PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA"

Transkripsi

1 PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRAK PRINGGO WIBOWO PUTRO. Preferensi Makan Tikus Riul (Rattus norvegicus Berk.) terhadap Jenis dan Variasi Pengolahan Pakan yang Berbeda serta Pengujian Rodentisida. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO. Uji pakan pada tikus riul (Rattus norvegicus) dengan beberapa variasi pengolahan dan uji rodentisida dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Museum Zoologi Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dengan tujuan untuk mengetahui preferensi tikus riul pada beberapa variasi pengolahan pakan dan ketertarikan tikus riul terhadap rodentisida. Penelitian ini dilakukan dengan pengujian pilihan (choice test) pada empat umpan berbeda (mie siap saji, umbi kentang, kacang hijau, dan beras ketan hitam) dengan variasi pengolahan (kering, basah, dan basah berbumbu), pengujian rodentisida (akut dan kronis), dan identifikasi ciri morfologi dan anatomi pada tikus riul. Tikus riul yang diuji lebih menyukai umpan berbahan umbi kentang dibandingkan umpan lainnya. Sedangkan untuk variasi pengolahan umpan yang disukai tikus riul adalah variasi basah berbumbu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan variasi basah dan berbeda nyata dengan variasi kering. Pada uji rodentisida terdapat perbedaan yang nyata terhadap konsumsi racun akut dengan racun kronis dan tidak ada perbedaan yang nyata pada pengujian racun kronis serta kecenderungan tikus riul lebih menyukai umpan kentang dibandingkan umpan kentang basah berbumbu plus seng fosfida. Berdasarkan identifikasi ciri morfologi dan anatomi tikus yang didapatkan di sekitar permukiman manusia dipastikan jenisnya adalah tikus riul. Umpan dengan nutrisi karbohidrat tinggi dan berbahan variasi basah berbumbu serta variasi basah dapat dijadikan sebagai umpan pelengkap atau umpan pendahuluan (prebaiting) selain umpan beracun di sekitar permukiman. Dengan lebih banyak penelitian mengenai uji ketertarikan tikus riul terhadap umpan, maka proses pengendalian dapat berjalan lebih efektif dan efisien serta lebih tepat sasaran. Kata kunci: Rattus norvegicus, mie siap saji, umbi kentang, kacang hijau, dan beras ketan hitam, rodentisida (akut dan kronis).

3 PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO A Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Preferensi Makan Tikus Riul (Rattus norvegicus Berk.) terhadap Jenis dan Variasi Pengolahan Pakan yang Berbeda serta Pengujian Rodentisida : Pringgo Wibowo Putro : A Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi. NIP Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 29 Oktober 1986 sebagai putra ke-5 dari lima bersaudara dari pasangan Alm. Bapak Adam Setiawan dan Ibu Tini Kartini. Tahun 2005 penulis menyelesaikan sekolah menengah di SMA PGRI 1 Bekasi dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun yang sama. Pada tingkat dua penulis memilih Program Studi Proteksi Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman (PTN), Fakultas Pertanian, IPB. Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai KOMTI (komandan tingkat) Angkatan 42 PTN pada tahun , tahun menjadi staf Departemen Keprofesian HIMASITA (Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman), tahun menjadi Ketua Divisi Konservasi Insekta (DKI) UKM UKF-IPB (Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna), tahun menjadi Ketua BPA HIMASITA (Badan Perwakilan Angkatan), tahun terpilih kembali menjadi Ketua DKI UKM UKF-IPB, tahun menjadi Ketua UMUM UKM UKF-IPB. Penulis juga pernah magang di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, PTN pada tahun Kemudian penulis pernah mengikuti Training in Tropical Ecology and Rapid Biodiversity Assessment Bogor Agricultural University and University of Vienna (Austria) di Taman Nasional Ujung Kulon Banten (TNUK), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat (TNGP), dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat (TNGHS) pada tahun Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum matakuliah Vertebrata Hama pada Semester Genap dan matakuliah Entomologi Umum pada Semester Ganjil Pada tahun 2009 penulis juga pernah menjadi penyaji makalah dalam Seminar Nasional Perlindungan Tanaman yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT).

6 PRAKATA Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT serta syafaat Baginda Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Preferensi Makan Tikus Riul (Rattus norvegicus Berk.) terhadap Jenis dan Variasi Pengolahan Pakan yang Berbeda serta Pengujian Rodentisida sebagai syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Proteksi Tanaman. Untuk itu dengan penuh hormat, cinta, kasih, dan sayang penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Alm. Bapa dan Mama serta keluargaku yang senantiasa memberikan dukungan moral, materil serta semangat dan doa restu. 2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, semangat, dan nasehat kepada penulis. 3. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr.Sc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah berperan besar di awal masa kuliah. 4. Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan arahan dan nasehat kepada penulis. 5. Bapak Ahmad Soban serta staf, dosen, dan administrasi Departemen Proteksi Tanaman. 6. Safinah Surya Hakim atas semangat dan doanya. 7. Keluargaku di UKM UKF IPB (penghuni Shelter UKF, Erlina, Kolina, Gilang, Fachrunissa, Kurniyatus, dll). 8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Vertebrata Hama (Supatmi, Purwanto, Johan, dan Halidya). 9. Rekan-rekan mahasiswa PTN 42 atas bantuan dan dukungannya selama ini. Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap skripsi ini dapat menjadi ladang amal bagi semua orang yang memanfaatkannya untuk kebaikan. Bogor, Agustus 2009

7 DAFTAR ISI Penulis Halaman DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x PENDAHULUAN.. 1 Latar Belakang. 1 Perumusan Masalah Tujuan Penelitian. 3 Manfaat Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA. 4 Tikus Riul (Rattus norvegicus Berk.). 4 Pakan. 5 Serealia.. 5 Kacang-Kacangan. 6 Umbi-umbian... 7 Rodentisida... 8 Rodentisida Akut.. 8 Seng fosfida.. 9 Rodentisida Kronis... 9 Brodifakum Bromadiolon. 10 Kumatetralil.. 10 Warfarin. 10 Identifikasi 11 Kunci Pengenal Tingkat Genus untuk Famili Muridae di Jawa Ciri Pengenal Tikus Riul. 12 BAHAN DAN METODE 13 Waktu dan Tempat. 13

8 Bahan dan Alat.. 13 Kandang 13 Hewan Uji. 14 Timbangan 14 Umpan.. 14 Rodentisida.. 15 Perangkap 16 Peralatan Tambahan 16 Metode.. 17 Persiapan Hewan Uji Persiapan Umpan 17 Pengujian Umpan 18 Pengujian Rodentisida. 19 Identifikasi Tikus Riul. 19 Konversi Data.. 23 Analisis Data 23 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Pengujian Umpan.. 24 Pengujian Rodentisida.. 27 Umpan Kentang (Basah dan Basah Berbumbu) versus Umpan Kentang (Basah Berbumbu Plus Seng Fosfida). 27 Racun Kronis (Racun Antikoagulan Pertama versus Kedua). 27 Racun Kronis versus Akut (Umpan Kentang Basah Berbumbu Plus Seng Fosfida) 28 Hasil Identifikasi Tikus Riul dari Daerah Permukiman di Kota dan Kabupaten Bogor 29 KESIMPULAN DAN SARAN.. 33 DAFTAR PUSTAKA. 34 LAMPIRAN 35

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Konsumsi (g) tikus riul terhadap umpan dengan beberapa variasi pengolahan Konsumsi (g) tikus riul terhadap kentang dan seng fosfida Konsumsi (g) tikus riul terhadap berbagai macam rodentisida kronis Konsumsi (g) tikus riul terhadap racun kronis versus racun akut 29 5 Identifikasi tikus riul berdasarkan ciri morfologi... 30

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB Kandang perlakuan (A) tampak depan dan (B) tampak samping Tikus riul (R. norvegicus) Timbangan elektronik Umpan tikus riul (A) beras ketan hitam, (B) kacang hijau (C) kentang, (D) mie siap saji Jenis rodentisida kronis: (A) warfarin 0.105%, (B) kumatetralil % (C) brodifakum 0.005% (D) bromadiolon 0.005% dan jenis rodentisida akut:(e) seng fosfida Posisi foramina incisivum pada Genus Maxomys dan Rattus Posisi palatum belakang pada Genus Maxomys dan Rattus Ukuran tengkorak dan gigi geligi Posisi crista parietalis pada tengkorak (a) R. rattus dan (b) R. norvegicus Posisi foramina incisivum dan palatum belakang pada tengkorak R. norvegicus dan (b) perbandingan tengkorak R. rattus, R. tiomanicus, dan R. norvegicus Spesimen dan ukuran tengkorak B. indica Spesimen dan ukuran tengkorak R. norvegicus.. 32

11 DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis ragam konsumsi tikus riul terhadap mie siap saji.. 36 Halaman 2 Analisis ragam konsumsi tikus riul terhadap kacang hijau 36 3 Analisis ragam konsumsi tikus riul terhadap kentang 36 4 Analisis ragam konsumsi tikus riul terhadap beras ketan hitam Analisis ragam konsumsi tikus riul terhadap rodentisida akut vs umpan (kentang variasi berbumbu plus seng fosida vs kentang) Analisis ragam konsumsi tikus riul terhadap rodentisida kronis (antikoagulan generasi ke-1 vs ke-2) 37 7 Analisis ragam konsumsi tikus riul terhadap rodentisida akut vs rodentisida kronis 37

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Tikus merupakan hewan liar yang sudah sangat beradaptasi dengan kehidupan manusia, seperti halnya kecoa (untuk serangga). Kehidupan tikus (untuk spesies tertentu) sudah sangat tergantung pada kehidupan manusia (Priyambodo 2003). Dilihat dari asosiasi yang dekat dengan manusia beberapa tikus yang sering ditemui pada habitat rumah, pekarangan, dan gudang (tempat penyimpanan makanan) adalah tikus riul (Rattus norvegicus), tikus rumah (R. rattus), mencit rumah (Mus musculus), dan tikus wirok (Bandicota indica). Tiga spesies tikus yang disebut pertama disebut sebagai rodens komensal (commensal rodents) (Priyambodo 2003). Salah satu tikus yang disebut sebagai rodens komensal dan tikus got karena habitatnya berada di selokan, baik di selokan kecil di sekitar perumahan maupun selokan besar yang berada di bawah tanah di daerah perkotaan, yaitu tikus riul (R. norvegicus). Tikus riul merupakan hewan omnivora yang dapat mengonsumsi hampir semua jenis makanan (Priyambodo 2002). Tikus riul merupakan hewan mamalia yang tergolong Ordo Rodentia, Famili Muridae, dan Subfamili Murinae. Tikus riul memiliki tubuh yang besar, rambut berwarna coklat keabu-abuan, dan bentuk moncong kepala seperti kerucut terpotong (Freye 1976). Menurut Suyanto 2006, habitat R. norvegicus adalah di sekitar rumah, gedung perkantoran, gudang, pasar, saluran-saluran air, dan sawah dekat pelabuhan. Selain itu, tikus riul memiliki status tikus yang terintroduksi, yaitu masuk ke Indonesia melalui kapal-kapal yang datang dari Eropa, sehingga persebaran tikus di Indonesia cukup luas yang terdapat di daerah Bogor, Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, dan Cilacap. Dengan melihat persebaran yang luas, maka rikus riul bersama R. rattus, dan M. musculus sering disebut sebagai hewan kosmopolit yang artinya sebagai hewan yang mempunyai distribusi geografi yang menyebar di seluruh dunia (Priyambodo 2003). Kehidupan tikus riul yang sudah bergantung terhadap kehidupan manusia menimbulkan banyak gangguan terhadap aktivitas manusia dalam berbagai hal. Di

13 bidang kesehatan, seringkali tikus riul menjadi agen pembawa beberapa penyakit pada manusia dan hewan peliharaan yang secara umum dikenal sebagai zoonosis. Adapun beberapa penyakit yang dapat ditularkan oleh tikus riul adalah pes (plague), salmonellosis, leptospirosis, murine typhus, rickettsial pox, lassa, lymphocytic choriomeningitis, rabies, rat-bite fever, dan trichinosis. Di bidang rumah tangga, tikus riul seringkali membuat keonaran dan menimbulkan kotoran pada bagian tertentu dari ruangan kita serta merusak peralatan rumah tangga (Priyambodo 2003). Pada bidang peternakan, tikus riul sering menggangu ayam, bebek, sapi, babi, dan angsa. Gangguan yang ditimbulkan bersifat mengonsumsi pakan dan melukai tubuh ternak, seperti menggigit hewan ternak dan menimbulkan kematian secara tidak langsung akibat luka infeksi (Freye 1976). Selain itu di bidang pertanian atau tempat penyimpanan, terutama hasil pertanian yang disimpan di dalam gudang penyimpanan, tikus riul seringkali menjadi hama gudang. Menurut Meyer 1994, gangguan yang ditimbulkan oleh tikus riul di tempat penyimpanan, yaitu konsumsi langsung terhadap bahan makanan, kontaminasi, merusak bahan makanan, sumber reinfestasi penyakit bagi daerah sekitarnya, dan menambah biaya pengendalian tikus. Berdasarkan permasalahan yang ditimbulkan oleh tikus riul terhadap aktivitas manusia, maka diperlukan usaha pengendalian terhadap tikus riul yang lebih banyak dianggap sebagai hama permukiman. Banyak metode yang telah dilakukan dalam usaha pengendalian, seperti metode kimiawi dan menggunakan rodentisida yang dinilai lebih efektif dibandingkan dengan metode lainnya walaupun dianggap tidak ramah lingkungan dan dapat menyebabkan kematian terhadap hewan bukan sasaran. Secara umum rodentisida bekerja dengan menggunakan umpan, yaitu komponen bahan aktif dicampurkan bahan dasar umpan yang dapat dimakan dan menarik bagi tikus (Buckle 1994). Secara umum pengendalian tikus riul di lapangan terdapat umpan lainnya di sekitar umpan beracun yang menarik perhatian dan mencegah tikus riul mengonsumsi umpan beracun. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang umpan dasar yang disukai tikus riul agar pengendalian dengan menggunakan umpan dasar dan umpan beracun dapat lebih efektif.

14 Perumusan Masalah Berdasarkan sebutan tikus riul sebagai hewan kosmopolit, yang berarti distribusi geografinya yang tersebar ke seluruh dunia, maka di Indonesia sudah dapat dipastikan bahwa tikus riul tersebar hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia, terutama kota-kota yang memiliki pelabuhan kapal antar daerah dan pulau. Dengan demikian, bentuk kerugian yang ditimbulkan oleh tikus riul di daerah permukiman akan menjadi permasalahan besar nantinya, karena proses pembangunan yang terus berlangsung di berbagai daerah memungkinkan menjadi habitat alternatif bagi tikus riul. Melihat keadaan tersebut, tikus riul berpotensi menjadi hama permukiman yang merugikan aktivitas manusia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai perilaku dan pengendalian terhadap tikus riul. Terutama mengenai penelitian umpan-umpan yang menarik dan disukai tikus riul, yang dikaitkan dengan pemanfaatan rodentisida dalam upaya pengendaliannya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi makan tikus riul terhadap jenis dan variasi pengolahan pakan yang berbeda, serta pengujian rodentisida. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis umpan yang disukai oleh tikus riul dan rodentisida yang efektif, sehingga menjadi rekomendasi kepada pihak-pihak yang menjadi ahli di bidang pengendalian pada habitat permukiman.

15 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Riul (Rattus norvegicus Berk.) Dalam genus Rattus terdapat beberapa spesies yang ada di Indonesia diantaranya R. argentiventer (tikus sawah), R. rattus (tikus rumah), R. tiomanicus (tikus pohon), R. exulans (tikus ladang), dan R. norvegicus (tikus riul). Beberapa spesies tersebut memiliki ukuran tubuh, habitat, dan penyebaran yang relatif berbeda. Tikus riul atau yang biasa disebut tikus got termasuk salah satu hewan mamalia dari Ordo Rodentia, Famili Muridae, dan Subfamili Murinae. Menurut Freye 1976, tikus riul atau brown rats memiliki tubuh yang besar dan kuat serta memiliki warna rambut yang umumnya coklat keabu-abuan pada samping atas dan putih kusam pada bagian bawah. Ekor selalu lebih pendek dibandingkan dengan panjang tubuh. Tikus riul putih (albino rats) sering digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium dan masih merupakan keturunan dari tikus riul pada umumnya. Habitat asli dari hewan ini terdapat di padang rumput Asia, kemungkinan terdapat di daerah Cina Utara dan Mongolia, dimana tikus tersebut masih hidup dengan cara menggali di bawah tanah. Hanya saja waktu ketika tikus riul dapat menyesuaikan diri dan cocok dengan kehidupan manusia masih belum jelas, hal ini mungkin saja sudah terjadi beberapa abad yang lalu. Tikus riul digambarkan keadaannya pada tahun 1553 oleh Konrad Gesner dalam bukunya mengenai hewan yang kemungkinan sudah bernama brown rats, jadi spesies ini sudah berada di Eropa Tengah pada waktu tersebut. Pada sekitar tahun 1775 tikus riul sudah terbawa ke Amerika dengan sebuah kapal yang berlayar dari Eropa melewati Samudera Atlantik. Kapal dan perdagangan melalui jalur laut sudah seharusnya bertanggungjawab besar terhadap distribusi yang meningkat dari hewan tersebut, dan sekarang tikus riul sudah dapat ditemukan hampir di setiap pelabuhan di seluruh dunia (Freye 1976). Menurut Adler 1996, tikus riul hidup dekat dan berasosiasi dengan manusia. Seperti tikus lainnya, tikus riul bersembunyi di jaringan di bawah gedung, sekitar sungai mengalir, sekitar kolam, dan tempat sampah serta tempat lainnya yang

16 sesuai. Tikus riul merupakan hewan yang aktif pada malam hari (nocturnal), tikus tersebut dapat dihindari dengan berada jauh dari daerah jelajahnya pada malam hari. Tikus riul umumnya menjadi aktif saat menjelang senja, waktu tersebut digunakan tikus riul untuk memulai mencari makanan dan minuman. Hal yang dicari oleh tikus riul adalah makanan yang umumnya kecil dan sederhana, karena tikus riul dapat makan berbagai macam jenis makanan, bagaimanapun tikus riul lebih suka serealia, daging dan ikan, kacang-kacangan, dan beberapa jenis buahbuahan. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya, jika pakan tersebut berupa pakan kering. Hal ini dapat ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah mengandung banyak air (Priyambodo 2003). Seekor tikus riul betina bisa dikawini dalam sekali masa subur yang lamanya enam jam saja. Siklus estrus terjadi setiap empat hari. Dalam percobaan di laboratorium dengan makanan yang tidak terbatas, sepasang tikus riul bisa menghasilkan 800 ekor keturunan dalam setahun. Di permukiman tikus ini sering mencuri telur unggas dan bahkan menyerang juga anak ayam. Tikus ini dilaporkan juga pandai berenang dan menangkap ikan. Habitat tikus ini terdapat di rumah, gedung perkantoran, gudang, pasar, saluran-saluran air, dan sawah dekat pelabuhan. Selain itu persebarannya di Indonesia terdapat di daerah Bogor, Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, dan Cilacap. Status tikus ini di Indonesia digolongkan sebagai tikus terintroduksi, masuk ke Indonesia melalui kapal-kapal yang datang dari Eropa (Suyanto 2006). Selain itu, untuk membedakan antara tikus riul dengan tikus wirok besar dapat dipastikan dari habitatnya. Habitat yang disukai tikus riul umumnya basah dan berair sedangkan tikus wirok besar menyukai habitat kering. Pakan Serealia Pakan utama tikus riul adalah bahan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi, seperti serealia, dan umbi kentang. Beberapa bahan pangan lain yang

17 menjadi pakan tikus riul, seperti pakan yang mengandung protein, lemak, dan mineral. Namun terdapat perbedaan perilaku makan tikus riul antara yang di Eropa dengan di Indonesia. Tikus riul di Eropa menjadikan bahan pangan serealia (gandum) sebagai pakan utamanya sedangkan di Indonesia pakan utamanya berasal dari sisa makanan manusia (Priyambodo 2009 komunikasi pribadi). Serealia (cereal), dikenal juga sebagai sereal atau biji-bijian merupakan sekelompok tanaman yang ditanam untuk dipanen biji atau bulirnya sebagai sumber karbohidrat atau pati. Kebanyakan serealia merupakan anggota dari famili padi-padian dan disebut sebagai serealia sejati. Anggota yang paling dikenal dan memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dikenal sebagai serealia utama adalah padi, jagung, gandum, jelai, dan gandum hitam. Beberapa tanaman penghasil bijian yang bukan padi-padian juga sering disebut serealia semu (pseudocereals) mencakup buckwheat, bayam biji (seed amaranth), dan kinoa. Beberapa serealia juga dikenal sebagai pakan burung berkicau, seperti jewawut dan berbagai jenis milet. Walaupun menghasilkan pati, tanaman seperti sagu, ketela pohon, atau kentang tidak digolongkan sebagai serealia karena bukan dipanen bulir atau bijinya. Serealia dibudidayakan secara besar-besaran di seluruh dunia, melebihi semua jenis tanaman lain dan menjadi sumber energi bagi manusia dan ternak. Di sebagian negara berkembang, serealia seringkali merupakan satu-satunya sumber karbohidrat (Anonim 2009). Kacang-Kacangan Tikus riul merupakan hewan omnivora yang umumnya mau mengonsumsi semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia. Bahan pangan yang juga dapat menjadi pakan bagi tikus riul adalah kacang-kacangan, umbi-umbian, daging dan ikan, telur, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Kacang-kacangan telah lama dikenal sebagai sumber protein yang saling melengkapi dengan biji-bijian, seperti beras dan gandum. Komoditas ini juga ternyata potensial sebagai sumber gizi lain selain protein, yaitu mineral, vitamin B, karbohidrat kompleks, dan serat makanan. Kacang-kacangan memberikan sekitar 135 kkal/100 g, maka jumlah itu akan mencukupi sekitar 20% protein dan 20% kebutuhan serat per hari bagi manusia. Jika dilihat dari segi gizi, maka kacang-kacangan mempunyai banyak keunggulan,

18 antara lain sumber protein yang murah, kaya asam amino (jika dicampur dengan biji-bijian, misalnya beras, gandum, jagung, yang kekurangan asam amino lisin, akan membentuk susunan asam amino yang seimbang), rendah lemak, sumber vitamin B, dan sumber kalsium serta besi, seng, tembaga (Koswara 2009). Kacang hijau (Phaseolus radiatus) atau dikenal juga dengan nama green gram, mung bean, atau green soy, memiliki kandungan vitamin dan gizi yang padat. Vitamin yang paling menonjol di dalam kacang hijau adalah B 1 dan B 2, di mana pada awalnya vitamin B 1 (tiamin) dikenal sebagai anti beri-beri serta dinilai bermanfaat juga untuk membantu proses pertumbuhan seorang manusia. Di samping itu, vitamin B 1 juga berfungsi untuk memaksimalkan pengubahan karbohidrat menjadi energi, sehingga kacang hijau bisa menjadi sumber pembangkit stamina. Demikian pula vitamin B 2 (riboflavin) yang juga berperan penting dalam pertumbuhan. Sebagai salah satu Famili Leguminoceae, kacang hijau mengandung protein tinggi yaitu 24%. Protein kacang-kacangan (nabati) umumnya memiliki asam amino pembatas lebih banyak sehingga pemanfaatannya oleh tubuh tidak dapat menandingi protein hewani (Anonim 2009). Umbi-umbian Penggunaan umbi kentang sebagai pakan tikus riul dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan pangan lain yang mengandung karbohidrat tinggi selain serealia. Selain karbohidrat, kentang juga kaya vitamin C. Hanya dengan makan 200 gram kentang, kebutuhan vitamin C sehari bagi manusia terpenuhi. Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras, dan terigu. Bagian utama kentang yang menjadi bahan makanan adalah umbi, yang merupakan sumber karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi. Tanaman kentang (Solanum tuberosum Linn.) berasal dari daerah subtropika, yaitu dataran tinggi Andes Amerika Utara. Daerah yang cocok untuk budidaya kentang adalah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian meter di atas permukaan laut, curah hujan ml/tahun, suhu ratarata harian ºC, serta kelembaban udara 80-90%. Kentang memiliki kadar air cukup tinggi, yaitu sekitar 80%. Itulah yang menyebabkan kentang segar mudah rusak, sehingga harus disimpan dan ditangani

19 dengan baik. Kandungan karbohidrat pada kentang mencapai sekitar 18%, protein 2.4% dan lemak 0.1%. Total energi yang diperoleh dari 100 gram kentang adalah sekitar 80 kkal. Dibandingkan beras, kandungan karbohidrat, protein, lemak, dan energi kentang lebih rendah. Namun, jika dibandingkan dengan umbi-umbian lain seperti singkong, ubi jalar, dan talas, komposisi gizi kentang masih relatif lebih baik. Kentang merupakan satu-satunya jenis umbi yang kaya vitamin C, kadarnya mencapai 31 mg/100 g bagian kentang yang dapat dimakan. Umbi-umbian lainnya sangat miskin akan vitamin C. Kebutuhan vitamin C sehari 60 mg, untuk memenuhinya cukup dengan 200 gram kentang. Kadar vitamin lain yang cukup menonjol adalah niasin dan B 1 (tiamin). Dengan mengkonsumsi sebuah umbi kentang yang berukuran sedang, sepertiga kebutuhan vitamin C (33%) telah tercapai. Demikian juga halnya dengan sebagian besar kebutuhan akan vitamin B dan zat besi. Kentang juga merupakan sumber yang baik akan berbagai mineral, seperti kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe) dan kalium (K), masing-masing 26.0; 49.0; 1.1; dan 449 mg/100 g. Di lain pihak, kandungan natriumnya sangat rendah, yaitu 0.4 mg/100 g. Kentang merupakan bahan pangan yang sangat kaya kalium (449 mg/100 g). Selain kentang, bahan lain yang cukup kaya kalium adalah tomat dan pisang. Rasio natrium terhadap kalium pada kentang dan tomat segar adalah sangat rendah, masing-masing 1:1.100 dan 1:100 (Astawan 2004). Rodentisida Rodentisida Akut Karakteristik dari rodentisida akut dapat bermacam-macam jenisnya, tetapi semuanya memiliki ciri yang sama. Secara umum, gejala yang ditimbulkan memerlukan waktu kurang dari 24 jam dan dengan tambahan beberapa senyawa di dalamnya hanya membutuhkan beberapa menit. Tentu saja, kurun waktu tersebut berhubungan dengan tingkat dosis yang diberikan, akibat dari peracunan dapat terlihat nyata dengan waktu yang sangat cepat ketika diberikan rodentisida dalam jumlah yang besar. Pengertian dari rodentisida akut merupakan kelompok rodentisida yang dapat menyebabkan kematian, setelah pemberian dari dosis yang mematikan dalam 24 jam atau kurang (Buckle 1994).

20 Seng fosfida (Zn 3 P 2 ) Seng fosfida umum digunakan sebagai rodentisida akut dan merupakan satu-satunya yang tersedia sangat luas dan dilarang digunakan oleh yang tidak ahli. Jenis ini umumnya tersedia dalam bentuk serbuk berwarna hitam atau abuabu dengan kemurnian 80-95%, mempunyai bau yang menyengat dan merupakan racun dengan kisaran luas pada hama hewan pengerat. Seng fosfida diaplikasikan menggunakan umpan dengan kisaran konsentrasi dari 1-5%, walaupun konsentarsi 2% merupakan yang paling banyak digunakan. Formulasi yang tersedia merupakan bentuk siap pakai untuk langsung digunakan (Ready-for-use), khususnya di Amerika Serikat. Cara kerja dari seng fosfida berasal dari perkembangan gas fosfin, gas ini ini masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada hati dan merusak pada organ dalam. Tidak ada penawar (antidote) khusus dan campuran racun pada vertebrata lainnya; angka LD 50 untuk babi, anjing, kucing, ayam dan bebek terdapat pada kisaran mg/kg. Hal yang mengkhawatirkan bahwa seng fosfida sudah tersebar luas untuk digunakan dan hanya sedikit informasi yang terdapat pada seng fosfida dari pengadaan percobaan di setiap laboratorium atau di lapangan. Rennison (1976 dalam Buckle 1994) mengadakan percobaan pada lahan pertanian di Inggris dan pengendalian terhadap R. norvegicus mencapai 84% dengan menggunakan 2.5% seng fosfida dengan umpan pendahuluan (prebaiting) (Buckle 1994). Rodentisida Kronis Penemuan rodentisida antikoagulan merupakan langkah penting yang pernah dan banyak dilakukan untuk mendapatkan racun hasil buatan yang aman dan lebih efektif dalam pengendalian hewan pengerat. Kronis merupakan cara kerja dari antikoagulan dan merupakan kunci untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. MacNicoll (1986 dalam Buckle 1994) menjelaskan cara kerja rodentisida kronis dengan memutuskan siklus vitamin K di dalam mikrosom hati.

21 1. Brodifakum Brodifakum, 3-[3-(4 -bromobiphenyl-4-yl)-1,2,3,4-tetrahdro-1-naphthyl]-4- hydroxycoumarin [ ], C 31 H 23 BrO 3, merupakan racun yang ampuh pada golongan antikoagulan generasi kedua. Brodifakum digunakan pada umpan dengan konsentrasi 0.005%. Cara kerjanya ditunjukkan dengan aktivitas dari senyawanya yang dapat membuat tikus mati setelah mengonsumsi hanya satu hari umpan yang merupakan bagian dari makanannya. Beberapa populasi tikus riul yang ditemukan di Denmark dan Inggris kurang lebih sudah tahan (resisten) dibandingkan dengan pemberian secara normal dari brodifakum ketika diuji menggunakan umpan (Buckle 1994). 2. Bromadiolon Bromadiolon, 3-[3-(4 -bromobiphenyl-4-yl)-3-hydroxy-1-phenylpropyl]-4- hydroxycoumarin [ ], C 10 H 23 BrO 4, sudah dipatenkan pada tahun 1968 dan masuk ke pasar sebagai rodentisida pada tahun Secara umum bromadiolon digunakan dengan konsentrasi 0.005% dan sudah efektif di lapangan terhadap tikus yang tahan antikoagulan generasi pertama. Bromadiolon digunakan secara luas untuk mengendalikan tikus di permukiman dan pertanian (Buckle 1994). 3. Kumatetralil Kumatetralil, 4-hydroxy-3-(1,2,3,4-tetrahydro-1-naphthyl) coumarin [ ], C 19 H 16 O 3, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 dan sekarang merupakan salah satu dari sekian banyak rodentisida antikoagulan generasi pertama yang tersebar luas, meskipun racun tersebut tidak tersedia di Amerika Serikat. Akut oral LD 50 untuk tikus riul mencapai 16.6 mg/kg (Buckle 1994). 4. Warfarin Warfarin, 4-hydroxy-3-(3-oxo-1-phenylbutyl) coumarin [ ], C 19 H 16 O 4, merupakan antikoagulan generasi pertama yang tersebar luas digunakan sebagai rodentisida. Senyawa ini diperkenalkan pada tahun Nilai yang harus diberikan untuk oral akut LD 50 terhadap tikus riul bervariasi antara 1.5 dan 323

22 mg/kg. Pada umumnya yang seharusnya diperkirakan untuk sekarang pada LD 50 untuk warfarin terhadap tikus riul antara 10 dan 20 mg/kg (Buckle 1994) Identifikasi Di dunia, Famili Muridae merupakan famili anggota mamalia yang jumlah anggota jenisnya terbesar ada spesies. Di Indonesia ada 171 spesies. Di Indonesia, Famili Muridae terdiri atas tiga subfamili, yaitu Murinae, Hydromyinae, dan Rhizomyinae (Suyanto 2006). Kunci Pengenal Tingkat Genus untuk Famili Muridae di Jawa 1 A. Ibu jari kaki belakang berkuku (nail)....2 B. Ibu jari kaki belakang bercakar (claw)..4 2 A. (1A) Ujung ekor berambut panjang Seperti sikat...chiropdomys B. Ujung ekor tidak berambut panjang..3 3 A. (2B) Kaki belakang berambut lebat... Pithecheir B. Kaki belakang tidak berambut lebat Kadarsanomys 4 A. (1B) m¹ > ½ panjang m¹ - m³...mus B. m¹ < ½ panjang m¹ - m³ A. (4B) Palatum posterior dibelakang m³.. 6 B. Palatum posterior tidak di belakang m³ A. Ukuran sedang, panjang KB < 40 mm..rattus B. Ukuran besar, panjang KB > 40 mm. 7 7 A. (6B) Lempeng tonjolan molar lurus Bandicota B. Lempeng tonjolan molar berlekuk A. (7B) Crista parietalis sejajar..rattus norvegicus B. Crista parietalis tidak sejajar A. (8B) Kaki belakang panjang dan lebar KB > 50 mm....sundamys B. Kaki belakang panjang dan lebar KB > 50 mm.. Leopoldamys 10 A. (5B) Foramina incisivum sejajar m¹...niviventer

23 B. Foramina incisivum di depan m¹..... Maxomys Ciri Pengenal Tikus riul (Rattus norvegicus, Berk.) Tikus berukuran besar, warna permukaan atas dan bawah serupa, coklat tua keabu-abuan, rambut pendek dan jarang, rambut pengawal bentuk duri pipih tidak ada, ekor pendek, crista parietalis sejajar, tepi depan lempeng zigomatik mencembung ke depan. Rumus puting susu M= Jumlah kromosom 21 pasang terdiri atas empat pasang autosom berbentuk submeta-subakrosentrik, sembilan pasang berbentuk akrosentrik, tujuh pasang berbentuk metasentrik, kromosom X dan Y berbentuk akrosentrik FN=64 (Suyanto 2006).

24 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Museum Zoologi Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, dari bulan Maret sampai Juni Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB Kandang Bahan dan Alat Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan dan perlakuan terbuat dari alumunium berukuran 50 x 50 x 40 cm (p x l x t) dengan skala kekerasan geologi bahan kurang dari 5.5. Setiap kandang dilengkapi dengan peralatan tambahan seperti tempat minum, tempat umpan, dan penampung kotoran. (A) (B) Gambar 2 Kandang perlakuan (A) tampak depan dan (B) tampak samping

25 Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus riul (R. norvegicus) yang berasal dari penangkapan di permukiman penduduk Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Tikus riul yang digunakan sebanyak 15 ekor yang terdiri dari tujuh jantan dan delapan betina, kisaran berat gram dengan kriteria sehat, tidak bunting, dewasa, dan perbandingan jenis kelamin 1:1. Gambar 3 Tikus riul (R. norvegicus) Timbangan Alat yang digunakan untuk menghitung bobot suatu bahan adalah timbangan elektronik. Kegunaan yang sesuai diperlukan saat penelitian adalah menimbang dan menghitung bobot tubuh hewan uji dan sisa konsumsi pakan hewan uji. Gambar 4 Timbangan elektronik Umpan

26 Umpan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri tiga kelompok dengan variasi bentuk pengolahan dan merupakan pakan yang menjadi makanan yang dikonsumsi oleh manusia dan dapat menjadi sisa atau sampah yang merupakan sumber pakan bagi R. norvegicus di sekitar permukiman manusia. Pengelompokan pakan berdasarkan pembagian bahan pangan secara umum, yaitu: 1. Serealia Pakan berbahan dasar ini adalah mie siap saji (gandum-ganduman) dengan nama dagang Mie Sedap Goreng 1 dan beras ketan hitam (padi-padian). 2. Kacang-kacangan Pakan berbahan dasar kacang-kacangan adalah kacang hijau. 3. Umbi-umbian Pakan berbahan dasar ini adalah umbi kentang. (A) (B) (C) (D) Gambar 5 Umpan tikus riul; (A) beras ketan hitam, (B) kacang hijau (C) kentang, (D) mie siap saji Rodentisida Racun tikus yang digunakan terbagi atas dua mekanisme kerja, yaitu racun akut dan racun kronis. Racun akut yang digunakan adalah racun berbahan aktif seng fosfida, sedangkan untuk racun kronis yang digunakan berbahan aktif brodifakum 0.005% berbentuk kotak (blok) dengan nama dagang Klerat RM-B 1,

27 bromadiolon 0.005% berbentuk kotak dengan nama dagang Contrac 1, warfarin 0.105% berbentuk granul dengan nama dagang Dora 1, dan kumatetralil % berbentuk pasta dengan nama dagang Racumin Pasta 1. (A) (B) (C) (D) Gambar 6 Jenis rodentisida kronis:(a) warfarin 0.105%, (B) kumatetralil % (C) brodifakum 0.005% (D) bromadiolon 0.005% dan jenis rodentisida akut: (E) seng fosfida (E) Perangkap Perangkap merupakan alat pelengkap sebelum dilakukan perlakuan terhadap hewan uji. Jenis perangkap yang digunakan adalah perangkap hidup ganda (multiple-live traps) yang dapat memerangkap dan menampung lebih dari satu hewan uji dalam satu kali pemerangkapan dan memungkinkan hewan uji untuk hidup. Perangkap ini merupakan salah satu jenis dari perangkap hidup (live traps). Peralatan tambahan Peralatan tambahan yang juga digunakan dalam penelitian terdiri atas mangkuk dan gelas sebagai wadah pakan dan minum, alat bedah untuk otopsi dan identifikasi tikus yang mati, alat memasak (kompor gas, rice cooker, dan pemanas air). 1 Penyebutan nama dagang bahan pangan dan rodentisida tidak dimaksudkan untuk mempromosikan bahan tersebut.

28 Metode Persiapan Hewan Uji Tikus riul (R. norvegicus) yang digunakan dalam perlakuan diperoleh dari lapang (permukiman penduduk), kemudian dilakukan proses adaptasi di kandang tunggal (kurungan perlakuan) terhadap kondisi Laboratorium Vertebrata Hama IPB selama 2-4 hari dengan diberi pakan nasi putih berkuah sayur dan minum setiap hari secara melimpah. Tikus riul yang sudah diadaptasikan langsung diberikan perlakuan umpan tanpa adanya proses pemuasaan selama 24 jam. Persiapan Umpan Persiapan umpan dilakukan dengan beberapa variasi proses pengolahan dan untuk memisahkan antara bahan variasi basah dan basah berbumbu digunakan pewarna makanan sebagai pembeda. Jenis umpan yang diujikan, yaitu mie siap saji, kacang hijau, kentang, dan beras ketan hitam. Sedangkan untuk jenis variasi pengolahan adalah: 1. Berbahan variasi kering digunakan umpan tanpa diolah lagi. Untuk mie siap saji dikeluarkan dari kemasannya dan kentang dipotong seperti blok ukuran 20 x 20 x 20 mm dipisahkan dari kulitnya. 2. Berbahan variasi basah digunakan umpan yang telah siap dilakukan pengolahan (sama dengan variasi kering) kemudian dilakukan proses pemasakan dengan cara direbus (mie siap saji selama tiga menit, sedangkan kacang hijau, kentang, dan beras ketan hitam selama menit) tanpa dicampurkan bumbu dan ditiriskan selama beberapa menit. 3. Berbahan variasi basah berbumbu sama dengan proses pada variasi basah dan selanjutnya ditambahkan bumbu penyedap (mie siap saji dengan bumbu pelengkapnya; kacang hijau dengan gula merah 72 g, daun pandan 3 g, dan santan kelapa 65 ml; kentang dengan penyedap makanan rasa sapi; beras ketan

29 hitam dengan gula merah 62 g, vanili 0.7 g, dan santan kelapa 65 ml), kemudian ditiriskan selama beberapa menit. Pengujian Umpan Tujuan dari dilakukannya pengujian umpan pada tikus riul (R. norvegicus) adalah untuk mengetahui dan mendapatkan jenis pakan dan olahan pakan yang disukai. Langkah awal dalam melakukan pengujian umpan adalah melakukan pengukuran terhadap perubahan bobot tubuh tikus riul dan penentuan jumlah pakan yang harus diberikan dengan menggunakan timbangan elektronik. Rumus untuk menghubungkan antara bobot tubuh dengan jumlah pakan yang harus diberikan, yaitu Σ Pakan = 10% x bobot tubuh Setelah langkah penentuan bobot tubuh dan jumlah pakan yang harus diberikan, maka untuk setiap pakan ditimbang sesuai dengan hasil perhitungan. Penempatan pakan dipisahkan dalam tempat umpan (mangkuk) yang berbeda untuk masing-masing pakan yang sama berdasarkan jenis olahannya, misalkan perlakukan mie cepat saji dibandingkan dalam variasi kering dengan variasi basah dan variasi basah berbumbu. Pengujian umpan dilakukan dengan metode pilihan (choice test) selama lima hari berturut-turut untuk setiap hewan uji. Penimbangan dilakukan setiap hari terhadap empat jenis pakan berdasarkan jenis olahannya. Agar hasil yang diperoleh dapat akurat dan dipercaya maka diperlukan kontrol sebagai pembandingnya, terutama pakan yang jenis olahannya berbahan basah untuk menghitung besar persentase penyusutan. Untuk kontrol digunakan pakan yang ditempatkan di kandang terpisah tanpa disertai tikus riul di dalamnya. Kontrol juga ditimbang dan diganti setiap hari. Mekanisme pengamatan pengujian umpan ini adalah:

30 1. Penentuan bobot tubuh tikus riul, yaitu dilakukan dua kali penimbangan pada sebelum hari pertama perlakuan umpan dan setelah hari terakhir perlakuan umpan. 2. Umpan yang diberikan ditimbang, dilakukan setiap hari selama perlakuan, untuk mendapatkan tingkat konsumsi. Pengujian Rodentisida Pengujian rodentisida terhadap tikus riul dibagi menjadi dua jenis, yaitu racun akut dan racun kronis. Pengujian untuk racun kronis tanpa dilakukan pencampuran dengan umpan. Racun yang digunakan berbahan aktif brodifakum, bromadiolon, warfarin, dan kumatetralil. Pengujian terhadap semua racun kronis dimaksudkan untuk melihat jenis racun kronis mana yang disukai atau menarik bagi tikus riul. Jumlah racun kronis yang diberikan pada tikus riul adalah: Σ Rodentisida = 10% x bobot tubuh Sedangkan untuk jenis racun akut digunakan racun berbahan aktif seng fosfida. Racun tersebut dicampurkan dengan umpan yang disukai oleh tikus dengan mengetahuinya dari hasil pengujian umpan, jumlah racun akut yang diberikan pada tikus riul adalah: Rodentisida = 1% x jumlah umpan x 10% bobot tubuh Pengamatan untuk pengujian rodentisida ini, yaitu: 1. Jenis dan jumlah rodentisida yang dikonsumsi, dilakukan dengan cara menimbang bobot awal dan bobot akhir rodentisida akut dan kronis. 2. Bobot tikus riul di awal dan di akhir perlakuan. 3. Tikus riul yang mati diambil beberapa contoh sebagai sampel dilakukan otopsi untuk mengetahui bagian tubuh yang rusak akibat keracunan. Identifikasi Tikus Riul

31 Untuk mengetahui tikus yang didapat dari lapang adalah tikus riul, maka perlu dilakukan identifikasi melalui ciri morfologi dan anatomi. Hal-hal yang perlu diketahui, yaitu 1. Ukuran standar a. Panjang badan dan kepala (BK): Jarak dari anus sampai ujung moncong (mm). b. Panjang ekor (E): Jarak dari pangkal sampai ke ujung ekor (mm). Panjang ekor relatif terhadap badan dan kepala juga sangat penting dalam identifikasi. c. Panjang kaki belakang (KB): Diukur dari ujung tumit sampai ujung jari (mm). Pengukuran KB tanpa cakar disebut sine unguis (s.u.), dengan cakar disebut cum unguis (c.u.). d. Panjang telinga (T): Diukur dari pangkal telinga ke titik yang terjauh di daun telinga (mm). 2. Rambut Ukuran, konsistensi, kepadatan dan warna rambut dapat membantu dalam identifikasi jenis hewan pengerat. Tikus dicirikan dengan adanya rambut ekor sangat pendek sehingga sepintas tampak gundul. Pada tikus dan hewan pengerat atau mamalia pada umumnya rambut ada dua macam, yaitu rambut pengawal (guard hair) dan rambut bawah (under fur). Pada tikus riul dan tikus wirok (B. indica) tidak memiliki bentuk seperti duri pada rambut pengawal. Umumnya rambul pengawal berukuran lebih besar dan panjang daripada rambut bawah. 3. Rumus puting susu Angka depan menunjukkan jumlah pasangan puting susu yang tumbuh di dada, sedang angka belakang menunjukkan jumlah pasangan puting susu yang tumbuh diperut. 4 Gigi Menunjukkan rumus gigi pada separuh rahang. c 0/0 artinya tidak memiliki taring; i 1/1 artinya gigi seri atas dan bawah sama, masing-masing hanya sebuah; pm 0/0 artinya tidak memiliki geraham depan; m 3/3 artinya geraham belakang pada masing-masing separuh rahang tiga buah. 5 Ekor

32 Beberapa tikus memiliki warna permukaan bawah dan atas ekor tidak sama atau dwiwarna. Selain warna, ukuran ekor relatif terhadap panjang badan dan kepala juga bisa diidentifikasi. Ekor dikatakan panjang kalau ukurannya lebih panjang daripada panjang badan dan kepala, dan pendek kalau lebih pendek daripada panjang badan dan kepala. 6. Foramina incisivum Posisi foramina terhadap geraham pertama atas. Jika ditarik garis lurus maya yang menghubungkan titik yang paling depan geraham pertama atas, maka pada genus Maxomys, foramina incisivum terletak jauh di depan garis maya tadi, sedangkan pada kebanyakan anggota Rattus, foramina incisivum menjorok atau melampaui garis maya. Gambar 7 Posisi foramina incisivum pada Genus Maxomys dan Rattus 7. Tulang langit-langit (palatum) belakang Posisi palatum belakang terhadap geraham belakang. Posisi ini bervariasi, seperti pada Rattus posisi palatum belakang terletak jauh di belakang pinggir belakang geraham atas terakhir atau dengan kata lain posisi palatum belakang di belakang, sedangkan pada Maxomys terletak di depan pinggir belakang geraham atas terakhir atau dengan kata lain palatum belakang terletak di depan.

33 Gambar 8 Posisi palatum belakang pada Genus Maxomys dan Rattus 8. Lempeng zigomatik Ukuran lempeng zigomatik juga penting dalam identifikasi, misalnya lempeng zigomatik pada R. argentiventer lebih lebar daripada R. tiomanicus dan R. rattus. Bentuk tepi depan lempeng zigomatik dapat memilahkan jenis tikus. Ada yang tepi depan lurus, ada yang cembung atau cekung. 9. Ukuran tengkorak dan gigi geligi

34 Gambar 9 Ukuran tengkorak dan gigi geligi Konversi Data Data yang diperoleh pada setiap perlakuan kemudian dilakukan konversi konsumsi ke 100 gram bobot tubuh tikus riul. Untuk kontrol umpan yang berasal dari makanan manusia dilakukan penghitungan penyusutan kadar air dengan rumus:

35 % Penyusutan = Bobot awal Bobot akhir x 100% Bobot awal Setelah dilakukan penghitungan persentase penyusutan, kemudian dilakukan penghitungan konversi bobot konsumsi ke 100 gram bobot tubuh tikus riul. Konversi dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: Konversi Konsumsi (KK) = Bobot konsumsi x100% Bobot rerata tikus riul Analisis Data Analisis ragam dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pada 4 perlakuan dengan 10 ulangan untuk pengujian umpan, 3 perlakuan dengan 10 ulangan untuk pengujian rodentisida akut versus umpan, 4 perlakuan dengan 9 ulangan untuk pengujian rodentisida kronis, dan 5 perlakuan dengan 7 ulangan untuk pengujian rodentisida kronis versus akut. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α=5% dan 1%, menggunakan bantuan program SAS for Windows V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Umpan Hasil yang diperoleh dari pengujian masing-masing umpan (mie siap saji, kacang hijau, kentang, dan beras ketan hitam) berdasarkan variasi pengolahan (kering, basah, dan basah berbumbu) pada 40 ulangan (Tabel 1) menunjukkan

36 bahwa jenis umpan dengan variasi basah berbumbu lebih banyak disukai daripada variasi kering. Tabel 1 Konsumsi (g) tikus riul terhadap umpan dengan beberapa variasi pengolahan Perlakuan Mie siap saji Kacang Hijau Kentang Beras ketan hitam Rerata Kering cc cc bb cc Basah aa bb aa bb Basah berbumbu bb aa aa aa Rerata Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α=5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) berdasarkan uji selang ganda duncan Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa konsumsi pada umpan dengan variasi basah berbumbu memiliki nilai tertinggi ( gram per 100 gram bobot tubuh) dan tidak berbeda nyata dengan umpan variasi basah. Selain itu, umpan variasi basah berbumbu berbeda nyata dengan umpan variasi kering. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu: 1. Umpan dengan variasi basah berbumbu merupakan umpan yang telah diberi bumbu sebagai penyedap di dalam pengolahannya, seperti mie siap saji (saos, kecap, minyak goreng, dan bumbu penyedap), kacang hijau (santan, gula merah, dan daun pandan), kentang (penyedap rasa), dan beras ketan hitam (santan, vanili, dan gula merah) sehingga mempengaruhi rasa bagi tikus riul. Dua bahan yang umumnya biasa digunakan sebagai bahan tambahan makanan (additives), yaitu minyak sayur dan gula, yang keduanya diketahui dapat meningkatkan konsumsi (palatability) terhadap umpan (Meehan 1984). 2. Lokasi tikus riul ditangkap merupakan lokasi di sekitar permukiman manusia, sehingga terdapat kemungkinan tikus riul sudah terbiasa dengan makanan sisa manusia yang menjadi sampah terutama yang basah dan berbumbu. 3. Habitat yang disukai tikus riul juga merupakan habitat yang dengan kondisi basah dan lembab, seperti saluran air pembuangan (got). Dari empat umpan yang diuji, hanya umpan kentang (total dari variasi kering, basah, dan basah berbumbu) yang memiliki tingkat rerata konsumsi tikus riul tertinggi ( gram per 100 gram bobot tubuh). Umpan lainnya seperti mie siap saji, kacang hijau, dan beras ketan hitam relatif tidak disukai oleh tikus riul

37 dibandingkan dengan umpan kentang. Beberapa faktor yang mempengaruhi preferensi makan tikus riul, diantaranya perbedaan jenis kelamin, waktu, kandungan nutrisi, dan tempat dilakukannya pengujian (Meehan 1984). Menurut Adler 1996, hal yang dicari oleh tikus riul adalah makanan yang umumnya kecil dan sederhana, karena tikus riul dapat makan berbagai macam jenis makanan, bagaimanapun tikus riul lebih suka serealia, daging dan ikan, kacang-kacangan, dan beberapa jenis buah-buahan. Dengan demikian, umpan yang berbentuk sederhana dan bertekstur kasar menjadi hal yang disukai oleh tikus riul. Umpan kentang mempunyai bentuk menyerupai blok dengan ukuran kurang lebih 20 x 20 x 20 mm dan umumnya pada umpan kentang terdapat tekstur yang kasar walaupun sudah direbus, sehingga tikus riul lebih mudah dalam memakan umpan kentang dibandingkan dengan umpan lainnya. Berbeda halnya dengan umpan mie siap saji, kacang hijau, dan beras ketan hitam bentuknya tergolong lebih kecil dibandingkan dengan umpan kentang. Ketertarikan tikus riul lebih tinggi terhadap variasi basah berbumbu dibandingkan dengan variasi basah pada kacang hijau dan beras ketan hitam. Pada variasi basah berbumbu kacang hijau dan beras ketan hitam ditambahkan gula merah sebagai tambahan pada bumbu penyedapnya. Seperti diketahui bahwa gula merah merupakan salah satu bahan penarik (arrestant) bagi tikus. Gula dengan konsentrasi 5% dapat meningkatkan konsumi (palatability) tikus terhadap umpan 2-3 kali lipat, atau lebih untuk umpan cair. Kelemahan dari penggunaan gula sebagai bahan penarik adalah dapat menarik organisme lain seperti cendawan dan serangga (terutama semut), sehingga menjadi tidak menarik lagi bagi tikus (Priyambodo 2003). Pengamatan terhadap umpan dengan variasi basah berbumbu ternyata tidak mendominasi terhadap umpan mie siap saji dan kentang. Pada kedua umpan tersebut, variasi basah paling disukai dibandingkan dengan variasi basah berbumbu dan variasi kering. Namun hanya pada umpan kentang saja yang variasi basah tidak berbeda nyata dengan variasi basah berbumbu, sedangkan pada umpan mie siap saji variasi basah berbeda nyata dengan variasi basah berbumbu. Hal yang membuat tikus riul tidak menyukai umpan dengan variasi berbumbu, terutama pada umpan mie siap saji, yaitu banyaknya campuran bumbu seperti saos

38 cabai, kecap manis, minyak goreng, penyedap gurih, dan penyedap pedas membuat aroma dan rasa yang tidak disukai oleh tikus riul. Selain itu, dengan adanya campuran bumbu-bumbu tersebut akan membuat umpan lebih cepat basi (terkontaminasi oleh bakteri), sehingga tikus riul lebih memilih pada umpan yang cenderung masih segar dan kandungan karbohidratnya sesuai dengan kebutuhan nutrisinya (umpan variasi basah pada mie siap saji). Pada umpan dengan variasi kering yang dikonsumsi tikus riul paling tinggi pada umpan kentang (1.584 gram per 100 gram bobot tubuh) yang relatif lebih disukai dibandingkan dengan tiga umpan variasi kering lainnya (mie siap saji, kacang hijau, dan beras ketan hitam). Hal ini disebabkan pada umpan kentang walaupun dalam kondisi kering tetap mengandung kadar air di dalamnya dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan kadar air pada umpan mie siap saji, kacang hijau, dan beras ketan hitam. Hal yang menarik ketika secara tidak sengaja teramati perilaku tikus riul yang sedang bunting dan melahirkan anaknya dan keesokan harinya saat diamati kembali tikus riul tersebut sudah membunuh dan memakan anak-anaknya yang baru lahir. Hal ini dapat disebabkan kurangnya nutrisi protein pada umpan yang diberikan atau tingkat tekanan (stress) yang dialami tikus di dalam kandang percobaan. Tikus riul tersebut tidak langsung dijadikan sebagai hewan uji dan dilakukan proses adaptasi kembali terutama kondisi setelah bunting dan melahirkan. Pengujian Rodentisida Umpan kentang (variasi basah dan basah berbumbu) versus racun akut (umpan kentang variasi basah berbumbu plus seng fosfida) Untuk konsumsi tikus riul terhadap kentang dengan campuran kentang dan seng fosfida dapat dilihat pada Tabel 2. Hal yang membuat umpan kentang plus seng fosfida lebih rendah tingkat konsumsinya dibandingkan dengan umpan kentang basah dan basah berbumbu tanpa seng fosfida, yaitu karena seng fosfida mempunyai bau yang menyengat dan merupakan racun yang menyerang syaraf pada hewan mamalia pada umumnya, sehingga dalam waktu singkat saja serbuk yang terhirup lewat saluran oral akan membuat gejala sakit kepala (pusing).

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA

PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PREFERENSI MAKAN TIKUS RIUL (Rattus norvegicus Berk.) TERHADAP JENIS DAN VARIASI PENGOLAHAN PAKAN YANG BERBEDA SERTA PENGUJIAN RODENTISIDA PRINGGO WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA. Rizka Yudha Aryata A PREFERENSI (Rattus tiomanicus MAKAN TIKUS MILLER) POHON TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA Rizka Yudha Aryata A44102051 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA SYARIF SYUKRI HARAHAP A44102059 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Maret sampai Juni 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta daerah pengambilan tikus uji

Lebih terperinci

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH

TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) JOHAN PERMADA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A44103062 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 TINDAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI

UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI UJI BENTUK UMPAN DAN RODENTISIDA RACUN AKUT TERHADAP TIGA SPESIES TIKUS NURIHIDAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK NURIHIDAYATI. Uji Bentuk Umpan

Lebih terperinci

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A

STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A STUDI PALATABILITAS UMPAN PENDETEKSI TIKUS PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L) DI LABORATORIUM FAJAR ANALIS A44102030 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 1979 5777 145 PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA BRODIFAKUM TERHADAP TIGA JENIS TIKUS HAMA Swastiko Priyambodo dan Rizky Nazarreta Dept. Proteksi Tanaman, Fak.

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP, PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.), TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGENDALIAN TIKUS DI BOGOR DAN TANGERANG ANIEF NUGROHO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK ANIEF NUGROHO.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL

IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL LAPORAN PRAKTIKUM IDENTIFIKASI TIKUS DAN DAN PINJAL Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor Disusun oleh : IKA NUR RIZKI NIM : P07133112024 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masingmasing konsentrasi. Didapatkan hasil

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DKBM: 2 Daftar Komposisi Bahan Makanan dimulai tahun 1964 dengan beberapa penerbit. Digabung tahun 2005

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat prenatal, karena: (1) penelitian

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR LATAR BELAKANG Lebih dari 50 % dari total penduduk indonesia adalah wanita (BPS,

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah dan cara pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT Nur Indrawaty Liputo Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Disampaikan pada Seminar Apresiasi Menu Beragam Bergizi Berimbang Badan Bimbingan

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L. PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.) Nana Setiana A06400024 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT Oleh : ENDANG SUPRIYATI, SE KETUA KWT MURAKABI ALAMAT: Dusun Kenteng, Desa Puntukrejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. APA YANG ADA dibenak dan PIKIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs).

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) atau maternal merupakan salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan perempuan. AKI juga merupakan salah satu indikator yang tertuang

Lebih terperinci

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc PENGETAHUAN BAHAN PAKAN Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pakan : Mempunyai nilai gizi yang tinggi Mudah diperoleh Mudah diolah Mudah dicerna

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI

PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI PENGUJIAN ANTIKOAGULAN BROMADIOLON PADA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) PUTRI SETYA UTAMI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRAK PUTRI

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE BIODATA 1. Nama : Iwan Halwani, SKM, M.Si 2. Pendidikan : Akademi Gizi Jakarta, FKM-UI, Fakultas Pasca sarjana UI 3. Pekerjaan : ASN Pada Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI SUSTAINABLE

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kesumba mempunyai biji yang biasa digunakan anak-anak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kesumba (Bixa orellana) merupakan salah satu tanaman yang berupa pohon, tanaman tersebut biasa ditanam di pekarangan rumah atau di pinggiran jalan sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN MADU MADU ADALAH SUBSTANSI PEMANIS BUATAN ALAMI YANG DIPRODUKSI OLEH LEBAH MADU YANG BERASAL DARI BEBERAPA BUNGA ATAU SEKRESI TUMBUHAN. Kandungan Madu Gula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci