LISTRIK. umum dan pembahasan secara terperinci untuk setiap persamaan. kriteria ekonomi (economic a priori criteria), kriteria statistik (statistical

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LISTRIK. umum dan pembahasan secara terperinci untuk setiap persamaan. kriteria ekonomi (economic a priori criteria), kriteria statistik (statistical"

Transkripsi

1 V. PEMBAHASAN HASIL ESTIMASI MODEL SUBSIDI HARGA LISTRIK Bagian ini membahas hasil estimasi dari mode l yang dibangun dalam penelitian ini. Pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penjelasan secara umum dan pembahasan secara terperinci untuk setiap persamaan Gambaran Umum Hasil estimasi mode l subsidi listrik dievaluasi dengan tiga kriteria, yaitu kriteria ekonomi (economic a priori criteria), kriteria statistik (statistical criteria), dan kriteria ekonometrik (econometric criteria). Program estimasi dan hasil estimasi mode l selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 da n Lampiran 4. Berdasarkan kriteria ekonomi, hasil estimasi parameter setiap persamaan struktural dalam model subsidi listrik di Indo nesia yang diajukan adalah sesuai harapan. Hal ini ditunjukkan dengan tanda dan besaran nilai estimasi parameter yang menggambarka n hubungan antara variabe l endo gen dengan variabe l penjelasnya. Dilihat berdasar kriteria statistik, hasil estimasi model juga menunjukkan hasil yang cukup baik. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) setiap persamaan struktural yang relatif tinggi yaitu berkisar antara 0.73 sampai 0.99 menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan 73 persen sampai 99 persen keragaman variabel-variabel endo gennya. Uji-F digunakan untuk mengetahui apakah model layak digunakan atau tidak dengan melakukan pengujian terhadap hubungan antara variabel tak bebas

2 86 dengan sekelompok variabel bebas. Nilai statistik uji-f yang dihasilka n cukup tinggi dengan Pr > F semuanya kurang dari 0.01, yang dapat diimpretasikan bahwa variabel-variabel penjelas dalam setiap persamaan struktural secara be rsama-sama mempengaruhi secara nyata variabel-variabel endo gennya. Hasil statistik uji-t untuk menguji apakah suatu variabel penjelas secara individu berpe ngaruh terhadap variabel endogennya atau tidak menunjukan bahwa secara statistik sebagian besar variabel penjelas secara individu berpengaruh secara nyata sampai level kesalahan (α) 40 persen. Namun terdapat beberapa variabel penjelas dalam mode l yang secara statistik tidak berpengaruh terhadap variabel endo gennya. Berdasar nilai statistik Durbin-Watson (DW) dan juga nilai Durbin-h mengindikasikan adanya masalah autokorelasi. Masalah ini sering muncul pada penelitian bidang ekonomi yang disebabkan adanya keterkaitan antar variabel. Karena disertasi ini adalah penelitian di bidang ekonomi, maka lebih mengutamakan kriteria ekonomi daripada kriteria statistik maupun ekonometrik. Berdasarkan hasil pengujian estimasi parameter-parameter tersebut, maka model yang digunakan dalam penelitian ini cukup baik dalam menjelaskan perilaku konsumsi dan subsidi listrik di Indonesia Penjelasan Persamaan Pada bagian ini akan dijelaskan secara terperinci setiap persamaan yang digunakan dalam penelitian ini Blok Produksi Tenaga Listrik Secara keseluruhan produksi tenaga listrik berasal dari tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri dari generator yang dimiliki maupun sewa da n tenaga listrik

3 87 yang dibe li da ri perusahaan lain (IPP). Hasil estimasi persamaan yang berkaitan dengan produksi tenaga listrik menunjukkan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat pe njelas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R 2 ) yang berkisar antara 0.76 sampai dengan 0.99, yang berarti bahwa variabelvariabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 76 persen sampai dengan 99 persen keragaman variabel-variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-f, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai kurang dari 0.01, yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabelvariabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1. Tenaga Listrik Produksi Sendiri Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah tenaga listrik yang diprod uks i sendiri dapat dilihat pada Tabel 17. Dari Tabel 17 tersebut dapat dilihat bahwa hanya variabel tenaga listrik yang dibeli, tenaga listrik terjual, dan produksi sendiri tahun sebelumnya yang berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Nilai parameter dugaan konsumsi batu bara sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Respo n jumlah tenaga listrik yang diprod uks i sendiri terhadap peruba han jumlah konsumsi batu bara bersifat tidak elastis baik untuk jangka pe ndek maupun jangka pa njang. Ini berarti perubahan jumlah konsumsi batu bara yang sifatnya sementara maupun jangka pa njang tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Nilai parameter dugaan konsumsi gas alam sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Respo n jumlah tenaga listrik yang diprod uks i

4 88 sendiri terhadap perubahan jumlah konsumsi gas alam bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah konsumsi gas alam yang sifatnya sementara maupun jangka panjang tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Tabel 17. Hasil Persamaan Produksi Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept A QBBM (Jumlah Konsumsi BBM) QBTB (Jumlah Konsumsi batubara) A QGAS (Jumlah Konsumsi Gas Alam) A LPRODSDR (Lag Jumlah Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri) A Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Konsums i Bahan Bakar Sebagian besar pembangkit yang dimiliki PLN menggunakan bahan bakar BBM, batubara, dan gas alam yang mencapai persen dari total produksi atau persen dari total tenaga listrik yang diproduksi sendiri. Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi BBM dapat dilihat pada Tabel 18. Dari Tabel 18 tersebut dapat dilihat bahwa konsumsi BBM dipengaruhi secara nyata oleh tenaga listrik yang diproduksi dan konsumsi BBM tahun sebelumnya. Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diprod uks i sendiri sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan kenaika n tenaga listrik yang diprod uksi aka n memicu ke naikan permintaan BBM.

5 Ini terjadi karena penggunaan BBM untuk memproduksi tenaga listrik masih cukup tinggi. Pada tahun 2009 total produksi listrik yang menggunakan BBM mencapai persen. Respon konsumsi BBM terhadap perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Ini berarti perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada konsumsi BBM, tetapi memberikan respon pada jangka panjang. Tabel 18. Hasil Persamaan Konsumsi BBM, Tahun Pr > t Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept PBBM (Harga BBM Dalam Negeri) PRODSDR (Jumlah Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri) D D LQBBM (Lag Jumlah Konsumsi BBM) A Adj-R 2 = ; F-hitung = 25.99; Pr > F = <0.0001; D-h = Jumlah konsumsi BBM juga dipengaruhi oleh konsumsi BBM tahun sebelumnya. Ini artinya jika tahun lalu konsumsi BBM naik sebesar kilo liter, maka konsumsi BBM tahun sekarang naik sebesar 813 kilo liter. Sementara hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi batubara dapat dilihat pada Tabel 19. Dari Tabe l 19 tersebut dapat dilihat bahwa tidak semua variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi batubara. Hanya besarnya produksi listrik dan konsumsi batubara tahun sebelumnya yang berpengaruh terhadap konsumsi batubara. 89

6 90 Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diprod uks i sendiri sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan kenaika n tenaga listrik yang diproduksi akan memicu kenaikan permintaan batubara. Ini terjadi karena bahan bakar utama dalam memproduksi tenaga listrik. Pada tahun 2009 total produksi listrik yang dibangkitkan dengan bahan bakar batubara mencapai persen. Respon konsumsi batu bara terhadap perubahan tenaga listrik yang diprod uksi sendiri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Ini berarti perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada konsumsi batubara, tetapi memberikan respon pada jangka panjang. Tabel 19. Hasil Persamaan Konsumsi Batubara, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept A PBTB (Harga Batubara Dalam Negeri) PRODSDR (Jumlah Tenaga Listrik Yang Diproduksi Sendiri) A PBBM (Harga BBM) LQBTB (Lag Konsumsi Batubara) A Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Jumlah konsumsi batubara juga dipengaruhi oleh konsumsi batubara tahun sebelumnya. Ini artinya jika tahun lalu konsumsi batubara naik sebesar ton, maka konsumsi batubara tahun sekarang naik sebesar 539 ton. Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi gas alam dapat dilihat pada Tabel 20. Dari Tabe l 20 tersebut dapat dilihat bahwa variabel harga gas,

7 tenaga listrik yang dibangkitkan sendiri, dan konsumsi BBM berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi batubara. Nilai parameter dugaan variabel harga gas alam sebesar dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan harga gas alam akan memicu penurunan permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap perubahan harganya bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan harga gas alam tidak memberikan respon pada konsumsinya. Tabel 20. Hasil Persamaan Konsumsi Gas Alam, Tahun Pr > t Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept PGAS (Harga Gas Alam Dalam Negeri) A PRODSDR (Jumlah Tenaga Listrik yang Diproduksi Sendiri) A QBBM (Jumlah Konsumsi BBM) A QBTB (Jumlah Konsumsi Batubara) D C Adj-R 2 = 0.764; F-hitung = 13.3; Pr > F = ; DW = Nilai parameter dugaan variabel tenaga listrik yang diproduksi sendiri sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini menunjukkan kenaika n tenaga listrik yang dipr od uks i aka n memicu ke naika n permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri bersifat elastis, yang menujukkan bahwa perubahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri memberikan respon pada konsumsi gas alam. 91

8 92 Nilai parameter dugaan variabel konsumsi BBM sebesar dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan konsumsi BBM akan memicu penurunan permintaan gas alam. Respon konsumsi gas alam terhadap perubahan konsumsi BBM bersifat elastis, ini berarti perubahan konsumsi BBM akan memberikan respon pada konsumsi gas alam. Ketika terjadi krisis ekonomi tahun konsumsi gas alam mengalami penurunan sebesar MMSCF. Ini dapat terjadi karena ketika terjadi krisis ekonomi keuangan PLN menjadi tidak sehat, sehingga dilakukan berbagai penghematan untuk mengurangi kerugian perusahaan yang lebih parah. Besarnya konsumsi bahan bakar sangat tergantung harganya. Hasil pendugaan parameter persamaan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 21. Dari Tabe l 21 tersebut dapat dilihat bahwa harga BBM dipengaruhi secara nyata oleh harga minyak mentah Indonesia (ICP), harga BBM tahun sebelumnya, dan variabel dummy yang merepresentasikan lonjakan harga minyak dunia tahun Nilai parameter dugaan variabel harga minya k mentah Indo nesia (ICP) sebesar da n mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan ICP akan memicu kenaika n harga BBM da lam negeri. Respo n harga BBM terhadap perubahan ICP bersifat elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini berarti perubahan ICP yang sifatnya sementara maupun jangka panjang akan memberikan respon pada harga BBM dalam negeri. Melonjaknya harga minyak mentah dunia pada tahun 2008 berpengaruh nyata terhadap kenaikan harga BBM dalam negeri sebesar Rp Meskipun pe merintah sering meneka n gejolak harga BBM da lam negeri de ngan

9 meningkatkan subsidi BBM, namun sejak tahun 2005 PLN membeli BBM tanpa subs idi. Tabel 21. Hasil Persamaan Harga BBM, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept (Intersep) A ICP (Harga Minyak Mentah Indonesia) < A KURS (Nila i Tukar Rupiah thd Dolar AS) D A LPBBM (Lag Harga BBM) A Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Harga BBM dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga BBM pada tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa harga BBM tahun sebelumnya menjadi salah satu acuan dalam menentukan harga BBM sekarang. Sementara hasil pendugaan parameter persamaan harga batubara dapat dilihat pada Tabel 22. Dari Tabe l 22 tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap harga batubara dalam negeri, kecuali harga dunia batubara. Nilai parameter dugaan variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan memicu kenaikan harga batubara dalam negeri. Respon harga batubara terhadap perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan nilai tukar rupiah tidak memberikan respon pada harga batubara dalam negeri. 93

10 94 Tabel 22. Hasil Persamaan Harga Batubara, Tahun Pr > t Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept (Intersep) PDBTB (Harga Batubara Dunia) KURS (Nila i Tukar Rupiah) C PBBM (Harga BBM Dalam Negeri) B LBTB (Lag Harga Batubara) A Adj-R 2 = ; F-hitung = 51.33; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai parameter dugaan variabel harga BBM sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti ke naikan harga BBM akan memicu kenaikan harga batubara dalam negeri. Respon harga batubara terhadap perubahan nilai tukar bersifat tidak elastis, yang berarti perubahan harga BBM tidak memberikan respon pada harga batubara dalam negeri. Hasil pendugaan parameter persamaan harga gas alam dapat dilihat pada Tabe l 23. Dari Tabel 23 tersebut dapat dilihat bahwa ha nya variabe l harga gas periode sebelumnya dan variabel dummy yang berpengaruh secara nyata terhadap harga gas alam dalam negeri. Ini menunjukkan bahwa harga gas alam tahun sebelumnya menjadi acuan utama dalam menentukan harga gas alam sekarang. Krisis ekonomi tahun 1998 dan krisis finansial global tahun 2009 menyebabkan kenaikan harga gas alam. Hal ini terjadi karena krisis telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, sehingga banyak yang beralih ke bahan bakar yang relatif lebih murah sebagai sumber energi, dan gas alam adalah

11 salah satunya. Namun kenaikan permintaan tersebut berakibat pada naiknya harga gas alam. Tabel 23. Hasil Persamaan Harga Gas Alam, Tahun Pr > t Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept PDGAS (Harga Dunia Gas Alam) KURS (Nila i Tukar Rupiah thd Dolar AS) PBBM (Harga BBM Dalam Negeri) D A D A LPGAS (Lag Harga Gas Alam Dalam Negeri) A Adj-R 2 = ; F-hitung = 60.29; Pr > F = <0.0001; D-h = Sementara persamaan biaya konsumsi BBM, batu bara, dan gas alam adalah persamaan identitas yang merupakan perkalian jumlah bahan bakar dengan harganya. Persamaan nilai konsumsi BBM (CBBM), batu bara (CBTB), dan gas alam (CGAS) dapat dirumuskan sebagai berikut: CBBM t = QBBM t * PBBM CBTBt = QBTB t * PBTB CGAS t = QGAS t * PGAS t t t 3. Tenaga Listrik yang Dibeli Tenaga listrik yang dibeli terus meningkat setiap tahun. Kenaikan tenaga listrik yang dibeli menunjukkan bahwa tenaga listrik yang diproduksi sendiri tidak dapat mencukupi permintaan tenaga listrik. Hal ini disebabka n laju tenaga listrik

12 96 yang diproduksi sendiri lebih lambat dari laju permintaan tenaga listrik, sehingga PLN harus beli dari perusahaan lain untuk memenuhi kenaikan permintaan tenaga listrik. Hasil pendugaan parameter persamaan tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain (IPP) dapat dilihat pada Tabel 24. Dari Tabel 24 tersebut dapat dilihat bahwa tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain dipengaruhi oleh tenaga listrik yang diproduksi sendiri, permintaan tenaga listrik yang diproksi dengan tenaga listrik yang terjual, dan besarnya susut tenaga listrik. Selain itu ketika harga minyak mentah dunia melonjak tajam pada tahun 2008 terjadi penuruna n tenaga listrik yang dibeli. Tabel 24. Hasil Estimas i Persamaan Tenaga Listrik yang Dibeli, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept A TLJUAL (Jumlah Tenaga Listrik yang Terjual) B SUSUT (Jumlah Tenaga Listrik yang Hilang) A D B LTLBELI (Lag Tenaga Listrik yang Dibe li) < A Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai parameter dugaan variabel jumlah tenaga listrik yang terjual sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan jumlah permintaan tenaga listrik akan memicu kenaikan jumlah tenaga listrik yang dibeli dari luar swasta. Respon jumlah tenaga listrik yang dibeli terhadap perubahan jumlah tenaga listrik yang terjual bersifat tidak elastis dalam jangka pendek, tetapi

13 97 elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah tenaga listrik yang terjual yang bersifat sementara tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang dibeli, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Nilai parameter dugaan variabel jumlah tenaga listrik yang hilang atau susut sebesar da n mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaika n jumlah tenaga listrik yang hilang akan memicu kenaikan jumlah tenaga listrik yang dibeli dari perusahaan lain. Respon jumlah tenaga listrik yang dibeli terhadap perubahan jumlah tenaga listrik yang terjual bersifat tidak elastis dalam jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan jumlah tenaga listrik yang terjua l yang bersifat sementara tidak memberikan respon pada jumlah tenaga listrik yang dibeli, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Ketika terjadi lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 jumlah tenaga listrik yang dibeli berkurang sebesar GWh. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan kenaikan harga jual dari produsen tenaga listrik kepada PLN, sehingga PLN memaksimalkan produksi sendiri daripada beli dari perusahaan lain. 4. Total Produksi Listrik Sementara persamaan total produksi tenaga listrik adalah persamaan identitas yang merupakan penjumlahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri dan yang dibeli dari perusahaan lain. Persamaan total produksi tenaga listrik (PRODTL t ) dapat dirumuskan sebagai berikut: PRODTLt = PRODSDR t + TLBELI t

14 98 5. Biaya Operasi Produksi Tenaga Listrik Hasil pendugaan parameter persamaan biaya operasi prod uksi tenaga listrik dapat dilihat pada Tabel 25. Dari Tabel 25 tersebut memperlihatkan bahwa hampir semua variabel yang digunakan sebagai penjelas berpengaruh secara nyata terhadap biaya operasi prod uks i tenaga listrik, kecuali variabel bedakala total biaya operasional. Tabel 25. Hasil Persamaan Total Biaya Operasi Produksi Tenaga Listrik, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept C TLBELI (Jumlah Tenaga Lisrik yang Dibe li) A CBBM (Konsumsi BBM) < A CBTB (Konsumsi Batubara) A CGAS (Konsumsi Gas Alam) < A CLAIN (Besarnya Pengeluaran Lainnya) A D B LBOP (Lag Total Biaya Operasional) Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai dugaan parameter listrik yang dibeli dari perusahaan lain sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan 1 GWh pembelian listrik akan meningkatkan biaya operasi sebesar Rp juta. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap tenaga listrik yang dibeli bersifat tidak elastis. Salah satu penyebabnya adalah mungkin karena porsi tenaga listrik yang dibeli yang relatif kecil dibandingkan yang diproduksi sendiri.

15 99 parameter konsumsi BBM sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi BBM bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan estimasi parameter konsumsi gas sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi gas bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil pendugaan parameter konsumsi batubara sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi batubara bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dibandingkan dengan pengeluaran untuk BBM dan gas, pengeluaran untuk konsumsi batubara adalah paling tidak elastis. Hasil ini menunjukkan bahwa pengeluaran untuk konsumsi batubara memiliki nilai sensitivitas paling rendah terhadap biaya operasi prod uks i tenaga listrik. Dengan kata lain, batubara mempunyai nilai efisiensi paling tinggi untuk menekan biaya operasional perusahaan penyedia energi listrik, sedangkan konsumsi untuk BBM paling tidak efisien. parameter penge luaran lainnya sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Respon biaya operasi produksi tenaga listrik terhadap pengeluaran untuk konsumsi gas bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini dapat dipahami karena biaya rutin, seperti biaya untuk gaji karyawan, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, dan lain-lain, merupaka n biaya yang harus dike luarka n pe rusahaan setiap tahun.

16 100 Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 menyebabka n total biaya operasi produksi tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp miliar. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan kenaika n harga jual BBM kepada PLN, sedangkan biaya pokok penyediaan energi per kwh dihitung berdasar nilai total biaya operasi produksi tenaga listrik dibagi tenaga listrik yang terjual. Persamaan biaya pokok penyediaan energi listrik per kwh ada lah : BPP t = BOP t / TLJUAL t Blok Konsumsi Tenaga Listrik Hasil estimasi persamaan konsumsi energi listrik untuk rumah tangga, ka langan industri da n pelanggan lainnya, menunjukan bahwa semua persamaan mempuny ai tingkat penjelas yang tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R 2 ) yang bernilai antara 0.99, yang berarti bahwa variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 99 persen keragaman variabel- variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji- F, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai < , yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Dari segi jumlah pelanggan maupun pemakaian, pelanggan rumah tangga adalah pemakai utama energi listrik di Indonesia. Hasil pendugaan parameter persamaan konsumsi energi listrik oleh rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 26. Dari Tabel 26 tersebut terlihat bahwa semua variabel penjelas secara statistik berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi listrik rumah tangga.

17 101 Tabel 26. Hasil Persamaan Konsumsi Energi Listrik oleh Rumah Tangga, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept C HJTLRT (Harga Jual Tenaga Listrik untuk Rumah Tangga) D PDBKPT (PDB per Kapita) A PELRT (Jumlah Pelanggan Rumah Tangga) A D B LCLISRT (Lag Konsumsi Listrik Rumah Tangga) A Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Hasil pendugaan parameter harga jual tenaga listrik untuk pe langgan rumah tangga sebesar dan mempunyai hubungan yang negatif. Ini artinya kenaikan harga jual tenaga listrik untuk pelanggan rumah tangga akan mengurangi jumlah konsumsi listriknya. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Makmun dan Abdurahman (2003) menemukan bahwa kenaikan tarif listrik dapat membawa dampak yang negatif terhadap pendapatan riil masyarakat, sehingga mengurangi kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi tenaga listrik. Respon konsumsi listrik oleh rumah tangga terhadap harga jual tenaga listrik be rsifat tida k elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini menunjukkan bahwa listrik telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia yang sulit dicari barang penggantinya, sehingga pengaruh kenaikan harga relatif kecil terhadap nilai konsumsinya.

18 102 Nilai dugaan parameter PDB per kapita sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Sesuai teori ekonomi apabila pendapatan naik maka konsumsi barang normal juga akan naik. Makmun dan Abdurahman (2003) dalam kesimpulan yang lain menyatakan bahwa tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan konsumsi listrik baik dari sisi nilai pengeluaran maupun tingkat konsumsi listrik per kwh-nya. Sebagaimana diketahui bahwa ketergantungan masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, terhadap energi listrik semakin tinggi. Listrik tidak hanya untuk penerangan, tetapi juga untuk keperluan lain yang bersifat gaya hidup (life style) seperti untuk menyalakan pendingin ruangan, menyalakan alatalat hiburan seperti televisi dan sejenisnya, dan lain-lain. Respon konsumsi listrik rumah tangga terhadap perubahan PDB per kapita bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan total konsumsi rumah tangga tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi listrik. Hal ini dapat terjadi karena proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi listrik terhadap total pengeluarannya relatif kecil. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 rata-rata persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi listrik sebesar 2.63 persen. Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan rumah tangga sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini tentunya tidak mengejutkan karena kenaikan jumlah pelanggan aka n menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh rumah tangga terhadap harga jual tenaga listrik bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini juga mengimplikasikan bahwa apabila pemerintah menargetkan untuk meningkatkan jumlah penduduk yang dapat menikmati energi listrik (rasio

19 103 elektrifikasi), maka juga harus ditingkatkan jumlah produksi listrik untuk memenuhi penambahan konsumsi listrik tersebut. Ini berarti investasi di sektor kelistrikan harus ditingkatkan. Peran serta swasta dalam pembangunan sektor ke listrikan semakin diperlukan di tengah-tengah keterbatasan ke uangan negara. Ketika krisis ekonomi melanda Indo nesia yang puncaknya terjadi tahun 1998 juga berpengaruh terhadap penurunan konsumsi listrik oleh pelanggan rumah tangga. Ini terjadi karena krisis ekonomi menyebabkan penurunan pendapatan riil masyarakat, sehingga tingkat konsumsi listrik oleh pelanggan rumah tangga juga mengalami penurunan. Konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan rumah tangga juga dipengaruhi oleh konsumsi listrik tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tenaga listrik telah menjadi kebutuhan pokok rumah tangga yang terus dibutuhka n masyarakat. 2. Konsumsi Listrik Kalangan Industri Meskipun secara komulatif konsumsi listrik pelanggan industri di bawah pelanggan rumah tangga, namun dilihat konsumsi per pelanggan adalah yang terbesar, jauh di atas rata-rata pe langgan yang lain. Hasil dugaan parameter persamaan ko nsumsi energi listrik oleh industri disajikan pada Tabel 27. Berdasar Tabe l 27 tersebut secara statistik semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh terhadap konsumsi listrik pelanggan industri. Nilai parameter dugaan harga jual tenaga listrik sebesar dan mempunyai hubungan yang negatif, yang dapat diinterpretasikan bahwa kenaikan harga jual tenaga listrik untuk industri dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi listrik oleh kalangan industri. Sesuai teori ekonomi peningkatan harga suatu barang akan diikuti berkurangnya jumlah konsumsi barang tersebut. Salah

20 104 satu kesimpulan yang dinyatakan Hartono (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kebijakan menaikkan TDL dapat menyebab dampak negatif terhadap output dan nilai tambah sektoral, sehingga beberapa sektor perlu mendapat perhatian serius. Respon konsumsi listrik rumah tangga terhadap harga jual tenaga listrik bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Ini dapat terjadi karena listrik merupakan kebutuhan pokok dalam menjalankan proses produksi maka nilai konsumsinya tidak berubah secara tajam apabila terjadi perubahan harga. Kenaikan harga listrik akan menyebabkan peningkatan biaya operasional industri. Sehingga untuk mengatasinya dilakukan penghematan agar perusahaan tetap bisa beroperasi. Tabel 27. Hasil Persamaan Konsumsi Energi Listrik oleh Industri, Tahun Pr > t Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept (Intersep) HJTLIND (Harga Jual Tenaga Listrik untuk Industri) D PDBI (Produk Domestik Bruto Industri Pengolahan) A PELIND (Jumlah Pelanggan Industri) C D A D A LCLISIND (Lag Konsumsi Listrik Industri) < A Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai parameter dugaan PDB sektor industri sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bahwa peningkatan produksi industri akan menyebabka n peningkatan konsumsi listrik. Peningkatan produksi

21 105 suatu barang karena meningkatnya permintaan barang tersebut akan menyebabkan meningkatnya permintaan tenaga listrik. Respon konsumsi listrik oleh industri terhadap PDB sektor industri bersifat tidak elastis baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan industri sebesar dan mempunyai hubungan yang positif. Hasil ini tidak mengejutkan karena kenaikan jumlah pelanggan tentu akan menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh pelanggan industri terhadap jumlah pelanggan industri bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dengan puncaknya pada tahun 1998 secara nyata berpengaruh negatif terhadap nilai konsumsi listrik oleh pelanggan industri. Krisis ekonomi yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga melanda ba nyak negara-negara Asia seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang yang merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia sebagai pemasok maupun pasar utama, telah menyebabkan banyak industri dalam negeri tutup. Hal ini berakibat berkurangnya konsumsi listrik oleh kalangan industri. Krisis finansial global yang terjadi sejak pertengahan tahun 2008 yang dimulai dari Amerika Serikat dan menyebar ke beberapa negara seperti Jepang, Australia, da n negara-negara Eropa juga mempengaruhi konsumsi listrik pelanggan industri di Indo nesia. Industri-industri da lam negeri yang berorientasi ekspor paling merasakan dampak krisis tersebut. Meskipun krisis tidak menimpa Indo nesia, tetapi kr isis yang melanda negara-negara tujuan utama ekspor

22 106 Indo nesia sepe rti Amerika Serikat dan Jepang menyebabkan berkurangnya ekspor ke negara-negara tersebut. Hal ini berdampak pada berkurangnya konsumsi listrik oleh ka langan ind ustri. Konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan industri juga dipengaruhi oleh konsumsi listrik tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tenaga listrik merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh kalangan industri, Listrik telah menjadi kebutuhan utama dalam proses produksi. 3. Konsumsi Listrik Pelangga n Lainnya Hasil pe ndugaan parameter persamaan konsumsi energi listrik oleh pelanggan lainnya (pelanggan bisnis, sosial, gedung kantor pemerintahan, dan penerangan jalan umum) dapat dilihat pada Tabel 28. Dari Tabel 28 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi tenaga listrik oleh pelanggan lainnya dipengaruhi secara nyata oleh variabel PDB di luar sektor industri, jumlah pelanggan lainnya dan variabel dummy pada tahun 2005 dan Tabel 28. Hasil Persamaan Konsumsi Energi Listrik oleh Pelangga n Lainnya, Tahun Pr > t Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept (Intersep) HJTLOTH (Harga Jual Tenaga Listrik untuk Pelanggan Lainnya) PDBL (PDB Selain Industri) < A PELOTH (Jumlah Pelanggan Lainnya) < A D A D B Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; DW =

23 107 Nilai parameter dugaan PDB sektor industri sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bahwa peningkatan PDB akan menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh pelanggan lainnya terhadap PDB bersifat tidak elastis. Hasil pendugaan parameter jumlah pelanggan industri sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, ini berarti kenaikan jumlah pelanggan akan menyebabkan peningkatan konsumsi listrik. Respon konsumsi listrik oleh pelanggan lainnya terhadap jumlah pelanggan lainnya bersifat tidak elastis. Kebijakan pemerintah melakukan perluasan pelanggan yang memperoleh subsidi pada tahun 2005 da n kenaika n tajam harga minyak dunia tahun 2008 secara nyata juga berpengaruh positif terhadap peningkatan konsumsi listrik. Kebijakan pemberian subsidi mendorong peningkatan pemakaian energi listrik karena harga yang harus dibayar lebih murah daripada harga sesungguhnya. 4. Total Konsumsi Listrik Total konsumsi listrik terdiri dari tenaga listrik yang terjual kepada pelanggan, konsumsi listrik yang dikonsumsi sendiri, dan tegaga listrik yang hilang atau susut (losses). Total konsumsi tenaga listrik yang terjual adalah persamaan ide ntitas yang merupaka n pe njumlahan tenaga listrik yang dikonsumsi rumah tangga, industri, dalan pelanggan lainnya. Persamaan total tenaga listrik yang terjua l (TLJUAL t ) dapat dirumuskan sebagai berikut: TLJUALt = KONSRT t + KONSIND t + KONSOTH t Sementara tenaga listrik yang dikonsumsi sendiri dan susut (KONSUS t ) adalah persamaan identitas yang merupakan selisih total tenaga listrik yang

24 108 diproduksi dengan tenaga listrik yang terjual. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: KONSUS t = PRODTL t TLJUAL Blok Subsidi Harga Listrik Koplow (2004) menemukan bahwa subsidi energi, termasuk listrik, ada di sebagian besar pasar energi di seluruh dunia. Di Indonesia, subs idi listrik merupakan hal krusial dalam pembangunan sektor kelistrikan di Indo nesia karena akan berkaitan dengan harga yang akan dikenakan kepada pelanggan. Karena listrik telah menjadi barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga dalam menentukan besaran subsidi listrik dibutuhkan pertemua n yang intens if antara pemerintah dan DPR. Menurut Handoko dan Patriadi (2005) peningkatan atau penurunan beban subsidi listrik dipengaruhi oleh: (1) perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, (2) kebijakan tarif dasar listrik (TDL), dan (3) mekanisme perhitungan subsidi listrik. Hasil estimasi persamaan subsidi harga listrik per kwh untuk pelanggan rumah tangga, kalangan industri dan pelanggan lainnya, menunjukan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat penjelas yang tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R 2 ) yang bernilai antara 0.92 sampa i 0.99, yang berarti bahwa variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam persamaanpersamaan tersebut dapat menjelaskan 92 persen sampai de ngan 99 persen keragaman variabel-variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-f, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai < , yang berarti bahwa pada setiap persamaan variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. t

25 Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Rumah Tangga Pelanggan rumah tangga adalah yang terbesar dilihat dari segi jumlah pelanggan maupun jumlah konsumsi tenaga listriknya. Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga dapat dilihat pada Tabe l 29. Dari Tabe l 29 tersebut dapat dilihat ba hwa subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga dipengaruhi oleh kemampuan anggaran pemerintah. Tabel 29. Hasil Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik untuk Rumah Tangga, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept (Intersep) B PENPEM (Penerimaan Pemerintah) A D A LSUBPRT (Lag Subsidi per kwh Pelanggan Ruta) C Adj-R 2 = ; F-hitung = 77.05; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan penerimaan pemerintah berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan rumah tangga. Respon subsidi harga listrik listrik untuk rumah tangga terhadap perubahan penerimaan pemerintah bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberi respon pada subsidi harga listrik untuk rumah tangga, tetapi dalam jangka panja memberi respon.

26 110 Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik pe langgan. Subs idi harga listrik untuk rumah tangga juga dipengaruhi oleh subsidi listrik pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam menaikan harga listrik pemerintah selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, sehingga subsidi yang berimplikasi pada penetapan tarif listrik selalu dilakukan secara hati-hati. 2. Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Industri Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk pelanggan industri dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 tersebut memperlihatkan bahwa semua variabel penjelas yang digunakan secara nyata mempengaruhi subs idi harga listrik untuk pelanggan industri. Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaika n penerimaan pemerintah berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan industri. Respon subsidi harga listrik listrik untuk industri terhadap perubahan penerimaan pemerintah bersifat elastis baik untuk jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara maupun jangka panjang akan memberikan respon pada subsidi harga listrik untuk industri,. Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik untuk emua golonga n pelanggan. Sebagai konsekuensi kebijakan ini adalah meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk membayar subsidi.

27 111 Tabel 30. Hasil Persamaan Subsidi Harga Listrik untuk Industri, Tahun Adj-R 2 = ; F-hitung = 99.34; Pr > F = <0.0001; D-h = Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Lainnya Hasil pendugaan parameter persamaan subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya dapat dilihat pada Tabel 31. Sebagaimana yang terjadi pada pelanggan rumahtangga dan industri, Tabel 31 juga memperlihatkan bahwa subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya juga dipengaruhi oleh total penerimaan yang diperoleh pemerintah. Tabel 31. Hasil Pe rsamaan Subsidi Harga Listrik untuk Pelangga n Lainnya, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept (Intersep) A PENPEM (Penerimaan Pemerintah) < A D A LSUBPIND (Lag Subsidi per kwh Pelanggan Industri) D Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept (Intersep) A PENPEM (Penerimaan Pemerintah) A D A LSUBPOTH (Lag Subsidi per kwh Pelanggan Lainnya) Adj-R 2 = ; F-hitung = 61.57; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai dugaan parameter total penerimaan pemerintah sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan penerimaan pemerintah

28 112 berpotensi kenaikan subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya. Respon subsidi harga listrik listrik untuk pelanggan lainnya terhadap perubahan pe nerimaan pemerintah bersifat elastis ba ik untuk jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara maupun jangka panjang akan memberikan respon pada subsidi harga listrik untuk pelanggan lainnya. Lonjakan harga minyak mentah dunia tahun 2008 juga memicu kenaikan subsidi. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia pemerintah tetap mempertahankan harga jual tenaga listrik pelanggan. Subs idi harga listrik untuk pelanggan lainnya juga dipengaruhi oleh subs idi listrik pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam menaikkan harga listrik pemerintah selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, sehingga subsidi yang berimplikasi pada penetapan tarif listrik selalu dilakukan secara hati-hati. 4. Besaran Subsidi Listrik Besaran subs idi listrik untuk setiap golongan pe langgan adalah persamaan identitas yang merupaka n perkalian antara subsidi per kwh dengan jumlah konsumsi listrik untuk masing-masing golonga n. Persamaan besarnya subsidi untuk pelanggan rumah tangga (SUBRT), industri (SUBIND), dan pelanggan lainnya (SUBOTH) dirumuskan sebagai berikut: SUBRT t = SUBPRT t * CLISRT t / 1000 SUBIND t = SUBPIND t * CLISIND t / 1000 SUBOTHt = SUBPOTH t * CLISOTH t / 1000

29 113 Sedangkan total subsidi listrik untuk seluruh pelanggan (SUBLSTR) adalah penjumlahan dari nilai subsidi untuk setiap golongan pelanggan yang dirumuskan sebagai berikut: SUBLSTR t = SUBRT t + SUBIND t + SUBOTH t Blok Harga Jual Tenaga Listrik Harga jual tenaga listrik didapatkan dari penurunan rumus subsidi yang digunakan PLN dalam menghitung besaran subsidi. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007, besarnya subsidi energi listrik dihitung berdasarkan selisih negatif antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing golongan tarif dikurangi biaya pokok penyediaan/bpp (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing golongan tarif ditambah margin (persentase dari BPP) dikalikan volume pe njualan (kw h) unt uk setiap golongan tarif. Sehingga dapat diturunkan persamaan harga jual tenaga listrik untuk pelanggan rumah tangga (HJTLRT), industri (HJTLIND), dan pelanggan lainnya (HJTLOTH) sebagai be rikut: HJTLRT t = (1 + m t ) BPP t SUBPRT HJTLIND t = (1 + m t ) BPP t SUBPIND HJTLOTH t = (1 + m t ) BPP t SUBPOTH Sedangka n harga jual rata-rata merupakan rata-rata tertimbang harga jual untuk setiap golongan pelanggan sebagai berikut: t t t AVHJTL t HJTLRTt CLISRTt + HJTLINDt CLISINDt + HJTLOTH = CLISRT + CLISIND + CLISOTH t t t t CLISOTH t Blok Penerimaa n dan Penge luaran Pemerintah Dalam anggaran belanja pemerintah selalu memperhatikan nilai penerimaan yang dapat dikumpulkan pemerintah. Penerimaan pemerintah secara

30 114 umum berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan dari sumber lainnya, seperti penerimaan dari keuntungan badan usaha-badan usaha yang dimiliki pemerintah atau utang baik dari dalam maupun luar negeri. Hasil pendugaan parameter persamaan penerimaan pajak dapat dilihat pada Tabel 32. Pada Tabe l 31 dapat dilihat bahwa semua variabel yang digunakan dalam persamaan tersebut berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan pajak yang diperoleh pemerintah. Tabel 32. Hasil Persamaan Penerimaa n Pajak, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept (Intersep) A LPDB (Lag Produk Domestik Bruto) A INFLASI (Tingkat Inflasi) A D A LPENPJK (Lag Penerimaan Pajak) C Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai dugaan parameter PDB tahun sebelumnya sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan PDB berpotensi menaikka n penerimaan pajak pemerintah. Respo n penerimaan pajak terhadap perubahan PDB periode sebelumnya bersifat tida k elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada penerimaan pajak pemerintah, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang.

31 115 Sementara total penerimaan pemerintah (PENPEM) adalah persamaan identitas yang merupakan penjumlahan penerimaan dari pajak dan non pajak (PENNPJK), yang dirumuskan sebagai berikut: PENPEM t = PENPJK t + PENNPJK Dari sisi pengeluaran, belanja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu belanja untuk subsidi listrik dan belanja diluar subsidi listrik. Hasil pendugaan parameter untuk persamaan belanja lain disajikan pada Tabel 33. Pada Tabel 33 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas dalam persamaan tersebut berpengaruh secara nyata terhadap belanja lainnya. t Tabel 33. Hasil Persamaan Belanja Lain, Tahun Pr > t Jangka Jangka Pendek Panjang Intercept (Intersep) D PENPEM (Penerimaan Pemerintah) B IHK (Indeks Harga Konsumen) A D < A LBLJNSUB (Lag Belanja Non Subsidi) < Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai dugaan parameter penerimaan pemerintah sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti peningkatan penerimaan pemerintah berpotensi menaikka n belanja di luar subsidi listrik. Respo n belanja di luar subsidi listrik terhadap perubahan penerimaan pemerintah bersifat tida k elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti perubahan penerimaan pemerintah yang sifatnya sementara tidak memberikan A

32 116 respon pada belanja di luar subsidi listrik, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Nilai dugaan parameter IHK sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti jika terjadi inflasi belanja di luar subsidi listrik berpotensi naik. Respo n belanja di luar subsidi listrik terhadap peruba han IHK bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis dalam jangka panjang. Ini berarti pe ruba han IHK (inflasi atau deflasi) yang sifatnya sementara tidak memberikan respon pada belanja di luar subsidi listrik, tetapi memberikan respon dalam jangka panjang. Sedangkan total pengeluaran pemerintah (GOVEXP) merupakan penjumlahan pengeluaran pemerintah untuk subsidi listrik dan pengeluaran lainnya yang dirumuskan sebagai berikut: GOVEXP t = SUBLSTR t + BLJLAIN t Blok Perekonomian Hasil estimasi persamaan pengeluaran di luar konsumsi untuk listrik, investasi, ekspor, impot, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, indeks harga konsumen (IHK), dan suku bunga menunjukan bahwa semua persamaan mempunyai tingkat penjelas yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koe fisien determinasi (R 2 ) yang bernilai antara 0.78 sampai dengan 0.99, yang berarti bahwa variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan-persamaan tersebut dapat menjelaskan 78 persen sampa i dengan 99 persen keragaman variabel-variabel endogennya. Dilihat dari nilai statistik uji-f, semua persamaan mempunyai Pr > F bernilai < , yang berarti bahwa pada setiap persamaan

33 117 variabel-variabel penjelas secara bersama-sama dapat menjelaskan keragaman variabel endogennya secara nyata. 1. Produk Domestik Bruto Dalam menghitung nilai PDB ada lima komponen yang harus dihitung, yaitu total pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, ekspor dan impor. Hasil pendugaan parameter pengeluaran rumah tangga di luar untuk konsumsi listrik disajika n pada Tabe l 34. Tabel 34 memperlihatkan bahwa hanya variabel PDB per kapita dan dummy lonjakan harga minyak dunia tahun 2008 yang berpengaruh secara nyata berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga di luar konsumsi listrik. Tabel 34. Hasil Persamaan Penge luaran di Luar Konsumsi Listrik, Tahun Pr > t Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept (Intersep) PDBKPT (PDB per Kapita) A INFLASI (Tingkat Inflasi) D D A LCONLAIN (Lag Konsumsi Lainnya) Adj-R 2 = ; F-hitung = ; Pr > F = <0.0001; D-h = Nilai dugaan parameter PDB per kapita sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan pendapatan masyarakat akan memicu kenaika n belanja di luar konsumsi listrik. Respon ko nsumsi di luar listrik terhadap perubahan PDB per kapita bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang.

34 118 Lonjakan harga minyak mentah dunia berdampak pada peningkatan pengeluaran di luar konsumsi listrik. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak menyebabkan kenaikan barang-barang yang dipicu kenaika n biaya ope rasional dan barang-barang input. Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi listrik (CONLIS) merupakan perka lian antara harga jual tenaga listrik dengan jumlah konsumsinya untuk setiap golongan pelanggan yang dirumuskan sebagai berikut: CONLIS t = HJTLRT t *KONSRT t + HJTLIND t *KONSIND t + HJTLOTH t*konsoth Sementara total pengeluran rumah tangga (CONRT) merupakan penjumlahan total pengeluaran untuk konsumsi listrik dan konsumsi lainnya yang dirumuskan dengan: CONRT t = CONLIS t + CONLAIN Komponen berikutnya dari PDB adalah investasi. Hasil pendugaan parameter persamaan investasi disajikan pada Tabel 35. Dari tabel 35 tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel penjelas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap nilai investasi. Nilai dugaan parameter PDB sebesar dan mempunyai hubungan yang positif, yang berarti kenaikan PDB akan memicu kenaikan investasi. Respon investasi terhadap perubahan PDB bersifat tidak elastis untuk jangka pendek, tetapi elastis untuk jangka panjang. Di samping itu, investasi juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Nilai dugaan parameter tingka t suku bunga sebesar dan mempunyai hubungan yang negatif, yang berarti kenaikan tingkat suku bunga dapat menurunkan minat t t

Lampiran1. Keteranga n Variabel yang Digunakan dalam Model Subsidi Harga Listrik No Notasi Definisi Variabel Satuan

Lampiran1. Keteranga n Variabel yang Digunakan dalam Model Subsidi Harga Listrik No Notasi Definisi Variabel Satuan 170 LAMPIRAN Lampiran1. Keteranga n Variabel yang Digunakan dalam Model Subsidi Harga Listrik No Notasi Definisi Variabel Satuan A. Variabel Endoge n 1. PRODSDR Tenaga Listrik Diproduksi Sendiri GWh 2.

Lebih terperinci

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di IV. GAMBARAN UMUM KELISTRIKAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 1990-2010 Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di Indonesia pada periode tahun 1990-2010 seperti produksi dan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil analisis hasil estimasi mode l subsidi harga listrik da n hasil

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil analisis hasil estimasi mode l subsidi harga listrik da n hasil VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis hasil estimasi mode l subsidi harga listrik da n hasil simulasi dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Produksi tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Listrik sekarang telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Listrik sekarang telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Listrik sekarang telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat karena hampir setiap aktivitas masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, sangat tergantung pada ketersediaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pertimbangan telah diperhitungkan pemerintah dalam menetapka n nilai subsidi

III. METODE PENELITIAN. pertimbangan telah diperhitungkan pemerintah dalam menetapka n nilai subsidi III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pikir Proses peneapan besaran subsidi harga lisrik melalui proses yang panjang anara pemerinah dan Dewan Perwakilan Rakya (DPR-RI). Berbagai perimbangan elah diperhiungkan

Lebih terperinci

PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN

PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 138 VI. PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 2011-2015 6.1. Hasil Validasi Model Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) atau nilai kedekatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uang memegang peranan yang sangat penting di sepanjang kehidupan manusia. Uang digunakan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum, yang dimana alat tukarnya

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, tingkat suku bunga dunia, nilai dollar dalam rupiah, rasio belanja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA 1. Subsidi listrik dan belanja pemerintah pusat Proporsi subsidi listrik terhadap belanja pemerintah pusat cenderung meningkat dari hanya 2,5% pada tahun 2005 menjadi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk melakukan kegiatan usaha guna mendapatkan keuntungan. Adanya keuntungan atau kerugian dapat diketahui apabila

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010 Mengukur Dampak Ekonomi Kenaikan TDL 2010 Konferensi Pers ReforMiner Institute Jakarta, 29 Juni 2010 Untuk keterangan lebih lanjut dapat mengubungi: Komaidi (0815 531 33252) Pri Agung Rakhmanto (0812 8111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA harga minyak DUNIA David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan davidf_silalahi@djk.esdm.go.id SARI Kecenderungan penurunan harga minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI 6.1. Pengujian Asumsi-Asumsi Klasik Regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 dan Kondisi Kelistrikan Indonesia. Aviliani 17 Januari 2014

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 dan Kondisi Kelistrikan Indonesia. Aviliani 17 Januari 2014 Proyeksi Ekonomi Indonesia 2014 dan Kondisi Kelistrikan Indonesia Aviliani 17 Januari 2014 2 3 Menuju 2014: Analisa SWOT Indonesia Strength Populasi Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dengan tingkat

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan yang sangat drastis. Krisis global adalah salah satu dilema yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. penurunan yang sangat drastis. Krisis global adalah salah satu dilema yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian tidak selamanya dapat terus menerus berkembang dengan baik, ada kalannya mengalami pertumbuhan bahkan terkadang mengalami penurunan yang sangat drastis.

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. 45 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Perminyakan Indonesia Minyak bumi merupakan salah satu jenis sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Minyak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Mengacu Permen ESDM No. 09 Tahun 2015, Permen ESDM No: 31 Tahun 2014 & Permen ESDM No. 33 Tahun 2014 P T P L N ( P e r s e r o ) J l. T r u n o j o y o B l

Lebih terperinci

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY Abstraksi Berdasarkan data realisasi subsidi APBN, selama ini meningkatnya angka subsidi APBN di-drive oleh, salah satunya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN No. 026/08/63/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2009 terhadap triwulan I-2009 (q to q) mencapai angka 16,68 persen. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%)

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%) SUBSIDI LISTRIK (Tinjauan Dari Aspek Ketersediaan Bahan Bakar) I. Pendahuluan S ubsidi listrik diberikan sebagai konsekuensi penentuan rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL) yang lebih rendah dari

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Periode RPJMD Kabupaten Temanggung Tahun 2008-2013 beserta semua capaian kinerjanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013 Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 20 Pada 20, PLN merencanakan meningkatkan kemampuan menjual listrik hingga 182 TWh guna mendorong pergerakan perekonomian dan memungkinkan lebih dari 2,5 juta pelanggan

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang di belanjakan.

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO) DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO) 1. Pendahuluan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) merupakan penyedia listrik utama di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan menjaga

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai emerging country, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh tinggi. Dalam laporannya, McKinsey memperkirakan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi sehingga perubahan dalam harga BBM secara otomatis

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi sehingga perubahan dalam harga BBM secara otomatis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia tergolong memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi sehingga perubahan dalam harga BBM secara otomatis akan membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci