1997. Untuk Validasi pada simulasi dasar digunakan root-mean squares

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1997. Untuk Validasi pada simulasi dasar digunakan root-mean squares"

Transkripsi

1 VI. DAMPAK KEBIJAKAN DOMESTIK DAN FAKTOR EKTERNAL TERHADAP PERDAGANGAN DUNlA MINYAK NABATI 6.1. Hasil Validasi Model Untuk melihat daya prediksi model perdagangan dunia minyak nabati digunakan simulasi dasar untuk periode pengamatan tahun Untuk Validasi pada simulasi dasar digunakan root-mean squares error (RMSPE) untuk mengukur seberapa jauh penyimpangan peubah endogen dari nilai aktualnya dalam bentuk presentase. Selain RMSPE digunakan juga indikator seperti proporsi bias (Urn) yang mengukur seberapa jauh nilai rata-rata simulasi dan aktualnya menyimpang satu sama lain, proporsi regresi (U,) yang menunjukkan penyimpangan kemiringan regresi aktual dengan nilai dugaannya dan proporsi distribusi (Ud) yang menunjukkan komponen residual yang menggambarkan kesalahan yang tidak sistematik, serta Theil's inequality coefficient (U) untuk evaluasi kemampuan model dalam simulasi. Hasil selengkapnya dari validasi disajian pada Tabel 33. Nilai koefisien RMSPE, U,. U, dan U dikatakan baik apabila mendekati 0, dan apabila nilai U sarna dengan 0, maka daya prediksi dikatakan sempurna, apabila nilai U sama dengan 1 dikatkan naif dan apabila diatas 1 maka hasil daya prediksi salah. Nilai Ud menunjukkan proporsi distribusi kesalahan nonsistimatik dan nilainya mendekati 1. Program komputer untuk simulasi dan hasil simulasi kebijakan disajikan pada Lampiran 4, 5, 6 dan 7. Untuk memudahkan melihat kemampuan prediksi maka dari kreteria RMSPE, U,, U,, dan U dibagi dalam 3 kelompok yaitu apabila koefisien RMSPE, Urn, U,, dan U di bawah 0.3 dikatakan baik, antara 0.3 sampai 0.6 dikatakan sedang dan diatas 0.6 di katakan buruk. Untuk Ud digunakan sebaliknya yaitu diatas 0.6 dikatakan baik, antara 0.3 sampai 0.6 sedang dan dibawah 0.3 dikatakan buruk. Hasil dari pengelompokan tersebut disajikan pada Tabel 34.

2 Tabel 33. Hasil Pengujian Validasi Model Perdagangan Dunia Minyak Nabati

3 Tabel 33. Lanjutan Dari hasil keseluruhan komponen pada Tabel 34 terlihat bahwa 72% dari seluruh persamaan mempunyai validasi yang baik, 18% dalam nilai sedang dan 10% buruk. Nilai tersebut berasal dari kelima komponen baik RMSPE, Urn, U,, Ud dan U-theil. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Model Perdagangan dunia minyak nabati yang telah d~estimas~ relatif baik dan cukup valid untuk sirnulasi beberapa kebijakan dan faktor eksternal. Beberapa persamaan yang mengindikasikan hasil simulasi yang relatif buruk adalah Ekspor minyak matahari Perancis (XMFr), Harga dunia minyak matahari (HMN), dan Harga impor minyak kedelai China (HKC). Tabel 34. Pengelompokan lndikator Validasi Model Perdagangan Dunia Minyak Nabati Keterangan 1: Jurnlah Persamaan 2: Prosentase dari persamaan total 6.2. Dampak Kebijakan Domestik Dampak Kebijakan Domestik Indonesia disajikan dalam Tabel 35. Pernbahasan dimulai dari depresiasi nilai tukar, penurunan suku bunga,

4 penurunan pajak ekspor, dan kebijakan gabungan dari depresiasi nilai tukar, penurunan suku bunga dan pajak ekspor Depresiasi Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar Rupiah terhadap US$ sebelum tahun 1997 di pandang sudah overvalued sehingga tidak mendorong pertumbuhan ekspor tetapi menjadikan impor barang konsumsi menjadi lebih meningkat. Oleh sebab itu, Krisis nilai tukar semenjak 1997 yang menjadikan nilai tukar rupiah terdepresiasi dari kisaran Rp /US$ menjadi Rp /US$ pada tahun 1997 dan menurut IMF, rupiah akan terdepresiasi sekitar 80% dari tahun 1997 atau berkisar pada Rp /US$. Depresiasi tersebut diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit dan kelapa Indonesia. Dampak depresiasi rupiah terhadap Indonesia adalah mendorong peningkatan ekspor minyak kelapa sebesar 32.92%. Hal ini terjadi karena depresiasi meningkatkan penerimaan dan keuntungan dalam bentuk rupiah bagi produsen. Respon yang cukup tinggi dari ekspor minyak kelapa juga disebabkan tidak adanya pajak eskpor, patokan harga dan larangan ekspor atau kebijakan yang rnenghambat ekspor seperti minyak kelapa sawit. Namun demikian peningkatan ekspor minyak kelapa kurang didorong oleh pertumbuhan produksi baik perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Luas areal kelapa hanya meningkat 0.054% dan produktivitas tidak meningkat. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa peningkatan volume ekspor kemungkinan berasal dari peralihan konsurnsi dalam negeri dan bukan dari peningkatan produksi. Untuk minyak kelapa sawit, depresiasi tidak banyak mendorong pertumbuhan ekspor, luas areal dan produktivitas. Peningkatan ekspor 4.9I0/o, luas areal 0.41% dan produktivitas tidak meningkat. Hal tersebut dapat diduga disebabkan adanya kebijakan pajak ekspor yang semenjak tahun 1994 berkisar 40-60% dan menghilangkan keuntungan dari ekspor. Disisi lain, pemerintah juga melakukan perubahan-perubahan patokan harga ekspor

5 selama krisis ekonomi. Sebelum depresiasi terjadi, patokan harga ekspor juga menurun seperti tahun 1998 yaitu 435 US$/ton menjadi 240 US$lton. Hal tersebut lebih menghilangkan insentif dari keuntungan harga ekspor karena harga dunia dalam US$ cenderung menurun, dan keuntungan dari harga dibawah 435 US$ karena faktor depresiasi rupiah juga hilang karena dikenakan patokan harga ekspor yang rendah yaitu 240 US$/ton. Dampak depresiasi rupiah terhadap ekspor dan impor dunia yaitu: kenaikan ekspor minyak kelapa sawit dunia 0.78%, minyak kelapa dunia 2.04%, impor minyak kelapa sawit dunia 0.06% dan impor minyak kelapa dunia 0.02%. Kenaikan ekspor minyak kelapa sawit dan minyak kelapa dunia juga mendorong harga dunia menurun sebesar -1.31% untuk minyak kelapa sawit dan -0.17% untuk minyak kelapa. Penurunan harga dunia ini yang mendorong impor naik yaitu 0.06% untuk minyak kelapa sawit dan 0.02% untuk minyak kelapa. Dampak kenaikan impor minyak kelapa sawit dan minyak kelapa adalah terjadinya penurunan ekspor minyak kedelai sebesar %, dan minyak matahari %, ha1 ini terjadi karena hubungan yang saling subsitusi antara minyak kedelai dengan minyak kelapa sawit dan minyak kelapa dengan minyak matahari. Penurunan impor juga menyebabkan penurunan harga minyak kedelai dunia sebesar % dan minyak matahari %. Dampak terhadap volume ekspor setiap negara adalah ekspor minyak kelapa sawit Malaysia tetap dan ekspor minyak kelapa Philipina meningkat sebesar 0.003%. Ekspor minyak kedelai pada umumnya menurun semua baik di Argentina %, USA %, dan Brazil %. Ekspor minyak matahari yang terbesar juga menurun yaitu Argentina %, sedangkan USA dan Perancis mengalami kenaikan. Dampak terhadap volume impor terlihat ada kenaikan pada importir minyak kelapa sawit khususnya China 0.441%, Jepang 0.136% dan Pakistan 0.069%. Kenaikan impor minyak kedelai juga terjadi di Iran 0.291%, Pakistan 0.293%, dan China 0.037%.

6 Tabel 35. Dampak Perubahan Kebijakan Domestik Terhadap Perdagangan Dunia Minyak Nabati. Perubahan Gabungan adalah gabungan dari depresiasi nilai tukar 80%, penurunan suku bunga 5% dan penurunan pajak ekspor 30%

7 Tabel 35. Lanjutan. Perubahan Gabungan adalah gabungan dari depresiasi nilai tukar 80%. penurunan suku bunga 5% dan penurunan pajak ekspor 30%

8 Tabel 35. Lanjutan Perubahan Gabungan adalah gabungan dari depresiasi nilai tukar 80%, penurunan suku bunga 5% dan penurunan pajak ekspor 30% A uḻ I

9 Dampak terhadap harga ekspor dan impor yaitu penurunan harga ekspor dan impor pada semua negara pada kisaran 0.100% sampai 1.747%. Penurunan harga impor yang relatif besar adalah harga impor minyak kelapa sawit di Pakistan sebesar 1.716%, Jepang 0.370% dan China 1.747%. Harga ekspor juga menurun antara, untuk harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia menurun % harga minyak kedelai Brazil turun % Penurunan Suku Bunga Penurunan suku bunga pinjaman sebesar 5%, dari suku bunga pinjaman sebesar 20% rnenjadi 15% pertahun dimaksudkan untuk menghidupkan sektor riel. Dampak kebijakan ini adalah terjadinya kenaikan luas areal baik kelapa sawit dan kelapa. Luas areal kelapa sawit naik 0.386% dan kelapa 1.632%. Produktivitas kelapa sawit naik menjadi 1.060% dan minyak kelapa 1.408%. Untuk ekspor minyak kelapa sawit naik 0.962% dan minyak kelapa 2.897%. Dampak penurunan suku bunga terhadap indikator perdagangan dunia minyak nabati tidak terlalu besar, ekspor minyak kelapa sawit dunia naik 0.153%, minyak kelapa 0.180%. Harga minyak sawit dunia menurun %. Harga minyak kelapa juga rnenurun sebesar %. Ekspor minyak kedelai dan minyak matahari juga mengalami penurunan sebesar % dan %. Volume ekspor setiap negara cenderung menurun terutama ekspor minyak kedelai dan minyak matahari untuk Argentina. Ekspor yang naik hanya Malaysia dan Philipina untuk minyak kelapa sawit dan kelapa. Kenaikan ekspor ini didorong permintaan impor yang naik, karena harga dunia yang relatif menurun. Akibat dari penurunan harga dunia, lmpor dunia juga meningkat, minyak kelapa sawit 0.012%, minyak kedelai yang paling besar yaitu 0.007%, sedangkan minyak kelapa 0.002% dan minyak matahari 0.003%. Volume impor masing-masing negara juga meningkat. Negara yang

10 mengalami kenaikan impor adalah impor minyak kelapa Jerman 0.109%, impor minyak kelapa sawit 0.086% dan impor minyak kedelai Iran 0.052%. Kenaikan impor minyak kelapa sawit China karena minyak kelapa sawit menjadi lebih murah terhadap minyak kedelai. Harga ekspor pada umumnya tetap tidak berubah, kecuali di Philipina yang menurun %. Harga impor masing-masing negara juga relatif tetap, namun ada yang mengalami penurunan yaitu harga impor minyak kelapa sawit China %, harga impor minyak kelapa sawit Pakistan % dan impor minyak kedelai China % Penurunan Pajak Ekspor Kebijakan pajak ekspor ini khususnya adalah pajak ekspor minyak kelapa sawit dimana diturunkan sebesar 30% dari pajak ekspor semula 40% menjadi 10%. Dampak kebijakan ini adalah mendorong ekspor minyak kelapa sawit sebesar %. Luas areal kelapa sawit juga meningkat sebesar 1.964%. Dampak yang begitu cukup besar disebabkan adanya kaitan langsung antara pajak ekspor dengan kelapa sawit. Penurunan pajak ekspor berarti memberikan penerimaan yang lebih besar kepada pelaku usaha di perkebunan kelapa sawit. Dengan harga ekspor minyak kelapa sawit lndonesia sebesar 544 US$/ton dan nilai kurs Rp lUS $, maka tambahan penerimaan akibat penurunan pajak ekspor sebesar 30% akan berkisar Rp ton atau Rp lhalth dengan asumsi bahwa produktivitas hanya 3.1 tonlhalth minyak kelapa sawit. Tambahan penerimaan inilah yang mendorong pertumbuhan luas areal dan ekspor minyak kelapa sawit. Dampak peningkatan ekspor minyak sawit lndonesia adalah ekspor dunia meningkat 3.817% dan harga dunia minyak kelapa sawit menurun %. Penurunan harga dunia ini mengakibatkan impor minyak kelapa sawit naik 0.296%. Penurunan harga dunia minyak kelapa sawit juga mengakibatkan penurunan harga dunia minyak kedelai sebesar % dan minyak matahari %. Penurunan harga dunia tersebut

11 menyebabkan ekspor turun sebesar % untuk minyak kedelai dan % untuk minyak matahari. Volume impor pada minyak dunia terlihat meningkat yaitu minyak kedelai 0.154% dan minyak matahari 0.065%. Dampak terhadap ekspor Malaysia relatif tetap. Dampak negatif berupa penurunan volume ekspor terjadi pada minyak kedelai Brazil sebesar %, minyak kedelai USA %, minyak kedelai Argentina % dan minyak matahari Argentina sebesar %. Brazil dan Argentina memang merupakan negara penting dalam produksi minyak kedelai dan matahari dibandingkan dengan eksportir lain untuk komoditi tersebut, sehingga pengaruh penurunan harga dunia pengaruhnya dapat langsung terjadi, mengingat juga kedelai dan bunga matahari merupakan tanaman semusim.. Dampak terhadap impor memperlihatkan kecenderungan meningkat. Peningkatan terbesar adalah impor minyak kelapa sawit China 2.123%, impor minyak kedelai Iran 1.213% dan impor minyak kedelai Pakistan 0.993%. Dampak terhadap harga ekspor pada umumnya menurun, harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia mengalami penurunan sebesar %, Brazil %, Argentina % dan harga ekspor Indonesia menurun %, sedangkan harga domestik menurun relatif kecil yaitu %. Untuk harga impor pada umumnya mengalami penurunan. Harga impor yang mengalami penurunan relatif besar adalah harga impor minyak kelapa sawit Pakistan % harga impor minyak kelapa sawit China %, Jepang % Perubahan Gabungan Perubahan gabungan adalah memadukan seluruh kebijakan domestik yaitu penurunan suku bunga dan pajak ekspor, serta depresiasi nilai rupiah terhadap US$. Dampak kebijakan ini adalah ekspor minyak kelapa sawit naik %, luas areal kelapa sawit 2.760% dan produktivitas 1.060%. Kenaikan ekspor dan luas areal didorong tersebut

12 lebih disebabkan oleh kebijakan pajak ekspor, sedangkan produktivitas oleh kebijakan suku bunga. Untuk minyak kelapa, ekspor tumbuh mencapai %, luas areal kelapa 1.624% dan produktivitas 1.408%. Peningkatan ekspor didorong oleh depresiasi nilai rupiah, sedangkan kebijakan lain kurang rnernberikan dorongan selain suku bunga. Dorongan ekspor rninyak kelapa ini tidak didukung oleh peningkatan produksi baik luas areal dan produktivitas, oleh sebab itu, kenaikan volume ekspor di peroleh dari alokasi konsumsi dalam negeri, dimana harga ekspor lebih rnenguntungkan daripada harga domestik. Dampak kebijakan gabungan terhadap ekspor nlinyak kelapa saw~t dunia adalah peningkatan ekspor dunia sebesar 4.752%, sehingga harga dunia rnenurun cukup besar yaitu 8.175O/0. Turunnya harga dunia rnenyebabkan irnpor naik 0.362%. Penurunan harga minyak kelapa sawit yang jauh lebih besar dari minyak kedelai (0.198%) menyebabkan Impor minyak kedelai naik lebih kecil yaitu 0.198% dan ekspornya mengalami penurunan %. Untuk pasar minyak kelapa, harga dunia turun sebesar %, ekspor naik sebesar 2.212% dan impor juga naik 0.025%. Dampak pada ekspor setiap negara adalah ekspor minyak sawit Malaysia tetap, ekspor rninyak kedelai Brazil dan Argentina turun sekitar % dan 0.087%, ekspor minyak matahari Argentina turun % sedangkan ekspor minyak kelapa Philipina naik 0.004%. Dampak pada negara importir adalah volume impor yang naik secara signifikan yaitu irnpor minyak kelapa sawit China 2.651%, Iran 1.557%, Jepang 0.820% dan Pakistan %. Harga ekspor pada umurnnya rnenurun dan yang cukup besar adalah harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia %, Malaysia %, Brazil % dan Argentina %. Penurunan harga impor yang juga signifikan adalah harga impor minyak kelapa sawit di China %, Pakistan %, Jepang %.

13 6.3. Dampak Faktor Ekternal Dampak faktor ekternal disajikan dalam Tabel 36. Pembahasan dimulai dari kenaikan produksi minyak kelapa sawit Malaysia, gabungan antara kenaikan produksi minyak kelapa sawit Malaysia dan kebijakan gabungan lndonesia, kenaikan produksi minyak kedelai, kenaikan produksi minyak kelapa, kenaikan produksi minyak matahari, kemudian dari sisi importir adalah depresiasi dan apresiasi nilai tukar dan kenaikan pendapatan Peningkatan Produksi Minyak Kelapa Sawit Malaysia Malaysia pada saat ini merupakan negata produsen utama dan terbesar minyak kelapa sawit pada khususnya dan rninyak nabati pada umumnya. Kenaikan produksi minyak kelapa sawit Malaysia diproyeksikan naik sebesar lo%, dampak dari kenaikan tersebut adalah ekspor minyak kelapa sawit Malaysia meningkat sebesar 6.950% atau setara dengan tonltahun dan hsmpir setara dengan ha kebun kelapa sawit di lndonesia dengan produktivitas rata-rata 3.1 tonlhalth. Peningkatan ekspor minyak kelapa sawit Malaysia menyebabkan ekspor dunia meningkat 4.935%, harga dunia minyak kelapa sawit menurun % dan impor minyak kelapa sawit naik sebesar 0.374%. Dari sisi lndonesia, penurunan harga dunia sebesar 9% dan adanya pajak ekspor di dalam negeri menyebabkan ekspor menurun sebesar %, pada tahap selanjutnya perkembangan luas areal, produktivitas juga tidak tumbuh dengan memuaskan. Harga ekspor minyak kelapa sawit lndonesia menurun % dan harga domestik juga menurun sebesar %.

14 Tabel 36. Darnpak Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Perdagangan Dunia Minyak Nabati : Kenaikan produks~ minyak sawit Malaysia 10%. dan Perubahan Gabungan Indonesia yaitu suku bunga turun 5%, pajak eksporturun 30% dan depresias~ nila~ tukar 80%.. : Depresiasi China, Iran. Belanda, Jerman dan Jepang 10%. apresiasi Turkey dan Pakistan 20% serta Rusia 80% **. : Kenaikan pendapatan perkapita Iran 16%, China 12%. Pakistan 5%. Belanda 7%. Jerman 12%. Rusia 12%. Turkey 7% dan Jepang 13%.

15 Tabel 36. Lanjutan Peubah Endogen 1 Nilai Dasar Perubahan Faktor Eksternal Produksi Produksi Malaysia Produksi Produksi M. Produksi M. Nilai Tukar Pendapatan Malaysia dan Perubahan Minyak Kedela~ Kelapa Matahari Impoitir" Perkapita Naik 10% Gabunqan (Brazil, Araen- (Philioina.. naik (Aaentina," naik Imoortir" lndonesia' I iina ~ aik 5%) I 5%) 5%) Nilai I % I Nilai I % I Nilai 1 % / Nilai / % / Nilai / % 1 Nilai I 0, a I Nilai I % I I I I I I I I I I I I I

16 Tabel 36. Lanjutan

17 Penurunan harga minyak kelapa sawit (9%) yang lebih besar dari minyak kedelai (2%) menyebabkan ekspor minyak kedelai menurun sebesar % dan impor hanya naik 0.200%. Di pasar minyak matahari, ekspor juga menurun sebesar %, karena produk ini bersubtitusi dengan minyak kelapa yang mengalami kenaikan impor sebesar 0.028%. Volume ekspor minyak kedelai dan matahari pada umumnya menurun dan lebih kecil dari 0.5%. Volume impor pada umumnya naik yaitu impor minyak kelapa sawit China 2.745% minyak kedelai Iran 1.568%, minyak kedelai Pakistan 1.284%, dan minyak sawit Jepang 0.849%. Untuk harga ekspor pada umumnya juga menurun yaitu Malaysia %, Brazil % dan Argentina %. Harga impor yang menurun secara signifikan adalah harga impor minyak sawit Pakistan %, minyak sawit Jepang %, harga impor sawit China % dan harga mpor minyak kedelai China % Peningkatan Produksi Minyak Kelapa Sawit Malaysia dan Perubahan Gabungan Dampak peningkatan produksi Malaysia dan perubahan gabungan ini cukup besar, dimana ekspor minyak kelapa sawit dunia meningkat 9.687% dan 2.449%, dimana pengaruh Malaysia 3.9 kali lebih besar dari Indonesia. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan ekspor Indonesia sebesar % dan Malaysia 6.950%. Peningkatan ekspor minyak sawit dunia sebesar hampir 10% menyebabkan harga dunia minyak kelapa sawit menurun % dan mendorong impor naik sebesar 0.736%. Penurunan harga dunia juga menyebabkan harga ekspor Indonesia rnenurun sebesar -13% dan harga domestik menurun sebesar 3%. Kenaikan impor minyak kelapa sawit juga membuat ekspor minyak kedelai turun sebesar % dan minyak matahari %. Penurunan ekspor minyak kedelai didorong oleh harga minyak kedelai yang rnenjadi relatif lebih mahal daripada harga minyak kelapa sawit. Menggunakan data

18 dasar, harga minyak kedelai mencapai 789 US$lton dan minyak kelapa sawit hanya 452 US$/ton, oleh sebab itu penurunan impor menjadi sangat logis dan konsumen lebih memilih minyak kelapa sawit terutama di China dan Pakistan. Pada sisi negara eksportir, penurunan volume ekspor terjadi di Argentina sebesar %, Brazil % dan USA %. Ekspor minyak kelapa Philipina tetap tumbuh sekitar 0.05%. Volume impor masing-masing negara cenderung naik yaitu impor minyak kelapa sawit China 5.396%, minyak kedelai Iran 3.125%%, rninyak kedelai China 0.398%, minyak kedelai Pakistan 2.559%, minyak sawit Jepang 1.669% dan minyak sawit Pakistan 0.844%. Dampak terhadap harga irnpor pada ilmumnya menurun. Negara irnportir yang mengalami penurunan harga yang relatif besar adalah minyak kelapa sawit China %, rninyak sawit Pakistan %, minyak sawit Jepang I%, dan minyak kedelai China %. Dampak kenaikan dan penurunan produksi minyak kelapa sawit antara Malaysia dan lndonesia relatif besar terhadap indikator perdagangan. Hal tersebut terjadi karena Malaysia dan lndonesia menguasai produksi minyak kelapa sawit sebesar 78% dari produksi dunia dan mampu mengekspor 82% dari kebutuhan minyak kelapa sawit dunia. Sebagai sesama sumber rninyak kelapa sawit, lndonesia harus mencermati perkembangan rninyak kelapa sawit Malaysia sebagai antisipasi terhadap produksi kelapa sawit lndonesia. Dari sisi produktivitas terlihat bahwa rasio produktivitas kelapa sawit lndonesia terhadap Malaysia rata-rata mencapai 65%, dengan demikian produksi lndonesia masih lebih rendah 35% dari produksi Malaysia. Namun demikian dari waktu ke waktu terlihat ada perbaikan produktivitas lndonesia dari rasio 52% ke 72% dalam kurun Peningkatan

19 produktivitas menjadi sangat berarti bagi lndonesia untuk dapat bersaing dengan Malaysia. Tabel 37. Kondisi Produksi, Ekspor dan Produksivitas Minyak Kelapa Sawit lndonesia dan Malaysia Tahun Tahun Produksi Ekspor Rasio Eksoor Rasio Produk- Dari sisi ekspor, Malaysia rnampu rnengekspor minyak kelapa sawit setiap tahunnya 7.2 juta ton sedang lndonesia hanya 2.4 juta ton, atau rasio ekspor lndonesia terhadap Malaysia hanya 30%. Iial yang menyebabkan rendahnya ekspor lndonesia adalah keperluan dalarn negeri lndonesia yang relatif besar yaitu berkisar juta ton pertahun, sedang Malaysia kebutuhan dalam negerinya hanya 12% dari produksi di dalam negeri. Sedangkan dari sisi diversifikasi produk, Malaysia sudah mampu menghasilkan 27 buah produk turunan seperti kecap sawit, beta karotin untuk jenis makanan serta produk oleochemical, sedang lndonesia hanya mampu menghasilkan olein atau rninyak goreng serta dalam jumlah terbatas menghasilkan RBD oil. Besarnya pengaruh Malaysia terhadap dunia minyak kelapa sawit tidak terlepas dari besarnya peran pernerintah dalam mendukung perkembangan industri ini yaitu : (1) memberikan keringan pajak sarnpai 100% untuk investasi bagi perusahaan yang bersifat pioner untuk menghasilkan produk baru kelapa sawit, (2) membebaskan pajak untuk

20 seluruh komponen biaya penelitian dan pengembangan produk baru kelapa sawit yang dilakukan perusahaan, serta (3) niemberikan keringan 50% pajak bagi tenaga ahli asing yang bekerja di perusahaan domestik dalam rangka melakukan pendidikan, penelitian untuk menghasilkan produk pioner (Budget Highlights , Malaysia). Oleh sebab itu dalam jangka panjang, lndonesia haruslah memperhatikan kebijakan Malaysia dan melakukan kerjasama yang sinergi dan bukan menganggap sebagai kompetitor. Kebijakan minyak kelapa sawit lndonesia ke depan adalah mendorong peningkatan produktivitas dengan bekerjasama dengan Malaysia karena ketertinggalan teknologi lndonesia mengenai pembibitan dan pemupukan, serta industri hilirnya. Kebijakan-kebijakan insentif sangat diperlukan seperti penurunan tarif pajak baik PBB, dan PE serta kemungkinan pemberikan insentif pengurangan pajak untuk industri pioner Peningkatan Produksi Minyak Kedelai Kenaikan produksi minyak kedelai diproyeksikan di Brazil dan Argentina sebesar 5%. Dampak dari kenaikan tersebut adalah kenaikan ekspor Brazil sebesar 3.950% dan Argentina sebesar 1.338%. Ekspor minyak kedelai dunai meningkat 1.316% dan harga dunia minyak kedelai menurun %. Dampak terhadap pasar minyak kelapa sawit adalah harga dunia menurun %, ekspor menurun sebesar % dan impor dunia meningkat 0.016%. Dampak bagi lndonesia adalah terjadinya penurunan ekspor sebesar % dan luas areal juga menurun %, harga ekspor minyak kelapa sawit menurun % dan harga domestik tidak mengalami perubahan. Untuk minyak kelapa, ekspor menurun % dan untuk luas areal %. Penurunan ini disebabkan oleh harga dunia yang menurun, apabila harga ekspor dibandingkan dengan harga domestik, pajak ekspor dan biaya ekspor lebih kecil maka dorongan

21 ekspor akan menurun. Penurunan ekspor ini pada akhirnya juga akan menurunkan luas areal baik kelapa sawit dan kelapa walaupun penurunan itu relatif kecil. Dampak pada importir adalah terjadinya kenaikan impor minyak kedelai di Pakistan sebesar 0.166% Iran 0.202% dan China 0.026%. Peningkatan impor ini didukung oleh penurunan harga impor masingmasing %, % dan %. Penurunan harga dunia juga rnenyebabkan harga ekspor menurun yaitu harga ekspor Brazil %. Dampak pada pasar minyak matahari adalah ekspor dunia menurun % dan impor dunia meningkat 019%. Harga minyak matahari dunia menurun %. Harga ekspor minyak matahari pada umumnya tetap dan harga impor juga menurun yaitu di Rusia %, dan Turki %. Tabel 38. Volume dan Rasio Produksi, Ekspor, Harga Minyak Kelapa Sawit dan Harga Minyak Kedelai Dunia Tahun Sumber : FA0 (2000) Hubungan subtitusi yang tidak sempurna terlihat dari kenaikan produksi minyak kedelai dunia mendorong penurunan ekspor minyak kelapa sawit. Tabel 38 memperlihatkan perkembangan produksi, ekspor, dan rasio harga dunia minyak kedelai dan kelapa sawit untuk melihat kekuatan dan kelemahannya keduanya. Dari sisi produksi, minyak kelapa sawit hanya 84% dari produksi minyak kedelai. Produksi minyak kedelai

22 berkisar juta ton, sedang rninyak kelapa sawit berkisar antara juta ton. Namun dernikian produksi rninyak kelapa sawit rnenunjukkan perturnbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan perturnbuhan rninyak kedelai sebesar 1.52% Oleh sebab itu dalarn kurun waktu 5-6 tahun, produksi kelapa sawit kernungkinan akan lebih besar dari rninyak kedelai. Perkernbangan ekspor,minyak kelapa sawit ternyata lebih besar dari rninyak kedelai, walaupun produksi rninyak kedelai lebih besar. Ekspor rninyak kedelai berkisar 4-8 juta ton, sedang rninyak kelapa sawit berkisar juta ton. Ekspor rninyak kelapa sawit tersebut 189% lebih besar dari minyak kedelai, dengan dernikian rnernang rninyak kelapa sawit rnerupakan saingan yang cukup besar bagi rninyak kedelai. Laju perturnbuhan ekspor rninyak kelapa sawit lebih besar 0.95% dalam kurun waktu dibandingkan dengan minyak kedelai. Berkembangnya dominasi ekspor rninyak kelapa sawit dibandingkan dengan kedelai dimungkinkan karena tiga ha1 yaitu (1) harga minyak kelapa sawit lebih rendah dibandingkan dengan rninyak kedelai, harga rninyak kelapa sawit hanya berkisar dari harga rninyak kedelai, narnun demikian terlihat adanya kecenderungan adanya peningkatan harga rninyak kelapa sawit, (2) produsen kelapa sawit rnernprioritaskan ekspor, khususnya Malaysia dan sebagian kecil Indonesia, ha1 tersebut karena konsurnsi dornestik terutarna untuk produk oleochemical yang relatif kecil, yang disebabkan perkernbangan teknologi yang terbatas baik di Malaysia rnaupun di Indonesia, konsurnsi dornestik kedua negara yang paling besar hanya minyak goreng, (3) produk turunan kelapa sawit yang lebih besar dibandingkan dengan turunan minyak kedelai, menyebabkan irnpor negara rnaju seperti Jepang, Jerman, lnggris dan Belanda relatif lebih besar dibandingkan dengan rninyak kedelai Peningkatan Produksi Minyak Kelapa Darnpak peningkatan produksi rninyak kelapa adalah peningkatan ekspor rninyak kelapa Philipina sebesar 1.205% dan Indonesia sebesar

23 1.144%. Ekspor dunia meningkat 1.060%, irnpor meningkat 0.008% dan harga dunia menurun %. Dampak pada harga dunia rninyak kelapa sawit tidak mengalami perubahan, sedangkan harga dunia minyak kedelai menurun % dan minyak matahari %. Terhadap volume ekspor, ekspor minyak kelapa sawit tidak rnengalami perubahan, volume ekspor minyak kedelai turun % dan minyak matahari turun %. Penurunan harga rninyak kelapa dunia menyebabkan irnpor rninyak kelapa juga meningkat, namun peningkatannya relatif kecil yaitu di Belanda 0.036%, Arnerika Serikat 0.004% dan Jerman %. Peningkatan yang relatif kecil disebabkan pada irnportir pada umumnya adalah negara maju dan peningkatan konsurnsi perkapita juga tidak terlalu besar. Dampak penurunan harga dunia minyak kelapa terhadap harga ekspor minyak kelapa Philipina sebesar % dan harga domestik Indonesia juga menurun %. Harga impor pada masing-masing negara tidak mengalami perubahan, kecuali Arnerika Serikat turun sebesar %. Hal ini terjadi karena Amerika adalah negara tujuan ekspor utama minyak kelapa Philipina Peningkatan Produksi Minyak Matahari Dampak peningkatan produksi rninyak matahari adalah peningkatan ekspor di Argentina sebesar 3.394%, dan Perancis 0.022%. Ekspor dunia minyak matahari rneningkat 1.994% dan impor dunia meningkat 0.024%. Harga dunia minyak matahari turun %. Kenaikan irnpor minyak matahari dunia terjadi karena harga dunia yang menurun sehingga negara ra konsumen minyak ini seperti Rusia dan Turki meningkatkan impornya.

24 Volume impor dari negara importir pada umumnya meningkat terutama Turki dan Rusia, impor minyak matahari Turkey naik 0.086%, dan Rusia 0.104%. Harga impor minyak matahari juga menurun di Rusia sebesar %, dan Turki -.274%. Dampak terhadap pasar minyak nabati lain tidak terlalu besar, karena pangsa rninyak matahari relatif kecil dalam pasar minyak matahari. Ekspor minyak kelapa sawit tumbuh 0.101%, impor naik 0.010%, harga dunia minyak kelapa sawit turun % Depresiasi dan Apresiasi Nilai Tukar lmportir Negara-negara selaku importir yang mengalami apresiasi adalah China, Jepan, Iran, Amerika, Belanda dan Jerman. Apresiasi di China menyebabkan irnpor minyak kedelai 0.383%, untuk minyak kelapa sawit turun %. Negara Jepang mengalami kenaikan impor minyak kelapa sawit 0.186%. Apresiasi di Iran mendorong impor minyak kedelai meningkat sebesar 1.322%. lmpor minyak kelapa di Amerika Serikat meningkat 0.076%, Belanda % dan Jerman 1.642%. Negara importir yang mengalami depresiasi adalah Pakistan, Rusia dan Turki. Depresiasi di Pakistan menyebabkan impor minyak kedelai menurun % dan impor minyak kelapa sawit menurun sebesar %. Depresiasi di Turki menyebabkan impor rninyak matahari menurun % dan di Rusia jauh lebih besar yaitu %. Dari data diatas terlihat bahwa apresiasi untuk negara maju tidak banyak mendorong irnpor sedang pada negara berkembang yang mengalami depresiasi impor justru mengalami penurunan yang cukup tajam. Darnpak dari kenaikan dan penurunan impor rninyak tersebut terlihat bahwa irnpor minyak kelapa sawit dunia turun %, rninyak

25 kedelai dan minyak matahari % sedang minyak kelapa mengalami kenaikan sebesar 0.372%. Hal tersebut terjadi karena pengimpor minyak matahari mengalami depresiasi yang cukup besar yaitu Turki dan Rusia sedangkan untuk importir minyak kedelai, dan minyak sawit juga mengalami depresiasi yaitu Pakistan, sedang Jepang dan China peningkatannya tidak sebesar penurunan impor Pakistan. Untuk minyak kelapa, semua importir mengalami apresiasi, sehingga impor dunia secara keseluruhan juga meningkat. Dampak depresiasi dan apresiasi terhadap ekspor menunjukkan bahwa ekspor rninyak kelapa sawit meningkat 0.005% dan minyak kelapa 0.015%, untuk minyak kedelai turun % dan minyak matahari turun %. Kenaikan ekspor minyak kelapa sawit dan kelapa, juga mendorong kenaikan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 0.034% dan minyak kelapa 2.490%. Respon minyak kelapa yang lebih baik, diduga disebabkan semua importir minyak kelapa mengalarni apresiasi, dan impor diperkirakan meningkat dari Belanda dan Jerman Peningkatan Pendapatan Perkapita lmportir Peningkatan pendapatan perkapita diharapkan akan mendorong irnpor dan selanjutnya juga mendorong pertumbuhan ekspor dan produksi. Peningkatan pendapatan rnenunjukkan bahwa volume impor meningkat yaitu China untuk minyak kelapa sawit rneningkat 0.995%, dan untuk minyak kedelai 0.364% dan Jerman 1.510%. Peningkatan irnpor akibat adanya peningkatan pendapatan tersebut menyebabkan impor minyak kelapa sawit dunia meningkat 0.094%, impor rninyak kedelai 0.073%, minyak kelapa 0.006% sedangkan minyak matahari sebesar 0.803%. Peningkatan impor juga mendorong terjadinya kenaikan harga dunia, harga dunia minyak kelapa sawit naik 0.218%, minyak kedelai 0.121% dan minyak matahari 0.087%, sedangkan harga minyak kelapa tetap.

26 Dampak untuk lndonesia terlihat bahwa ekspor tetap meningkat walaupun relatif kecil. Ekspor rninyak kelapa sawit rneningkat 0.004%, minyak kelapa 0.029%. Untuk luas areal dan produktivitas perturnbuhan tidak mengalami perubahan Tabel 39. Volume Impor, Penawaran dan Rasio lrnpor Minyak Kedelai dan Kelapa Sawit China Tahun Sumber; FA0 (2000) China merupakan negara irnportir minyak nabati yang sangat penting, setelah China terbuka bagi perdagangan bebas. China setiap tahunnya mengimpor 3-4 juta ton rninyak nabati untuk rnernenuhi kebutuhan domestiknya. lrnpor China 44% berupa rninyak kelapa sawit dan 39% minyak kedelai, sisanya jenis minyak lain. Perkembangan impor rninyak kelapa sawit relatif besar dari 0.88 juta ton tahun 1993 menjadi harnpir 1.5 juta ton, sedang rninyak kedelai rnengalami penurunan dari kisaran 1.4 juta ton menjadi 0.8 juta ton. Narnun dernikian permintaan irnpor tersebut akan berkembang dengan berkembangnya teknologi rnakanan dan industri yang berbahan baku dari kelapa sawit dan kedelai. Keberhasilan peningkatan irnpor minyak kelapa sawit diatas minyak kedelai didukung keberhasilan ekspor Malaysia yang lebih dapat menangkap peluang dibandingkan dengan Indonesia. Malaysia rnernberikan tenggang waktu pembayaran dengan memberikan kredit kepada irnportir China yang mengirnpor rninyak kelapa sawit Malaysia, disarnping juga mernbangun industri patungan dengan sistem imbal beli.

27 Strategi Malaysia tersebut untuk rnengirnbangi strategi Arnerika Serikat yang rnemberikan fasilitas yang sejenis yaitu fasilitas kredit 105 yang mernberikan kernudahan pembayaran bagi irnportir minyak kedelai. Oleh sebab itu, lndonesia harus dapat rnengembangkan strategi serupa dengan negara China atau Jepang dalarn bentuk kernudahan ekspor, pernbentukan joint-venture di China dan Jepang untuk industri kelapa sawit serta rnernberikan insentif yang diperlukan Perubahan lndikator Kesejahteraan Ekonorni Untuk rnelihat perubahan kesejahteraan ekonorni dapat dilihat pada 'Tabel 40, untuk lndonesia di bahas surplus produsen, penerirnaan pemerintah dan devisa ekspor serta untuk negara eksportir dan irnportir dibahas perubahan devisa yang disajikan pada Larnpiran 8. Pada Tabel 40 terlihat bahwa surplus produsen rninyak kelapa sawit sernuanya positif, kecuali pada faktor eksternal yaitu perubahan pendapatan perkapita irnportir. Pada rninyak kelapa ada 2 kebijakan dornestik yang rnemberikan penurunan surplus yaitu penurunan pajak ekspor dan perubahan gabungan, sedang faktor ekternal adalah kenaikan pendapatan perkapita negara irnportir. Kebijakan dornestik yang rneningkatkan surplus produsen minyak kelapa sawit yang terbesar adalah perubahan gabungan, kebijakan pajak ekspor dan kebijakan nilai tukar. Untuk minyak kelapa kebijakan yang mernberikan respon positif adalah depresiasi nilai tukar dan penurunan suku bunga. Dengan dernikian terlihat adanya respon kebijakan antara rninyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Minyak kelapa yang diusahakan oleh perkebunan rakyat, tidak dikenakan pajak ekspor, sehingga respon terhadap perubahan nilai tukar dari sisi penerirnaan dan suku bunga dari sisi biaya. Dampak penurunan pajak ekspor berdampak negatif kepada produsen rninyak kelapa, ha1 ini disebabkan penurunan pajak ekspor rnendorong ekspor minyak kelapa sawit, harga dunia rninyak kelapa sawit rnenurun, dan berakibat pada penurunan impor minyak kelapa sebagai subtitusinya.

28 Tabel 40. Perubahan lndikator Kesejahteraan Ekonomi Terhadap Perubahan Kebijakan Dornestik dan FaMor Eksternal Jenis Simulasi Suplus Suplus Penerimaan Net Suplus' Penmmaan Penmmaan Produsen Prcdusen Pajak Ekspcr D&a Devisa Min* Min* Min* Kelqa Minyak Kelqa Minyak Kekpa Kebpa Sawit Kekpa S& I 1 I I I I I Nilai Dasar (dalam jutaan rupiah) / / Kebijakan Domestik A. Depresiasi Nilai Tuka Rupiah 800k B. PenurunanSuku Bunga 5% C. Penuunan Pajak Ekspa Wh D. Perubahan GabunganM. FaHar Fkstmal brenmgkaa FTaduksi ~ ~ q a F)?_TiF. ILIB~./ SaW M ~ I G B ~ I933 ;- B Penmgkdan Rodul;s~ Miwk Kekpa Sawl Malaysta 100h Total Penenmaan Devka" Net surplus adahh pen]urnhhan dari surplus produsen minyak kdapa sawit, surplus produsen rn~nyakebpa dan penerirnaan pajak ekspor minyak kdapa sawit yang mempakan kesejahteman bersih (net welfare) +. : Tclal penerimaan devisa adalah penjumhhan penerimaan devisa mmyak kelapa sail dan minyak kelapa - : Perubahan Gabungan terdiri dari suku bunga turun 5%, pajak ekspor turun 30% dan depresiasi nilai tukar 80% -. : Depresiasi China, Iran. Belanda. Jerman dan Jepang lo%, apresiasi Turkey, Pakistan 20% dan Rusia 80% -+. : Kenaikan pendapatan perkapita Iran 16%. China 12%, Pakistan 5%. Bebnda 7%. Jman 12% Rusk 1%. Turkey 7% dan Jepang 13%

29 Untuk faktor eksternal terlihat surplus produsen yang cukup besar terutarna dari peningkatan produksi rninyak kelapa sawit Malaysia dan perubahan gabungan di lndonesia dan perubahan nilai tukar. Hal tersebut terjadi karena negara importir rninyak kelapa mengalarni depresiasi, sehingga dapat mengimpor lebih banyak, dan perubahan gabungan rnernberikan dampak kenaikan ekspor rninyak kelapa sawit lndonesia. Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor terlihat menurun terutama kebijakan penurunan pajak ekspor (4.90%), perubahan gabungan (7.40%). Penurunan penerirnaan pemerintah ini disebabkan adanya penurunan tarif pajak ekspor sebesar 30%. Narnun demikian pada sisi penerimaan devisa akibat dorongan ekspor rnenunjukkan kecenderungan rneningkat yaitu kebijakan pajak ekspor untuk minyak kelapa sawit rneningkat (12%), kebijakan gabungan (17%) dan kebijakan gabungan lndonesia dan Malaysia sebesar (21%). Pada Tabel 40 juga menunjukkan adanya persaingan antara lndonesia dan Malaysia, pada perubahan produksi Malaysia yang rneningkat lo%, mengakibatkan penerimaan pernerintah lndonesia rnenurun (0.64%, penerimaan devisa sebesar (-6.85%). Persaingan yang juga terlihat adalah minyak kedelai dan rninyak kelapa sawit. Peningkatan produksi minyak kedelai rnenyebabkan penerirnaan pemerintah menurun 2 106( h) dan penerimaan devisa juga rnenurun 5 263( %). Oleh sebab itu untuk rnenjaga agar surplus devisa tetap rneningkat adalah dengan rnengembangkan industri hilir rninyak kelapa sawit untuk rneningkatkan daya saing dengan Malaysia serta rnemperluas produk turunannya untuk rneningkatkan daya saing dengan rninyak kedelai. Untuk rnengatasi harnbatan perdagangan karena perubahan nilai tukar, mengembangkan industri langsung didaerah konsurnen atau dengan

30 mengembangkan sistem imbal beli dengan negara importir potensial seperti China, Pakistan dan Iran. Apabila dilihat dari net surplus, terlihat bahwa kebijakan yang memberikan hasil terbaik adalah depresiasi nilai tukar, perubahan gabungan dan penurunan suku bunga. Respon yang tinggi terhadap depresiasi disebabkan CPO merupakan produk ekspor andalan, dan penerimaan produsen banyak dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar. Depresiasi memberikan peningkatan penerimaan produsen. Pada kebijakan penurunan pajak ekspor terjadi trade-off antara minyak kelapa sawit dan kelapa. Penurunan pajak ekpsor mendorong surplus produsen minyak kelapa sawit meningkat, dan juga berakibat penurunan kesejahteraan produsen minyak kelapa. Hal tersebut terjadi, penurunan pajak ekspor, mendorong ekspor meningkat, harga menurun dan konsumsi meningkat. Peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit, mendorong penurunan konsumsi minyak kelapa. Perubahan produksi Malaysia menyebabkan penurunan penerimaan pemerintah yang sangat besar, penurunan tersebut tidak dapat tertutupi dengan kenaikan surplus produsen minyak kelapa sawit dan kelapa. Oleh sebab itu, pada kondisi sekarang Malaysia merupakan pesaing bagi lndonesia. Kenaikan ekspor Malaysia menyebabkan harga dunia menurun dan berdampak pada penurunan devisa lndonesia. Untuk negara eksportir minyak kedelai sebagaimana hasil pada Lampiran 8, seluruh kebijakan berupa kenaikan ekspor minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, dan minyak matahari memberikan dampak penurunan devisa. Penurunan yang relatif besar terjadi akibat kebijakan gabungan, kebijakan gabungan lndonesia dan Malaysia serta kenaikan produksi Malaysia. Hal tersebut terjadi, karena setiap kebijakan yang mengakibatkan kenaikan ekspor dunia akan mendorong penurunan harga dunia, sebagai subtitusinya minyak kedelai mengalami penurunan impor, karena harganya menjadi kurang bersaing.

31 Untuk negara lmportir baik China, Jepang dan Pakistan pada umumnya mendapatkan keuntungan ekonomi dengan meningkatkan devisa. Seluruh kebijakan yang meningkatkan produksi, dan ekspor cenderung rnenurunkan harga dunia dan harga impor masing-masing negara. Dalam kondisi tersebut, impor dapat meningkat dengan harga yang relatif lebih murah. Fenomena tersebut juga memperkuat dugaan bahwa pasar minyak nabati dunia adalah bias kepada konsumen, dimana konsumen lebih memegang peranan dalam menentukan harga. Hal tersebut dapat dipahami karena kebanyakan konsumen adalah negara maju yang menguasai teknologi untuk industri hilir minyak nabati terutama untuk penggunaan bahan baku industri kimia. Disisi lain, konsumen juga memerankan fungsi perantara karena kemapanan dalam jalur perdagangan, serta sistem keuangan yang memungkinkan melakukan kontrak dengan negara produsen. Dua keunggulan tersebut, menjadikan konsumen lebih diuntungkan dalam pasar minyak nabati dunia.

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA

VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA VII. DAMPAK BERBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKkM-TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK SAWlT INDONESIA Tujuan dari simulasi model adalah untuk mengilustrasikan model ECM yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MtNYAK SAWIT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONOMI

V. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MtNYAK SAWIT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONOMI V. PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR MtNYAK SAWIT DAN BEBERAPA VARIABEL EKONOMI 5.1. Ekspor Minyak Sawit Perkembangan ekspor minyak sawit lndonesia lebih cepat daripada perkembangan produksinya. Hal ini membuat

Lebih terperinci

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus RINGKASAN NYAK ILHAM. Penawaran dan Perrnintaan Daging Sapi di lndonesia : Suatu Analisis Sirnulasi (dibawah birnbingan BONAR M. SINAGA, sebagsi ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO dan TAHLIM SUDARYANTO sebagai

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih VIll. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam bedakala, tetapi tidak responsif (inelastis)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri perbankan, khususnya bank urnurn, rnerupakan pusat dari sistern keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan dana, rnernbantu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN

VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN VI. RAMALAN HARGA DUNIA MINYAK NABATI DAN KERAGAAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA TAHUN - 6.1. Ramalan Harga Minyak Nabati di Pasar Dunia Pergerakan harga riil minyak kelapa sawit, minyak kedelai,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang menggembirakan sejak pertengahan tahun 1997, salah satu penyebabnya karena situasi politik yang kurang rnenggembirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

ini hanya dilanda krisis ekonomi saja. Krisis rnultidimensi tersebut antara lain ditandai dengan terjadinya perubahan dari pemerintahan yang

ini hanya dilanda krisis ekonomi saja. Krisis rnultidimensi tersebut antara lain ditandai dengan terjadinya perubahan dari pemerintahan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi perekonomian lndonesia masih dalam taraf pemulihan yang tidak kunjung selesai karena sifatnya yang sudah multidimensi. Lain halnya dengan Thailand dan Malaysia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN

PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 138 VI. PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 2011-2015 6.1. Hasil Validasi Model Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) atau nilai kedekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan RINGKASAN ANNA SITI NURDJANAH DASRIL. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia 1971-1990. (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH sebagai ketua, MANGARA

Lebih terperinci

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku

Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di. sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit termasuk salah satu komoditi andalan lndonesia di sektor lndustri Agribisnis, karena kelapa sawit merupakan bahan baku minyak nabati untuk memenuhi konsurnsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Makalah Disusun Oleh : Imam Anggara 11.12.5617 11.S1SI.04 STMIK AMIKOM Yogyakarta 2012-03-16 KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang Peluang

Lebih terperinci

8. KESlMPUlAN DAN SARAN

8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8. KESlMPUlAN DAN SARAN 8.f Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesirnpulan sebagai berikut. 1. Secara umum model yang dikembangkan dalam penelitian ini cukup baik dan mampu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK Sumber: Studi Kelayakan (FS) Kawasan Agro Industri Jambi (JAIP) JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK (JAIP) telah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten terkait pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Perhatian pemerintah terhadap sektor non-migas, khususnya sektor agribisnis semakin besar. Hal tersebut disebabkan semakin berkurangnya sumbangan devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi L PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi pada Mei 1998 telah melumpuhkan pembangunan di Indonesia terutama yang berbasis bahan baku impor. Bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri. PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional Indonesia dalam jangka panjang, tentunya harus mengoptimalkan semua sektor ekonomi yang dapat memberikan kontribusinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan

I. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan lndustri diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri terutama terhadap industri bernilai tambah tinggi dan berjangkauan

Lebih terperinci

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=73776&lokasi=lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari minyak sawit (Crude Palm Oil) yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit. Salah satu produk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

industri hilir pengolahan kayu yang menggunakan bahan baku kayu lndustri kayu lapis lndonesia di pasaran dunia mengalami

industri hilir pengolahan kayu yang menggunakan bahan baku kayu lndustri kayu lapis lndonesia di pasaran dunia mengalami I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kayu lapis merupakan salah satu produk hasil pengembangan industri hilir pengolahan kayu yang menggunakan bahan baku kayu bulatlkayu gelondongan (log). Produk ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan dan industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor usaha yang mendapat pengaruh besar dari gejolak ekonomi global, mengingat sebagian besar (sekitar

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit adalah komoditi strategis yang diharapkan dapat memberikan konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa konsumsi minyak nabati

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang

BAB l PENDAHULUAN. bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Gunung Lingkung merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan perindustrian teh dan karet dengan produksi yang paling dominan saat ini adalah teh.

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT ISSN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang VII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl 7.1. Keslmpulan 1. Penurunan tarif impor meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci