5. PERANCANGAN MODEL MANAJEMEN RISIKO PADA INVESTASI AGROINDUSTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5. PERANCANGAN MODEL MANAJEMEN RISIKO PADA INVESTASI AGROINDUSTRI"

Transkripsi

1 5. PERANCANGAN MODEL MANAJEMEN RISIKO PADA INVESTASI AGROINDUSTRI 5.1 Pemodelan Sistem Pelaku utama dalam agroindustri lada putih adalah petani, pengolah, pedagang dan eksportir, pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi, lembaga keuangan, serta lembaga penelitian. Kebutuhan pelaku tertera pada Tabel 18. Tabel 18. Analisa Kebutuhan No Pelaku Aspek Kebutuhan 1 Petani Bahan Baku Ketersediaan sarana produksi pertanian Ketersediaan benih unggul Teknologi Ketersediaan teknologi budidaya Pelatihan dan Pendampingan Pemasaran Informasi harga Respon harga terhadap peningkatan mutu produk Infrastruktur Kondisi jaringan jalan usahatani Kebijakan Kebijakan adopsi dan diseminasi teknologi Pendanaan Suku bunga yang rendah Skim pendanaan yang sesuai Pinjaman Kelembagaan Peningkatan peran institusi ekonomi 2 Agroindustri Bahan Baku Bahan baku sesuai standar Teknologi Ketersediaan alat perontok, alat pengupas, alat pengering, dan alat sortasi lada Pelatihan dan pendampingan Pemasaran Pemasaran yang terintegrasi Informasi harga Respon harga terhadap peningkatan mutu produk Infrastruktur Kondisi jaringan jalan usahatani Infrastruktur energi Kebijakan Iklim usaha Kebijakan peningkatan investasi Kebijakan pengembangan jaringan usaha Kebijakan pemberdayaan UKM Pendanaan Suku bunga yang rendah Skim pendanaan yang sesuai Pinjaman Kelembagaan Peningkatan peran institusi ekonomi di daerah 3 Pedagang dan Produk Mutu produk yang sesuai persyaratan Eksportir Pemasaran Informasi harga Kebijakan Iklim usaha Kebijakan peningkatan investasi Kebijakan pengembangan jaringan usaha Pendanaan Suku bunga yang rendah Pinjaman 4 Pemerintah Klaster Komoditas Model pengembangan rantai nilai Pendanaan Model pendanaan 5 Asosiasi Kelembagaan Dukungan penguatan kelembagaan Kebijakan Kebijakan pengembangan jaringan usaha 6 Lembaga keuangan Pendanaan Kebutuhan pendanaan Dukungan penjaminan pemerintah daerah Informasi kelayakan investasi agroindustri Informasi dan perilaku risiko investasi agroindustri 7 Lembaga Penelitian Teknologi Informasi model proses adopsi teknologi 97

2 Agroindustri memiliki kebutuhan dalam proses pengadaan aset pencipta daya saing yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya teknologi, sumberdaya finansial, dan sumberdaya informasi. Pedagang dan eksportir memiliki kebutuhan pendanaan dan dukungan kebijakan yang berfungsi dalam mengatur dan mendukung proses pengembangan agroindustri. Pemerintah memiliki kebutuhan dalam bentuk ketersediaan data dan informasi tentang model pengembangan agroindustri lada. Melalui hal ini, pemerintah dapat menetapkan kebijakan dan menyediakan dukungan fasilitas yang sesuai. Bagi lembaga keuangan, dukungan akan diberikan dalam bentuk pendanaan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi kelayakan investasi, serta jenis dan perilaku risiko. Bagi lembaga penelitian, dukungan bagi pengembangan agroindustri lada akan diberikan dalam bentuk penyediaan dan diseminasi teknologi yang sesuai kebutuhan. Pengembangan agroindustri diharapkan dapat meningkatkan pencapaian mutu, pangsa pasar, keuntungan, dan keberlanjutan. Dalam proses pencapaian tersebut, pelaku dihadapkan pada keterbatasan kepemilikan asset, yaitu teknologi, pengetahuan dan ketrampilan, informasi pasar, infrastruktur perekonomian perdesaan, dan modal, yang dibutuhkan bagi penciptaan daya saing. Sebagai akibatnya proses peningkatan mutu, proses pencapaian efisiensi biaya, dan proses peningkatan keberlanjutan, tidak berjalan optimal. Oleh karena itu diperlukan investasi yang memungkinkan pelaku untuk melakukan pengembangan agroindustri. Membangun kemandirian untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat lokal, bagi setiap kabupaten/kota khususnya dan propinsi merupakan keharusan dan tuntutan semua elemen dalam melaksanakan semangat UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu cara mencapainya dapat melalui pengembangan ekonomi berbasis komoditas unggulan sebagai suatu instrumen kebijakan. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah yang pada akhirnya berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lada putih sebagai komoditas unggulan daerah diharapkan dapat berperan sebagai penggerak utama (prime mover) dalam pembangunan ekonomi daerah. 98

3 Akar permasalahan utama rendahnya kinerja agroindustri adalah keterbatasan sumberdaya finansial. Agroindustri pada sebagian besar komoditas didominasi UKM. Isu dominan yang muncul dalam pembiayaan UKM antara lain unit usaha dianggap tidak layak secara bisnis, kurang informasi, tidak memiliki agunan, agunan yang ada tidak mencukupi, serta berbagai permasalahan legalitas. Pada kegiatan agroindustri sebagai sebuah kegiatan ekonomi yang berbasis pertanian, hal ini diperburuk oleh tingginya risiko yang dihadapi dalam proses produksi. Berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan agroindustri terlihat dari komitmen pemerintah melalui peningkatan peran perbankan dalam kegiatan investasi dan pembiayaan. Pada penerapannya hal ini masih terkendala pada permasalahan usaha yang umumnya masih masuk dalam kategori belum bankable, terutama dikaitkan dengan ketentuan prudential banking yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Investasi merupakan langkah strategis dalam proses pengembangan agroindustri lada putih. Melalui kegiatan investasi dimungkinkan tersedianya aset daya saing dan penerapan proses penciptaan daya saing. Kedua hal ini akan menentukan pengembangan agroindustri dalam proses pencapaian pencapaian mutu dan mutu produk yang optimal. Mengingat lada merupakan komoditas ekspor, maka pencapaian kuantitas dan mutu ini akan menentukan juga pasar pangsa lada di pasar dunia. Pencapaian kinerja ini memberikan keuntungan yang signifikan yang dapat digunakan sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan investasi selanjutnya. Keputusan dalam kegiatan investasi dipengaruhi oleh risiko yang melekat pada kegiatan tersebut. Hal ini menyebabkan diperlukan adanya pengelolaan risiko yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pengelolaan risiko memungkinkan sumberdaya dapat tersedia secara memadai, proses produksi pada sistem agroindustri berjalan dengan baik, serta produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Melalui pengelolaan risiko dan penyediaan aset penciptaan daya saing, maka diharapkan akan terjadi pencapaian kuantitas dan mutu produk yang optimal. Diagram lingkar sebab akibat dari berbagai fenomena yang terjadi pada sistem agroindutri tersebut tertera pada Gambar

4 Gambar 27. Diagram Lingkar Sebab Akibat Diagram input output pada sistem manajemen risiko investasi agroindustri disajikan pada Gambar 28. Sistem manajemen risiko pada investasi agroindustri lada memungkinkan terjadinya pemanfaatan input terkendali untuk mencapai tujuan terjadinya investasi. Melalui kegiatan investasi ini maka diharapkan akan tercapai peningkatan kuantitas dan mutu produk yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing. Melalui sistem manajemen risiko pada investasi agroindustri diharapkan akan mampu menjalankan transformasi input menjadi output yang diharapkan. Sistem yang berjalan dengan baik diharapkan akan meningkatkan daya tarik investasi, terhindarnya penahanan produk pada pasar dunia, dan pencapaian efisiensi yang dinyatakan dalam bentuk biaya. 100

5 Gambar 28. Diagram Input Output 5.2 Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Risiko pada Investasi Agroindustri Sistem Penunjang Keputusan Sistem Manajemen Risiko Terpadu pada Investasi Agroindustri dengan nama SMART INVEST, terdiri dari empat subsistem yaitu; subsistem manajemen basis data, subsistem manajemen basis model, subsistem pengolahan terpusat, dan subsistem manajemen dialog (Gambar 29). Uraian deskripsi, kebutuhan hardware dan software, prosedur instalasi, struktur program, serta prosedur pengoperasian tertera pada Lampiran 5. SPK ini merupakan SPK dengan tipe model driven yang memungkinkan dilakukan analisis dan simulasi. SPK ini menggunakan data input dan data hasil analisis yang disediakan oleh pembuat keputusan untuk membantu para pengambil keputusan dalam menganalisis. Terdapat sebelas jenis dataa yaitu: bobot pakar, bobot komponen risiko, tingkat keparahan, tingkat kejadian, tingkat pendeteksian, nilai kerentanan (vulnerability), kemampuan pengelolaann risiko, 101

6 bobot instrumen pengelolaan risiko, nilai bobot kelompok risiko, input analisis finansial, serta nilai indikator peubah. Gambar 29. Kerangka Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Risiko pada Investasi Agroindustri Subsistem manajemen basis data, melalui subsistem pengolahan terpusat, terkoneksi dengan model perhitungan yang digunakan di dalam SPK ini. Sumber data untuk permodelan ini berasal dari sub-sistem manajemen basis data, dimana hasil dari perhitungan pemodelan akan disimpan kembali ke sub-sistem ini. Basis model berisi model kuantitatif yang berfungsi untuk mengelola model agar dapat digunakan untuk melakukan analisis dan perhitungan komputatif pada proses pengambilan keputusan. Pengelolaan meliputi aktivitas untuk menyimpan, menghubungkan dan mengakses model. Subsistem manajemen basis model terdiri dari delapan jenis model yaitu: Pembobotan Pakar, 102

7 Pembobotan Komponen Risiko, Penilaian Risiko, Agregasi Nilai Risiko, Analisis Kapasitas Pengelolaan Risiko, Analisis Instrumen Pengeloaan Risiko, Analisis Finansial, dan Simulasi Kelayakan Investasi. Sistem pengolahan terpusat adalah koordinator dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh dan berfungsi menjaga keterkaitan antar sistem yang ada. Sistem ini menerima masukan basis data, basis model dan manajemen dialog dalam bentuk baku serta menghasilkan keluaran sistem yang dikehendaki. Sistem manajemen dialog adalah bagian sistem penunjang keputusan yang berkomunikasi langsung dengan pengguna. Sistem ini berfungsi menerima masukan dan memberi keluaran yang dikehendaki oleh pengguna. Pengguna SPK, yaitu pelaku sistem komoditas lada, investor, dan pemerintah, dapat menggunakan SPK melalui media berupa grafik atau interface pengguna konvensional melalui sub sistem manajemen dialog. Pelaku pada sistem komoditas lada, investor, dan pemerintah merupakan pengguna SPK. Bagi investor, SPK dapat memberikan gambaran mengenai kelayakan investasi dan pengaruh risiko terhadap kelayakan investasi. Bagi pelaku pada sistem komoditas lada, SPK dapat memberikan gambaran nilai risiko dan pengelolaan risiko terpadu. Bagi pemerintah, SPK dapat memberikan panduan dalam penyusunan instrumen pengelolaan risiko sebagai bentuk dukungan fasilitas dari pemerintah dan stakeholder lain. 5.3 Identifikasi Risiko Keberhasilan pengembangan agroindustri berbasis alat dan mesin pertanian dipengaruhi oleh aspek kelembagaan pasca panen, aspek teknis, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek ergonomis (Ditjen PPHP 2007). Pada aspek agroindustri, fokus analisis risiko adalah perihal yang berkaitan dengan aspek teknis, sedangkan aspek kelembagaan dianalisis pada bagian terpisah. Identifikasi risiko pada agroindustri lada dilakukan dengan menganalisis risiko berdasarkan sumbernya. Risiko tersebut terdiri dari risiko akibat kegagalan perangkat keras (hardware failure), kegagalan perangkat lunak (software failure), kegagalan kelembagaan (organizational failure), dan kegagalan sumberdaya manusia (human failure) (Haimes 2009) dalam kaitannya dengan pencapaian 103

8 parameter mutu yang terdapat pada SNI , ISO 959-2, dan Standar Mutu IPC. Berdasarkan sifat produk yang dihasilkan, risiko pada agroindustri lada dipengaruhi oleh risiko yang terjadi pada rantai sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya transmisi risiko pada rantai nilai komoditas lada. Oleh karena itu diperhitungkan risiko pada aspek budidaya dan pemasaran. Identifikasi pada aspek lain dilakukan dengan menggunakan risiko pada konsep pertanian (Miller et al. 2004), agribisnis (Angelucci dan Conforti 2010), atau rantai pasok (Kim et al. 2004). Terdapat enam jenis risiko merupakan penambahan jenis risiko berdasarkan sifat spesifik dari sistem komoditas yang menjadi obyek kajian. Risiko tersebut yaitu risiko lokasi lahan dan risiko daya dukung lingkungan pada aspek budidaya, risiko Indikasii Geografis, risiko subtitusi produk, dan risiko persaingan pada aspek pemasaran, serta risiko ketergantungan antar pelaku pada aspek kelembagaan. Identifikasi risiko dapat dilihat dari bagaimana struktur dan dinamika rantai nilai pada suatu komoditas. Hal ini didasarkan kepada kondisi dimana kinerja rantai nilai sistem komoditas dipengaruhi struktur dan dinamika rantai nilai. Risiko sistem komoditas lada terdiri dari risiko pada aspek agroindustri, budidaya, pemasaran, kelembagaan, dan finansial (Gambar 30). 104 Gambar 30. Taksonomi Risiko Investasi Agroindustri Lada

9 Risiko pada aspek agroindustri adalah tidak tercapainya standar mutu lada putih. Standar mutu tersebut antara lain dinyatakan dengan: warna, kadar air, kerapatan massa, lada berjamur, lada enteng, lada berjamur, escherichia coli, serta salmonella, lada terserang serangga, kotoran mamalia, kandungan lada hitam, lada enteng, dan kandungan bahan asing. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada agroindustri tertera pada Tabel 19. Tabel 19. Risiko pada Aspek Agroindustri Nama Risiko Bentuk Kegagalan (Failure Mode) 1. Lada tercampur Mesin perontok: alat pemisah tidak bekerja dengan baik 2. Lada keabu-abuan Metode perendaman: lama perendaman tidak sesuai dengan kekerasan kulit buah 3. Kontaminasi Air: air yang digunakan dalam perendaman perendaman tidak bersih dan tanpa penggantian air 4. Lada pecah Mesin pengupas: ukuran alat pemisah tidak sesuai dengan ukuran lada 5. Kontaminasi pencucian Air: air yang digunakan untuk pencucian tidak bersih dan tidak mengalir 6. Kadar air Alat Pengering Bak: pemanas tidak bekerja optimal Metode pengeringan: pengeringan tidak dilakukan dalam beberapa tahap Pengendalian suhu: suhu melebihi 60 o C. 7. Serangga ditemukan Metode Penjemuran: penjemuran pada ruang terbuka tanpa rak penjemuran 8. Kotoran Metode Penjemuran: penjemuran pada ruang terbuka tanpa rak penjemuran 9. Jamur Metode Pengeringan: Kadar air setelah pengeringan masih tinggi Ruang penyimpanan: ruang penyimpanan tidak disertai dengan ventilasi yang baik 10. Aroma Metode Penyulingan: tidak sesuai prosedur. 11. Kadar atsiri Alat suling: alat suling tidak dapat mengekstrak dengan optimal Metode Penyulingan: tidak sesuai prosedur. Dampak Kegagalan (Failure Effect) Buah lada tercampur dengan tangkai lada Lada berwarna Keabu-Abuan Kontaminasi buah lada dengan e coli atau salmonella Penurunan Aroma Lada Lada Pecah Kontaminasi buah lada dengan e coli atau salmonella Kadar air lebih tinggi dari yang dipersyaratkan Serangga ditemukan Kotoran ditemukan Biji lada terkena serangan jamur Aroma lada berkurang Kadar Atsiri rendah 105

10 Risiko yang terjadi pada setiap tahapan pengolahan adalah: (1) tahap perontokan: lada tercampur, (2) tahap perendaman: lada keabu-abuan, kontaminasi, (3) tahap pengupasan: lada pecah, (4) tahap pengeringan (pengeringan bak dan penjemuran): kadar air, serangga ditemukan, dan kotoran, jamur, (5) tahap sortasi: lada tercampur, serta (6) penyulingan: penurunan aroma, penurunan kadar atsiri. Penurunan aroma juga terjadi sebagai akibat dari pencemaran yang terjadi pada tahap perendaman. Risiko yang terjadi pada aspek budidaya yaitu: hama penggerek batang, hama penghisap buah, hama penghisap bunga, penyakit busuk pangkal batang, penyakit kuning, dan penyakit kerdil atau keriting. Selain itu juga terdapat risiko cuaca, lokasi lahan, dan lingkungan. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek budidaya tertera pada Tabel 20. Tabel 20. Risiko pada Aspek Budidaya Nama Risiko 12. Hama Penggerek Batang 13. Hama Penghisap Buah 14. Hama Penghisap Bunga 15. Penyakit Busuk Pangkal Batang 106 Deskripsi Efek Transmisi Efek Larva hama penggerek batang merusak cabang dan batang. serangga dewasa menyerang bagian tanaman seperti pucuk, bunga, dan buah. Penghisap buah pada stadia nimfa maupun serangga dewasa menghisap cairan buah. Penghisap bunga pada stadia nimfa maupun dewasa dapat merusak bunga dan tandan bunga. Penyakit busuk pangkal batang disebabkan oleh serangan jamur phytopthora capsici yang dapat menyerang seluruh Serangan penggerek batang menurunkan mutu dan kuantitas produksi Pada tingkat serangan berat, dapat menyebabkan kematian tanaman. Bila menyerang buah muda menyebabkan tandan buah banyak kosong, sedangkan bila menyerang buah tua menyebabkan buah menjadi hampa, kering, dan gugur. Serangan ringan menyebabkan tandan rusak, salah bentuk, dan buah hanya sedikit. Serangan berat menyebabkan seluruh bunga rusak, tangkai hitam, dan gugur sebelum waktunya. Penyakit busuk pangkal batang dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu singkat. Serangan jamur Serangan HPT dapat menyebabkan penurunan produktivitas yang secara spesifik akan menurunkan kuantitas buah lada. Hal ini menyebabkan penurunan ketersediaan buah lada yang akan diolah. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya idle capacity yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan tingkat penerimaan. Serangan HPT juga dapat menurunkan mutu buah lada. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan kerusakan biji lada selama pengolahan sehingga menurunkan penerimaan.

11 Tabel 20 (Lanjutan) Nama Risiko 16. Penyakit Kuning 17. Penyakit Kerdil/ Keriting Deskripsi Efek Transmisi Efek bagian tanaman. Serangan yang paling membahayakan apabila terjadi pada pangkal batang atau akar. Gejala serangan dini sulit diketahui. Gejala yang tampak seperti kelayuan tanaman menunjukkan serangan telah lanjut. Penyakit Kuning disebabkan oleh tidak terpenuhinya berbagai persyaratan agronomis serta serangan cacing halus (Nematoda). Penyakit ini menyerang akar tanaman lada, ditandai menguningnya daun lada, akar rambut mati, membusuk dan berwarna hitam. Penyakit kerdil/keriting tidak mematikan tanaman tetapi menghambat pertumbuhan tanaman, sehingga menjadi kerdil dan menurunkan produktivitas. 18. Cuaca Pertanaman lada membutuhkan iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun, Kelembaban udara 70-90%, dengan suhu maksimum 34 0 C dan suhu minimum 20 0 C. 19. Lokasi lahan 20. Daya Dukung Lingkun gan Lokasi lahan terpencar Jarak Lokasi lahan berjauhan Peraturan pemerintah daerah tentang pembukaan tambang inkonvensional telah menyebabkan perluasan timah rakyat yang sangat cepat. sangat mudah menyebar. Luka akibat serangan nematode akan memudahkan terjadinya infeksi jamu F. oxysporum. Selain itu dapat menyebabkan tanaman peka terhadap kekeringan dan kekurangan unsur hara. Tanaman yang terserang ringan tetap dapat berproduksi tetapi tandan buahnya menjadi pendek, tandan buah tidak penuh, dan ukuran buah lebih kecil. Pada tanaman yang terserang berat, tanaman menjadi sangat kerdil dan tidak berbuah. Curah hujan yang tinggi saat musim pembungaan menyebabkan tanaman lada gagal berbuah. Kendala teknis operasional Daya dukung lingkungan yang rendah menyebabkan penurunan produktivitas tanaman Ketersediaan buah lada Biaya trasportasi dan waktu pengumpulan buah lada akan menyebabkan peningkatan biaya pengolahan Perubahan lingkungan makro akan menyebabkan penurunan produktivitas sehingga menurunkan ketersediaan buah lada yang akan diolah 107

12 Risiko risiko cuaca, lokasi lahan, dan lingkungan merupakan risiko yang secara spesifik terjadi pada pengembangan komoditas lada di Kepulauan Bangka Belitung. Perubahan cuaca yang terjadi memberikan pengaruh yang signifikan pada proses pembuahan dan penjemuran lada. Selain itu lokasi kebun lada terpencar dengan jarak lokasi kebun yang berjauhan. Ditinjau dari sisi perkembangan kebijakan wilayah, peraturan pemerintah daerah tentang pembukaan tambang inkonvensional telah menyebabkan perluasan timah rakyat yang sangat cepat yang kemudian berpengaruh terhadap pengembangan areal lada. Hama penggerek batang (Lophobarispiperis) merupakan hama yang paling merugikan. Larvanya menggerek batang dan cabang, yang pada serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangga dewasa menyerang pucuk, bunga, dan buah sehingga dapat menurunkan produksi dan mutu buah. Hama penghisap bunga (Diconocoris hewetti) pada stadia nimfa maupun dewasa dapat merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan menyebabkan tandan rusak, salah bentuk, dan buah sedikit, sedangkan serangan berat menyebabkan seluruh bunga akan rusak, tangkai bunga menjadi hitam dan akhirnya bunga gugur sebelum waktunya. Hama ini juga memakan buah muda. Hama penghisap buah (Dasynus piperis) pada stadium nimfa maupun dewasa menghisap cairan buah. Serangan pada buah muda menyebabkan tandan buah banyak yang kosong, sedangkan pada buah tua mengakibatkan buah hampa, kering, dan gugur (IPC 2010; BBPTP 2008; Balittro 2005). Penyakit busuk pangkal batang, yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici, merupakan penyakit yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu singkat. Jamur P.capsici dapat menyerang seluruh bagian tanaman lada, namun serangan yang paling membahayakan yaitu pada pangkal batang atau akar. Gejala serangan dini sulit diketahui, sedangkan gejala serangan lanjut berupa tanaman layu. Bila dalam kebun terdapat tanaman yang sakit, dalam 1-2 bulan kemudian penyakit akan menyebar ke tanaman di sekitarnya. Penyakit akan lebih cepat menyebar pada musim hujan, terutama pada pertanaman lada yang disiang bersih. Penyakit kuning banyak dijumpai di Bangka dan Kalimantan. Penyebabnya sangat kompleks, yaitu nematoda 108

13 Radopholus similis dan Meloidogyne incognita, jamur Fusarium oxysporum, serta kesuburan dan kelembapan tanah rendah. Serangan nematoda R. similis dan M. incognita berlangsung secara bersamaan. Luka akibat serangan nematoda akan memudahkan infeksi jamur F. oxysporum, serta menyebabkan tanaman peka terhadap kekeringan dan kekurangan unsur hara. Gejalanya penyakit kuning yaitu daun menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus, serta daun sangat rapuh sehingga mudah gugur. Secara bertahap, cabang akan gugur dan akhirnya tanaman gundul. Pada bagian akar, sebagian akar rambut rusak akibat serangan R. similis dan terdapat bintil-bintil akar akibat serangan M. incognita. Penyakit kerdil atau keriting disebabkan oleh virus seperti pepper yellow mottle virus (PYMV) dan cucumber mosaic virus (CMV). Penyakit ini tidak mematikan tanaman, tetapi menghambat pertumbuhan sehingga tanaman kerdil dan produksi menurun. Penyakit kerdil ditandai dengan munculnya daun-daun muda yang abnormal, berukuran lebih kecil, sering kali bergelombang atau belang. Pada serangan berat, pertumbuhan ruas memendek sehingga tanaman kerdil. Sering pula pertumbuhan cabang menjadi berlebihan dengan daun kecil atau tidak berdaun. Tanaman yang terserang ringan tetap dapat berproduksi, tetapi tandan buah menjadi pendek dan tidak penuh. Ukuran buah lebih kecil dari buah normal. Bila terserang berat, tanaman menjadi sangat kerdil dan tidak berbuah. Tanaman yang telah menunjukkan gejala penyakit ini, walaupun masih dalam stadium ringan, tidak dapat menjadi sumber bibit. Selain oleh serangga vektor (Aphis sp., Planococcus citri, dan Ferrisia sp.), penyakit juga dapat menyebar melalui alat pertanian (IPC 2010; BBPTP 2008; Balittro 2005). Cuaca adalah kondisi udara di suatu tempat pada saat yang relatif singkat, yang meliputi kondisi temperatur, kelembaban dan tekanan. Iklim adalah kondisi udara disuatu wilayah pada periode waktu yang tertentu dan relatif lama. Risiko cuaca terjadi sebagai akibat perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, angin. Tanaman lada tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian mulai dari m dpl dengan curah hujan dari mm per tahun, merata sepanjang tahun dan mempunyai hari hujan hari per tahun, serta musim kemarau hanya 2-3 bulan per tahun. Kelembaban udara 70-90% selama musim hujan, 109

14 dengan suhu maksimum 34 0 C dan suhu minimum 20 0 C. Perubahan pada kondisi tersebut akan mengakibatkan tidak optimalnya produksi dan mutu lada. Pemerintah daerah Bangka Belitung telah mengeluarkan peraturan daerah tentang pembukaan tambang inkonvensional. Hal ini menyebabkan perluasan tambang timah rakyat yang sangat cepat, sehingga menyebabkan berkurangnya ekosistem hutan. Pengurangan ekosistem hutan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan sistem alam, yang pada akhirnya menurunkan daya dukung lingkungan terhadap pertanamana lada. Lokasi pertanaman lada menyebar pada areal pertanian yang ada. Pertanaman lada pada suatu hamparan sangat jarang dijumpai. Akibat yang ditimbulkan dari kondisi ini terhadap agroindustri lada yaitu adanya sebaran konsentrasi buah lada yang akan diolah, sehingga diperlukan waktu dan biaya transportasi yang semakin besar. Risiko harga merupakan risiko dalam aspek pemasaran yang memberikan pengaruh penting dalam pengembangan komoditas (Angelucci dan Conforti 2010; Miller 2004). Dalam konteks pengembangan komoditas lada putih, maka risiko pada aspek pemasaran juga meliputi risiko indikasi geografis, subtitusi produk, persaingan. Risiko tersebut merupakan isu dominan yang terjadi dalam sistem komoditas lada putih. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek pemasaran tertera pada Tabel 21. Risiko harga terjadi sebagai akibat perubahan harga lada secara tajam. Ketidakpastian dalam perkembangan harga akan mempengaruhi keputusan para pelaku ekonomi dalam melakukan perencanaan kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi. Penurunan harga lada secara tajam akan mempengaruhi pendapatan petani yang kemudian akan mempengaruhi kemampuan petani dalam proses penanaman selanjutnya dan kemampuan petani dalam pembayaran jasa pengolahan. Indikasi Geografis merupakan komponen Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan perlindungan terhadap lada putih muntok sebagai komoditas perdagangan yang terkait erat dengan Bangka Belitung sebagai tempat asal produk barang. Hal ini mengacu kepada UU No.15 tahun 2001 tentang Merek dan PP No tentang Indikasi Geografis. Indikasi geografis mensyaratkan 110

15 pencapaian mutu dan nilai tambah produk melalui serangkaian proses yang telah ditetapkan. Indikasi Geografis mengharuskan dipenuhinya input, proses, dan output sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tabel 21. Risiko pada Aspek Pemasaran Nama Risiko Deskripsi Efek Transmisi Efek 21. Harga Risiko yang terjadi sebagai akibat perubahan harga lada secara tajam 22. Indikasi Geografis 23. Subtitusi Produk 24. Tingkat Persaingan Risiko indikasi geografis merupakan ketidakmampuan sistem produksi lada di Bangka Belitung dalam menghasilkan lada putih dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan dan dalam menjalani proses yang dipersyaratkan. Risiko subtitusi produk merupakan beralihnya konsumen terhadap lada hitam sebagai akibat dari ketersediaan produk, harga produk, atau kemudahan pembelian produk. Risiko tingkat persaingan menunjukkan adanya pengalihan dominasi pasar Pada saat harga lada rendah, pemeliharaan kebun cenderung minimum sehingga sebagian besar kebun rusak dan produktivitas menurun, terjadi konversi ke tanaman lain, atau petani yang menjadi penambang timah. Jika input, proses, dan output sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. tidak dapat dipenuhi, maka indikasi geografis atas lada putih (muntok white pepper) dapat dicabut. Pengalihan pembelian kepada lada hitam akan menurunkan pangsa pasar lada putih. Persaingan antar negara produsen lada di pasar dunia sangat tinggi, terutama sejak Vietnam memasuki pasar dan terus mengembangkan areal dan memperbaiki sistem budidaya dan pengolahannya. Penurunan kuantitas buah lada menimbulkan kapasitas pengolahan tidak terpenuhi, sehingga terjadi penurunan penerimaan. Dari sisi petani, penurunan kuantitas dan mutu lada akan menyebabkan penurunan penerimaan petani sehingga menurunkan kemampuan pembayaran jasa pengolahan lada Pencabutan indikasi geografis akan menurunkan kemampuan pengembangan merek produk sehingga mempengaruhi tingkat kepercayaan produk di pasar. Penurunan pangsa pasar menyebakan penurunan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan menurunkan kemampuan pembayaran jasa pengolahan buah lada Peningkatan persaingan menyebakan penurunan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan menurunkan kemampuan pembayaran jasa pengolahan buah lada Risiko indikasi geografis dinyatakan dalam bentuk ditariknya indikasi geografis lada putih muntok akibat ketidakmampuan menghasilkan lada putih 111

16 dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan dan ketidakmampuan menjalani proses menghasilkan lada putih seperti yang dipersyaratkan. Pencabutan ini merupakan ancaman yang dapat mengganggu pengembangan merek produk (product branding) di pasar dunia. Secara teori, permintaan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: harga, produk, selera, dan pendapatan. Risiko subtitusi produk adalah risiko perpindahan pilihan konsumen dari lada putih ke lada hitam. Subtitusi lada putih terhadap lada hitam dimungkinkan terjadi karena rasa dan aroma yang dimiliki. Rasa pedas dipengaruhi oleh kandungan piperin, sedangkan aroma dipengaruhi oleh kandungan minyak atsiri. Komposisi pada kedua jenis lada tersebut berbeda. Risiko persaingan menunjukkan peningkatan tekanan akibat dari perbaikan kinerja pada negara produsen lain. Kinerja pengembangan komoditas dapat dinyatakan dalam pencapaian mutu, pangsa pasar, keuntungan, dan keberlanjutan. Risiko persaingan ditunjukkan oleh penurunan pangsa pasar pada pasar dunia. Pada kerangka manajemen rantai pasok (supply chain management), risiko rantai pasok dibagi menjadi dua, yaitu risiko eksternal dan risiko internal. Risiko eksternal merupakan risiko yang dihadapi oleh unit usaha berkaitan dengan jalannya sistem rantai pasok, yang terdiri dari risiko kerjasama, risiko keputusan manajemen, risiko pembagian informasi, risiko penjadwalan (Kim et al. 2004). Berdasarkan hal tersebut maka risiko yang terjadi pada aspek kelembagaan yaitu: risiko kerjasama, ketergantungan, manajemen operasional, dan informasi. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek pemasaran tertera pada Tabel 22. Kerjasama antar pelaku dalam rantai nilai dipengaruhi oleh: kepentingan pelaku, konflik antar pelaku, dan koordinasi antar pelaku. Risiko kerjasama merupakan risiko hilangnya kesepakatan pencapaian tujuan bersama antar pelaku pada rantai nilai. Hilangnya kerjasama antar pelaku pada rantai nilai akan menyebabkan tidak efektif atau bahkan terputusnya rantai produksi. Risiko ketergantungan antar pelaku dalam rantai nilai adalah seberapa besar pelaku pada rantai nilai saling membutuhkan pelaku pada rantai yang lain dalam proses pengadaan bahan baku, produksi, dan pemasaran produk yang dihasilkan. Ketergantungan dapat terjadi sebagai akibat dari kebutuhan bersama 112

17 terhadap teknologi, pengetahuan, keberlanjutan, modal, dan inovasi (Ziggers dan Trienekens 1999). Risiko ketergantungan antar pelaku dalam proses pengolahan lada menjadi faktor yang harus diperhitungkan, karena proses pengolahan lada masih dimungkinkan dilakukan individual di tingkat petani secara tradisional. Tabel 22. Risiko pada Aspek Kelembagaan Nama Risiko Deskripsi Efek Transmisi Efek 25. Kerjasama Kerjasama antar pelaku dalam rantai nilai dipengaruhi oleh: kepentingan antar pelaku, konflik antar pelaku, dan koordinasi antar pelaku. Risiko kerjasama merupakan risiko hilangnya kesepakatan pencapaian tujuan bersama antar pelaku pada rantai nilai akibat tersebut diatas. 26. Ketergantungan antar pelaku 27. Jadwal operasional Risiko ketergantungan antar pelaku dalam rantai nilai adalah seberapa besar pelaku pada rantai nilai saling membutuhkan pelaku pada rantai yang lain dalam proses pengadaan bahan baku, produksi, dan pemasaran produk yang dihasilkan. Risiko penjadwalan berkaitan dengan waktu panen dan pengolahan yang bersamaan sehingga terjadi penumpukan buah lada 28. Informasi Risiko yang berkaitan dengan informasi adalah tentang penyebaran informasi dan pemanfaatan informasi. Hilangnya kerjasama antar pelaku pada rantai nilai akan menyebabkan tidak efektif atau bahkan terputusnya rantai produksi Ketergantungan antar pelaku yang rendah pada situasi proses adopsi yang belum berjalan, akan menyebabkan petani memilih mengolah lada secara tradisional. Waktu panen dan pengolahan yang bersamaan mengharuskan pengolahan dalam jumlah besar yang melebihi kapasitas mesin sehingga terjadi penumpukan buah lada Tidak adanya proses akuisisi dan transfer informasi antar anggota akan menyebabkan penurunan keuntungan atau penurunan tingkat keamanan rantai pasok. Hal ini disebabkan oleh Terputusnya rantai produksi akan mengakibatkan gangguan kelangsungan pengolahan lada. Hal ini akan menyebabkan kapasitas pengolahan yang rendah, sehinga menyebabkan penurunan penerimaan Waktu panen yang bersamaan dapat menyebabkan keterlambatan pengolahan sebagai akibat dari jumlah lada diolah yang melebihi kapasitas pengolahan mesin. Informasi yang tidak terbagi secara simetri akan menyebabkan gangguan pada rantai nilai. Hal ini berkaitan dengan keputusan pada setiap rantai yang akan mempengaruhi rantai lainnya. Manajemen operasional yang berkaitan dengan panjadwalan memegang peranan penting dalam proses penciptaan mutu produk dan kelangsungan 113

18 produksi. Risiko penjadwalan berkaitan dengan waktu panen dan pengolahan yang bersamaan sehingga terjadi penumpukan buah lada. Risiko yang berkaitan dengan informasi adalah tentang penyebaran dan pemanfaatan informasi. Rendahnya proses akuisisi dan transfer informasi antar anggota akan mengakibatkan terjadinya penurunan keuntungan atau penurunan tingkat keamanan rantai pasok. Risiko yang terjadi pada aspek finansial yaitu: risiko suku bunga, nilai tukar, kredit, serta likuiditas. Bentuk kegagalan dan dampak kegagalan pada aspek finansial tertera pada Tabel 23. Tabel 23. Risiko pada Aspek Finansial Nama Risiko Deskripsi Efek 29. Suku Bunga Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga. 30. Nilai tukar Risiko kerugian pada saat terjadinya apresiasi (kenaikan) atau depresiasi (penurunan) mata uang asing yang disebabkan oleh adanya posisi transaksi yang masih terbuka. 31. Kredit Risiko yang timbul sebagai akibat dari pengguna jasa yang diberi keringanan pembayaran gagal memenuhi kewajiban untuk membayar pinjaman 32. Likuiditas Risiko dimana unit usaha tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat diuangkan segera dalam jumlah cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran Kenaikan suku bunga akan mengakibatkan peningkatan kewajiban dari pinjaman yang harus dibayar. Kenaikan nilai tukar akan menyebabkan penurunan penerimaan petani yang kemudian menyebabkan penurunan kemampuan petani dalam merawat kebun. Hal ini kemudian akan mempengaruhi jumlah lada yang diolah. Kegagalan pembayaran oleh pihak ketiga akan mengakibatkan terganggunya pembiayaan internal dan operasional unit usaha. Penurunan kemampuan pembayaran kewajiban akan mempengaruhi kelangsungan operasional pengolahan lada. Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, yang memburuk karena peningkatan suku bunga. Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari pengguna jasa, yang diberi keringanan pembayaran, gagal memenuhi kewajiban untuk membayar pinjaman. Risiko likuiditas adalah risiko dimana unit usaha tidak memiliki uang tunai atau aktiva jangka pendek, yang dapat diuangkan segera, dalam jumlah cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran. 114

19 Perbedaan harga lada putih pada tingkat produsen dan konsumen ditentukan oleh biaya transportasi, tarif impor, pajak ekspor, serta nilai tukar mata uang. Faktor lain yang memberikan pengaruh adalah kebijakan perdagangan yang lain yang dikeluarkan oleh negara eksportir maupun importir. Sebagai produk komoditas ekspor, perdagangan lada dipengaruhi oleh nilai tukar yang berlaku. Risiko nilai tukar merupakan risiko kerugian pada saat terjadinya apresiasi (kenaikan) atau depresiasi (penurunan) mata uang asing disebabkan oleh adanya posisi transaksi yang masih terbuka. 5.4 Penilaian Risiko Penilaian risiko dilakukan terhadap sistem komoditas secara keseluruhan. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan prioritas risiko yang paling kritis yang dapat menyebabkan tidak tercapainya kinerja investasi agroindustri lada. Penilaian risiko dilakukan dengan pendekatan Analisis Risiko dan FMEA. Pada Analisis Risiko dilakukan penilaian terhadap kejadian (occurrence) dan keparahan (severity) dari setiap faktor risiko, sedangkan pada FMEA, selain hal tersebut, juga dilakukan penilaian terhadap tidak terdeteksinya faktor risiko (detection). Keparahan (severity) menggambarkan konsekuensi atas kegagalan yang terjadi, kejadian (occurrence) menggambarkan kemungkinan atau frekuensi terjadinya kegagalan, dan deteksi (detection) menggambarkan kemungkinan tidak terdeteksinya kegagalan sebelum dampak dari efek kegagalan tersebut terjadi. Pendekatan FMEA digunakan pada analisis risiko aspek agroindustri. Analisis FMEA yang digunakan adalah FMEA berbasis proses dimana analisis meliputi permasalahan yang terjadi selama proses pengolahan berlangsung. Pada aspek budidaya, pemasaran, finansial, serta kelembagaan, analisis dilakukan terhadap kejadian (occurrence) dan keparahan (severity). Hal ini didasarkan pada kondisi dimana fungsi risiko tidak dipengaruhi oleh tingkat pendeteksian atau pendeteksian dilakukan pelaku lain, metode yang digunakan pada keempat aspek ini adalah Risk Analysis dimana risiko merupakan fungsi dua dimensi dari occurrence (O) dan severity (S). 115

20 Penilaian faktor dilakukan dengan menggunakan pendekatan fuzzy. Hal ini didasarkan kepada adanya kebutuhan pengukuran secara linguistik sebagai upaya untuk menangkap pengetahuan responden atas faktor tertentu. Selain itu, nilai kriteria menjadi lebih realistis apabila dinyatakan secara kualitatif atau dengan menggunakan istilah linguistik. Faktor harga, pangsa pasar, suku bunga, dan nilai tukar merupakan faktor yang memiliki nilai historis. Penilaian pada faktor ini dilakukan dengan meminta pendapat pakar berdasarkan data yang ada atau gambaran situasi yang sesungguhnya terjadi. Pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan apabila nilai risiko adalah berbasis data dan berbasis pengetahuan. Pada hal ini diperlukan kombinasi metode penilaian risiko yang dinyatakan secara linguistik berbasis pengetahuan dan berbasis nilai yang diturunkan dari data deret waktu (time series). Metode yang dapat digunakan adalah kombinasi metode fuzzy logic dengan metode Autoregressive Moving Average (ARIMA) Pembobotan Pakar Pembobotan pakar dilakuan untuk memberikan nilai terhadap pakar berdasarkan tingkat kepercayaannya. Metode yang digunakan adalah logika Fuzzy dengan metode Fuzzy Weighted Average. Tahapan diawali dengan melakukan fuzzifikasi kriteria pemilihan dan menentukan model fungsi keanggotaan fuzzy (membership function) seperti tertera pada Tabel 24. Tabel 24. Skala Penilaian Pembobotan Pakar Skala Linguistik Nilai Fuzzy Sangat Tinggi (0.75, 1, 1) Tinggi (0.5, 0.75, 1) Sedang (0.25, 0.5, 0.75 Rendah (0, 0.25, 0.5) Sangat Rendah (0, 0, 0.25) Tahapan selanjutnya adalah defuzzifikasi. Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain 116

21 himpunan fuzzy tersebut. Teknik defuzzifikasi yang digunakan adalah metode center of area (COA) atau disebut juga metode centroid, dimana solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: (6) dimana: w pi bobot pakar ke-i a pi titik bawah TFN pakar ke-i b pi titik tengah TFN pakar ke-i c pi titik atas TFN pakar ke-i Hasil yang telah diperoleh dari tahap defuzzifikasi, kemudian dilakukan normalisasi nilai. Hal ini dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (7) dimana: w npi bobot ternormalisasi pakar ke-i w pi bobot pakar ke-i Pembobotan Komponen Risiko Pembobotan komponen risiko dilakukan untuk memberikan nilai terhadap komponen risiko, yaitu occurrence, severity, dan detection, berdasarkan tingkat kepentingannya. Metode yang digunakan logika Fuzzy dengan metode Fuzzy Weighted Average yang terdiri dari langkah seperti pada pembobotan pakar. Rumus yang digunakan pada tahap defuzifikasi bagi komponen occurrence adalah sebagai berikut: (8) (9) (10) (11) 117

22 dimana: w ao bobot occurrence berdasarkan nilai titik bawah TFN w bo bobot occurrence berdasarkan nilai titik tengah TFN w co bobot occurrence berdasarkan nilai titik atas TFN a Opi nilai titik bawah TFN nilai occurrence pakar ke-i b Opi nilai titik tengah TFN nilai occurrence pakar ke-i c Opi nilai titik atas TFN nilai occurrence pakar ke-i w O nilai occurrence Rumus yang digunakan pada tahap defuzifikasi bagi komponen severity adalah sebagai berikut: (12) (13) (14) (15) dimana: w as bobot severity berdasarkan nilai titik bawah TFN w bs bobot severity berdasarkan nilai titik tengah TFN w cs bobot severity berdasarkan nilai titik atas TFN a Spi nilai titik bawah TFN nilai severity pakar ke-i b Spi nilai titik tengah TFN nilai severity pakar ke-i c Spi nilai titik atas TFN nilai severity pakar ke-i w S bobot severity Rumus yang digunakan pada tahap defuzifikasi bagi komponen detection adalah sebagai berikut: (16) (17) (18) (19) dimana: w ad bobot detection berdasarkan nilai titik bawah TFN w bd bobot detection berdasarkan nilai titik tengah TFN w cd bobot detection berdasarkan nilai titik atas TFN a Dpi nilai titik bawah TFN nilai detection pakar ke-i b Dpi nilai titik tengah TFN nilai detection pakar ke-i c Dpi nilai titik atas TFN nilai detection pakar ke-i w D bobot detection 118

23 Pada risiko dengan fungsi komponen yang terdiri dari occurrence, severity dan detection, normalisasi nilai dilakukan dengan cara menjadikan penjumlahan ketiga bobot tersebut menjadi 100%. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: (20) (21) (22) dimana: w n1o bobot Occurrence 1 w n1s bobot Severity 1 w n1d bobot Detection 1 w O bobot Occurrence w S bobot Severity w D bobot Detection Pada risiko dengan fungsi komponen yang terdiri dari occurrence dan severity, normalisasi nilai dilakukan dengan cara menjadikan penjumlahan kedua bobot tersebut menjadi 100%. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: dimana: w n2o bobot Occurrence 2 w n2s bobot Severity 2 w O bobot Occurrence w S bobot Severity Perhitungan Nilai Risiko Nilai risiko dipengaruhi oleh komponen risiko dan bobot penilai. Langkah perhitungan nilai risiko yaitu melakukan fuzzifikasi kriteria pemilihan, dan menentukan model fungsi keanggotaan fuzzy (membership function) seperti tertera pada Tabel

24 Tabel 25. Skala Penilaian Pembobotan Komponen Risiko Skala Linguistik Nilai Fuzzy Sangat Tinggi (8, 9, 10, 10) Tinggi (6, 7, 8, 9) Sedang (4, 5, 6, 7) Rendah (2, 3, 4, 5) Sangat Rendah (1, 1, 2, 3) Perhitungan diawali dengan melakukan agregasi nilai occurrence, severity dan detection. Perhitungan nilai occurrence dilakukan dengan rumus sebagai berikut: (25) (26) (27) (28) (29) dimana: a O nilai occurrence berdasarkan nilai titik bawah TFN b O nilai occurrence berdasarkan nilai titik tengah1 TFN c O nilai occurrence berdasarkan nilai titik tengah2 TFN d O nilai occurrence berdasarkan nilai titik atas TFN a Opi nilai titik bawah TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i b Opi nilai titik tengah1 TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i c Opi nilai titik tengah2 TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i d Opi nilai titik atas TFN nilai occurrence oleh pakar ke-i w npi bobot ternormalisasi pakar ke-i O nilai occurrence risiko Perhitungan agregasi nilai severity dilakukan dengan rumus sebagai berikut: (30) (31) (32) (33) (34) 120

25 dimana: a S nilai severity berdasarkan nilai titik bawah TFN b S nilai severity berdasarkan nilai titik tengah1 TFN c S nilai severity berdasarkan nilai titik tengah2 TFN d S nilai severity berdasarkan nilai titik atas TFN a Spi nilai titik bawah TFN nilai severity oleh pakar ke-i b Spi nilai titik tengah1 TFN nilai severity oleh pakar ke-i c Spi nilai titik tengah2 TFN nilai severity oleh pakar ke-i d Spi nilai titik atas TFN nilai severity oleh pakar ke-i w npi bobot ternormalisasi pakar ke-i S nilai severity Perhitungan agregasi nilai detection dilakukan dengan rumus sebagai berikut: (35) (36) (37) (38) (39) dimana: a D nilai detection berdasarkan nilai titik bawah TFN b D nilai detection berdasarkan nilai titik tengah1 TFN c D nilai detection berdasarkan nilai titik tengah2 TFN d D nilai detection berdasarkan nilai titik atas TFN a Dpi nilai titik bawah TFN nilai detection oleh pakar ke-i b Dpi nilai titik tengah1 TFN nilai detection oleh pakar ke-i c Dpi nilai titik tengah2 TFN nilai detection oleh pakar ke-i d Dpi nilai titik atas TFN nilai detection oleh pakar ke-i w npi bobot ternormalisasi pakar ke-i S nilai detection Perhitungan Nilai Risiko dengan dengan menggunakan pendekatan Fuzzy Risk Priority Number yang telah disempurnakan dengan memasukkan bobot pakar dan bobot komponen risiko. Hal ini dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (( ) ) (( ) ) (( ) ) (40) (( ) ) (( ) ) (41) dimana: NR i nilai risiko faktor risiko ke-i O Ri nilai occurrence faktor risiko ke-i 121

26 S Ri nilai severity faktor risiko ke-i D Ri nilai detection faktor risiko ke-i w n1o bobot Occurrence 1 w n1s bobot Severity 1 w n1d bobot Detection 1 w n2o bobot Occurrence 2 w n2s bobot Severity Agregasi Nilai Risiko Agregasi nilai risiko merupakan penggabungan nilai risiko secara keseluruhan untuk memperoleh gambaran nilai total risiko dan memperkirakan statusnya. Agregasi nilai risiko dilakuan dengan mengikuti langkah sebagai berikut: 1. Menghitung Bobot Risiko Kelompok. Hal ini dilakuan dengan fuzzifikasi kriteria pemilihan dan menentukan model fungsi keanggotaan fuzzy (membership function). Model fungsi keanggotaan fuzzy yang digunakan adalah triangular fuzzy number (TFN) dengan nilai pada kisaran 0-1. Kemudian dilanjutkan dengan defuzzifikasi dan normalisasi nilai. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut: (42) (43) (44) (45) dimana: w ki bobot kelompok risiko ke-i a ki nilai bobot kelompok ke-i berdasarkan nilai titik bawah TFN b ki nilai bobot kelompok ke-i berdasarkan nilai titik tengah TFN c ki nilai bobot kelompok ke-i berdasarkan nilai titik atas TFN a kipi nilai titik bawah TFN nilai bobot kelompok ke-i oleh pakar ke-i b kipi nilai titik tengah TFN nilai bobot kelompok ke-i oleh pakar ke-i c kipi nilai titik atas TFN nilai bobot kelompok ke-i oleh pakar ke-i 122

27 2. Menghitung Nilai Risiko Total. Nilai Risiko Total dianalisis dengan memperhitungkan nilai bobot kelompok dan nilai risiko kelompok. Rumus yang digunakan dalam perhitungan nilai risiko kelompok adalah sebagai berikut: (46) (47) (48) (49) (50) dimana: NR ki nilai risiko faktor risiko kelompok ke-i Perhitungan nilai risiko total dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ( ) (51) dimana: NR total Nilai Risiko Total 3. Menilai Status Risiko Status risiko ditetapkan dengan menggunakan aturan sebagai berikut: If 0<Nilai Risiko Total 2 then Status Risiko is Sangat Rendah If 2.01<Nilai Risiko Total 4 then Status Risiko is Rendah If 4.01<Nilai Risiko Total 6 then Status Risiko is Sedang If 6.01<Nilai Risiko Total 8 then Status Risiko is Tinggi If 8.01<Nilai Risiko Total 10 then Status Risiko is Sangat Tinggi 123

28 5.5 Pengelolaan Risiko Pengelolaan risiko pada investasi agroindustri lada merupakan upaya untuk mengurangi peluang munculnya kejadian (occurrence), mengurangi tingkat keparahan (severity), atau keduanya. Hal ini merupakan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yang dinyatakan sebagai uraian yang melekat pada setiap risiko Pengelolaan Risiko pada Aspek Agroindustri Pada kegiatan pengolahan lada yang dilakukan secara tradisional, dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses pengerjaannya, selain itu hasil yang diperoleh juga lebih rendah. Pengolahan secara mekanis kemudian menjadi langkah strategis untuk mengatasi hal tersebut, namun demikian dibutuhkan modal awal yang besar pada tahap awal. Pemilihan pengolahan secara mekanis juga mensyaratkan adanya manajemen pemeliharaan dan pengadaan suku cadang yang baik. Pada pengolahan secara mekanis, penggunaan tenaga kerja relatif lebih sedikit, namun demikian pelatihan merupakan persyaratan penting dalam upaya mengoperasikan dan menyesuaikan operasional mesin untuk mencapai hasil yang maksimal. Tenaga operator yang handal diharapkan dapat membantu pencapaian efisiensi potensial alat dan mesin, serta dapat memelihara operasional alat dan mesin sampai umur ekonomisnya. Pengelolaan risiko yang dapat dilakukan pada aspek agroindustri tertera pada Tabel 26. Pengelolaan risiko yang bersifat ex ante yaitu melakukan pencegahan melalui pengelolaan sumber risiko baik yang berasal dari kesalahan SDM, mesin, atau pemilihan dan penerapan metode. Pengelolaan dapat dilakukan dengan pemeliharaan alat dan mesin, meningkatkan kemampuan operator, dan memperbaiki metode pengolahan. Selain itu juga perlu dilakukan pengembangan kapasitas sumberdaya manusia seperti pelatihan dan magang pada unit agroindustri yang telah berjalan, demonstrasi dan pendampingan penggunaan alat dan mesin pengolahan lada. Ditinjau dari sisi teknis, perlu dilakukan penyediaan peralatan penunjang, penyediaan suku cadang, dan perbengkelan. Pengelolaan risiko yang bersifat ex post yaitu perbaikan mesin dan peralatan, serta penyempurnaan metode pengolahan. Perbaikan ini akan 124

29 disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pengguna dengan mempertimbangkan efisiensi dan biaya yang harus dikeluarkan. Tabel 26. Pengelolaan Risiko pada Aspek Agroindustri Nama Risiko Pengelolaan Risiko 1. Lada tercampur 1. Menyediakan mesin perontok yang memiliki alat pemisah sesuai dengan karakteristik fisik buah lada 2. Menggunakan mesin perontok sesuai dengan SOP. 3. Pencatatan kegiatan operasional mesin perontok 4. Perawatan dan perbaikan mesin secara berkala 2. Lada keabu-abuan Melakukan perendaman pada periode waktu yang sesuai dengan kekerasan kulit buah lada 3. Kontaminasi perendaman Menggunakan air yang bersih dengan penggantian air yang dilakukan secara periodik pada bak perendaman 4. Lada pecah 1. Menyediakan mesin pengupas dengan ukuran alat pemisah kulit buah dari bijinya sesuai dengan ukuran lada 2. Menggunakan mesin pengupas sesuai dengan SOP. 3. Pencatatan kegiatan operasional mesin pengupas 4. Perawatan dan perbaikan mesin secara berkala 5. Kontaminasi pencucian Menggunakan air yang bersih dan mengalir 6. Kadar air 1. Melakukan pengeringan pada interval waktu yang memadai dengan suhu yang sesuai 2. Menggunakan mesin pengering sesuai dengan SOP. 3. Pencatatan kegiatan operasional mesin pengering 4. Perawatan dan perbaikan mesin secara berkala 7. Serangga ditemukan Penjemuran pada ruang terbuka dilakukan dengan menggunakan rak penjemuran 8. Kotoran Penjemuran pada ruang terbuka dilakukan dengan menggunakan rak penjemuran 9. Jamur Menerapkan metode pengeringan sesuai SOP 2. Menyediakan ruang penyimpanan dengan ventilasi yang baik 10. Aroma 1. Menyediakan alat penyuling sesuai kebutuhan 2. Menerapkan metode penyulingan sesuai SOP Pencatatan kegiatan operasional alat penyuling Perawatan dan perbaikan alat secara berkala 11. Kadar atsiri 1. Menyediakan alat penyuling sesuai kebutuhan 2. Menerapkan metode penyulingan sesuai SOP 3. Pencatatan kegiatan operasional alat penyuling 4. Perawatan dan perbaikan alat secara berkala Pengelolaan Risiko pada Aspek Budidaya Pengelolaan risiko pada aspek budidaya terdiri dari kegiatan yang bersifat pencegahan yang dilakukan sebelum risiko terjadi atau kegiatan perbaikan yang dilakukan setelah risiko terjadi. Pengelolaan risiko yang bersifat pencegahan merupakan perbaikan penerapan teknik budidaya anjuran sesuai spesifikasi lokasi. Pengelolaan risiko pada aspek budidaya tertera pada Tabel

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7. KESIMPULAN DAN SARAN 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Produksi lada putih di Indonesia terus menurun, sementara pencapaian standar mutu masih rendah. Hal ini tidak terlepas dari dominasi kelemahan pada sistem komoditas

Lebih terperinci

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27 Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah yang menjadi komoditas ekspor penting di Indonesia. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu sentra produksi utama lada di Indonesia dan dikenal

Lebih terperinci

Analisis kesesuaian tujuan dilakukan dengan melakukan analisis situasional. Analisis situasional menunjukkan bahwa kinerja agroindustri lada yang

Analisis kesesuaian tujuan dilakukan dengan melakukan analisis situasional. Analisis situasional menunjukkan bahwa kinerja agroindustri lada yang 6. APLIKASI MODEL Pengembangan model manajemen risiko pada investasi agroindustri lada bertujuan untuk memprediksi perilaku risiko, memperkirakan pengelolaan risiko dan instrumen yang diperlukan, serta

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Oleh: Agus Wahyudi (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (Sumber : SINAR TANI Edisi 17 23 November 2010)

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rugi Laba

Lampiran 1. Rugi Laba LAMPIRAN Lampiran 1. Rugi Laba Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 PENERIMAAN Kapasitas Pengolahan (kg buah) 480,000 480,000 480,000 480,000 480,000

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat Agro inovasi Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat 2 AgroinovasI PENANAMAN LADA DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH Lahan bekas tambang timah berupa hamparan pasir kwarsa, yang luasnya terus bertambah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk dalam keluarga Leguminoceae dan genus Arachis. Batangnya berbentuk

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada Lada merupakan salah satu komoditas ekspor tradisional andalan yang diperoleh dari buah lada black pepper. Meskipun

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang atau membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga Indonesia cocok untuk melestarikan dan memajukan pertanian terutama dalam penyediaan

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen

I. PENDAHULUAN. dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen salah satunya adalah Indonesia.

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sektor pertanian dinegara-negara berkembang perannya sangat besar karena merupakan mata pencarian pokok sebagian besar penduduk. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1. Tinjauan Pustaka Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 140 IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA Muh. Anshar 1) Abstrak: Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan agar sesuai

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ALTERNATIF MODEL KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING KEDELAI LOKAL DALAM RANGKA MENCAPAI KEDAULATAN PANGAN NASIONAL TIM PENELITI Dr. Zainuri, M.Si (Ketua Peneliti)

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

PASCA PANEN BAWANG MERAH

PASCA PANEN BAWANG MERAH PASCA PANEN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali pelayuan dan pengeringan bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Pendahuluan Kabupaten Probolinggo

Lebih terperinci

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

4. ANALISIS SITUASIONAL

4. ANALISIS SITUASIONAL 4.1 Kinerja Sistem Komoditas 4. ANALISIS SITUASIONAL Produksi lada putih di Indonesia mengalami fluktuasi. Peningkatan produksi sejak tahun 1995 hingga tahun 2000, diikuti dengan penurunan yang tajam setelahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci