BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolelitiasis atau batu saluran empedu merupakan penyakit yang umumnya lebih sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Namun, dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit kolelitiasis di negara berkembang cenderung mengalami peningkatan. 1 Kolelitiasis merupakan salah satu masalah gastrointestinal yang paling sering menyebabkan dilakukannya intervensi bedah. Tiap tahun, dilakukan sekitar prosedur kolesistektomi di Amerika Serikat. Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat, dimana batu empedu kolesterol ditemukan pada 70% dari semua kasus dan 30% sisanya terdiri atas batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah komposisi lain. 2 Angka kejadian batu saluran empedu ini nampak semaking meningkat seiring bertambahnya usia. 3 Penelitian menggunakan pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-80% pasien dengan batu saluran empedu umumnya nampak asimtomatik. 4,5,6 Faktor risiko untuk pembentukan batu empedu meliputi obesitas, diabetes melitus, estrogen dan kehamilan, penyakit hemolitik, dan sirosis. 3 Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier), inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau inflamasi di saluran empedu (kolangitis akut), komplikasi- komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti pankreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus obstruktif sampai sirosis bilier. 6 Kolesistitis didefinisikan sebagai inflamasi kandung empedu yang paling sering disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus akibat adanya koleitiasis. Sembilan puluh persen kasus kolesistitis terjadi akibat adanya batu duktus sistikus (kolesistitis kalkulosa), sementara 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis 1

2 akalkulosa. 7 Dari semua warga Amerika Serikat yang menderita kolelitiasis, sekitar sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. 8 Faktor risiko kolesistitis umumnya serupa dengan kolelitiasis. 9,10 Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat obat hormonal. Hal ini mungkin berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, angka kejadian kolesistitis dan kolelitiasis umumnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara negara barat. Meskipun dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menuruit Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien pasien di negara kita. 8 Pasien yang asimptomatik umumnya dapat ditangani secara konsrevatif, Namun, sekitar 35% pasien dengan kolelitiasis asimptomatik pada akhirnya dapat mengalami komplikasi atau gejala berulang sehingga memerlukan terapi bedah. Selama dua dekade terakhir, prinsip umum penanganan batu saluran empedu tidak banyak mengalami perubahan. Namun, metode terapi yang digunakan sudah banyak berkembang. Saat ini, kolesistektomi laparoskopik, laparoskopi eksplorasi duktus biliaris komunis, dan terapi retrograde endoskopik untuk batu duktus biliaris komunis (CBD) nampak memainkan peranan penting untuk terapi batu saluran empedu. Namun, terapi pilihan yang utama untuk batu saluran empedu tetap menggunakan prosedur kolesistektomi. 3, Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan berbagai aspek yang berhubungan dengan kolelitiasis dan kolesistitis serta penanggulangan dan pencegahannya. Pembaca diharapkan dapat memahami dan mengetahui penatalaksanaan kolelitiasis dan kolesistitis, serta penanggulangan dan pencegahannya sehingga diharapkan dapat melakukan usaha-usaha promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang bedah. 2

3 BAB II ANATOMI FISIOLOGI 2.1. Anatomi 1,4,11 Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Gambar 1. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya. Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. 3

4 Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. Gambar 2. Anatomi vesica fellea dan skema aliran saluran bilier Fisiologi 1,2,4,12,13 Salah satu fungsi hati adalah untuk memproduksi cairan empedu, normalnya antara ml/hari. Kandung empedu (vesica fellea) berperan sebagai reservoir empedu dan mampu menyimpan sekitar ml cairan empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini akan mengalami proses pemekatan. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%. Untuk membantu proses pemekatan cairan empedu ini, mukosa vesica fellea 4

5 mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Cairan ini kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Menurut Guyton & Hall, 1997 empedu memiliki dua fungsi penting: Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh selsel hati. Pengosongan Cairan Empedu 2,13 Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan 5

6 pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh seratserat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. Komposisi Cairan Empedu 11,13 Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan. Ada dua macam garam empedu dari hati, yaitu : Asam deoksikolat dan Asam kolat. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. 6

7 Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu. Fungsi garam empedu adalah menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut serta membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak. Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak. Tabel 1. Komposisi cairan empedu 13 Komponen Dari hepar Dari kandung empedu Air 97,5 gr% 95 gr% Garam empedu 1,1 gr% 6 gr% Bilirubin 0,04 gr% 0,3 gr% Kolesterol 0,1 gr% 0,3 0,9 gr% Asam lemak 0,12 gr% 0,3 1,2 gr% Lesitin 0,04 gr% 0,3 gr% Elektrolit 7

8 BAB III KOLELITIASIS DAN KOLESISTITIS 3.1. Definisi 9,10,14 Kolelitiasis adalah istilah medis untuk penyakit batu saluran empedu. Kolelitiasis disebut juga sebagai batu empedu, gallstone, atau kalkulus biliaris. Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya. Koledokolitiasis biasanya terjadi saat batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke duktus biliaris komunis. Gambar 3. Batu di dalam kandung empedu dan saluran biliaris. Kolesistitis didefinisikan sebagai inflamasi pada dinding kandung empedu yang paling sering disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus akibat adanya kolelitiasis, yang umumnya disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. 4, Etiologi 9,10,15 Etiologi, faktor risiko dan patogenesis untuk kolesistitis umumnya akan berbeda-beda menurut jenis batu empedu (batu kolesterol dan batu pigmen). 8

9 Batu kolesterol Batu kolesterol berhubungan dengan sejumlah faktor risiko, antara lain adalah: Jenis kelamin Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. 16 Suku bangsa Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu empedu bisa berjalan dalam keluarga10. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di Amerika Serikat % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain selain AS, Chile dan Swedia. 17 Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah tahun. 11,18 Obesitas Sindroma metabolik terkait obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepar dan merupakan faktor risiko utama untuk terbentuknya batu kolesterol. 9 Kehamilan Batu kolesterol lebih sering ditemukan pada wanita yang sudah mengalami lebih dari satu kali kehamilan. Faktor utama yang diperkirakan turut berperan pada risiko ini adalah tingginya kadar progesteron selama kehamilan. Progesteron dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu, sehingga 9

10 menyebabkan terjadinya retensi yang lebih lama dan pembentukan cairan empedu yang lebih pekat di dalam kandung empedu. 9 Stasis cairan empedu Penyebab lain dari stasis kandung empedu yang berhubungan dengan peningkatan risiko batu empedu meliputi cedera medula spinalis, puasa jangka panjang dengan pemberian nutrisi parenteral total saja, serta penurunan berat badan cepat akibat restriksi kalori dan lemak yang berat (seperti diet, operasi gastric bypass). 9 Obat-obatan Terdapat sejumlah obat yang berhubungan dengan pembentukan batu kolesterol. Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau terapi kanker prostat dapat meningkatkan risiko batu kolesterol dengan meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Clofibrate dan obat hipolipidemia fibrat lain dapat meningkatkan eliminasi kolesterol hepar hepatik melalui sekresi biliaris dan nampaknya dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu kolesterol. Analog somatostatin nampak menjadi predisposisi terbentuknya baru empedu dengan mengurangi proses pengosongan batu empedu. 9,10 Faktor keturunan Penelitian pada kembar identik dan fraternal menunjukkan bahwa sekitar 25% kasus batu kolesterol memiliki predisposisi genetik. Terdapat sekurangnya satu lusin gen yang berperan dalam menimbulkan risiko ini. 19 Dapat terjadi suatu sindroma kolelitiasis terkait kadar fosfolipid yang rendah pada individu dengan defisiensi protein transport bilier herediter yang diperlukan untuk sekresi lecithin. 15 Batu pigmen hitam dan coklat 9 Batu pigmen hitam umumnya terbentuk pada individu dengan metabolisme heme yang tinggi. Kelainan hemolisis yang berhubungan dengan batu pigmen meliputi anemia sel sabit, sferositosis herediter, dan betathalassemia. Pada sirosis, hipertensi portal dapat menyebabkan terjadinya splenomegali. Hal ini kemudian akan menyebabkan sekuestrasi sel darah merah, 10

11 dan menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme hemoglobin. Sekitar separuh dari semua pasien sirosis nampak memiliki batu pigmen. Batu pigmen coklat dapat terbentuk bila terjadi stasis intraduktal disertai kolonisasi bakteri kronik cairan empedu. Di Amerika Serikat, kombinasi ini paling sering ditemukan pada pasien dengan striktura biliaris paska-pembedahan atau kista koledokus. Di daerah pertanian Asia Timur, infestasi cacing saluran empedu dapat menyebabkan striktura biliaris dan memicu terbentuknya batu pigmen coklat di seluruh saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Kelainan ini, yang disebut sebagai hepatolithiasis, dapat menyebabkan kolangitis rekuren dan menjadi predisposisi terjadinya sirosis biliaris dan kolangiosarkoma. Seperti pada kolelitiasis, penyebab kolesistitis juga berbeda menurut jenisnya. Faktor risiko untuk terjadinya kolesistitis kakulosa umumnya serupa dengan kolelitiasis dan meliputi jenis kelamin wanita, kelompok etnik tertentu, obesitas atau penurunan berat badan yang cepat, obat-obatan (terutama terapi hormonal pada wanita), kehamilan dan usia. Sementara itu, kolesistitis akalkulosa berhubungan dengan penyakit yang berhubungan dengan stasis cairan empedu, seperti penyakit kritis, operasi besar atau trauma/luka bakar berat, sepsis, pemberian nutrisi parenteral total (TPN) jangka panjang, puasa jangka panjang, penyakit jantung (termasuk infark miokardium), penyakit sel sabit, infeksi Salmonella, diabetes mellitus, pasien AIDS yang terinfeksi cytomegalovirus, cryptosporidiosis, atau microsporidiosis. Pasien dengan imunodefisiensi juga menunjukkan peningkatan risiko kolesistitis akibat berbagai sumber infeksi lain. Dapat dijumpai sejumlah kasus kolesistitis idiopatik Epidemiologi 2,3,7,8 Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat, dimana batu empedu kolesterol ditemukan pada 70% dari semua kasus dan 30% sisanya terdiri atas batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah komposisi lain. Angka kejadian batu saluran empedu ini nampak semaking meningkat seiring bertambahnya usia. Diperkirakan bahwa sekitar 20% pasien dewasa yang berusia 11

12 lebih dari 40 tahun dan 30% yang berusia lebih dari 70 tahun menunjukkan adanya pembentukan batu saluran empedu. Selama usia reproduksi, rasio wanita dibandingkan pria adalah sekitar 4:1, sementara pada usia lanjut umumnya angka kejadian hampir sama pada kedua jenis kelamin. Sembilan puluh persen kasus kolesistitis terjadi akibat adanya batu duktus sistikus (kolesistitis kalkulosa), sementara 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis akalkulosa. Dari semua warga Amerika Serikat yang menderita kolelitiasis, sekitar sepertiganya juga menderita kolesistitis akut Patogenesis Patogenesis Kolelitiasis Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garamgaram empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang 12

13 mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu. Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus. K3[7] Patofisiologi pembentukan batu empedu A. Batu Kolesterol 9,14,20 Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol. Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam tiga tahap: Supersaturasi empedu dengan kolesterol Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana 13

14 kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut : o Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak. o Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi. o Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet) o Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi. o Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik). o Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun. Fase Pembentukan inti batu Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar. Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi 14

15 kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. B. Batu pigmen 2 Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam. Bilirubin pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, aktif disekresikan ke empedu oleh sel liver. Kebanyakan bilirubin dalam empedu dibentuk dari konjugat glukorinide yang larut air dan stabil. Tetapi ada sedikit yang terdiri dari bilirubin tidak terkonjugasi yang tidak larut dengan kalsium. Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk B- glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut. Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase : Saturasi bilirubin Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada 15

16 keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase. Pembentukan inti batu Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. C. Batu campuran 14,20 Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol Patogenesis Kolesistitis 7,21,22 Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus. Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, 16

17 lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. 21 Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu. 22 Gambar 3. Patofisiologi kolesistitis akut. Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan resiko terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi 17

18 parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit kardiovaskuler, sifilis, tuberkulosis, aktinomises). 4 Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak mendapatkan stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi kondisi statis dari cairan empedu Manifestasi Klinis Manifestasi Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis) A. Asimtomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik. 2,5 B. Simtomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris

19 C. Komplikasi Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Massa yang dapat dipalpasi hanya ditemukan pada 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan memerlukan terapi berupa kolesistektomi terbuka atau laparoskopik. 2, Manifestasi Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis) Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. 2 Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif Manifestasi Kolesistitis Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan 19

20 suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar 60 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. 8 Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy). 8 Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja. 8 Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda tanda kolesistitis akut yang jelas sebelumnya

21 3.6. Diagnosis Diagnosis Kolelitiasis A. Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahanlahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. B. Pemeriksaan Fisik 9 Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Batu saluran empedu Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. 21

22 C. Pemeriksaan Penunjang 9 Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. Pemeriksaan radiologis o Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. Gambar 4. Gambaran batu di dalam kandung empedu pada foto polos abdomen. 22

23 o Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. o Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. Gambar 5. Hasil USG pada kolelitiasis (kiri); hasil kolesistografi pada kolesistitis (kanan) Diagnosis Kolesistitis Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, 23

24 demam dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara sampai dengan sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 μmol/l (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan. 15 Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa visualisasi kandung empedu. 15 Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu. 10 Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 95%. Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis. 10 Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih besar dari 95%. Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan 24

25 perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT scan dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. 24 Gambar 6. CT Scan abdomen pada pasien kolesistitis akut menunjukkan adanya batu empedu dan penebalan dinding kandung empedu. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum terlihat dalam menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut. 8 Gambar 7. Kiri: Scintigrafi normal, HIDA mengisi kandung empedu setelah 45 menit; Kanan: pada pasien kolesistitis, HIDA tidak mengisi kandung empedu setelah 1 jam 30 menit 25

26 Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP) dapat digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien yang beresiko tinggi menjalani laparaskopi kolesistektomi. 25 Pada pemeriksaan histologi, terdapat edema dan tanda tanda kongesti pada jaringan. Gambaran kolesistitis akut biasanya serupa dengan gambaran kolesistitis kronik dimana terdapat fibrosis, pendataran mukosa dan sel sel inflamasi seperti neutrofil. Terdapat gambaran herniasi dari lapisan mukosa yang disebut dengan sinus Rokitansky-Aschoff. Pada kasus kasus lanjut dapat ditemukan gangren dan perforasi Diagnosis Banding Diagnosis kolelitiasis dan kolesistitis harus dapat ditegakkan sesegera mungkin agar dapat dilakukan penanganan sedini mungkin dan menghindari terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien. Untuk kolelitiasis, dapat dipertimbangkan kemungkinan adanya patologi intra-abdominal maupun ekstra-abdominal yang menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan adalah penyakit ulkus peptik, pankreatitis (akut atau kronik), hepatitis, dispepsia, gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable bowel syndrome, spasme esofagus, pneumonia, nyeri dada karena penyakit jantung, ketoasidosis diabetik, apendisitis, striktura duktus biliaris, kolangiokarsinoma, kolesistitis, atau kanker pankreas. 9 Untuk kolesistitis akut, dapat dipertimbangkan diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba tiba, perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut, pielonefritis dan infark miokard. Pada wanita hamil kemungkinannya dapat preeklampsia, appendisitis dan kolelitiasis. Pemeriksaan lebih lanjut dan penanganan harus dilakukan segera karena dapat mengancam nyawa ibu dan bayi. Penyakit lain yang dapat dipertimbangkan antara lain adalah aneurisma aorta abdominal, iskemia mesenterik akut, dan kolik biliaris

27 3.8. Penatalaksanaan 3,9, Penatalaksanaan untuk Kolelitiasis Saat ditemukan adanya batu empedu asimptomatik selama melakukan pemeriksaan pasien, maka umumnya belum perlu dilakukan kolesistektomi profilaktik karena adanya beberapa faktor. Hanya sekitar 30% pasien dengan kolelitiasis asimptomatik yang memerlukan operasi selama masa hidup mereka, dan ini menunjukkan bahwa pada beberapa pasien, kolelitiasis merupakan suatu kelainan yang relatif ringan dan tidak berbahaya. Pada beberapa pasien ini dapat dilakukan penanganan konservatif. 3,9 Namun, terdapat beberapa faktor yang menunjukkan kemungkinan terjadinya perjalanan penyakit yang lebih berat pada pasien dengan batu empedu asimptomatik sehingga perlu dilakukan kolesistektomi profilaksis. Beberapa faktor ini antara lain adalah pasien dengan batu empedu yang berukuran besar (>2,5 cm), pasien dengan anemia hemolitik kongenital atau kandung empedu yang tidak berfungsi, atau pasien yang menjalani operasi kolektomi. 3 Pada batu empedu yang simptomatik, umumnya diindikasikan untuk melakukan intervensi bedah definitif menggunakan kolesistektomi, meskipun pada beberapa kasus dapat dipertimbangkan untuk meluruhkan batu menggunakan terapi medikamentosa. Pada kolelitiasis non-komplikata dengan kolik biliaris, penanganan medikamentosa dapat menjadi alternatif untuk beberapa pasien tertentu, terutama yang menunjukkan risiko tinggi bila menjalani operasi. 9 A. Penatalaksanaan konservatif Untuk penatalaksanaan konservatif dapat diberikan obat yang dapat menekan sintesis dan sekresi kolesterol, serta menginhibisi absorbsi kolesterol di usus. Ursodiol merupakan jenis obat yang paling sering digunakan. Ursodiol (asam ursodeoksikolat) diindikasikan untuk batu empedu radiolusens yang berdiameter kurang dari 20 mm pada pasien yang tidak dapat menjalani kolesistektomi. Obat ini memiliki sedikit efek inhibitorik pada sintesis dan sekresi asam empedu endogen ke dalam cairan empedu dan nampaknya tidak mempengaruhi sekrresi fosfolipid ke dalam cairan empedu. Setelah pemberian 27

28 dosis berulang, obat akan mencapai kondisi seimbang setelah kurang lebih 3 minggu. Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgbb terbagi dalam 2-3 dosis harian. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan dan umumnya berhasil bila batu berukuran kecil dan murni merupakan batu kolesterol, serta memiliki angka kekambuhan sebesar 50 % dalam 5 tahun. 1,9 Terapi lain yang dapat digunakan adalah Extarcorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL). Litotripsi pernah sangat populer beberapa tahun yang lalu, namun saat ini hanya digunakna pada pasien yang benar-benar dianggap perlu menjalani terapi ini karena biayanya yang mahal. Supaya efektif, ESWL memerlukan terapi tambahan berupa asam ursodeoksilat. 16 B. Penatalaksanaan Operatif Sebaiknya tidak dilakukan terapi bedah untuk batu empedu asimptomatik. Risiko komplikasi akibat intervensi pada penyakit asimptomatik nampak lebih tinggi dari risiko pada penyakit simptomatik. Sekitar 25% pasien dengan batu empedu asimptomatik akan mengalami gejala dalam waktu 10 tahun. Individu dengan diabetes dan wanita hamil perlu menjalani pengawasan ketat untuk menentukan apakah mereka mulai mengalami gejala atau komplikasi. Terdapat beberapa indikasi untuk melakukan kolesistektomi pada batu empedu asimpomatik, antara lain adalah: Pasien dengan batu empedu besar yang berdiameter lebih dari 2 cm Pasien dengan kandung empedu yang nonfungsional atau nampak mengalami kalsifikasi (porcelain gallbladder) pada pemeriksaan pencitraan dan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami karsinoma kandung empedu Pasien dengan cedera medula spinalis atau neuropati sensorik yang mempengaruhi abdomen Pasien dengan anemia sel sabit, dimana kita akan sulit membedakan antara krisis yang menyebabkan nyeri dengan kolesistitis Selain itu, terdapat sejumlah faktor risiko terjadinya komplikasi batu empedu yang dapat menjadi indikasi untuk menawarkan kolesistektomi elektif 28

29 pada pasien, meskipun masih asimptomatik. Beberapa faktor tersebut antara lain adalah: Sirosis Hipertensi porta Anak-anak Kandidat transplantasi Diabetes dengan gejala minor Pasien dengan kalsifikasi kandung empedu Pada pasien kolelitiasis yang diputuskan akan menjalani terapi operatif, terdapat beberapa teknik pembedahan yang dapat digunakan: Kolesistektomi Pengambilan kandung empedu (kolesistektomi) umumnya diindikasikan pada pasien yang mengalami gejala atau komplikasi akibat adanya batu empedu, kecuali usia atau kondisi umum pasien tidak memungkinkan dilakukannya operasi. Pada beberapa kasus empiema kandung empedu, dapat dilakukan drainase pus sementara dari kandung empedu (kolesistostomi) sehingga memungkinkan dilakukannya stabilisasi, untuk nantinya dilanjutkan dengan terapi kolesistektomi elektif. Pada pasien dengan batu empedu yang dicurigai juga memiliki batu di saluran empedu, dokter bedah dapat melakukan kolangiografi intraoperatif pada saat operasi kolesistektomi. Duktus biliaris komunis dapat dieksplorasi menggunakan koledokoskop. Bila ditemukan adanya batu duktus biliaris komunis, maka biasanya akan dilakukan ekstraksi intraoperatif. Alternatif lain yang dapat ditempuh, dokter bedah dapat membuat sebuah fistula antara bagian distal duktus biliaris dan duodenum di sebelahnya (koledokoduodenostomi), sehingga batu dapat masuk ke dalam usus dengan aman. Kolesistektomi yang pertama dilakukan pada akhir tahun 1800an. Pendekatan operasi terbuka yang dikembangkan oleh Langenbuch masih menjadi teknik standar sampai akhir tahun 1980an, dimana mulai diperkenalkan teknik baru berupa kolesistektomi laparoskopik. 26,27 29

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN KOLELITIASIS A. PENGERTIAN Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kolelitiasis Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS I. DEFINISI Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATU EMPEDU Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis terutama ditemukan di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR TEORI

BAB I KONSEP DASAR TEORI BAB I KONSEP DASAR TEORI A. Pengertian Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.

Lebih terperinci

CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS

CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS Disusun oleh : Putri Mutiara Sari 1102011212 Pembimbing : Dr. Yeppy AN, Sp.B, FINaCS, MM KEPANITERAAN KLINIK BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD SOREANG 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pencernaan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada proses pencernaan, makanan yang dimakan oleh manusia dicerna sampai dapat diabsorpsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2010;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2010; 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat menimbulkan komplikasi

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Kolangitis et causa Koledokolitiasis

Kolangitis et causa Koledokolitiasis Kolangitis et causa Koledokolitiasis Debora Semeia Takaliuang 102011304 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : deboratakaliuang@ymail.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari dengan berbagai penyebab. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta,

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tel ,

DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tel , dunia kesehatan DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tel 081379730011, 0721271545 BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) GAMBARAN PENDERITA BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) DI

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

Referat Radiology CHOLELITHIASIS. Disusun oleh : Aulya Novaldy Pratomo Muhammad Oky Firmansyah Neng Ipah Fauziyah

Referat Radiology CHOLELITHIASIS. Disusun oleh : Aulya Novaldy Pratomo Muhammad Oky Firmansyah Neng Ipah Fauziyah Referat Radiology CHOLELITHIASIS Disusun oleh : Aulya Novaldy Pratomo 1102008048 Muhammad Oky Firmansyah 1102008164 Neng Ipah Fauziyah 1102008330 Novia Ardiani 1102008179 Puetri Sariasih Saptlya 1102007214

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASAR KADAR ALBUMIN SERUM DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI PASCA APENDEKTOMI PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber: 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kandung Empedu Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber: www.pennstatehershey.adam.com) Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut. dan Kolelitiasis. Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD

Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut. dan Kolelitiasis. Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut dan Kolelitiasis Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM 11 2015 114 PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting

Lebih terperinci

ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO

ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO Pendahuluan Atresia biliaris adalah suatu kaeadaan dimana terjadi gangguan dari sistim bilier ekstra hepatik.karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak terdapatnya

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada saluran empedu atau bisa pada keduanya. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi klinis yang kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya ASKEP CA. HEPAR DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya sebagian besar fungsi hepar. Kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini apendisitis merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi pada anak-anak. Selain itu apendisitis yang ditandai dengan keluhan nyeri perut kanan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa BAB 4 HASIL Hasil pengamatan sediaan patologi anatomi apendisitis akut dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sel-sel polimorfonuklear dapat dilihat pada gambar 6,7 dan tabel yang terlampir Gambar

Lebih terperinci

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. 1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Penyakit jantung yang dibawa dari lahir kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat gangguan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

Rongga Mulut. rongga-mulut

Rongga Mulut. rongga-mulut Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit Sindrom Metabolik Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspekaspek promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif secara tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest.

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest. 1. Perhatikan gambar sistem pencernaan berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Enzim pepsin dihasilkan oleh bagian yang benromor... 1 2 3 4 Kunci Jawaban : B Enzim

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

Task Reading: ASBES TOSIS

Task Reading: ASBES TOSIS Task Reading: ASBES TOSIS Pendahuluan Asbestosis merupakan menghirup serat asbes. gangguan pernapasan disebabkan oleh Asbes atau Asbestos adalah bentuk serat mineral silika tahan terhadap asam kuat, serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci