PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L."

Transkripsi

1 PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.) Nana Setiana A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 ABSTRAK NANA SETIANA. Pengujian Preferensi Pakan, Perangkap, dan Umpan Beracun pada Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L.). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO. Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting dalam kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Tikus memakan segala macam bahan makanan manusia, merusak segala peralatan rumah tangga, dinding rumah, serta tanaman hasil panen. Disamping itu mencit dan tikus dapat pula menjadi vektor penyakit bagi manusia. Pengendalian mencit dan tikus yang telah dilakukan diantaranya sanitasi lingkungan, fisik-mekanis, biologis, kimia, dan fumigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan tikus rumah dan mencit rumah pada berbagai jenis pakan, perangkap, dan umpan yang ditempatkan secara terpisah atau bersamaan. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keefektifan dari berbagai jenis perangkap dan umpan beracun yang diaplikasikan pada lokasi dimana tersedia jenis pakan lain di habitat mencit dan tikus. Selama pengujian digunakan empat buah arena untuk ulangan ke-1 sampai 4 dan gudang untuk ulangan ke-5. Di dalam arena dan gudang diletakkan dua buah gelas kaca sebagai wadah untuk air minum dan 6 buah bumbung bambu untuk perlakuan mencit serta 4 buah bumbung bambu untuk perlakuan tikus. Racun atau pakan disimpan dalam wadah kemudian diletakkan di bagian tepi dan tengah arena. Sebelum digunakan dalam percobaan, mencit maupun tikus diadaptasikan terlebih dahulu dalam arena selama 3 hari. pada mencit, digunakan sebanyak 6 ekor setiap ulangan (arena) yang terdiri dari 3 ekor jantan dan 3 ekor betina, sedangkan untuk tikus digunakan 4 ekor setiap arena yang terdiri dari 2 ekor jantan dan 2 ekor betina. Pakan dan rodentisida berbahan aktif kumatetralil dan seng fosfida digunakan sebanyak 20 g per wadah pada setiap perlakuan, baik untuk tikus maupun mencit. Air diberikan sebanyak 50 ml per gelas atau sekitar ¾ dari volume gelas. Untuk perlakuan rodentisida yang berupa blok (bahan aktif brodifakum dan flokumafen) diberikan sebanyak empat blok dalam setiap wadah baik untuk mencit maupun tikus. Pakan dan rodentisida disimpan pada wadah berupa mangkuk kecil dan diletakkan di arena dengan posisi yang berubah-ubah setiap hari selama perlakuan. Analisis ragam menggunakan rancangan acak lengkap dengan program SAS for Windows V Uji lanjut dengan uji selang ganda Duncan dengan taraf uji α=5%. Peubah yang diamati yaitu tingkat konsumsi pakan dan rodentisida, serta hewan uji yang terperangkap. Pakan yang paling disukai oleh tikus rumah berurutan yaitu gabah, beras, dan pelet. Pada semua pengujian konsumsi rodentisida lebih kecil dari pakan. Jenis perangkap yang paling banyak dimasuki tikus secara berurutan yaitu Multiple Live Trap, Havahart Live Trap, Single Live Trap dan Snap Trap. Penggunaan perangkap lebih efektif daripada umpan beracun, jumlah tikus yang terperangkap lebih banyak daripada jumlah tikus yang mati akibat mengonsumsi umpan beracun. Pakan yang paling disukai mencit rumah yaitu pelet dan gabah. Konsumsi pakan lebih tinggi daripada konsumsi umpan beracun. Penggunaan

3 perangkap lebih efektif dari pada penggunaan umpan beracun. Konsumsi pakan lebih tinggi pada uji pakan versus rodentisida dibandingkan dengan uji pakan versus perangkap. Perangkap yang paling efektif yaitu Multiple Live Trap.

4 PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.) Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh Nana Setiana A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

5 Judul Nama NRP : PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.) : Nana Setiana : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP Tanggal lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 3 Januari 1982 sebagai anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Markum dan Ibu Acih Jasih. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri II Garawangi pada tahun 1994, SLTP Negeri I Garawangi tahun 1997, dan SMU Negeri I Garawangi tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun penulis menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai koordinator bidang kerohanian. Pada periode yang sama penulis juga menjadi Ketua Lingkar Studi Muslim Hama dan Penyakit Tumbuhan (LSM-HPT).

7 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas kudrat dan iradat-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengujian Preferensi Pakan, Perangkap, dan Umpan Beracun pada Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibu yang dengan kuat dan sabar senantiasa memberikan do a dan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya Allah SWT yang dapat memberikan balasan atas perjuangan dan pengorbanan Ayah dan Ibu. 2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi yang telah bersedia menerima, membimbing, dan memotivasi untuk penyelesaian skripsi ini. 3. Dr. Ir. Bonny Poernomo WS, MSi, yang telah memberikan dorongan moril selama kuliah. 4. Seluruh staf dosen dan pegawai Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis kuliah. 5. A Edi beserta keluarga dan A Yoyo yang terus menyokong penulis hingga menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah menunjukkan jalan-nya kepada kita. 6. Seluruh keluargaku yang di Kuningan, A Ono dan A Maman sekeluarga semoga kita dapat memberikan yang terbaik untuk keluarga. 7. Kakak perempuanku, yakinlah bahwa Allah akan memberikan yang terbaik dalam hidup ini. 8. Teman-teman sekelas angkatan 37. Selamat meraih masa depan. 9. Pak Soban, laboran Laboratorium Vertebrata Hama, yang telah memberikan bantuan dan dorongan selama penelitian. 10. Sahabat-sahabatku di Kost-an. Semoga Allah senantiasa menghimpun kita dalam ikatan persaudaraan yang abadi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini ada kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk perbaikan tugas selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Maret 2007 Nana Setiana

8 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Taksonomi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L. )... 3 Morfologi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L. )... 3 Biologi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L. )... 4 Rodentisida Kronis... 6 Brodifakum... 7 Flokumafen... 7 Kumatetralil... 8 Rodentisida Akut... 8 Seng Fosfida... 8 Pakan... 9 Beras... 9 Gabah... 9 Pelet Jagung Perangkap BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Hewan Percobaan Pakan dan Rodentisida Pemasangan Perangkap Pengamatan Uji Preferensi Pakan Uji Perangkap Uji Pakan versus Perangkap Uji Pakan versus Rodentisida Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Preferensi Pakan... 18

9 Uji Perangkap Uji Pakan versus Perangkap Uji Pakan versus Rodentisida Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida Perbandingan Konsumsi Pakan Tikus Rumah Mencit Rumah Perbandingan Perangkap Tikus Rumah Mencit Rumah KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 31

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Bahan baku dan kandungan nutrisi pada pelet Tabel 2 Konsumsi mencit rumah terhadap pakan uji preferensi pakan Tabel 3 Mencit rumah yang terperangkap pada uji perangkap Tabel 4 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan, mencit rumah dan tikus rumah terperangkap Tabel 5 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan dan rodentisida Tabel 6 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan, rodentisida dan tikus rumah yang terperangkap Tabel 7 Konsumsi mencit terhadap pakan pada uji preferensi, uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus rodentisida Tabel 8 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan pada uji pakan versus perangkap, uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida Tabel 9 Perbandingan jumlah tikus rumah terperangkap pada uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida Tabel 10 Perbandingan jumlah mencit rumah terperangkap pada uji perangkap dan uji pakan versus perangkap... 26

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Perangkap yang digunakan Gambar 2 Arena pengujian Gambar 3 Gejala keracunan pada mencit rumah dan tikus rumah... 22

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Tabel 1 Analisis ragam uji preferensi pakan pada mencit rumah Tabel 2 Analisis ragam uji perangkap pada mencit rumah Tabel 3 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap pada mencit rumah Tabel 4 Analisis ragam pakan pada uji pakan versus perangkap pada mencit rumah Tabel 5 Analisis ragam uji pakan versus rodentisida pada mencit rumah. 33 Tabel 6 Analisis ragam umpan gabungan pada mencit rumah Tabel 7 Analisis ragam perangkap gabungan pada mencit rumah Tabel 8 Analisis ragam multiple live trap pada mencit rumah Tabel 9 Analisis ragam single live trap pada mencit rumah Tabel 10 Analisis ragam snap trap pada mencit rumah Tabel 11 Analisis ragam shermann aluminium live trap pada mencit rumah Tabel 12 Analisis ragam pakan pada uji pakan versus perangkap pada tikus rumah Tabel 13 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap pada tikus rumah Tabel 14 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus rodentisida pada tikus rumah Tabel 15 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah Tabel 16 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah Tabel 17 Analisis ragam pakan pada semua pengujian pada tikus rumah. 36 Tabel 18 Analisis ragam perangkap pada semua pengujian pada tikus rumah Tabel 19 Analisis ragam rodentisida pada semua pengujian pada tikus rumah Tabel 20 Analisis ragam multiple live trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida

13 pada tikus rumah Tabel 21 Analisis ragam single live trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah Tabel 22 Analisis ragam havahart live trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah Tabel 23 Analisis ragam snap trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah... 37

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting dalam kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman (Meehan 1984). Setidaknya ada 24 spesies tikus yang merupakan hama penting di negara-negara Asia dan Indo Pasifik (Aplin et al. 2003). Beberapa spesies yang terdapat di Indonesia antara lain Bandicota indica (tikus wirok), Rattus norvegicus (tikus riul), R. tiomanicus (tikus pohon), R. argentiventer (tikus sawah), R. exulans (tikus ladang), dan R. rattus diardii (tikus rumah) (Priyambodo 2005). Tikus rumah merupakan salah satu jenis hama yang biasa ditemukan di sekitar rumah, pekarangan, dan gudang (tempat penyimpanan makanan) (Priyambodo 2003). Tikus memakan segala macam bahan makanan manusia, merusak segala peralatan rumah tangga, dinding rumah, serta tanaman hasil panen (Ensiklopedi Nasional Indonesia 1991). Disamping itu mencit dan tikus dapat pula menjadi vektor penyakit bagi manusia. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh mencit yaitu penyakit Lymphocytic choriomeningitis yang disebabkan oleh virus (LCM virus) (Priyambodo 2003). Penyebaran virus tersebut ditularkan melalui urine, feses, dan hasil eksresi mencit yang mengontaminasi makanan dan air (Gratz 1994). Sedangkan pada tikus penularan terjadi akibat adanya kontaminasi dari feses dan urine pada makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia serta adanya kontak dengan jaringan tikus yang mengandung patogen (Priyambodo 2003). Beberapa usaha pengendalian mencit dan tikus yang telah dilakukan diantaranya sanitasi lingkungan, fisik-mekanis, biologis, kimia, dan fumigasi (Smith 1996). Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan dari sampah-sampah atau barang-barang yang menumpuk yang dapat dijadikan sarang oleh tikus maupun mencit. Pengendalian secara fisik-mekanik yang banyak dilakukan yaitu gropyokan, pemerangkapan (trapping), pemagaran (proofing). Untuk pengendalian biologis dapat dilakukan dengan memanfaatkan

15 2 predator mencit dan tikus untuk memangsanya. Pengendalian dengan menggunakan umpan beracun terutama dari jenis rodentisida antikoagulan dapat menimbulkan kekebalan mencit dan tikus terhadap racun (Meehan 1984). Namun demikian pengendalian dengan mengunakan racun sintetik ini tetap disukai oleh pengguna karena praktis, mudah diaplikasikan, dan hasilnya cepat. Meskipun demikian pengendalian secara kimia tetap dilakukan sebagai langkah akhir dalam konsep pengendalian hama terpadu (Priyambodo 2003). Mencit rumah dijadikan hewan uji dimaksudkan sebagai pembanding dengan tikus rumah. Mencit rumah diambil karena memiliki kesamaan habitat yaitu di permukiman. Selain itu mencit yang digunakan yaitu mencit laboratorium (mencit rumah yang dipelihara di lababoratorium), ini digunakan untuk perbandingan antara hewan uji yang liar dan yang dipelihara di laboratorium. Permasalahan yang dihadapi pada saat pengendalian yang dilakukan dengan pemerangkapan dan umpan beracun yaitu tersedianya makanan tikus dan mencit di habitatnya dalam jumlah yang cukup melimpah. Hal ini dapat menyebabkan pengendalian yang dilakukan kurang efektif, jika cara pengendalian tersebut menggunakan umpan yang tidak disukai/diminati oleh tikus dan mencit. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang ketertarikan tikus dan mencit terhadap berbagai jenis pakan, perangkap, dan rodentisida yang dilakukan pada lokasi dimana banyak tersedia makanan di habitatnya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan tikus rumah dan mencit rumah pada berbagai jenis pakan, perangkap, dan umpan beracun yang ditempatkan secara terpisah atau bersamaan. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keefektifan dari berbagai jenis perangkap dan umpan beracun yang diaplikasikan pada lokasi dimana tersedia jenis pakan lain di habitat tikus dan mencit.

16 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L.) Taksonomi tikus rumah adalah pada Ordo Rodentia, Sub ordo Myomorpha, Famili Muridae, Sub famili Murinae, Genus Rattus, Spesies Rattus rattus, dan Sub spesies R. rattus diardii (Jentink 1879 dalam CABI 2005). Taksonomi mencit rumah adalah pada Ordo Rodentia, Famili Muridae, Sub famili Murinae, Genus Mus, dan Spesies Mus musculus (Ballenger 1999). Morfologi Tikus Rumah (R. r. diardii) dan Mencit Rumah (M. musculus) Tikus rumah (R. r. diardii) memiliki ciri morfologi tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan bagian perut dan bagian punggung sama yaitu cokelat hitam kelabu, warna ekor cokelat hitam, bobot tubuh berkisar antara g, panjang kepala + badan bervariasi dengan panjang ekor (lebih pendek, sama, atau lebih panjang), lebar sepasang gigi pengerat rahang atas 3 mm, dan betina memiliki puting susu pasang. Tikus rumah memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang segala aktivitasnya kecuali indera penglihatan. Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik (Priyambodo 2003). Mencit memiliki morfologi yang sama dengan tikus, namun mencit memiliki ukuran yang lebih kecil daripada tikus (Ballenger 1999). Menurut Inglis (1980) mencit cokelat adalah mencit liar yang merupakan nenek moyang mencit. Mencit rumah strain laboratorium yang dikenal pada saat ini, berdasarkan warnanya terdiri dari tiga jenis yaitu mencit cokelat yang awalnya merupakan mencit liar, mencit putih yang merupakan keturunan dari mencit cokelat yang telah kehilangan pigmen (Priyambodo 2003), serta mencit hitam yang merupakan hasil dari persilangan antara mencit cokelat dan putih (Penjelasan dari teknisi Laboratorium Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, IPB).

17 4 Biologi Tikus Rumah (R. r. diardii) dan Mencit Rumah (M. musculus) Tikus merupakan hewan yang lincah dan cerdik. Perilaku ini ditunjang oleh kemampuan indera dan fisik yang terlatih untuk aktif malam hari. Gigi seri yang tajam dan tumbuh terus-menerus berfungsi untuk mengerat, menggali tanah, dan berkelahi. Rambut-rambut panjang dan misai berfungsi sebagai pemandu jalan yang sensitif terhadap gerakan benda. Lidah, hidung, dan telinga berfungsi sebagai pembeda rasa, aroma, suara dari benda yang dijumpai dan berbahaya (Rochman 1990). Tikus memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang dalam setiap aktivitasnya. Diantara kelima indera yang dimilikinya hanya indera penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera lainnya yang sangat berkembang sangat baik (indera penciuman, pendengaran, perasa dan, peraba) (Priyambodo 2003). Penglihatan tikus kurang berkembang dengan baik, tetapi memiliki kepekaan yang tinggi terhadap cahaya. Sebagian besar cahaya ditangkap oleh tikus sebagai warna kelabu. Pada tikus terdapat juga kecenderungan tertarik terhadap warna-warna kuning dan hijau terang yang ditangkap sebagai warna kelabu terang. Hal ini dimanfatkan oleh manusia untuk memberikan warna kuning dan hijau terang pada umpan beracun untuk menariknya (Priyambodo 2003). Indera penciuman berkembang dengan sangat baik hal ini ditunjukkan dengan menggerakan-gerakkan kepala dan mendengus ketika mencium bau pakan, tikus lain, atau musuhnya. Indera penciuman dimanfaatkan oleh manusia untuk menarik atau mengusir tikus dari suatu tempat. Untuk menarik tikus dapat digunakan bahan kimia penarik (atraktan), sedangkan untuk mengusir dapat digunakan bahan kimia penolak (repelen). Tikus juga memiliki kemampuan indera perasa yang dapat membedakan rasa manis, asam, pahit, dan asin seperti pada manusia (Meehan 1984). Kemampuan tersebut menyebabkan tikus dapat menolak racun atau menimbulkan masalah dosis sub lethal (dosis racun yang tidak sampai membunuh tikus yang memakannya) (Priyambodo 2003). Indera peraba pada tikus berkembang sangat baik. Alat peraba pada tikus berupa rambutrambut halus dan panjang yang tumbuh diantara rambut pada bagian tepi tubuhnya (vibrissae) dan kumis (misai). Bentuk rabaan tikus dapat berupa

18 5 sentuhan dengan lantai, dinding, maupun benda-benda yang ada di dekatnya. Dalam pergerakannya, tikus biasanya melalui jalur yang sama atau biasa disebut run way. Hal ini dimanfaatkan manusia untuk melakukan pengendalian dengan meletakkan perangkap atau umpan beracun pada run way tersebut (Meehan 1984). Mencit yang umum dipelihara di laboratorium yaitu, mencit yang berwarna putih sehingga mencit ini dikenal dengan mencit laboratorium. Mencit laboratorium jika diperlakukan dengan halus akan menjadi jinak sebaliknya jika diperlakukan dengan kasar mereka akan bersikap agresif bahkan akan menggigit. Seekor mencit jantan yang hidup di laboratorium maupun yang hidup liar jika dicampurkan ke dalam kelompok yang sudah stabil hirarkinya akan berkelahi untuk menentukan pemimpin kelompok tersebut. Mencit betina yang sedang menyusui anak, baik yang dipelihara di laboratorium maupun yang liar akan melakukan perlindungan terhadap anak-anaknya dengan menjaga sarangnya. Induk mencit yang dipelihara di laboratorium akan bersifat kanibal (memakan anaknya) jika anaknya dipegang dengan tangan manusia yang kotor. Begitupun mencit jantan memiliki sifat suka memakan anak mencit yang baru lahir sehingga anak mencit yang baru lahir ini perlu dipisahkan dari mencit jantan (Malole dan Pramono 1989). Konsumsi pakan per hari pada tikus sekitar 20% dari bobot tubuhnya. Tikus dapat bertahan hidup tanpa makan selama seminggu, akan tetapi hal ini akan menghambat perkembangannya (Anonim 2006). Konsumsi pakan mencit berkisar 3-4 g per hari dari pakan yang kering atau sekitar 20% dari berat bobot tubuhnya dan kebutuhan air sebanyak 3 ml per hari. Sedangkan untuk tikus 10g/hari untuk pakan kering, minum ml/hari. Mencit rumah relatif tahan haus dibanding jenis tikus lainnya dan hanya akan minum jika menemukan air (Priyambodo 2003). Mencit dapat menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak, yaitu 3-12 ekor/kelahiran dengan masa bunting hari (Twigg 1988). Bobot anak mencit yang baru dilahirkan berkisar antara 0,5-1,5 g, untuk anak tikus 4,5-6,5 g. Bobot mencit jantan dewasa adalah g sedangkan mencit betina dewasa g, bobot tubuh tikus yaitu g. Anak mencit maupun tikus disapih pada umur hari. Lama hidup mencit mencapai 1,5 tahun di lapangan dan 3 tahun di laboratorium (Malole dan Pramono 1989). Dewasa seksual mencit cepat

19 6 yaitu antara 2-3 bulan. Selain itu mencit dan tikus memiliki sifat post partum oestrus yaitu timbulnya birahi kembali segera (24-28 jam) setelah melahirkan dan dapat beranak sepanjang tahun. Dalam kondisi cuaca yang tidak kondusif dapat menyebabkan periode perkembangbiakannya terganggu, tetapi dengan sarang dan perlindungan yang baik serta kualitas makan yang tersedia akan dapat memperbaiki periode perkembangbiakannya (Balogh dan Croft 2004). Mencit memiliki indera perasa yang berkembang baik. Mencit akan menyeleksi dan mencicipi makanannya terlebih dahulu sebelum dimakan. Jika dirasa makanan tersebut tidak berbahaya mencit baru memakannya dalam jumlah yang cukup (Timm dan Salmon 1988). Dibandingkan dengan jenis tikus lainnya, mencit memiliki sifat mudah curiga terhadap setiap benda yang baru ditemuinya termasuk terhadap pakannya (Priyambodo 2003). Selain itu mencit memiliki kemampuan mendeteksi racun atau umpan beracun setelah mengalami keracunan. Selanjutnya mereka akan menolak untuk memakan racun dan umpan beracun yang sama. Hal ini disebut jera racun atau jera umpan (Prakash 1988). Rodentisida Kronis Rodentisida kronis atau antikoagulan merupakan racun yang bekerja secara lambat. Rodentisida sintetik dari senyawa kumarin (salah satu bahan aktif rodentisida antikoagulan) yang pertamakali diedarkan pada tahun 1950 oleh Wisconsin adalah warfarin (berasal dari kata Warf dan coumarin). Penggunaan warfarin kemudian berkembang dengan cepat karena rodentisida ini tidak menimbulkan jera umpan (bait-shyness) dan gejala timbul setelah hewan makan umpan beberapa hari (Ware 1978). Gejala keracunan pada hewan sasaran terlihat dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 24 jam atau lebih (Oudejans 1991). Cara kerja antikoagulan (senyawa hidroksikumarin dan indandion) adalah menghambat pembentukan prothrombin yang bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah dan kerusakan pembuluh yang menyebabkan pendarahan (Ware 1978).

20 7 Brodifakum Salah satu bahan aktif yang digunakan sebagai rodentisida kronis yaitu brodifakum. Bahan aktif ini merupakan racun antikoagulan generasi kedua yang paling potensial untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal (resisten) terhadap racun lain (antikoagulan generasi pertama). Nama kimia dari brodifakum yaitu 3-[3-(4 -bromobiphenyl-4-yl)-1,2,3,4-tetrahydro-l-naphthyl]- hydroxycoumarin[ ],c 31 H 23 BrO 3 (Buckle & Smith 1996). Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium maupun di lapang, brodifakum dengan konsentrasi 0,005% dapat menyebabkan 100% kematian mencit baik yang rentan maupun yang kebal terhadap warfarin setelah satu hari perlakuan (Buckle 1996). Bentuk asli dari bahan aktif brodifakum berupa bubuk putih dan dapat terdegradasi oleh cahaya ultra violet. Racun ini bekerja dengan mengganggu kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Racun berpotensi membunuh apabila rodens menyerap dengan dosis bahan aktif sebesar 50 mg/kg (Oudejans 1991). Flokumafen Flokumafen merupakan senyawa kimia yang mirip dengan brodifakum temasuk kedalam kelompok rodentisida kronis atau antikoagulan. Flokumafen memiliki nama kimia 4-hydrovy-3-(1,2,3,4-tetrahyro-3-[4-(4- trifluoromethylbenzyloxy)phenyl]-1-naphthyl]coumarin [ ], C 33 H 25 F 3 O 4, dan merupakan salah satu dari bahan aktif generasi kedua yang potensial digunakan (Buckle & Smith 1996). Bentuk asli dari flokumafen adalah padatan berwarna putih, degradasi flokumafen tidak terdeteksi dalam 4 minggu, tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan larut dalam aseton. Cara kerja racun ini mengganggu metabolisme vitamin K dan mengganggu sistem pembekuan darah. Flokumafen merupakan racun yang memiliki LD 50 sebesar 0,25 mg/kg untuk tikus dan 0,8 mg/kg untuk mencit (Oudejans 1991).

21 8 Kumatetralil Kumatetralil termasuk ke dalam golongan racun antikoagulan yang dihasilkan oleh Jerman dan telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengendalikan hewan pengerat. Kumatetralil memiliki toksisitas yang lebih tinggi daripada warfarin tetapi cukup efektif untuk mengendalikan tikus riul (R. norvegicus). Kumatetralil berbentuk bubuk kristal berwarna putih kekuningan, tidak larut dalam air tetapi larut dalam aseton dan ethanol. Kumatetralil merupakan bahan aktif yang tidak menyebabkan jera umpan. LD 50 sub kronis untuk R. norvegicus 16.5 mg/kg, untuk tikus betina sedikit lebih sensitif dibandingkan dengan tikus jantan (Prakash 1988). LD 50 untuk tikus rumah (R. r. diardii) 0,3 mg/kg (Sikora 1981). Rodentisida Akut Rodentisida akut merupakan racun yang dapat menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle 1996). Untuk beberapa bahan aktif bahkan dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit (Meehan 1984). Rodentisida akut merupakan racun yang sangat berbahaya. Racun ini tidak memiliki antidot yang spesifik, sehingga di beberapa negara keberadaannya sangat dibatasi. Penggunaan rodentisida akut biasanya hanya diizinkan bagi pengguna yang sudah profesional. Seng fosfida Salah satu rodentisida akut yang banyak digunakan dan merupakan satusatunya rodentisida akut yang diperbolehkan digunakan oleh non profesional yaitu rodentisida berbahan aktif seng fosfida. Bahan ini merupakan racun non antikoagulan berbentuk tepung dan berwarna kelabu kehitaman dengan kemurnian bahan aktif mencapai 80-90%. Seng fosfida diproduksi dengan cara melakukan kombinasi antara seng dengan fosfor. Racun ini telah dikenal sejak dulu sebagai racun yang efektif mengendalikan tikus dan penggunaannya sudah meluas (Corrigan 1997). Racun ini bersifat dapat bercampur dengan karbon disulfida dan benzena tapi tidak dapat larut dalam alkohol dan air. Seng fosfida bekerja dengan menghasilkan gas fosfin

22 9 yang dapat merusak saluran pencernaan (Lund 1994), masuk ke dalam aliran darah dan menghancurkan hati (liver). Menurut Corrigan 1997 tikus yang mati karena mengonsumsi seng fosfida akan mengalami kerusakan pada bagian hati dan mengalami gagal ginjal. LD 50 seng fosfida terhadap tikus rumah yaitu 45,7 mg/kg. Pakan Beras Beras adalah salah satu makanan pokok bagi penduduk dunia dengan jumlah produksi per tahun menempati peringkat kedua setelah gandum. Struktur beras terdiri dari beberapa bagian yaitu kulit gabah, lapisan perikarp, lapisan aleuron, bakal kecambah, dan bagian endosperm yang seperti kaca (Lasztity 1986). Beras mengandung 6,7% karbohidrat, 6,7% protein dan kandungan protein ini berkurang hingga 2% setelah dimasak. Protein beras mengandung lisin lebih kurang 4% yang merupakan asam amino pembatasnya (de Man 1997). Asam amino pembatas merupakan asam amino yang tersedia dalam jumlah terbatas, namun cukup untuk perbaikan jaringan tubuh akan tetapi tidak cukup untuk pertumbuhan (Almatsier 2001). Gabah Gabah adalah bulir padi, biasanya mengacu pada bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya (jerami). Secara anatomi biologi, gabah merupakan buah sekaligus biji dan termasuk buah yang bertipe bulir atau caryopsis, yaitu tipe buah yang sulit dibedakan antara buah dengan biji. Gabah kering simpan mengandung kadar air maksimal 14% (Wikipedia 2000). Kulit luarnya mengandung bahan yang berupa silikat. Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm, dan 2-3% lembaga. Lapisan katul banyak mengandung vitamin B 1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B 2 dan niasin (Wikipedia 2000).

23 10 Pelet Pelet merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang digunakan untuk pakan ternak. Pelet terdiri dari bahan hewani, nabati, dan bahan makanan lainnya yang dibuat dengan cara dijadikan adonan seperti pasta kemudian dicetak kering sebagai potongan pelet. Bahan pembuatan dan kandungan nutrisi pada pelet disajikan pada Tabel 1 (Mashur 2006). Tabel 1 Bahan baku dan kandungan nutrisi pada pelet Bahan Baku Persentase (%) Nilai Nutrisi Tepung ikan 48 Protein: 53% Tepung kepala udang 13 Lemak: 13% Tepung daging kerang 10 Karbohidrat: 4% Tepung cumi-cumi 9 Serat: 7,6% Kedelai 5,5 Air: 8 Yeast 4 Abu: 12 Minyak ikan 2 Kalori: 410,8 Minyak cumi 1,6 Campuran vitamin/mineral 2,5 Lesitin 1,2 Astaksantin 0,2 Etoksiquin 150 mg/kg Gelatin 11 g/100 g Agar-agar 3 g/100g Kolesterol 0,8 g Lesitin 1,6 g Sikloheksam 100 ml Sumber: Akbar (1999). Istilah pelet digunakan untuk menyatakan bahan yang tidak berbentuk tepung maupun butiran, akan tetapi berupa potongan-potongan pipa (Asmawi 1983). Jagung Jagung merupakan salah satu palawija yang utama di Indonesia. Selain dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras, jagung juga digunakan untuk pakan ternak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 1998). Kandungan nutrisi dalam jagung (per 100 g makanan) yaitu protein 4,1 g, energi 129 kkal, lemak 1,3 g, karbohidrat 39,3 g, kalcium (Ca) 5 mg, besi (Fe) 1,1 mg, dan vitamin C 9 mg (Riana 2000). Jagung terdiri dari beberapa bagian, yaitu kulit ari, lembaga, dan endosperma (Wikipedia 2000).

24 11 Perangkap Beberapa jenis perangkap yang dikenal dalam pengendalian tikus dan mencit antara lain perangkap hidup (live trap) dan perangkap mati (kill trap). Beberapa perangkap yang termasuk perangkap hidup diantaranya single live trap, multiple live trap, Sherman aluminium live trap, havahart live trap, sedangkan yang termasuk perangkap mati diantaranya snap trap, sticky-board trap/gluetrap (perangkap berperekat), gin trap dan pitfall trap (perangkap jatuhan) (Anonim 2006).

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Preferensi Pakan Hasil uji preferensi pakan pada mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Konsumsi mencit rumah terhadap pakan pada uji preferensi pakan Pakan Pelet Beras Gabah Jagung Konsumsi (g/100 g bobot tubuh) 9,57 a 7,47 a 4,01 b 2,09 b Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Pada pengujian preferensi pakan menunjukkan hasil bahwa pelet dan beras merupakan pakan yang paling disukai disusul dengan gabah dan jagung. Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa konsumsi pelet dan beras tidak berbeda nyata, tetapi kedua pakan ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan kedua pakan lainnya (gabah dan jagung). Pelet dan beras lebih disukai daripada gabah dan jagung. Hal ini karena pelet merupakan pakan buatan yang terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari hewani dan nabati. Pelet lebih disukai karena baunya yang menarik bagi mencit serta bentuk dan kepadatannya yang membuat mencit lebih senang untuk mengeratnya. Hal ini pun ditunjukkan dengan perilaku mencit yang dari sejak kecil sudah mengetahui jenis pakan mana yang harus dimakan dan mana yang tidak boleh dimakan. Hal ini didapatkan dengan cara belajar dari induknya dengan mengendus-ngendus mulut dan hidung induknya setelah mengkonsumsi pakan (Galef dan Clark 1971). Uji Perangkap Hasil uji perangkap pada mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa Multiple Live Trap, Single Live Trap, dan Shermann Aluminium Live Trap merupakan perangkap yang paling banyak

26 19 dimasuki oleh mencit. Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa ke-3 perangkap tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tabel 3 Mencit rumah yang terperangkap pada uji perangkap Ket : Perangkap Multiple Live Trap Single Live Trap Shermann Aluminium Live Trap Snap Trap Glue Trap Terperangkap (individu/perangkap) 7,4 a 6,8 a 5,2 a 3,2 b 2,4 b Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Multiple Live Trap memiliki pintu masuk yang berbentuk lorong dan akan terbuka jika diinjak oleh mencit yang kemudian secara otomatis akan tertutup kembali jika tidak ada beban di atasnya. Selain itu Multiple Live Trap dapat dimasuki oleh lebih dari satu mencit rumah. Single Live Trap memiliki posisi pintu yang terbuka lebar menyebabkan mencit mudah memasukinya. Sedangkan pada Shermann Aluminium Live Trap dengan bentuk kotak panjang menyebabkan mencit mengira sebagai tempat berlindung seperti halnya bumbung bambu. Kedua perangkap ini akan menutup jika ada mencit yang masuk dan menghalangi mencit lain untuk memasukinya. Akan tetapi kedua tipe perangkap ini dapat dimasuki oleh lebih dari satu mencit secara bersamaan. Snap Trap dan Glue Trap kurang disukai karena mudah terdeteksi oleh mencit sebagai benda yang berbahaya. Pada Snap Trap, ketika ada mencit yang terperangkap mengeluarkan bunyi yang sangat kencang dan menyebabkan mencit yang lain terkejut sehingga akan menimbulkan ketakutan serta tidak dapat berfungsi untuk menangkap mencit yang lain. Glue Trap tidak disukai oleh mencit karena perangkap ini terbuat dari bahan kimia yang mengeluarkan bau yang membuat mencit lebih waspada yang pada akhirnya tidak menghampiri perangkap ini. Selain itu pada saat terperangkap mencit terus bergerak-gerak untuk melepaskan diri dari rekatan lem tersebut dan hal ini menyebabkan mencit yang lain bersikap lebih waspada terhadap perangkap ini.

27 20 Uji Pakan versus Perangkap Hasil uji pakan versus perangkap pada tikus rumah dan mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Multiple Live Trap merupakan jenis perangkap yang paling banyak dimasuki oleh tikus rumah yaitu sebanyak 11,2 ekor, disusul oleh Havahart Live Trap dengan rata-rata tikus terperangkap 3,8 ekor sedangkan untuk Single Live Trap dan Snap Trap masing-masing 2 dan 0,6 ekor. Uji lanjutan menunjukkan bahwa Multiple Live Trap berbeda nyata dengan ketiga jenis perangkap lainnya. Untuk konsumsi pakan, gabah lebih disukai daripada beras dan pelet. Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa konsumsi gabah berbeda nyata dibanding dengan beras dan pelet. Tikus lebih menyukai gabah dibandingkan dengan beras yang kulit luarnya sudah terkelupas, karena tikus rumah khususnya di Indonesia lebih menyukai aktivitas mengupas dulu sebelum makan. Selain itu pada gabah terutama pada bagian katul banyak mengandung vitamin B baik B 1 maupun B 2 dan niasin. Niasin ini yang menyebabkan katul keras sehingga disenangi oleh tikus ketika mengerat gabah. Tabel 4 Konsumsi mencit rumah dan tikus rumah terhadap pakan (g/100 g bobot tubuh) serta mencit rumah dan tikus rumah terperangkap (individu/perangkap) Pakan dan perangkap Tikus rumah Mencit rumah Pelet Gabah Beras Multiple Live Trap Havahart Live Trap Shermann Aluminium Live Trap Single Live Trap Snap Trap Ket : 1,01 b 3,12 a 1,94 b 11,2 a 3,8 b - 2 bc 0,6 c 5,25 a 4,59 a 1,95 b 7,2 a - 4,8 b 4,4 b 2,6 c Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Pada mencit rumah didapatkan hasil bahwa Multiple Live Trap masih banyak dimasuki mencit dibandingkan dengan perangkap yang lain dengan jumlah rata-rata yang terperangkap yaitu 7,2 ekor. Uji lanjutan menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan Shermann Aluminium Live Trap, Single Live Trap dan Snap Trap.

28 21 Konsumsi pakan dalam uji ini menunjukkan bahwa pelet dan gabah merupakan pakan yang paling banyak dikonsumsi dibandingkan dengan beras. Kedua pakan ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, tetapi kedua pakan ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan beras. Gabah lebih disukai daripada beras karena pada gabah terdapat kulit luar (sekam) yang banyak mengandung niasin dan vitamin B baik B 1 maupun B 2. Kulit gabah dikupas terlebih dahulu oleh mencit sebelum dimakan. Aktivitas mengupas inilah yang disenangi oleh mencit rumah karena sekaligus dapat mengurangi panjang gigi serinya. Sedangkan pelet disukai karena terbuat dari berbagai bahan yang banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh mencit. Selain itu bentuk pelet yang bulat dan keras menyebabkan mencit menyukainya untuk mengerat. Uji Pakan versus Rodentisida Hasil uji pakan dan rodentisida pada tikus rumah dan mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan dan rodentisida (g/100 g bobot tubuh) Pakan dan rodentisida Tikus rumah Mencit rumah Pelet Gabah Beras Brodifakum 2 Flokumafen Seng fosfida Kumatetralil Brodifakum 3 Brodifakum 1 2,08 b 7,98 a 5,41 ab 0,08 c 0,10 c 0,40 c 0,27 c 0,08 c 0,10 c 8,22 a 8,07 a - 1,16 b 0,33 b 0,19 b 0,16 b 0,07 b 0,01 b Ket : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Pada tikus, konsumsi pakan lebih tinggi dari pada rodentisida. Gabah merupakan pakan yang paling banyak dikonsumsi dengan konsumsi 7,98 g disusul dengan beras dan pelet masing-masing 5,41 dan 2,08 g. Konsumsi rodentisida yang paling banyak yaitu rodentisida akut berbahan aktif seng fosfida (0,4 g). Walaupun secara keseluruhan konsumsi terhadap rodentisida ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, namun konsumsi seng fosfida

29 22 tersebut sudah dapat menyebabkan kematian pada tikus rumah. Jumlah total tikus yang mati selama pengujian mencapai 7 ekor dari total 20 ekor. Tikus yang mati lebih banyak disebabkan oleh seng fosfida, hal ini dapat dilihat dari gejala yang terjadi pada tikus. Gejala yang terlihat yaitu di bagian dalam tubuh terdapat gelembung udara pada bagian usus dan lambung (Gambar 3). Gelembung tersebut disebabkan oleh gas fosfin (PH 3 ) yang dihasilkan dari reaksi seng fosfida dengan O 2. Hal ini menunjukkan bahwa rodentisida jenis seng fosfida cukup efektif untuk dapat membunuh tikus walaupun jumlah yang dikonsumsi hanya sedikit (kurang dari 1 g). Hal yang sama terjadi pada mencit rumah menunjukkan bahwa konsumsi pelet (8,22 g) dan gabah (8,07 g) lebih disukai dibandingkan dengan rodentisida. Konsumsi keduanya menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, akan tetapi keduanya menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan konsumsi semua jenis rodentisida. Untuk konsumsi rodentisida sendiri menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dari setiap jenis rodentisida. A B Gambar 3 Gejala keracunan pada tikus rumah (A) dan mencit rumah (B) Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida Pengujian ini hanya dilakukan pada tikus rumah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa gabah tetap menjadi pakan yang paling disukai dengan ratarata konsumsi mencapai 3,82 g disusul dengan beras sebanyak 3,09 g.

30 23 Hasil uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan dan rodentisida (g/100g bobot tubuh) serta tikus rumah yang terperangkap (individu/perangkap) Pakan dan perangkap Gabah Beras Kumatetralil Seng fosfida Pelet Brodifakum 2 Flokumafen Brodifakum 3 Brodifakum 1 Multiple Live Trap Havahart Live Trap Single Live Trap Snap Trap Konsumsi dan hewan terperangkap 3,82 a 3,09 ab 1,40 abc 0,45 bc 0,25 c 0,01 c 0,003 c 0 c 0 c 8,75 a 4 b 1 c 0,25 c Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Untuk konsumsi rodentisida, kumatetralil merupakan rodentisida yang paling banyak dikonsumsi disusul oleh seng fosfida dengan rata-rata konsumsi masing-masing 1,40 dan 0,45 g. Kedua rodentisida tersebut lebih tinggi konsumsinya dibandingkan dengan pelet yang rata-rata konsumsinya hanya 0,25 g. Berdasarkan uji lanjut duncan pada taraf uji α=5% menunjukkan bahwa konsumsi gabah dan beras berbeda nyata dibandingkan dengan pakan dan rodentisida lainnya. Untuk konsumsi pelet (0,25 g) dan rodentisida brodifakum-2 (0,01 g), flokumafen (0,003 g), brodifakum-3 (0 g) dan brodifakum-1 (0 g) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Konsumsi terhadap rodentisida pada pengujian ini menyebabkan tujuh ekor tikus mati dari jumlah total 20 ekor. Jika dibandingkan antara tikus yang mati akibat konsumsi rodentisida dengan tikus yang masuk perangkap, lebih banyak tikus yang masuk perangkap. Pada pengujian ini perangkap yang paling banyak dimasuki tikus yaitu Multiple Live Trap dengan rata-rata 8,75 ekor, kemudian Havahart Live Trap (4 ekor), Single Live Trap (1 ekor) dan Snap Trap (0,25 ekor). Berdasarkan uji lanjutan pada taraf uji α=5% Multiple Live Trap menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibanding dengan perangkap lainnya.

31 24 Sedangkan untuk Single Live Trap dan Snap Trap menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan tikus rumah lebih banyak yang masuk pada perangkap (Multiple Live Trap dan Havahart Live Trap), sehingga tikus rumah yang tersisa di luar perangkap sedikit, selain itu kedua perangkap ini (Multiple Live Trap dan Havahart Live Trap) memiliki sistem penguncian yang baik sehingga tikus yang masuk tidak mungkin keluar lagi. Pada Single Live Trap tidak ada sistem penguncian, pintu hanya akan tertutup dengan daya tarik yang disebabkan oleh pegas yang ada di dalam perangkap, jika pegas ini sudah kendur maka memungkinkan tikus yang terperangkap keluar kembali. Tikus Rumah Perbandingan Konsumsi Pakan Pada ketiga jenis pengujian (uji pakan versus perangkap, uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida) menunjukkan bahwa konsumsi gabah dan beras pada uji pakan versus rodentisida paling banyak dikonsumsi dengan rata-rata konsumsi masing-masing 7,98 dan 5,41 g. Selanjutnya gabah dan beras pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida dengan rata-rata konsumsi masing-masing 3,82 dan 3,09 g. Untuk konsumsi gabah, pelet, dan beras pada ketiga pengujian dapat dilihat pada Tabel 7. Jika dilihat dari rata-rata konsumsi pakan ternyata konsumsi pakan pada uji yang terdapat rodentisida lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi pakan pada uji pakan versus perangkap. Hal ini menunjukkan bahwa tikus rumah masih lebih tertarik untuk masuk perangkap dibandingkan dengan mengonsumsi pakan dan umpan beracun. Tabel 7 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan pada uji pakan versus perangkap, uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida (g/100 g bobot tubuh). Pakan Gabah Beras Pelet Uji pakan versus perangkap 3,07 bc 1,94 bc 0,95 bc Uji pakan versus rodentisida 7,98 a 5,41 ab 2,08 bc Uji pakan versus perangkap versus rodentisida 3,82 bc 3,09 bc 0,25 c Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

32 25 Mencit rumah Pada mencit rumah konsumsi pakan pada ketiga pengujian (uji preferensi pakan, uji pakan versus perangkap, dan pakan versus rodentisida), menunjukkan bahwa konsumsi pelet pada uji preferensi pakan adalah yang paling banyak dikonsumsi dengan rata-rata kosumsi 9,57 g. Selanjutnya pelet (8,22 g) dan gabah (8,08 g) pada uji pakan versus rodentisida. Ketiganya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf α=5 %. Hal ini berarti konsumsi pelet dan gabah masih lebih disukai walaupun ada jenis pakan lain, apalagi terhadap pakan yang mengandung rodentisida. Konsumsi pakan pada uji pakan versus perangkap lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi pakan pada kedua pengujian lainnya (uji preferensi pakan dan uji pakan versus rodentisida). Hal ini disebabkan hewan uji yang sudah terperangkap tidak dapat lagi mengonsumsi pakan yang terdapat di luar perangkap. Dengan kata lain, pemasangan perangkap dengan umpan yang disukai oleh hewan uji masih lebih efektif dibandingkan dengan pemasangan umpan beracun (rodentisida). Tabel 8 Konsumsi mencit terhadap pakan pada uji preferensi, uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus rodentisida (g/100 g bobot tubuh) Pakan Pelet Gabah Beras Jagung Uji preferensi pakan 9,57 a 3,90 cde 7,47 ab 2,09 de Uji pakan versus perangkap 5,25 bc 4,57 cd 1,95 e - Uji pakan versus rodentisida 8,22 a 8,08 a - - Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Perbandingan Perangkap Tikus Rumah Hasil pemerangkapan tikus rumah dari uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida dapat dilihat pada Tabel 9. Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa Multiple Live Trap pada uji pakan versus perangkap paling banyak dimasuki tikus rumah (11,2 ekor). Jumlah tikus yang terperangkap pada uji pakan versus perangkap lebih banyak dibandingkan dengan uji pakan versus perangkap versus rodentisida kecuali pada Havahart Live Trap pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida (4 ekor) lebih tinggi dibanding

33 26 pada uji pakan versus perangkap (3,8 ekor) akan tetapi keduanya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tabel 9 Perbandingan jumlah tikus rumah terperangkap pada uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida (individu/perangkap) Perangkap Multiple Live Trap Havahart Live Trap Single Live Trap Snap Trap Uji pakan versus perangkap 11,2 a 3,8 c 2,0 cd 0,6 d Uji pakan versus perangkap versus rodentisida 8,75 b 4,0 c 1,0 d 0,25 d Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Hal ini menunjukkan bahwa tikus lebih menyukai untuk masuk ke perangkap dibandingkan dengan mengonsumsi pakan atau rodentisida yang tersedia di sekitar perangkap. Mencit Rumah Hasil pemerangkapan mencit rumah dari uji perangkap dan uji pakan versus perangkap dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perbandingan jumlah mencit rumah terperangkap pada uji perangkap dan uji pakan versus perangkap (individu/perangkap) Perangkap Multiple Live Trap Single Live Trap Shermann Aluminium Live Trap Snap Trap Glue Trap Uji perangkap 7,4 a 6,8 a 5,2 ab 3,2 b 2,4 b Uji pakan versus perangkap 7,2 a 4,4 ab 4,8 ab 2,6 b - Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5% Perangkap yang paling banyak dimasuki mencit rumah yaitu Multiple Live Trap pada uji pemerangkapan dengan rata-rata mencit terperangkap 7,4 ekor dan pada uji pakan versus perangkap dengan rata-rata mencit terperangkap 7,2 ekor. Rata-rata mencit yang masuk pada Single Live Trap pada uji pemerangkapan yaitu 6,8 ekor. Ketiganya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji lanjutan pada taraf uji α=5 %. Hal ini berarti Multiple Live Trap mempunyai

34 27 kemampuan yang lebih efektif untuk menangkap tikus walaupun tersedia pakan lain disekitarnya karena umpan yang diletakkan di dalam perangkap tersebut dapat menarik mencit rumah untuk memasukinya. Hal ini pun dapat dilihat bahwa Shermann Aluminium Live Trap pada uji perangkap menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan Shermann Aluminium Live Trap pada uji pakan versus perangkap dengan rata-rata mencit terperangkap masing-masing 5,2 dan 4,8 ekor. Demikian juga Snap Trap pada uji perangkap menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan Snap Trap pada uji perangkap versus pakan. Hal ini menunjukkan bahwa mencit masih tertarik untuk memasuki perangkap walaupun tersedia pakan. Untuk perbandingan tipe perangkap yang sama pada uji yang berbeda baik pada tikus maupun pada mencit menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

35 KESIMPULAN Kesimpulan Pakan yang paling disukai oleh tikus rumah secara berurutan yaitu gabah, beras, dan pelet. Rodentisida tidak disukai oleh tikus rumah. Jenis perangkap yang paling banyak dimasuki tikus secara berurutan yaitu Multiple Live Trap, Havahart Live Trap, Single Live Trap dan Snap Trap. Konsumsi pakan lebih tinggi daripada konsumsi umpan beracun. Penggunaan perangkap lebih efektif daripada umpan beracun, jumlah tikus yang terperangakap lebih banyak daripada jumlah tikus yang mati akibat mengonsumsi umpan beracun. Pakan yang paling disukai mencit rumah yaitu pelet dan gabah. Konsumsi pakan lebih tinggi daripada konsumsi umpan beracun. Penggunaan perangkap lebih efektif dari pada penggunaan umpan beracun hal ini terlihat bahwa konsumsi pakan lebih tinggi pada uji pakan versus rodentisida dibandingkan dengan uji pakan versus perangkap. Perangkap yang paling efektif yaitu Multiple Live Trap. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengujian perangkap, pakan, dan rodentisida di lapangan.

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A44102059 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A44102030 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta daerah pengambilan tikus uji

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) JOHAN PERMADA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A44103062 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 TINDAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA

PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA PENGARUH BAHAN REMPAH SEBAGAI REPELEN TERHADAP MENCIT RUMAH (Mus musculus L. Rodentia: Muridae) DALAM MENGKONSUMSI UMPAN DAN RODENTISIDA HOTMA SINTA A44102057 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 1979 5777 145 PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA BRODIFAKUM TERHADAP TIGA JENIS TIKUS HAMA Swastiko Priyambodo dan Rizky Nazarreta Dept. Proteksi Tanaman, Fak.

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

TINJAUAN PUSTAKA. Tikus Sawah (Rattus argentiventer) 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah (Rattus argentiventer) Taksonomi dan Morfologi Tikus sawah mempunyai klasifikasi sebagai berikut Kelas Mammalia, Subkelas Theria, Infra Kelas Eutheria, Ordo Rodentia, Subordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian

TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian 5 TINJAUAN PUSTAKA Burung Pemakan Biji-bijian Burung pemakan biji memiliki ukuran tubuh kecil dan bergerak cukup gesit serta lincah, sehingga susah ditangkap. Beberapa jenis burung pemakan biji antara

Lebih terperinci

This document is created with trial version of Document2PDF Pilot 2.4. TINJAUAN PUSTAKA

This document is created with trial version of Document2PDF Pilot 2.4. TINJAUAN PUSTAKA 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) Klasifikasi dan Morfologi Tikus rumah ( R. rattus diardii ) berdasarkan karakter ciri morfologinya digolongkan ke dalam kelas Mamalia, Ordo Rodentia,

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer)

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Rahmawasiah, Rahman Hairuddin dan Abdul Jalil Universitas Cokroaminoto

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGUJIAN EFEK SEKUNDER DARI TIKUS YANG MENGONSUMSI RODENTISIDA SEBAGAI MANGSA BURUNG HANTU CELEPUK (Otus sp.) SERTA PREFERENSINYA TERHADAP UMPAN BIDANG KEGIATAN

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Rodensia merupakan salah satu hewan yang tergolong sangat banyak spesiesnya. Terdapat lebih dari 2700 spesies rodensia di dunia Menurut Aplin et al. (2003), 42% dari semua spesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI

PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRAK PUTRI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

UJI KEEFEKTIFAN ENAM JENIS PERANGKAP DALAM PENGENDALIAN TIKUS SAWAH (Rattus Argentiventer)

UJI KEEFEKTIFAN ENAM JENIS PERANGKAP DALAM PENGENDALIAN TIKUS SAWAH (Rattus Argentiventer) 38 UJI KEEFEKTIFAN ENAM JENIS PERANGKAP DALAM PENGENDALIAN TIKUS SAWAH (Rattus Argentiventer) Lydia Maria Ivakdalam Program Studi Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masingmasing konsentrasi. Didapatkan hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu dan teknologi menimbulkan dampak positif bagi perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak negatifnya berupa makin banyaknya limbah

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN TIGA SPESIES TIKUS HAMA TERHADAP RODENTISIDA DAN UMPAN SERTA FAKTOR PENYEBABNYA MINKHAYA SILVIANA PUTRI

TINGKAT KEJERAAN TIGA SPESIES TIKUS HAMA TERHADAP RODENTISIDA DAN UMPAN SERTA FAKTOR PENYEBABNYA MINKHAYA SILVIANA PUTRI i TINGKAT KEJERAAN TIGA SPESIES TIKUS HAMA TERHADAP RODENTISIDA DAN UMPAN SERTA FAKTOR PENYEBABNYA MINKHAYA SILVIANA PUTRI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG Terry Pakki 1), Muhammad Taufik 1),dan A.M. Adnan 2) 1). Jurusan Agroteknologi, Konsentrasi Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar dengan metode eksperimental. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah mengenai pengaruh pemberian serat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan 21 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar yang menggunakan metode eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2000 di New Zealand terjadi keracunan sekunder akibat penggunaan brodifakum untuk membasmi hama tikus. Berdasarkan penelitian "Laboratory and Field Studies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Hama Burung

TINJAUAN PUSTAKA Hama Burung TINJAUAN PUSTAKA Hama Burung Burung yang menjadi hama tanaman pertanian, terutama pada komoditas serealia (padi, jagung dan sorgum) sebagian besar adalah jenis pipit, yang termasuk ke dalam Kelas Aves,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat populer di Indonesia adalah kacang hijau (Vigna radiata.wilczek). Kacang hijau ialah tanaman penting ketiga di

Lebih terperinci

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI AKTINOMISET SEBAGAI AGENS HAYATI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK YANG DIAKIBATKAN OLEH

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI AKTINOMISET SEBAGAI AGENS HAYATI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK YANG DIAKIBATKAN OLEH SELEKSI DAN IDENTIFIKASI AKTINOMISET SEBAGAI AGENS HAYATI UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK YANG DIAKIBATKAN OLEH Xanthomonas oryzae pv. oryzae PADA PADI NUR IZZA FAIQOTUL HIMMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL

IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL LAPORAN PRAKTIKUM IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor Disusun oleh : IKA NUR RIZKI NIM : P07133112024 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN TIKUS PERMUKIMAN DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR PERTIWI SUCIANANDA

UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN TIKUS PERMUKIMAN DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR PERTIWI SUCIANANDA UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN TIKUS PERMUKIMAN DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR PERTIWI SUCIANANDA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris sangat kaya tanaman pangan yang tersebar dari Sabang dari Merauke dengan bermacam-macam jenis pangan khas bagi daerah masing-masing.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam

BAB I PENDAHULUAN. Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayam pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam broiler (ayam buras) merupakan salah satu hewan ternak yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dalam pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci