TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA"

Transkripsi

1 TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA Syamsuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros ABSTRAK Hama tikus sangat sulit dikendaliakn karena hewan ini mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat dan mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan serta memiliki indera peraba, perasa dan pendengaran yang baik atau digolongkan sebagai hewan yang cerdik, walaupun demikian, usaha untuk menentukan teknologi yang tepat dalam mengendalikan hama tikus tersebut pada suatu agroekosistem tertentu terus berlansung melalui beberapa penelitiann disajikan dalam tulisan ini dalam berbagai cara-cara pengendalian hama tikus. Disamping itu juga diuraikan sebagian tentang perkembangbiakan dan prilaku tikus sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pengendalian. Dari hasil penelitian diketahui bahwa puncak perkembangbiakan tikus terjadi pada saat padi stadia bunting dan bermalai dan populasi tertinggi terjadi pada saat panen. dengan demikian hasil penelitian pengendalian hama tikus telah diketahui antara lain : Pola tanam, Sanitasi lingkungan, Mekanis/fisik, Zat kimia dan Biologis. Pengendalian hama tikus tersebut tidak dapat dilakukan oleh sebagian petani, harus terorganisasi secara baik dalam wilayah yang luas. Tanpa organisasi pengendalian yang baik, maka teknologi pengendalian hama tikus yang efektif tidak akan berhasil menekan populasi hama tikus. Kata kunci: Tingkah laku, tikus, pengendalian PENDAHULUAN A. Tingkah Laku Tikus Tikus adalah makhluk yang berkemampuan tinggi bila dibandingkan dengan serangga lain, dan juga tergolong hewan menyusui. Dalam banyak hal tikus juga bereaksi dan bertingkah laku seperti manusia, dan ini menjadi pegangan dalam merancang metode pengendaliannya (Brook dan Rowe, 1979). Tikus mempunyai/ memililki indera peraba, dan pendengaran yang baik sehingga digolongkan hewan cerdik karena memiliki otak yang berkembang baik, ini berarti tikus dapat belajar. Tingkah laku tikus dapat ditentukan oleh naluri dan faktor luar seperti suhu, panjang hari, curah hujan, serta pengalaman-pengalaman sebelumnya. Tikus adalah hewan yang lebih maju yang dapat mempelajari dengan cepat apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk kepentingan dirinya sendiri (Ismail et al., 1990 ). Jika tikus telah memiliki pengalaman memakan suatu jenis makanan tertentu akan menyebabkan sakit perut yang parah, maka mereka tidak akan memakan makanan sampai kedua kalinya, akan tetapi setelah beberapa lama hal tersebut dilupakan, sehingga mungkin dia mencoba memakan lagi (Van Vreden dan Rochman, 1990 ). Tikus untuk bertahan hidup hampir sepenuhnya bergantung pada banyaknya makanan yang dapat ditemukan di lingkungannya Petani sangat berperan dalam persediaan makanan tikus, apalagi bila petani tersebut melindungi tanaman mereka, akibatnya populasi tikus akan meningkat (Manwan et al., 1992). Kejadian yang sama berlaku pada tanaman yang sedang tumbuh, tikus akan berkembang sangat cepat dan menyebabkan kerusakan yang lebih parah jika mereka memiliki jalan menuju persediaan makanan yang tidak ada habisnya (Boeadi, 1980). Dalam hal tersebut petani dapat mengendalikan dan menjaga populasi tikus di bawah batas yang dapat diterima, 179

2 Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel, 2007 pertama-tama harus dilakukan melalui manajemen pertanian yang lebih baik, bukan saja lahan perorangan akan tetapi di seluruh masyarakat pertanian (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1986). Hasil penelitian Sukarna et al. (1986) sawah pasang surut yang baru dibuka telah mengindentifikasi adanya tiga jenis tikus, yaitu tikus sawah (Rattus Argentiventer), tikus ladang (Rattus exulans) dan tikus rumah (Rattus diardi). Kompotisi populasi dari ketiga jenis tikus tersebut adalah masing-masing 49%, 44%, dan 6,2% (Ismail et al., 1993 ). Perkembangbiakan tikus betina (Rattus argentiventer) mampu melahirkan anak, sementara dalam rahimnya mampu mengakomodasikan 18 embrio (calon anak tikus), sehingga memiliki potensi reproduksi tinggi. Tikus dapat beranak empat kali dalam setahun, pada kondisi yang baik dan dari 3 pasang tikus selama 13 bulan akan melahirkan 2046 ekor tikus (Sama dan Rochman, 1988). Tikus rumah dan tikus ladang rata-rata mampu beranak 7 8 ekor tiap melahirkan dan pada masa puncak perkembangbiakan, tikus betina sangat berperan aktif. Tikus siap bunting lagi sementara anak pertama masih disusui, dengan demikian setiap betina dapat melahirkan 2 3 generasi anak dengan selisih umur diantara generasi sekitar sebulan. Masa menyusui berlansung 3-4 minggu dan kemudian disapih setelah anak berumur satu bulan dan anak tikus menjadi dewasa. Dinamika populasi tikus didaerah endemis, populasi sangat erat kaitannya dengan situasi stadia tanaman sebagai pakan utamanya. Dengan pola tanam teratur dan serentak populasi tikus mudah dipantau sedangkan apabila tidak teratur perkembangan populasi tikus akan lebih cepat. Menurut Rochman et al. (1982) tersedianya padi bermalai merupakan paduan bagi terjadinya peningkatan populasi tikus. Pada awalnya pertanaman musim hujan populasi tikus jumlahnya sedikit karena sawah bera sebelumnya yang relative lama. Pada saat itu tikus berdomisili di tanggul irigasi primer, sekitar pekarangan, gudang atau tegalan dan tepi rawa. Ruang gerak setiap hari tikus menempuh perjalanan secara teratur untuk mencari pakan, pasangan, sekaligus orientasi kawasan sekitarnya.perjalanan harian tersebut menempuh jalan yang sama hingga terbentuk lintasan tetap (run ways). Rentang lintasannya ditentukan oleh jarak pakan, tempat bersembunyi atau lubang. Dengan alat Radio tracking jarak tersebut biasa diketahui. Batas ruang kerak tikus apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan, biasanya tidak lebih dari 50 m, tetapi apabila makanan tidak cukup maka tikus akan mengembara dan dapat mencapai jarak 700 m (Rochman dan Sukarna, 1991). Habitat agrosistem tanaman pangan merupakan habitat yang cocok bagi perkembangan populasi tikus. Untuk mengendalikan tikus secara dini diperlukan pelacakan terhadap tempat perlindungan yang disenanginya. Hasil pengamatan Rochman 1994, dapat dikemukakan bahwa selama priode sawah bera hingga padi bertunas (stadia vegetatif) lubang tikus dengan hunian tertinggi berada tanggul irigasi, sedang pada waktu padi saat bunting dan bermalai sebagian besar populasi tikus bermigrasi ke sawah. Pada periode tersebut tikus betina menggunakan lubang dipematang sebagai tempat memelihara anaknya. Tikus aktif pada malam hari (nocturnal), dan pada siang hari mereka berlindung di dalam lubang atau semak. Tempat tinggal tikus biasanya dipilih habitat yang cukup memberikan perlindungan dan aman terhadap predator, makanan tersedia dan dekat sumber air. Lubang tikus berfungsi sebagai tempat berlindung, memelihara anak dan anggota kelompok. Sejalan dengan bertambahnya anggota kelompok, maka jaringan lubang akan semakin luas. Tikus membuat jalan keluar yang ujungnya masih tertutup oleh rumput-rumputan, yang tebalnya berkisar 1 2 cm, jalan keluar tersebut dibuka pada keadaan darurat. Lubang tikus mampu membuat sarang dengan kedalaman antara cm dan panjangnya dapat mencapai 10 m dengan diameter 10 cm (Rochman dan Sukarna, 1986). Tikus akan meninggalkan lubangnya apabila kekurangan makanan 180

3 atau banjir, dan mengembara kedaerah di sekitar sawah seperti tanggul irigasi, pekarangan gudang, kebun, semak belukar,atau permukaan tanah yang agak tinggi. Tikus termasuk binatang omnivore, supaya mempunyai variasi makanan yang luas seperti padi, ubi-ubian, kacang-kacangan, berbagai jenis rumput, teki, serangga, siput dan ikan kecil. Sebagai binatang pemakan segala (omnivora) maka tikus mampu memamfaatkan berbagai makanan yang tersedia, sehingga tikus dapat lebih mudah dan cepat beradaptasi dalam lingkungan, serta selektif dalam memilih makanan apabila makanan banyak tersedia. Kemampuan tikus menghabiskan beras dan ubi jalar masing-masing sekitar 10-23,6 gr/hari. Sedangkan ubi kayu, jagung pipil, kacang tanah dan ikan asin dapat dihabiskan masing masing 20,6, 8,2, 7,2 dan 4,2 gr/hari. Menurut Rochman dan Suwalan (1993) apabila beberapa jenis makanan yang disiapkan pada saat bersamaan maka beras merupakan pilihan utama karena paling banyak dimakan. Kebutuhan pakan kering bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih 10 % dari bobot tubuhnya, akan tetapi jika pakan tersebut berupa pakan basah dapat ditingkatkan sampai 15 % dari bobot tubuhnya. Sedangkan kebutuhan minum seekor tikus setiap harinya sekitar ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan dikomsumsi sudah mengandung banyak air. Proses mengenali dan mengambil pakan yang diumpan oleh manusia, tikus tidak lansung makan seluruhnya, tetapi terlebih dahulu dicicipi untuk merasakan reaksi yang terjadi didalam tubuhnya. Jika beberapa saat tidak terjadi reaksi yang membahayakan bagi tubuhnya, maka tikus akan memakan sampai pakan tersebut habis. Perilaku makan seperti ini, maka pengendalian tikus secara kimiawi dapat dilakunan dengan memberikan umpan pendahuluan yang tidak mengandung racun, kemudian diganti dengan menggunakan umpan yang mengandung racun akut (racun yang bekerja cepat). Hal ini bertujuan agar tikus sudah terbiasa dengan umpan yang diberikan sehingga pada saat diberi umpan yang mengandung racun akut tikus tersebut langsung memakannya dalam jumlah yang cukup banyak sampai pada dosis yang mematikan. Umpan pendahuluan tersebut tidak perlu diberikan jika jenis racun yang digunakan adalah racun kronis atau antikoagulan yang bekerja lambat. Sifat tikus yang mudah curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya, termasuk pakannya, disebut dengan neophobia, dan sifat tikus yang enggan memakan umpan beracun yang diberikan karena tidak melalui umpan pendahuluan disebut dengan jera umpan. Tikus muda selalu dijumpai berkelompok dalam satu lubang, namun setelah dewasa hanya dijumpai satu ekor tikus dalam satu lubang. Jarang sekali terdapat satu pasang tikus dalam satu lubang, hanya pada musim kawin tikus tinggal berpasangan dalam satu lubang. Akan tetapi hal ini jarang ditemukan dan bilamana ditemukan bersama dalam satu lubang terjadi sangat singkat. Masa aktif pada tikus jantan berlansung cukup lama, (kurang lebih 3 bulan) atau sejak fase generatif sampai panen, sehingga tikus jantan yang berpisah dengan pasangannya berpeluang mencari pasangan lain. Perilaku tikus yang demikian perlu diteliti, walaupun sebagian pakar berpendapat bahwa tikus semasa hidupnya mempunyai pasangan hidup yang tetap. Tikus adalah salah satu hewan pengerat yang sangat bermasalah, bukan saja sebagai perusak tanaman tetapi juga dapat merusak bangunan, lingkungan dengan pencemaran dan dapat bertindak sebagai vector penyakit manusia. B. Cara Pengendaliannya 1. Pola tanam Tanam serempak dan diupayakan keserentakan pada saat bunting dan bermalai padi pada areal meliputi satu WKPP (200 ha) dengan selisih waktu tanam antar hamparan kurang dari satu bulan. 181

4 Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel, Sanitasi Membersihkan lingkungan dan rerumputan, semak-semak dan tempat persembunyian tikus. 3. Mekanis Membongkar liang, mengguyur liang dengan air, membunuh dengan gropyokan, pengemposan (asap blerang) dan tanaman perangkap/tbs. Pengemposan lubang tikus yang aktif dianjurkan untuk dilakukan selama masa reproduksi pada tanaman, yaitu pada saat umpan beracun menjadi tidak efektif. Akan tetapi harus dihentikan bahwa pada tingkat ini tikus pada umumnya tidak lagi hidup dilubang karena tanaman yang mulai dewasa menyediakan tempat berlindung memadai. Oleh karena itu pengemposan sarang ikus hanya berpengaruh sebahagian saja karena hanya tikus yang masih tinggal disarangnya saja mati. Tikus betina dengan anak biasanya lebih menyukai lubang sebagai tempat bersarang. Pengemposan tidak hanya akan membunuh tikus dewasa tetapi juga anak-anak tikus. Cara kerja membuat TBS (Traf Barrier System ) adalah (Gambar 1 ). 1. Bubu perangkap Bubu perangkap berukuran 25 cm x 25 cm x 25 cm terbuat dari ram kawat dengan diameter 1 cm dan dibentuk dengan rangka penguat dari kawat berdiameter 0,3 cm. Pada sisi depan bagian bawah terdapat lubang masuk kedalam berukuran 10 cm x 10 cm dengan sistem bubu (corong) masuk kedalam perangkap. Sitem bubu perangkap menyebabkan tikus yang telah masuk perangkap tidak dapat keluar lagi. Perangkap juga dilengkapi pintu berukuran 10 cm x 10 cm untuk mengambil tikus dari dalam perangkap. Pintu dilengkapi dengan pintu pengait. Pegangan terletak di bagian atas untuk memudahkan pemindahan. 2. Pagar Plastik Plastik untuk pagar dapat digunakan dari jenis plastik tipis transparan atau plastik tebal berwarna gelap. Plastik tipis hanya dapat dipakai dalam satu musim tanam, sedangkan plastik tebal dapat bertahan lebih dari tiga tahun. Tinggi pagar plastik 60 cm dengan panjang sesuai dengan kebutuhan. Pagar plastik ditegakkan dengan ajir bambu lebar 3-4 cm dengan bantuan tali atau dibuat jahitan kantong pada pagar plastik untuk 182

5 tempat ajir bambu. Ajir dipasang setiap jarak 1 m dengan menempel pada bagian dalam pagar plastik agar tikus tidak dapat memanjat melalui ajir bambu. Pada setiap jarak 2 m pada pagar plastik dibuat lubang berukuran 10 cm x 10 cm untuk masuk tikus. Pagar plastik bagian bawah dibenamkan kedalam tanah 5 cm dan digenangi air agar tikus tidak melubangi pagar atau membuat lubang dibawah pagar plastik. Bubu perangkap dipasang pada tiap lubang masuk di dalam pagar, sedangkan di depan lubang pintu masuk dibuatkan jalan dari tanah yang tingginya untuk memudahkan tikus masuk kedalam perangkap. 3. Tanaman perangkap Agar system bubu perangkap dapat menarik tikus dari sekitarnya, maka didalam pagar ditanam tanaman perangkap. Pada perinsipnya tikus lebih tertarik pada padi yang sedang bunting atau matang susu lebih dahulu ditanam diantara padi di sekitarnya (early crop). Oleh karena itu tanaman perangkap ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman sekitarnya. Tanaman perangkap tetap akan menghasilkan padi secara normal karena tidak mengalami kerusakan oleh tikus ( terlindung oleh system pagar perangkap). Tiga komponen tersebut membentuk system bubu perangkap yang dapat diterapkan di lapangan dari pesemaian hingga padi bera. Ukuran petak perangkap dapat bervariasi tergantung kebutuhan dan kondisi lapangan. Petak pagar perangkap dapat dibuat berukuran 25 m x 25 m, atau 30 m x 30 m. Pemasangannya dapat dilaksanakan hanya selama 1 musim tanam saja atau secara permanen sepanjang tahun. Penetapan system bubu perangkap sebaiknya berdasarkan pada hasil pengamatan dimana daerah tersebut merupakan daerah kronis dan dekat dengan habitat/sarang tikus. Penentuan lokasi agar dimusyawarakan pada setiap kelompok tani. Berdasarkan hasil penelitian petak tanaman perangkap berukuran 30 m x 30 m dapat melindungi tanaman padi dari serangan tikus seluas 40 ha disekelilingnya (halo effect). Bubu perangkap juga dapat diterapkan dengan system baris ( line trap barrier system = LTBS ). Penerapannya dengan cara membentangkan pagar plastik dengan bubu perangkap dipasang berselang seling sehingga tikus dari dua arah dapat tertangkap. Pemasangan sebaiknya dilakukan pada daerah terdekat dengan habitat/sarang tikus. 4. Zat kimia Jika tingkat populasi tikus menjadi tinggi diluar batas toleransi selama fase vegetatif, metode pengendalian dengan rodentisida adalah satu satunya jalan yang effektif untuk mengurangi populasi tikus hingga ketingkat kerusakan minimum. Berdasarkan cara kerjanya racun tikus dapat dibagi dua kelompok yakni : Racun akut adalah Racun cepat bereaksi memiliki pengaruh yang cepat terhadap tikus setelah memakannya. Sebelum menggunakan racun akut, penting untuk diketahui bahwa tikus adalah binatang yang sangat mudah curiga. Mereka tidak akan segera makan suatu sumber makanan yang baru dalam jumlah besar, tetapi terlebih dahulu mencoba dalam jumlah kecil. Dengan rodentisida akut, gejala gejala keracunan timbul begitu cepat sehingga tikus mungkin berhenti memakan umpan sebelum dosis mematikan terkonsumsi. Tikus dengan segera menghubungkan gejala gejala yang tidak menyenangkan tersebut dengan bahan makanan yang baru mereka konsumsi. Inilah yang disebut tikus jera yang sering berlangsung terus selama hidup mereka. Bahkan tikus yang tidak makan umpan beracun akan menjauhdari tempat umpan oleh karena teriakan teman teman mereka yang keracunan. Jika kita ingin tikus makan umpan beracun dalam jumlah besar sekaligus, kita harus membuat mereka terbiasa makan umpan tanpa racun terlebih dahulu. Racun akut yang paling dikenal di Indonesia adalah Zink phosphide. Racun kronis, adalah Racun yang bereaksi lambat, tikus merasakan pengaruhnya setelah beberapa hari, dibutuhkan waktu antara 5 sampai 7 hari sebelum tikus mati. 183

6 Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel, 2007 Seluruh racun kronis yang tersedia di Indonesia adalah antikoagulan. Racun ini membuat darah menjadi berkurang kekentalannya dan semakin lama semakin encer sehingga pada akhirnya tikus akan mati karena pendarahan didalam tubuhnya. Antikoagulan tidak menyebabkan rasa sakit terhadap tikus beberapa hari setelah makan umpan beracun mereka akan menjadi lelah dan lesu dan tidak akan meninggalkan lubang mereka lagi akhirnya mati dengan tenang. Tikus lain tidak mendapat peringatan dan akan terus memakan umpan beracun. Antikoagulan tidak membutuhkan pengumpanan awal dan tidak menyebabkan tikus jera seperti halnya racun akut. Ada dua jenis antikoagulan yaitu : antikoagulan dosis tunggal dan antikoagulan dosis ganda. Antikoagulan dosis tunggal lebih beracun dan biasanya setelah makan satu kali, tikus telah mengkonsumsi racun dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya beberapa hari kemudian. Sedang antikoagulan dosis ganda selama beberapa hari berturut-turut makan sehingga tertimbun cukup racun didalam tubuh tikus untuk mebunuhnya( pengumpanan jenuh). 5. Biologis Musuh alami tikus yang paling dikenal adalah kucing, anjing, ular, dan burung hantu. Predator ini sangat membantu usaha menjaga tetap rendahnya tingkat populasi tikus. Sayangnya predator berkembang biak jauh lebih lambat dibandingkan tikus. Oleh karena itu mereka tidak dapat mengurangi populasi tikus yang tinggi dalam jumlah besar. Pertama tama petani harus mengurangi jumlah tikus hingga ke tingkat yang dapat diterima dengan menggunakan pendekatan pengendalian terpadu seperti yang dijelaskan diatas, predator akan membantu petani menjaga populasi tikus agar tetap rendah. Predator juga mungkin memakan tikus yang keracunan, oleh karena itu diperlukan perhatian besar untuk memusnahkan bangkai tikus dari sawah sesudah tiap pengumpanan guna menghindari keracunan pada predator dan hewan pemakan bangkai. KESIMPULAN Tikus seperti hewan lainnya yang memiliki kemampuan indera yang sangat tajam menunjang setiap aktivitas kehidupannya.diantara kelima organ inderanya, hanya indera penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera lainnya yang berkembang sangat baik Tikus mempunyai keterampilan dalam segi kelincahan bergerak, mencari makan pasangan dan perlindungan untuk melepaskan dirinya dari bahaya musuh alaminya. Keterampilan tersebut dimungkinkan oleh adanya indera yang sangat terlatih, alat penciuman, peraba pendengaran, dan perasa/pengecap. Pengendalian hama tikus tidak dapat dilakukan hanya oleh sebagian petani. Pengendaliannya harus terorganisasi secara baik dalam wilayah yang luas. Tanpa organisasi pengendalian yang baik, maka teknologi yang efektif tidak akan berhasil menekan populasi hama tikus. Sanitasi dan waktu tanam serentak adalah komponen pengendalian yang harus dilakukan oleh semua petani. Namun dalam mengatur setiap komponen pengendalian diperlukan adanya keterlibatan pengambil kebijakan yang bersama dengan penanggung jawab tehnis agar pengendalian dapat diorganisasi secara baik. 184

7 DAFTAR PUSTAKA Boeadi, Invetarisasi R. rattus argentiventer dan studi perkembang-biakannya di Pamanukan, Subang dan Randudongkal Pemalang. Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu. Yokyakarta : 42 hal. Brook, J.E. and F.P.Rowe, Commensal Rodent Control Mimmeograph WHO/VBC/79.726:109 hal. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Tikus sawah dan Pengendaliannya pada Tanaman Pangan Seminar Penggunaan Klerat RMB dalam Pengendalian Tikus dan ICI Pestisida Indonesia. Ismail, G.I.Basa, Soetjipto Ph, TJ Tinjauan Hasil Penelitian Usaha Lahan Pasang Surut di Sumatera Selatan. Usahatani dilahan Pasang surut dan Rawa. Badan Litbang Pertanian : Ismail. G.I, T.Alihamsyah IPG Wijaya A, Suwaarno, Tati.H, R.Thahir, dan D.E.Sianturi, Sewindu penelitian Pertanian dilahan Rawa ( ). Badan Litbang Pertanian : 128 hal. Manwan. I, I.G. Ismail, T. Alihamsyah dan S. Soetjipto Teknologi untuk pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Prosiding Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Cisarua 3-4 Maret Rochman, Dandi, S. dan Suwalan Pola perkembangbiakan tikus sawah Rattus argentiventerpada daerah berpola tanam padi- padi di Subang. Penelitian Pertanian 3(2): Rochman dan Suwalan Pola sebaran umpan dalam pengendalian tikus, Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Bogor vol. 2: Rochman dan Suwalan S Pengendalian hama utama tanaman pangan pada usaha tani didaerah pasang surut Karang Agung Ulu, Sumatera Selatan. Reviw Hasil Penelitian Proyek SWAMPS II Bogor Pebruari Rochman Pola perpindahan populasi tikus sawah di pamanukan MT 1992/1993. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Bogor : 17 hal Sukarna, D. Rochman, Mukelar, Juhani, Sutrisna, dan Solihin Masalah hama dan penyakit serta pengendaliannya di lahan pasang surut. Risalah lokakarya Pola Usahatani, Badan litbang Pertanian : Sama S. dan Rochman Penerapan komponen dalam pengendalian tikus pada tanaman padi simposium penelitian tanaman pangan II. Bogor. 21 hal. Van Vreden, G. dan Rochman Rat damage of vegetable in the berebes area, Central Java. Report on a preliminary survey desember 19 21, Internal Communication LEHTI/ATA 395 No. 15:12 hal 185

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi

Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi Pengendalian Hama Tikus Terpadu Tikus memiliki karakter biologi yang berbeda dibanding hama padi yang lain seperti serangga dan moluska (bangsa siput). Oleh karena itu, penanganan hama tikus di lapangan

Lebih terperinci

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

Sistem Bubu TBS dan LTBS. TBS (Trap Barrier System)

Sistem Bubu TBS dan LTBS. TBS (Trap Barrier System) Sistem Bubu TBS dan LTBS TBS (Trap Barrier System) TBS atau sistem bubu perangkap adalah teknik pengendalian tikus yang mampu menangkap banyak tikus sawah terus menerus selama musim tanam (sejak tanam

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIKAN HAMA PADA PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok dalam

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tingkat Kejeraan Tikus Sawah (R. argentiventer) dan Tikus Rumah (R. rattus diardii) terhadap Rodentisida Seng Fosfida Pengujian tingkat kejeraan tikus sawah dan tikus

Lebih terperinci

PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM )

PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM ) PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM 2003-2004) Djoko Pramono Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) PENDAHULUAN Serangan tikus terjadi setiap tahun

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TBS DAN LTBS

PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TBS DAN LTBS PENGENDALIAN HAMA TIKUS SAWAH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TBS DAN LTBS Sigid Handoko BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI Disampaikan pada TEMU APLIKASI TEKNOLOGI BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI, 5 Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konsumsi pada Perlakuan Kontrol Gabah, Beras, dan Jagung (No Choice Test) Hasil yang diperoleh dari pengujian konsumsi tikus terhadap umpan gabah, beras, dan jagung (no

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya adalah melakukan budidaya berbagai komoditas pertanian. Secara geografis Indonesia merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ketertarikan Tikus Sawah terhadap Rodentisida dan Umpan (Choice Test) Konsumsi Tikus Sawah terhadap Empat Formulasi Rodentisida Bromadiolon Tikus sawah yang mempunyai habitat

Lebih terperinci

Inovasi Teknologi Pengendalian Tikus Pemasangan pagar plastik

Inovasi Teknologi Pengendalian Tikus Pemasangan pagar plastik 16 Agro inovasi Inovasi Teknologi Pengendalian Tikus Pemasangan pagar plastik 2.800/kg. Sebagai akibat lebih besarnya biaya panen pada MH ini, maka total biaya yang dikeluarkan pada MH lebih tinggi dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Yogyakarta) masih memiliki areal pertanian yang cukup luas dan merupakan salah satu daerah pemasok beras dan kebutuhan pangan lainnya di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Rodensia merupakan salah satu hewan yang tergolong sangat banyak spesiesnya. Terdapat lebih dari 2700 spesies rodensia di dunia Menurut Aplin et al. (2003), 42% dari semua spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus

Lebih terperinci

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A.

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A. METODE PENGENDALIAN HAMA TIKUS (Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN oleh Dhamayanti A. PENGENDALIAN TIKUS, Rattus tiomanicus MILLER Sebelum th 1970, rodentisida (Klerat, ratropik dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Biologi dan Ekologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Tikus sawah merupakan hewan pengerat yang termasuk dalam Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Mamalia, Subkelas Theria, Infrakelas Eutheria,

Lebih terperinci

RAKITAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS PENDAHULUAN

RAKITAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS PENDAHULUAN RAKITAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS Oleh: Silman Hamidy, Jamal Khalid, M. Adil, Hamdani PENDAHULUAN Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus terpenuhi kecukupannya untuk menunjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Gambar 1), dari Bulan Oktober hingga

Lebih terperinci

Perkembangan Populasi Tikus Sawah pada Lahan Sawah Irigasi dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300

Perkembangan Populasi Tikus Sawah pada Lahan Sawah Irigasi dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300 SUDARMAJI DAN HERAWATI: POPULASI TIKUS SAWAH PADA INDEKS PERTANAMAN PADI 300 Perkembangan Populasi Tikus Sawah pada Lahan Sawah Irigasi dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300 Population Growth of the Rice

Lebih terperinci

DI Wilayah IP3OPT PINRANG MT.2011/2012

DI Wilayah IP3OPT PINRANG MT.2011/2012 KEMAMPUAN TANAMAN PERANGKAP MENANGKAP TIKUS DI Wilayah IP3OPT PINRANG MT.2011/2012 (Kelurahan Marawi, Kec.Tiroang, Kab.Pinrang) INSTALASI PENGAMATAN PERAMALAN DAN PENGENDALIAN OPT (IP3OPT) TIROANG - PINRANG

Lebih terperinci

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG

STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG STUDI POTENSI RODENTISIDA NABATI BIJI JENGKOL UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN JAGUNG Terry Pakki 1), Muhammad Taufik 1),dan A.M. Adnan 2) 1). Jurusan Agroteknologi, Konsentrasi Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut: Berikut merupakan beberapa contoh hama. a. Tikus Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas,

Lebih terperinci

PAKET TEKNOLOGI USAHATANI Padi Penyusun : Wigati Istuti dan Endah R

PAKET TEKNOLOGI USAHATANI Padi Penyusun : Wigati Istuti dan Endah R PAKET TEKNOLOGI USAHATANI Padi Penyusun : Wigati Istuti dan Endah R Luas areal padi sawah setiap tahun di Jawa Timur mencapai 1,62 juta ha berupa padi sawah dan padi gogo. Areal padi sawah irigasi maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Kurungan tunggal 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA TIKUS DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN BURUNG HANTU (Tyto alba) Sylvia Madusari. Abstrak

PENGENDALIAN HAMA TIKUS DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN BURUNG HANTU (Tyto alba) Sylvia Madusari. Abstrak PENGENDALIAN HAMA TIKUS DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN BURUNG HANTU (Tyto alba) Sylvia Madusari Abstrak Hama tikus merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit. Pada tanaman kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN), Perkebunan Swasta Nasional atau Asing. Namun petani (Perkebunan

I. PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN), Perkebunan Swasta Nasional atau Asing. Namun petani (Perkebunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditi tanaman yang dewasa ini sangat diminati untuk dikelola atau ditanam (dibudidayakan), baik oleh pihak Badan Usaha

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BURUNG HANTU UNTUK MENGENDALIKAN TIKUS DI KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER

PEMANFAATAN BURUNG HANTU UNTUK MENGENDALIKAN TIKUS DI KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER PEMANFAATAN BURUNG HANTU UNTUK MENGENDALIKAN TIKUS DI KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER Nanang Tri Haryadi 1), Moh. Wildan Jadmiko 2), Titin Agustina 3) 1 Fakultas Pertanian, Universitas Jember email:

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer)

Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Uji Efektifitas Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Pestisida Nabati terhadap Perilaku Makan Tikus Hama (Rattus argetiventer) Rahmawasiah, Rahman Hairuddin dan Abdul Jalil Universitas Cokroaminoto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Besar Penelitian Tanaman Padi, tikus sawah merupakan hama utama penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu spesies hewan pengerat yang mengganggu aktivitas manusia terutama petani. Menurut Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1 1. Berikut ini yang merupakan tanda bahwa tanaman dirusak oleh cacing, kecuali.. Bintil akar B. Bercak akar Busuk akar Lubang pada

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oriza sativa) adalah salah satu jenis serealia yang umumnya dibudidayakan melalui sistem persemaian terlebih dahulu. Baru setelah bibit tumbuh sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran adalah produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki beragam manfaat kesehatan bagi manusia.bagi kebanyakan orang, sayuran memberikan

Lebih terperinci

Oleh : Holil F /2011 Dyah Riza Utami F /2011 Novika Nandya Purnamasari F /2012

Oleh : Holil F /2011 Dyah Riza Utami F /2011 Novika Nandya Purnamasari F /2012 LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENERAPAN TEKNOLOGI AIR PUMP MF (MOUSE FUMIGASI) ALAT EMPOS TIKUS SAWAH DENGAN MEMANFAATKAN TENAGA TEKAN POMPA ANGIN SEBAGAI EFEKTIVITAS PENYALURAN ASAP PENGEMPOSAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta daerah pengambilan tikus uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai Desember

Lebih terperinci

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Penyusun E. Sutisna Noor Penyunting Arif Musaddad Ilustrasi T. Nizam Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al.,

kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al., Tikus Sawah (Raftus argentiventer Rob. & Klo. ) Tikus sawah (Rattzts argentiventer) diklasifikasikan dalam filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, dan genus Rattus (Storer et al.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tikus sawah (Rattus argentiventer : Robb & Kloss) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Tikus sawah (Rattus argentiventer : Robb & Kloss) merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tikus sawah (Rattus argentiventer : Robb & Kloss) merupakan salah satu hama utama pertanaman padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal panen. Kehilangan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sumber utama untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Kandungan nutrisi yang terdapat pada beras diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BEBERAPA FUMIGAN TERHADAP TIKUS SAWAH Rattus argentiventer (Rob.&Klo.) oleh: PRAKARSA SITEPU A

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BEBERAPA FUMIGAN TERHADAP TIKUS SAWAH Rattus argentiventer (Rob.&Klo.) oleh: PRAKARSA SITEPU A PENGUJIAN EFEKTIVITAS BEBERAPA FUMIGAN TERHADAP TIKUS SAWAH Rattus argentiventer (Rob.&Klo.) oleh: PRAKARSA SITEPU A44104003 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUDIDAYAAN BELUT MATA KULIAH : LINGKUNGAN BISNIS (Dosen Pengampu : M. Suyanto, Prof. Dr, M.M.) NAMA : TRI SANTOSO NIM : 10.02.7661 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Peluang Usaha Ternak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ton/hektar turun sekitar 0,13 ton/hektar menjadi 6,17 ton/hektar di tahun 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. ton/hektar turun sekitar 0,13 ton/hektar menjadi 6,17 ton/hektar di tahun 2014 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produksi Pertanian Padi D.I.Yogyakarta Produktivitas dan produksi padi sawah D.I.Yogyakarta tahun 2013-2014 mengalami penurunan. Pada tahun 2013 produktivitas padi ladang sekitar

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

TEKNIK PENDUKUNG DITEMUKANNYA PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) SEBAGAI INANG ALTERNATIF BAGI HAMA PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (SCIRPOPHAGA INNOTATA)

TEKNIK PENDUKUNG DITEMUKANNYA PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) SEBAGAI INANG ALTERNATIF BAGI HAMA PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (SCIRPOPHAGA INNOTATA) Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 TEKNIK PENDUKUNG DITEMUKANNYA PURUN TIKUS (ELEOCHARIS DULCIS) SEBAGAI INANG ALTERNATIF BAGI HAMA PENGGEREK BATANG PADI PUTIH (SCIRPOPHAGA INNOTATA) ZAINUDIN DAN

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau

Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau Yunizar dan Jakoni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Fax. (0761) 674206; E-mail bptpriau@yahoo.com Abstrak Peningkatan produksi jagung

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA KECIL PADA TIGA HABITAT YANG BERBEDA DI LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH

KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA KECIL PADA TIGA HABITAT YANG BERBEDA DI LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA KECIL PADA TIGA HABITAT YANG BERBEDA DI LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH Muhammad Nasir, Yulia Amira dan Abdul Hadi Mahmud Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR Amir dan St. Najmah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN AGROVIGOR VOLUME 6 NO. 2 SEPTEMBER 2013 ISSN 1979 5777 145 PREFERENSI DAN EFIKASI RODENTISIDA BRODIFAKUM TERHADAP TIGA JENIS TIKUS HAMA Swastiko Priyambodo dan Rizky Nazarreta Dept. Proteksi Tanaman, Fak.

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Rattus rattus argentiventer Robb & Kloss.

TINJAUAN PUSTAKA. : Rattus rattus argentiventer Robb & Kloss. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Tikus Sawah Klasifikasi tikus sawah menurut Cipto et al.,(2009) adalah sebagai berikut: Phylum Sub phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies Sub Spesies : Chordata

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak APLIKASI TRAP BARRIER SYSTEM (TBS) UNTUK MENANGGULANGI HAMA TIKUS PADA PERTANIAN PADI RAMAH LINGKUNGAN DI SUBAK TIMBUL DESA GADUNG SARI, KECAMATAN SELEMADEG TIMUR, KABUPATEN TABANAN BALI. I Nyoman Ardika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Forensik adalah cabang ilmu kedokteran yang memberikan bantuan kepada penyidik untuk mendapatkan salah satu alat bukti baik untuk perkara pidana maupun perkara perdata

Lebih terperinci