VI. MODEL ALOKASI SUMBERDAYA AIR. Untuk menganalisis permintaan air langsung dan air tak langsung telah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. MODEL ALOKASI SUMBERDAYA AIR. Untuk menganalisis permintaan air langsung dan air tak langsung telah"

Transkripsi

1 VI. MODEL ALOKASI SUMBERDAYA AIR Untuk menganalisis permintaan air langsung dan air tak langsung telah dilakukan survey terhadap 110 rumahtangga dari ke empat wilayah SSWS di Pulau Lombok. Identitas responden disajikan pada Tabel 4. Hampir seluruh responden yang merupakan kepala keluarga rumahtangga berada pada usia produktif dengan umur rata-rata 4.5 tahun dan kisaran umur 5 76 tahun. Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pendapatan N o Umur Pendidikan Pendapatan Pekerjaan Kisaran Jumlah Kisaran Jumlah Kisaran Jumlah Jenis Jumlah 1 <0 9 SD 9 Rp <1 juta 59 PNS SLTP 14 Rp juta 16 Karyawan swasta SLTA 6 Rp -.9 juta 18 wirausaha DIPLOMA Rp -.9 juta 7 Petani/buruh tani 5 5 >60 6 S1 & S 18 Rp > 4 juta 10 Buruh non tani Pendidikan responden terbanyak berada pada level pendidikan dasar (5%), dan pendidikan menengah (46%), sedang perguruan tinggi hanya mencapai 19%. Seiring dengan lebih banyaknya responden yang berada pada level pendidikan menengah ke bawah, tingkat pendapatan rata-rata terbesar (54%) juga bereda pada tingkatan terbawah, yakni lebih kecil dari Rp per bulan. Hanya 14 % rumahtangga memliki penghasilan di atas Rp. juta. Demikian halnya dengan jenis pekerjaan responden terbanyak adalah sebagai petani, buruh tani dan buruh non tani (47%). Meskipun jumlah wirausahawan relatif besar (7%) namun jenis usahanya merupakan usaha kecil berupa industri rumahtangga yang mengolah hasil pertanian, dan industri kerajinan. Sangat sedikitnya industri sedang dan besar di Pulau Lombok menyebabkan yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta juga relatif kecil.

2 Estimasi Fungsi Permintaan Air Permintaan terhadap air dikelompokkan dalam kategori yaitu permintaan air langsung dan permintaan air maya (virtual water). Hasil estimasi fungsi permintaan air dari masing-masing kategori permintan disajikan sebagai berikut: Permintaan Air Langsung Permintaan masyarakat terhadap air langsung terdiri dari permintaan air PDAM, permintaan air minum kemasan, dan permintaan air sumur. Ketiga permintaan tersebut ditujukan untuk kepentingan yang berbeda. Bagi rumah tangga yang hanya menggunakan PDAM saja atau sumur saja sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air, air tersebut digunakan untuk seluruh kebutuhan rumah tangga seperti untuk mandi, cuci, memasak, air minum dan menyiram tanaman. Bagi rumahtangga yang memiliki keduanya (PDAM dan sumur) menggunakan air PDAM untuk kebutuhan yang berkaitan dengan makanan dan mandi, sedang air sumur digunakan untuk menyiram tanaman, mencuci baju, mencuci piring dan mencuci mobil/motor. Air minum kemasan dalam bentuk gelas dan botol lebih banyak digunakan pada saat bepergian atau untuk menyuguh tamu, sedang untuk kebutuhan minum keluarga sehari-hari digunakan air dalam kemasan gallon. Rata-rata penggunaan air oleh rumahtangga masing-masing sebesar 7.4 mp bulan atau 7.5 mp kapita/bulan untuk air PDAM, 57. liter per bulan atau 10. liter per kapita per bulan untuk air minum dalam kemasan, dan 4 mp per bulan untuk air sumur. bulan atau 6.5 mp kapita Permintaan air diduga dipengaruhi secara negatif oleh harga air, dan secara positif oleh jumlah anggota rumahtangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan pendapatan rumahtangga. Fungsi permintaan air PDAM, air minum kemasan dan

3 RP RP P = P = 159 air sumur diduga dengan menggunakan fungsi doble log, masing-masing dengan rumus sebagai berikut: LnS 11k = 11k + β111k LnPw11k + β 11k LnI11k + β11k ART11k + β 411k LnEdu11k β 0 + ε 1 LnG 1k = 1k + β11k LnC1k + β 1k LnI1k + β1k LnART1k + β 41k LnEdu1k β 0 + ε Ln ( S G β LnPw LnI LnART LnEdu + ε 1k + 1k ) = 01k + β11k 1k + β 1k 1k + β1k 1k + β 41k 1k Hasil estimasi fungsi permintaan air PDAM, air sumur dan air minum kemasan (Tabel 5) menunjukkan bahwa permintaan air PDAM secara nyata dipengaruhi oleh variable harga, jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan rumah tangga, sedang variable pendidikan tidak berpengaruh nyata. Tabel 5. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Air PDAM, Air Sumur dan Air Minum Kemasan Variabel Koefisien Standard Error T Stat P Value Permintaan Air PDAM Ln Intercept Ln PW Ln ART Ln Edu Ln Income Permintaan Air Sumur Intercept Ln PW Ln ART Ln Edu Ln Income R = Permintaan Air Minum Kemasan Intercept Ln PW E-10 Ln ART Ln Edu Ln Income

4 160 Arah hubungan dari seluruh variabel bebas (independent variable) sejalan dengan dugaan, bahwa variable harga berpengaruh nyata secara negatif terhadap permintaan air PDAM, dengan nilai parameter sebesar Nilai tersebut sekaligus menunjukkan besarnya nilai elastisitas harga (price elasticity). yang berarti bahwa jika harga naik sebesar 1% maka permintaan air PDAM akan turun sebesar 0.67%. Temuan besaran elastisitas tersebut nilai relatifnya lebih besar (lebih elastis) dari temauan peneliti-peniliti lain di berbagai negara yang berkisar antara -0.1 hingga 0.7 (Veck and Bill, 1998; Boistard,1985; Gallagher et al., 1976), namun masih sejalan dengan penemuan peneliti lainnya di Indonesia yang besarnya berkisar antara -0.5 hingga (Nugroho, 007; Kusdiyanto dan Riyadi, 007 dan Jember, 008). Hasil estimasi parameter variabel jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan juga sejalan dengan dugaan, yaitu kedua variabel tersebut berpengaruh positif dengan nilai parameter masing-masing sebesar dan , yang berarti bahwa jika jumlah anggota rumah tangga bertambah 1%, maka permintaan rumahtangga terhadap air PDAM akan meningkat sebesar 0.4% atau jika anggota rumahtangga bertambah 1 orang (.7%), maka permintaan rumahtangga akan meningkat sebesar 6.1 mp P. Demikian juga halnya jika pendapatan rumahtangga meningkat 1% atau Rp 0 0, maka permintaan rumahtangga terhadap air PDAM meningkat sebesar 0.18% atau 4.9 mp P. Pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh positif dengan nilai parameter sebesar yang berarti bahwa jika pendidikan kepala keluarga meningkat sebesar 1% maka konsumsi air PDAM meningkat 0.04% atau jika pendidikannya meningkat 1 tahun maka konsumsi meningkat 0.1 mp bulan.

5 161 Permintaan air minum kemasan lebih dipengaruhi secara nyata oleh harga dan pendapatan rumahtangga, sedang jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan tidak berpengaruh nyata. Permintaan air minum kemasan sangat elastis terhadap perubahan harga ditunjukkan oleh nilai elastisitas harga sebesar 5.4 yang berarti jika harga air minum kemasan naik sebesar 1% permintaannya akan turun sebesar 5% dan sebaliknya. Demikian halnya jika pendapatan meningkat 1% maka permintaan air minum kemasan akan meningkat 0.88%. Meskipun jumlah anggota rumahtangga tidak berpengaruh signifikan, namun estimasi terhadap permintaan air minum kemasan per kapita memberikan hasil nilai parameter negatif. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin banyak anggota keluarga rumah tangga, semakin sedikit konsumsi air minum kemasan dan semakin banyak penggunaan air PDAM dan air sumur. Relatif mahalnya harga air minum kemasan merupakan alasan utama rumah tangga mengurangi konsumsi per kapita dengan semakin banyaknya jumlah anggota rumah tangga. Permintaan air sumur secara sigifikan dipengaruhi oleh harga (biaya ekstraksi), memiliki arah hubungan negatif namun dengan elastisitas lebih kecil dibandingkan permintaan air PDAM dan air minum kemasan, yakni hanya sebesar Kurang elastisnya pengaruh harga ini dikarenakan rumahtangga lebih memilih menggunakan air PDAM jika tersedia, karena kualitas lebih baik dan lebih praktis, sehingga hanya menggunakan air sumur sebagai pelengkap atau alternatif. Permintaan air sumur juga dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah anggota rumahtangga dengan arah hubungan positif namun dengan elastisitas lebih besar dibandingkan pada permintaan air PDAM dan air minum kemasan. Hal ini berarti bahwa jika jumlah anggota keluarga bertambah dengan faktor lainnya tetap maka

6 16 rumahtangga lebih cenderung meningkatkan penggunaan air sumur yang memiliki harga (biaya ekstraksi) lebih murah. Pendidikan kepala rumahtangga tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan air sumur. Berbeda dengan pengaruhnya terhadap permintaan air PDAM dan air minum kemasan yang memiliki arah hubungan positif, pendidikan memiliki arah hubungan negatif (meskipun nilainya kecil) terhadap permintaan air sumur. Hal ini dapat dimaklumi, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik kulitas hidupnya dan semakin tinggi biaya opportunitas waktu yang dimiliki sehingga lebih cenderung memilih lebih banyak mengkonsumsi air minum kemasan dan air PDAM. Demikian juga tingkat pendapatan memiliki korelasi positif terhadap konsumsi seluruh jenis air, makin tinggi tingkat kesejahteraan, makin besar kebutuhan air per kapitanya. Jika ketiga fungsi permintaan tersebut dibandingkan, maka ada beberapa hal menarik untuk diperhatikan. Pertama, elastisitas harga permintaan air minum kemasan (5.) lebih tinggi dari air PDAM (0.67), dan elastisitas harga air PDAM lebih tinggi dari elastisitas permintaan air sumur (0.4). Temuan ini sejalan dengan fakta bahwa bagi Masyarakat Lombok air minum kemasan lebih merupakan barang mewah dibandingkan air minum lainnya, demikian juga air PDAM terhadap air sumur. Kedua, penambahan anggota rumahtangga menyebabkan peningkatan permintaan air tertinggi berturut-turut pada permintaan air sumur (0.55), air PDAM (0.4) dan permintaan air minum kemasan (0.1). Fenomena ini mudah dipahami, karena semakin banyak anggota rumahtangga semakin besar pengeluaran rumahtangga (caterus paribus) sehingga pilihan konsumsi harus lebih besar pada komoditas dengan harga relatif lebih murah, oleh karenanya keluarga besar cenderung mengkonsumsi air sumur lebih banyak dari pada air PDAM dan air

7 mp 16 minum kemasan. Ketiga, pengaruh pendidikan terhadap konsumsi lebih besar pada air minum kemasan, disusul air PDA dan air sumur. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, cenderung mengkonsumsi air minum kemasan lebih banyak dibandingkan air PDAM dan air sumur. Pengaruh pendapatan juga memiliki fenomena yang sama, dimana pengaruhnya lebih besar pada permintaan air minum kemasan, kemudian air PDAM dan air sumur, yang berarti peningkatan pendapatan lebih banyak digunakan untuk meningkatkan konsumsi air minum kemasan dibanding air PDAM dan air sumur. Rata-rata konsumsi air PDAM bagi rumahtangga yang hanya mengkonsumsi air PDAM (sebanyak 46%) sebesar 7.5 mp Pper kapita per bulan, sedang konsumsi rata-rata air sumur bagi rumahtangga yang hanya mengkonsumsi air sumur (sebanyak %) sebesar 6.5 mp kapita per bulan, dan konsumsi rata-rata air PDAM dan air sumur (conjunctive use) bagi rumahtangga yang mengkonsumsi air PDAM dan air sumur (sebanyak %) sebanyak 9.9 mp kapita per bulan yang terdiri dari air PDAM sebesar 4.86 mp kapita per bulan dan air sumur sebesar 5.06 mp kapita per bulan. Secar a keseluruhan (air PDAM dan air sumur), ratarata konsumsi air langsung sebesar 7.68 mp kapita per bulan. Rata-rata konsumsi air minum kemasan sebesar 41 liter per rumahtangga per bulan atau liter per kapita per bulan. Dengan konsumsi rata-rata setiap jenis pemenuhan kebutuhan air tersebut, maka total kebutuhan air langsung untuk Pulau Lombok sebesar 9.8 juta bulan atau 57.6 juta mp tahun (Tabel 6).

8 164 Tabel 6. Kebutuhan Air Langsung Menurut Sumber Air dan SSWS Pulau Lombok, Tahun 010. SSWS AIR JML PDAM SUMUR CONJUNC- TOTAL KEMASAN PDDK (MP P) (MP P) TIVE (MP P) (MP P) (MP P) Dodokan Jelateng Menanga Putih Total Permintaan Air Tak Langsung Selain mengkonsumsi air secara langsung, rumah tangga juga mengkonsumsi air tak langsung yang terkandung dalam barang dan jasa yang dikonsumsi. Dalam penelitian ini permintaan air tak langsung yang dianalisis hanya air yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa yang dihasilkan di Pulau Lombok, tidak termasuk barang dan jasa yang diproduksi di luar Pulau Lombok. Untuk tujuan penyederhanaan, barang dan jasa yang dianalisis juga dibatasi untuk bahan pangan berupa beras, jagung, kedelai dan kacang tanah, daging, telur, ayam, dan ikan air tawar, serta barang hasil industri pangan berupa tahu dan tempe. Permintaan air tak langsung ini diturunkan dari fungsi permintaan barangbarang yang dikonsumsi oleh rumah tangga dengan jalan mengkonversi jumlah barang yang diminta dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang tersebut. Estimasi terhadap permintaan air maya memberikan nilai parameter yang sama dengan hasil estimasi fungsi permintaan barang-barang tersebut di atas, sehingga elastisitas harga, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan dan pendapatan sama untuk permintaan air maya. Fungsi permintaan barang dan air maya dirumuskan sebagai berikut: LnQ jk = A jk + a1 jk LnPQ jk + a jk LnI jk + a jk LnART jk + a4 jk LnEdu jk + ε jk

9 RP RP RP RP P = P = P = P = 165 persamaan di atas ditransformasikan ke dalam persamaan dalam bentuk permintaan air maya sebagai berikut: Seperti halnya permintaan air langsung, permintaan air tak langsung untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan rumahtangga diduga dipengaruhi secara negatif oleh harga barang tersebut, dan dipengaruhi secara positif oleh pendapatan rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan. Hasil estimasi fungsi permintaan air tak langsung untuk setiap komoditas disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Air Tak Langsung dari Barang-Barang Konsumsi Rumahtangga Masyarakat Pulau Lombok Variabel Permintaan Beras Koefisien Standard Error T Stat P Value Ln Intercept E-15 Ln PQ E-11 Ln ART E-17 Ln Edu Ln Income Permintaan Jagung Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income Permintaan Kedelai Intercept E-08 Ln PQ E-09 Ln ART Ln Edu Ln Income Permintaan Kacang Tanah Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income

10 RP RP RP P = P = P = 166 Tabel 7. Lanjutan Variabel Koefisien Standard Error T Stat P Value Permintaan Daging Sapi Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income Permintaan Daging Ayam Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income Permintaan Telur Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income Permintaan Tahu Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income R= Permintaan Tempe Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income R = Permintaan Ikan Air Tawar Intercept Ln PQ Ln ART Ln Edu Ln Income R = Hasil estimasi terhadap fungsi permintaan air tak langsung untuk barangbarang yang dihasilkan di Pulau Lombok menunjukkan bahwa harga barang

11 167 berpengaruh signifikan dengan arah hubungan negatif terhadap permintaan barang bersangkutan, kecuali pada permintaan air tak langsung untuk tahu dan tempe pengaruhnya tidak signifikan, namun memiliki arah hubungan yang juga negatif. Besarnya respon konsumen terhadap perubahan harga ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien variabel harga yang sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas harga dari masing-masing barang yang dikonsumsi. Permintaan air tak langsung untuk barang-barang tersebut sangat elastis, ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien variabel harga >1, kecuali untuk permintaan air untuk tahu dan tempe bersifat inelastis karena memiliki nilai parameter < 1. Jika harga barang-barang masingmasing meningkat 1%, maka permintaan air tak langsung untuk menghasilkan beras akan turun sebesar,05%, jagung sebesar 1.%, kedelai sebesar.9%, kacang tanah sebesar 1.9%, daging sebesar.5%, ayam sebesar 1.44%, telur sebesar 6.6%, tahu sebesar 0.7%, tempe sebesar 0.4% dan ikan air tawar sebesar.8%. Estimasi terhadap parameter jumlah anggota rumahtangga (ART) menunjukkan pengaruh signifikan dengan arah hubungan positif terhadap permintaan air untuk beras, kedelai, telur, tahu dan ikan, sedang pada permintaan air untuk jagung, kacang tanah, daging sapi, daging ayam dan tempe tidak berpengaruh nyata meskipun juga memiliki arah hubungan positif. Respon rumahtangga terhadap perubahan jumlah anggota rumahtangga bersifat tidak elastis (inelastic) pada seluruh jenis permintaan air untuk barang yang dikonsumsi. Pengaruh pendidikan tidak signifikan terhadap permintaan air untuk hampir seluruh barang konsumsi kecuali permintaan air untuk tahu dan tempe. Respon rumahtangga terhadap perubahan pendidikan juga bersifat inelastis pada seluruh permintaan barang yang ditunjukkan oleh kecilnya nilai mutlak parameter dari variabel pendidikan.

12 168 Pendapatan rumahtangga berpengaruh nyata terhadap permintaan air untuk barang-barang yang dikonsumsi (kecuali permintaan air untuk jagung, kedelai dan kacang tanah), dengan arah hubungan positif, kecuali permintaan air untuk jagung memiliki hubungan negatif. Tanda positif dari parameter menunjukkan bahwa barang-barang tersebut adalah barang normal, yaitu barang yang jika pendapatan meningkat permintaan barang tersebut juga meningkat, sedang jagung merupakan barang inferior yang jika pendapatan rumahtangga meningkat permintaannya justru menurun. Hal ini dikarenakan jagung merupakan makanan pengganti jika beras langka atau jika pendapatan terbatas dan kurang disukai dibandingkan beras. Elastisitas pendapatan (income elasticity) dari seluruh permintaan komoditas yang dikonsumsi bersifat inelastic, kecuali permintaan tempe. Konsumsi rata-rata barangbarang, dan kebutuhan air tak langsung untuk menghasilkan barang-barang tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Konsumsi Barang dan Kebutuhan Air Tak Langsung Rata-Rata Per Kapita Rumahtangga Pulau Lombok, Tahun 010. Jenis Barang Konsumsi Rata-Rata (Kg/kapita/bln) Kebutuhan Air Maya (Liter/Kg) Total Permintaan Air Tak langsung (liter/kapita/bulan) Beras Jagung Kedelai Kacang tanah Daging Telur Ayam Tahu Tempe Jumlah Perhitungan terhadap kebutuhan air maya menunjukkan bahwa konsumsi air maya mencapai mp kapita per bulan, dimana kebutuhan terbanyak berupa kebutuhan untuk memenuhi konsumsi beras yaitu sebesar 69.65%. Meskipun

13 P (86%) 169 kebutuhan air maya untuk menghasilkan 1 kg daging paling tinggi dibandingkan dengan barang lainnya, namun karena jumlah konsumsinya relatif kecil, maka konsumsi air mayanya juga relatif kecil. Dari kedua jenis kebutuhan air, yakni air langsung dan air tak langsung, maka kebutuhan air total per kapita sebesar 56. mp kapita per bulan yang terdiri dari mp 7.68 mp air untuk menghasilkan barang-barang yang dikonsumsi, Pberupa konsumsi air langsung untuk kebutuhan mandi, cuci, minum, masak, dan menyiram tanaman, dan liter berupa konsumsi air minum kemasan. Total kebutuhan air langsung dan air tak langsung rumahtangga sebesar 6 juta mp tahun. Total kebutuhan air langsung dan air maya setiap SSWS disajikan pada Tabel 9. Pper Tabel 9. Kebutuhan Air Langsung dan Air Maya dan Distribusinya Menurut SSWS, Tahun 010 SSWS Jml Penduduk Air Langsung (MP P/tahun) Air Tak Langsung (MP P/tahun) Total Kebutuhan Air (MP P/tahun) Dodokan Jelateng Menanga Putih Pulau Lombok Estimasi Fungsi Biaya 6..1 Fungsi Biaya Ekstraksi Air Permukaan Karena sumber air dibedakan atas air permukaan dan air tanah, maka estimasi fungsi biaya juga dibedakan atas dasar sumber tersebut. Penggunaan air permukaan dikategorikan dalam tiga jenis penggunaan, yaitu untuk irigasi sektor

14 170 pertanian, sebagai air baku untuk PDAM, air minum kemasan dan industri, dan penggunaan air PDAM oleh sektor ekonomi lainnya. Fungsi biaya air PDAM diestimasi dari data biaya bulanan dari PDAM selama 5 tahun terakhir. Biaya dikelompokkan atas dasar jenis pengeluaran, yaitu biaya sumber, biaya pengolahan, biaya transdit, biaya umum dan administrasi, biaya kantor, biaya hubungan lapangan, biaya litbang, biaya pemeliharaan, biaya keuangan dan biaya rupa-rupa. Pada setiap jenis biaya tersebut terkandung komponen biaya variabel dan biaya tetap. Karena data biaya yang dirinci menurut biaya variabel dan biaya tetap hanya tersedia pada PDAM Menang, sedang pada PDAM Praya dan PDAM Selong hanya tersedia data biaya sesuai dengan klasifikasi di atas, maka fungsi biaya diestimasi dari biaya total. Model fungsi double log digunakan untuk mengestimasi fungsi biaya. Fungsi biaya produksi air PDAM dapat dituliskan sebagai berikut: Hasil estimasi fungsi biaya menunjukkan bahwa biaya produksi air PDAM meningkat dengan peningkatan yang semakin menurun seiring dengan makin meningkatnya jumlah air yang diproduksi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien yang lebih kecil dari 1 yakni sebesar Biaya ekstraksi air baku untuk perusahaan air minum kemasan, karena ketiadaan data, diasumsikan sama dengan biaya ekstraksi air baku untuk PDAM. Biaya Total air minum kemasan merupakan penjumlahan antara biaya air baku, biaya pengolahan, biaya pengepakan dan biaya distribusi. Air permukaan yang digunakan oleh sektor industri dan pariwisata adalah air PDAM, sehingga biaya

15 171 yang dikeluarkan adalah sebesar tarif PDAM untuk sektor niaga dikali dengan jumlah air yang digunakan. 6.. Biaya Ekstraksi Air Tanah Biaya ekstraksi air tanah dibedakan antar pengguna rumahtangga dengan perusahaan komersial, didasarkan atas kedalaman sumur dan karakteristik teknologi ekstraksi yang digunakan, dimana teknologi ini akan berpengaruh terhadap struktur biaya yang harus dikeluarkan. Rumahtangga diklasifikasikan sebagai penggunai air tanah sumur dangkal, sedang perusahaan air minum kemasan, industri pangan dan non pangan, serta hotel dan rumah makan dikategorikan sebagai pengguna air tanah sumur dalam. Sumur dangkal rumahtangga merupakan sumur tradisional, digali secara manual atau bor dengan kedalaman sumur berkisar -0 meter. Alat pengambilan berupa timba atau pompa listrik berkekuatan kecil. Biaya yang dikeluarkan rumahtangga berupa biaya untuk pembuatan sumur dan instalasinya berkisar antara Rp Rp (rata-rata Rp ), biaya pompa berkisar antara Rp Rp , dan biaya operasional berupa biaya listrik rata-rata sebesar Rp 507 per bulan. Sumur dalam perusahaan komersial, meskipun ada beberapa yang masih merupakan sumur gali, sebagian besar berupa sumur bor dengan kedalaman lebih dari 0 meter hingga 15 meter. Biaya investasi pembuatan sumur dan instalasi mencapai Rp Rp dan biaya operasional berkisar antara Rp Rp Data biaya yang digunakan untuk mengestimasi fungsi biaya adalah data biaya total bulanan yang terdiri dari biaya tetap yang dihitung dari biaya penyusutan investasi atas dasar umur ekonomis 0 tahun dan

16 17 biaya operasional bulanan yang terdiri dari biaya listrik, biaya pemeliharaan dan perbaikan alat, serta gaji operator. Tabel 40 menunjukkan hasil estimasi koefisien fungsi biaya ekstraksi air sumur dangkal dan sumur dalam. Biaya total merupakan fungsi dari volume air yang diekstraksi dan kedalaman sumur. Hasil estimasi menunjukkan bahwa biaya total ekstraksi air tanah meningkat dengan laju peningkatan yang semakin meningkat, dilihat dari jumlah koefisien fungsi produksi lebih besar dari satu. Pada sumur dangkal biaya total akan meningkat dengan laju peningkatan yang semakin meningkat seiring dengan makin dalamnya sumur yang harus digali (koefisien variabel kedalaman sumur 1.111), sedang pada sumur dalam biaya total meningkat namun dengan laju yang semakin menurun. Tabel 40. Koefisien Fungsi Biaya Sumur Dangkal dan Sumur Dalam JENIS SUMUR INTERCEPT VOLUME AIR KEDALAMAN SUMUR DANGKAL SUMUR DALAM Selain biaya ekstraksi air, perusahaan komersial juga mengeluarkan biaya lain dalam proses produksinya, dapat berupa biaya input produksi non air, biaya upah tenaga kerja, biaya pemasaran, ataupun biaya penyusutan atas investasi yang ditanamkan. Untuk simplifikasi model, biaya selain air ini diasumsikan konstan (flat/horizontal marginal cost), dan karena keterbatasan data, besarnya ditetapkan berdasarkan harga pokok produk yang telah dihitung oleh masing-masing perusahaan.

17 17 Tabel 41 menunjukkan rekapitulasi biaya setiap sub sektor kegiatan ekonomi pengguna sumberdaya air, dimana biaya produksi terdiri dari biaya ektraksi air tanah, biaya air permukaan dan biaya input produksi selain air. Tabel 41. Parameter Fungsi Biaya Seluruh Sektor Pengguna Sumberdaya Air di Pulau Lombok. SUB SEKTOR PARAMETER TARIF PDAM BIAYA NON AIR KONSTANTA VOLUME KEDALAM (RP/M) (RP/M) PDAM SUMUR PAMK INDUSTRI PANGAN IND. NON PANGAN PERHOTELAN RUMAH MAKAN Jumlah Pengguna Sumberdaya Air. Data jumlah pengguna sumberdaya air (orang, rumahtangga, petani, dan perusahaan komersial) diperoleh dari data sekunder berbagai instansi terkait. Data yang semula diklasifikasikan atas dasar wilayah administratif kemudian disesuaikan ke dalam satuan wilayah hidrologis (SSWS). Tabel 4 menampilkan jumlah pengguna air masing-masing sektor pada tahun 010 (initial population) dan pertumbuhannya di setiap wilayah SSWS. Data pengguna air PDAM diperoleh dari perusahaan PDAM, berupa data pelanggan bulanan selama 5 tahun terakhir. Tingkat pertumbuhan pelanggan dihitung dari data tren jumlah pelanggan tersebut. Data jumlah pengguna air sumur rumahtangga (sumur dangkal), karena ketiadaan data yang akurat mengenai jumlah sumur yang ada, diestimasi dari jumlah rumahtangga yang ada dikurangi jumlah rumahtangga yang menjadi pelanggan PDAM. Jumlah rumahtangga dihitung dari

18 174 jumlah populasi dibagi dengan rata-rata jumlah anggota keluarga. Pengguna air minum kemasan adalah individu perorangan dan rumahtangga. Jumlahnya dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan rata-rata jumlah anggota dalam keluarga. Tabel 4. Jumlah Pengguna Sumberdaya Air Menurut Sektor dan SSWS di Pulau Lombok, Tahun 009 SUB SEKTOR SSWS DODOKAN SSWS JELATENG SSWS MENANGA SSWS PUTIH JML (Juta) R (%) JML (Juta) R (%) JML (Juta) R (%) JML (Juta) R (%) PENDUDUK RUMAHTANGGA PDAM SUMUR RT PAMK PADI JAGUNG KEDELAI KC. TANAH IND. PANGAN IND.NONPANGAN PERHOTELAN RUMAH MAKAN Pengguna air untuk pertanian adalah jumlah petani yang diperlukan untuk dapat menghasilkan komoditas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jumlah petani dihitung dari luas lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dibagi dengan rata-rata kepemilikan lahan. Luas lahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan pangan dihitung dari jumlah pangan yang dibutuhkan dibagi dengan produktifitas lahan dalam menghasilkan komoditas pangan tersebut. Pengguna air

19 175 untuk sektor industri adalah rumahtangga yang mengkonsumsi hasil produksi sektor industry. Dihitung dari jumlah penduduk dibagi dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga. Pengguna air untuk Sektor Pariwisata adalah jumlah wisatawan yang menginap di hotel dan pengunjung restorant. Data diperoleh dari Dinas Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Barat. 6.4 Model Empiris Alokasi Sumberdaya Air di Pulau Lombok Fungsi Tujuan Tujuan model optimasi dalam pengelolaan sumberdaya air di Pulau Lombok adalah memaksimum nilai kini total benefit sosial netto selama horizon waktu Perhitungan benefit sosial netto dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu (i) pendekatan consumer surplus dan producer surplus dan (ii) pendekatan nilai produk marginal (the Value of Marginal Product). Benefit sosial yang diperoleh konsumen ditunjukkan oleh besarnya consumer surplus, secara grafis digambarkan oleh luas area di bawah kurva inverse demand function dikurangi besarnya pengeluaran (expenditure), sedang benefit sosial yang diperoleh produsen sebesar penerimaan (harga dikalikan jumlah barang yang dijual) dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Karena pengeluaran rumahtangga besarnya sama dengan penerimaan perusahaan, maka benefit bersih merupakan selisih antara besarnya area di bawah inverse demand function dan marginal cost (supply) function. Inverse demand function dari air dan barang-barang konsumsi dapat diturunkan dari fungsi permintaan. Karena selain variabel konsumsi air dan harga adalah parameter, maka untuk tujuan penyederhanaan, nilainya diakumulasikan

20 176 dalam intercept, sehingga inverse demand function hanya merupakan hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta. Tabel 4. Estimasi Koefisien Fungsi Benefit Marginal Untuk Seluruh Pengguna Air di Pulau Lombok, Tahun 010 SUB SATUAN WILAYAH SUNGAI SEKTOR SUB-SEKTOR DODOKAN JELATENG MENANGA PUTIH AR1ij1 ARij1 AR1ij ARij AR1ij ARij AR1ij4 ARij4 PDAM URBAN SERVICES SUMUR* AIR KEMASAN INDUSTRI INDUSTRI PANGAN IND. NON PANGAN PARIWISATA PERHOTELAN RESTORAN Keterangan: A1ijk = harga maksimum yang konsumen bayarkan untuk 1 unit pertama barang yang dikonsumsi. Aijk = elastisitas permintaan *) nilai parameter bukan dari hasil estimasi fungsi demand, nilai air sumur yang sudah disamakan dengan harga rata-rata air PDAM, sehingga nilai marginalnya merupakan perkalian antara harga ratarata air PDAM dan kuantitas air sumur yang digunakan. Tabel 4 menunjukkan hasil estimasi fungsi benefit sosial marginal dari masing-masing jenis permintaan air dan barang-barang konsumsi rumahtangga pada setiap SSWS yang ada di Pulau Lombok. Nilai AR1ijkR (nilai maksimum masingmasing barang) dari fungsi permintaan barang yang dihasilkan oleh setiap sub sektor relatif sama untuk keempat wilayah yang ada. Demikian juga dengan nilai inverse demand elastisity (ARijkR) memiliki besaran yang hampir sama dan seluruhnya memiliki tanda negatif yang menunjukkan hubungan terbalik antara harga dan jumlah barang yang diminta.

21 mp 177 Untuk penggunaan air PDAM di SSWS Dodokan misalnya, fungsi marginal benefit dapat dirumuskan sebagai SP1P P, menunjukkan bahwa nilai maksimum willingness to pay konsumen akan satu unit pertama air PDAM adalah sebesar Rp , nilai tersebut terus mengalami penurunan sebesar 8.8% untuk setiap tambahan 1 unit konsumsi air berikutnya. Untuk komoditas yang bukan berbasis air yaitu untuk komoditas hasil industri baik industri pangan maupun non pangan, dan jasa pariwisata yang berupa jasa layanan penginapan (perhotelan) dan jasa kuliner (rumah makan), fungsi permintaan akan barang dan jasa tersebut ditransformasikan menjadi permintaan air dengan menerapkan konsep air maya, yaitu air yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan barang tersebut. Jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan seluruh barang dibagi dengan besarnya air maya barang tersebut. Dari besarnya nilai intercept dapat dilihat bahwa di SSWS Dodokan (sebagai contoh) air minum kemasan memiliki nilai willingness to pay maximum tertinggi (Rp per mp P), kemudian perhotelan (Rp per P) pada urutan ke dua, dan rumah makan (Rp 545. per mp P) pada urutan ke tiga. Nilai willingness to pay konsumen terhadap barang hasil industri non pangan adalah terendah (Rp 54.5 per mp P). Selain air sumur (pasar tidak eksis), respon jumlah konsumsi terhadap perubahan willingness to pay (dilihat dari nilai slope dari variabel jumlah air yang dikonsumsi) industri non pangan adalah tertinggi (76%), perhotelan sebesar 7%, industri pangan sebesar % dan rumah makan sebesar 1%. Respon jumlah konsumsi terhadap perubahan harga di SSWS lain juga memiliki kecenderungan yang sama.

22 178 Marginal benefit dari penggunaan air pada sektor pertanian dihitung dengan pendekatan nilai produk marginalnya, yaitu merupakan hasil perkalian antara harga barang yang dihasilkan dengan produk marginal. Produk marginal menggambarkan besarnya tambahan output akibat adanya penambahan satu satuan input ke dalam proses produksi. Besarnya produk marginal diperoleh dari turunan pertama fungsi produksi. Dalam penelitian ini, bentuk fungsi produksi Cob-Douglas digunakan untuk mengestimasi hubungan fisik antara input yang digunakan dengan output. Tabel 44 dn 45 menunjukkan hasil estimasi parameter penduga fungsi produksi komoditas pertanian yang dominan dihasilkan di Pulau Lombok, yaitu padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Estimasi fungsi produksi padi dilakukan untuk setiap SSWS, namun untuk komoditas lainnya, karena terbatasnya jumlah petani sampel yang menanam masing-masing komoditas tersebut, maka estimasi fungsi produksi dilakukan untuk level Pulau Lombok, sehingga fungsi produksi untuk komoditas jagung, kedelai dan kacang tanah memiliki nilai parameter yang sama untuk seluruh SSWS. Tabel 44. Nilai Estimasi Parameter Fungsi Produksi Padi di Pulau Lombok, Tahun 010 SSWS Intercept Koefisien Input Air Bibit T. Kerja Pupuk N Pupuk P Dodokan Jelateng Menanga Putih Hasil estimasi menunjukkan bahwa produksi padi di seluruh SSWS berada pada kondisi increasing return to scale yang ditunjukkan oleh jumlah seluruh koefisien parameter variabel inputnya lebih besar dari satu. Air memiliki pengaruh tertinggi (lebih dari 64%) terhadap produksi pada seluruh SSWS.

23 179 Tabel 45. Nilai Estimasi Parameter Fungsi Produksi Palawija Menurut SSWS di Pulau Lombok, Tahun 010 Koefisien Input KOMODITI Intercept Air Bibit T. Kerja Pupuk N Pupuk P Jagung Kedelai Kacang Tanah Hasil estimasi koefisien parameter variabel input produksi palawija menunjukkan bahwa produksi kacang tanah di seluruh SSWS berada pada increasing return to scale yang ditunjukkan oleh nilai total koefisiennya lebih besar dari satu. Sedang produksi jagung dan kedelai di seluruh SSWS berada pada kondisi decreasing return to scale yang ditunjukkan oleh nilai total koefisien lebih kecil dari satu. Pengaruh air terhadap produksi palawija tidak sebesar pengaruhnya pada produksi padi, hanya berkisar 0 40%, sedang pada produksi palawija, bibit dan tenaga kerja memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan input lainnya, meskipun tenaga kerja memiliki pengaruh negatif. Tabel 46 menunjukkan hasil perhitungan nilai produk marginal dari input air pada setiap produksi komoditas pertanian yang diteliti. Produk marginal input air dihitung dari turunan pertama fungsi produksi, dengan asumsi penggunaan input lain tetap, dan nilai produk marginal diperoleh dari hasil perkalian antara produk marginal dan harga komoditi tersebut. Padi di SSWS Dodokan memiliki produk marginal dan nilai produk marginal tertinggi, disusul padi di SSWS Menanga dan kacang tanah di setiap SSWS. Besarnya nilai produk marginal akan menentukan alokasi sumberdaya air, dimana komoditi dengan nilai produk marginal tertinggi akan memperoleh alokasi tertinggi, jika tidak ada kendala yang mengatur lain.

24 180 Tabel 46. Hasil Perhitungan Produk Marginal dan Nilai Produk Marginal PADI KOMODITI HARGA (Rp) PRODUK MARGINAL NILAI PRODUK MARGINAL SSWS Dodokan SSWS Jelateng SSWS Menanga SSWS Putih JAGUNG KEDELAI KC. TANAH Selain mengkonsumsi bahan pangan nabati, rumahtangga juga mengkonsumsi bahan makanan hewani sebagai sumber protein. Bahan makanan hewani yang biasa dikonsumsi berupa ikan (laut maupun air tawar), telur, daging ayam dan daging sapi. Dalam penelitian ini alokasi air untuk produksi ikan (air tawar), telur, ayam dan daging tidak dimasukkan sebagai variabel keputusan (decision variable) dalam model karena beberapa alasan. Usaha budidaya air tawar banyak dilakukan di dalam keramba yang dibenamkan dalam sungai sehingga tidak memerlukan alokasi khusus, air yang diperlukan merupakan bagian dari aliran untuk lingkungan (environmental flows). Meskipun sebagian budidaya ikan air tawar juga dilakukan di kolam atau tambak, air bukanlah bagian dari input, namun lebih merupakan media tumbuh yang akan kembali ke perairan. Sedang untuk hasil usaha peternakan, terutama untuk ternak sapi, karena karakteristik usaha ternak adalah ternak rakyat yang diusahakan dalam skala kecil pada level rumah tangga, dan merupakan usaha sampingan selain usaha pertanian, maka agak sulit untuk melakukan estimasi fungsi biaya. Oleh karenanya dalam penelitian ini alokasi sumberdaya air untuk usaha peternakan tidak dimasukkan sebagai variabel

25 181 keputusan dalam model, namun ditetapkan sebagai variabel eksternal yang ditetapkan (determined). Besarnya alokasi sumberdaya air untuk usaha peternakan dihitung dengan menggunakan konsep air maya (virtual water), dimana untuk menghasilkan telur, ayam dan daging masing-masing diperlukan air sebanyak liter, 5 54 liter dan liter untuk setiap kg komoditas tersebut. Jumlah konsumsi telur, ayam dan daging pada tahun 010 berdasarkan Sasaran Konsumsi Pangan Harapan Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun masing-masing sebesar 5.6 kg, 1.6 kg dan 1.4 kg per kapita per tahun dengan pertumbuhan konsumsi sebesar 4.4%, 4.% dan 4.6% per tahun. Total kebutuhan air untuk peternakan merupakan perkalian antara konsumsi per kapita pada tahun ke (t) dikali kebutuhan air maya dikali jumlah penduduk masing-masing SSWS. Dalam model total kebutuhan air untuk peternakan ini dikurangkan terhadap debit air yang dialokasikan untuk seluruh sektor Estimasi Fungsi Kendala 1. Kendala Kebutuhan Air Air merupakan kebutuhan dasar manusia untuk hidup, oleh karena itu ketersediaannya harus dijamin. Kebutuhan rata-rata air PDAM dan air sumur sebesar 7.5 mp kapita per bulan. Besarnya kebutuhan air ini akan meningkat sepanjang tahun seiring dengan laju pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Air yang dialokasikan untuk PDAM dan air sumur harus lebih besar atau sama dengan kebutuhan rata-rata air dikali jumlah penduduk pada tahun yang sama.. Kendala Hidrologi Balai Hidrologi Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (004) mengestimasi bahwa dengan luas DAS 4 79 kmp P, Pulau Lombok memiliki potensi

26 mp P pada P untuk P untuk P untuk P untuk 18 air permukaan sebesar 91 juta mp tahun yang terdistribusi sebesar 1167 juta SSWS Dodokan dengan luas DAS sebesar 07 kmp P, 198 juta mp P pada SSWS Jelateng dengan luas DAS 50 kmp P, 5 juta mp P pada SSWS Menanga dengan luas DAS 101 kmp P, dan 1015 juta mp P pada SSWS Putih dengan luas DAS 1197 kmp P. Potensi ini dihitung dengan mempertibangkan faktor curah hujan, hari hujan, elevasi wilayah, koefisien infiltrasi, koefisian limpasan, dan faktor lainnya. Potensi air permukaan ini diasumsikan terus meningkat sebesar 1% per tahun seiring dengan makin digalakkannya program reboisasi daerah tangkapan air sekitar Gunung Rinjani. Pada tahun 010 potensi tersebut diperkirakan sebesar juta mp SSWS Dodokan, juta mp SSWS Jelateng, juta mp SSWS Menanga, dan juta mp SSWS Putih. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Nusa Tenggara Barat (004) tingkat pengisian kembali (Recharge) aquifer Cekungan Air Tanah Mataram Selong sebesar mp detik (670 juta mp tahun) dengan luas wilayah 66 kmp P, Cekungan Air Tanah Tanjung-Sambelia dengan luas wilayah 114 kmp P memiliki tingkat recharge sebesar 7.8 mp detik (46 juta mp tahun), dan Cekungan Air Tanah Awang dengan luas wilayah kmp P memiliki tingkat recharge sebesar.58 mp detik (8.840 juta mp tahun). Karena pembagian satuan wilayah aliran air permukaan dan air tanah berbeda, maka penyusunan model dalam penelitian ini mengikuti pembagian satuan wilayah aliran air permukan. Oleh karenanya perlu dilakukan estimasi potensi air tanah menurut SSWS, dengan jalan melakukan pembobotan atas dasar luas wilayah. Potensi (recharge) air tanah SSWS Dodokan ditetapkan sebesar 80% dari potensi air tanah CAT Mataram-Selong, potensi air tanah SSWS Jelateng sebesar 100% dari CAT Sekotong-Awang, potensi air tanah SSWS Menanga ditetapkan sebesar 0% dari

27 18 potensi CAT Mataram-Selong ditambah 40% dari potensi CAT Tanjung-Sambelia, sedang potensi SSWS Menanga ditetapkan sebesar 60% dari potensi CAT Tanjung- Sambelia. Potensi air tanah masing-masing SSWS sebesar 56 juta mp tahun untuk Dodokan, juta mp tahun untu Jelateng,.4 juta mp tahun untuk Menanga, dan juta mp tahun untuk Putih. Karena data stok air tanah tidak tersedia, maka stok air tanah diestimasi dengan jalan diproksi dari data recharge dan stok air tanah Wilayah Jakarta (Syaukat, 000). Stok air tanah Pulau Lombok diprediksi sebesar juta mp P.. Kendala Kecukupan Kebutuhan Pangan Kebutuhan pangan masyarakat ditetapkan atas dasar besarnya Sasaran Konsumsi Pangan Harapan yang dirumuskan oleh Badan ketahanan Pangan Propinsi Nusa Tenggara Barat (007), pada tahun 009 masing-masing sebesar 90. kg per kapita per tahun untuk beras, 1.4 kg per kapita per tahun untuk daging ruminansia, 1.6 kg per kapita per tahun untuk daging unggas, dan 5.6 kg per kapita per tahun untuk telur. Besarnya konsumsi beras tetap sepanjang tahun, namun konsumsi daging ruminansia, daging ayam dan telur meningkat dengan lajunpeningkatan sebesar 4.6%, 4.4% dan 4.% setiap tahunnya. 4. Kebutuhan Air untuk Lingkungan Kebutuhan air untuk lingkungan menggambarkan jumlah, waktu (timing) dan kualitas air yang dibutuhkan untuk menjaga kelestarian air bersih (freshwater), ekosistem estuarine, kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya yang kelangsungan hidupnya tergantung pada ekosistem tersebut. Tidak ada aturan baku berapa air yang harus dialirkan untuk lingkungan, besarnya sangat tergantung pada kondisi lingkungan suatu wilayah, dan keputusan stakeholder tentang karakteristik

28 184 dan kesehatan lingkungan pada masa depan yang diinginkan oleh suatu masyarakat. Beberapa metode telah dikembangkan di beberapa negara untuk mendefinisikan kebutuhan aliran untuk lingkungan ini diantaranya metode Look-up Tables, Desk Top Analysis, Functional Analysis, Habitat Modelling, dan beberapa metode lainnya (Dayson, M., Bergkamp, G., dan Scanlon, J., 00; Tharme, R.E., 00). Secara umum besarnya environmental flows ditetapkan sebesar 10% dari rata-rata aliran global untuk kualitas aliran rendah (poor flows), 0% untuk kualitas aliran moderat (satisfactory flows), dan 60% untuk kualitas aliran bagus (excellent flows). Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam model alokasi sumberdaya air di Pulau Lombok ini, ditetapkan enfironmental flows sebesar 0% dari debit air permukaan. Meskipun besarnya aliran ini masih lebih kecil dari kondisi moderat namun aliran balik dari sisa penggunaan seluruh sektor akan menambah jumlah aliran ini. 6.5 Prosedur Penyelesaian Masalah Optimasi GAMS (General Algebraic Modelling System) adalah program bahasa komputer yang dibangun untuk membantu ekonom pada Bank Dunia dalam analysis kuantitatif dari kebijakan ekonomi (Rutherford, 1995). GAMS dibangun oleh GAM Development Corporation-Washington D.C., dikenal secara luas sebagai alat yang dapat digunakan untuk membangun dan menyelesaikan program matematik dalam skala besar. Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah Program Non Linier Dinamik (Dynamic Non Linear Programming, DNLP). Dalam penyelesaian program matematik diperlukan Algoritma Lagrangian yang terdiri dari serangkaian

29 185 iterasi yang berturutan, dimana setiap rangkaian iterasi memerlukan penyelesaian dari suatu set kendala yang terdiri dari kendala linier maupun non linier dan batasan (bound) tertentu pada suatu kendala. Serangkaian iterasi terus dilakukan sehingga titik yang mendekati kondisi optimum dari serangkaian kendala tersebut teridentifikasi. Penyelesaian model non linier dinamik pengelolaan sumberdaya air di Pulau Lombok ini memerlukan tahap. Pertama, tahap formulasi dan penyelesaian problem pada kondisi status quo dengan simulasi variasi discount rate dan tingkat pertumbuhan ekonomi ( opsi discount rate, dan opsi tingkat pertumbuhan ekonomi, sehingga terdapat 6 program ). Program ini ditulis sebagai File Input 1 pada Gambar 8. Solusi dari program ini kemudian disimpan sebagai File Output 1. File penyelesaian problem ini tidak dapat tercipta hingga seluruh opsi dapat terdeteksi, dan tidak ditemukan kesalahan dalam penulisan sintax. Tahap kedua terdiri dari formulasi dan penyelesaian program problem pada kondisi diimplementasikannya kebijakan swsembada pangan dan pembatasan total ekstraksi air tanah, juga dengan simulasi variasi dscount rate dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sama pada tahap 1, sehingga terdapat 1 program. Seluruh program pada tahap dua ini disimpan dalam File Input. Pada tahap ini GAMS akan menjalankan kembali program pada tahap 1 dengan menambahkan atau merubah kendala yang dibutuhkan dalam skenario kebijakan swasembada pangan maupun kebijakan pembatasan total ekstraksi air tanah. Contoh sintax program disajikan pada Lampiran 10.

30 186 TAHAP 1: FI L E IN PU T 1 PROGRAM STATUS QUO GAMS FILE OUTPUT 1 TAHAP INPUT FILE Penambahan Dan Perubahan Kendala GAMS FILE OUTPUT 1 OUTPUT FINAL Gambar 8. Tahapan Prosedur Penyelesaian Program Optimasi

VII. PENGARUH KEBIJAKAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA AIR, STOK AIR TANAH, NILAI KINI BENEFIT SOSIAL DAN NILAI EKONOMI AIR

VII. PENGARUH KEBIJAKAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA AIR, STOK AIR TANAH, NILAI KINI BENEFIT SOSIAL DAN NILAI EKONOMI AIR 187 VII. PENGARUH KEBIJAKAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA AIR, STOK AIR TANAH, NILAI KINI BENEFIT SOSIAL DAN NILAI EKONOMI AIR 7.1 Konsumsi Sumberdaya Air. 7.1.1 Konsumsi Air Tahunan dan Kumulatif Konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok dewasa ini telah

I. PENDAHULUAN. Masalah kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok dewasa ini telah P per P per I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok dewasa ini telah mendapat perhatian banyak pihak, termasuk pemerintah, LSM, akademisi dan masyarakat luas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Simulasi Dan Analisis Kebijakan

Simulasi Dan Analisis Kebijakan Bab VI. Simulasi Dan Analisis Kebijakan Dalam bab ini akan dipaparkan skenario-skenario serta analisis terhadap perilaku model dalam skenario-skenario. Model yang disimulasi dengan skenario-skenario terpilih

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

V. KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA SAAT INI. 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau Lombok

V. KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA SAAT INI. 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau Lombok P Bujur P Lintang V. KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PADA SAAT INI 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau Lombok 5.1.1 Kondisi Geografi Pulau Lombok Pulau Lombok merupakan salah

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi PDAM Bekasi merupakan salah satu PDAM yang berada di wilayah Kota Bekasi. Pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar, ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

Harga (Pq) Supply (S)

Harga (Pq) Supply (S) I. MEKANISME HARGA Fokus pembicaraan dalam ekonomi mikro adalah membahas bagaimana pembeli dan penjual melakukan interaksi dalam memperoleh barang dan jasa. Kesepakatan dalam interaksi ditandai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muka bumi yang luasnya ± 510.073 juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 148.94 juta Km 2 (29.2%) dan lautan 361.132 juta Km 2 (70.8%), sehingga dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Produksi Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING

ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING VII ANALISIS MODEL LINEAR PROGRAMMING 7.1. Penentuan Model Linear Programming Produksi Tempe Dampak kenaikan harga kedelai pada pengrajin tempe skala kecil, menengah, dan besar dianalisis dengan menggunakan

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL PENELITIAN

SEMINAR HASIL PENELITIAN 1 SEMINAR HASIL PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan bidang sumber daya air yang meliputi perencanaan umum, teknis, pelaksanaan fisik, operasi dan pemeliharaan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang esensial bagi kebutuhan rumah tangga, pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang esensial bagi kebutuhan rumah tangga, pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang paling berharga. Air tidak saja perlu bagi manusia, tetapi hewan dan juga tumbuhan sebagai media pengangkut, sumber energi dan keperluan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin hari semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula kebutuhan air bersih. Peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI DI KOTA MEDAN. Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI DI KOTA MEDAN. Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI DI KOTA MEDAN Rizki Andini *), Satia Negara Lubis **), dan Sri Fajar Ayu **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang analisis produksi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut hasil

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut hasil BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Dasar Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut hasil penelitian Galton, meskipun ada kecenderungan pada orangtua yang

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 199 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SAMARINDA

PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SAMARINDA EPP. Vol.5.No.2.2008:28-33 28 PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SAMARINDA (Soybean Demand at Samarinda City) Elvina Rohana dan Nella Naomi Duakaju Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Permintaan Dan Kurva Permintaan Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkat analisis untuk melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu daerah sering membawa dampak, baik dari nilai positif maupun nilai negatif. Semakin berkembangnya suatu daerah tersebut akan meningkatkan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/03/Th. XVI, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2013 SEBESAR 97,22 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Februari 2013 sebesar 97,22

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transformasi sektor pertanian ke sektor industri bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia tidaklah dapat dihindarkan. Indonesia merupakan negara yang sedang

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT Sasongko W Rusdianto, Farida Sukmawati, Dwi Pratomo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Anonimous (2012) dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia diperlukan asupan gizi yang baik.

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP ELASTISITAS DALAM PERMINTAAN DAN PENAWARAN.

PENERAPAN KONSEP ELASTISITAS DALAM PERMINTAAN DAN PENAWARAN. PENERAPAN KONSEP ELASTISITAS DALAM PERMINTAAN DAN PENAWARAN. Elastisitas merupakan salah satu konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep elastisitas sering dipakai sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor pertanian yang memiliki peranan penting terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB 4 POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH

BAB 4 POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH BAB 4 POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil analisis pola konsumsi air bersih rumah tangga di Kelurahan Setiamanah, Kecamatan Cimahi Tengah.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci