Analisis kesesuaian tujuan dilakukan dengan melakukan analisis situasional. Analisis situasional menunjukkan bahwa kinerja agroindustri lada yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis kesesuaian tujuan dilakukan dengan melakukan analisis situasional. Analisis situasional menunjukkan bahwa kinerja agroindustri lada yang"

Transkripsi

1 6. APLIKASI MODEL Pengembangan model manajemen risiko pada investasi agroindustri lada bertujuan untuk memprediksi perilaku risiko, memperkirakan pengelolaan risiko dan instrumen yang diperlukan, serta memprediksi kinerja investasi dibawah pengaruh risiko. Untuk mencapai kegunaan tersebut maka perlu dipastikan bahwa model memiliki tingkat akurasi yang memadai. Tingkat akurasi yang memadai memiliki pengertian bahwa model dapat digunakan untuk merepresentasikan sistem nyata untuk tujuan percobaan dan analisis. Representasi yang kredibel dari sistem nyata oleh model ditunjukkan dengan verifikasi dan validasi model. Verifikasi memeriksa penerjemahan model simulasi konseptual (diagram alur dan asumsi) ke dalam bahasa pemrograman secara benar. Error pada program komputer dan implementasinya dapat disebabkan oleh data, model konseptual, program komputer, dan implementasi komputer. Verifikasi dilakukan untuk memastikan kesalahan yang berkaitan dengan program komputer. Program SMART INVEST dapat dioperasikan dan memberikan output yang dapat digunakan oleh pelaku pada sistem komoditas lada, investor, dan pemerintah. Bagi investor, model dapat memberikan gambaran mengenai kelayakan investasi dan pengaruh risiko terhadap kelayakan investasi. Bagi pelaku pada sistem komoditas lada, model dapat memberikan gambaran nilai risiko dan pengelolaan risiko terpadu. Bagi pemerintah, model dapat memberikan panduan dalam penyusunan instrumen pengelolaan risiko sebagai bentuk dukungan fasilitas dari pemerintah dan stakeholder lain. Mekanisme perhitungan, yang diverifikasi melalui pemeriksaan antar variabel serta besaran dan arah dari nilai output, menunjukkan bahwa model dapat melakukan penilaian risiko, agregasi pendapat, agregasi nilai, dan pemetaan nilai sesuai yang diharapkan. Validasi adalah proses penentuan apakah model, sebagai konseptualisasi atau abstraksi, merupakan representasi dari sistem nyata. Teknik validasi yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menilai tingkat kepentingan tujuan model, validasi struktur model, validasi perilaku model, dan validasi implikasi kebijakan. 143

2 Analisis kesesuaian tujuan dilakukan dengan melakukan analisis situasional. Analisis situasional menunjukkan bahwa kinerja agroindustri lada yang menurun dipengaruhi oleh stagnasi kegiatan investasi peningkatan nilai tambah, sedangkan investasi yang rendah terjadi sebagai akibat tingginya risiko yang ada dalam sistem komoditas lada, pada sisi yang lain proses adopsi teknologi yang berjalan lambat disebabkan oleh rendahnya dukungan fasilitas. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan model yaitu identifikasi dan penilaian risiko, menyusun dukungan fasilitas, dan menilai kelayakan investasi berbasis risiko. Validasi struktur model dilakukan dengan structure verification test dengan cara menganalisis apakah struktur model kontradiksi dengan kondisi nyata, dan face validity test dengan cara menganalisis kesesuaian dengan kondisi nyata. Struktur model terdiri dari manajemen risiko dan analisis finansial serta kelayakan investasi berbasis risiko. Taksonomi risiko yang bersifat holistik memungkinkan diperolehnya gambaran yang memadai atas sistem yang nyata. Jenis risiko agroindustri dipengaruhi oleh risiko pada aspek budidaya, pemasaran, kelembagaan dan finansial dengan mekanisme transmisi yang terjadi di dalamnya. Pada kondisi demikian, perhitungan nilai risiko yang berbasis pengetahuan menjadi penting dilakukan. Pada model manajemen risiko, model mampu melakukan akuisisi pengetahuan responden, perhitungan risiko dan agregasi dengan pendekatan logika fuzzy, serta pemetaan pada radar chart, dengan output yang dapat memberikan gambaran yang memadai mengenai besaran dan arah variabel yang dianalisis. Pada model analisis finansial, model mampu memperhitungkan keterkaitan antara nilai risiko dan kelayakan investasi. Validasi model perilaku dilakukan dengan menggunakan parameter sensitivity test, dimana dianalisis perubahan perilaku dengan melakukan simulasi yang didalamnya terdapat perubahan nilai beberapa parameter. Pada kasus ini dilakukan pengukuran dan simulasi atas perubahan tiga komponen utama pada agroindustri yaitu kemampuan pembayaran jasa pengolahan, jumlah lada yang diolah, dan tingkat rendemen, selain itu juga dapat dianalisis perubahannya atas dasar risiko yang terjadi. 144

3 Validasi implikasi kebijakan dilakukan dengan menggunakan behavior prediction test. Model yang dihasilkan dapat memperkirakan bahwa kelayakan investasi akan berubah sejalan dengan intervensi yang dilakukan dalam bentuk pengelolaan risiko. Pada kasus ini, pada kondisi ekstrim dimana tidak dilakukan pengelolaan terhadap risiko, perubahan kinerja sistem berpengaruh terhadap nilai kelayakan investasi dengan arah yang semakin memburuk. Validasi secara keseluruhan dilakukan dengan melihat bagaimana struktur model dan perilaku model mendekati keadaan di dunia nyata. Hal ini dilakukan dengan melihat bagaimana aplikasi model manajemen risiko pada investasi agroindustri lada di Kepulauan Bangka. Uraian terkait hal tersebut terdiri dari: gambaran wilayah dan kinerja komoditas, penilaian risiko, analisis pengelolaan risiko, analisis finansial, simulasi kelayakan investasi berbasis risiko, tatanan kelembagaan, dan keterkaitan ke depan. 6.1 Gambaran Wilayah Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki total luas wilayah sebesar ,14 km 2, yang terdiri dari daratan seluas ,14 km 2 (20,10%) dan lautan seluas km 2 (79,90%). Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi dalam enam kabupaten dan satu kota yaitu: Kabupaten Bangka (2.950,68 km 2 ), Kabupaten Bangka Barat (2.820,61 km 2 ), Kabupaten Bangka Tengah (2.155,77 km 2 ), Kabupaten Bangka Selatan (3.607,08 km 2 ), Kabupaten Belitung (2.293,69 km 2 ), Kabupaten Belitung Timur (2.506,91 km 2 ), dan Kota Pangkalpinang (89,40 km 2 ). Penanaman lada tersebar pada seluruh kabupaten dengan melibatkan KK petani. Kabupaten Bangka Selatan merupakan sentra produksi lada di Kepulauan Bangka Belitung. Luas lahan terbesar yaitu di Kabupaten Bangka Selatan, dengan luas sebesar ha atau 40,31% dari areal lada yang ada. Areal pada Kabupaten Bangka Barat dan Belitung masing-masing sebesar 19,85% dan 18.45% dari luas areal lada yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sedangkan Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung Timur dan Kabupaten Bangka Tengah memiliki luas areal di bawah 10% (Tabel 32). 145

4 Tabel 32. Sebaran Areal Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Kabupaten/Kota Luas (ha) Produksi (ton) Jumlah Petani (KK) Bangka Bangka Selatan Bangka Tengah Bangka Barat Belitung Belitung Timur Total Sumber: Disbun Babel (2011) Kontribusi PDRB atas harga berlaku Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2011 yaitu sektor industri pengolahan (20,56%), sektor pertambangan dan penggalian (19,18%), serta sektor Pertanian (18,41%). Kontribusi subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian yaitu sebesar 5,73% (BPS 2012). Struktur ekspor Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh ekspor barang tambang dan galian yaitu timah, kemudian diikuti oleh ekspor hasil pertanian yaitu lada dan karet. Komoditas lada, karet, dan kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan utama di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada kurun waktu , perkembangan luas areal karet meningkat dengan pertumbuhan 12,79% per tahun, kelapa sawit cenderung tetap, sedangkan lada cenderung mengalami penurunan sebesar 3,95% per tahun (Gambar 32). Luas areal lada pada tahun 2010 mencapai ha dengan produksi sebesar ton. Penurunan produksi memberikan pengaruh terhadap keberadaan eksportir lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dari sekitar 40 eksportir yang ada sebelumnya, di tahun 2012 hanya tersisa 5 perusahaan eksportir lada. Penurunan produksi yang sangat signifikan menyebabkan penurunan kemampuan ekspor. Kemampuan eksportir dalam melakukan ekspor menurun hingga mencapai ton/bulan. 146

5 Gambar 32. Perkembangan Luas Areal Lada, Karet, dan Kelapa Sawit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sumber: Disbun Babel (2011) Pengembangan komoditas lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dipengaruhi oleh kegiatan investasi di dalamnya. Investasi pada usahatani lada putih relatif besar, oleh karena itu dilakukan berbagai upaya oleh Pemerintah Daerah untuk menarik investor terlibat dalam program perluasan areal lada. Kabupaten Bangka, sebagai salah satu sentra produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memiliki lahan potensial perkebunan lada yang dapat dikembangkan seluas ,31 ha, sedangkan lahan yang baru diusahakan masih 2.409,42 ha. Hal ini menunjukkan masih tersedia lahan sekitar 14 ribu ha yang tersebar di enam kecamatan. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Bangka gencar melakukan promosi investasi untuk perluasan areal lada. Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan dan Bangka Barat merencanakan pembukaan lahan bagi perkebunan lada, dimana dana untuk pengelolaan lahan, bibit, dan pupuk merupakan bantun dari Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian. Pengelolaan perkebunan lada ini diserahkan kepada kelompok tani lada yang tersebar di sentra produksi lada. 6.2 Penilaian Risiko Penilaian risiko dilakukan terhadap 32 jenis risiko yang ada dalam sistem komoditas lada di Kepulauan Bangka. Risiko tersebut merupakan risiko yang 147

6 akan dihadapi apabila dilakukan investasi agroindustri lada. Nilai risiko menunjukkan peluang dan tingkat keparahan yang akan dialami apabila risiko tersebut terjadi. Hasil penilaian risiko tersebut tersaji pada Tabel 33. Tabel 33. Nilai Risiko Kelompok Risiko Nilai Deteksi (Detection) Agroindustri (4,84) Budidaya (6,14) Pemasaran (8,00) Kelembagaan (5,93) Finansial (4,76) Nama Risiko Nilai Kejadian (0ccurrence) Nilai Keparahan (Severity) Nilai Risiko 1. Lada tercampur 3,10 3,50 1,75 3,07 2. Lada keabu-abuan 6,19 4,81 4,35 5,17 3. Kontaminasi perendaman 2,89 6,65 3,50 4,62 4. Lada pecah 3,96 7,50 2,36 5,20 5. Kontaminasi pencucian 2,89 6,19 3,50 4,45 6. Kadar air 4,19 7,50 4,81 5,82 7. Serangga ditemukan 2,36 4,19 1,75 3,08 8. Kotoran 3,50 6,35 1,75 4,39 9. Jamur 3,50 6,19 4,19 4, Penurunan aroma 5,04 7,50 5,50 6, Kadar atsiri 5,04 7,50 5,50 6, Hama Penggerek Batang 6,19 6,19-6, Hama Penghisap Buah 5,04 5,04-5, Hama Penghisap Bunga 4,81 3,50-3, Penyakit Busuk Pangkal 8,51 9,25-8,95 Batang 16. Penyakit Kuning 6,25 6,19-6, Penyakit Kerdil/Keriting 5,73 6,19-4, Cuaca 6,19 6,65-6, Lokasi lahan 5,04 5,04-5, Daya dukung lingkungan 8,51 8,51-8, Harga 9,25 9,25-9, Indikasi geografis 7,50 7,55-7, Subtitusi Produk 2,69 6,00-5, Persaingan 9,25 9,25-9, Kerjasama 8,85 8,64-8, Ketergantungan antar 7,04 9,25-8,32 pelaku 27. Manajemen operasional 7,04 8,51-7, Informasi 5,96 5,96-5, Suku bunga 3,50 6,19-4, Nilai tukar 3,50 7,90 4, Kredit 6,19 5,50-5, Likuiditas 7,04 7,90-7,56 Nilai risiko kelompok adalah sebagai berikut: Agroindustri (4,84), Budidaya (6,14), Pemasaran (8,00), Kelembagaan (5,93), serta Finansial (4,76). Secara keseluruhan agregasi risiko investasi agroindustri lada di Kepulauan Bangka adalah menunjukkan status Tinggi dengan nilai sebesar 6,

7 Nilai risiko kelompok pemasaran memiliki nilai risiko kelompok terbesar. Hal ini berkaitan dengan tingkat keparahan yang terjadi dan keterbatasan kemampuan petani dalam mengelola risiko tersebut, selain itu kewenangan pengelolaan risiko tidak berada di tangan petani. Nilai risiko kelompok budidaya merupakan nilai risiko terbesar kedua. Hal ini berkaitan dengan tingginya serangan organisme pengganggu tanaman, dimana hama dan penyakit tanaman lada memberikan dampak yang sangat parah. Sebanyak 18 responden (42,86%) dan 23 responden (54,76%) menyatakan bahwa serangan penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning sangat sering menyerang tanaman lada (Gambar 33). Hal yang sama terjadi padaa hama penggerek batang, dimana frekuensi serangan relatif sering dan sedang. J R B P B P K H P B Gambar 33. Penilaian Frekuensi Serangan Hama dan Penyakit Lada Utama Gambar 34. Tingkat Keparahan Akibat Serangan Hama dan Penyakit 149

8 Berdasarkan tingkat keparahan yang disebabkan oleh serangan OPT, sebanyak 35 responden (83,33%) menyatakan bahwa akibat serangan tersebut tanaman biasanya hanya akan bertahan kurang dari satu tahun (Gambar 34). Hal ini menunjukkan tingginya tingkat keparahan yang disebabkan oleh serangan OPT. Pada kelompok agroindustri, risiko terbesar adalah penurunan aroma (6,30) dan kadar atsiri (6,30) yang dominan terjadi pada proses penyulingan, mengingat penurunan aroma dapat juga terjadi dalam proses perendaman. Hal ini dapat terjadi karena metode yang tidak sesuai prosedur. Pada kelompok budidaya, risiko terbesar adalah penyakit busuk pangkal batang. Penyakit ini merupakan risiko yang paling ditakuti petani karena dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu singkat. Apabila serangan jamur terjadi pada satu tanaman dalam suatu kebun, pada jangka waktu yang tidak lama penyakit akan menyebar ke tanaman di sekitarnya. Penyakit akan lebih cepat menyebar pada musim hujan. Risiko terbesar lainnya adalah daya dukung lingkungan (8,51) dan cuaca (6,47). Daya dukung lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dipengaruhi secara signifikan oleh pembukaan tambang timah rakyat. Pemerintah daerah Bangka Belitung menerbitkan Perda No. 6/2001 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum, Perda No. 20/2001 tentang Penetapan dan Pengaturan Tatalaksana Perdagangan barang Strategis, Perda No. 21/2001 tentang Pajak Pertambangan Umum dan Mineral Ikutan Lainnya, sebagai peraturan yang memudahkan pembukaan tambang inkonvensional. Selain itu juga terdapat SKEP Bupati Bangka No.540.K/271/Tamben/2001 tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan untuk Pengolahan dan Penjualan (ekspor). Ketika ekspor timah marak, maka Menperindag mengeluarkan Kepmen-Perindag No 443/MPP/ Kep/5/2002 tentang larangan ekspor timah berbentuk bijih atau pasir timah. Pemberian ijin tambang swasta dan tambang inkonvensional di Bangka Belitung telah meningkatkan aktivitas penambangan timah secara tajam. Hal ini kemudian berdampak kepada hilangnya ekosistem hutan yang berganti menjadi area pertambangan, yang melahirkan dampak terjadinya ketidakseimbangan sistem alam. Areal tambang timah yang telah digunakan ditinggalkan dalam 150

9 bentuk kolam-kolam bekas tambang, yang tidak dapat digunakan lagi sebagai areal pertanian. Pembukaan lahan timah secara besar-besaran berpengaruh terhadap upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan dalam mendukung pertanaman lada. Perubahan cuaca pada fase produksi akan mengakibatkan tidak optimalnya produksi dan mutu lada. Perubahan iklim global akan mempengaruhi tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, serta (3) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El- Nino dan La-Nina. Perubahan kodisi ini dapat menyebabkan dampak terhadap produktivitas tanaman, organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah. Temperatur secara langsung berperan terhadap perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada biji. Perubahan jumlah hujan dan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim dan periode masa tanam. Penurunan curah hujan menyebabkan penurunan potensi satu periode masa tanam. Tingginya curah hujan saat pembungaan, proses panen dan setelah pemanenan membuat mutu lada juga menurun. Pada kelompok pemasaran, risiko harga dan risiko persaingan merupakan risiko terbesar dengan nilai 9,25. Risiko persaingan terjadi pada ranah perdagangan global. Dominasi lada Vietnam dan ekspansi usaha yang berkelanjutan dari Vietnam, mempengaruhi struktur persaingan lada di pasar dunia. Perkembangan lada di Vietnam dimulai pada periode 1980-an. Hal ini dilakukan untuk merespon pergerakan harga lada yang terus meningkat. Areal tanam dari Vietnam terus meningkat. Dengan peningkatan kecepatan rata-rata 27,29% per tahun sejak tahun 1996, maka perkebunan lada di Vietnam melampaui tingkat ha sejak tahun Seiring dengan perluasan perkebunan lada, produksi dan ekspor lada Vietnam juga memiliki kenaikan yang luar biasa, yaitu sekitar 30% per tahun sejak tahun Pada tahun 2001, Vietnam menjadi eksportir lada terbesar di dunia dengan total ekspor ton, yang mencapai 151

10 28,00% dari ekspor dunia. Vietnam telah melakukan pengiriman ke hampir 80 negara dan wilayah (VPA 2010). Fluktuasi harga sangat mempengaruhi keputusan petani dalam pengusahaan lada selanjutnya, baik dalam keputusan perluasan areal kebun maupun keputusan pemeliharaan kebun secara intensif. Hal ini berkaitan dengan komposisi modal petani yang seluruhnya merupakan modal sendiri. Analisis perkembangan harga pada periode Januari 2001-Mei 2012 menunjukkan bahwa data memiliki fungsi y = 5,23x 2 323,02x dengan tingkat kepercayaan 91,30% (Gambar 35). Data periode menggunakan data harga rata-rata lada putih di tingkat lokal, sedangkan data periode menggunakan data harga rata-rata lokal dalam USD yang telah dikonversi menggunakan nilai kurs tengah bulanan Bank Indonesia pada periode tersebut. Fungsi regresi menunjukkan bahwa harga lada putih memiliki kecenderungan jangka panjang yang terus meningkat. Pada jangka pendek, periode kenaikan harga yang diikuti oleh periode penurunan harga akan mempengaruhi keputusan petani dalam proses perawatan kebun lada atau dalam proses pengambilan keputusan perluasan areal. R Gambar 35. Perkembangan Harga Bulanan di Tingkat Petani Periode Januari 2001-Mei

11 Pada aspek kelembagaan, risiko kerjasama (8,72) merupakan risiko dengan nilai terbesar. Bercermin kepada uji coba alat pengolahan di Kabupaten Bangka Tengah dan Bangka Selatan, pemenuhan persyaratan teknis belum cukup untuk menentukan keberhasilan proses adopsi teknologi. Penguatan kerjasama antar pelaku menjadi faktor kunci keberhasilan lainnya, mengingat model agroindustri yang dikembangkan merupakan model penyediaan alat yang digunakan secara bersama dalam suatu sistem pengelolaan. Oleh karena itu, hilangnya kerjasama antar pelaku pada rantai nilai akan menyebabkan tidak efektif atau bahkan terputusnya rantai produksi yang kemudian akan mengakibatkan kegagalan pada model bisnis pengolahan lada berbasis kelompok. Pada aspek finansial, risiko likuiditas merupakan risiko dengan nilai terbesar yaitu 7,56. Risiko ini berkaitan dengan manajemen pengelolaan keuangan, dimana tidak dimilikinya uang tunai atau aktiva jangka pendek yang dapat diuangkan segera untuk memenuhi kewajiban pembayaran. 6.3 Analisis Pengelolaan Risiko Pengelolaan risiko menunjukkan kemampuan petani dalam memberikan respon terhadap risiko. Pada sistem komoditas lada, pengelolaan risiko dapat bersifat pencegahan sebelum risiko terjadi (ex ante) maupun penyelesaian setelah risiko terjadi (ex post), dengan jenis pengelolaan risiko yang bersifat formal maupun non formal. Ditinjau dari sudut pelaku, pengelolaan risiko pada sistem komoditas lada dapat dibedakan menjadi pengelolaan risiko yang dilakukan secara individual atau kelompok. Pengelolaan risiko selama ini dilakukan secara individu dengan konsentrasi kepada penanganan risiko pada aspek budidaya. Pengalaman budidaya lada dan pengetahuan yang diturunkan, pada awalnya mampu mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Seiring berjalannya waktu, pada kondisi dimana tekanan lingkungan semakin tinggi, maka diperlukan teknologi yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pada kondisi demikian, teknologi dirasa sebagai salah satu alat untuk mengelola risiko, hal ini tercermin dari pendapat sebanyak 18 responden (42,86%) atas hal ini (Gambar 36). 153

12 Gambar 36. Persepsi Mengenai Teknologi dalam Perannya Mengatasi Permasalahan Kesadaran akan kemampuan teknologi dapat mengatasi permasalahan yang ada, ternyata tidak diikuti dengan tingginya nilai adopsi teknologi. Berdasarkan pengalaman, sebanyak 28 responden atau sebesar 66,67% belum pernah mengakses informasi teknologi (Gambar 37), sebanyak 31 responden atau sebesar 73,81% belum pernah mendapatkan bimbingan tentang teknologi (Gambar 38). Gambar 37. Pengalaman dalam Mengakses Informasi Teknologi Gambar 38. Pengalaman dalam Memperoleh Bimbingan Penggunaan Teknologi 154

13 Gambar 39. Penilaian terhadap Peran Kelompok Tani Kemampuan pengelolaan risiko yang dilakukan secara berkelompok dapat difasilitasi melalui kelompok tani. Keberadaan kelompok tani telah sejak lama ada, namun demikian petani masih belum merasakan peran yang optimal dari lembaga tersebut. Hal ini tercermin dari pandangan petani terhadap peran kelompok tani dalam perihal akses lembaga keuangan, pengadaan mesin pengolahan bersama, pengadaan input bersama, serta pemasaran bersama yang dirasa masih sangat tidak memadai dan kurang memadai, serta hanya sebagian kecil yang menyatakan cukup (Gambar 39). Sebagian besar petani mengatakan bahwa akses terhadap lembaga keuangan (73,81%) sangat tidak memadai, sedangkan penilaian tidak memadai bagi peran kelompok tani terhadap pengadaan input, pengadaan mesin pengolahan bersama, dan pemasaran bersama berturut- turut adalah sebesar 47,62% %, 35,71%, dan 30,95%. Secara keseluruhan, kemampuan pengelolaan risiko dapat dilihat pada Tabel 34. Pengelolaan risiko pada aspek agroindustri diduga relatif tinggi. Hal ini didasarkan kepada prosedur pengoperasian alat yang relatif mudah, ketersediaan energi yang memadai, serta kebutuhan kapabilitas operator yang tidak terlalu tinggi dalam mengoperasikan alat dan mesin pengolahan lada. Kemampuan alat dan mesin pengolahan lada dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan mutu lada, akan mendorong terjadinya proses pembelajaran yang berkesinambungan. Hal ini pada akhirnya akan membangun kemampuan pengoperasian alat dan mesin secara optimal. 155

14 Tabel 34. Kemampuan Pengelolaan Risiko Nama Risiko Nilai Kemampuan Pengelolaan Risiko 1. Lada tercampur 8 2. Lada keabu-abuan 8 3. Kontaminasi perendaman 7 4. Lada pecah 8 5. Kontaminasi pencucian 8 6. Kadar air 9 7. Serangga ditemukan 9 8. Kotoran 8 9. Jamur Penurunan aroma Kadar atsiri Hama Penggerek Batang Hama Penghisap Buah Hama Penghisap Bunga Penyakit Busuk Pangkal Batang Penyakit Kuning Penyakit Kerdil/Keriting Cuaca Lokasi lahan Daya dukung lingkungan Harga Indikasi geografis Subtitusi produk Persaingan Kerjasama Ketergantungan antar pelaku Manajemen operasional Informasi Suku bunga Nilai tukar Kredit Likuiditas 6 Kemampuan pengelolaan risiko lain yang relatif tinggi adalah pengelolaan risiko pada aspek budidaya. Hal ini berkaitan dengan dukungan teknologi budidaya yang selama ini telah ada. Selain itu, pengalaman budidaya lada yang dilakukan secara turun temurun akan membangun pengetahuan yang sangat berarti bagi petani dalam menjalankan usahatani lada. Pengelolaan risiko pemasaran belum berjalan optimal. Hal ini berkaitan dengan sifat pengelolaan yang membutuhkan pendekatan formal pada tingkat rantai nilai secara keseluruhan. Pengelolaan risiko pada aspek kelembagaan relatif rendah. Operasionalisasi usaha yang selama ini dijalankan secara individu serta peran lembaga usaha bersama yang masih sangat terbatas menyebabkan rendahnya pengalaman petani menjalankan usaha secara bersama. 156

15 Pengelolaan risiko finansial akan membutuhkan kemampuan dalam pengelolaan keuangan serta dalam membangun kerjasama dengan pelaku lain yang terlibat dalam transaksi ekonomi usaha. Sebagai sebuah unit yang berorientasi kepada pencapaian keuntungan, maka usaha pengolahan ladaa secara mekanis dituntut untuk diselenggarakan secara profesional. Rendahnya pengalaman dalam hal inilah yang diduga akan menyebabkan rendahnya kemampuan pengelolaan risiko pada aspek finansial. Kemampuan pengelolaan risiko dipengaruhi oleh kapasitas individu, kapasitas kelompok, dan dukungan program pemerintah. Pada tingkat individu, kemampuan pengelolaan risiko dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman petani. Sebaran tingkat pendidikan petani lada adalah tidak tamat SD sebanyak satu responden (21,43%), tamat SD sebanyak 21 responden (50,00%), dan sisanya tamat SMP sebanyak sepuluh orang (23,81%) dan tamatt SLTA sebanyak satu orang (2,38%). Sebagian besar petani memiliki latar belakang pendidikan tidak tamat SD dan tamat SD (Gambar 40). SD SD SMP SLTA PT Gambar 40. Sebaran Tingkat Pendidikan Petani Ditinjau dari sisi pengetahuan, pendidikan formal tersebut diperkaya dengan pengetahuan teknis mengenai lada yang sangat luas. Pengusahaan lada merupakan usaha yang dilakukan secara turun temurun. Oleh karena itu, pengetahuan dan pengalaman menjadi faktor lain yang menentukan keberhasilan pengusahaan lada selain dari tingkat pendidikannya. Dengan sebaran usia terbesar pada kelompok usia tahun, petani memiliki pengalaman melakukan budidaya lada rata-rata selama 17,8 tahun. 157

16 Selain pengelolaan risiko secara individu, telah dikeluarkan berbagai program pemerintah sebagai upaya pengelolaan secara berkelompok. Secara umum, pemerintah telah meluncurkan program dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada di tingkat petani. Beberapa program pemerintah yang berpengaruh terhadap kemampuan petani adalah program penyuluhan, sekolah lapang, diseminasi teknologi, dan bantuan pembiayaan. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan di Kepulauan Bangka Belitung menghadapi beberapa kendala yang mengakibatkan proses perubahan perilaku berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan petani belum dapat berjalan dengan optimal. Penyuluhan pertanian sebagai sebuah sistem pendidikan luar sekolah bagi petani dan keluarganya, belum mampu mencapai tujuan perubahan sikap dan perilaku untuk bertani lebih baik (better farming), berusahatani lebih baik (better bussines), hidup lebih sejahtera (better living) dan bermasyarakat lebih baik (better community), serta menjaga kelestarian lingkungannya (better environment). Kendala yang dihadapi yaitu: jumlah penyuluh yang tidak memadai, dan kapasitas penyuluh yang terbatas. Berbagai langkah strategis telah dilakukan oleh pemerintah. Kementerian Pertanian melakukan pengangkatan tenaga penyuluh honorer untuk memperkuat tenaga penyuluhan. Kementerian Pertanian juga berupaya memperbaiki dan memfungsikan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), menyediakan kendaraan dinas untuk transportasi penyuluh, serta memperbaiki metoda dan sistem penyuluhan yang selama ini lebih banyak berorientasi pada peningkatan produksi kepada penyuluhan yang berorientasi kepada agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya. Pada tingkat daerah, Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki sekitar 300 orang penyuluh, yaitu penyuluh pertanian, perikanan, peternakan. Penyuluh tersebut tersebar di desa di enam kabupaten dan satu kota. Pada sisi yang lain, pemerintah memiliki program pembangunan 230 unit posko penyuluh desa yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini bertujuan untuk mempercepat penyampaian teknologi pertanian kepada masyarakat, atau sebagai pusat informasi teknologi pertanian di perdesaan. Posko 158

17 ini merupakan salat satu solusi dalam mengatasi permasalahan rendahnya daya jangkau penyuluh karena jumlah penyuluh yang terbatas. Peningkatan kemampuan petani juga dilakukan melalui pembentukan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). SLPTT merupakan media pembelajaran langsung di lapangan bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan dalam rangka peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Dalam SLPTT terdapat satu unit Laboratorium Lapangan yang merupakan bagian dari kawasan sekolah lapang, yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, tempat belajar dan tempat praktek penerapan komponen teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu yang disusun dan diterapkan oleh kelompok tani atau petani peserta SLPTT. Program pemerintah lainnya yaitu melalui Badan Litbang Pertanian adalah dengan terus mengembangkan berbagai program diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengkajian. Program ini bertujuan untuk memacu adopsi dan penerapan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan usahatani. Jika sebelumnya implementasi program pemacuan adopsi teknologi tersebut dituangkan dalam kegiatan Prima Tani, maka mulai tahun 2011 dikembangkan melalui Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (MP3MI). MP3MI merupakan suatu model kegiatan diseminasi melalui suatu percontohan di lapang yang melibatkan kelompok tani atau gapoktan. Peragaan inovasi yang dilakukan meliputi aspek teknis dan aspek kelembagaan. Aspek teknis meliputi teknik budidaya, sedangkan aspek kelembagaan meliputi pemberdayaan kelompok tani atau gapoktan, pemberdayaan kelembagaan pendukung termasuk kelembagaan pasar input dan output. MP3MI di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilaksanakan di Desa Perpat, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung. Pada aspek pembiayaan, program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program Kementerian Pertanian bagi petani di perdesaan dalam rangka meningkatkan mutu hidup, kemandirian, dan kesejahteraan. PUAP telah dilaksanakan mulai 2008 di bawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) dan berada dalam kelompok pemberdayaan masyarakat. PUAP adalah fasilitasi bantuan modal 159

18 usaha agribisnis untuk petani baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani. Kemampuan pengelolaan risiko akan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja. Nilai risiko yang tinggi akan membutuhkan kemampuan pengelolaan risiko yang tinggi pula. Apabila kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka akan menimbulkan kerentanan yang dapat mengakibatkan penurunan kinerja dalam bentuk kuantitas, mutu, keuntungan, maupun keberlanjutan. Berdasarkan nilai kerentanan (vulnerability), maka terdapat beberapa risiko yang memiliki nilai risiko tinggi dan nilai kemampuan pengelolaan risiko yang rendah (Tabel 35). Pemetaan nilai kerentanan (vulnerability) secara grafis disajikan pada Gambar 41. Tabel 35. Nilai Kerentanan (Vulnerability) Nama Risiko Nilai Risiko Kapasitas Pengelolaan Risiko Nilai kerentanan (vulnerability) 1. Lada tercampur 3,07 8 4,93 2. Lada keabu-abuan 5,17 8 2,83 3. Kontaminasi perendaman 4,62 7 2,38 4. Lada pecah 5,20 8 2,80 5. Kontaminasi pencucian 4,45 8 3,55 6. Kadar air 5,82 9 3,18 7. Serangga ditemukan 3,08 9 5,92 8. Kotoran 4,39 8 3,61 9. Jamur 4,85 8 3, Penurunan aroma 6,30 7 0, Kadar atsiri 6,30 7 0, Hama Penggerek Batang 6,19 7 0, Hama Penghisap Buah 5,04 7 1, Hama Penghisap Bunga 3,96 7 3, Penyakit Busuk Pangkal Batang 8,95 5-3, Penyakit Kuning 6,32 5-1, Penyakit Kerdil/Keriting 6,01 5-1, Cuaca 6,47 4-2, Lokasi lahan 5,04 7 1, Daya dukung lingkungan 8,51 6-2, Harga 9,25 3-6, Indikasi geografis 7,53 5-2, Subtitusi produk 5,98 5-0, Persaingan 9,25 4-5, Kerjasama 8,72 4-4, Ketergantungan antar pelaku 8,32 5-3, Manajemen operasional 7,90 7-0, Informasi 5,96 5-0, Suku bunga 4,96 5 0, Nilai tukar 5,76 6 0, Kredit 5,76 6 0, Likuiditas 7,56 6-1,56 160

19 N R K P R Gambar 41. Radar Chart Nilai Kerentanan (vulnerability) Keterangan: 1. Risiko lada tercampur 2. Risiko lada keabu-abuan 3. Risiko kontaminasi perendaman 4. Risiko lada pecah 5. Risiko kontaminasi pencucian 6. Risiko kadar air 7. Risiko serangga ditemukan 8. Risiko kotoran 9. Risiko jamur 10. Risiko penurunan aroma 11. Risiko kadar atsiri 12. Risiko hama penggerek batang 13. Risiko hama penghisap buah 14. Risiko hama penghisap bunga 15. Risiko penyakit busuk pangkal batang 16. Risiko penyakit kuning 17. Risiko penyakit kerdil/keriting 18. Risiko cuaca 19. Risiko lokasi lahan 20. Risiko daya dukung lingkungan 21. Risiko harga 22. Risiko indikasi geografis 23. Risiko risiko subtitusi produk 24. Risiko persaingan 25. Risiko kerjasama 26. Risiko ketergantungan antar pelaku 27. Risiko manajemen operasional 28. Risiko informasi 29. Risiko suku bunga 30. Risiko nilai tukar 31. Risiko kredit 32. Risiko likuiditas Jenis risiko dengan nilai kerentanan tinggi, yang akan menjadi prioritas dalam pemberian dukungan dalam proses pengelolaan risiko, adalah risiko dengan nilai risiko yang tinggi dan nilai kemampuan pengelolaan yang rendah. Risiko tersebut adalah: risiko harga, risiko persaingan, risiko kerjasama, risiko penyakit busuk pangkal batang, risiko ketergantungan antar pelaku, risiko indikasi geografis, risiko cuaca, risiko daya dukung lahan, risiko likuiditas, risiko penyakit 161

20 kuning, risiko pernyakit kerdil, risiko subtitusi produk, risiko manajemen operasional, dan risiko pembagian informasi. Beberapa risiko yang mendapat prioritas dalam pemberian dukungan fasilitas adalah risiko harga, persaingan, kerjasama, penyakit busuk pangkal batang, serta ketergantungan antar pelaku. Pengelolaan risiko pada sistem komoditas lada memerlukan instrumen pengelolaan risiko dengan prioritas yang berbeda, tergantung dari jenis pengelolaan risiko yang dipilih dan ketersediaan aset pengelolaan risiko yang dimiliki oleh pelaku. Nilai relatif keenam instrumen pengelolaan risiko pada setiap jenis risiko tertera pada Tabel 36. Tabel 36. Nilai Prioritas Instrumen Pengelolaan Risiko Nama Risiko Nilai Instrumen Pengelolaan Risiko Teknologi Manajemen Pembiayaan Kebijakan Infrastruktur Kemitraan 1. Lada tercampur 16,88 6,35 43,65 13,18 7,15 12,79 2. Lada keabu-abuan 9,72 44,28 5,48 13,65 3,04 23,84 3. Kontaminasi perendaman 16,33 39,28 6,03 25,83 3,21 9,33 4. Lada pecah 26,17 15,88 28,61 10,57 3,97 14,80 5. Kontaminasi pencucian 12,22 41,58 6,07 23,48 3,76 12,89 6. Kadar air 17,17 9,01 41,77 10,98 7,21 13,85 7. Serangga ditemukan 42,25 24,65 15,61 5,17 3,33 8,98 8. Kotoran 32,70 28,82 13,72 10,79 3,80 10,17 9. Jamur 20,74 30,03 28,31 8,47 3,63 8, Penurunan aroma 25,55 14,48 40,64 7,72 3,39 8, Kadar atsiri 23,37 22,78 24,42 13,20 4,81 11, Hama Penggerek Batang 16,58 39,23 25,16 9,41 5,87 3, Hama Penghisap Buah 18,30 39,04 23,17 10,34 5,44 3, Hama Penghisap Bunga 18,95 38,96 23,07 10,16 5,42 3, Penyakit Busuk Pangkal Batang 16,77 42,71 22,43 9,74 4,95 3, Penyakit Kuning 16,45 41,99 22,27 10,05 5,48 3, Penyakit Kerdil/Keriting 17,20 39,84 23,76 10,17 5,37 3, Cuaca 39,42 19,27 9,09 21,53 6,57 4, Lokasi lahan 5,37 25,92 16,43 8,36 3,99 39, Daya dukung lingkungan 15,07 5,10 9,15 28,62 38,42 3, Harga 5,95 5,51 12,83 37,07 31,97 6, Indikasi geografis 25,82 15,69 6,41 38,11 10,04 3, Subtitusi produk 12,63 33,33 24,34 15,23 8,15 6, Persaingan 39,15 9,67 14,29 3,28 5,23 28, Kerjasama 17,22 25,65 10,73 4,14 2,82 39, Ketergantungan antar pelaku 23,12 16,76 12,86 7,98 5,87 33, Manajemen operasional 17,87 30,23 11,49 9,92 11,99 18, Informasi 32,45 10,12 7,36 34,25 8,33 7, Suku bunga 15,08 39,99 4,58 12,81 17,20 10, Nilai tukar 14,39 38,79 4,39 4,50 31,10 6, Kredit 5,47 42,07 3,36 8,22 13,80 27, Likuiditas 5,25 42,97 3,34 8,07 13,68 26,68 162

21 Sistem Resi Gudang merupakan sebuah terobosan baru dalam menangani fluktuasi harga komoditas. Selain baru diterapkan untuk lada hitam di Lampung, implementasi Sistem Resi Gudang mengalami berbagai kendala dan mengalami fluktuasi baik dari jumlah resi gudang, volume komoditi, nilai barang maupun jumlah pembiayaannya. Penerapan Sistem Resi Gudang pada lada putih membutuhkan relatif lebih besar dukungan infrastruktur (31,97), kebijakan (37,07), dan finansial (12,83) dibandingkan dengan instrumen lainnya. Pengelolaan risiko persaingan dilakukan dengan cara peningkatan nilai tambah dan pengembangan pasar. Peningkatan nilai tambah untuk menghasilkan produk yang unik atau berbeda bertujuan untuk memenuhi atau melampaui atribut yang diharapkan konsumen. Pengelolaan risiko melalui penambahan mutu, fungsi, dan bentuk dapat dilakukan melalui perbaikan dan pengembangan sistem pengolahan lada. Pengelolaan risiko melalui penambahan pemenuhan fungsi tempat, waktu dan kemudahan mendapatkan dapat dilakuan melalui penerapan strategi ceruk pasar (niche market), yaitu strategi menjadi pemimpin pasar di pasar yang kecil. Hal ini dilakukan dengan menciptakan spesialisasi dalam bentuk spesialisasi produk, spesialisasi geografis, spesialisasi harga dan mutu, spesialisasi pelanggan, spesialisasi pelayanan, spesialisasi pemakai akhir, spesialisasi pesanan, spesialisasi produk atau lini produk, spesialisasi saluran pemasaran, atau spesialisasi ukuran pelanggan. Kemampuan melakukan pengelolaan risiko persaingan tersebut belum dimiliki oleh para pelaku dalam sistem komoditas lada. Hal ini berkaitan dengan sistem penjualan produk yang dilakukan dalam bentuk produk curah melalui pengumpul atau pedagang perantara, serta tanpa interaksi dengan konsumen. Dukungan fasilitas yang dibutuhkan secara berurutan adalah ketersediaan, diseminasi, dan adopsi teknologi (39,15), penguatan hubungan kemitraan antar pelaku (28,39), dan dukungan finansial (14,29). Perbaikan kerjasama dilakukan melalui penguatan hubungan kerjasama yang telah ada, perubahan perilaku tentang kompetisi, pengembangan kemampuan keahlian dan kompetensi bisnis, serta peningkatan kemampuan pengambilan keputusan. Dukungan fasilitas yang diperlukan adalah fasilitasi untuk meningkatkan peran asosiasi dalam proses penguatan internal maupun dalam 163

22 proses pengmbangan jejaring dengan pihak lain. Selain fasilitasi kemitraan (31,61), kerjasama secara operasional membutuhkan infrastruktur (25,86) dan teknologi (18,39) dalam proses implementasinya. Penanganan serangan organisme pengganggu tanaman yang dilakukan oleh sebagian besar petani adalah pengendalian dengan cara kimia. Langkah ini dilakukan saat harga lada tinggi, namun tidak dilakukan pada saat harga lada turun, mengingat keterbatasan modal petani. Sebagai akibatnya hama penyakit tanaman masih menjadi masalah yang serius pada banyak pertanaman lada. Pengelolaan risiko yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman dapat dilakukan melalui kegiatan pencegahan dan kegiatan penanganan. Pengendalian terpadu yang dianjurkan meliputi teknik budidaya, serta pengendalian secara hayati dan kimiawi. Pengelolaan risiko yang bersifat ex ante dilakukan dengan cara menerapkan budidaya lada anjuran yang dilakukan melalui: seleksi bahan tanaman yang sehat, penggunaan tajar hidup, pembangunan saluran drainase, pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung yang tidak berguna, pemupukan, pengendalian hayati, penyiangan terbatas, pemanfaatan agen hayati dan konservasinya, serta pembuatan pagar keliling. Pengelolaan risiko yang bersifat ex post dilakukan dengan menggunakan pestisida atau agen hayati. Dukungan fasilitas yang diperlukan adalah manajemen usahatani sesuai anjuran (27,44), dukungan pembiayaan (22,43), dan aplikasi teknologi secara berkelanjutan (16,77). Kerjasama antar pelaku dalam sistem komoditas lada dapat ditingkatkan dengan cara penguatan rantai nilai melalui: perbaikan mutu produk dan memasuki lini produk yang lebih tinggi untuk mendapatkan nilai tambah yang semakin besar, investasi teknologi baru untuk memperbaiki proses dan efisiensi rantai, serta menerapkan fungsi baru pada rantai untuk meningkatkan kinerja pada setiap aktivitas rantai. Selama ini pelaku melakukan aktivitas pada seluruh mata rantai secara individual dengan pendekatan tradisional. Untuk menerapkan metode pengeloaan risiko tersebut maka diperlukan dukungan fasilitas dalam bentuk dukungan teknologi (23,12), penguatan manajemen pengelolaan sistem komoditas (16,76)), serta dukungan pembiayaan (12,86). Melalui dukungan fasilitas ini maka diharapkan akan terbangun sistem kerjasama antar pelaku yang lebih baik. 164

23 1.3 Analisis Finansial Keberhasilan pengembangan agroindustri berbasis alat dan mesin pertanian dipengaruhi oleh aspek kelembagaan pasca panen, aspek teknis, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek ergonomis (Ditjen P2HP 2007). Oleh karena itu aspek manajemen pasca panen, aspek teknis, serta aspek ekonomi menjadi perihal yang dipertimbangkan pada analisis finansial. Aspek manajemen pasca panen menyangkut jenis atau tipe, metoda, mutu, dan waktu operasi. Faktor yang perlu dipertimbangkan dari aspek teknis dalam pelaksanaan operasi pengolahan lada adalah waktu panen, pola pembelian lada, jumlah lada, mutu lada, dan kapasitas operasi alat mesin pasca panen. Kriteria teknis mencakup sifat-sifat fisik dan mekanis dari bahan dan produksi, kebutuhan daya, kekuatan bahan dan kontruksi, kerumitan kontruksi, kemudahan perawatan dan perbaikan serta efisiensi penanganannya. Selain kriteria teknis terdapat kriteria tekno ekonomi yang mencakup kapasitas produksi yang tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe dan besarnya sarana alat mesin pasca panen, keterampilan pengelola dan operator, ketersediaan dan kualitas tenaga kerja. Analisis rasio biaya input dan output, tingkat pendapatan, dan jangka waktu pengembalian modal merupakan faktor yang dianalisis dari aspek ekonomis. Pada keadaan dimana sarana alat mesin lebih banyak dipakai, maka biaya yang dikeluarkan juga meningkat, sehingga pengelolaan sarana alat mesin pasca panen menjadi kunci keberhasilan penanganan pasca panen. Analisis finansial memerlukan asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan biaya. Asumsi tersebut dijelaskan pada Tabel 37. Pembiayaan investasi agroindustri lada terdiri atas dua sumber dana, yaitu dari dana, pinjaman bank dan dari modal sendiri. Dana pinjaman yaitu pinjaman dengan sumber dana yang berasal dari bank. Jenis pinjaman yang diberikan yaitu kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan suatu usaha baru. Nilai suku bunga yang berlaku untuk pinjaman adalah 17%. Pembayaran pinjaman dilakukan selama lima tahun, dengan pembayaran angsuran pinjaman pokok dan bunga dimulai pada tahun pertama. Dipilihnya jangka waktu pengembalian lima tahun adalah karena waktu tersebut merupakan 165

24 jangka waktu pengembalian tercepat yang ditawarkan oleh bank. Alasan dipilihnya jangka waktu pengembalian tercepat adalah jika suatu saat jangka waktu pengembalian diperpanjang, maka dapat dipastikan bahwa proyek layak. Tabel 37. Asumsi Analisis Finansial Parameter Nilai Asumsi Satuan Produksi Kapasitas Mesin 500 kg buah/jam Periode Pengolahan 8 jam/hari Periode Pengolahan 120 hari/tahun Kapasitas Produksi Tahun ke 1 90 % Kapasitas Produksi Tahun ke % Rendemen 25 kg biji kering Upah Pengolahan Rp/kg Produk Samping Rp/tahun Pembiayaan Persentase Modal sendiri 40 % Persentase Pinjaman 60 % Pinjaman dan Angsuran Bunga 17 % Lama Kembali Pinjaman 5 Tahun Penyusutan Bangunan Umur Ekonomis 20 Tahun Persentase nilai sisa 10 % Penyusutan Mesin Umur Ekonomis 10 Tahun Persentase nilai sisa 10 % Penyusutan Peralatan Umur Ekonomis 10 Tahun Persentase nilai sisa 10 % Pajak Penghasilan 20 % Biaya investasi yaitu biaya yang diperlukan pada saat akan mendirikan agroindustri lada. Biaya ini terbentuk atas dua komponen, yaitu modal tetap dan modal kerja (Tabel 38). Modal tetap terdiri dari: biaya tanah dan bangunan, biaya mesin dan peralatan, biaya fasilitas, dan biaya pra operasi. Modal kerja merupakan dana yang dibutuhkan dalam menjalankan perusahaan sebelum perusahaan menerima pendapatan atas penjualan. Modal kerja dihitung berdasarkan besarnya perkiraan pengeluaran per bulan selama tiga bulan. Pembangunan unit pengolahan lada putih memiliki kapasitas pengolahan sebesar kg buah/tahun yang dihitung berdasarkan kemampuan mesin yang dioperasikan selama 500 kg/jam jam per hari. Periode operasi adalah 8 jam per hari selama 4 bulan atau masa panen lada. Investasi yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 213,5 juta yang terdiri dari modal tetap sebesar Rp.152 juta dan modal kerja sebesar Rp. 61 juta. Investasi tersebut dikeluarkan pada tahun ke nol, yaitu saat pendirian pabrik. 166

25 Tabel 38. Rencana Investasi Parameter Nilai Satuan Tanah dan Bangunan Ruang Produksi Rp Luas Ruang Produksi 100 m 2 Harga Ruang Produksi Rp/m 2 Lantai Penjemuran Rp Luas Lantai Penjemuran 50 m 2 Harga Lantai Penjemuran Rp/m 2 Bak Perendaman Rp Luas Bak Perendaman 50 m 2 Harga Bak Perendaman Rp/m 2 Tanah Rp Luas Tanah 300 m 2 Harga Tanah Rp/m 2 Mesin dan Peralatan Mesin Produksi Rp Jumlah Mesin Produksi 1 Unit Harga Mesin Produksi Rp/Unit Peralatan produksi Rp Jumlah Peralatan produksi 1 Unit Harga Peralatan produksi Rp/Unit Instalasi Rp/Unit Total Investasi Tetap Rp Biaya Pra Operasi Perijinan Rp Modal Kerja Modal Kerja Rp Persentase Modal Kerja 40 % Total Investasi Rp Besarnya biaya produksi per tahun yang dibutuhkan tertera pada Tabel 39. Biaya tetap terdiri dari: biaya penyusutan, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan, pajak, dan biaya penanganan limbah. Biaya variabel terdiri dari bahan pembantu, energi, pengangkutan, dan tenaga kerja langsung. Tabel 39. Biaya Pengolahan Parameter Nilai Tahun 1 (Rp) Nilai Tahun 2-10 (Rp) BIAYA TETAP Biaya Penyusutan Bangunan Biaya Penyusutan Mesin Biaya Penyusutan Peralatan Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Pemeliharaan Bangunan dan Mesin Pajak Bumi dan Bangunan Biaya Penanganan Limbah Sub Total BIAYA VARIABEL Biaya Bahan Pembantu Energi Pengangkutan Biaya Tenaga Kerja Langsung Sub Total Total Pengeluaran

26 Pendapatan usaha pengolahan lada diperoleh dari jasa pengolahan dan hasil samping berupa tangkai dan lada enteng yang disuling. Jasa pengolahan adalah sebesar Rp /kg dan hasil samping sebesar Rp. 4 juta. Pendapatan usaha diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun pertama usaha beroperasi pada kapasitas 90% serta pada tahun kedua dan seterusnya pada kapasitas 100%. Perincian tentang rencana produksi, penerimaan dan proporsi penerimaan usaha selama umur proyek tertera pada Tabel 40. Tabel 40. Perkiraan Kapasitas Pengolahan Lada Parameter Nilai Tahun 1 Nilai Tahun 2-10 Kapasitas Pengolahan (kg buah) Persentase Pengolahan (%) Total Pengolahan (kg kering) Jasa Pengolahan (Rp/kg) Produk Tambahan (Rp) Total Penerimaan (Rp) Proyeksi rugi laba digunakan untuk mengetahui tingkat profitabilitas agroindustri lada. Proyeksi rugi laba industri pengolahan lada tertera pada Lampiran 1. Laba bersih pada tahun pertama yaitu sebesar Rp dan terus meningkat hingga mencapai Rp pada tahun ke Aliran arus kas dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu arus kas masuk dan arus kas keluar. Arus kas agroindustri lada tertera pada Lampiran 2. Investasi agroindustri lada mencapai titik impas pada kg per tahun. Titik dimana hasil penjualan produk pada periode waktu tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga kegiatan tidak memperoleh kerugian juga tidak memperoleh keuntungan. Kriteria investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Pay Back Period (PBP). Analisa kelayakan pendirian agroindustri lada tertera pada Tabel 41. NPV merupakan selisih dari nilai investasi sekarang dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Apabila nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek tersebut menguntungkan sehingga dinyatakan 168

27 layak, begitu pula sebaliknya memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Hasil dari perhitungan NPV untuk pendirian agroindustri lada yaitu sebesar Rp Nilai tersebut lebih besar daripada nol, oleh karena itu pendirian agroindustri lada dinyatakan layak sesuai perhitungan NPV. Tabel 41. Kelayakan Investasi Kriteria Investasi Satuan Nilai NPV (DF 17 %) Rp IRR % 45,28 Net B/C - 1,95 Pay Back Period Tahun 3,75 IRR merupakan tingkat bunga yang menyamakan nilai investasi saat ini dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa mendatang. Suatu proyek layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai faktor diskonto, artinya investasi tersebut memberikan manfaat lebih dibandingkan dengan suku bunga yang diberikan oleh bank. Nilai IRR yang dihasilkan yaitu sebesar 45,28%. Nilai ini lebih besar dibandingkan faktor diskonto yang digunakan, maka dapat dikatakan proyek agroindustri layak untuk direalisasikan. Analisa yang dilakukan untuk menghitung net B/C adalah dengan menggunakan nilai arus kas yang telah diperhitungkan nilai perubahannya berdasarkan waktu. net B/C yang didapat adalah 1,95. Nilai tersebut menerangkan bahwa agroindustri lada layak untuk direalisasikan, karena mempunyai nilai net B/C lebih besar dari satu. Periode pengembalian atau pay back period adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal yang ditanam dalam proyek dapat kembali dan menggambarkan lamanya waktu agar dana yang telah diinvestasikan dapat dikembalikan. Hasil perhitungan periode pengembalian adalah selama 3,75 tahun. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa agroindustri lada layak karena waktu pengembalian modal lebih cepat dibandingkan dengan umur proyek. 169

28 6.4 Simulasi Kelayakan Investasi berbasis Risiko Kelayakan investasi dapat berubah dipengaruhi oleh risiko yang terdapat di dalamnya. Dalam agroindustri lada, risiko yang terjadi dapat mempengaruhi tiga komponen yaitu: kemampuan pembayaran jasa pengolahan, jumlah lada diolah, dan rendemen. Selain itu, besarnya jumlah lada yang diolah akan berpengaruh juga terhadap produk samping yang dihasilkan. Analisis menunjukkan bahwa nilai keparahan (severity) kelompok pemasaran menunjukkan nilai terbesar dibandingkan dengan kelompok lainnya, yaitu 8,39. Nilai bobot kelompok menunjukkan bahwa nilai kelompok agroindustri memiliki nilai bobot terbesar yaitu 0,25. Simulasi dilakukan dengan memperhitungkan agregasi nilai keparahan (severity) kelompok dan menghitung nilai keparahan (severity) tertimbang berdasarkan bobot kelompok yang telah diperhitungkan sebelumnya. Nilai keparahan (severity) tertimbang yaitu sebesar 7,06 pada skala 10 (Tabel 42). Tabel 42. Agregasi Nilai Keparahan (severity) Kelompok Risiko Nilai Keparahan (severity) Kelompok Bobot Kelompok Nilai Keparahan (severity) Tertimbang Agroindustri 6,17 0,25 1,56 Budidaya 6,29 0,24 1,48 Pemasaran 8,39 0,19 1,64 Kelembagaan 8,09 0,17 1,38 Finansial 6,87 0,15 1,01 Nilai Keparahan (severity) Agregat 7,06 Besarnya pengaruh yang diberikan terhadap komponen kelayakan investasi dilakukan dengan menjaring penilaian pakar. Penilaian pakar kemudian dihitung sebagai bobot pengaruh tertimbang yang akan menentukan besarnya nilai pengaruh yang dihitung berdasarkan nilai keparahan (severity) agregat. Nilai pengaruh berbasis tingkat keparahan (severity) terhadap kemampuan pembayaran jasa pengolahan, jumlah lada diolah, dan tingkat rendemen berturut-turut adalah sebesar 28,89%, 31,03% dan 10,70% (Tabel 43). 170

29 Tabel 43. Penilaian Pengaruh Komponen Kelayakan Investasi Komponen yang Dipengaruhi Agregasi Nilai Pakar Bobot Pengaruh Tertimbang Pengaruh terhadap Jasa Pengolahan 0,75 0,41 Pengaruh terhadap Jumlah Ladaa Diolah 0,81 0,44 Pengaruh terhadap Rendemen 0,28 0,15 Nilai Pengaruh 0,29 0,31 0,11 Hasil analisis pengaruh risiko diketahui bahwa apabila tidak dilakukan pengelolaan dalam bentuk pencegahan dan atau penanganan risiko, makaa risiko tersebut akan memberikan pengaruh terhadap upah sewa pengolahan lada, jumlah lada diolah dan rendemen. Tabel 44. Perubahan Nilai Kelayakan Investasi Kriteria Investasi NPV IRR Net B/C Pay Back Period Satuan Nilai Rp. ( ) % - - 0,72 Tahun NPV IRR N BC PBP K I P K I B R Gambar 42. Perbandingan Nilai Kelayakan Investasi Simulasi yang didasarkan kepada penurunan jasa pengolahan sebesar 28,89%, penurunan jumlah lada diolah sebesar 31,03%, dan penurunan rendemen 171

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7. KESIMPULAN DAN SARAN 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Produksi lada putih di Indonesia terus menurun, sementara pencapaian standar mutu masih rendah. Hal ini tidak terlepas dari dominasi kelemahan pada sistem komoditas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rugi Laba

Lampiran 1. Rugi Laba LAMPIRAN Lampiran 1. Rugi Laba Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 PENERIMAAN Kapasitas Pengolahan (kg buah) 480,000 480,000 480,000 480,000 480,000

Lebih terperinci

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Oleh: Agus Wahyudi (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (Sumber : SINAR TANI Edisi 17 23 November 2010)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lada Menurut Sarpian (Lilik Wuriyanto, 2012) tanaman lada merupakan salah satu tanaman perkebunan yang telah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki banyak peran di Provinsi Bali, salah satunya adalah sebagai sektor pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Lebih terperinci

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. ERZALDI ROSMAN V I S I 2017-2022 MISI PROVINSI TERKAIT PERTANIAN MISI 1 : MENGEMBANGKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman berkualitas. Salah satu contoh produk yang sangat diperhatian kualitasmya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, padi adalah komoditas strategis yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Hingga saat ini padi atau beras

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masih rawannya ketahanan pangan dan energi, serta berbagai permasalahan lain

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masih rawannya ketahanan pangan dan energi, serta berbagai permasalahan lain BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh sektor pertanian sehubungan dengan berbagai persoalan mendasar yang dihadapi baik saat ini maupun di

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

5. PERANCANGAN MODEL MANAJEMEN RISIKO PADA INVESTASI AGROINDUSTRI

5. PERANCANGAN MODEL MANAJEMEN RISIKO PADA INVESTASI AGROINDUSTRI 5. PERANCANGAN MODEL MANAJEMEN RISIKO PADA INVESTASI AGROINDUSTRI 5.1 Pemodelan Sistem Pelaku utama dalam agroindustri lada putih adalah petani, pengolah, pedagang dan eksportir, pemerintah pusat, pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci