HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 Sintasan (%) 23 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Sintasan (SR) Parameter lingkungan dan konsumsi pakan selama penelitian menunjukkan kondisi yang ideal. Hal ini diindikasikan dari persentase sintasan yang mencapai 100% pada semua perlakuan (Gambar 5) Kontrol FT 50% FT 100% FT 200% FT 400% Perlakuan Gambar 5 Sintasan abalon dari lima jenis perlakuan penggantian air pada pada sistem air mengalir (flow through system) (FT) selama 90 hari pemeliharaan. Pertumbuhan Pertumbuhan Mutlak Pertumbuhan mutlak menunjukkan bahwa perlakuan sistem FT 400% (5,6 42) adalah terbaik dibanding kontrol (2,53 0,16). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak pada perlakuan sistem FT 400% memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan lainnya, (P 0,05) (Lampiran 4). Selanjutnya pada perlakuan sistem FT 400% dapat meningkatkan pertumbuhan mutlak sebesar 124,51% (Tabel 3).. Laju pertumbuhan harian (SGR) Perlakuan FT 400% ( %) memberikan respon laju pertumbuhan harian terbaik dibanding dengan kontrol (0,46±0,02%), demikian pada perlakuan lainnya (Tabel 3). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan FT400% berbeda nyata dengan kontrol dan FT 50% (Tukey, p<0,05) tetapi tidak berbeda

2 24 nyata dengan dua perlakuan lainnya (FT 100% dan FT 200%) (Tukey, p>0,05) (Tabel 3) (Lampiran 5) Pertumbuhan Panjang ( SL) Perlakuan FT 400% (105,72±9,51) memberikan respon laju pertumbuhan panjang cangkang yang lebih baik dibanding dengan kontrol (59,67±11,22) diikuti perlakuan lainnya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan sistem FT 400% berbeda nyata terhadap kontrol, FT 50% dan FT 100% (Tukey, p<0,05), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan FT 200% (Tukey, p>0,05) (Tabel 3) (Lampiran 6) Tabel 3 Bobot utuh (BU), panjang cangkang (PC), pertumbuhan mutlak (PM), laju pertumbuhan harian (SGR) dan pertumbuhan panjang cangkang ( SL) abalon dari lima jenis perlakuan penggantian air pada sistem air mengalir (flow through system) (FT) selama 90 hari Parameter Perlakuan Kontrol FT 50% FT 100% FT 200% FT 400% BU (g) 4,91±0,18 4,86±0,24 4,79±0,13 4,90±0,08 5,02±0,23 PC (mm) 31,11±0,74 31,45±0,24 31,38±0,24 30,97±0,79 31,10±0,80 Awal Akhir BU (g) 7.44±0, ±0, ±0, ±0, ±0,29 PC (g) 36.48±0, ±0, ±0, ±0, ±0,53 PM (g) 2.53±0,16 c 4.05±0,12 b 4.50±0,39 b 4.56±0,48 b 5.68±0,42 a SGR (%) 0,46±0,02 c 0,67±0,02 b 0,74±0,06 ab 0,73±0,06 ab 0.84±0,07 a SL (µm hari -1 ) 59,67±11,22 c 81,61±7,98 bc 80,15±8,57 bc 85,91±1,76 ab 105,72±9,51 a Huruf superskrip berbeda pada baris yang sama berbeda nyata secara statistik (p<0,05) Pertumbuhan Bobot Individu Pertumbuhan bobot individu abalon selama penelitian menunjukkan perlakuan FT 400% (10,70 g) memberikan pertumbuhan bobot individu terbaik dibanding dengan kontrol (7,44 g) maupun perlakuan sistem FT 50% (8,91 0,327 g), FT 100% (9,29 0,348 g) dan FT 200% (9,46. 0,43 g) (Gambar 6). Komposisi Daging, Cangkang dan Organ Dalam Abalon Pengukuran komposisi daging, cangkang dan organ dalam pada masingmasing perlakuan menunjukkan bahwa sebelum dan setelah penelitian terjadi

3 Komposisi Organ Abalon (%) Rerata berat badan (gram) 25 pertumbuhan bobot daging dan bobot cangkang. Persentase komposisi daging, cangkang dan organ dalam disajikan pada (Gambar 7) (Lampiran 7) Bulan ke- Kontrol F-50% F-100% F-200% F-400% Gambar 6 Rerata pertumbuhan bobot individu abalon (g) dari lima jenis perlakuan penggantian air pada pada sistem air mengalir (flow through system) (FT) selama 90 hari pemeliharaan Daging Cangkang Organ Dalam 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Kontrol FT 50% FT 100% FT200% FT 400% Perlakuan Gambar 7 Komposisi daging, cangkang dan organ dalam abalon dari lima jenis perlakuan penggantian air pada pada sistem air mengalir (flow through system) (FT) selama 90 hari pemeliharaan

4 Efisiensi pakan (%) 26 Efisiensi Pakan (EP) Perlakuan FT 400% merupakan perlakuan dengan efisiensi pakan terbaik (63,22±0,72%) dibandingkan dengan kontrol (35,80±1,70) termasuk tiga perlakuan lainnya. Penggantian air pada sistem air mengalir (flow trough system) memberikan pengaruh terhadap efisiensi pakan abalon. Uji statistik menunjukkan perlakuan FT 50%, FT 100%, FT 200% dan FT 400% pada percobaan ini signifikan berbeda dengan kontrol (Tukey, p<0,05), tatapi antar perlakuan tersebut (FT 100%, 200% dan FT 400%) tidak berbeda nyata (Tukey, p>0,05) (Gambar 8) (Lampiran 8) a b bc bc c Kontrol F-50% F-100% F-200% F-400% Perlakuan Gambar 8 Efisiensi pakan dari lima jenis perlakuan penggantian air pada pada sistem air mengalir (flow through system) (FT) selama 90 hari pemeliharaan. Kolom dengan huruf sama tidak berbeda nyata (Tukey, p<0,05). Proksimat Daging Abalon Pemeliharaan abalon selama 3 bulan pada sistem air mengalir berpengaruh terhadap komposisi biokimia daging abalon. Hasil uji proksimat menunjukkan adanya perbedaan komposisi lemak yang sangat berbeda, baik sebelum dan sesudah perlakuan ataupun antar pelakuan (kontrol dengan perlakuan FT 400%). Pada sistem air mengalir dengan penggantian air sebanyak 400% sehari ( FT 400%), terbukti dapat menurunkan kandungan lemak pada daging abalon (Tabel 4).

5 27 Tabel 4 Proksimat daging abalone perlakuan (dalam berat kering) Sampel Abalon sebelum perlakuan Abalon setelah perlakuan (kontrol) Abalon setelah perlakuan (FT 400%) Analisis proksimat (%) Abu Protein Lemak Serat kasar BETN 3,40 69,47 0,57 0,59 25,99 5,21 69,17 6,92 0,00 18,70 8,55 68,06 4,04 0,00 19,35 Sumber: Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Penilaian Uji Organoleptik Peubah tekstur dan rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perlakuan lingkungan pemeliharaan, pakan, umur dan faktor pemasakan, walaupun tidak secara signifikan. Secara fisiologi kondisi ini dapat terjadi pada beberapa biota perairan dan hewan. Hasil penilaian uji organoleptik abalon disajikan pada Tabel 5. Preferensi panelis terhadap rasa daging abalon yang gurih signifikan ditujukan terhadap perlakuan FT 400% dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Lampiran 9). Sementara preferensi panelis terhadap tekstur daging abalon yang kenyal ditujukan terhadap perlakuan FT 200%. Keseluruhan karakteristik daging abalon pada perlakuan FT 400% lebih disukai oleh panelis (Tabel 5) (Lampiran 10). Tabel 5 Persentase kesukaan terhadap sifat karakteristik organoleptik abalon Tekstur Rasa Sampel Kenyal (%) Keras (%) Lunak (%) Amis (%) Gurih (%) Kontrol 74,07 3,70 22,22 21,43 78,57 FT 50 % 57,14 32,14 10,71 40,00 60,00 FT 100% 82,14 0,00 17,86 34,62 65,38 FT 200% 85,19 3,70 11,11 23,33 76,67 FT 400% 57,14 28,57 14,29 10,34 89,66 FT= Flow through sistem Penilaian Uji hedonik Penilaian hasil uji hedonik atau uji kesukaan terhadap nilai estetika pada cangkang oleh panelis menunjukkan warna cangkang yang cerah merupakan faktor yang menentukan kesukaan konsumen terhadap cangkang. Pada percobaan ini perlakuan kontrol menghasilkan warna cangkang yang lebih cerah

6 28 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan, warna cangkang yang halus dihasilkan perlakuan FT 400% (Tabel 6) (Lampiran 11). Tabel 6 Persentase kesukaan terhadap karakteristik warna dan permukaan cangkang abalon. Sampel Warna cangkang Permukaan cangkang Cerah (%) Abu-abu (%) Kasar (%) Halus (%) Kontrol 77,27 22,73 81,48 18,52 FT 50% 40,91 59,09 89,29 10,71 FT 100% 59,09 40,91 78,57 21,43 FT 200% 61,94 38,09 74,07 25,93 FT 400% 43,48 56,52 57,14 42,86 FT= Flow through sistem Kualitas Air Kualitas air meliputi salinitas, suhu, oksigen terlarut, ph, kesadahan, pada wadah pemeliharaan abalon selama penelitian berada pada kisaran optimal bagi pertumbuhan abalon (Tabel 7) (Lampiran 12). Tabel 7 Kisaran nilai kualitas air pada wadah pemeliharaan abalon. Parameter Perlakuan Kontrol FT 50% FT 100% FT 200% FT 400% Salinitas ( o / oo ) DO (mg L -1 ) 5,33-7,35 5,58-7,34 5,59-7,31 5,72-7,23 5,41-7,23 Suhu ( o C) 23,9-27,4 25,1-28,9 26,5-29,8 26,4-29,8 26,7-29,9 ph 8,11-8,60 8,18-8,61 8,21-8,62 8,16-8,60 8,23-8,69 Kesadahan (mg L -1 ) kisaran salinitas ppt = FT= Flow through sistem Bioekonomi Analisa bioekonomi perlakuan FT 50% memberikan keuntungan lebih besar, disusul perlakuan FT 100%, kontrol dan FT 200 %, setelah penerimaan dikurangi biaya. Perlakuan FT 400% terkoreksi (negatif) (Tabel 8). Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya pada penggunaan sistem air mengalir pada perlakuan FT 400%, walaupun tingkat pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan perlakuan lainnya.

7 29 Tabel 8 Analisa bioekonomi dari lima jenis perlakuan penggantian air pada sistem air mengalir (flow through system) (FT) selama 90 hari pemeliharaan Komponen Harga air (Rp l -1 ) Kebutuhan air untuk menghasilkan daging (-l kg -1 ) Perlakuan Kontrol FT 50% FT 100% FT 200% FT 400% 2,04 2,04 2,04 2,04 2, Biaya (C) (Rp) Harga daging abalone (Rp kg -1 berat basah) Daging yang dihasilkan (kg berat basah) , , , , , Penerimaan (R) (Rp) Keuntungan (R - C) (Rp) Pembahasan Sintasan abalon pada perlakuan FT 400%, FT 200%, FT 100%, FT 50% dan kontrol menunjukkan bahwa perlakuan selama penelitian dapat merespon kondisi lingkungan dengan baik. Hal ini terlihat dengan tingkat kelangsungan hidup yang sangat baik (100%). Parameter yang mendukung tingkat kelangsungan hidup pada prinsipnya adalah kondisi lingkungan (salinitas, oksigen terlarut, suhu, ph dan kesadahan), pakan (unsur-unsur gizi) dan unsurunsur ion-ion (Mg, Ca dan PO 4 ) yang dapat membantu proses pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Selanjutnya tingkat kelangsungan hidup pada semua perlakuan secara umum meningkat. Hal ini diindikasikan dengan sintasan dan pertumbuhan yang cukup baik, dimana konsumsi pakan dan perubahan tekanan dalam proses osmoregulasi dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Namun, tidak ada trend spesifik yang teramati pada tingkat kelangsungan hidup antar perlakuan flow through sistem dan kontrol. Mozqueira (1996), menguraikan pentingnya suhu, ph, oksigen terlarut (DO) dan salinitas dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup. Selanjutnya Lawrence (1995) abalon secara alami disesuaikan dengan kondisi laut yang relatif bergolak terbuka dan harus dilakukan di air mengalir kualitas tinggi. Faktorfaktor yang meningkatkan tingkat kelangsungan hidup juga telah dilaporkan

8 30 bahwa pergantian air 5-10%, kualitas air yang baik, pengendalian lingkungan secara kontinyu dan faktor pakan (nilai gizi) yang baik merupakan indikator dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup (Masser et al. 1999). Peningkatan pertumbuhan dari awal hingga akhir penelitian pada perlakuan FT 400% memberikan pertumbuhan yang cukup signifikan dibanding dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Meningkatnya pertumbuhan bobot mutlak karena abalon mampu merespon kondisi lingkungan (salinitas, suhu, oksigen terlarut, ph dan kesadahan) demikian juga pada ion-ion dalam proses osmoregulasi (Mg, Ca dan PO 4 ), sehingga konsumsi pakan lebih efektif untuk pertumbuhan. Mgaya dan Mercer (1995) mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan dengan penilaian dari individu-individu (memisahkan ke dalam kelompok berukuran serupa), dimana abalon yang telah memiliki keunggulan pertumbuhan membaik dengan kurangnya persaingan dengan abalon yang lebih besar, hal ini menghindari terjadinya intereaksi fisik. Laju pertumbuhan harian abalon selama pemeliharaan menunjukkan bahwa perlakuan FT 400% (0,84±0,07%) memberikan pertumbuhan yang terbaik dibanding dengan kontrol (0,46±0,02%). Hal ini diduga bahwa perlakuan FT dapat meningkatkan proses osmoregulasi yang baik sehingga kondisi lingkungan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh abalon. Selanjutnya respon laju pertumbuhan biomassa pada sistem FT400% terhadap abalon menunjukkan bahwa kualitas air (salinitas, suhu, ph, oksigen terlarut dan kesadahan) serta ionion (Mg, Ca dan PO 4 ) merupakan parameter dalam meningkatkan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, khususnya suhu, oksigen terlarut dan salinitas. Kemudian sistem FT 400% berkorelasi dengan suhu, oksigen terlarut, ion-ion dan salinitas dimana kondisi ini dapat meningkatkan pertumbuhan biomassa abalon. Laju pertumbuhan panjang cangkang abalon pada sistem FT selama penelitian berkisar antara 0,18 0,28 mm hari -1. Laju pertumbuhan harian panjang cangkang tersebut lebih tinggi dibanding dengan laju pertumbuhan harian panjang cangkang yang dilakukan oleh (Capinpin et al. 1999) pada pemeliharaan abalon dengan suhu 28 o C-32 o C dan salinitas ppt. Laju pertumbuhan harian tersebut berkisar antara mm hari -1. Laju pertumbuhan rata-rata abalon yang diberi perlakuan sistem FT secara signifikan lebih tinggi dibanding kontrol. Rendahnya pertumbuhan pada kontrol diduga karena perubahan kualitas air utamanya fluktuasi suhu, sehingga pakan tak

9 31 dapat diabsorpsi untuk pertumbuhan, disisi lain abalon butuh arus atau sirkulasi dan suhu yang konstan. Sehubungan dengan itu Peck (1989) menyatakan bahwa pertumbuhan tertekan lebih rendah dari suhu air optimal karena metabolisme yang diatur oleh suhu. Penyerapan makanan efisiensi 80% (bahan kering) pada suhu antara 14,0 C 27,0 C, tetapi efisiensi penyerapan hanya 21% pada 9,8 C. Fermin (2002) melaporkan bahwa laju pertumbuhan panjang cangkang abalon yang dipelihara pada suhu o C dan salinitas ppt memperoleh 0,1124 0,1316 mm hari -1 dan salinitas ppt pada spesies yang sama. Shepherd (1988) & Freeman (2001) menyatakan bahwa rata-rata laju pertumbuhan abalon greenlip adalah 1,69 mm bln -1 dan laju pertumbuhan ini linear selama 5 tahun pertama. Hasil ini berdasarkan data dari individu-individu dengan ukuran berkisar 0,5-2,0 mm dan mm. Namun, setelah periode ini laju pertumbuhan ditemukan menurun dengan meningkatnya panjang. Keesing & Wells (1989) melaporkan bahwa abalon Roes (H.roei), tumbuh pesat di tahun pertama dan mencapai panjang cangkang hingga 40 mm (ukuran kematangan) tetapi lambat turun dalam tahun-tahun berikutnya. Pertumbuhan panjang cangkang berkorelasi terhadap pertumbuhan bobot, hal ini dicirikan dengan pertumbuhan cangakng dan pertumbuhan daging abalon selalu simetris. Pertumbuhan panjang cangkang abalon pada perlakuan sistem FT 400% (105,72±9,51 µm) memberikan pertumbuhan terbaik dibanding kontrol (59,67±11,22 µm). Demikian juga pada perlakuan yang lain memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol. Disamping itu hasil uji statistik, menunjukkan bahwa perlakuan sistem FT 400% memberikan pertumbuhan panjang yang berbeda nyata terhadap kontrol (P 0,05). Mozqueira (1996) melaporkan bahwa pada awal pemeliharaan, pertumbuhan panjang cangkang sejalan dengan pertumbuhan berat hingga mencapai ukuran cangkang 4 cm dengan berat 11,5-13,37 g. Setelah mencapai ukuran di atas 4 cm, pertumbuhan lebih mengarah kepertumbuhan berat. Chen (1989) melaporkan bahwa abalon jenis Tokobushi (H. Diversicolor) memiliki pertumbuhan cangkang (0,34% hari -1 ) lebih tinggi ketika panjang 13 mm menjadi 45 mm, dibanding dengan panjang mm. Demikian pula, juvenil H. discus hannai memiliki laju pertumbuhan tertinggi dibanding tokobushi (H. rufescens) dewasa (0,90% hari -1 ) lebih baik pada panjang mm dibanding pada panjang mm (Neori et al. 2000).

10 32 Pertumbuhan bobot individu abalon selama penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem FT 400% (10,70 g) memberikan pertumbuhan bobot individu terbaik dibanding dengan kontrol (7,44 g) maupun perlakuan lainnya. Hal ini diduga bahwa sistem FT secara sinergik dapat membentuk kondisi dalam media pemeliharaan menjadi lebih optimal dan proses-proses fisiologi dapat direspon oleh abalon, sehingga dapat memanfaatkan pakan dengan baik untuk pertumbuhan. Sehubungan dengan hal dimaksud maka perlakuan sistem FT400% dapat meningkatkan pertumbuhan bobot individu abalon sebesar 43,8%. Faktor yang mendorong terjadi peningkatan pertumbuhan adalah terjadinya pertukaran ion-ion (Mg, Ca dan PO 4 ) secara kontinyu, mendorong peningkatan osmoregulasi sehingga sisa-sisa ekskresi dapat terbuang melalui mekanisme pertukaran aliran air. Kemudian Fleming et al. (1997) melaporkan bahwa peningkatan pertumbuhan dengan kecepatan aliran air yang optimal dapat menghasilkan pertumbuhan maksimum. Selanjutnya Higham et al. (1998) menyimpulkan bahwa laju aliran air 2,5-3,0 l menit -1 dapat meningkatkan pertumbuhan abalon Greenlip (H. laevigata) yang dilakukan dibak dengan dimensi panjang x lebar x tinggi (1 m x 75 cm x 50 cm). Selain itu, mereka mengamati abalon yang mengadopsi sikap makan yang khas di bawah kondisi aliran air yang tinggi. Seiring dengan peningkatan bobot pertumbuhan tersebut maka harus memperhatikan kualitas pakan, hal ini disebabkan karena abalon sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan (Joll 1996). Dengan kondisi demikian diharapkan agar individu abalon yang dipelihara dengan penggantian air yang berkualitas, dapat meningkatkan konsumsi pakan yang baik, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan. Diantara kelas gastropoda abalon termasuk salah satu yang tingkat pertumbuhannya lebih cepat jika dibanding dengan kelas lainnya. Hasil penelitian melaporkan bahwa dalam pemeliharaan abalon selalu ditemui kendala dimana dalam salah satu shelter masih terdapat tingkat pertumbuhan yang rendah. Tingkat pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain, faktor genotip, kepadatan, jenis dan jumlah pakan, aliran air, kualitas air, teknik penanganan dan terjadinya tekanan karena peningkatan dalam interaksi fisik (Brown 1991, Higham et al. 1998). Menurut Coote et al. (1996); Ogino &Takeda (1978); Shim & Ho (1989) dan (Deshimaru et al. 1978) menyatakan bahwa kalsium dapat diperoleh abalon,

11 33 ikan, udang dan moluska lainnya dari pakan dan lingkungannya untuk keseimbangan pertumbuhan. Thomas & Lough (1974); Coote et al. (1996); Tan et al. (2001) berpendapat bahwa abalon mungkin memperoleh kalsium yang cukup dari air laut disekelilingnya. Meskipun mekanisme penyerapan kalsium belum dapat diketahui secara pasti. Hasil ini didukung oleh penelitian kedua dari Tan et al. (2001), dimana tercatat penurunan jumlah kalsium secara progresif. Hasil ini juga menyarankan bahwa dalam sistem tertutup (seperti biasanya yang digunakan dalam budidaya), persediaan kalsium, bersama dengan pertukaran air secara periodik, sangat dibutuhkan, bahkan ketika digunakan medium air laut alami. Kekurangan kalsium dapat mengganggu sejumlah fungsi taxon, termasuk pembentukan cangkang, penggumpalan darah, fungsi otot, motilitas sperma dan metabolisme, dan transmisi saraf (Azuma 1976; Tash & Means 1983; Lovell 1989; Coote et al. 1996; Tan et al. 2001; Moulis 2006). Sebaliknya, kekurangan kalsium dapat mempengaruhi transmisi saraf yang dapat menurunkan laju lokomosi (pergerakan) dan kemampuan abalon untuk tinggal (Nakamura & Soh 1997). Davis & Carrington (2005), melaporkan bahwa suhu air budidaya yang cocok dengan menggunakan hanya sepersepuluh dari energi panas yang dibutuhkan dalam sistem flow through. Dengan memperhatikan konsumsi energi panas dalam sistem FT, ketika membudidayakan Haliotis iris dan menggunakan pompa panas dengan performa konversi konsumsi energi harian sebesar 11,6 kw hari -1. Penelitian ini menyebutkan bahwa laju aliran air 40 L menit -1 dapat dihubungkan dengan laju perubahan air yang sangat kecil sekitar 2,9% hari -1. Disamping itu diduga pula bahwa dengan sistem FT 400% dapat meningkatkan ion-ion yang secara langsung mendorong laju pertumbuhan pada abalon. Faktor utama lainnya adalah unsur kalsium yang meningkatkan proses pertumbuhan cangkang, sehingga daging lebih cepat menyesuaikan dengan pertumbuhan cangkang. Gembala dan Hearn (1983) diacu dalam Cenni et al. (2010) melaporkan penurunan pertumbuhan adalah karena pengeluaran energi selama perkembangan gonad, ini berpengaruh pula pada penurunan protein. Lambatnya pertumbuhan H. squamata pada kontrol diduga karena terjadinya dekomposisi pakan sehingga kualitas pakan menjadi menurun akibat tidak terjadinya sistem penggantian air. Hal ini dibuktikan dengan pakan yang diganti setiap tiga hari menunjukkan bahwa pakan tersebut berlendir, sehingga tingkat palatabilitas pakan sangat rendah. Penggunaan pakan alami dan buatan

12 34 dalam sistem budidaya menyebabkan dekomposisi pakan dan karenanya penurunan kualitas air (Fleming et al. 1996). Namun tingkat penggantian air yang tinggi mengakibatkan debit air dari peternakan abalon sangat baik, disamping itu potensi besar dalam penggantian air tersebut dan kandungan nitrogen (Maguire 1998). Selanjutnya Joll (1996) mengatakan bahwa kualitas dan kuantitas pakan harus diperhatikan untuk meningkatkan pertumbuhan. Efisiensi pakan pada sistem FT 400% lebih baik dibanding dengan kontrol. Tingkat efisiensi pakan yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas abalon yang merupakan parameter pertumbuhan dan sintasan (SR). Faktor lain dapat menekan biaya produksi, khususnya biaya pakan. Hasil uji statistik, menunjukkan bahwa efisiensi pakan pada perlakuan sistem FT 400% berbeda nyata terhadap kontrol demikian pula pada perlakuan FT 50%. Kemudian pada perlakuan sistem FT 200%, FT 100% dan FT 50% berbeda nyata terhadap kontrol. Efisiensi pakan dapat meningkatkan kualitas daging, produksi, laju pertumbuhan dan pengendalian lingkungan Efisiensi pakan terbaik pada perlakuan sistem FT 400% dapat mencapai 63,22 0,72%, berbeda nyata terhadap kontrol 35,80±1,70%. Sedangkan perlakuan sistem FT 200% (54,95 4,64%), FT 100% (55,27 2,26%) dan FT 50% (51,17 1,15%), juga berbeda nyata dengan kontrol (35,80 1,70%), pada taraf nyata 0,05 (P 0,05). Efisiensi pakan yang tinggi dapat memberikan indikasi bahwa tingkat konsumsi pakan efisien, sehingga pakan yang diberikan dapat termanfaatkan untuk meningkatkan pertambahan bobot dan kelangsungan hidup. Hasil ini seiring dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Neori et al. (1998) bahwa dengan perlakuan pakan makroalga (bentuk basah) dimana, Efisiensi pakan kelompok A, B dan C masing-masing sebesar 75,5% 74,3%, dan 74,1% yang sedikit lebih tinggi dibanding peneltitian lainnya. Organisme yang menjadi obyek penelitian Neori et al (1998) adalah Ormer hijau, Haliotis tuberculata, dengan panjang cangkang 40 mm. Sedangkan juvenil abalon dengan panjang 29 mm dan lebar 17 mm, efisiensi pakan sebesar 80% efisiensi tersebut berada dalam rentang 86 sampai 75 (Neori et al. 2000). Perbandingan tingkat efisiensi pakan pada pakan makroalga dimaksud, maka perlakuan dengan sistem flow through masih efisien dan efektif dalam penggunaan pakan. Standar pengukuran hubungan antara makanan dan pertumbuhan FCE dan nilai FCR. FCE (food conversion efficiency) adalah jumlah pertumbuhan per

13 35 unit makanan yang diberikan dan dapat dinyatakan sebagai persentase, dan nilai FCR (Food Conversion Ratio), dapat digambarkan sebagai jumlah pakan dalam gram diberikan untuk menghasilkan satu gram pertumbuhan hewan (Fleming et al. 1996). Ketika berhadapan dengan abalon, nilai-nilai FCE harus digunakan dengan hati-hati. Kesulitan yang terkait dengan pengumpulan limbah makanan, mengukur laju pertumbuhan dan pencucian terkait pakan semua berkontribusi terhadap estimasi FCE yang salah. Selain itu, penyerapan nutrisi dari lingkungan sekitarnya (misalnya, kalsium untuk pertumbuhan cangkang) akan membuat nilai-nilai variabel FCE sulit diinterpretasikan. Abalon diberi makan rumput laut sebagai sumber makanan memiliki rasio konversi pakan yang sangat miskin yaitu berkisar antara berbanding satu, karena kandungan air yang tinggi pada rumput laut tersebut. Kandungan kelembaban makanan merupakan faktor yang sangat berpengaruh, sehingga rumput laut merumuskan pakan harus dibandingkan berdasarkan bahan kering. Secara teoritis, semakin tinggi nilai FCE, semakin besar efisiensi konversi pakan untuk daging abalone (Fleming 1995, Fleming et al. 1996). Sementara FCE 15% telah dilaporkan relatif kecil untuk abalon remaja yang tumbuh cepat, FCE sekitar 5-10% lebih sesuai untuk pertumbuhan remaja di hatchery komersial di Amerika Serikat dan Jepang (Huner & Brown 1985, diacu dalam Onitsuka et al. 2011). Hasil penelitian ini menyarankan bahwa konversi pakan lebih efisien pada juvenil muda, yang juga ditemukan pada spesies ikan lainnya (Hardy 1989; Steffens 1989, diacu dalam Knauer 1996). Perubahan komposisi proksimat daging abalon antara perlakuan (FT 400%) dan kontrol, menunjukkan bahwa kandungan lemak abalon pada perlakuan lebih rendah dibanding kontrol. Hal ini diduga bahwa lemak dalam tubuh abalon ditransformasikan sebagai energi dalam proses metabolisme dan proses fisiologis untuk pertumbuhan. Proses metabolime pada sistem flow through memberikan kontrol positif terhadap kualitas abalon. Kemudian komposisi protein antara kontrol dan sistem flow through juga terjadi penurunan, hal ini diduga bahwa pada sistem flow through protein digunakan untuk proses pertumbuhan, sedangkan pada kontrol protein sebagai cadangan untuk pertahanan dalam proses-proses fisiologis. Selanjutnya ada indikasi bahwa menurunnya lemak dan protein pada sistem flow through akibat memijah. Uki & Watanabe (1992) diacu dalam Susanto (2008) mengatakan

14 36 bahwa protein dan lemak adalah komponen yang berperan dalam proses reproduksi, sehingga pada saat abalon matang gonad, lemak terakumulasi sangat tinggi terutama HUFA n-3 (Highly Unsaturated Fatty Acid) dan ketika memijah akan mengalami penurunan. Komposisi daging, cangkang dan organ dalam (Gambar 8) memperlihatkan bahwa perlakuan penggantian air dapat meningkatkan komposisi daging, komposisi cangkang dan komposisi organ dalam. Hal ini diduga bahwa semakin tingginya proses penggantian air dapat meningkat nafsu makan sehingga pakan terabsorpsi oleh tubuh dan cangkang. Pada kontrol menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase organ dalam, namun absorpsi pakan terhadap persentase daging relatif sedikit, hal ini diduga bahwa organ dalam terutama saluran pencernaan bekerja lebih keras, yang dapat menyebabkan proses adaptasi untuk meningkatkan kapasitas lambung dan memperpanjang usus. Membesarnya kapasitas lambung dan memanjangnya usus secara langsung dapat meningkatkan komposisi organ dalam ditubuh abalon. Dinamika komposisi organ dalam tubuh abalon diduga bahwa aktivitas metabolik abalon meningkat pada malam hari dimana terjadi fluktuasi suhu dan oksigen terlarut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat metabolisme Haliotis squamata antara senja dan tengah malam berbeda. Keadaan ini memungkinkan bahwa perubahan dalam pencernaan atau katabolisme protein menyebabkan fluktuasi dalam tingkat metabolisme. Kondisi tersebut diduga bahwa kapasitas makanan dalam usus berkurang selama periode terang dan setelah tercapai aktivitas untuk makan pada periode berikutnya. Dinamika ini dipengaruhi secara langsung oleh sifat nokturnal dari pada Haliotis squamata tersebut. Oleh karena itu, peningkatan tingkat metabolisme selama jam kegelapan didominasi karena peningkatan proses metabolisme memicu aktivitas yang terkait dengan mencari dan mengkonsumsi makanan (Bishop et al diacu dalam Yearsley 2007). Kondisi tersebut juga menggambarkan siklus respirasi berkorelasi dengan pola nokturnal dan diurnal dari aktivitas makan. Komposisi organ dalam (dalam hal ini panjang usus) berhubungan dengan kebiasaan makanannya. Pada ikan herbívora, panjang usus beberapa kali lipat dari panjang tubuhnya sehingga posisi usus ini dalam rongga perut membentuk gulungan (coil). Keadaan usus yang sangat panjang pada ikan herbívora merupakan kompensasi terhadap kondisi makanan yang kadar seratnya tinggi dan keadaan villinya yang relatif rendah (Affandi et al. 2005).

15 37 Uji organoleptik merupakan parameter dalam menentukan karakteristik dan kualitas suatu produk. Dalam uji organoleptik tersebut dapat dikaitkan dengan uji hedonik. Uji organoleptik dan hedonik bertujuan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tekstur daging (kenyal, keras dan lunak) dan rasa daging (amis dan gurih) pada masing-masing perlakuan sistem FT dan kontrol melalui analisa panelis terhadap penilaian uji organoleptik. Hasil penilaian panelis terhadap uji organoleptik menunjukkan bahwa presentase tekstur (kekenyalan) pada FT 200% (85,19%) sedangkan kontrol (74,07%), disusul perlakuan sistem FT 100% (82,14%) dan presentase tingkat kekenyalan pada perlakuan sistem FT 400% (57,14%) serta perlakuan sistem FT 50% (57,14%). Untuk tekstur daging keras panelis memberikan persentase penilaian pada perlakuan sistem FT 50% (32,14%) lebi tinggi dibanding dengan presentase kontrol (3,70%) dan presentase terendah adalah perlakuan sistem FT100% (0,00%), hal ini dimaksudkan bahwa tak ada informasi. Kemudian presentase tekstur daging lunak tertinggi adalah kontrol, dibanding dengan presentase perlakuan sistem FT50% (10,71%), demikian juga dengan perlakuan sistem FT yang lainnya. Selanjutnya untuk presentase rasa keamisan daging abalon tertinggi adalah pada perlakuan sistem FT 50% (40,00%) dibanding dengan kontrol (21.43%) dan presentase rasa keamisan terendah adalah pada perlakuan sistem FT400% (10,34). Presentase rasa gurih tertinggi pada perlakuan sistem FT 400% (89,66%) dibanding dengan presentase rasa gurih pada kontrol. Disamping itu presentase rasa gurih pada kontrol lebih baik dibanding dengan rasa gurih pada perlakuan sistem FT 50% dan FT 100%. Hasil penilaian panelis pada uji organoleptik menunjukkan bahwa terjadi perbedaan antar hasil uji penilaian perlakuan sistem FT maupun kontrol hal ini diduga bahwa masing-masing panelis memiliki perbedaan indera pencicipan. Selanjutnya Rahayu (1998) menyatakan bahwa dalam uji organoleptik indera yang berperan dalam pengujian adalah indera penglihata, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Untuk produk pangan, yang paling jarang digunakan adalah indera pendengaran. Dengan demikian dalam melakukan suatu penilaian panelis harus dilatih menggunakan indera untuk menilai sehingga didapat suatu kesan terhadap suatu rangsangan Uji hedonik warna cangkang (cerah dan abu-abu) serta permukaan cangkang (kasar dan halus). Uji hedonik tersebut indera yang beperan dalam pengujian adalah indera penglihatan dan peraba. Presentase hasil uji hedonik

16 38 menurut penalis menunjukkan bahwa uji kecerahan cangkang lebih baik adalah kontrol (77,27%) dibanding dengan presentase hasil penilaian perlakuan sistem FT400% (40,91%). Sedangkan hasil penilaian uji warna cangkang keabu-abuan menunjukkan bahwa presentase penilaian uji perlakuan sistem FT 50% (59,09%) lebih baik dibanding dengan kontrol (22,73%). Kemudian hasil presentase penilaian uji permukaan cangkang kasar menunjukkan bahwa presentase perlakuan sistem FT 50% (89,29%) lebih tinggi dibanding dengan presentase perlakuan kontrol (81,48%) dan presentase penilaian uji hedonik terkecil adalan perlakuan sistem FT 400% (57,14%). Presentase penilaian uji permukaan cangkang halus adalah perlakuan sistem FT 400% (42,86%) lebih tinggi, dibanding presentase penilaian uji pada kontrol (18,52%). Sedangkan persentase penilaian uji permukaan cangkang halus yang lebih kecil, yaitu persentase penilaian uji pada FT 50% (10,71%). Persentase penilaian uji hedonik menunjukkan perbedaan diantara uji hedonik pada warna cangkang dan permukaan cangkang, hal ini diduga bahwa unsur perbedaan merupakan indikator dalam memberikan informasi dalam menentukan kualitas dan tingkat kesukaan. Pada penilaian uji hedonik dalam perlakuan sistem FT. Persentase kesukaan terhadap karakteristik warna dan permukaan cangkang abalon, merupakan informasi yang dapat menggambarkan masing-masing panelis. Analisis skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menarik menurut tingkat kesukaan. Rahayu (1998) menyatakan bahwa dengan adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan. Selanjutnya Soekarto (1985) menyatakan bahwa uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Hal ini panelis mengemukakan tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai. Monitoring kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak mengalami tekanan dalam perubahan kualitas air, indikator ini tergambarkan dalam peningkatan pertumbuhan dan sintasan. Kualitas air selama pengamatan dalam kisaran yang cukup baik untuk pertumbuhan, sintasan dan penyerapan pakan sehingga efisiensi pakan terkontrol dengan baik. Kisaran kualitas air selama penelitian adalah ppt, suhu 23,9-29,9 o C, DO 5,33-7,35 mg L -1, ph 8,07-8,63 dan kesadahan mg L -1. Hal tersebut

17 39 menggambarkan karakteristik pada proses fisiologis yang optimal untuk meningkatkan keragaan dan kualitas abalon, baik daging maupun cangkangnya. Selanjutnya Mozqueira (1996) memonitor laju pertumbuhan berat dan panjang cangkang, dilakukan pada 30 sampel yang dilakukan secara acak setiap bulan (kecuali dalam beberapa kasus). Parameter kualitas air sebagai berikut: ph 7,91 8,46, DO 5,99 7,19 mg L -1 salinitas 31,8-34,0 ppt, pada Februari suhu 11 o C dan pada agustus 28 o C. Selanjunya Harris et al. (1999) menyatakan bahwa kualitas air pada budidaya abalon, oksigen terlarut 7,36-5,91 mg L -1. Salinitas ppt dan suhu o C, kisaran kualitas air tersebut masih dalam batas yang optimal. Peck (1989) menyatakan bahwa pertumbuhan tertekan lebih rendah dari suhu air optimal karena metabolisme diatur oleh suhu. Penyerapan pakan (bahan kering) efisiensi 80% pada suhu antara 14,0 C-27,0 C, tapi penyerapan pakan efisiensi hanya 21% pada suhu 9,8 C. Monitoring kualitas air seperti salinitas berkisar antara ppt dapat mencapai kalsium mg L -1, magnesium mg L -1, phospor 0,048-0,072 mg L -1 dan kesadahan mencapai mg L -1. Kisaran kalsium, magnesium, phospor dan kesadahan tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan dan sintasan Haliotis squamata. Walaupun belum diketahui secara pasti berapa nilai unsur ion-ion tersebut yang maksimal untuk pertumbuhan. Namun diduga bahwa dengan mencapai nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa respon untuk proses-proses fisiologi dan osmoregulasi abalon pada perlakuan sistem flow through memberikan hasil kontrol positif. Bioekonomi Berdasarkan analisa bioekonomi Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan FT 50% (Rp ) memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain biaya relatif rendah, diikuti oleh perlakuan FT100% (Rp ) dan kontrol (Rp ), serta perlakuan FT 200 % (Rp ), setelah selisih biaya dan penerimaan. Perlakuan FT 400% terkoreksi negatif (Rp ), meskipun daging yang dihasilkan lebih berat (0,34 kg), namun biaya yang digunakan relatif besar, sehingga keuntungannya rendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Analisa bioekonomi masing-masing perlakuan merupakan parameter dalam menguji kelayakan penggunaan air mengalir pada sistem flow through terhadap produksi dan kualitas abalon. Sehubungan dengan itu Sales & Britz (2001) melaporkan

18 40 bahwa perkembangan industri abalon dengan pengembangan dan permintaan pasar yang baik untuk peningkatan produk abalon perlu penanganan sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Post-Larva Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan (panjang rerata, SGR, bobot individu, biomassa) post-larva

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Sektor perikanan budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Komoditas budidaya ikan air tawar seperti ikan lele, selain

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis Biomassa (gram) 250 200 150 100 50 226,45 209,82 212,90 211,08 210,93 74,96 79,07 73,83 74,82 79,61 Biomassa Awal Biomassa Akhir 0 0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Tabel 3 pengamatan selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya taraf

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Persentase endapan limbah padat = x 100%

METODE PENELITIAN. Persentase endapan limbah padat = x 100% 14 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi dan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan merupakan hewan yang hidup di air, baik air laut, air payau atau air tawar. Ikan juga merupakan bahan makanan yang banyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lobster air tawar yang merupakan hasil pemijahan dari satu set induk yang diperoleh dari tempat penjualan induk bersertifikat,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang (Clarias sp), selama 10 hari dengan menggunakan tiga perlakuan yakni perlakuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci