CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS
|
|
- Hadian Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS Disusun oleh : Putri Mutiara Sari Pembimbing : Dr. Yeppy AN, Sp.B, FINaCS, MM KEPANITERAAN KLINIK BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD SOREANG
2 BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. I Umur : 37 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Status perkawinan : Menikah Pendidikan terakhir : SMA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga No. RM : Alamat : Babakan cedok 01/ 10 pangauban kec. katapang kab. Bandung Tanggal masuk RS : 13 Oktober 2015 Tanggal pemeriksaan : 13 Oktober 2015 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas. Pasien telah merasakan nyeri pada perut kanan atas kurang lebih selama 1 minggu. nyeri dirasakan hilang timbul, menjalar hingga kebagian punggung. Sebelumnya pasien pernah berobat di Klinik dan disarankan untuk di lakukan USG. Pada tanggal 29 September 2015 pasien melakukan tes USG dengan hasil terdapat batu pada kantung empedu. Kemudian pasien di rujuk ke Poli Bedah RSUD Soreang. Pasien sering memakan makanan yang berlemak seperti gorengan. Pasien tidak merasakan adanya panas badan, buang air kecil normal warnanya kekuningan dan buang air besar normal warnanya kuning kecoklatan, tidak ada mual, tidak ada muntah, dan rasa sakit yang pasien rasakan sampai mengganggu aktivitas. Pasien memiliki riwayat sakit lambung yang sudah lama. Pasien sudah mencoba mengkonsumsi obat maag dan tidak ada perubahan nyeri. Riwayat penyakit terdahulu: Alergi obat Antalgin, Pasien tidak memiliki keluhan yang serupa sebelumnya. Riwayat kuning sebelumnya (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM (-), dan riwayat kolesterol tinggi (-). Riwayat keluarga: 1
3 Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa seperti pasien, sakit kuning (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM (-), III. PEMERIKSAAN PASIEN Status Generalis : Kesadaran Tanda vital : Compos mentis : TD = 110/80 mmhg RR = 24 x/menit N = 80 x/menit S = 36,4 0 C Mata : Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterik Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba Thorak : Cor BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-) Pulmo Vesikuler +/+ N, Rhonki -/-, Wheezing -/- Abdomen : - Inspeksi : Datar - Palpasi : Supel, NT + di perut kanan atas, Hepar dan Lien tidak teraba membesar, Murphy sign (+) - Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen - Auskultasi : Bising Usus (+) normal Ekstremitas : Ekstremitas atas : akral hangat +/+, CRT <2, turgor baik, edema -/- Ekstremitas Bawah : akral hangat +/+, CRT<2, turgor baik, edema -/- 2
4 Status Lokalis : Inspeksi : Pada inspeksi perut datar, tidak ada jaringan parut, tidak ada kelainan. Palpasi : Pada palpasi terdapat nyeri tekan perut kanan atas dan ulu hati(+) Auskultasi : Pada auskultasi terdengar bising usus (+). Perkusi : Perkusi dalam batas normal. IV. RESUME Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas. Pasien telah merasakan nyeri pada perut kanan atas kurang lebih selama 1 minggu. nyeri dirasakan hilang timbul, menjalar hingga kebagian punggung. Sebelumnya pasien pernah berobat di Klinik dan disarankan untuk di lakukan USG dengan hasil terdapat batu pada kantung empedu. Pasien sering memakan makanan yang berlemak seperti gorengan. Pasien tidak merasakan adanya panas badan, buang air kecil normal warnanya kekuningan dan buang air besar normal warnanya kuning kecoklatan, tidak ada mual, tidak ada muntah, dan rasa sakit yang pasien rasakan sampai mengganggu aktivitas. Pada pemeriksaan status generalis, semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan nyeri tekan pada perut kanan atas dan nyeri ulu hati. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini dan di keluarga juga tidak pernah ada yang menderita keluhan seperti ini. V. DIAGNOSIS BANDING Kolelitiasis Kolesistitis Hepatitis VI. SARAN PEMERIKSAAN Ultrasonografi (USG) VII. DIAGNOSA KERJA Kolelitiasis 3
5 VIII. TERAPI Kolesistektomi IX. PROGNOSA 1. Quo ad vitam : ad bonam 2. Quo ad functionam : ad bonam 3. Quo ad sanationam : ad bonam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kandung Empedu 4
6 Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. Gambar 2.1 : Anatomi vesica fellea Definisi Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). 5
7 Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu. Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya Epidemiologi Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%. 6
8 Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan Etiologi Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu: a. Usia Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan: Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah. b. Jenis Kelamin Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita. c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. d. Makanan 7
9 Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu 2.5. Patofisiologi Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu. 8
10 Gambar 2.3: Patofisiologi kolelitiasis 2.6. Klasifikasi Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu: a) Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. c) Batu pigmen hitam Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. 2.7 Manifestasi Klinis 9
11 Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat 10
12 bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis. Gambar 2.4 Manifestasi kolelitiasis 2.8. Diagnosis 11
13 Gambar 2.5 diagnosis kerja kolelitiais Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu 12
14 Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. b. Pemeriksaan radiologis Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. 13
15 Gambar 2.6: Foto polos abdomen pada kolelitiasis Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. Gambar 2.7: Hasil USG pada kolelitiasis 14
16 Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. Gambar 2.8: Hasil kolesistografi pada kolelitiasis ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi. Gambar 2.9 Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography 15
17 2.9. Diagnosis Banding Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks gastroesofagus, dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik ginjal. Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya lebih jarang. Nyeri karena refluks gastroesofagus dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula. Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan keadaan tersebut. Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos abdomen Komplikasi 16
18 Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis: Gambar 2.10 : komplikasi kolelitiasis Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi Terapi 17
19 Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik. Penatalaksanaan Non-Bedah Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid. Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obatobatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi. Penatalaksanaan Bedah a) Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. b) Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri 18
20 menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.. Gambar 2.11: Tindakan kolesistektomi terbuka dan kolesistektomi laparaskopy c) Disolusi kontak Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu. Gambar 2.12 disolusi kontak 19
21 d) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang suara dengan amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu. Pasien dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilaskukan metode ini. Namun pada anak-anak penggunaan metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka kekambuhan yang tinggi. Gambar 2.13 extracorporeal shock wave lithotripsy Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh Prognosis Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yang menderita penyakit hemolitik, 20
22 pembentukan batu pigmen akan semakin memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi. DAFTAR PUSTAKA A. Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Hal Astri Sri Widiastuty Pathogenesis Batu Empedu. Edisi I., Palembang De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta Djamaloedin Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara;
KOLELITIASIS A. PENGERTIAN
KOLELITIASIS A. PENGERTIAN Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATU EMPEDU Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kolelitiasis Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR TEORI
BAB I KONSEP DASAR TEORI A. Pengertian Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pencernaan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada proses pencernaan, makanan yang dimakan oleh manusia dicerna sampai dapat diabsorpsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis terutama ditemukan di negara-negara
Lebih terperinciDEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tel ,
dunia kesehatan DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tel 081379730011, 0721271545 BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) GAMBARAN PENDERITA BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) DI
Lebih terperinciReferat Radiology CHOLELITHIASIS. Disusun oleh : Aulya Novaldy Pratomo Muhammad Oky Firmansyah Neng Ipah Fauziyah
Referat Radiology CHOLELITHIASIS Disusun oleh : Aulya Novaldy Pratomo 1102008048 Muhammad Oky Firmansyah 1102008164 Neng Ipah Fauziyah 1102008330 Novia Ardiani 1102008179 Puetri Sariasih Saptlya 1102007214
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS I. DEFINISI Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolelitiasis atau batu saluran empedu merupakan penyakit yang umumnya lebih sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Namun,
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis
Lebih terperinciLAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR
LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciPROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA BERENCANA (KB) ANTENATAL CARE (ANC) IBU HAMIL DI POLIKLINIK KIA PUSKESMAS KALITIDU
Lebih terperinciDiagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut. dan Kolelitiasis. Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD
Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut dan Kolelitiasis Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM 11 2015 114 PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU
Lebih terperinciMata: sklera ikterik -/- konjungtiva anemis -/- cor: BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-) Pulmo: suara napas vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/-
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: baik Kesadaran: compos mentis Tanda vital: TD: 120/80 mmhg Nadi: 84 x/menit Pernapasan: 20 x/menit Suhu: 36,5 0 C Tinggi Badan: 175 cm Berat Badan: 72 kg Status Generalis:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan
Lebih terperinciETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B
HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena
Lebih terperinciSAKIT PERUT PADA ANAK
SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan
Lebih terperinciKolangitis et causa Koledokolitiasis
Kolangitis et causa Koledokolitiasis Debora Semeia Takaliuang 102011304 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : deboratakaliuang@ymail.com
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.
BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu
Lebih terperinciLAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi
Lebih terperinciSTATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
STATUS COASS KEBIDANAN DAN KANDUNGAN Identitas a. Nama : Ny T b. Umur : 37 tahun c. Tanggal lahir : 12/09/2014 d. No. MR : 01213903 e. Alamat : Jl. A RT 01 RW 08 f. Telefon : - g. Nama suami : S h. Umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.
Lebih terperinciKONSEP TEORI. 1. Pengertian
KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
Lebih terperinciHEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL
HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL PENDAHULUAN VARIASI HEP.VIRUS TERGANTUNG JENIS A,B.C KLINIS TERGANTUNG RINGAN-BERAT DARI TIPIKAL S/D ATIPIK HEPATITIS VIRAL AKUT : 1. BENTUK KHAS / SIMPTOMATIK
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciUPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009
BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta
Lebih terperinciSIROSIS HEPATIS R E J O
SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan
Lebih terperinciM/ WITA/ P4A0
RESUME 1.Ny. E/35 tahun/mrs 7 Juni 2015 jam 05.15 WITA/ G 3 P 2 A 0 Aterm Inpartu Kala I Fase Aktif, PER 2.Ny. M/17 tahun/mrs 6 Juni 2015 jam 15.30 WITA/ G 1 P 0 A 0 gravid 40 minggu, janin tunggal hidup,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar
Lebih terperinciADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u
ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan
Lebih terperinciKekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan
F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada saluran empedu atau bisa pada keduanya. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
Lebih terperinciTUTORIAL SKENARIO B BLOK X 1.1 Data Tutorial : dr. Nia Ayu Saraswati
TUTORIAL SKENARIO B BLOK X 1.1 Data Tutorial Tutor : dr. Nia Ayu Saraswati Moderator : M. Apriliandy Sharif Sekretaris meja : Utin Karmila Sekretaris papan : Anisa Penidaria Hari, Tanggal : Senin, 07 Januari
Lebih terperinciLAPORAN KASUS (CASE REPORT)
LAPORAN KASUS (CASE REPORT) I. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : Amelia : 15 Tahun : Perempuan : Siswa : Bumi Jawa Baru II. Anamnesa (alloanamnesa) Keluhan Utama : - Nyeri ketika Menelan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS I. KONSEP DASAR PENYAKIT
ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. DEFINISI Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai
Lebih terperinciAPPENDICITIS (ICD X : K35.0)
RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang
BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam 14.30 1. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama : An. R : 10 th : Perempuan : Jl. Menoreh I Sampangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KASUS Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2010;
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat menimbulkan komplikasi
Lebih terperinciCASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean
CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan 1301-1210-0072 Abednego Panggabean 1301-1210-0080 Pembimbing: Vitriana, dr., SpKFR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
Lebih terperinciLAPORAN JAGA 24 Maret 2013
LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 Kepaniteraan Klinik Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2013
Lebih terperinciDEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya
ASKEP CA. HEPAR DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya sebagian besar fungsi hepar. Kanker
Lebih terperinciPENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan
PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi
Lebih terperinciTips Mengatasi Susah Buang Air Besar
Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang
Lebih terperinciPortofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF
Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF Pasien Tn.D, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 3 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak 2 malam yang lalu. Selain itu os juga mengeluhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada ginjal. dan uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia. BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi
Lebih terperinciBED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.
BED SITE TEACHING Dani Dania D - 12100113044 Siti Fatimah - 12100113045 Lisa Valentin S - 12100113001 Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari dengan berbagai penyebab. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara tidak langsung dapat meningkatkan angka usia harapan hidup. Di tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan program kesehatan dan pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari meningkatnya derajat kesehatan suatu negara yang secara tidak langsung
Lebih terperinciData Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP:
1 Berkas Pasien Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : No Berkas : No Rekam Medis : Pasien Ke : dalam keluarga Data Administrasi tanggal diisi oleh Nama: NPM/NIP: Nama Umur / tgl. Lahir Alamat Jenis kelamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hati adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia yang memiliki peran dalam proses penyimpanan energi, pembentukan protein, pembentukan asam empedu, pengaturan
Lebih terperinciRiwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma
Identitas Pasien Nama: An. J Usia: 5 tahun Alamat: Cikulak, Kab Cirebon Jenis Kelamin: Perempuan Nama Ayah: Tn. T Nama Ibu: Ny. F No RM: 768718 Tanggal Masuk: 12-Mei-2015 Tanggal Periksa: 15-Mei-2015 Anamnesis
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak
Lebih terperinciDIVERTICULITIS DIVERTICULITIS
DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu apendisitis atau sering di sebut usus buntu. Apendisitis diduga disebabkan oleh bacteria,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus adalah sebuah penyakit yang timbul jika terjadi kelainan pada fungsi - fungsi tubuh tertentu yang memanfaatkan karbohidrat, lemak dan protein
Lebih terperinciIDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah
ACS STEMI IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.T Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 46 tahun Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam Pekerjaan : Pengendara sepeda Alamat :
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum
Lebih terperincisex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan
Lebih terperinciHIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:
HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam
Lebih terperinci1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi
Lebih terperinciData Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP:
1 Berkas Okupasi Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : No Berkas : No Rekam Medis : Pasien Ke : dalam keluarga Data Administrasi tanggal diisi oleh Nama: NPM/NIP: Nama Umur / tgl. Lahir Pasien Keterangan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat
Lebih terperinciSTATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS RAJAWALI - BANDUNG
STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS RAJAWALI - BANDUNG Anamnesis Dilakukan autoanamnesis tanggal 16 Juni 2015 Pukul 20.15 WIB Keluhan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami berbagai tipe
Lebih terperinciPENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI
PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinci