PEMBAHASAN. Proses Produksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBAHASAN. Proses Produksi"

Transkripsi

1 PEMBAHASAN Proses Produksi Persemaian dan Nursery Media tanam untuk persemaian berupa rockwool merupakan pilihan yang baik, sebab menurut Resh (2004), rockwool dapat menyediakan oksigen, air, nutrisi dan dapat menunjang akar tanaman. Rockwool memiliki ruang pori sebanyak 95% dan memiliki kapasitas pegang air sebesar 80%. Keunggulan rockwool tersebut mampu memperbesar peluang benih berkecambah dengan baik dan dapat tumbuh menjadi bibit yang baik. Penelitian Susila dan Koerniawati (2004) juga menyatakan bahwa penggunaan media rockwool secara umum memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan dan bobot panen selada pada sistem teknologi hidroponik sistem terapung (THST). Proses pencelupan rockwool yang sebelumnya telah disusun benih di atasnya menurut penulis tidak efisien dan memiliki risiko yang sangat besar merusak susunan benih-benih. Benih-benih yang telah disusun dapat terlepas dan berpindah ke tempat yang lain. Masalah ini akan nampak ketika bibit sudah berumur 14 hari atau ketika bibit siap tanam. Pada saat penanaman, banyak ditemui bibit yang tumbuh pada satu tempat yang sama di slab rockwool. Bibit tersebut sulit untuk dipisahkan, karena akar kedua bibit tersebut telah menyatu, sehingga jika dipisahkan akan merusak akar bibit. Masalah ini akan berlanjut sampai pada saat penanaman. PIC cenderung menanam dua bibit yang berhimpitan tersebut pada satu lubang tanam, tanpa memisahkannya. Hasil dari metode penanaman yang demikian akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang berhimpitan tersebut kurang optimum, karena terbatasnya ruang bagi kedua tanaman tersebut untuk tumbuh. Selain masalah pertumbuhan, penanaman dua bibit dalam satu lubang tanam juga akan menyebabkan pemborosan bibit, dimana seharusnya satu lubang tanam diisi satu bibit, menjadi satu lubang tanam diisi dua bibit. Masalah lain yang akan timbul dengan metode pencelupan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah dapat mengakibatkan jumlah benih yang ditanam berkurang akibat benih hanyut dalam air. Walaupun pada saat pencelupan

2 42 dikerjakan dengan sangat hati-hati, tetapi ada risiko benih hanyut pada saat pencelupan, akibatnya jumlah benih disemai juga berkurang yang pada akhirnya akan memperkecil jumlah bibit yang tumbuh di greenhouse nursery. Masalah pencelupan seperti ini dapat diatasi dengan cara membasahi atau mencelupkan potongan rockwool terlebih dahulu sebelum disemai benih diatasnya. Mencelupkan rockwool terlebih dahulu ke dalam air, akan menghilangkan risiko benih hanyut dalam air dan juga menghilangkan risiko benih berpindah tempat. Dengan menghilangkan risiko-risiko tersebut, maka diiharapkan akan memperbesar peluang benih yang disemai tumbuh dengan optimal. Perlakuan perkecambahan yang dilakukan Amazing Farm di dalam ruang gelap dengan suhu berkisar antara o C sudah baik. Grubben dan Sukprakarn (1994) menyatakan bahwa benih selada akan berkecambah dalam kurun waktu empat hari, bahkan untuk benih yang viabel dapat berkecambah dalam waktu satu hari, pada suhu o C. Berikut ini daya berkecambah benih yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Daya Berkecambah Benih Selada Keriting, Lollorossa dan Romaine. Komoditas Rata-Rata Daya Berkecambah (%) Selada keriting Lollorossa Romaine Daya berkecambah benih romaine dan selada keriting sudah baik, hanya benih lollorossa saja yang memiliki daya berkecambah yang kurang baik, yaitu hanya sebesar 72.38%. Menurut Sunarjono (2010) untuk penanaman selada di lapang, daya berkecambah di atas 75% sudah dikatakan bagus. Penulis menduga bahwa hal ini disebabkan karena benih lollorossa kurang lama diberi perlakuan perendaman. Menurut Grubben dan Sukprakarn. (1994) benih selada sering menunjukkan kondisi dormansi, khususnya ketika benih disimpan pada suhu yang tinggi dan disemai pada tanah dengan temperatur di atas 24 0 C. Cara paling baik

3 43 untuk mematahkan dormansi adalah dengan menyimpan benih yang telah dibasahi dalam kulkas pada suhu C selama 1-3 hari. Amazing Farm tidak memproduksi secara terpisah antara bibit yang akan ditanam untuk budidaya aeroponik ataupun bibit yang akan ditanam untuk budidaya hidroponik DFT. Bibit-bibit tersebut diproduksi secara bersamaan dan berasal dari nursery yang sama. Bibit yang akan ditanam memiliki kriteria yang sama, yaitu berumur kurang lebih 14 hari dan memiliki daun sebanyak 2-3 helai. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa, meskipun memiliki umur yang sama, bibit tersebut memiliki tinggi yang bervariasi saat dipindah tanam. Bibit selada keriting yang digunakan memiliki kisaran tinggi cm, sedangkan bibit lollorossa berkisar pada tinggi cm, sedangkan bibit romaine memiliki kisaran tinggi cm. Data tersebut menunjukkan bahwa kisaran tinggi bibit berbeda cukup jauh. Penggunaan bibit yang tidak seragam akan berpeluang menghasilkan tanaman yang tidak seragam. Oleh sebab itu, sebaiknya dalam melakukan penanaman dilakukan seleksi terlebih dahulu, untuk mencari bibit yang memiliki tinggi yang lebih seragam. Produksi Sayuran Styrofoam yang digunakan Amazing Farm untuk media penyangga saat ditanam di dalam bak tanam dapat digunakan berulang kali, hingga mencapai masa pakai tiga tahun. beberapa styrofoam bahkan telah mengalami kerusakan dimana styrofoam tersebut sudah robek. Penggunaan styrofoam yang sudah rusak tidak baik untuk kegiatan produksi tanaman. Styrofoam yang rusak dapat mengurangi area penanaman dan juga menyebabkan celah yang dapat membuat cahaya matahari dapat langsung mengenai larutan nutrisi. Cahaya matahari yang langsung mengenai larutan nutrisi pada budidaya hidroponik DFT dapat memacu tumbuhnya ganggang hijau yang dapat mengurangi kadar oksigen di dalam larutan nutrisi. Kadar oksigen yang rendah di dalam larutan nutrisi dapat menyebabkan akar tanaman kekurangan oksigen sehingga dapat memicu proses fermentasi pada akar tanaman. Proses fermentasi ini dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Penggunaan styrofoam yang rusak pada budidaya aeroponik juga dapat memacu tumbuhnya ganggang yang

4 44 dapat menyumbat nozzle. Penggunaan styrofoam yang memiliki kondisi baik dapat menutup seluruh permukaan bak tanam, sehingga mengurangi kesempatan ganggang untuk tumbuh, sehingga dapat memperkecil peluang nozzle tersumbat oleh ganggang. Pada budidaya secara aeroponik, khususnya selada keriting, sering dijumpai kondisi tinggi tanaman yang tidak merata. Apabila dilihat dari jauh, tinggi tanaman selada keriting tidak seragam dan tampak seperti gelombang seperti pada Gambar 13. Kondisi ini disebabkan oleh tidak meratanya semprotan larutan nutrisi oleh nozzle di bawahnya. Semprotan nozzle tidak dapat mencapai akar tanaman yang berada tepat di atasnya, sehingga menghasilkan tanaman yang pendek pada bagian yang tepat berada di atas nozzle. namun tinggi pada bagian samping kiri dan kanannya (Gambar 14). Selada Akar Selada Nozzle Selang Semprotan Larutan Nutrisi Gambar 13. Ilustrasi Semprotan Nozzle Nozzle yang digunakan oleh Amazing Farm merupakan nozzle yang memiliki arah semprotan ke dua arah yang saling berlawanan (seperti kerucut terbalik). Bentuk semprotan seperti ini menghasilkan suatu bagian yang tidak mendapatkan semprotan nutrisi, yaitu pada bagian tepat di atas nozzle. Bagian ini seharusnya masih bisa mendapat semprotan nutrisi yang berasal dari nozzle disebelahnya, namun pada kenyataannya, semprotan nozzle tidak mampu menyemprotkan nutrisi pada bagian tersebut dengan sempurna, sehingga bagian tersebut hanya mendapatkan sedikit semprotan nutrisi.

5 45 A B Gambar 14. Masalah pada Budidaya aeroponik (A) Tinggi Tanaman Selada Keriting yang Tidak Merata (B) Selang yang Diganjal Styrofoam Bekas. Kondisi ini secara langsung dapat mengurangi produktivitas, dan keseragaman sebab tidak semua tanaman dalam satu bak menghasilkan ukuran yang besar secara seragam, melainkan ada beberapa yang kecil. Tanaman yang terlalu kecil tidak dapat dijual, sehingga akan mengurangi jumlah sayuran yang diproduksi. Upaya yang telah dilakukan untuk menganggulangi masalah ini adalah dengan mengganjal selang yang berada di dalam bak tanam dengan potongan styrofoam bekas, sehingga membuat kedudukan nozzle menjadi lebih tinggi, sehingga nozzle mampu saling mengisi bagian kosong seperti yang telah dijelaskan di atas, sehingga semprotan air mampu mengenai akar tanaman dengan lebih merata. Pertumbuhan Selada Keriting Tinggi tanaman. Tabel 5 menunjukkan bahwa tinggi bibit selada keriting (0 HST) menunjukkan tinggi yang berbeda, dimana bibit selada keriting untuk budidaya aeroponik lebih tinggi dibandingkan bibit selada keriting yang digunakan untuk budidaya hidroponik DFT. Hasil Uji-T student menunjukkan bahwa tinggi tanaman selada keriting mulai dari 5 HST hingga 30 HST dan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa selada keriting yang dibudidayakan secara hidroponik DFT mampu mengimbangi pertumbuhan tinggi tanaman selada keriting yang dibuidayakan secara aeroponik,

6 46 sehingga dapat dikatakan bahwa kedua teknik budidaya mampu menghasilkan tinggi tanaman selada keriting yang sama. Lebar daun. Tabel 5 menunjukkan lebar daun yang berbeda nyata pada 5 HST dan menunjukkan nilai yang tidak nyata pada 10 HST dan 15 HST, kemudian menunjukkan nilai yang nyata mulai dari 25 HST hingga 30 HST. Lebar daun selada keriting aeroponik saat panen menunjukkan nilai yang lebih baik jika dibandingkan dengan lebar daun selada keriting hidroponik DFT. Jumlah daun. Perkembangan jumlah daun selada keriting menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada 0, 5, 10 dan 15 HST kemudian menjadi berbeda nyata pada 20, 25 dan 30 HST. Jumlah daun selada keriting aeroponik pada saat panen (30 HST) sebanyak helai, sedangkan jumlah daun selada keriting hidroponik DFT sebanyak 7.50 helai. Tabel 5. Pertumbuhan Selada Keriting. Peubah Tinggi Tanaman Lebar Daun Jumlah Daun (helai) Panjang Akar Teknik Budidaya Umur Selada Keriting (HST) Aeroponik 7.49a 8.16a 8.62a 12.49a 16.74a 22.63a 26.27a DFT 5.92b 7.95a 10.40a 12.89a 15.29a 21.28a 24.77a Aeroponik 3.11a 3.92a 5.37a 9.14a 12.43a 15.43a 15.83a DFT 2.34b 3.20b 5.67a 8.51a 10.88b 12.85b 14.19b Aeroponik 3.00a 3.50a 4.10a 5.20a 6.90a 9.40a 10.10a DFT 3.00a 3.10a 3.70a 4.80a 6.00b 7.20b 7.50b Aeroponik 2.18a 6.75a 12.15a 19.44a 27.29a 36.91a 37.57a DFT 0.80b 3.30b 6.31b 6.96b 6.83b 8.38b 7.68b Keterangan: Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5% Panjang akar. Tabel 5 menunjukkan panjang akar yang berbeda nyata antara selada keriting aeroponik dan selada keriting hidroponik DFT mulai dari 0 HST sampai 30 HST atau pada saat panen. Pertumbuhan akar selada keritiing aeroponik lebih baik dibandingkan dengan selada keriting hidroponik DFT. Hal disebabkan oleh kondisi fisik akar selada keriting aeroponik menunjukkan penampakan yang berwarna putih, panjang, berserat banyak dan kuat, sedangkan

7 47 penampakan akar selada keriting hidroponik DFT menunjukkan kondisi fisik akar yang berwarna coklat, pendek dan rapuh. Menurut Resh (2004), akar yang sehat memiliki penampakan berwarna putih, tegar dan berserat banyak. Akar yang tidak sehat menunjukkan warna kecoklatan pada bagian ujung akar atau bagian akar. Penyebab akar cokelat pada selada keriting hidroponik DFT dapat disebabkan oleh serangan penyakit seperti serangan Phytium sp. Infeksi cendawan ini pada akar dapat menyebabkan akar cokelat, namun serangan cendawan ini menyebabkan tanaman menjadi kerdil Resh (2004). Hal ini tidak terjadi pada selada keriting hidroponik DFT di Amazing Farm. Pertumbuhan bagian tajuk selada keriting hidropnik masih tetap aktif tumbuh. Hal ini sama seperti yang dinyatakan oleh Juliansyah (2010) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa akar cokelat pada tanaman bayam tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi bayam. Kondisi akar selada keriting hidroponik DFT yang telah dijelaskan sebelumnya diduga karena akar selada keriting hidroponik DFT tersebut terendam dalam air sehingga tidak mendapat cukup udara, yang pada akhirnya menyebabkan akar menjadi kecoklatan dan tidak sehat. Lakitan (1993) menyatakan bahwa pada sistem perakaran yang tergenang biasanya akan terjadi proses fermentasi akibat oksigen yang tidak tersedia. Sistem budidaya hidroponik seperti ini menurut (Acquaah, 2009) memang dapat menimbulkan masalah aerasi pada akar. Walaupun larutan nutrisi dipompa dan dialirkan kembali menggunakan pompa, namun kondisi akar tetap menunjukkan penampakan berwarna kecoklatan. Menurut Resh (2004) masalah aerasi pada budidaya secara hidroponik dapat diatasi dengan menggunakan pompa atau kompresor yang digunakan untuk membuat gelembung-gelembung udara ke dalam bak tanam atau tangki nutrisi melalui pipa perforasi ataupun batu gelembung (airstoned). Laju pertumbuhan. Dilihat dari laju pertambahan tinggi tanaman (Gambar 15), lebar daun (Gambar 17) dan panjang akar selada keriting (Gambar 18), selada keriting aeroponik memberikan nilai yang lebih baik jika dibandingkan dengan selada keriting hidroponik DFT. Bahkan pertambahan pertumbuhan panjang akar selada keriting aeroponik memiliki nilai yang jauh lebih tinggi jika dibanding nilai pertambahan panjang akar selada keriting hidroponik DFT.

8 48 Pertambahan Tinggi Tanaman Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 15. Pertambahan Tinggi Tanaman Selada Keriting Pertambahan Jumlah Daun (hhelai) Umur tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 16. Pertambahan Jumlah Daun Selada Keriting Pertambahan Lebar Daun Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 17. Pertambahan Lebar Daun Selada Keriting

9 49 Pertambahan Panjang Akar Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 18. Pertambahan Panjang Akar Selada Keriting Selada keriting aeroponik memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan selada keriting hidroponik DFT, tetapi berdasarkan dari semua parameter yang diamati perbedaan yang paling signifikan tampak pada panjang akar. Panjang akar selada keriting aeroponik memiliki nilai hampir lima kali lipat lebih besar dibandingkan panjang akar selada keriting hidroponik DFT. Hal inilah yang diduga penulis memberikan kontribusi yang besar dalam perbedaan bobot panen selada keriting. Pertumbuhan Lollorossa Tinggi tanaman. Berdasarkan Tabel 6, hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman lollorossa, pada 0 dan 5 HST menunjukkan pertumbuhan antara dua teknik budidaya, yaitu aeroponik dan hidroponik DFT berbeda nyata. Tinggi tanaman pada budidaya aeroponik pada 5 HST sebesar 7.99 cm, sedangkan pada lollorossa yang ditanam dengan teknik hidroponik DFT sebesar 5.51 cm. Menginjak 10 HST sampai 30 HST, pertumbuhan tinggi tanaman pada kedua jenis budidaya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Walaupun menggunakan bibit yang tidak seragam, namun pada saat panen, tinggi tanaman lollorossa yang ditanam pada dua jenis teknik budidaya menunjukkan pertumbuhan tinggi yang tidak nyata.

10 50 Lebar daun. Bibit yang digunakan pada penanaman lollorossa memiliki ukuran yang berbeda antara yang ditanam pada budidaya aeroponik dan yang ditanam pada budidaya hidroponik DFT. Nilai keseregaman bibit lollorossa pada 0 HST menunjukkan nilai yang berbeda nyata, dimana bibit yang digunakan pada budidaya aeroponik memiliki lebar daun sebesar 4.32 cm, sedangkan pada budidaya hidroponik DFT sebesar 2.72 cm. Pada 5 HST sampai 20 HST, lebar daun lollorossa pada kedua jenis teknik budidaya tidak menunjukkan perbedaan. Perbedaan mulai terlihat saat tanaman menginjak umur 25 HST, dimana terjadi perbedaan yang nyata dengan rata-rata lebar daun lollorossa pada budidaya aeroponik sebesar 13,73 cm dan lebar daun lollorossa pada budidaya hidroponik DFT sebesar 11,21 cm. Pada usia 30 HST, lebar daun lollorossa pada kedua jenis teknik budidaya menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dengan rata-rata lebar daun lollorossa aeroponik lebih baik daripada lollorossa hidroponik DFT. Tabel 6. Pertumbuhan Lollorossa Pengamatan Tinggi Tanaman Lebar Daun Jumlah daun (helai) Panjang Akar Teknik Budidaya Umur Lollorossa (HST) Aeroponik 7.49a 7.99a 8.51a 9.62a 11.26a 15.44a 19.10a DFT 4.33b 5.51b 7.66a 9.55a 11.11a 13.79a 17.71a Aeroponik 4.32a 4.41a 5.26a 7.31a 9.81a 13.73a 15.35a DFT 2.72b 3.94a 5.50a 6.77a 9.46a 11.21b 13.02b Aeroponik 2.60a 3.40a 3.60b 4.30b 6.50a 8.60a 9.20a DFT 3.00a 3.10a 4.20a 5.20a 5.70b 6.90b 8.50b Aeroponik 2.45a 4.23a 9.43a 16.74a 29.89a 42.63a 41.64a DFT 1.68a 4.36a 6.76a 7.03b 6.87b 6.66b 7.37b Keterangan: Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5% Jumlah daun. Jumlah daun bibit lollorossa yang ditanam pada 0 HST, baik pada sistem budidaya secara aeroponik maupun hidroponik DFT menunjukkan angka yang hampir sama yaitu berkisar pada angka 3 helai daun. Pertumbuhan jumlah daun lollorossa yang dibudidayakan secara aeroponik pada rentang waktu 10 HST sampai 15 HST menunjukkan angka yang lebih rendah

11 51 daripada jumlah daun lollorossa yang dibudidayakan secara hidroponik DFT. Pada usia tanaman 20 HST, lollorossa yang ditanam dengan teknik budidaya aeroponik memiliki jumlah daun yang lebih banyak daripada jumlah daun lollorssa yang ditanam dengan teknik budidaya hidroponik DFT, dan menjadi lebih banyak bila dibandingkan dengan lollorossa yang ditanam dengan sistem budidaya hidroponik DFT. Pada saat panen, jumlah daun lollorossa yang ditanam dengan teknik aeroponik menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada lollorossa yang ditanam dengan teknik budidaya hidroponik DFT. Panjang akar. Pada Tabel 6, akar lollorossa kedua jenis teknik budidaya pada 5 HST dan 10 HST tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Panjang akar mulai menunjukkan perbedaan yang nyata pada 15 HST hingga panen yaitu pada 30 HST, panjang akar lollorossa pada teknik budidaya secara aeroponik memiliki nilai rata-rata cm, jauh lebih besar bila dibandingkan dengan akar lollorossa pada budidaya hidroponik DFT yang rata-ratanya hanya sebesar 7.37 cm. Sistem perakaran lollorossa yang dibudidayakan dengan teknik budidaya secara aeroponik jauh lebih baik. Akarnya lebat, berwarna putih, panjang dan sehat seperti halnya akar pada selada keriting aeroponik. Hal ini dikarenakan akar tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik memiliki aerasi yang baik, sehingga mampu tumbuh lebih optimal, sedangkan akar tanaman pada budidaya hidroponik DFT berwarna coklat, pendek, dan rapuh pada ujung-ujungnya. Laju pertumbuhan. Dilihat dari laju pertumbuhannya, lollorossa yang dibudidayakan secara aeroponik juga menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan lollorossa yang dibudidayakan secara hidroponik DFT. Semua parameter menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih baik walaupun pada 30 HST, parameter laju pertumbuhan jumlah daun (Gambar 20) dan lebar daun lollorossa (Gambar 21) pada kedua teknik budidaya berada pada titik yang kurang lebih sama. Namun dengan melihat analisis data sebelumnya, dapat diketahui bahwa lollorossa aeroponik dapat tumbuh lebih baik dengan menunjukkan perbedaan yang nyata pada lebar daun, jumlah daun dan panjang akar. Grafik laju pertambahan panjang akar lollorossa aeroponik (Gambar 22) pada 5 MST hingga 20 MST menunjukkan pertambahan yang sangat drastis, lalu mulai menurun pada 25 MST dan kemudian turun drastis pada 30 HST. Hal ini diduga karena akar

12 52 banyak yang patah saat perawatan, sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan akar lollorossa. Pertambahan Tinggi Tanaman Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 19. Pertambahan Tinggi Tanaman Lollorossa Pertambahan Jumlah Daun (helai) Umur tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 20. Pertambahan Jumlah Daun Lollorossa Pertambahan Lebar Daun Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 21. Pertambahan Lebar Daun Lollorossa

13 53 Pertambahan Panjang Akar Umur tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 22. Pertambahan Panjang Akar Lollorossa Pertumbuhan Romaine Tinggi tanaman. Tabel 7 menunjukkan bahwa mulai dari 0 HST sampai 25 HST, pertumbuhan tunggi tanaman romaine aeroponik maupun hidroponik DFT menunjukkan angka yang berbeda nyata. Pertumbuhan tinggi tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik DFT lebih baik daripada yang dibudidayan secara aeroponik. Romaine yang menjadi tanaman sampel dipanen pada usia 25 HST karena tanaman tersebut sudah mulai menunjukkan tanda-tanda diserang penyakit berupa blackspot. Supervisor panen kemudian mengambil tindakan dengan memanennya lebih awal untuk mengurangi serangan penyakit lebih parah. Tabel 7. Pertumbuhan Romaine Pengamatan Tinggi Tanaman Lebar Daun Jumlah Daun (helai) Panjang Akar Teknik Budidaya Umur Romaine (HST) Aeroponik 6.04b 6.79b 8.15b 12.36b 16.39b 22.45b DFT 8.15a 11.24a 14.38a 16.96a 20.86a 24.51a Aeroponik 1.61b 2.24b 3.03b 5.54b 7.61b 9.99a DFT 2.31a 3.46a 5.31a 7.17a 9.49a 10.02a Aeroponik 2.10b 3.30b 3.60b 5.10b 8.20a 10.10a DFT 3.60a 4.10a 5.80a 7.40a 8.60a 10.20a Aeroponik 1.57a 3.65a 8.73a 13.93a 23.59a 38.61a DFT 0.91a 2.79a 6.74b 6.72b 6.96b 9.59b Keterangan: Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5%

14 54 Jumlah daun. Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa jumlah daun bibit yang digunakan untuk menanam romaine berbeda antara yang ditanam dengan teknik budidaya aeroponik maupun yang ditanam dengan teknik hidroponik DFT. Bibit yang ditanam pada budidaya hidroponik DFT memilliki rata-rata jumlah daun yang lebih banyak. Pada 0 HST sampai 20 HST, jumlah daun romaine aeroponik lebih sedikit dibandingkan dengan romaine hidroponik DFT. Menginjak usia tanaman 25 terlihat bahwa jumlah daun romaine aeroponik dan hidroponik DFT saat panen adalah sama. Panjang akar. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada 0 dan 5 HST, panjang akar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara budidaya aeroponik dan hidroponik DFT. Perbedaan yang nyata mulai terlihat pada 15 HST sampai 25 HST, dengan rata-rata panjang akar romaine yang dibudidayakan secara aeroponik sebesar cm, jauh diatas nilai panjang akar romaine yang dibudidayakan secara hidroponik DFT yang rata-ratanya hanya sebesar 9.59 cm. Kondisi akar romaine hidroponik DFT juga menunjukkan penampakan yang sama seperti selada keriting hidroponik DFT dan lollorossa hidroponik DFT, yaitu berwarna coklat, pendek dan rapuh pada bagian ujungnya. Penulis menduga hal ini juga disebabkan oleh masalah aerasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada komoditas selada keriting dan lollorossa. Laju pertumbuhan. Laju pertambahan tinggi tanaman (Gambar 23) dan lebar daun romaine aeroponik (Gambar 25) lebih baik jika dibandingkan dengan laju pertambahan tinggi tanaman romaine hidroponik DFT. Hal ini bertentangan dengan analisis data yang menunjukkan bahwa pertumbuhan romaine hidroponik DFT lebih baik. Keadaan tersebut diduga karena penggunaan bibit yang memiliki ukuran yang berbeda cukup jauh, dimana secara umum bibit romaine yang ditanam pada budidaya hidroponik DFT lebih besar daripada bibit yang ditanam untuk budidaya aeroponik. Laju pertumbuhan akar romaine aeroponik meningkat drastis setiap periode, dan sangat berbeda jauh dengan laju pertumbuhan panjang akar romaine hidroponik DFT.

15 55 Pertambahan Tinggi Tanaman Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 23. Pertambahan Tinggi Tanaman Romaine Pertambahan Jumah Daun (Helai) Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 24. Pertambahan Jumlah Daun Romaine Pertambahan Lebar Daun Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 25. Pertambahan Lebar Daun Romaine

16 56 Pertambahan Panjang akar Umur Tanaman (HST) Aeroponik Hidroponik DFT Gambar 26. Pertambahan Panjang Akar Romaine Panen dan Pasca Panen Bobot Panen Tabel 8 menunjukkan bahwa bobot selada keriting dan romaine menunjukkan perbedaan yang nyata, dimana bobot selada keriting dan romaine menunjukkan nilai yang lebih baik. Lebar daun, jumlah daun dan juga panjang akar selada keriting menunjukkan perbedaan yang cukup nyata, dimana selada keriting yang dibudidayakan secara aeroponik menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan yang dibudidayakan secara hidroponik DFT. Tabel 8. Bobot Panen Selada Keriting, Lollorossa dan Romaine Teknik Budidaya Bobot per Tanaman Saat Panen (gram) Selada Keriting Lollorossa Romaine Aeroponik 89.00a 42.00a 93.00a DFT 53.00b 41.00a 59.00b Keterangan: Nilai pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5% Berdasarkan dari semua parameter yang diamati, perbedaan yang paling signifikan tampak pada panjang akar. Panjang akar selada keriting aeroponik memiliki nilai hampir lima kali lipat lebih besar dibandingkan panjang akar selada keriting hidroponik DFT. Hal inilah yang diduga penulis memberikan kontribusi yang besar dalam perbedaan bobot panen selada keriting. Hal yang sama diduga

17 57 terjadi pada romaine dimana panjang akar romaine aeroponik lebih panjang empat kali lipat daripada akar romaine hidroponik DFT. Bobot lollorossa tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara lollorossa yang ditanam dengan teknik budidaya aeroponik maupun hidroponik DFT. Dilihat dari semua parameter pertumbuhan tanaman lollorossa, hanya tinggi tanaman saja yang menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata, sedangkan jumlah daun, lebar daun dan juga panjang akar menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk memastikan hal tersebut. Produktivitas Analisis pertumbuhan selada keriting, lollorossa dan romaine menunjukkan kecenderungan bahwa budidaya secara aeroponik dapat memberikan hasil panen yang lebih baik. Hal ini juga dapat dilihat pada data produktivitas yang dimiliki Amazing Farm (data sekunder) pada bulan Maret-Mei 2011 (Gambar 28). Selada keriting, lollorossa dan romaine yang dibudidayakan secara aeroponik memang mampu memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan sayuran yang dibudidayakan secara hidroponik DFT. Produktivitas (kg/m2) Selada Keriting Lollorossa Romaine Aeropoik Komoditas Hidroponik DFT Gambar 27. Produktivitas Selada Keriting, Lollorossa dan Romaine Periode Maret-Mei 2011 (Data Sekunder) Berdasarkan data yang diperoleh selama periode bulan Maret hingga Mei 2011, produktivitas selada keriting yang dibudidayakan secara aeroponik sebesar

18 kg/m 2 atau memiliki potensi hasil sebesar 16 ton/ha, sedangkan selada keriting hidroponik DFT memiliki produktivitas sebesar 1.28 kg/m 2 atau memiliki potensi hasil sebesar 12 ton/ha. Potensi hasil selada aeroponik dan hidroponik DFT memiliki potensi hasil yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan potensi hasil selada keriting yang dibudidayakan secara konvensional yaitu sebesar 3-8 ton/ha (Grubben dan Sukprakarn, 1994). Menurut Resh (2004), potensi hasil untuk selada keriting yang dibudidayakan dengan media tanpa tanah (soiless) mencapai lb (4 082 kg) per acre, atau sekitar 10 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya selada keriting secara aeroponik ataupun hidroponik DFT yang dilakukan oleh Amazing Farm mampu menghasilkan produk yang lebih baik yang ditandai dengan potensi hasil selada keriting Amazing Farm lebih tinggi daripada yang dinyatakan di dalam literatur. Tanaman yang Tidak Dipanen Panen yang dilakukan oleh Amazing Farm pada pukul 6.30 WIB dan WIB merupakan pemilihan waktu yang tepat, sebab menurut Haguluha dan Natera (2007) waktu panen yang baik adalah pada waktu terdingin pada suatu hari, yaitu pada awal pagi ataupun pada sore hari jika ingin memanen sayuran yang akan dikirim ke daerah lain. Melakukan panen pada kedua waktu tersebut, akan mengurangi kerusakan hasil panen akibat transpirasi. Tabel 9. Presentase Tanaman yang Tidak Dipanen. Komoditas Tanaman yang Tidak Dipanen Aeroponik DFT.. (%). Selada Keriring 5.01a 3.98a Lollorossa 5.90a 4.99a Romaine 6.22a 7.50a Keterangan: Nilai pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5% Pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa presentase tanaman yang tidak dipanen pada tanaman selada kerititng aeroponik maupun hidroponik DFT menunjukkan angka yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa baik budidaya aeroponik maupun

19 59 hidroponik DFT mampu menghasilkan tanaman selada keriting yang baik, karena kurang lebih 93% tanaman dapat dipanen. Tanaman lolloroosa juga menunjukkan hal yang sama. Pada Tabel 9, presentase tanaman lollorossa aeroponik yang tidak dipanen sebesar 5.90% dan sebesar 4.99% pada budidaya secara hidroponik DFT. Angka tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman lollorossa dapat menghasilkan hasil panen yang sama baik saat dibudidayakan secara aeroponik maupun hidroponik DFT. Pada tanaman romaine, presentase tanaman yang tidak dipanen pada budidaya secara aeroponik sebesar 6.22%, sedangkan yang dibudidayakan secara hidroponik DFT sebesar 7.50%. Walaupun presentasenya sedikit lebih tinggi daripada selada keriting dan lollorossa, namun hasil panen romaine masih dianggap baik, sebab presentase tanaman yang dapat dipanen masih diatas 90%. Kehilangan hasil Pada Tabel 10 disajikan data pada aspek pasca panen tiga jenis selada. Selada keriting menunjukkan angka yang tidak berbeda nyata pada tanaman yang mengalami sortasi baik pada tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik maupun hidroponik DFT. Lollorossa juga menunjukkan hasil analisis perlakuan pasca panen yang sama seperti hasil yang ditunjukkan oleh selada keriting, sehingga tanaman yang dihasilkan dari kedua teknik budidaya tersebut baik. Analisis data tanaman yang tidak memenuhi standar packing untuk romaine menunjukkan angka yang berbeda nyata. Romaine yang dibudidayakan secara aeroponik menunjukkan angka yang lebih kecil, yaitu sebesar 2.65%, sehingga romaine yang dibudidayakan secara aeroponik dapat menghasilkan kualitas tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan romaine hidroponik DFT. Pada semua komoditas, hasil analisis data (Tabel 10) menunjukkan bahwa rompesan daun yang dilakukan terhadap tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik dan hidroponik DFT tidak berbeda nyata. Rompesan daun pada selada keriting berkisar pada angka 24%, sedangkan pada romaine 27%. Lollorossa yang dibudidayakan secara hidroponik DFT menunjukkan angka yang lebih besar yaitu

20 60 sebesar 19.83% daripada lollorossa yang dibudidayakan secara seroponik yaitu sebesar 15.71%. Komoditas Tabel 10. Kehilangan Hasil saat Perlakuan Pasca Panen Selada Keriting Teknik Budidaya Sortasi Rompesan Daun Kehilangan Hasil.. (%)... Aeroponik 6.40a 24.09a 30.50a DFT 1.94a 24.01a 25.96a Lollorossa Aeroponik 6.25a 15.71a 21.96a DFT 6.60a 19.83a 26.40a Romaine Aeroponik 2.65b 27.05a 29.70b DFT 7.82a 27.34a 35.16a Keterangan: Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5% Kehilangan hasil selada keriting akibat sortasi dan rompesan daun pada teknik budidaya aeropoonik maupun hidroponik DFT tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, yaitu sebesar 30.50% pada selada keriting aeroponik, dan 25.96% pada selada keriting hidroponik DFT. Lollorossa juga menunjukkan hasil analisis data yang tidak berbeda nyata, dengan rata-rata kehilangan hasil sebesar 21.96% pada lollorossa aeroponik dan 26.40% pada lollorossa hidroponik DFT. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh romaine dimana hasil analisis data menunjukkan bahwa kehilangan hasil antara romaine aeroponik dan hidroponk menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Kehilangan hasil romaine aeroponik sebesar 29.70%, lebih baik jika dibandingkan dengan romaine hidroponik DFT yang menunjukkan rata-rata kehilangan hasil sebesar 35.16%. Kehilangan hasil akibat perompesan daun di Amazing Farm termasuk tinggi, hal ini dilakukan demi menjaga kondisi produk agar konsumen yang membeli mendapatkan produk yang bersih dan berkualitas. Faktor-faktor penyebab dilakukannya perompesan daun di Amazing Farm diantaranya karena tiga hal berikut ini, yaitu perlakuan perompesan daun akibat daun rusak diserang hama, perompesan daun akibat penyakit, dan perompesan daun yang dilakukan terhadap daun tua atau kerusakan mekanis. Perompesan

21 61 dilakukan dengan cara membuang daun terluar seperti yang dinyatakan oleh Haguluha dan Natera (2007) bahwa perlakuan perompesan daun dilakukan terhadap daun yang kering (berwarna cokelat) yang terdapat pada bagian dasar atau bagian paling luar termasuk daun yang rusak atau memar juga harus dibuang. Data perompesan daun (Tabel 11) yang dilakukan terhadap selada keriting baik yang ditanam secara aeroponik maupun hidroponik DFT, kebanyakan dlakukan karena faktor daun tua/mekanis. Nilai perompesan daun akibat daun tua/mekanis pada selada keritng menunjukkan angka yang berbeda nyata, dimana nilai pada selada keriting aeroponik lebih kecil yaitu sebesar 76.90%. Perompesan daun akibat hama atau penyakit memiliki presentase yang kecil. Namun pada selada keriting hidroponik DFT, perompesan akibat serangan penyakit cukup tinggi, yaitu sebesar 22.53% dan menunjukkan nilai yang berbeda nyata dibandingkan dengan nilai pada selada keriting aeroponik. Penyakit yang biasa menyerang daun sehingga harus mendapat perlakuan perompesan adalah penyakit black spot. Apabila terdapat daun yang terkena black spot, maka karyawan di packing house harus membuang seluruh bagian daun tersebut untuk menjaga kualitas produk, meskipun bercak black spot yang terlihat kecil. Tabel 11. Perlakuan Perompesan Daun Komoditas Selada Keriting Lollorossa Romaine Teknik Budidaya Perompesan Daun Hama Penyakit Daun Tua/ Mekanis (%)... Aeroponik 0.89a 1.43a 97.68a DFT 0.57a 22.53b 76.90b Aeroponik 10.34a 27.59a 62.07a DFT 0.57a 22.53a 76.90a Aeroponik 3.13a 29.39a 67.48a DFT 5.00a 20.50a 74.50a Keterangan: Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada taraf 5% Perompesan daun lollorossa kebanyakan dilakukan terhadap daun tua, seperti halnya pada selada keriting. Namun tidak seperti selada keriting, nilai perompesan daun akibat penyakit pada lollorossa cukup tinggi, baik pada lollorossa aeroponik maupun lollorossa hidroponik DFT. Penyakit yang

22 62 menyerang lollorossa juga sama seperti selada keriting yaitu black spot. Nilai perompesan daun akibat hama juga cukup tinggi pada lollorossa aeroponik yaitu sebesar 10.34%. Daun yang dirompes akibat serangan hama memiliki ciri-ciri berupa gerigitan pada daun, selain itu juga terdapat kotoran ulat pada bagian dalam pangkal batang dan juga terdapat luka seperti koreng pada bagian pangkal batang bagian dalam akibat serangan kutu daun. Perompesan daun romaine akibat daun tua/mekanis juga tinggi seperti selada keriting dan lollorossa, sedangkan untuk perompesan daun akibat penyakit memiliki presentase sebesar 29.39% untuk romaine aeroponik, sedangkan untuk romaine hidroponik DFT memiliki presentasr yang lebih kecil yaitu 20.50%. Rata-rata kehilangan hasil sebesar kurang lebih 30% untuk semua komoditas, menandakan bahwa dari total produksi kotor sayuran yang dihasilkan, hanya 70% saja yang merupakan produk bersih (net product). Angka ini memang cukup besar jika dibandingkan SOP perusahaan yang hanya menghendaki kehilangan hasil sayuran yang hanya sebesar 15%. Hal yang menjadi sumber kehilangan hasil terbesar adalah perompesan daun akibat kerusakan mekanis atau daun tua. Kerusakan mekanis dapat terjadi akibat sayuran disusun terlalu padat di dalam kontainer atau terjadi kerusakan selama pengangkutan ke packing house. Daun yang rusak tersebut menyebabkan perompesan daun tidak hanya dilakukan daun tua (daun terluar) saja, melainkan beberapa daun pada bagian dalam yang juga mengalami kerusakan. Daun yang rusak tersebut terpaksa harus dibuang untuk menjaga kualitas produk. Hal inilah yang diduga menyebabkan kehilangan hasil menjadi besar. Analisis Usaha Tani Budiaya Selada Aeroponik Asumsi budidaya selada aeroponik yang diusahakan, berada pada lahan seluas m 2 dengan menggunakan greenhouse tipe bulbo dengan bahan dasar alumunium dengan luas greenhouse m 2. Asumsi ini berdasarkan pada luas greenhouse C yang terdapat di Amazing Farm, Kebun Cikahuripan yang memiliki luas sekitar 2000 m 2. Greenhouse C diambil sebagai contoh, sebab greenhouse ini

23 63 mampu menghasilkan selada keriting dengan produktivitas yang paling tinggi diantara greenhouse lainnya, yaitu sebesar 1.77 kg/m 2 (Lampiran 3) Usaha budidaya selada keriting ini akan membutuhkan biaya investasi sebesar Rp dan biaya operasional per tahun sebesar Rp Biaya yang dikeluarkan cukup mahal, namun biaya ini sebanding dengan pemasukan yang akan didapatkan, dimana pemasukan setiap tahun dari penjualan selada aeroponik mencapai Rp per tahun. Angka tersebut berdasarkan asumsi dalam satu bulan, kegiatan panen dilakukan sebanyak 26 kali dengan jumlah bak yang dipanen setiap harinya sebanyak 10 bak tanam (40m 2 ) dan dengan produktivitas sebesar 1.63 kg/m 2. Kegiatan panen sebanyak 26 kali dihitung berdasarkan kegiatan panen yang dilakukan oleh Amazing Farm, yaitu sebanyak kurang lebih 26 kali dalam satu bulan. Jumlah bak yang dipanen sebanyak 10 bak per hari berdasarkan perhitungan jumlah total bak tanam yaitu sebanyak 260 bak tanam dibagi dengan jumlah hari panen per bulannya yaitu sebanyak 26 kali, sehingga didapatkan hasil sebesar 10 bak tanam yang dipanen setiap harinya. Perhitungan jumlah total bak tanam sebanyak 260 buah berdasarkan diskusi yang dilakukan oleh penulis dengan karyawan Amazing Farm yang menyatkan bahwa dalam budidaya aeroponik dan hidroponik DFT, pengaturan jumlah bak tanam lebih berdasarkan pada optimalisasi kekuatan semprotan pompa daripada optimalisasi lahan. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 3 yang menunjukkan bahwa rata-rata luas produktif dibandingkan dengan luas greenhouse sebesar 57.21%. Net B/C adalah manfaat bersih yang menguntungkan terhadap bisnis yang dihasilkan setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut (Nurmalina et al., 2009). Dengan kata lain, net B/C adalah manfaat bersih yang diterima oleh suatu perusahaan untuk setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan untuk suatu usaha. Suatu usaha dikatakan layak apabila memiliki nilai net B/C lebih besar dari Net B/C dari usaha ini mencapai 2.48, sehingga dapat dikatakan layak karena memenuhi syarat net B/C lebih besar dari IRR (Internal Rate of Return) adalah tingkat pengembalian yang dapat diberikan oleh suatu usaha yang dijalankan, yang berasal dari investasi yang digunakan. IRR dinyatakan dalam

24 64 presentase. Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari faktor diskonto yang berlaku. IRR yang dimiliki usaha budidaya selada aeroponik menunjukkan nilai yang baik, yaitu sebesar 32.64%, jauh lebih besar dari diskon faktor yang berlaku yaitu 17% (bunga deposito). Periode pengembalian (payback periode) adalah waktu yang dibutuhkan untung mengembalikan lagi uang investasi. Periode pengembalian untuk budidaya selada aeroponik adalah selama 4 tahun. Perhitungan analisis usaha tani usaha budidaya selada aeroponik secara rinci dilampirkan pada Lampiran 6. Budidaya Selada Hidroponik (DFT) Budidaya selada hidroponik menggunakan sistem DFT dengan menggunakan asumsi luas lahan dan luas greenhouse yang sama dengan budidaya selada aeroponik membutuhkan biaya investasi sebesar Rp Pemasukan per tahun yang didapatkan dari penjualan selada adalah sebesar Rp , Nilai ini lebih kecil bila dibandingkan dengan pemasukan selada aeroponik. Hal ini disebabkan oleh produktivitas selada hidroponik DFT yang lebih kecil, dimana produktivitas maksimal hanya mencapai 1.30 kg/m 2. Net B/C yang diperoleh dari usaha budidaya selada hidroponik DFT adalah 1.85 dengan IRR 19.6%. periode pengembalian lebih lama daripada usaha budidaya selada aeroponik, yaitu selama 5.3 tahun. Perhitungan analisis usaha tani usaha budidaya selada aeroponik secara rinci dilampirkan pada Lampiran 8. Apabila dibandingkan antara biaya investasi yang dikeluarkan dan juga pendapatan yang diterima, maka usaha budidaya selada secara aeroponik lebih menjajikan dibandingkan usaha budidaya selada secara hidroponik DFT. Walaupun biaya investasi dan operasional per tahunnya mahal, analisis usaha tani budidaya selada keriting aeroponik menunjukkan nilai Net B/C, IRR dan juga payback period yang lebih baik dibandingkan usaha budidaya hidroponik (DFT).

Pengelolaan Aspek Produksi dan Pasca Panen Sayuran Daun Secara Aeroponik dan Hidroponik : Studi Kasus Lembang, Bandung

Pengelolaan Aspek Produksi dan Pasca Panen Sayuran Daun Secara Aeroponik dan Hidroponik : Studi Kasus Lembang, Bandung Pengelolaan Aspek Produksi dan Pasca Panen Sayuran Daun Secara Aeroponik dan Hidroponik : Studi Kasus Lembang, Bandung Production and Post Harvest Management of Leafy Vegetables in Aeroponic and Hydroponic

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Magang Metode Pelaksanaan

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Magang Metode Pelaksanaan METODE MAGANG Tempat dan Waktu Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Amazing Farm, Kebun Cikahuripan, Kampung Pojok, Desa Cikahuripan RT 5 RW 1, Kecamatan Lembang, Bandung - Jawa Barat, mulai bulan Maret

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG 20 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Kegiatan teknis yang dilakukan pada saat magang meliputi kegiatan budidaya sayuran aeroponik dan DFT serta kegiatan pemasaran. Kegiatan budidaya tanaman sayuran

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah, Letak Wilayah Administratif dan Letak Geografis PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis khususnya di bidang sayuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Selada Aeroponik Penyemaian Tugas utama dari kegiatan penyemaian adalah menyediakan bibit-bibit tanaman sehingga persediaan bibit untuk ditanam selalu tersedia setiap hari.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan, Letak Geografis, dan Keadaan Iklim

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan, Letak Geografis, dan Keadaan Iklim 12 KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan, Letak Geografis, dan Keadaan Iklim PT Momenta Agrikultura (Amazing Farm) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis khususnya budidaya sayuran hidroponik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2014 di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboraturium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan (RSDAL)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ROMMY ANDHIKA LAKSONO

PENDAHULUAN ROMMY ANDHIKA LAKSONO PENDAHULUAN Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di 1 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di Greenhouse dan Ruang Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN

III. TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green House untuk melakukan fermentasi dari urin kelinci dan pengomposan azolla, dilanjutkan dengan pengaplikasian pada

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian 2 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Pada saat penelitian berlangsung suhu dan RH di dalam Screen house cukup fluktiatif yaitu bersuhu 26-38 o C dan berrh 79 95% pada pagi hari pukul 7.

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang bertempat di Lapangan (Green House) dan Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015 di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan (RSDAL), Jurusan Teknik Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Greenhouse

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Greenhouse III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di Greenhouse Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di III. TATA CARA PENELITIAN A. Rencana Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di Laboratorium Penelitian, Lahan Percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EVALUASI KELAYAKAN TEKNIS Parameter yang digunakan untuk melakukan evaluasi kelayakan teknis antara lain adalah keseragaman debit aliran, keseragaman konduktivitas listrik (EC),

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Greenhouse Jurusan Bioloi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, pada bulan Maret

Lebih terperinci

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika

HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN. Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika HIDROPONIK SUBSTRAT TOMAT DENGAN BERAGAM UKURAN DAN KOMPOSISI SERAT BATANG AREN Dwi Harjoko Retno Bandriyati Arniputri Warry Dian Santika LIMBAH SERAT BATANG AREN SEBAGAI SUBSTRAT ORGANIK PADA HIDROPONIK

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area, Jalan Kolam No.1 Medan Estate kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu penyemaian benih dan penanaman

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

Baiklah sekarang saya lanjut mengenai cara menanam secara hidroponik.

Baiklah sekarang saya lanjut mengenai cara menanam secara hidroponik. BERKEBUN HIDROPONIK 5 LANGKAH MUDAH MEMBUAT KEBUN HIDROPONIK Hai sahabat Paket Berkebun kali ini saya akan membahas mengenai cara menanam yang modern banget nih, yaitu menanam secara hidroponik. Tentu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

Hidroponik Untuk Pemula. Feri Ferdinan

Hidroponik Untuk Pemula. Feri Ferdinan Hidroponik Untuk Pemula Feri Ferdinan A. 0813-1100-5930 Hidroponik Bercocok tanam menggunakan media air, hidroponik adalah bercocoktanam tanpa menggunakan media tanah. Soilless 2 Media Tanam Rockwool,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penanaman bayam dilakukan sebanyak tiga kali penanaman. Pertumbuhan tanaman bayam baik pada ketiga perlakuan interval pemberian hara.tanaman dibudidayakan dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 Juni 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 Juni 2015 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 Juni 2015 di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung. 3.2

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sayuran. Kebutuhan pupuk untuk pertanian semakin banyak sebanding dengan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PASCA PANEN BUNGA

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PASCA PANEN BUNGA TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PASCA PANEN BUNGA Ir Sitawati, MS Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang Disampaikan dalam Kegiatan Pelatihan Pengembangan Model Pemasaran Tanaman Hias/Bunga di Kota Batu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2015, di rumah plastik Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. aquades, larutan hara hidroponik standart AB Mix (KNO 3, Ca(NO 3 ) 2,K 2 SO 4,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. aquades, larutan hara hidroponik standart AB Mix (KNO 3, Ca(NO 3 ) 2,K 2 SO 4, BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kompleks Citra Arkadia Jl. Bunga Wijaya Padang Bulan, Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR 20 III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Kenteng Rt 08 Rw 02, Desa Sumberejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di 12 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di Laboraturium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan, Jurusan Teknik Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan ini terdiri dari 6 perlakuan, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. Penah atau pensil, Buku pengamatan. C.

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. Penah atau pensil, Buku pengamatan. C. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiayah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan salama dua bulan April

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green house Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret 2016. B. Penyiapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BUDIDAYA GREEN BUTTERHEAD (Lactuca sativa var. capitata L.) SECARA HIDROPONIK SISTEM NFT DENGAN MEDIA TANAM ROCKWOOL

BUDIDAYA GREEN BUTTERHEAD (Lactuca sativa var. capitata L.) SECARA HIDROPONIK SISTEM NFT DENGAN MEDIA TANAM ROCKWOOL LAPORAN TUGAS AKHIR BUDIDAYA GREEN BUTTERHEAD (Lactuca sativa var. capitata L.) SECARA HIDROPONIK SISTEM NFT DENGAN MEDIA TANAM ROCKWOOL Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Alat dan Bahan Peneltian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Alat dan Bahan Peneltian 18 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di green house Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2017 sampai Juli 2017. B. Alat dan Bahan Peneltian Peralatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kailan (Brassica oleraceae var achepala) atau kale merupakan sayuran yang masih satu spesies dengan kol atau kubis (Brassica oleracea) (Pracaya, 2005). Kailan termasuk

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV. PRAKTEK PEMBIBITAN DAN TRANSPLANTING

BAB IV. PRAKTEK PEMBIBITAN DAN TRANSPLANTING Deskripsi Singkat BAB IV. PRAKTEK PEMBIBITAN DAN TRANSPLANTING Pokok Bahasan : Praktek Pembibitan dan Transplanting Waktu : 2 (satu) kali tatap muka pelatihan Tujuan : Agar Praja mampu menjelaskan dan

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Kegiatan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Desa Sidoharjo Rt 5 Rw 10 Kelurahan Banaran Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

BAB III TATA PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas akhir Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan pada lahan yang bertempat pada Di Dusun

BAB III TATA PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas akhir Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan pada lahan yang bertempat pada Di Dusun 16 BAB III TATA PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas akhir Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan pada lahan yang bertempat pada Di Dusun Kwojo Wetan Rt 15 Rw 3 Desa Jembungan Kecamatan Banyudono

Lebih terperinci

Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) pada Teknik Hidroponik melalui Pengaturan Populasi Tanaman

Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) pada Teknik Hidroponik melalui Pengaturan Populasi Tanaman Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) pada Teknik Hidroponik melalui Pengaturan Populasi Tanaman Productivity Increasement and Water Consumption Efficiency

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

Tata Cara penelitian

Tata Cara penelitian III. Tata Cara penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan, Labaratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Kegiatan Tugas Akhir (TA) akan dilaksanakan pada lahan kosong yang bertempat di Dusun Selongisor RT 03 / RW 15, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BUDI DAYA. Kelas VII SMP/MTs. Semester I

BUDI DAYA. Kelas VII SMP/MTs. Semester I BUDI DAYA 122 Peta Materi IV Budi daya Tanaman Sayuran Jenis-Jenis Tanaman Sayuran Alternatif Media Tanam Tanaman Sayuran Tujuan Pembelajaran Prakarya 123 Bab IV Budi Daya Tanaman Sayuran Gambar 4.1 Tanaman

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan Percobaan dan Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PROSES PRODUKSI DAN PASCA PANEN SELADA

PENGELOLAAN PROSES PRODUKSI DAN PASCA PANEN SELADA PENGELOLAAN PROSES PRODUKSI DAN PASCA PANEN SELADA (Lactuca sativa L.) SECARA AEROPONIK DAN HIDROPONIK DEEP FLOW TECHNIQUE DI AMAZING FARM, LEMBANG, BANDUNG BENNY RAHARDIAN PRAWOTO A24070191 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci