PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI"

Transkripsi

1 PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK PUTRI SETYA UTAMI. Pengujian Antikoagulan Bromadiolon pada Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO. Pengujian umpan beracun bersifat kronis (antikoagulan) berbahan aktif bromadiolon terhadap tikus sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tikus sawah dikenal sebagai hewan pengganggu karena merupakan hama utama pada tanaman padi dan hampir selalu menyebabkan kehilangan hasil di beberapa daerah sentra produksi padi di Indonesia, serta dapat menularkan penyakit pada manusia. Oleh karena itu, diperlukan usaha pengendalian yang optimal untuk menjaga populasi hama ini di bawah ambang ekonomi. Pengendalian secara kimiawi menggunakan rodentisida selama ini dianggap merupakan metode paling efektif dan dalam aplikasinya di lapangan biasanya hanya diberikan satu pilihan umpan beracun tanpa adanya umpan lain, namun pada kenyataannya pasti terdapat umpan lain. Pengujian rodentisida antikoagulan bromadiolon terhadap tikus sawah dilakukan dengan metode pilihan dan terdapat empat jenis formulasi bromadiolon yang digunakan. Dalam pengujian ini, tikus diberikan tiga jenis pilihan umpan (rodentisida, gabah, dan beras). Tikus sawah lebih menyukai gabah yang merupakan pakan dasarnya. Rodentisida Bromadiolon A, C, dan D yang berbentuk serealia lebih disukai oleh tikus sawah dibandingkan dengan Bromadiolon B yang berbentuk blok. Namun rodentisida yang paling banyak dikonsumsi yaitu Bromadiolon C ( g), sedangkan Bromadiolon B paling sedikit dikonsumsi ( g). Kematian paling tinggi terjadi pada perlakuan Bromadiolon A yang disertai penurunan bobot tubuh terbesar, namun rodentisida yang lebih efektif dalam mengendalikan tikus sawah di lapang yaitu Bromadiolon C. Kata kunci: Tikus sawah, antikoagulan, bromadiolon

3 ABSTRACT PUTRI SETYA UTAMI. Trial of Anticoagulant Bromadiolone Rice Field Rat (Rattus argentiventer Rob. & Klo.). Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO. Trial of the chronical poisonous bait (anticoagulant) based on bromadiolone to rice field rat (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) carried out at the laboratory of Vertebrate Pests, Plant Protection Department, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. Rice field rats known as a destroyer animal because it is a major pest in rice crop and always causes loss of product in some areas at the centre of the rice production in Indonesia, and can transmit disease to human. Therefore, it required the control efforts to maintain the population bellow the economic level. Chemical control using rodenticide is considered to be the most effective method and its application in the field is normally given only one choice of bait in the absence of other toxic bait, however in fact there are other feed. Trial the rodenticide anticoagulants (bromadiolone) to rice field rat conducted with choice-test method. There are four types of bromadiolone formulations used. In this trial, the rat was given three kinds of feed options (rodenticide, grains, and rice). Rice field rats preferred grain is a basic feed. The shape of Bromadiolone A, C, and D is cereal, and it is preferred by rice field rat compared to Bromadiolone B in the form of blocks. Rats consumed Bromadiolone C ( g) more than others, whereas the Bromadiolone B is the least amount of consumption ( g). Most deaths occurred on the Bromadiolone A that accompanied the greatest decrease in body weight, however Bromadiolone C is the most effective rodenticide in controlling rice field rats. Key words: Rice field rat, anticoagulant, bromadiolone

4 PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Pengujian Antikoagulan Bromadiolon pada Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) : Putri Setya Utami : A Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Mei 1990 dari pasangan Bapak Drs. H. Subadri, MM dan Ibu Hj. Lilis Muflihah, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai studinya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pegadungan 11 Pagi, Jakarta Barat dan lulus pada tahun Setelah itu penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 169 Jakarta Barat dan lulus pada tahun Selanjutnya, penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 33 Jakarta Barat dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, antara lain menjadi anggota Divisi Insekta Unit Konservasi Fauna IPB pada tahun 2008/2009, menjadi anggota UKM Gentra Kaheman IPB pada tahun 2008/2009, menjadi pengurus pada Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB, yaitu sebagai anggota Divisi Komunikasi dan Informasi pada tahun 2009/2010, dan menjadi anggota Entomologi Club pada tahun 2009/2010. Penulis juga pernah magang di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2010.

7 PRAKATA Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengujian Antikoagulan Bromadiolon pada Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini dengan penuh hormat, cinta, kasih, dan sayang penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibunda dan ayahanda yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat, dukungan moril, lahir batin yang tiada hentinya, serta menjadi panutan dan motivator bagi penulis agar senantiasa selalu menjadi yang terbaik dan berguna bagi orang lain. 2. Kakak dan adik yang selalu menyayangi dan memberikan semangat kepada penulis untuk terus memberikan yang terbaik. 3. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu, perhatian, semangat, bimbingan, arahan, masukan, dan nasehat selama menjadi dosen pembimbing hingga penyelesaian skripsi ini. 4. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA selaku dosen pembimbing akademik yang telah berperan besar di awal masa kuliah. 6. Seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu di IPB. 7. Bapak Ahmad Soban atas bantuannya selama penelitian sampai akhir penelitian, serta staf dan administrasi Departemen Proteksi Tanaman. 8. Galih Pamungkas yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan, dan setia membantu dalam penelitian hingga penyusunan skripsi. 9. Rekan-rekan mahasiswa IPB khususnya Ushwanuuri RL, Priyanti Widya N, Hamdayanti, M. Karami, Agus Wahid S, Novra E, Sherly Vonia I, Ni Nengah, Yuke A, Minkhaya SP, Rizki Nazarreta, Rosi Rosidah J, dan seluruh PTN 45 atas semangat, doa, bantuan, kritik dan saran, serta dukungannya selama ini. 10. Teman-teman B21, VSCAL, dan Savant atas semangat, doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih membutuhkan saran serta kritik. Namun, penulis berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Februari 2012 Penulis

8 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Tikus Sawah... 4 Klasifikasi dan Morfologi... 4 Biologi dan Ekologi... 4 Metode Pengendalian Tikus Sawah... 7 Rodentisida... 7 Rodentisida Kronis... 8 Bromadiolon... 9 Gabah... 9 Beras BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Hewan Uji Umpan Rodentisida Kandang Percobaan Timbangan Metode Persiapan Hewan Uji Persiapan Rodentisida Pengujian Rodentisida vs Umpan Pemberian Umpan (Gabah) Pasca Perlakuan Pengamatan yang dilakukan Peubah yang diamati Konversi Umpan Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) viii

9 ix Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Kecenderungan Konsumsi Tikus Sawah terhadap Rodentisida.. 21 Pengujian Rodentisida vs Umpan Bobot Tubuh dan Kematian Tikus Sawah Konsumsi Racun dan Lama Kematian dari Setiap Individu Perbedaan Konsumsi antara Tikus Sawah Jantan dan Betina Konsumsi Tikus Sawah terhadap Gabah Saat Perlakuan dan Pasca Perlakuan Bobot Tubuh Tikus Sawah Pasca Perlakuan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 37

10 x DAFTAR TABEL Halaman 1 Konsumsi tikus sawah terhadap keempat jenis formulasi bromadiolon Konsumsi tikus sawah terhadap kedua jenis umpan dan rodentisida Bobot tubuh dan kematian tikus sawah saat perlakuan Perbedaan konsumsi antara tikus sawah jantan dan betina Konsumsi tikus sawah terhadap gabah saat perlakuan dan pasca perlakuan Bobot tubuh tikus sawah pada gabah pasca perlakuan x

11 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Tikus sawah (R. argentiventer) Umpan: (A) Beras dan (B) gabah Rodentisida kronis bromadiolon: (A) Bromadiolon A 0.005%, (B) Bromadiolon B 0.005%, (C) Bromadiolon C 0.005%, (D) Bromadiolon D 0.25% Kandang percobaan Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) Konsumsi setiap individu tikus sawah terhadap rodentisida Proporsi konsumsi rodentisida, gabah, dan beras terhadap konsumsi total pada keempat jenis bromadiolon... 24

12 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap keempat jenis formulasi bromadiolon Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap Bromadiolon A vs gabah vs beras Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap Bromadiolon B vs gabah vs beras Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap Bromadiolon C vs gabah vs beras Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap Bromadiolon D vs gabah vs beras Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi gabah antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon A Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi beras antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon A Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi rodentisida antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon A Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi gabah antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon B Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi beras antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon B Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi rodentisida antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon B Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi gabah antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon C Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi beras antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon C Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi rodentisida antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon C Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi gabah antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon D Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi beras antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon D Analisis sidik ragam perbedaan konsumsi rodentisida antara tikus sawah jantan dan betina pada perlakuan Bromadiolon D xii

13 xiii 18 Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah saat perlakuan dan pasca perlakuan Bromadiolon A Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah saat perlakuan dan pasca perlakuan Bromadiolon B Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah saat perlakuan dan pasca perlakuan Bromadiolon C Analisis sidik ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah saat perlakuan dan pasca perlakuan Bromadiolon D... 41

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tikus (Ordo Rodentia) merupakan hewan liar dari golongan mamalia dan dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan pengerat dan pemakan segala jenis makanan (omnivora) ini sering menimbulkan kerusakan dan kerugian dalam kehidupan manusia antara lain dalam bidang pertanian, perkebunan, permukiman dan kesehatan. Tikus sudah mampu beradaptasi dengan baik serta menggantungkan dirinya pada kehidupan manusia dalam hal pakan dan tempat tinggal. Selain itu, tikus dapat membahayakan manusia karena mampu menularkan penyakit pada manusia. Kelompok hewan ini dapat menjadi vektor beberapa penyakit zoonosis antara lain Yersiniosis, Leptospirosis, dan Salmonellosis. Sedangkan patogen yang dapat ditularkan kepada manusia yaitu Lymphochytis choriomeningitis, Entamoeba histolytica, dan Giardia muris (Meehan 1984). Berdasarkan hal tersebut tikus sering dipandang oleh manusia sebagai hewan yang memiliki efek negatif dalam ekosistem alam (Dickman 1988). Namun menurut Priyambodo (2009), hewan ini dapat memberikan keuntungan bagi manusia terutama dalam bidang pengetahuan, yaitu dapat digunakan sebagai hewan percobaan di Laboratorium. Sebagai contoh, penggunaan tikus putih (Rattus norvegicus Strain Albino) dan mencit putih (Mus musculus Strain Albino) di Laboratorium untuk pengujian obat sebelum diaplikasikan pada manusia. Perkembangan hama tikus dapat berlangsung sangat cepat apabila kondisi ketersediaan makanan mencukupi, kurangnya usaha pengendalian yang dilakukan oleh petani serta sedikitnya musuh alami tikus yang terdapat di alam, sehingga kondisi ini melampaui batas ambang ekonomi dan merugikan petani. Ada 29 spesies tikus yang menjadi hama penting di Asia Tenggara yang dapat menyebabkan kehilangan ekonomi dan menularkan penyakit pada manusia (Hoque et al. 1988). Beberapa spesies tikus tersebut yang terdapat di Indonesia antara lain Bandicota indica (wirok besar), Rattus norvegicus (tikus riul), R. rattus diardii (tikus rumah), R. argentiventer (tikus sawah), R. exulans (tikus ladang), dan R. tiomanicus (tikus pohon) (Priyambodo 2009).

16 2 Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) merupakan salah satu hama utama pada tanaman padi yang memiliki sifat-sifat sangat berbeda dengan jenis hama utama padi yang lainnya. Tikus sawah dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai agroekosistem, baik lahan sawah irigasi, lahan sawah kering, maupun lahan sawah rawa pasang surut. Tikus sawah dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi mulai dari saat persemaian hingga padi siap dipanen, dan bahkan di dalam gudang penyimpanan. Kehilangan hasil panen akibat serangan tikus sawah hampir selalu terjadi pada setiap musim tanam di beberapa daerah sentra produksi padi di Indonesia. Rata-rata luas serangan tikus sawah pada periode mencapai ha dengan intensitas kerusakan 20% (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2006). Oleh karena itu, usaha pengendalian terhadap hewan ini perlu dilakukan yang mencakup berbagai macam aspek kegiatan. Usaha pengendalian tikus sawah selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini karena tikus sawah memiliki karakter biologis dan keunikan perilaku yang berbeda dengan hama lainnya (Brown et al. 2003; Nolte et al. 2002). Teknologi pengendalian tikus sawah yang telah dikenal selama ini lebih memfokuskan pada kegiatan kultur teknis, sanitasi, fisik/mekanis, kimiawi, biologis, dan cara pengendalian lokal lainnya. Pengendalian secara kimiawi menggunakan rodentisida selama ini dianggap merupakan metode paling efektif untuk mengendalikan tikus sawah. Hal tersebut dapat terjadi karena efektifitas rodentisida dapat dibuktikan secara langsung dengan terbunuhnya sejumlah tikus setelah pengumpanan rodentisida. Namun penggunaan bahan kimia secara terus menerus akan berdampak pada lingkungan yaitu terbunuhnya hewan non target serta pencemaran habitat. Aplikasi pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida di lapangan biasanya hanya diberikan satu pilihan umpan beracun tanpa adanya umpan lain. Pada kenyataannya di lapang pasti terdapat umpan lain, seperti bulir padi, apabila rodentisida diaplikasikan pada saat tanaman memasuki fase generatif. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengujian terhadap beberapa jenis formulasi rodentisida disertai pemberian umpan lain yang tidak beracun berupa serealia untuk mengetahui kecenderungan tikus sawah dalam mengonsumsi beberapa jenis umpan pilihan, yaitu umpan beracun dan umpan tanpa racun. 2

17 3 Rodentisida yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbahan aktif bromadiolon karena menurut Buckle (1994) dapat digunakan secara luas untuk mengendalikan tikus di permukiman dan di pertanian. Selain itu, rodentisida ini bekerja lambat sehingga tidak menimbulkan jera umpan (bait-shyness) pada tikus, tidak memerlukan umpan pendahuluan (pre-baiting) dalam aplikasinya, dan konsentrasinya rendah sehingga diterima oleh tikus. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan konsumsi tikus sawah terhadap empat jenis formulasi rodentisida berbahan aktif bromadiolon pada saat terdapat umpan tanpa racun dalam usaha pengendalian tikus sawah (R. argentiventer) yang efektif dan efisien. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis formulasi bromadiolon yang efektif dan efisien untuk aplikasi pengendalian tikus sawah (R. argentiventer) di lapangan pada saat terdapat umpan lain yang tidak beracun. Hipotesis Tikus sawah (R. argentiventer) lebih memilih umpan gabah dibandingkan umpan yang lainnya karena gabah merupakan pakan dasar sesuai dengan habitatnya, di lahan persawahan, dimana selalu tersedia bulir padi. Selain itu, tikus sawah lebih menyukai pakan yang berbentuk serealia dibandingkan berbentuk blok, sehingga rodentisida bromadiolon berbentuk serealia yang lebih banyak dikonsumsi oleh tikus sawah.

18 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria, Ordo Rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, Subfamili Murinae, Genus Rattus, dan Spesies R. argentiventer Rob. & Klo. (Boeadi 1979). Tikus sawah merupakan hewan terestrial yang memiliki tonjolan pada telapak kaki yang relatif kecil dan permukaannya halus. Selain itu, tikus sawah memiliki rambut agak kasar, moncong berbentuk kerucut, badan berbentuk silindris, warna badan pada bagian punggung coklat kelabu kehitaman, dan warna badan pada bagian perut kelabu pucat atau putih kotor. Ciri khusus dari tikus sawah yaitu ekor relatif lebih pendek daripada panjang kepala dan badan. Panjang kepala dengan badan mm, ekor mm, dan tungkai mm. Jumlah puting susu tikus betina 12 buah, 3 pasang di bagian dada dan 3 pasang di bagian perut (Priyambodo 2009). Biologi dan Ekologi Tikus sawah (R.argentiventer) merupakan hama utama penyebab kerusakan terbesar tanaman padi, terutama pada agroekosistem dataran rendah dengan pola tanam yang intensif. Tikus sawah dapat merusak tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari semai hingga panen, bahkan di dalam gudang penyimpanan (BB Padi 2009). Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Tikus sawah memiliki daya adaptasi yang tinggi sehingga mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Selain itu, tikus sawah juga suka menggali liang untuk berlindung dan berkembangbiak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan tanggul irigasi (Rochman 1992). Tikus sawah memiliki panca indera yang berkembang dengan baik sehingga dapat menunjang setiap aktivitas kehidupannya. Sebagai hewan nokturnal, penglihatan tikus sawah telah berkembang dan beradaptasi untuk melihat dalam intensitas cahaya rendah. Tikus dapat mengenali bentuk benda hingga jarak 4

19 5 pandang m (Anggara et al. 2008). Namun tikus sawah dianggap buta warna sehingga sebagian warna terlihat abu-abu (Rochman 1992). Indera penciuman berkembang baik sehingga tikus dapat mendeteksi wilayah pergerakan tikus lain, jejak anggota kelompoknya, dan betina estrus. Indera pendengaran tikus sawah berkembang sempurna. Indera pengecap berkembang baik sehingga mampu mendeteksi rasa pahit, racun, dan enak atau tidaknya suatu pakan. Indera peraba juga berkembang baik, misai dan rambut-rambut panjang pada sisi tubuhnya digunakan sebagai sensor sentuhan terhadap benda-benda yang dilalui (BB Padi 2009). Sebagai hewan nokturnal, tikus memiliki orientasi mencari makan, pasangan, dan kawasan (Brooks & Rowe 1979). Selain itu, tikus memiliki kemampuan fisik seperti menggali, memanjat, meloncat, melompat, menggerogoti, berenang, dan menyelam (Rochman 1992). Tikus telah memiliki otak yang berkembang sempurna sehingga mampu belajar dan mengingat dengan baik. Tikus sawah dapat mengingat sarang, sumber pakan yang aman ataupun beracun, dan sumber air (Anggara et al. 2008). Tikus sawah termasuk hewan omnivora (pemakan segala jenis makanan), seperti biji-bijian (beras, gabah, jagung), umbi-umbian, serangga, dan sebagainya. Pada saat makanan berlimpah, tikus sawah akan menjadi lebih selektif dan memilih makanan yang paling disukai, yaitu biji-bijian atau padi yang tersedia di sawah (Rochman et al. 1982). Seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan dapat dirusak oleh tikus. Walaupun demikian, tikus paling suka memakan bagian malai atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Pada stadia persemaian, tikus mencabut benih yang sudah mulai tumbuh (bibit) untuk memakan bagian biji yang masih tersisa (endosperm). Pada stadia vegetatif, tikus memotong bagian pangkal batang untuk memakan bagian batangnya. Adapun pada stadia generatif, tikus memotong pangkal batang untuk memakan bagian malai atau bulirnya (Priyambodo 2009). Tikus sawah memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi. Di lahan yang ditanami padi secara terus menerus (2 kali per tahun) puncak populasi akan terjadi 2 kali, yaitu pada saat tanaman fase generatif. Di lahan yang ditanami padi 1 kali

20 6 per tahun, puncak populasi hanya terjadi 1 kali, yaitu pada fase generatif. Dalam satu musim tanam padi, tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan ratarata 10 ekor anak per kelahiran. Tikus betina relatif cepat matang seksual (± 1 bulan) dibandingkan dengan tikus jantan (± 2-3 bulan). Cepat atau lambatnya kematangan seksual tersebut tergantung dari ketersediaan pakan di lapangan serta tempat berlindung dan bersarang yang memadai. Apabila hal tersebut terpenuhi maka tikus sawah dapat berkembangbiak dalam waktu singkat sehingga akan terjadi peningkatan populasi yang sangat pesat atau disebut juga ledakan populasi (Macdonald & Fenn 1994). Masa kebuntingan tikus betina sekitar 21 hari dan mampu kawin kembali jam setelah melahirkan (post partum oestrus) (Southwhick 1969; Meehan 1984). Terdapatnya padi yang belum dipanen dapat memperpanjang periode reproduksi tikus sawah. Dalam kondisi tersebut, anak tikus dari kelahiran pertama sudah mampu bereproduksi sehingga seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor tikus dalam satu musim tanam padi. Secara teoritis dari 1 pasang tikus dapat berkembang menjadi ekor dalam waktu 1 tahun (Meehan 1984). Pada saat tanaman fase padi vegetatif, tikus hidup soliter dan di luar liang, sedang pada fase generatif, tikus hidup berpasang-pasangan dan tinggal di dalam liang persawahan dengan pematang yang sempit (Sudarmaji 2005). Luas wilayah dan jarak jelajah harian tikus dipengaruhi oleh jumlah sumber pakan dan populasi tikus. Bila sumber pakan berlimpah, jelajah hariannya pendek ( m) dan bila sumber pakan sedikit, jelajah harian panjang ( m) (BB Padi 2009). Keberadaan tikus di lapang dapat diketahui dengan cara pengumpanan tanpa racun yang dipasang minimal sebanyak 20 titik umpan per hektar atau pengamatan jejak dan jalan lintas tikus. Selain itu, keberadaan tikus di suatu tempat dapat diketahui dengan adanya benda yang rusak. Penentuan yang akurat akan adanya investasi tikus dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap bahan makanan atau aktivitas sarang dan tanda-tanda pergerakan tikus dari sarang ke daerah makanan (Chandra 2005). 6

21 7 Metode Pengendalian Tikus Sawah Pengendalian tikus sawah sering dilakukan oleh manusia. Beberapa metode pengendalian yang dapat dilakukan antara lain kultur teknis, sanitasi, fisikmekanis, biologis atau hayati, dan kimiawi. Elemen penting yang harus diperhatikan untuk mengendalikan tikus di persawahan adalah sanitasi lingkungan dan monitoring populasi tikus di sekitar persawahan (Priyambodo 2009). Sanitasi dapat menyebabkan tikus kehilangan tempat persembunyian dan sumber pakan alternatif terutama saat periode bera, sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan populasi tikus sawah (Sudarmaji 2004). Pengendalian secara hayati (biologi) terhadap populasi tikus dilakukan dengan menggunakan parasit, predator, atau patogen untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan populasi tikus dari suatu habitat. Namun cara ini kurang efektif dan kurang memberikan hasil yang memuaskan. Pengendalian populasi tikus secara hayati dengan penggunaan parasit, patogen, dan manipulasi genetik telah dirintis, namun belum dapat diterapkan secara luas (Fall 1977). Pengendalian secara kultur teknis dapat dibagi menjadi beberapa cara yaitu pengaturan pola tanam, pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, dan penggunaan tanaman perangkap, sedangkan pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu penggunaan umpan beracun, penggunaan bahan fumigasi, dan bahan kimia penarik (attractant) (Priyambodo 2009). Metode pengendalian terhadap tikus yang sering digunakan oleh manusia yaitu secara mekanik dengan menggunakan perangkap dan secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida (Mutiarani 2009). Umumnya pengendalian hama dengan menggunakan rodentisida dapat dikatakan berhasil. Pengendalian dengan bahan kimia dapat memberikan efek positif maupun negatif. Efek positif berupa hasil yang cepat dan efektif sedangkan efek negatifnya antara lain pencemaran lingkungan dan resistensi hama. Rodentisida Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis hewan pengerat, misalnya tikus. Rodentisida dapat membunuh tikus (hewan pengerat) dengan cara meracuni

22 8 makanannya (tanaman). Menurut Prakash (1988) berdasarkan kecepatan kerjanya, rodentisida dibagi menjadi dua jenis yaitu rodentisida akut (bekerja cepat) dan rodentisida kronis (bekerja lambat). Rodentisida akut adalah racun yang bekerja cepat dengan merusak sistem syaraf tikus. Rodentisida akut dapat menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle & Smith 1996). Berdasarkan toksisitasnya, rodentisida akut dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu highly toxicity (toksisitas tinggi), moderately toxicity (toksisitas sedang), dan lower toxicity (toksisitas rendah) (Priyambodo 2009). Rodentisida kronis (antikoagulan) merupakan rodentisida yang bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler. Rodentisida kronis dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok kimia bahan aktifnya dan berdasarkan saat diproduksinya (Priyambodo 2009). Rodentisida Kronis Rodentisida kronis (antikoagulan) merupakan rodentisida yang bersifat tidak langsung mematikan setelah tertelan oleh hewan sasaran, namun memerlukan waktu beberapa lama untuk bereaksi dan menimbulkan kematian terhadap target. Hal ini disebabkan rodentisida memiliki daya kerja yang lambat (Buckle 1994). Berdasarkan kelompok bahan kimia aktifnya, rodentisida kronis (antikoagulan) dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu hydroxicoumarin dan indanedione (Priyambodo 2009). Selain itu rodentisida kronis (antikoagulan) juga dapat dikelompokkan berdasarkan saat diproduksinya, yaitu rodentisida antikoagulan generasi I dan generasi II. Rodentisida antikoagulan generasi II dibuat karena sudah terjadi atau diperkirakan akan terjadi resistensi tikus terhadap rodentisida antikoagulan generasi I (Priyambodo 2009). Penggunaan rodentisida yang bersifat kronis bertujuan untuk menghindari sifat jera umpan yang dimiliki oleh tikus, sehingga pengendalian dengan pengumpanan dapat berjalan lebih efektif. Pengendalian dengan rodentisida semacam ini memerlukan pemberian yang berulang selama 3 hari atau lebih, namun pemakaian rodentisida kronis secara terus-menerus dapat menyebabkan 8

23 9 terbentuknya populasi tikus yang resisten di beberapa negara sehingga pemanfaatannya harus dilakukan secara hati-hati. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh rodentisida kronis yaitu terhambatnya pembentukan protrombin yang menyebabkan kerapuhan kapiler darah sehingga terjadi pendarahan (Chandra 2005). Rodentisida ini membuat darah menjadi berkurang kekentalannya dan semakin lama semakin encer sehingga pada akhirnya tikus akan mati karena pendarahan didalam tubuhnya (Syamsuddin 2007). Tikus yang telah mengonsumsi rodentisida antikoagulan dengan dosis yang mematikan biasanya akan mengalami kematian 2-14 hari setelah proses peracunan (Surtikanti 2007). Bromadiolon Bromadiolon merupakan salah satu golongan antikoagulan generasi kedua yang efektif terhadap tikus dan hewan pengerat lainnya (Bennet 2002). Struktur kimia dari bromadiolon yaitu 3-[3-(4 -bromobiphenyl-4-yl)-3-hydroxy-1- phenylpropyl]-4-hydroxycoumarin [ ], C 30 H 23 BrO 4 (Buckle 1994). Bromadiolon diproduksi dalam berbagai bentuk yaitu bentuk umpan siap saji, bentuk tepung atau bubuk, dan bentuk blok. Secara umum bromadiolon digunakan dengan konsentrasi 0.005% dan sudah efektif di lapangan terhadap tikus yang sudah resisten terhadap antikoagulan generasi pertama. Bromadiolon merupakan racun antikoagulan dengan dosis tunggal 50 mg/kg dengan LD 50 kurang dari 2 mg/kg. Penggunaan bromadiolon harus dilakukan dengan tepat dan aman karena seringkali ditemukan bau bangkai tikus yang sulit terdeteksi (Pardosi & Sukana 2005). Gabah Gabah merupakan bulir padi yang termasuk tahap penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi. Menurut Priyambodo (2009), tikus dapat menyerang padi pada berbagai stadia pertumbuhan. Pada stadia persemaian, tikus merusak tanaman padi dengan mencabut benih yang sudah mulai tumbuh (bibit) untuk memakan bagian biji yang masih tersisa (endosperm). Pada stadia vegetatif, tikus memotong bagian pangkal batang untuk memakan bagian batangnya. Pada stadia generatif, tikus dapat menyerang bagian malai atau bulir tanaman padi.

24 10 Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% bekatul, 65-67% endosperm, dan 2-3% lembaga. Lapisan bekatul paling banyak mengandung vitamin B 1. Selain itu, bekatul juga mengandung protein, lemak, vitamin B 2, dan niasin. Endosperm merupakan bagian utama butir beras, dengan komposisi utama adalah pati. Selain itu endosperm mengandung protein cukup banyak, serta selulosa, mineral, dan vitamin dalam jumlah kecil (Lasztity 1986). Beras Beras merupakan salah satu padi-padian terpenting di dunia yang dikonsumsi oleh manusia. Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Asia. Sekitar 1.75 milyar dari ± 3 milyar penduduk Asia termasuk ± 300 juta penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Beras merupakan gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Struktur beras terdiri dari beberapa bagian yaitu kulit gabah, lapisan perikarp, lapisan aleuron, bakal kecambah, dan bagian endosperm (Lasztity 1986). Permukaan beras ditutupi oleh selaput tipis yang mengandung protein, vitamin, karbohidrat, mineral, dan lemak. Beras sebagai komoditas pangan menyumbang energi, protein, dan zat besi masing-masing sebesar 63.1%, 37.7%, dan 25-30% dari total kebutuhan tubuh. Setelah dimasak kandungan protein yang dimiliki beras menurun sampai 2% (Tasar 2000). Lebih dari 50% penduduk dunia juga tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama. Pangan, khususnya beras yang dikonsumsi harus sehat dan aman (Wahyudin 2008). 10

25 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga Desember Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus sawah (R. argentiventer Rob. & Klo.) (Gambar 2). Tikus sawah yang digunakan diperoleh dari daerah Subang, Jawa Barat. Tikus yang akan diuji diidentifikasi berdasarkan jenis tikus, kondisi kesehatan, jenis kelamin, bobot tubuh, dan tidak bunting. Tikus yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu 10 ekor untuk setiap perlakuan dengan bobot tubuh > 70 g.

26 12 Gambar 2 Tikus sawah (R. argentiventer) Umpan Umpan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu beras (Gambar 3A) dan gabah (Gambar 3B). Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat. Sedangkan gabah merupakan bentuk dasar dari beras sebelum dilakukan penggilingan dan dapat digunakan sebagai pakan hewan terutama tikus sawah. (A) (B) Gambar 3 Umpan: (A) Beras dan (B) gabah Rodentisida Rodentisida yang digunakan bersifat kronis (antikoagulan) sehingga tidak langsung menyebabkan kematian setelah pemberian rodentisida, namun dibutuhkan beberapa waktu. Pemberian rodentisida dilakukan secara berulang untuk dapat menimbulkan keracunan serta kematian. Rodentisida kronis yang digunakan berbahan aktif bromadiolon yang terdiri dari empat jenis yaitu Bromadiolon A 0.005% berbentuk butiran beras dengan warna merah muda pekat (Gambar 4A), Bromadiolon B 0.005% berbentuk blok dengan warna biru (Gambar 4B), Bromadiolon C 0.005% berbentuk butiran beras dengan warna 12

27 13 merah muda agak pudar (Gambar 4C), dan Bromadiolon D 0.25% berbentuk tepung dengan warna biru muda (Gambar 4D). (A) (B) (C) Gambar 4 Rodentisida kronis bromadiolon: (A) Bromadiolon A 0.005%, (B) Bromadiolon B 0.005%, (C) Bromadiolon C 0.005%, (D) Bromadiolon D 0.25% (D) Kandang Percobaan Kandang percobaan (Gambar 5) yang digunakan untuk pemeliharaan dan perlakuan berbentuk balok yang terbuat dari kawat bangunan yang kuat dan keras dengan ukuran p x l x t masing-masing yaitu 38 cm x 22 cm x 22 cm. Lubanglubang kawat pada kandang berukuran kecil sehingga tidak memungkinkan tikus untuk keluar dari kandang. Pada setiap kandang percobaan dilengkapi dengan peralatan tambahan berupa gelas berisi air untuk minum tikus, wadah umpan beserta umpannya, dan bumbung bambu sebagai tempat persembunyian tikus.

28 14 Gambar 5 Kandang percobaan Timbangan Alat untuk menimbang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) (Gambar 6). Timbangan elektronik digunakan untuk menimbang bobot tubuh hewan uji (tikus) sebelum dan setelah perlakuan. Selain itu, timbangan juga digunakan untuk menimbang bobot konsumsi tikus terhadap ketiga jenis umpan (beras, gabah, dan rodentisida). Gambar 6 Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) Metode Persiapan Hewan Uji Tikus sawah yang digunakan sebagai hewan uji diambil dari daerah Subang, Jawa Barat. Tikus sawah yang digunakan sebagai hewan uji diidentifikasi berdasarkan kondisi kesehatan, jenis kelamin, serta bobot tubuh. Bobot tubuh tikus sawah yang digunakan > 70 g. Selain itu dilakukan pemilihan tikus sawah yang sehat dan tidak bunting. 14

29 15 Tikus sawah yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebanyak 10 ekor untuk setiap perlakuan. Setelah perlakuan pertama, untuk perlakuan berikutnya digunakan tikus sawah yang sama (berlanjut) sehingga tikus sawah yang telah digunakan sebelumnya, digunakan kembali untuk perlakuan berikutnya. Apabila terdapat tikus sawah yang mati pada perlakuan sebelumnya, maka untuk perlakuan berikutnya digunakan tikus yang baru. Total tikus yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 16 ekor tikus sawah, karena terdapat enam ekor tikus yang mati. Persiapan Rodentisida Rodentisida golongan bromadiolon yang digunakan terdiri atas empat jenis (Bromadiolon A, B, C, dan D). Tiga jenis dari empat jenis rodentisida yang ada merupakan rodentisida siap pakai. Namun terdapat rodentisida Bromadiolon D yang berbentuk tepung sehingga perlu dilakukan pencampuran terlebih dahulu dengan beras dan minyak. Untuk membuat rodentisida siap saji dari jenis Bromadiolon D sebanyak 100 g diperlukan rodentisida tepung sebanyak 2.5 g dan beras sebanyak 97.5 g. Kemudian kedua bahan tersebut dicampurkan dan ditambahkan minyak goreng secukupnya yang berfungsi untuk melekatkan tepung pada beras. Selanjutnya ketiga bahan tersebut diaduk secara merata sehingga warna beras menjadi biru muda seluruhnya. Konsentrasi untuk bromadiolon D menjadi 0.006%. Pengujian Rodentisida vs Umpan Pengujian antikoagulan bromadiolon pada tikus sawah menggunakan metode pilihan (choice test), yaitu pengujian umpan beracun terhadap tikus dengan memberikan alternatif umpan lain, sehingga tikus mempunyai pilihan dalam mengonsumsi umpan yang disediakan. Pengujian ini terdiri dari empat urutan perlakuan yaitu perlakuan Bromadiolon A vs gabah vs beras, Bromadiolon B vs gabah vs beras, Bromadiolon C vs gabah vs beras, dan Bromadiolon D vs gabah vs beras. Teknik pengujian untuk semua perlakuan (rodentisida vs gabah vs beras) yaitu tikus sawah yang akan digunakan sebagai hewan uji masing-masing

30 16 ditimbang terlebih dahulu bobot tubuhnya sebagai bobot awal dengan menggunakan timbangan elektronik, bobot tubuh yang digunakan > 70 g. Selanjutnya masing-masing hewan uji dimasukkan ke dalam kandang percobaan yang telah dilengkapi dengan bumbung bambu dan gelas yang berisi air untuk minum tikus sawah setiap harinya. Setelah seluruh hewan uji dimasukkan ke dalam kandang percobaan, kemudian dimasukkan rodentisida, gabah, dan beras dalam wadah yang terpisah ke dalam kandang percobaan. Sebelum diaplikasikan, masing-masing umpan beracun dan tidak beracun (rodentisida, gabah, beras) ditimbang bobotnya menggunakan timbangan elektronik. Untuk rodentisida bobot awal yang digunakan sebanyak > 10 g, untuk gabah dan beras bobot awal yang digunakan sebanyak > 20 g. Tikus yang sama digunakan kembali untuk perlakuan berikutnya, namun sebelumnya tikus diadaptasikan kembali dengan pemberian gabah. Apabila terdapat tikus yang mati pada saat perlakuan, maka diganti dengan tikus sawah yang baru untuk perlakuan berikutnya. Metode pengujian yang sama dilakukan untuk semua perlakuan. Pemberian Umpan (Gabah) Pasca Perlakuan Setelah pengujian rodentisida vs umpan, dilanjutkan dengan pemberian umpan gabah. Penggantian rodentisida dan umpan dengan gabah bertujuan untuk mengondisikan tikus sawah setelah diberi perlakuan dengan rodentisida untuk digunakan pada perlakuan berikutnya. Gabah yang akan diberikan diletakkan dalam wadah dan kemudian dimasukkan ke dalam kandang berisi tikus sawah yang telah selesai diberi perlakuan. Jumlah gabah yang diberikan pada tikus sawah pasca perlakuan yaitu > 20 g. Pengamatan yang dilakukan Pengujian choice test (rodentisida vs umpan) dilakukan masing-masing sebanyak 10 kali ulangan, menggunakan 10 ekor tikus sawah. Setiap ulangan digunakan 1 ekor tikus sawah dan dilakukan pengamatan selama 5 hari berturut- 16

31 17 turut. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap konsumsi gabah selama 3 hari berturut-turut. Peubah yang diamati Konsumsi tikus sawah terhadap umpan beracun (rodentisida) dan umpan tanpa racun (gabah, beras) dicatat setiap harinya dengan catatan tikus sawah telah mengonsumsi salah satu umpan (beracun atau tanpa racun) yaitu rodentisida, gabah, atau beras sebanyak 1 g agar dapat berganti ke hari berikutnya. Setelah 5 hari perlakuan, tikus sawah ditimbang kembali bobot tubuhnya sebagai bobot akhir. Konsumsi gabah setiap hari dicatat dengan asumsi tikus sawah telah mengonsumsi gabah sebanyak 1 g agar dapat berganti ke hari berikutnya. Setelah 3 hari pemberian gabah, tikus sawah ditimbang kembali bobot tubuhnya sebagai bobot awal untuk perlakuan berikutnya. Konversi Umpan Semua data konsumsi yang diperoleh dari pengujian preferensi makan tikus sawah dikonversi terlebih dahulu kedalam 100 g bobot tubuh tikus, dengan rumus sebagai berikut: Konversi umpan atau rodentisida (g/100 g bobot tubuh) = Bobot umpan atau rodentisida yang dikonsumsi (g) x 100% Rata-rata bobot tubuh tikus (g) Rerata bobot tubuh tikus (g) = Bobot awal + bobot akhir 2 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 1 jenis tikus yaitu tikus sawah dengan 10 ulangan untuk uji rodentisida vs umpan. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α = 5% dan 1% dengan menggunakan bantuan program SAS for Windows Versi

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat di lahan persawahan terdapat dalam jumlah yang melimpah sehingga perlu dikendalikan, karena dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman serta kehilangan hasil terutama pada tanaman padi. Rodentisida selama ini dianggap metode yang paling efektif dalam mengendalikan tikus sawah. Bromadiolon sebagai salah satu golongan rodentisida telah dinilai efektif dalam mengendalikan tikus sawah dan tersedia dalam berbagai jenis dan bentuk, sehingga perlu diketahui bentuk dan jenis yang paling efektif dan efisien dalam mengendalikan tikus sawah. Konsumsi tikus sawah terhadap empat formulasi rodentisida bromadiolon dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Konsumsi tikus sawah terhadap keempat jenis formulasi bromadiolon Rodentisida Konsumsi (g/100 g bobot tubuh) Bromadiolon A Bromadiolon B Bromadiolon C Bromadiolon D aa aa aa aa Pr > F Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% (huruf kecil) dan α=1% (huruf besar) Hasil pengujian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi tikus sawah terhadap keempat formulasi bromadiolon tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (sama). Konsumsi tikus sawah terhadap Bromadiolon C paling tinggi diantara yang lainnya yaitu sebesar g. Bromadiolon C paling banyak dikonsumsi oleh tikus sawah karena rodentisida tersebut memiliki kandungan bahan tambahan (additives) yang disukai oleh tikus sawah sehingga nilai

33 19 konsumsi untuk rodentisida ini lebih besar diantara yang lainnya. Bahan tambahan (additives) yang dapat meningkatkan ketertarikan tikus terhadap umpan beracun yaitu diantaranya bahan penarik (arrestant atau attractant) dan bahan pengikat (binder) yang terkandung di dalam umpan beracun (Priyambodo 2009). Bromadiolon B paling sedikit dikonsumsi oleh tikus sawah karena rodentisida ini berbentuk blok sehingga kurang disukai oleh tikus sawah. Menurut Priyambodo (2009) tikus sawah lebih menyukai pakan berbentuk serealia dibandingkan dengan pakan berbentuk blok, sehingga ketiga jenis rodentisida (Bromadiolon A, C, dan D) yang berbentuk serealia lebih banyak dikonsumsi oleh tikus sawah dibandingkan dengan Bromadiolon B. Selain itu, Bromadiolon B kurang disukai oleh tikus sawah karena desain rodentisida ini ditujukan untuk tikus rumah. Oleh sebab itu, dilakukan pengujian lanjutan terhadap Bromadiolon B pada tikus rumah dengan metode yang sama. Hasil pengujian lanjutan yang dilakukan terhadap Bromadiolon B pada tikus rumah dengan metode pilihan (choise test), diperoleh hasil konsumsi sebesar g. Hal ini menunjukkan bahwa Bromadiolon B disukai oleh tikus rumah sehingga lebih efektif apabila diaplikasikan pada tikus rumah. Hal yang menyebabkan Bromadiolon B disukai oleh tikus rumah yaitu bau yang khas (lebih menyengat) yang dimiliki oleh Bromadiolon B. Menurut Priyambodo (2009) tikus rumah memiliki indera penciuman yang lebih peka dibandingkan dengan tikus sawah. Dikonsumsinya Bromadiolon B oleh tikus sawah pada pengujian ini disebabkan oleh perilaku tikus yang ingin mencicipi umpan baru. Konsumsi tikus sawah terhadap empat formulasi bromadiolon berdasarkan metode pilihan (choice test) dibandingkan dengan metode tanpa pilihan (nochoice test) menunjukkan nilai konsumsi yang berbeda untuk Bromadiolon A, C, dan D. Konsumsi tikus sawah terhadap Bromadiolon A berdasarkan metode pilihan memiliki rerata konsumsi lebih kecil ( g) dibandingkan dengan metode tanpa pilihan ( g) (Priyambodo 2011). Begitu pula halnya dengan Bromadiolon C berdasarkan metode pilihan memiliki rerata konsumsi g sedangkan pada metode tanpa pilihan memiliki rerata konsumsi g (Priyambodo 2011). Hal yang sama terjadi pula pada Bromadiolon D berdasarkan

34 20 metode pilihan memiliki rerata konsumsi g sedangkan pada metode tanpa pilihan memiliki rerata konsumsi g (Priyambodo 2010). Hal ini dapat terjadi karena pada metode pilihan terdapat alternatif umpan lain yang tidak beracun sehingga tikus mempunyai pilihan lain dalam mengonsumsi umpan yang telah disediakan dan mencegah tikus sawah mengonsumsi rodentisida. Sedangkan pada metode tanpa pilihan tidak disediakan umpan lain yang tidak beracun sehingga tikus tidak mempunyai pilihan lain dalam mengonsumsi umpan dan harus memakan umpan beracun tersebut. Demikian pula halnya dengan konsumsi tikus sawah terhadap Bromadiolon B berdasarkan metode pilihan (choice test) memiliki rerata konsumsi lebih kecil ( g) dibandingkan dengan konsumsi tikus rumah berdasarkan metode tanpa pilihan (no-choice test) pada tikus rumah ( g) (Priyambodo 2010). Perbedaaan yang cukup tinggi ini karena desain Bromadiolon B memang ditujukan untuk tikus rumah dan mengandung bahan-bahan tambahan yang disukai oleh tikus rumah. Selain itu bentuk blok dari rodentisida ini juga disukai oleh tikus rumah dan tidak disukai oleh tikus sawah karena tikus sawah lebih menyukai pakan yang berbentuk serealia. Apabila dihitung persentase rasio antara metode pilihan (choice test) terhadap metode tanpa pilihan (no-choice test), nilai tertinggi dimiliki oleh Bromadiolon A (9.5216%) diikuti oleh Bromadiolon C (6.5368%), Bromadiolon D (2.3096%), dan Bromadiolon B (0.0072%). Persentase lebih besar yang dimiliki oleh Bromadiolon A disebabkan oleh lebih kecilnya konsumsi pada pengujian tanpa pilihan. Apabila dibandingkan dengan jenis bromadiolon yang lainnya, jenis ini cenderung kurang disukai meskipun dilakukan pengujian dengan metode tanpa pilihan (no-choice test). Pada Bromadiolon B, diperoleh rasio yang sangat kecil karena terjadi perbedaan yang lebih besar antara metode pilihan dan tanpa pilihan, hal ini disebabkan oleh pengujian tanpa pilihan dilakukan pada tikus rumah yang memang menyukai rodentisida jenis ini. Pada Bromadiolon C dan D yang memiliki rasio diantara Bromadiolon A dan B, tikus sawah cenderung menyukai kedua jenis rodentisida ini karena berdasarkan metode tanpa pilihan (no-choice test) diperoleh nilai konsumsi yang hampir sama. 20

35 21 Kecenderungan Konsumsi Tikus Sawah terhadap Rodentisida Tikus sawah yang berjumlah 10 ekor pada perlakuan Bromadiolon A memiliki kecenderungan yang cukup tinggi dalam mengonsumsi rodentisida jenis ini. Hal ini dapat dilihat dari hampir setiap kali pemberian selama 5 hari, rodentisida ini dikonsumsi oleh tikus sawah. Seluruh individu mengonsumsi rodentisida dengan jumlah yang bervariasi dan berkisar antara g. Tikus sawah yang memiliki bobot tubuh paling besar mengonsumsi rodentisida paling banyak yaitu mencapai g. Tikus sawah yang berjumlah 10 ekor pada perlakuan Bromadiolon B cenderung tidak menyukai rodentisida jenis ini. Hanya terdapat 2 ekor tikus yang mengonsumsi rodentisida dengan jumlah rerata konsumsi g dan g. Individu pertama maupun kedua hanya mengonsumsi rodentisida jenis ini satu kali dengan jumlah yang sangat sedikit. Hal ini dikarenakan tikus sawah tidak menyukai umpan yang berbentuk blok namun lebih menyukai umpan yang berbentuk serealia. Tikus sawah yang berjumlah 10 ekor pada perlakuan Bromadiolon C memiliki kecenderungan yang cukup tinggi dalam mengonsumsi rodentisida jenis ini melebihi jenis bromadiolon yang lainnya dalam pengujian ini dan tikus sawah cenderung menyukainya. Semua tikus mengonsumsi rodentisida dengan jumlah yang bervariasi dan berkisar antara g. Hampir setiap kali pemberian, rodentisida ini dikonsumsi dengan jumlah yang cukup banyak setiap harinya. Selain itu, tingginya nilai konsumsi disebabkan terdapat 2 individu tikus sawah yang mengonsumsi cukup banyak. Bromadiolon C paling banyak dikonsumsi dan lebih disukai oleh tikus sawah karena bentuknya yang berupa serealia serta memiliki kandungan bahan tambahan yang disukai. Tikus sawah yang berjumlah 10 ekor pada perlakuan Bromadiolon D memiliki kecenderungan yang cukup tinggi dalam mengonsumsi rodentisida, namun terdapat satu ekor tikus yang tidak mengonsumsi rodentisida jenis ini. Hal ini disebabkan oleh perilaku individu tikus sawah yang memiliki kecurigaan terhadap umpan baru akibat perilaku jera umpan. Konsumsi tikus sawah terhadap rodentisida ini bervariasi dan berkisar antara g.

36 22 Sebagian besar dari masing-masing individu tikus sawah memiliki kecenderungan dalam mengonsumsi rodentisida satu dan yang lainnya namun konsistensi dari setiap individu sangat bervariasi tergantung dari jenis racun yang disediakan dan keadaan individu tikus itu sendiri. Konsistensi setiap individu tikus sawah dalam mengonsumsi rodentisida dapat dilihat pada Gambar 7. Konsumsi rodentisida (g/100 g bb) Bromadiolon A 0.8 Bromadiolon B 0.6 Bromadiolon C 0.4 Bromadiolon D Individu Gambar 7 Konsumsi setiap individu tikus sawah terhadap rodentisida Semua individu tikus sawah memiliki konsistensi yang hampir sama dalam mengonsumsi rodentisida Bromadiolon A, B, C, dan D seperti yang terlihat pada Gambar 7, namun terdapat 2 individu pada perlakuan Bromadiolon C yang mengonsumsi rodentisida dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini menyebabkan nilai konsumsi rerata rodentisida Bromadiolon C menjadi besar. Konsumsi rodentisida dengan jumlah yang sangat sedikit disebabkan oleh perilaku tikus yang ingin mencicipi umpan baru namun selanjutnya akan mengalami penurunan jumlah konsumsi akibat jera umpan. Tikus yang telah mengonsumsi rodentisida antikoagulan bromadiolon dalam jumlah yang cukup akan mengalami penurunan aktivitas, hewan menjadi lemas, dan pergerakannya akan menjadi lambat. 22

37 23 Pengujian Rodentisida vs Umpan Pengujian berdasarkan metode pilihan (choice-test) akan memberikan alternatif pada tikus sawah dalam mengonsumsi umpan (beracun atau tidak beracun). Hasil pengujian rodentisida vs umpan dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan naluri dasar yang dimiliki, tikus dapat membedakan umpan yang beracun dan tidak beracun sehingga dapat dipastikan bahwa umpan tidak beracun yang akan lebih banyak dikonsumsi oleh tikus sawah. Tabel 2 Konsumsi tikus sawah terhadap kedua jenis umpan dan rodentisida Jenis umpan dan rodentisida Bromadiolon A Konsumsi (g/100 g bobot tubuh) Bromadiolon B Bromadiolon C Bromadiolon D Gabah aa aa aa aa Beras bb bb bb bb Rodentisida bb bb bb bb Jumlah Pr > F Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% (huruf kecil) dan α=1% (huruf besar) Hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konsumsi gabah memiliki nilai paling tinggi karena gabah merupakan pakan utama yang disukai oleh tikus sawah. Komposisi pakan yang dikonsumsi tergantung pada kondisi lingkungan dan pertanaman padi. Meskipun tikus tergolong dalam hewan omnivora dan di dalam saluran pencernaan tikus sawah ditemukan endosperm padi, bagian pangkal batang padi, serpihan rumput, bagian tanaman dikotil, dan potongan bagian tubuh arthropoda, namun makanan pokok yang lebih disukai adalah padi (Anggara 2008). Beras kurang disukai oleh tikus sawah karena bagian kulit luarnya yang keras sudah dibuang dan tikus perlu mengerat untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya, sehingga tikus sawah cenderung lebih menyukai gabah. Rerata konsumsi tikus sawah terhadap rodentisida sangat rendah karena adanya umpan lain yang tidak beracun, yaitu gabah dan beras. Tikus sawah

38 24 memiliki pilihan lain dalam mengonsumsi umpan dan secara tidak langsung mencegah tikus sawah dalam mengonsumsi rodentisida. Rodentisida dikonsumsi oleh tikus sawah walaupun dalam jumlah yang sedikit, karena perilaku tikus sawah yang memiliki keinginan untuk mencicipi umpan baru. Menurut Rochman et al. (2005) tikus memiliki indera perasa yang sangat peka dan mampu merasakan senyawa phenilthiocarbamide (berasa pahit) dalam konsentrasi yang sangat rendah yaitu 3 ppm. Dengan kemampuan tersebut, tikus mampu memilah makanan yang aman dan menolak makanan yang beracun. Persentase konsumsi rodentisida dan umpan lain (gabah, beras) dibandingkan dengan persentase konsumsi total dapat dilihat pada Gambar % 1.94% 4.85% 0.01% 92.73% BromadiolonA 95.14% Bromadiolon B 3.46% 4.30% 6.65% 2.01% Gabah Beras Rodentisida 92.24% Bromadiolon C 91.35% Bromadiolon D Gambar 8 Proporsi konsumsi rodentisida, gabah, dan beras terhadap konsumsi total pada keempat jenis bromadiolon Apabila dilihat persentase konsumsi rodentisida terhadap konsumsi total (Gambar 8), Bromadiolon C memiliki persentase paling tinggi (4.30%) diikuti Bromadiolon D (2.01%), Bromadiolon A (1.94%), dan Bromadiolon B (0.01%). Rentang konsumsi rodentisida yang berkisar antara % ini tergolong sangat kecil apabila dibandingkan dengan konsumsi total. Semakin tinggi 24

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta daerah pengambilan tikus uji

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 1979 5777 145 PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA BRODIFAKUM TERHADAP TIGA JENIS TIKUS HAMA Swastiko Priyambodo dan Rizky Nazarreta Dept. Proteksi Tanaman, Fak.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A44102030 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) JOHAN PERMADA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS SAWAH TERHADAP RODENTISIDA ARIEF YANA FUJILESTARI

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS SAWAH TERHADAP RODENTISIDA ARIEF YANA FUJILESTARI PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS SAWAH TERHADAP RODENTISIDA ARIEF YANA FUJILESTARI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni 2011.

Lebih terperinci

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A44102059 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

TINJAUAN PUSTAKA. Tikus Sawah (Rattus argentiventer) 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah (Rattus argentiventer) Taksonomi dan Morfologi Tikus sawah mempunyai klasifikasi sebagai berikut Kelas Mammalia, Subkelas Theria, Infra Kelas Eutheria, Ordo Rodentia, Subordo

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masingmasing konsentrasi. Didapatkan hasil

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

This document is created with trial version of Document2PDF Pilot 2.4. TINJAUAN PUSTAKA

This document is created with trial version of Document2PDF Pilot 2.4. TINJAUAN PUSTAKA 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) Klasifikasi dan Morfologi Tikus rumah ( R. rattus diardii ) berdasarkan karakter ciri morfologinya digolongkan ke dalam kelas Mamalia, Ordo Rodentia,

Lebih terperinci

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A44103062 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 TINDAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Rodensia merupakan salah satu hewan yang tergolong sangat banyak spesiesnya. Terdapat lebih dari 2700 spesies rodensia di dunia Menurut Aplin et al. (2003), 42% dari semua spesies

Lebih terperinci

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L. PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.) Nana Setiana A06400024 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN TIGA SPESIES TIKUS HAMA TERHADAP RODENTISIDA DAN UMPAN SERTA FAKTOR PENYEBABNYA MINKHAYA SILVIANA PUTRI

TINGKAT KEJERAAN TIGA SPESIES TIKUS HAMA TERHADAP RODENTISIDA DAN UMPAN SERTA FAKTOR PENYEBABNYA MINKHAYA SILVIANA PUTRI i TINGKAT KEJERAAN TIGA SPESIES TIKUS HAMA TERHADAP RODENTISIDA DAN UMPAN SERTA FAKTOR PENYEBABNYA MINKHAYA SILVIANA PUTRI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG Terry Pakki 1), Muhammad Taufik 1),dan A.M. Adnan 2) 1). Jurusan Agroteknologi, Konsentrasi Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer)

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Rahmawasiah, Rahman Hairuddin dan Abdul Jalil Universitas Cokroaminoto

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi yang berbeda dibanding hama padi yang lain seperti serangga dan moluska (bangsa siput). Oleh karena itu, penanganan hama tikus di lapangan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

UJI PALATABILITAS RODENTISIDA ANTIKOAGULAN TERHADAP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.

UJI PALATABILITAS RODENTISIDA ANTIKOAGULAN TERHADAP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill. UJI PALATABILITAS RODENTISIDA ANTIKOAGULAN TERHADAP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) PRIHADMOKO ADI LUMADYO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUJIAN EFEK SEKUNDER DARI TIKUS YANG MENGONSUMSI RODENTISIDA SEBAGAI MANGSA BURUNG HANTU CELEPUK (Otus sp.) SERTA PREFERENSINYA TERHADAP UMPAN BIDANG KEGIATAN

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok dalam

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA

PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA HOTMA SINTA A44102057 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL

IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL LAPORAN PRAKTIKUM IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor Disusun oleh : IKA NUR RIZKI NIM : P07133112024 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA

TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA Syamsuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros ABSTRAK Hama tikus sangat sulit dikendaliakn karena hewan ini mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI UNJUK

Lebih terperinci

PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM )

PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM ) PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM 2003-2004) Djoko Pramono Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) PENDAHULUAN Serangan tikus terjadi setiap tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al.,

kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al., Tikus Sawah (Raftus argentiventer Rob. & Klo. ) Tikus sawah (Rattzts argentiventer) diklasifikasikan dalam filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al.,

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK SKRIPSI Oleh: CAROLINA SIMANJUNTAK 100301156 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA 8 AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN 1979 5777 KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA (THE

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BEBERAPA FUMIGAN TERHADAP TIKUS SAWAH Rattus argentiventer (Rob.&Klo.) oleh: PRAKARSA SITEPU A

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BEBERAPA FUMIGAN TERHADAP TIKUS SAWAH Rattus argentiventer (Rob.&Klo.) oleh: PRAKARSA SITEPU A PENGUJIAN EFEKTIVITAS BEBERAPA FUMIGAN TERHADAP TIKUS SAWAH Rattus argentiventer (Rob.&Klo.) oleh: PRAKARSA SITEPU A44104003 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Tikus Rumah Pengujian Konsumsi Perlakuan Kontrol,, dan Konsumsi tikus rumah terhadap umpan gabah, beras, dan jagung disajikan pada Tabel 3 dan analisis ragamnya

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN), Perkebunan Swasta Nasional atau Asing. Namun petani (Perkebunan

I. PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN), Perkebunan Swasta Nasional atau Asing. Namun petani (Perkebunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditi tanaman yang dewasa ini sangat diminati untuk dikelola atau ditanam (dibudidayakan), baik oleh pihak Badan Usaha

Lebih terperinci

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI AKTINOMISET SEBAGAI AGENS HAYATI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK YANG DIAKIBATKAN OLEH

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI AKTINOMISET SEBAGAI AGENS HAYATI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK YANG DIAKIBATKAN OLEH SELEKSI DAN IDENTIFIKASI AKTINOMISET SEBAGAI AGENS HAYATI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK YANG DIAKIBATKAN OLEH Xanthomonas oryzae pv. oryzae PADA PADI NUR IZZA FAIQOTUL HIMMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian

TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian 5 TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian Burung pemakan biji memiliki ukuran tubuh kecil dan bergerak cukup gesit serta lincah, sehingga susah ditangkap. Beberapa jenis burung pemakan biji antara

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono

PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono PENGUJIAN LETHAL DOSIS (LD50) EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH DUKU ( Lansium domesticum Corr) PADA MENCIT (Mus musculus) Oleh : Supriyono FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRACT SUPRIYONO.

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l)

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) Oleh : DEDI MULYONO A44101015 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TBS DAN LTBS

PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TBS DAN LTBS PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TBS DAN LTBS Sigid Handoko BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI Disampaikan pada TEMU APLIKASI TEKNOLOGI BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI, 5 Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Selain sebagai pangan pokok dan sumber karbohidrat, jagung juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ton/hektar turun sekitar 0,13 ton/hektar menjadi 6,17 ton/hektar di tahun 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. ton/hektar turun sekitar 0,13 ton/hektar menjadi 6,17 ton/hektar di tahun 2014 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produksi Pertanian Padi D.I.Yogyakarta Produktivitas dan produksi padi sawah D.I.Yogyakarta tahun 2013-2014 mengalami penurunan. Pada tahun 2013 produktivitas padi ladang sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya adalah melakukan budidaya berbagai komoditas pertanian. Secara geografis Indonesia merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A34104069 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci