PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO"

Transkripsi

1 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ABSTRAK ANIEF NUGROHO. Persepsi Masyarakat terhadap Hama Permukiman serta Pengendalian Tikus di Bogor dan Tangerang di bawah bimbingan SWASTIKO PRIYAMBODO. Hama permukiman telah menjadi masalah serius pada zaman modern ini, sehingga pengendalian hama permukiman cukup penting. Pandangan masyarakat terhadap kehadiran hama permukiman sangat beragam, tergantung tingkat pendidikan dan ekonomi, sehingga diperlukan pengetahuan khusus untuk menanggapinya. Tikus merupakan hama penting pada habitat permukiman karena dapat menimbulkan kerugian bagi manusia. Pengendalian tikus yang banyak dilakukan saat ini adalah dengan cara kimiawi yaitu dengan menggunakan rodentisida, dan pengendalian fisik mekanik yaitu dengan menggunakan perangkap. Pada penelitian ini, digunakan dua macam perangkap yaitu multiple live trap dan single live trap. Umpan yang digunakan yaitu kelapa bakar, selai kacang, dan ikan asin. Sedangkan rodentisida yang digunakan adalah bromadiolon 0,005% dan brodifakum 0,005% yang berbentuk blok berwarna biru. Sebelumnya, dilakukan survei mengenai hama permukiman di Wilayah Bogor dan Tangerang. Perlakuan pertama adalah pengujian efektivitas umpan dan perangkap dengan membandingkan kombinasi kedua perangkap dengan tiga umpan tersebut. Umpan diletakkan dalam perangkap dan diberi jarak 3 sampai 5 meter antar perangkap. Perlakuan kedua adalah pengujian efektivitas rodentisida dengan meletakkan kedua jenis rodentisida berlainan pada wadah tertutup yang diberi lubang tempat masuknya tikus dengan jarak antar perlakuan sama dengan perlakuan perangkap. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SAS dan uji Duncan dengan perlakuan kombinasi dua perangkap dengan tiga umpan, dan dua rodentisida racun kronis dengan jumlah ulangan masing-masing sebanyak sepuluh kali dan tiga time series. Single live trap dan multiple live trap dengan umpan ikan asin cukup efektif bila diterapkan di permukiman. Jumlah populasi tikus yang tertangkap paling tinggi terdapat di Sindang Barang, Bogor. Aplikasi rodentisida paling efektif dilakukan di Ciledug.

3 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM Program Studi : Persepsi Masyarakat terhadap Hama Permukiman serta Pengendalian Tikus di Bogor dan Tangerang : Anief Nugroho : A : Proteksi Tanaman Disetujui Dosen Pembimbing Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang M. Sc NIP Tanggal lulus: 5 Mei 2010

5 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis bernama Anief Nugroho, adalah mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman (DPT), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 April 1988 sebagai putra kedua dari pasangan Bapak Supriyono S.Pd, M.Si dan Ibu Soeter Tarsini. Penulis bertempat tinggal di Komplek Japos Graha Lestari, Jl. Kutilang D II/20, Ciledug Tangerang Penulis mempunyai dua orang saudara yaitu Arsi Subandoro dan Anatrias Safa Andini. Penulis menempuh pendidikan formal di TK Surya Insan Komplek Japos Graha Lestari, SDN Joglo 01 Pagi Jakarta Barat, SLTP Negeri 142 Jakarta Barat, dan SMA Negeri 63 Jakarta Selatan. Penulis lulus sekolah menengah atas pada tahun 2006 dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama menempuh studi di IPB, penulis mendapat beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) selama satu tahun.

6 PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Hama Permukiman serta Pengendalian Tikus di Bogor dan Tangerang. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada September 2009 sampai Januari 2010, bertempat di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, dan Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang. Dana penelitian berasal dari dana pribadi, beasiswa, dibantu perangkap dan rodentisida dari Laboratorium Vertebrata Hama IPB. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya; Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan semangat, cinta, doa, dan kasih sayangnya; Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si. selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran, dan masukan selama berlangsungnya penelitian hingga penyusunan skripsi ini; Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik; Dr. Ir. Giyanto, M.Si selaku dosen penguji skripsi, seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu di IPB; Bapak Ahmad Soban, selaku laboran Laboratorium Vertebrata Hama; semua rekan PTN 43, TPB A14, dan A13; serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkannya, terutama di bidang hama permukiman. Bogor, Mei 2010 Anief Nugroho

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI. iii DAFTAR GAMBAR. vi DAFTAR TABEL. viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang. 1 Tujuan Penelitian. 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis.. 3 TINJAUAN PUSTAKA.. 4 Persepsi masyarakat terhadap hama permukiman. 4 Hama permukiman 4 Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) 5 Klasifikasi dan morfologi... 5 Biologi dan Ekologi Indera Tikus Metode Pengendalian tikus rumah di permukiman. 7 Perangkap 8 Rodentisida. 8 BAHAN DAN METODE. 9 Waktu dan Tempat. 9 Bahan dan Alat Single live trap dan multiple live trap... 9 Rodentisida bromadiolon 0,005% dan brodifakum 0,005% Timbangan electronic top-loading balance for animal 10 Metode Penelitian. 10 A. Wawancara

8 B. Pengujian perangkap Pembuatan Umpan Pengujian keefektifan perangkap di permukiman Penggantian umpan dan pembersihan perangkap. 12 C. Pengujian Rodentisida. 12 Peletakkan rodentisida. 12 Penggantian rodentisida Rotasi pengujian perangkap dan rodentisida.. 12 Analisis Data.. 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 A. Karakteristik responden 14 B. Hasil survei 14 Jenis hama yang terdapat di permukiman. 15 Jenis hama yang paling banyak terdapat di permukiman. 16 Hama yang sering dikendalikan 17 Tempat yang dijadikan sarang hama Penyebab timbulnya hama di permukiman. 19 Bentuk formulasi pestisida yang sering digunakan. 20 Sumber informasi jenis pestisida yang dapat digunakan oleh masyarakat.. 21 Waktu aplikasi pestisida. 22 Kesesuaian penggunaan pestisida dengan aturan pakai. 23 Tindakan pengendalian tikus yang dilakukan oleh masyarakat. 23 Tindakan alternatif yang dilakukan untuk mengendalikan hama permukiman Tempat penyimpanan pestisida oleh masyarakat. 25 Biaya yang dikeluarkan per bulan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman 26 C. Hasil perlakuan perangkap 27 D. Hasil perlakuan rodentisida.. 30

9 PEMBAHASAN UMUM 33 KESIMPULAN DAN SARAN.. 38 DAFTAR PUSTAKA. 39 LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner wawancara. 40 Lampiran 2. Data identifikasi tikus.. 43 Lampiran 3. Analisis ragam... 46

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Single live trap dan multiple live trap 9 Gambar 2 Rodentisida bromadiolon 0,005% dan brodifakum 0,005%. 10 Gambar 3 Timbangan electronic top-loading balance for animal. 10 Gambar 4 Hasil survei mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Bogor dan Tangerang.. 14 Gambar 5 Hasil survei mengenai tingkat pendapatan masyarakat di Bogor dan Tangerang Gambar 6 Kategori jenis hama yang terdapat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang 16 Gambar 7 Kategori jenis hama yang paling banyak terdapat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang.. 17 Gambar 8 Hama yang sering dikendalikan di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang.. 17 Gambar 9 Kriteria tempat yang merupakan sarang hama di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang. 19 Gambar 10 Kriteria penyebab timbulnya hama di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang.. 20 Gambar 11 Kriteria jenis pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang.. 21 Gambar 12 Kriteria sumber informasi masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama. 21 Gambar 13 Kriteria waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Wilayah Bogor dan Tangerang.. 22 Gambar 14 Kesesuaian penggunaan pestisida oleh masyarakat dengan aturan pakai yang dianjurkan di permukiman. 23 Gambar 15 Tindakan pengendalian tikus yang biasa dilakukan masyarakat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang. 24 Gambar 16 Tindakan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di Bogor dan Tangerang. 25 Gambar 17 Kriteria tempat penyimpanan pestisida oleh masyarakat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang. 25

11 Gambar 18 Biaya per bulan yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di Bogor dan Tangerang 26 Gambar 19 Jumlah tikus yang tertangkap dari hasil kombinasi antara dua jenis di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang 27 Gambar 20 Jumlah tikus yang tertangkap dari hasil pemerangkapan setiap time series di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang. 30 Gambar 21 Jumlah rodentisida yang dikonsumsi tikus dengan interaksi antara jenis rodentisida dan lokasi perlakuan di Wilayah Bogor dan Tangerang. 31 Gambar 22 Grafik jumlah rodentisida yang dikonsumsi tikus pada setiap lokasi.. 32

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pengaruh faktor kombinasi perangkap terhadap rata-rata jumlah tikus yang tertangkap. 27 Tabel 2 Persentase keberhasilan pemerangkapan kedua jenis perangkap pada empat lokasi yang berbeda. 28 Tabel 3 Pengaruh faktor lokasi terhadap jumlah tikus yang tertangkap. 29 Tabel 4 Pengaruh faktor lokasi terhadap jumlah rodentisida yang dikonsumsi Tikus. 32

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Hama permukiman telah menjadi masalah serius pada zaman modern ini. Berbagai jenis hama dapat dijumpai permukiman, di antaranya nyamuk, lalat, kecoa, rayap, cicak, dan tikus. Bila musim hujan, pertumbuhan rata-rata populasi hama tersebut meningkat. Bila tidak dicegah, maka akan timbul berbagai masalah di kehidupan masyarakat seperti menyebarnya wabah penyakit yang disebabkan oleh hama permukiman. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengendalian yang tepat serta berkelanjutan, demi menjaga kelestarian lingkungan serta meningkatkan kualitas hidup umat manusia. Tindakan antisipatif perlu dilakukan agar populasi hama tersebut dapat dikendalikan dan tidak menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Perbedaan tingkat ekonomi dan pendidikan merupakan alasan utama masyarakat dalam melakukan tindakan pengendalian. Masyarakat yang tingkat ekonomi dan pendidikannya rendah umumnya kurang mempedulikan keberadaan hama-hama tersebut. Sebagian besar dari mereka hanya melakukan pencegahan seadanya dan tidak berkelanjutan, sehingga populasi hama tidak bisa dikendalikan dan akhirnya menyebabkan dampak serius di daerah permukimannya. Masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian dan pendidikan yang cukup tinggi sudah mulai memandang keberadaan hama dapat menjadi masalah serius dalam kehidupannya. Pada umumnya mereka memilih tindakan pengendalian yang efektif dan berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar populasi hama dapat ditekan, sehingga masalah yang timbul dapat dicegah. Tikus merupakan hama penting pada habitat permukiman. Tikus dianggap sebagai hama, karena banyak menimbulkan kerugian bagi manusia. Kerugian yang ditimbulkan yaitu adanya kerusakan yang berupa keratan pada berbagai benda rumah tangga yang terbuat dari kayu, kain, kertas, plastik, logam, dan alat-alat listrik, serta adanya kontaminasi berupa rambut, feses, dan urin tikus pada berbagai bahan

14 makanan manusia. Kerugian lain yang ditimbulkan oleh tikus yaitu adanya beberapa patogen penyakit seperti Salmonella sp., Leptospira sp., Yersinia sp., yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan ternak (zoonosis). Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan tikus di permukiman, antara lain dengan cara sanitasi, kultur teknis, fisik mekanik, hayati, dan kimiawi. Pada pengendalian tikus di permukiman biasanya metode yang banyak digunakan adalah pengendalian kimiawi dengan menggunakan umpan beracun dan pengendalian fisik mekanik dengan menggunakan perangkap. Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan yang dicampur dengan rodentisida memiliki beberapa kekurangan yaitu: 1) tikus dapat menjadi resisten karena sering terpapar oleh racun, sehingga tikus tidak akan mati apabila diberi umpan beracun, 2) bahan kimia yang terkandung dalam rodentisida akan mencemari lingkungan, dan 3) penggunaan rodentisida yang berlebihan dan tidak didasari dengan pengetahuan yang cukup akan menyebabkan keracunan bagi pengguna dan hewan bukan sasaran. Perangkap banyak digunakan untuk monitoring kehadiran tikus dan sebagai salah satu metode untuk mengendalikan populasi tikus pada suatu wilayah. Penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus pada habitat permukiman merupakan metode pengendalian yang sederhana dan mudah untuk diaplikasikan. Selain itu penggunaan perangkap merupakan suatu metode yang aman dan tidak beresiko terhadap lingkungan dan penggunanya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian hama permukiman di Wilayah Bogor dan Tangerang, serta menguji kombinasi dua jenis perangkap, tiga jenis umpan, serta dua jenis rodentisida pada habitat permukiman. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui persepsi dan tindakan masyarakat dalam mengendalikan hama permukiman, menghasilkan kombinasi yang tepat dari

15 dua jenis perangkap dan tiga jenis umpan, serta rodentisida, sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk pengendalian tikus yang efektif, efisien, serta aman terhadap lingkungan dan pengguna. Hipotesis Pentingnya pengendalian hama di permukiman bagi masyarakat pada umumnya kurang disadari. Tindakan pengendalian yang dilakukan berkaitan erat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi. Masyarakat belum mengetahui dampak yang mungkin timbul karena kehadiran hama permukiman. Penggunaan perangkap sebagai salah satu metode pengendalian tikus pada habitat permukiman merupakan teknik pengendalian yang aman, efektif, dan efisien, tetapi pengendalian dengan cara ini dapat menyebabkan jera perangkap (trap-shyness). Pemanfaatan rodentisida dalam pengendalian tikus di permukiman memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya dapat memberikan efek mortalitas yang cukup tinggi dalam waktu singkat dan aplikasinya mudah. Sedangkan kekurangannya adalah dapat menimbulkan residu, menyebabkan pencemaran lingkungan, keracunan pada organisme bukan sasaran, resistensi pada tikus, jera umpan, dan biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai keefektifan kombinasi perangkap dan umpan serta rodentisida yang digunakan untuk pengendalian tikus di permukiman.

16 TINJAUAN PUSTAKA Persepsi Masyarakat terhadap Hama Permukiman Keberadaan hama permukiman (urban pest) mulai meresahkan masyarakat di berbagai wilayah di kota besar karena hama tersebut dapat menimbulkan masalah seperti rusaknya perabot rumah tangga, menyebarnya berbagai macam penyakit, serta gangguan langsung pada manusia seperti nyamuk, lalat, kecoa, rayap, cicak, dan tikus. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengendalian yang tepat serta berkelanjutan, demi menjaga kelestarian lingkungan serta meningkatkan kualitas hidup umat manusia. Tindakan antisipatif perlu dilakukan agar populasi hama tersebut dapat dikendalikan dan tidak menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Perbedaan tingkat ekonomi dan pendidikan merupakan alasan utama masyarakat dalam melakukan tindakan pengendalian. Masyarakat yang tingkat ekonomi dan pendidikannya rendah umumnya jarang mempedulikan keberadaan hama-hama tersebut, sedangkan masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian dan pendidikan yang cukup tinggi sudah mulai memandang keberadaan hama dapat menjadi masalah serius dalam kehidupannya. Filosofi pengendalian hama saat ini bukan lagi bertujuan untuk membersihkan atau memusnahkan organisme pengganggu, melainkan melakukan usaha pengendalian yang harmonis dengan kehidupan ekologis lingkungan, tanpa harus mengalami kerugian secara ekonomi (Martono 2003), konsep tersebut berlaku untuk bidang pertanian, tetapi untuk hama permukiman sulit diterapkan. Hama Permukiman (urban pest) Hama permukiman (urban pest) adalah suatu organisme yang pada suatu tempat (permukiman) dan waktu, tidak dikehendaki karena secara langsung dapat mengancam kesehatan, harta benda atau hanya sekedar gangguan kenyamanan atau estetika (Chalidaputra 2007). Kehadiran hama permukiman mulai dirasakan

17 menimbulkan masalah bila populasinya telah melampaui batas dan menimbulkan problematika kesehatan dan aspek kebersihan lingkungan. Berbagai kerugian ekonomi dapat ditimbulkan, demikian pula berbagai penyakit tanaman, hewan maupun manusia dapat ditularkan oleh hama tersebut, seperti tipes, kolera, pes, malaria, dan demam berdarah. Tindakan antisipatif untuk menekan akibat langsung ataupun tidak langsung perlu diupayakan pengelolaan yang komprehensif dan terpadu antara lain dengan program pengendalian hama terpadu (integrated pest management). Program pengelolaan ini dapat meliputi pengendalian hama serangga (lalat, kecoa, dan nyamuk), serta pengendalian hama rodensia atau tikus (Praja 2007). Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (R. rattus diardii) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia, Ordo Rodentia, dan Famili Muridae. Tikus rumah (R. rattus diardii) memiliki panjang tubuh mm, dan panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh. R. rattus diardii memiliki ciri morfologi antara lain rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat kehitaman pada bagian dorsal dan warna pada bagian ventral hampir sama dengan warna rambut pada bagian dorsal. Bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta memiliki bobot tubuh berkisar antara g (Priyambodo 2003). Biologi dan Ekologi Tikus rumah memiliki kemampuan bereproduksi tinggi, selain itu tikus dapat berkembangbiak dan melahirkan anak sepanjang tahun tanpa mengenal musim, oleh sebab itu, tikus disebut hewan poliestrus. Tikus rumah mampu melahirkan anak, sebanyak 5 8 ekor dalam sekali melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan tergantung ketersediaan makanan. Masa bunting tikus selama 21 hari dan pada saat dilahirkan, anak tikus tidak memiliki rambut dan matanya tertutup. Rambut tumbuh pada umur 1 minggu setelah dilahirkan dan mata akan terbuka pada umur 9 14 hari, kemudian tikus mulai mencari makan di sekitar sarang. Pada umur 4-5 minggu tikus

18 mulai mencari makan sendiri, terpisah dari induknya. Pada usia tersebut tikus dapat dengan mudah diperangkap. Tikus rumah mencapai umur dewasa setelah berumur hari (Priyambodo 2003). Pada umumnya tikus menyukai makanan yang dimakan manusia karena tikus merupakan hewan omnivora (pemakan segala). Tikus rumah menyukai makanan yang berasal dari biji bijian, buah buahan, sayur sayuran, kacang kacangan, umbi umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari tikus biasanya membutuhkan pakan sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan dalam keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah biasanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit, untuk mencicipi atau mengetahui reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan. Jika tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan menghabiskan pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003). Indera Tikus Indera penglihatan tikus rumah kurang berkembang dengan baik bila dibandingkan dengan kemampuan indera lainnya. Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan memanjat dan mengerat sangat baik. Aktivitas mengerat tikus tersebut merupakan perilaku tikus untuk mengurangi pertumbuhan gigi seri, sehingga tikus tetap bertahan hidup (Priyambodo 2003). Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari. Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman terutama di daerah yang jarang dilalui oleh manusia. Tikus rumah biasanya memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat dari satu lokasi ke lokasi lain. Tikus dapat masuk ke dalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di sekitar atap. Tikus rumah memiliki daerah aktivitas yang bervariasi, tergantung jenis kelamin, kerapatan populasi, persediaan makanan, keberadaan pemangsa, dan waktu. Menurut seorang antropolog Mc Neely dan seorang psikolog Watchel, dalam bukunya yang berjudul The Soul of the Tiger

19 (1988), tikus merupakan hewan liar yang paling menikmati dampak positif dari kemajuan ekonomi di negara-negara Asia. Bumi Asian merupakan tempat kelahiran tikus sekitar 10 juta tahun yang lalu, yang kemudian berkembang ke seluruh dunia. Penyebaran tikus ke seluruh dunia berlangsung bersama dengan migrasi manusia antar pulau dan benua (Priyambodo 2006). Metode Pengendalian Tikus Rumah di Permukiman Pengendalian tikus rumah dapat dikelompokkan ke dalam beberapa metode antara lain: Pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanik, hayati, dan kimia. Pengendalian tikus rumah di permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa teknik pengendalian, antara lain memodifikasi lingkungan atau sanitasi, penggunaan perangkap dan umpan beracun (rodentisida). Modifikasi lingkungan atau sanitasi merupakan pengendalian jangka panjang, sedangkan penggunaan perangkap dan umpan beracun merupakan pengendalian jangka pendek (Priyambodo 2003). Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah toleransi tikus dan juga merupakan usaha manusia untuk mematikan atau memindahkan tikus secara langsung dengan menggunakan tangan atau dengan bantuan alat (Priyambodo 2003). Pengendalian secara fisik mekanis adalah pengendalian yang secara langsung mempengaruhi keadaan fisik tikus yang dikendalikan. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penggunaan perangkap, gelombang suara ultrasonik, gelombang elektromagnetik, sinar ultraviolet, penghalang, dan berburu (Priyambodo 2003). Penggunaan umpan beracun merupakan metode yang banyak dilakukan, karena metode ini sangat mudah diaplikasikan dan didapatkan hasil yang nyata. Namun, pengunaan umpan beracun dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu dapat meracuni hewan bukan sasaran, serta berbahaya bagi lingkungan. Untuk mengurangi penggunaan pestisida yang berlebihan, maka digunakan istilah pest management yaitu pendekatan pengendalian hama secara bijaksana dalam arti melakukan tindakan pengendalian secara kimiawi sesuai anjuran serta penuh kehatihatian dan perhitungan (Sigit 2006).

20 Perangkap Ada beberapa jenis perangkap tikus yaitu perangkap hidup, perangkap mati, dan perangkap berperekat. Beberapa jenis perangkap baru telah diproduksi walaupun pada kenyataanya perangkap tersebut kurang efektif bila dibandingkan dengan perangkap-perangkap sebelumnya (Meehan 1984). Penggunaan perangkap sebagai teknik pengendalian tikus di permukiman merupakan cara yang efektif, aman, dan ekonomis karena perangkap dapat digunakan beberapa kali. Di dalam melakukan pemerangkapan tikus, perlu diperhatikan sifat trap shyness yaitu kejadian di mana tikus tidak mau masuk ke perangkap yang disediakan. Hal ini berhubungan dengan sifat genetik tikus. Pada awal pemerangkapan tikus mudah ditangkap, tetapi pada pemerangkapan berikutnya tikus sulit tertangkap (Priyambodo 2003). Rodentisida Pengendalian dengan rodentisida merupakan alternatif terakhir pada konsep PHT, jika semua cara lain yang digunakan belum memberikan hasil yang optimal. Berdasarkan cara kerjanya, racun tikus dibagi menjadi dua yaitu racun akut dan kronis. Racun akut bekerja lebih cepat dalam membunuh tikus dengan cara merusak sistem syaraf dan melumpuhkannya. Sedangkan racun kronis (antikoagulan) bekerja lebih lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler (Priyambodo 2003). Racun kronis juga dibagi dua yaitu racun kronis generasi I dan generasi II. Kumatetralil merupakan racun antikoagulan generasi I yang dibuat sebelum brodifakum dan bromadiolon, yang merupakan racun antikoagulan generasi II. Racun antikoagulan generasi II dibuat karena sudah terjadi atau diperkirakan akan terjadi resistensi tikus terhadap racun antikoagulan generasi I. Dengan diproduksinya racun antikoagulan generasi II ini, diharapkan resistensi tikus dapat dihindari.

21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari September 2009 sampai Januari 2010 di Kabupaten Bogor, yaitu di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Kota Tangerang di Daerah Ciledug, serta Laboratorium Vertebrata Hama Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Perangkap tikus single live trap merupakan perangkap yang biasa dijual di pasar, terbuat dari kawat baja berbentuk persegi, dengan model satu pintu dan berukuran panjang 40 cm serta lebar dan tinggi 20 cm. Perangkap ini hanya mampu menangkap satu ekor tikus dalam sekali aplikasi. Sedangkan multiple live trap merupakan perangkap yang terbuat dari kawat dengan model pintu yang membuka ke bawah. Pintu masuk perangkap berukuran 5 cm x 5 cm, panjang daun pintu masuk perangkap adalah 13 cm, panjang perangkap 38 cm, lebar 23 cm, dan tinggi 16 cm, serta terdapat satu buah pintu yang berada satu sisi perangkap yang berhadapan dengan pintu masuk. Pintu ini berguna untuk memasukkan umpan ke dalam perangkap, dan mengeluarkan tikus yang terperangkap. Perangkap ini dilengkapi dengan pemberat pada pintu masuknya untuk menutup kembali pintu yang terbuka oleh tikus, sehingga dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali aplikasi. (Gambar 1). a b Gambar 1 Single live trap (a) dan multiple live trap (b)

22 Rodentisida yang digunakan adalah rodentisida yang mengandung bahan aktif bromadiolon 0,005% dan brodifakum 0,005% yang keduanya berbentuk blok berwarna biru. (Gambar 2). a b Gambar 2 Rodentisida bromadiolon 0,005% (a) dan brodifakum 0,005% (b) Umpan yang digunakan dalam pengujian perangkap adalah kelapa bakar, selai kacang, dan ikan asin. Timbangan yang digunakan adalah electronic top-loading balance for animal untuk menimbang bobot rodentisida sebelum dan sesudah perlakuan (Gambar 3). Gambar 3 Timbangan electronic top-loading balance for animal Metode Penelitian A. Wawancara Wawancara dilakukan terhadap 30 penghuni rumah pada setiap lokasi. Masing-masing lokasi mewakili kriteria yang berbeda: Sindang Barang mewakili daerah persawahan, Cibanteng mewakili daerah permukiman dan pemancingan, Balio

23 mewakili daerah yang banyak terdapat kebun dan pekarangan, dan Ciledug yang mewakili daerah permukiman cukup mewah, jauh dari persawahan, dan pekarangan. Kondisi pada setiap rumah dalam satu lokasi umumnya relatif sama, sehingga dapat dikatakan kondisi satu rumah dengan yang lainnya homogen. Daftar pertanyaan (kuesioner) terlampir pada Lampiran 1. B. Pengujian Perangkap Pembuatan Umpan Kelapa bakar dibuat dengan cara membakar kelapa tua yang sudah dibuang air beserta kulitnya. Kelapa tua dibakar selama kira-kira 10 menit sampai menimbulkan bau hangus yang khas. Satu kelapa dibelah menjadi beberapa potong dengan ukuran masing-masing 2 cm x 2 cm. Selai kacang dioleskan pada roti tawar dan digantungkan pada perangkap. Ikan asin yang tidak menggunakan bumbu dibungkus dengan kertas selama tiga hari sampai mengeluarkan bau yang menyengat, kemudian diaplikasikan dalam pengujian perangkap. Pengujian Keefektifan Perangkap di Permukiman Perangkap single live trap (SLT) dan multiple live trap (MLT) yang masingmasing berisi umpan kelapa bakar, selai kacang, dan ikan asin diletakkan pada plafon rumah, gudang penyimpanan, pekarangan, teras, ataupun dapur rumah tangga. Penempatan antara satu perlakuan dengan perlakuan lain berjarak 3-5 m. Jarak terdekat dan terjauh peletakan perangkap dari sawah atau pekarangan di Sindang Barang adalah sekitar 3 m dan 100 m, di Cibanteng sekitar 5 m dan 80 m, di Balio 3 m dan 80 m, sedangkan di Ciledug tidak diketahui karena letak sawah dan pekarangan sangat jauh. Persentase keberhasilan pemerangkapan (trap success) : Σ tikus yang tertangkap Σ perangkap yang dipasang x Σ hari pemasangan X 100%

24 Penggantian Umpan dan Pembersihan Perangkap Penggantian umpan dan pembersihan perangkap dilakukan setiap hari. Perangkap dibersihkan dengan menggunakan air panas dan atau air sabun dengan cara menyikat seluruh bagian perangkap. Umpan dan perangkap yang telah dibersihkan diletakkan kembali pada malam hari setelah pukul 18:00 pada tempat yang telah ditetapkan. Pengambilan perangkap dilakukan pada pagi hari pukul 08:00 atau sore hari pukul 17:00, dengan asumsi bahwa ada kemungkinan tikus tertangkap pada sore hari. C. Pengujian Rodentisida Peletakan Rodentisida Masing-masing rodentisida diletakkan di tempat yang sama pada perlakuan perangkap dan umpan serta dalam kondisi yang sama pula. Rodentisida diletakkan di atas plafon atau lantai rumah (tempat tersembunyi) yang jauh dari jangkauan anakanak dan binatang, misalnya di sudut rumah. Rodentisida disimpan dalam wadah tertutup yang terdapat lubang tempat masuknya tikus. Penggantian Rodentisida Penggantian rodentisida dilakukan tiga hari sekali. Rodentisida yang telah terpakai, akan dibuang dan diganti dengan yang baru. Rodentisida yang telah diganti, diletakkan kembali pada malam hari setelah pukul 18:00 pada tempat-tempat yang telah ditetapkan. Rotasi Pengujian Perangkap dengan Rodentisida Pada pengujian perangkap, masing-masing perangkap (single live trap dan multiple live trap) dikombinasikan dengan tiga jenis umpan yaitu kelapa bakar, ikan asin, dan selai kacang yang dilakukan selama satu hari pada tempat yang sama dalam tiga time series. Setelah itu, perangkap diambil dan diganti dengan perlakuan rodentisida. Pada perlakuan ini dilakukan pengujian rodentisida dengan cara meletakkan rodentisida dalam nampan plastik yang telah diberi lubang sebagai

25 tempat masuknya tikus. Rodentisida dibiarkan selama tiga hari, kemudian dilakukan pengujian perangkap kembali sampai tiga kali time series. Analisis Data Analisis data dengan menggunakan program SAS dan uji Duncan dengan perlakuan kombinasi dua perangkap dengan tiga umpan, dan dua rodentisida racun kronis dengan jumlah ulangan masing-masing sebanyak sepuluh kali dan tiga time series.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Hasil survei mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Bogor dan Tangerang Latar belakang tingkat pendidikan masyarakat di Wilayah Bogor dan Tangerang sangat berbeda. Di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, dan Balio umumnya jarang yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Di Sindang Barang, umumnya hanya menempuh hingga tingkat SMP, di Cibanteng rata-rata menempuh hingga SD, dan di Balio hanya menempuh tingkat SMA. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat di Ciledug. Umumnya di Ciledug menempuh tingkat pendidikan hingga perguruan tinggi. Tentunya latar belakang pendidikan sangat berkaitan dengan pandangan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap keberadaan hama permukiman.

27 Tingkat pendapatan masyarakat di Daerah Bogor dan Tangerang sangat beragam. Di Sindang Barang, Cibanteng, dan Balio umumnya berkisar antara Rp hingga Rp ,- dan ada pula yang berkisar antara 2 sampai 3 juta. Hanya sedikit masyarakat yang berpendapatan di atas 3 juta per bulan. Di Daerah Ciledug, pendapatan masyarakatnya cukup tinggi yaitu berkisar antara 2 juta sampai 4 juta bahkan banyak yang lebih. Hal ini yang mendasari tindakan pengendalian yang dilakukan oleh masyarakat terhadap hama permukiman. Tingkat pendapatan masyarakat di Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Hasil survei mengenai tingkat pendapatan masyarakat di Bogor dan Tangerang B. Hasil Survei 1. Jenis hama yang terdapat di permukiman Jenis hama yang terdapat di perumahan di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat diketahui bahwa jenis hama yang paling banyak terdapat di daerah tersebut adalah tikus, lalu diikuti oleh nyamuk, lalat, kutu, dan kecoa. Hampir semua jenis hama permukiman terdapat di perumahan Wilayah Bogor, namun di Ciledug-Tangerang, hama semut tidak ditemukan.

28 Jenis kecoa yang ditemukan adalah kecoa amerika (Periplaneta americana) dari Famili Blattidae, dari yang berukuran kecil (nimfa), hingga yang sudah imago bersayap. Nyamuk yang ditemukan merupakan jenis nyamuk rumah Culex quinquefasciatus, nyamuk kebun Armigeres subalbatus yang berukuran lebih besar dibanding nyamuk rumah. Jenis kutu yang ditemukan di antaranya kutu busuk Cimex (Hemiptera: Cimicidae) dan kutu hewan piaraan, misalnya kutu kucing Xenopsylla sp. (Siphonaptera: Pulicidae). Laba-laba juga cukup banyak ditemukan di permukiman. Laba-laba ini membuat sarang di langit-langit, dan mengotori atap rumah. Lalat yang banyak ditemukan merupakan golongan lalat rumah Musca domestica (Diptera: Muscidae). Rayap juga banyak ditemukan karena banyak gejala serangan rayap pada kayu plafon, perabot rumah tangga, kusen, dan pintu rumah. Sedangkan jenis semut yang banyak dijumpai adalah semut hitam dan semut rangrang pada pohon-pohon besar. Jenis tikus yang terdapat di permukiman Wilayah Bogor adalah tikus rumah (R. rattus), tikus sawah (R. argentiventer), tikus riul (R. norvegicus), dan tikus pohon (R. tiomanicus), sedangkan di Daerah Ciledug hanya ditemukan tikus rumah (R. rattus). Hasil survei mengenai jenis hama yang terdapat di permukiman warga di Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Kategori jenis hama yang terdapat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang

29 2. Jenis hama yang paling banyak terdapat di permukiman Jenis hama yang paling banyak terdapat di perumahan untuk Wilayah Bogor adalah kecoa, nyamuk, lalat, dan semut, sedangkan di Daerah Ciledug adalah nyamuk dan lalat. Selain itu, hama tikus juga menjadi masalah terutama di Daerah Bogor, terutama di Sindang Barang dan Balio. Hampir di setiap rumah dapat ditemukan tikus, terutama tikus rumah (R. rattus) dan tikus riul (R. norvegicus). Namun di Daerah Ciledug, cukup sulit ditemukan, meskipun ada beberapa keluhan warga yang menyampaikan masalah gangguan hama tikus di rumahnya. Hasil survei mengenai jenis hama yang paling banyak terdapat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Kategori jenis hama yang paling banyak terdapat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang 3. Hama yang sering dikendalikan Jenis hama yang sering dikendalikan oleh masyarakat di Wilayah Bogor terutama Daerah Sindang Barang dan Balio adalah kecoa, nyamuk, rayap, dan lalat, meskipun tikus juga banyak ditemukan di daerah tersebut. Hal ini karena warga setempat belum mengetahui teknik pengendalian yang tepat diterapkan untuk mengendalikan tikus. Sebelumnya, masyarakat pernah melakukan pengendalian dengan menggunakan perangkap, tetapi tikus mengalami jera perangkap, sehingga tidak ada tikus yang tertangkap lagi setelah pemerangkapan pertama. Oleh sebab itu,

30 sebagian warga di daerah ini lebih mengutamakan pengendalian kecoa, nyamuk, dan lalat dengan menggunakan pestisida cair. Pengendalian rayap dilakukan warga dengan menggunakan insektisida anti rayap yang tidak diketahui jenisnya. Di daerah Cibanteng, hama yang paling sering dikendalikan adalah kecoa dan semut, padahal lalat juga cukup banyak ditemukan di daerah tersebut. Hal ini karena daerah tersebut cukup kotor dan banyak terdapat tumpukan sampah rumah tangga yang membusuk, sehingga pengendalian lalat cukup sulit dilakukan. Hasil survei mengenai jenis hama yang sering dikendalikan di permukiman warga di Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Hama yang sering dikendalikan di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang Untuk Wilayah Tangerang jenis hama yang paling sering dikendalikan adalah nyamuk, semut, lalat dan rayap. Pengendalian nyamuk dan lalat dilakukan dengan menggunakan pestisida cair, walaupun ada sebagian warga yang menggunakan perangkap lem untuk mengendalikan lalat. Pengendalian semut dilakukan dengan menggunakan pestisida cair dan kapur anti serangga. Sedangkan pengendalian rayap dilakukan dengan menggunakan insektisida anti rayap. Hama tikus cukup jarang dikendalikan, kalau pun ada pada umumnya mereka menggunakan perangkap dan hampir tidak pernah menggunakan rodentisida.

31 4. Tempat yang dijadikan sarang hama Tempat yang sering dijadikan sarang oleh hama, dapat diketahui bahwa di Daerah Bogor, lokasi kamar mandi dan kamar tidur sering dijadikan sarang hama. Hama yang terdapat di kamar mandi adalah kecoa dan tikus, sedangkan di kamar tidur adalah nyamuk, kecoa, dan kutu busuk. Di dapur, hama yang sering terlihat adalah tikus dan kecoa, sedangkan di tempat sampah hama adalah tikus, kecoa, dan lalat. Selokan sering dijadikan sarang oleh nyamuk, tikus, dan kecoa. Selain itu, gudang dan plafon juga sering dijadikan sarang tikus, kecoa, dan laba-laba. Hasil survei mengenai tempat yang dijadikan sarang hama di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Kriteria tempat yang merupakan sarang hama di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang Menurut masyarakat Bogor, kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, dan selokan merupakan tempat yang sering dijadikan sarang hama karena di tempat tersebut hama seperti nyamuk, tikus, dan kecoa sering muncul. Hal ini berhubungan dengan kebersihan lingkungan rumah dan sekitarnya, oleh karena itu, sanitasi perlu dilakukan untuk membersihkan sisa makanan, maupun perabot rumah tangga bekas.

32 5. Penyebab timbulnya hama di permukiman Berdasarkan hasil survei, ada responden yang menyebutkan beberapa alasan penyebab timbulnya hama di permukiman yaitu makanan, sampah, lingkungan dalam dan luar rumah yang kotor, serta selokan. Menurut masyarakat yang tinggal di Wilayah Bogor, sebagian besar mengatakan bahwa makanan, lingkungan luar serta dalam rumah yang kotor merupakan penyebab utama munculnya hama. Sedangkan menurut masyarakat yang tinggal di Wilayah Tangerang, sampah menjadi penyebab utama timbulnya hama permukiman. Pendapat masyarakat tersebut berhubungan dengan kondisi lingkungan perumahan di wilayah tersebut yang masih terdapat banyak sampah. Banyak pekarangan yang tidak terawat serta terdapat tumpukan barang bekas. Hasil survei mengenai penyebab timbulnya hama di permukiman warga di Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Kriteria penyebab timbulnya hama di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang

33 6. Bentuk formulasi pestisida yang sering digunakan Sebagian besar masyarakat di Wilayah Bogor dan Tangerang menggunakan pestisida dalam bentuk cair (aerosol) untuk mengendalikan nyamuk, lalat, dan kecoa. Hal ini kemungkinan karena formulasi pestisida dalam bentuk cair lebih mudah diaplikasikan serta mudah diperoleh di pasaran, dan harganya pun relatif terjangkau. Untuk pengendalian tikus, digunakan formulasi pestisida padatan (rodentisida), sedangkan untuk pengendalian jentik nyamuk, digunakan formulasi berbentuk serbuk (abate). Hasil survei mengenai bentuk formulasi pestisida yang sering digunakan di permukiman warga Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Kriteria jenis pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang 7. Sumber informasi jenis pestisida yang dapat digunakan oleh masyarakat Sumber informasi yang diperoleh masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama permukiman, masyarakat di Daerah Sindang Barang mendapakannya dari pengalaman pribadi, toko kimia, dan supplier. Masyarakat di Cibanteng memperolehnya dari tetangga dan pengalaman. Di Daerah Balio, sebagian besar didapat dari teman dan pengalaman. Sedangkan di Ciledug, umumnya didapat dari tetangga atau teman. Tetangga di daerah tersebut saling memberi tahu jika ada suatu jenis pestisida yang efektif. Setelah mendapat informasi

34 tentang pestisida tersebut, mereka langsung mencari di toko terdekat sesuai dengan jenis yang direkomendasikan oleh tetangga atau kerabatnya. Hasil survei mengenai sumber informasi jenis pestisida yang dapat digunakan oleh masyarakat di permukiman warga Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Kriteria sumber informasi masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama 8. Waktu aplikasi pestisida Sebagian besar masyarakat melakukan aplikasi pestisida pada malam hari, meskipun ada beberapa masyarakat yang melakukannya pagi, siang, dan sore hari. Alasan mereka melakukan aplikasi pestisida pada malam hari karena dirasakan cukup efektif. Jika dilakukan pada pagi atau siang hari, banyak pestisida yang terbuang karena hama jarang muncul di saat itu. Sebagian besar hama permukiman seperti tikus, kecoa, dan nyamuk aktif di malam hari sebagai hewan nokturnal. Hasil survei mengenai waktu aplikasi pestisida oleh masyarakat di permukiman warga Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 13.

35 Gambar 13 Kriteria waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Wilayah Bogor dan Tangerang 9. Kesesuaian penggunaan pestisida dengan aturan pakai Hasil survei mengenai kesesuaian penggunaan pestisida dengan aturan pakai di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Kesesuaian penggunaan pestisida oleh masyarakat dengan aturan pakai yang dianjurkan di permukiman Sebagian besar masyarakat di Daerah Bogor belum memperhatikan aplikasi pestisida yang tepat, yaitu tepat sasaran, dosis, konsentrasi, dan waktu aplikasi. Hal ini tentu berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat itu sendiri. Aplikasi pestisida

36 yang tidak tepat sasaran ini dapat membahayakan diri sendiri, hewan bukan sasaran, dan lingkungan sekitar. Penggunaan pestisida oleh sebagian besar masyarakat di Bogor yang tidak sesuai dengan aturan pakai berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat tersebut mengenai dampak dan bahaya pestisida terhadap diri sendiri dan lingkungan. Sedangkan masyarakat yang tinggal di Ciledug relatif lebih banyak yang melakukan aplikasi pestisida sesuai anjuran, walaupun ada sebagian kecil responden yang kurang peduli akan bahaya aplikasi pestisida yang tidak benar. 10. Tindakan pengendalian tikus yang biasa dilakukan oleh masyarakat Hasil survei mengenai tindakan pengendalian tikus yang biasa dilakukan oleh masyarakat di permukiman warga Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Tindakan pengendalian tikus yang biasa dilakukan oleh masyarakat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang Masyarakat di Daerah Bogor dan Tangerang biasa menggunakan perangkap hidup. Perangkap hidup yang banyak digunakan adalah multiple live trap. Meskipun demikian, ada beberapa masyarakat yang menggunakan lem tikus maupun perangkap mati. Alasan mereka menggunakan perangkap hidup (multiple live trap) adalah bisa didapatkan lebih dari satu ekor dalam sekali aplikasi, sedangkan alasan penggunaan lem adalah praktis, tidak berbau, dan harganya relatif murah. Dalam aplikasi lem tikus, masyarakat menggunakan triplek sebagai alas. Setelah tertangkap, tikus

37 dimatikan terlebih dahulu kemudian dibuang, dan triplek dicuci kemudian digunakan kembali. Hal ini menyebabkan aplikasi lem tikus kurang efektif, karena tikus yang sebelumnya tertangkap telah mengeluarkan urin dan hormon tanda bahaya (alarm hormone), sehingga tikus lain sulit tertangkap. 11. Tindakan alternatif yang dilakukan masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman Tindakan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat di Daerah Bogor dan Tangerang untuk mengendalikan hama permukiman berbeda-beda. Hasil survei menunjukkan bahwa pengendalian yang sering dilakukan adalah dengan cara menyiram dengan air panas dan sanitasi. Pukul langsung dilakukan untuk mengendaliakan tikus di dalam rumah dan pekarangan. Sedangkan penyiraman air panas hanya untuk pengendalian tikus di dalam rumah. Sanitasi yang dilakukan terutama dalam pembersihan sisa makanan dan barang bekas yang menumpuk dan sudah tidak terpakai yang dilakukan untuk mengendalikan nyamuk, kecoa, lalat, dan tikus. Hasil survei mengenai tindakan alternatif yang dilakukan masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Tindakan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di Wilayah Bogor dan Tangerang

38 12. Tempat penyimpanan pestisida oleh masyarakat Hasil survei mengenai tempat penyimpanan pestisida oleh masyarakat di Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada gambar 17. Gambar 17 Kriteria tempat penyimpanan pestisida setelah pakai oleh masyarakat di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang Pada umumnya, sebagian besar masyarakat di Daerah Bogor menyimpan pestisida di dalam rumah, seperti dapur, gudang, kamar tidur, bahkan ruang keluarga, dengan alasan agar mudah dicari dan aman dari pencurian. Di Ciledug, sebagian besar warga menyimpan pestisida di luar rumah, karena alasan resiko keracunan. Warga takut jika pestisida yang disimpan di dalam rumah dapat meracuni anggota keluarganya. 13. Biaya yang dikeluarkan per bulan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman Hasil survei mengenai biaya yang dikeluarkan per bulan untuk mengendalikan hama permukiman oleh masyarakat di Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 18.

39 Gambar 18 Biaya per bulan yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman di Wilayah Bogor dan Tangerang Biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam melakukan pengendalian terhadap hama berbeda-beda tergantung dari pendapatan masyarakat tersebut. Untuk masyarakat di Wilayah Bogor, yaitu Sindang Barang, Cibanteng, dan Balio, biaya yang dikeluarkan < Rp ,-. Sedangkan untuk masyarakat di Ciledug-Tangerang, biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,- atau lebih. Hal ini berhubungan dengan tingkat ekonomi setiap warga yang berbeda-beda. C. Hasil Perlakuan Perangkap Berdasarkan hasil pemasangan single live trap di Wilayah Bogor dapat diketahui bahwa perbandingan jumlah tikus yang tertangkap dengan menggunakan umpan selai kacang, kelapa bakar, dan ikan asin relatif sama. Tikus yang terperangkap dalam perangkap ini kebanyakan adalah tikus rumah (R. rattus). Jumlah tikus yang tertangkap pada kombinasi antara dua jenis perangkap (SLT dan MLT), tiga jenis umpan, dan lokasi di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang dapat dilihat pada Gambar 19.

40 Gambar 19 Jumlah tikus yang tertangkap dari hasil kombinasi antara dua jenis perangkap (SLT dan MLT), tiga jenis umpan, dan lokasi perlakuan di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang Multiple live trap cukup efektif diterapkan di permukiman dengan menggunakan umpan ikan asin dan kelapa bakar. Dalam sekali aplikasi, tikus yang dapat terperangkap dapat mencapai empat ekor. Perlakuan multiple live trap dengan umpan ikan asin berbeda sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah tikus yang tertangkap dibanding perlakuan perangkap yang lainnya. Sedangkan aplikasi multiple live trap dengan umpan kelapa bakar dan selai kacang, serta single live trap dengan umpan selai kacang, kelapa bakar, dan ikan asin tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jumlah tikus yang tertangkap dari perlakuan tersebut tidak melebihi jumlah tikus yang tertangkap dari aplikasi multiple live trap dengan umpan ikan asin. Kombinasi perangkap dan umpan yang paling disukai tikus adalah perangkap multiple live trap dengan umpan ikan asin. Ikan asin yang digunakan sudah mengeluarkan bau yang tajam karena sebelumnya dibungkus kertas koran selama 3 hari agar pembusukan lebih cepat terjadi. Tikus yang didapat dari aplikasi kombinasi perangkap dan umpan ini sebanyak 29 ekor. Hal ini pula yang menjadi alasan utama bagi sebagian warga di permukiman Wilayah Bogor dan Tangerang untuk menggunakan jenis perangkap ini sebagai tindakan pengendalian tikus di

41 permukiman. Kombinasi perangkap multiple dan kelapa bakar juga dapat menjadi alternatif pengendalian tikus di permukiman. Hal ini dikarenakan umpan kelapa bakar tidak mengeluarkan bau busuk menyengat seperti ikan asin, tetapi justru mengeluarkan bau yang harum, sehingga dapat menarik perhatian tikus dari jarak yang cukup jauh. Tabel 1. Pengaruh faktor kombinasi perangkap terhadap rata-rata jumlah tikus yang tertangkap Kombinasi Perangkap SLT Selai Kacang SLT Kelapa bakar SLT Ikan Asin MLT Selai Kacang MLT Kelapa Bakar MLT Ikan Asin Rerata tikus yang tertangkap 0,03333 b 0,02500 b 0,04167 b 0,01667 b 0,10000 b 0,24167 a Hasil tangkapan tikus terbanyak terdapat di Daerah Sindang Barang yaitu 23 ekor, lalu diikuti Balio sebanyak 19 ekor, Cibanteng 10 ekor, dan Ciledug 3 ekor. Daerah Sindang Barang merupakan daerah yang dekat dengan persawahan. Pada saat melakukan pengamatan, sawah di daerah tersebut sudah mengalami masa panen. Hal ini mungkin menjadi penyebab migrasinya tikus dari sawah ke permukiman penduduk karena persediaan makanan di sawah sedikit. Di Daerah Cibanteng, dan Balio merupakan daerah kost, kurang terjaga kebersihannya, banyak terdapat pekarangan, dan lokasinya dekat dengan sawah. Sedangkan di Daerah Ciledug, lingkungannya cukup terawat, kebersihan terjaga, tidak terlalu padat penduduknya (dalam satu rumah umumnya terdapat 4-5 anggota keluarga), dan masyarakatnya peduli akan kesehatan lingkungan, sehingga populasi hama tikus tidak terlalu tinggi.

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A44103062 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 TINDAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) JOHAN PERMADA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A44102030 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan BAB V PEMBAHASAN A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan lingkungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tentang pemantauan vektor penyakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta daerah pengambilan tikus uji

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1 1. Berikut ini yang merupakan tanda bahwa tanaman dirusak oleh cacing, kecuali.. Bintil akar B. Bercak akar Busuk akar Lubang pada

Lebih terperinci

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A44102059 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI ) DKI adalah ibu kota negara Republik Indonesia, terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dengan luas sekitar 661,52 km². terdiri dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecoa merupakan salah satu jenis serangga pemukiman yang sering mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang tidak sedap, pembawa patogen penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Penggunaan pestisida saat ini tidak hanya dalam bidang pertanian, namun telah banyak digunakan dalam bidang kesehatan, rumah tangga, perkantoran, dan

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kesehatan masyarakat merupakan masalah utama, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban dan suhu yang berpengaruh

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Program ini dapat membantu petani dalam pengendalian OPT pada tanaman padi tanpa menggunakan

Lebih terperinci

Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta americana (L.) (Blattaria: Blattidae) terhadap Berbagai Kombinasi Umpan

Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta americana (L.) (Blattaria: Blattidae) terhadap Berbagai Kombinasi Umpan Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 67-77 Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta americana (L.) (Blattaria: Blattidae) terhadap Berbagai Kombinasi HERMA AMALIA

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kesehatan masyarakat merupakan masalah utama, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban dan suhu yang berpengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Lampiran 1 50 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Nama Alamat Umur Status dalam keluarga Pekerjaan Pendidikan terakhir :.. :..

Lebih terperinci

Berikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi :

Berikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi : Manfaat dan Bahaya Ilmu Biologi Manfaat Ilmu Biologi Berikut ini manfaat yang disumbangkan oleh biologi, antara lain : 1. Memberikan pemahaman lebih mendalam kepada diri seseorang yang dapat diterapkan

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN

PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN PENGARUH SERBUK TIGA JENIS REMPAH DAN PENJEMURAN TERHADAP PERKEMBANGAN Callosobruchus maculatus (F.) (COLEOPTERA: BRUCHIDAE) PADA BENIH KACANG HIJAU (Phaseolus aureus R.) FARRIZA DIYASTI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut: Berikut merupakan beberapa contoh hama. a. Tikus Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas,

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN 93 LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar 1. Keadaan Rumah Responden Gambar 2. Keaadaan Rumah Responden Dekat Daerah Pantai 94 Gambar 3. Parit/selokan Rumah Responden Gambar 4. Keadaan Rawa-rawa Sekitar

Lebih terperinci

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A.

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A. METODE PENGENDALIAN HAMA TIKUS (Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN oleh Dhamayanti A. PENGENDALIAN TIKUS, Rattus tiomanicus MILLER Sebelum th 1970, rodentisida (Klerat, ratropik dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer)

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Rahmawasiah, Rahman Hairuddin dan Abdul Jalil Universitas Cokroaminoto

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lingkungan mempunyai pengaruh serta kepentingan yang relatif besar dalam hal peranannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban yang paling tepat!

UJI KOMPETENSI SEMESTER I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban yang paling tepat! UJI KOMPETENSI SEMESTER I Latihan 1 Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d yang merupakan jawaban yang paling tepat! 1. Berikut ini yang bukan merupakan syarat rumah yang bersih dan sehat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN ANGGOTA KOMUNITAS PEMUDA PEDULI LINGKUNGAN TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG Terry Pakki 1), Muhammad Taufik 1),dan A.M. Adnan 2) 1). Jurusan Agroteknologi, Konsentrasi Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

TINJAUAN PUSTAKA. Tikus Sawah (Rattus argentiventer) 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah (Rattus argentiventer) Taksonomi dan Morfologi Tikus sawah mempunyai klasifikasi sebagai berikut Kelas Mammalia, Subkelas Theria, Infra Kelas Eutheria, Ordo Rodentia, Subordo

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan globalisasi perdagangan buah dan sayur segar. Salah satu kendala yang dihadapi petani buah dan sayur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Oleh: Oktafianti Kumara Sari A34303035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara Madya I. PENDHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yan sangat penting dalam kehidupan manusia, karena

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kondusif

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 1979 5777 145 PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA BRODIFAKUM TERHADAP TIGA JENIS TIKUS HAMA Swastiko Priyambodo dan Rizky Nazarreta Dept. Proteksi Tanaman, Fak.

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci