yang mengakibatkan seseorang kesulitan dalam mengelola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan
Lebih terperinciOF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang berpengaruh pada umat manusia. Salah satu akibat adanya internet adalah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengguna internet yang terus meningkat mengindikasikan bahwa komputer sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komputer dan internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Internet awalnya hanya digunakan sebagai media untuk menambah pengetahuan dan informasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan
Lebih terperinciHubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa
Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa Nama : Dyan Permatasari NPM : 12513744 Kelas : 3 PA 12 Pembimbing : Desi Susianti, S.Psi., M.Si. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori variabel yang akan diteliti beserta dimensi, landasan teori mengenai dewasa muda, kerangka berpikir dan asusmsi penelitian. 2.1
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).
Lebih terperinciKesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciSUBJECTIVE WELL BEING MAHASISWA YANG MENGGUNAKAN INTERNET SECARA BERLEBIHAN. Novrita Ade Putri
SUBJECTIVE WELL BEING MAHASISWA YANG MENGGUNAKAN INTERNET SECARA BERLEBIHAN Novrita Ade Putri Fakultas Psikologi novritadeputri@gmail.com Abstrak Pada saat ini internet merupakan media yang hampir digunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Interaksi sosial membuat manusia bertemu dan berhubungan dengan berbagai macam orang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
Lebih terperinciSubjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra
Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin terbuka luas juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin terbuka luas juga peluang bagi seseorang untuk dapat menjangkau dan menggunakan teknologi tersebut. Beragam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah
BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga 2.1.1 Definisi Keluarga Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; terdiri dari
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Subjective Well-Being 2.1.1. Pengertian Subjective Well-Being Menurut Deiner dan Pavot subjective well-being (SWB) merupakan kategori yang luas mengenai fenomena yang menyangkut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan hasil penelitian utama yang menjawab rumusan masalah adalah
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan hasil penelitian utama yang menjawab rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang berkepribadian introvert,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat ternyata membawa perubahan dalam segala lapisan masyarakat. Kreativitas manusia semakin berkembang sehingga
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari : pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, alat ukur penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 18.118.699 jiwa (BPS, 2010). Badan Pusat Statistik memprediksikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Topik Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective wellbeing menurut Diener (2005) teori digunakan untuk memberikan gambaran mengenai subjective
Lebih terperinciBab 3 Metodologi Penelitian
Bab 3 Metodologi Penelitian Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai variabel dan hipotesis penelitian. Selain itu, akan diuraikan juga desain penelitian yang digunakan untuk membantu kelancaran didalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan 31 Desember 2015 merupakan bentuk integrasi ekonomi regional. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Keberadaan internet sebagai media komunikasi baru memiliki kelebihan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan internet sebagai media komunikasi baru memiliki kelebihan dalam menyajikan berbagai informasi secara aktual. Pesatnya perkembangan internet saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang. Awalnya, internet merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini sudah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini sudah sedemikian pesatnya. Awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi lahir dari pemikiran manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa menjadi ibu dengan memiliki seorang anak di dalam kehidupannya. Anak merupakan anugerah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal abad ke-21, istilah internet sudah dikenal berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendidikan, dan status sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emotional Eating 2.1.1 Definisi Emotional Eating Menurut Arnow (1995) emotional eating adalah keinginan untuk makan ketika timbul perasaan emosional seperti frustrasi, cemas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah
Lebih terperinci