2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ayam broiler (sumber: Purba 2011)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ayam broiler (sumber: Purba 2011)"

Transkripsi

1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis unggas yang memiliki laju pertumbuhan yang berbeda, pertambahan berat badan tiap minggu yang berbeda serta memiliki besar konsumsi pakan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan (North et al. 1990). Ayam broiler yang baik adalah ayam broiler yang pertumbuhanya cepat, warna bulu putih, tidak terdapat bulu-bulu berwarna gelap, serta memiliki ukuran dan bentuk tubuh yang seragam (Mountney 1978). Ayam broiler dipasarkan pada bobot hidup antara kg per ekor ayam yang dilakukan pada umur ayam 5-6 minggu karena ayam broiler yang terlalu berat akan sulit dipasarkan. Bahkan bila dipelihara sampai 8 bulan beratnya dapat mencapai 2 kg (Rasyaf 2008). Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh akan peningkatan sel-sel individual dimana pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan ukuran otot, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adiposa dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam. Ciri dari ayam broiler ini adalah ukuran badan relatif besar, padat, kompak, dan berdaging penuh. Jumlah telur sedikit, bergerak lambat, tenang, dan lebih lambat mengalami dewasa kelamin. Adapun jenis ayam broiler ini antara lain Brahma Putra, Cochin China, Cornish dan Sussex (Sudaryani dan Santosa 2002). Gambar 1 Ayam broiler (sumber: Purba 2011)

2 2.2 Program Vaksinasi Penyakit merupakan masalah besar yang cukup potensial yang telah mengubah industri peternakan ayam untuk mengembangkan vaksin. Industri vaksin berperan dalam pemeliharaan dan pengawasan kesehatan ayam. Program vaksinasi termasuk usaha pencegahan masuknya infeksi penyakit, selain itu jika dilihat dari kesehatan manusia, manusia akan terhindar dari residu obat yang terdapat dalam daging ayam yang pernah diberi obat akibat terpapar penyakit (Appleby 2004). Menurut Leeson dan Summers (2000) vaksin berfungsi untuk menstimulasi sistem imun unggas tanpa menyebabkan tanda-tanda penyakit yang jelas. Banyak diantaranya berfungsi untuk melindungi unggas dari infeksi virus, beberapa jenis vaksin lainnya telah dikembangkan untuk perlindungan terhadap cekaman bakteri tertentu (lebih sering disebut bakterin dibanding vaksin) dan juga untuk koksidiosis. Program vaksinasi bagi peternak bertujuan untuk melindungi unggas muda dan dewasa dari infeksi, selain itu vaksinasi juga bertujuan untuk mengoptimumkan antibodi maternal pada anak ayam broiler. Pada saat sejumlah dosis vaksin diberikan, unggas akan memproduksi antibodi yang dilepaskan oleh bursa Fabricius tergantung usia dari unggas tersebut. Vaksin yang digunakan pada unggas dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu vaksin hidup dan vaksin inaktif. Vaksin inaktif terdiri dari antigen yang dipekatkan dikombinasikan dengan minyak emulsi atau adjuvant alumunium hidroksida. Vaksin jenis ini memberikan ketahanan tubuh yang lebih lama, terutama jika dikombinasikan dengan vaksin hidup. Vaksin ini dapat berisi dua atau tiga jenis antigen dan diberikan secara parenteral. Sedangkan vaksin hidup biasanya hanya berisi satu jenis antigen dan diaplikasikan secara aerosol, melalui air minum, dan dalam beberapa kasus dapat diberikan secara injeksi. Antigen dapat berupa penyakit yang telah dilemahkan sehingga tingkat virulensinya rendah (Jordan 1994). Menurut Marangon dan Busani (2006) faktor yang mempengaruhi kemanjuran vaksin yang berkaitan dengan individu ayam adalah kekebalan maternal dan imunosupresi, status sanitasi serta faktor genetis. Optimumnya antibodi maternal disertai status sanitasi faktor genetik yang baik mendukung

3 program vaksinasi sedangkan imunosupresi dapat merusak organ kekebalan sehingga menghambat program vaksinasi. Program vaksin yang umum diberikan untuk ayam broiler antara lain vaksin Marek s disease yang diberikan kepada ayam umur 18 hari masa embrio secara in-ovo. Vaksin Newcastle disease dan Infectious Bronchitis yang diberikan pada ayam umur 1 hari atau setelah menetas dengan rute spray cabinet. Vaksin ND dan IB kembali diberikan pada usia 14 hari melalui minuman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian vaksin adalah kejadian penyakit di daerah tersebut, ketersediaan vaksin, periode stres, kondisi iklim, dan faktor lain yang mempengaruhi program vaksinasi (North et al. 1990). 2.3 Respon Kekebalan Unggas Tubuh melindungi dirinya sendiri melawan benda asing, seperti bakteri dan virus, melalui aksi sistem kekebalan tubuh. Masuknya virus dan bakteri merangsang aksi dari limfosit (sel darah putih) dan makrofag (scavangers) dalam tubuh. Limfosit diproduksi dan diatur oleh bursa (sel B) dan timus (sel T). Sel B bermigrasi ke limpa dan limfonodus, tempat antigen menstimulasi antibodi, akivitas ini merujuk pada kekebalan humoral. Timus yang ditemukan di leher ayam memproduksi sel T dibawah perintah hormon. Dewasa kelamin sangat menentukan produksi sel T. Sel T bekerja sama dengan makrofag untuk memusnahkan bakteri, virus dan benda asing lainnya. Aksi sel T tersebut merujuk pada kekebalan seluler (Leeson dan Summers 2000). Imunitas humoral (bursa) adalah pertahanan utama melawan bakteri, sementara kekebalan seluler menjalankan fungsinya dalam melawan virus. Sel B diinduksi untuk membagi dan menspesialisasi serta bersifat peka saat masuk ke peredaran darah. Sel B memiliki masa hidup 3-5 hari dalam peredaran darah. Sel B memiliki sistem memori sehingga sel B mampu melipatgandakan aksinya saat ada infeksi dari antigen yang sudah dikenali, proses ini juga yang memengaruhi kekebalan tubuh melalui vaksinasi. Sedangkan sel T dari timus merespon antigen dengan cara menghasilkan sel efektor dan sel memori. Sel efektor bereaksi langsung pada virus dan melepaskan zat kimia yang disebut limfokin yang membantu menarik sel imun lain, seperti makrofag dan limfosit-limfosit lain ke

4 antigen yang berikutnya akan mengaktivasi sel-sel tersebut untuk tahap proses kekebalan (Leeson dan Summers 2000). Bangsa burung memproduksi tiga jenis antibodi, yaitu IgM, IgG, dan IgA. Respon antibodi primer dimulai dengan perkembangan antibodi IgM. Setelah itu IgG dan IgA diproduksi. Walaupun IgG unggas dan mamalia memiliki fungsi biologi yang mirip, namun IgG unggas memiliki pasangan yang lebih panjang dibandingkan milik mamalia dan tidak memiliki engsel molekul yang dikodekan. Sehingga IgG unggas lebih sering disebut dengan IgY. IgA berperan dalam kekebalan lokal di saluran respirasi dan pencernaan. Pada unggas IgA diangkut ke hati kemudian disimpan di empedu (Schultz 1999). Jaringan limfomieloid berkembang dari epitelial kubus sebaris (bursa Fabricius dan timus) atau mesenkim (limpa, limfonodus, dan sumsum tulang) yang didiami oleh sel-sel haematopoietik. Pada organ limfoid pusat, sel stem haematopoietik memasuki bursa atau timus dan berkembang menjadi sel imunokompeten B dan T. Sel-sel imun yang telah dewasa memasuki sirkulasi dan mendiami organ limfoid perifer, diantaranya limpa, limfonodus, dan usus, bronkhus dan jaringan limfoid yang bergabung dengan kulit (Davison 2003). Menurut Aughey dan Frye (2001), sistem limfoid Aves terdiri dari limpa, timus, nodul lokal di dinding pembuluh dan mukosa limfatik serta bursa Fabricius Bursa Fabricius Bursa Fabricius adalah kelenjar limfoepitelial yang terdapat di dorsal kloaka. Secara umum bursa Fabricius akan mengalami atropi setelah penetasan namun pada beberapa jenis burung tergantung usia (contohnya burung dari genus gallinae) (Freeman 1971). Menurut Davison (2008) bursa Fabricius ayam memiliki bentuk dan ukuran seperti kastanye dan lokasinya diantara kloaka dan sakrum. Saluran bursa yang menyerupai celah menghubungkan dengan lumen bursa. Sebagai diverticulum kloaka, bursa memiliki struktur epitel silindris. Bursa dikelilingi oleh permukaan otot yang tebal dan licin. Selama kontraksi otot, tekanan folikel-folikel memperkuat aliran sel di dalam medula dan aktivitas limfatik di setiap lipatan plika bursa.

5 Glick (2000) menyebutkan bahwa pertumbuhan bursa Fabricius dapat dipelajari dalam tiga bentuk. Pertama pertumbuhan yang cepat dari ayam baru menetas sampai tiga atau empat minggu. Kedua, periode plateu selama lima atau enam minggu berikutnya. Ketiga, regresi yang terjadi sebelum pematangan seksual. Pertumbuhan maksimum bursa Fabricius dicapai saat ayam berumur 4-12 minggu dan mengalami regresi secara lengkap pada waktu mencapai kematangan seksual yaitu pada umur minggu. Pada tahap ini bursa akan mengkerut, terjadi pembentukan jaringan ikat lebih intensif, deretan epitel menjadi berlipatlipat, parenkimnya digantikan dengan jaringan lemak dan sel-sel limfoid di dalam folikel limfoid digantikan oleh kista (Riddel 1987). Riddel kembali mengungkapkan struktur bursa Fabricius adalah permukaan dalamnya terdiri dari lipatan longitudinal (plika) besar dan kecil. Lipatan yang besar mencapai keseluruhan dari panjang lumen bursa sedangkan lipatan yang kecil tidak mencapai lumen. Lipatan-lipatan ini terdiri dari folikel bursa dan di bawahnya terdapat matriks jaringan ikat, dari lipatan bursa melalui lumen untuk tiap folikel yang disebut lumen bursa. Jumlah total lipatan mukosa pada bursa yang matang atau dewasa sekitar plika (Cross 1987). Menurut Tizard (1987) bursa adalah organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari pembentuk antibodi. Karena itu sel ini disebut sel B. Di samping itu, bursa juga berfungsi sebagai organ limfoid sekunder yaitu, dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi. Bursa juga mengandung sebuah pusat kecil sel T tepat di belakang lubang salurannya. Gambaran histopatologi pada bursa Fabricius diantaranya atropi. Akumulasi stres yang tidak spesifik, seperti malnutrisi, manajeman kandang yang buruk, dan infeksi dapat menginduksi atropi prematur dan imunosupresi pada bursa Fabricius. Infeksi virus pada unggas dapat menyebabkan regresi bursa, nekrosis folikel limfoid sampai limfositolisis. Badan inklusi virus baik intranukleus maupun intrasitoplasma dapat ditemukan dalam makrofag dan limfosit. Infeksi bakteri jarang menyerang bursa Fabricius. Namun jika terinfeksi, organ akan membesar dan tidak beraturan serta terdapat abses yang dikelilingi

6 oleh makrofag dan sel raksasa. Infeksi jamur jarang ditemukan. Peradangan gabungan heterofil, limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel raksasa dapat ditemukan pada infeksi jamur. Sedangkan infeksi protozoa akan menyebabkan bursa Fabricius edema. Paparan toxin dapat menyebabkan deplesi limfositik dan limfositolisis. Malnutrisi dan kekurangan vitamin A menyebabkan atropi bursa. Neoplasma atau limfosarkoma pada unggas diinduksi oleh retrovirus (Schmidt 2003). Gambar 2 Bursa Fabricius: (1) lumen, (2) pseudostratified columnar epitelial, (3) folikel, dan (4) muskularis (sumber: Nassar 2008) Timus Timus adalah organ yang sangat penting pada hewan muda. Perkembangannya dimulai dari saat sebelum pubertas sampai dewasa. Ukuran timus akan semakin mengecil seiring dengan pertambahan umur hewan. Pada permukaan timus dapat ditemukan lapisan lemak, elemen fibrosa dan jaringan timus. Timus terbentuk dari kantung faringeal ketiga (Dyce et al. 2002). Menurut Hammond (2005) Pembentukan timus pada masa embrional diinduksi oleh kantong endodermal. Secara anatomis, timus ayam terletak pada sisi kanan dan kiri saluran pernafasan (trakhea). Warnanya pucat kuning kemerah-merahan, bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Tiap lobus dihubungkan oleh jaringan ikat dan membentuk suatu untaian yang berada dekat dengan vena jugularis (Getty 1975).

7 Tizard (1987) mengungkapkan bahwa timus tediri dari kortex dan medula. Korteks terdiri dari limfosit dan epitel retikulum. Limfosit T (thymocytes) yang telah meninggalkan sumsum tulang di bagian organ imunitas yang kompeten telah bermigrasi dan menempati korteks. Pada titik ini, limfosit T telah terbagi menjadi sel imun yang jauh lebih kompeten. Pada beberapa bagian lobus akan tampak kegelapan akibat populasi dari sel-sel ini. Sedangkan di dalam medula terdapat benda bulat yang dikenal sebagai badan timus (korpuskulus Hassal) yang fungsinya tidak diketahui. Benda ini mengandung keratin dan mungkin sebagai petunjuk adanya kegagalan keratinisasi oleh sel epitelial. Penyediaan darah ke timus berasal dari arteri yang masuk melalui jaringan ikat pembatas dan menjulur sebagai arteriol sepanjang pertemuan pertemuan kortiko-medula. Kapiler yang terjadi dari arteriol ini memasuki korteks dan melingkar kembali ke medula. Pada hewan umur muda, timus bersifat sangat aktif yang secara normal mengalami involusi menjelang pubertas dan bertambahnya umur. Proses involusi ditandai dengan berkurangnya secara bertahap limfosit terutama di daerah korteks, pembesaran dari sel-sel epitel retikuler dan parenkim diganti oleh sel lemak. Pada hewan dewasa, timus terdiri dari jalur-jalur tipis parenkim di mana banyak sel-sel epitel retikuler membesar yang dikelilingi jaringan lemak (Dellman 1989). Histopatologi yang sering terdapat pada timus unggas, diantaranya sistik, atropi, dan neoplasia. Sistik pada timus unggas jarang ditemukan sebagai lesi insidentil. Etiologi sistik tidak diketahui, namun sistik dapat terbentuk dari dilatasi saluran timofaringeal persisten. Pada sistik dapat teramati sel-sel epitel squamosa yang berlapis-lapis sehingga menjadi tebal dan material-material menyerupai koloid. Atropi dicirikan dengan hilangnya populasi limfosit dan hilangnya batas perbedaan antara medula dan korteks. Avian Influenza, virus Marek, serta beberapa virus penyebab IBD (Infectious Bursal Disease) dapat menimbulkan lesi yang serupa pada unggas. Stres akibat nutrisi dan paparan hormon kortison juga dapat menyebabkan atropi. Neoplasia pada timus dapat tumbuh dari sel-sel epitel atau limfosit. Tumor epitelial dapat diklasifikasikan sebagai thymoma sedangkan tumor limfosit diklasifikasikan sebagai lymphosarkoma. Massa tumor dapat terbentuk di semua bagian subkutis leher mulai dari mandibula sampai pangkal dada. Massa dapat berupa sistik dan hemoragi (Schmidt et al. 2003).

8 Gambar 3 Organ timus terdiri medula dan korteks yang dibungkus oleh kapsula. Setiap lobus timus dihubungkan oleh trabekula (sumber: Bellham 2011) Limpa Limpa bangsa burung berbentuk bulat, berstruktur merah kecoklatan yang berada di lambung bagian kanan. Perbedaan dengan limpa mamalia adalah dari struktur anatomi dan fungsinya. Limpa pada ayam memiliki kapsul jaringan ikat yang tebal dan kerangka yang tersusun atas sel retikular. Pulpa merah dan pulpa putih melapisi bagian limpa dengan jumlah yang sama. Pulpa mengisi 80-90% bagian limpa dan sisanya merupakan jaringan penghubung. Pulpa putih membaur dan tidak tampak jelas batas-batasnya. Pulpa putih terdiri dari sel limfoid yang berakumulasi di ujung cabang arteri limpa. Pulpa merah termasuk sinus venosus dan jaringan spons terdiri dari limfosit, sel retikular, makrofag, sel plasma, dan sel darah merah. Perbedaan pulpa merah dan pulpa putih pada ayam kurang jelas jika dibandingkan dengan mamalia. Fungsi dari limpa pada unggas adalah (a) memfagositosis sel darah merah oleh makrofag di pulpa merah, (b) limfositpoiesis di pulpa putih, dan (c) menyerap antigen serta memproduksi antibodi oleh sel limfoid di pulpa merah dan putih. Hal ini dapat dikatakan limpa sebagai gudang penyimpanan darah (Herenda 1996). Davison et al. (2008) menyatakan setelah proses haematopoiesis selesai maka pulpa merah akan berubah fungsi menjadi penyaring sel-sel eritrosit yang mengalami penuaan. Pengamatan imunohistokimia menunjukkan matriks

9 ekstraseluler limpa sangat kompleks, dengan setiap bagian memiliki bagian spesifik yang berkontribusi dalam proses adhesi dan migrasi sel-sel leukosit. Sel limfoid dan sel non-limfoid dapat dikenali oleh pulpa merah. Terdapat banyak makrofag pada pulpa merah. Sedangkan sel-sel non-limfoid seperti heterofil tersebar di sinus pulpa merah. Sturkie (2000) berpendapat pulpa putih terdiri atas 3 daerah, yaitu PALS (periarteoral lymphatic sheath), pusat germinal, dan daerah periellipsoid white pulp (PWP). Arteri pusat yang masuk ke PWP menjadi penicilliform capillary (PC). Daerah PC dikelilingi capillary sleeve (CS). CS disulam oleh ellipsoid-associated cell (EAC) yang mengikat beragam substansi yang memasuki CS melalui stomata oleh sel endothelial dari daerah PC. Pada unggas daerah limpa terdiri dari CS yang diselaputi EAC beserta sel B dan makrofag. Limpa memiliki reaksi dengan antigen. Antigen yang masuk secara intravena akan dijerat paling tidak sebagian, di dalam limpa yang diambil oleh makrofag baik yang terdapat di zona pembatas maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Sel ini membawa antigen ke folikel primer dalam pulpa putih, setelah itu sel penghasil antibodi akan bermigrasi. Sel penghasil antibodi ini menempati zona pembatas dan pulpa merah, dan di daerah inilah produksi antibodi ini pertama kali ditemukan. Pembentukan pusat germinal juga terjadi dalam folikel primer dalam beberapa hari, walaupun hal ini tidak langsung berkaitan dengan produksi antibodi. Pada hewan yang sudah memiliki antibodi yang bersirkulasi, penjeratan antigen oleh sel dendrit dalam folikel sekunder menjadi penting. Seperti halnya pada tanggap kebal primer, sel penghasil antibodi berpindah dari folikel ini menuju ke pulpa merah dan zona pembatas, tempat sebagian besar produksi antibodi berlangsung, walaupun sebagian antibodi bisa juga diproduksi di dalam folikel sekunder yang hiperplastik (Tizard 1987). Atropi dan pembesaran limpa sulit untuk dibedakan dengan ukuran normal organ. Atropi dapat disebabkan oleh beberapapa mekanisme seperti hemosiderosis, usia yang sudah tua, kelainan sekresi, dan kelanjutan dari kongesti. Kongesti pada limpa merupakan hal yang umum dan dapat terlihat adanya akumulasi darah yang berwarna gelap saat diinsisi. Penyebab yang paling sering adalah akibat ethanasia dengan barbituat. Kongesti juga dapat ditemukan pada

10 anemia hemolitik dengan eritrosit yang mengalami retensi dalam pulpa merah. Pembesaran limpa dengan berbagai alasan cenderung berakibat thrombosis dan infark. Adanya diskret pada nodul yang muncul saat permukaan limpa diinsisi merupakan indikasi dari hiperplasia limfoid benign nodular (Carlton dan McGavin 1995). Menurut Schimidt et al. (2003) penyakit viral yang sering menyerang organ limpa unggas adalah Avian Polyomavirus, Herpesvirus, dan Avipoxvirus. Akibat agen ini, limpa unggas mengalami pembesaran atau splenomegali. Ayam merupakan reservoir terbesar Salmonella khususnya Salmonella thypimurium yang menyebabkan splenomegali dan infiltrasi limfosit, makrofag, dan heterofil. Penyakit degeneratif yang biasa menyerang limpa adalah amiloidosis. Hal ini disebabkan substansi protein yang bersifat patologis dan menjadi deposit di jaringan serta organ. Umumnya limpa akan tampak pucat dan padat jika diinsisi. Sedangkan karsinoma metastatik jarang ditemukan pada organ ini. Gambar 4 Limpa ayam: (1) kapsula, (2) pulpa merah, (3) pulpa putih, (4) arteri, dan (5) nodul limfatik (sumber: Nassar 2008). 2.4 Kortikosteroid Kortikosteroid merupakan bagian dari hormon steroid yang diproduksi di korteks adrenal. Kortikosteroid memiliki peran yang luas dalam sistem fisiologis seperti respon stres, respon imun, dan regulasi dalam proses inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme protein, pengaturan level elektrolit darah

11 dan tingkah laku. Glukokortikoid dan mineralkortikoid merupakan jenis dari kortikosteroid. Glukokortikoid contohnya kortisol berfungsi untuk mengatur metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, kortisol juga berperan sebagai anti inflamasi dengan mencegah pelepasan phospholipid, mengurangi kerja eosinofil dan beberapa mekanisme lainnya. Sedangkan mineralkortikoid contohnya aldosteron yang mengatur kadar air dengan menaikkan sodium di ginjal (Kansky et al. 2000). Kansky juga mengungkapkan struktur dasar kortikosteroid terdiri dari 21 cincin atom-karbon sterol. Aktivitas dari kortikosteroid meningkat dengan adanya ikatan tak jenuh antara dua atom karbon pertama. Kortikosteroid yang pertama kali dibuat untuk kepentingan klinis tidak mengandung halogen. Halogenisasi dari struktur dasar steroid posisi 9 alpha tidak hanya dapat meningkatkan aktivitas tapi juga meningkatkan efek samping. Menurut Suherman (1987) kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan yang responsif melalui membran plasma secara difusi pasif, kemudian bereaksi dengan reseptorsteroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sisntesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Gambar 5 Konfigurasi dasar kortikosteroid (sumber: Kansky 2000) Prednisone merupakan glukokortikoid sintetis yang memiliki kekuatan 4 kali lebih poten dibandingkan glukokortikoid alami yang diproduksi dalam tubuh. Tubuh yang terpapar stres akan menstimuli hipotalamus untuk memproduksi CRH (Corticotropin Realeasing Hormon). CRH akan memberi sinyal kepada pituitari

12 anterior untuk memproduksi ACTH, yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk menseksresikan hormon glukokortikoid. Glukokortikoid dalam tubuh diantaranya akan mempengaruhi organ hati, otot, lemak dan limfosit (Bowen 2006). Glukokortikoid menyebabkan deplesi limfosit melalui mekanisme apoptosis (programme cell death). Prinsip dari mekanisme ini adalah reseptor glukokortikoid yang terdapat pada sitoplasma sel akan aktif saat menempel dengan ligan. Saat berikatan, dalam sel akan terjadi peristiwa beruntun yang melibatkan beberapa senyawa protein yang akhirnya akan menyebabkan sel mengalami apoptosis. Peristiwa ini disebut cascade. Reseptor yang berikatan dengan ligan akan menempuh 2 jalan, yakni genomik dan non-genomik. Genomik terjadi saat ikatan reseptor-ligan merangsang gen dalam sel untuk memproduksi senyawa pro-apoptosis yang kemudian akan bereaksi dalam membran mitokondria. Sitokrom akan keluar dari mitokondria dan mengaktivasi enzim caspase yang akan menginduksi apoptosis. Sedangkan jalur non-genomik terjadi tanpa ada rangsangan perubahan gen. Namun pada mekanisme ini diketahui terdapat protein Bcl-2 dan Bcl-xL yang merupakan senyawa anti-apoptosis yang dalam keadaan tertentu akan menghambat kerja protein pro-apoptosis (Schlossmaker et al. 2011). Gambar 6 Mekanisme apoptosis akibat glukokortikoid (sumber: Schlossmaker et al.2011)

13 2.4.1 Terapi Kortikosteroid dan Efeknya Kortikosteroid merupakan derivat dari kolesterol, termasuk Prednisone, Prednisolone, dan Methylprednisolone. Agen inflamasi poten ini menimbulkan efek yang bervariasi yaitu mereduksi jumlah dan aktivitas dari sel-sel sistem imun. Senyawa kortikosteroid digunakan untuk terapi anti-inflamasi (Kuby 1992). Suherman (1987) berpendapat bahwa penggunaan klinik kortikosteroid sebagai anti inflamasi merupakan terapi paliatif, dalam hal ini penyebab penyakit tetap ada hanya gejalanya yang dihambat. Sebenarnya hal inilah yang menyebabkan obat ini banyak digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan sering disebut life saving drug, tetapi juga kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Karena gejala inflamasi ini sering digunakan sebagai dasar evaluasi terapi inflamasi, maka pada penggunaan glukokortikoid kadang-kadang terjadi masking effect, dari luar penyakit nampak sudah sembuh tetapi infeksi di dalam dapat terus menjalar. Salah satu indikasi klinis utama dari kortikosteroid adalah efek anti inflamasinya. Kortikosteroid memiliki kemampuan untuk memblok enzim phospolipase, yang menimbulkan reaksi pembentukan prostaglandin, mediator utama dari respon imun. Kortikosteroid juga menjaga sel dari trauma inflamasi dengan beberapa mekanisme, diantaranya menstabilkan membran sel untuk mencegah perombakan, menstabilkan membran lisosom sehingga tidak melepaskan enzim rasa sakit, menghentikan sintesis histamin, menghambat sintesis interleukin, dan mengurangi proses eksudasi (Wanamaker dan Massey 2004). Efek samping lokal penggunaan kortikosteroid, antara lain atropi kulit, eritema persisten, teleangiektasia, papula, dan pustula, steroid acne, gluteal granuloma, hipertrichosis, perubahan pigmentasi, dan alergi. Sedangkan efek samping sistemiknya adalah ketidakseimbangan elektrolit, diabetes steroid, peningkatan katabolisme protein, hipertensi arteri, dan osteoporosis (Kansky 2000). Terapi kortikosteroid menyebabkan menurunnya jumlah limfosit sebagai induksi dari lisisnya limfosit (lympholisis). Seperti hormon steroid lainnya, kortikosteroid bersifat lipofilik dan dapat menembus membran plasma dan

14 berikatan pada reseptor dalam sitosol. Kortikosteroid juga dapat mereduksi kemampuan makrofag dan netrofil untuk memfagositosis benda asing. Efek inilah yang memberikan kontribusi dalam aksi anti-inflamasi kortikosteroid. Selain itu, kortikosteroid juga mereduksi kemotaksis, hal inilah yang membuat beberapa sel inflamasi tertarik oleh aktivasi sel T H. Ekspresi dari molekul MHC II dan IL-1 yang diproduksi oleh makrofag otomatis juga akan tereduksi. Akhirnya kortikosteroid juga akan menstabilisasi membran lisosom dari leukosit, sehingga terjadi penurunan level dari enzim lisosom dilepaskan pada situs inflamasi (Kuby 1992). Forbes dan Altman (1998) berpendapat bahwa pada unggas kortikosteroid dapat menjadi terapi untuk lesio polifolikuler. Lesi ini mengakibatkan pruritus. Pemberian kortikosteroid atau NSAID, agen inflamasi dapat menghilangkan pruritus. Sedangkan Tully (2000) berpendapat pemberian obat topikal pada unggas harus diwaspadai dan tidak boleh terlalu banyak pemberiannya. Obat ini dapat melekat di bulu dan akan termakan oleh unggas saat unggas melicinkan bulunya dengan paruh sehingga berdampak toksisitas. Kortikosteroid topikal perlu diwaspadai penggunaannya. Banyak dilaporkan terjadi kematian setelah penggunaan kortikosteroid. Prednisolone, salah satu golongan kortikosteroid yang digunakan untuk penyakit rematik. Dosis rendah Prednisolone dapat menyebabkan kerusakan persendian. Efek paling serius paparan kortikostreoid adalah penekanan pitutariadrenal. Kelenjar adrenal akan mengalami atropi lalu kehilangan kemampuan untuk memproduksi kortikosteroid alami. Tubuh tidak akan dapat bertahan menghadapi stres sehingga tubuh akan selalu berada di bawah cekaman. Antiinflamasi kortikosteroid menurunkan fungsi imun. Respon infeksi akan meningkat seiring dengan berkurangnya jumlah limfosit. Berbagai infeksi seperti tuberkulosis akan mudah menyebar bahkan sebelum terdiagnosa (Thorp 2008) Residu Hormon Steroid pada Manusia Agen anabolik digunakan pada ternak untuk meningkatkan pertumbuhan. Terdapat dua macam steroid, yaitu steroid yang terdapat dan disintesis dalam tubuh (steroid endogenus) dan steroid yang berasal dari luar tubuh (steroid

15 eksogenus). Steroid eksogenus mengandung ester dari steroid endogenus, contohnya estradiol benzoat dan testosteron propionat. Senyawa-senyawa ini akan masuk ke tubuh manusia melalui makanan. Steroid yang terkonsumsi manusia memiliki kecenderungan akan menganggu produksi endokrin. Mengkonsumsi daging yang terpapar senyawa ini meningkatkan level hormon dalam tubuh manusia. Akumulasi steroid eksogenus dalam tubuh akan berselisih dengan steroid endogenus dalam 3 cara. Pertama, aktivitas biologis steroid eksogenus akan lebih kuat dibanding steroid endogenus. Kedua, steroid eksogenus dimetabolis secara berbeda, dan ketiga, steroid eksogenus akan memberikan efek berbeda dibanding steroid endogenus (Zeliger 2011). Hormon steroid diberikan pada ayam dengan tujuan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Selain itu hormon ini juga dapat meningkatkan massa otot ayam sebelum disembelih. Hal ini membantu peternak untuk meningkatkan keuntungan dan mempercepat panen ayam broiler tanpa mengeluarkan banyak biaya. Namun kandungan hormon steroid tersebut masih terdapat pada daging ayam bahkan setelah proses pemasakan, artinya saat mengkonsumsi, manusia akan terpapar oleh hormon ini dan menimbulkan efek negatif pada tubuh konsumen (Ankeny 2011). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan Pasal 58 ayat 1 menyebutkan bahwa dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan. Akumulasi senyawa steroid dalam daging berpotensi menimbulkan efek yang buruk bagi manusia selaku konsumen. Efek yang ditimbulkan mencangkup gangguan pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas, seperti imunotoksisitas, genotoksisitas, dan karsinogenisitas (Addis et al. 1999). Menurut Gandhi dan Snedeker (2003) beberapa steroid sintetis, contohnya diethylstilbestrol (DES), ditemukan dapat meningkatkan resiko kanker vagina. Paparan hormon steroid yang berkepanjangan juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Hormon steroid yang terdapat pada makanan dilaporkan menyebabkan pubertas yang lebih

16 cepat pada anak-anak perempuan. Sedangkan studi lain di Italia menunjukkan bahwa residu hormon steroid pada daging sapi dan ayam dinilai dapat menyebabkan pembesaran payudara baik pada anak perempuan maupun anak laki-laki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Organ limfoid primer unggas terdiri dari timus dan bursa Fabricius sedangkan pada mamalia terdiri dari sumsum tulang. Limpa, limfonodus dan MALT (Mucosa-associated Lymphoid Tissue)

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KORTIKOSTEROID TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN LIMFOID AYAM BROILER KENYO PALUPI

PENGARUH PEMBERIAN KORTIKOSTEROID TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN LIMFOID AYAM BROILER KENYO PALUPI PENGARUH PEMBERIAN KORTIKOSTEROID TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN LIMFOID AYAM BROILER KENYO PALUPI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid

BAB 1 PENDAHULUAN. inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu glukokortikoid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti mengontrol respon inflamasi. Hormon

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan histopatologi trakea Parameter yang diperiksa pada organ trakea adalah keutuhan silia, keutuhan epitel, jumlah sel goblet, dan sel radang. Pada lapisan mukosa, tampak

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

HOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena :

HOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena : HOST Pendahuluan Definisi Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi Penting dalam terjadinya penyakit karena : Bervariasi : geografis, sosekbud, keturunan Menentukan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari serangan epidemi cacar dapat menangani para penderita dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam pedaging Ayam broiler adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo Jaringan Hewan Compiled by Hari Prasetyo Tingkatan Organisasi Kehidupan SEL JARINGAN ORGAN SISTEM ORGAN ORGANISME Definisi Jaringan Kumpulan sel sejenis yang memiliki struktur dan fungsi yang sama untuk

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah merah merupakan tanaman endemik Papua yang bermanfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pengobatan beberapa penyakit, antara lain kanker, tumor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum jelas. Secara garis besar IBD

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN Achmad Farajallah Sistem Sirkulasi: mode umum Sistem transportasi internal akibat ukuran & strukturnya menempatkan sel-sel tubuh berada jauh dari lingkungan luar sistem yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

TUGAS 3 SISTEM PORTAL

TUGAS 3 SISTEM PORTAL TUGAS 3 SISTEM PORTAL Fasilitator : Drg. Agnes Frethernety, M.Biomed Nama : Ni Made Yogaswari NIM : FAA 113 032 Kelompok : III Modul Ginjal dan Cairan Tubuh Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Diferensial leukosit ayam perlakuan berumur 21 hari selama pemberian ekstrak tanaman obat 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Diferensial Leukosit Ayam Perlakuan Pemeriksaan diferensial leukosit ayam broiler dalam kelompok perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali selama penelitian berlangsung. Pemeriksaan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam kampung Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Peningkatan respon imun dapat terjadi karena adanya infeksi maupun setelah imunisasi atau adanya gangguan sirkulasi maupun tumor. Selain itu peningkatan respon imun juga dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 (7 SKS) Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi Dasar : Menerapkan ilmu kedokteran dasar pada blok biomedik 1 Indikator : Mampu

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki

Lebih terperinci