Kolangitis et causa Koledokolitiasis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kolangitis et causa Koledokolitiasis"

Transkripsi

1 Kolangitis et causa Koledokolitiasis Debora Semeia Takaliuang Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat deboratakaliuang@ymail.com Pendahuluan Penyakit saluran empedu mengenai cukup banyak orang di dunia. Lebih dari 95% penyakit saluran empedu diakibatkan kolelitiasis (batu empedu). Prevalensi batu empedu lebih rendah dari kejadian sebenarnya, karena sekitar 90% tetap asimtomatik. Batu terjadi pada pria 7% dan 15% pada wanita. berusia antara tahun. Penderita wanita lebih banyak dengan perbandingan 3:1 pada usia < 40 tahun, yang menjadi seimbang pada manula. 1 Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan dikenal sebagai kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat. 2 Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin), dan elektrolit. Menurut gambaran makroskopiknya terbagi atas tiga golongan yaitu: (1) batu kolesterol, (2) batu kalsium bilirubinat atau batu pigmen coklat, (3) batu pigmen hitam. 2 Anamnesis Berisi lamanya gejala berlangsung, ada dan sifat nyeri abdomen, demam atau gejala peradangan lainnya, perubahan selera makan, berat badan, dan kebiasaan buang air besar. Perhatian juga jika ada riwayat penggunaan alkohol, riwayat pengobatan juga harus dicermati, obat-obatan tertentu menyebabkan baik kolestatis, seperti anabolik steroid dan klorpromazin. 1

2 Pruritus seringkali dikaitkan dengan kolestatis kronik berasal baik dari obstruksi ekstrahepatik ataupun penyakit kolestatik hati seperti kolangitis. Sebaliknya tinja yang akolis lebih sering terjadi pada pasien obstruksi kandung empedu ekstrahepatik akibat tumor, koledokolitiasis, atau secara sekunder akibat kelainan kandung empedu kongenital seperti peradangan kista koledokus. 3 Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam, ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita. 2,3 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan apa-apa karena batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Jika sampe terjadi kolangitis, maka pada pemerisaan fisik ditemukan warna kekuningan pada kulit atau mata adalah penanda penting secara fisik pada penyumbatan di empedu. Kekuningan atau warna tanah liat pada tinja juga dapat menaikkan kecurigaan pada koledokolitiasis atau pankreatitis. 1,2 Jika gejala tersebut dibarengi dengan demam dan menggigil, dapat dipertimbangkan juga diagnosis kolangitis. Pada kolangitis ditemukan nyeri abdomen, demam tinggi/mengigil, ikterus obstruktif (trias Charcoat), nyeri tekan hebat pada kuadran kanan atas. 1,2 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis koledokolitiasis biasanya melibatkan diagnosis banding ikterus. Bilirubin serum biasanya kurang dari 10 mg persen dan bisa berfluktuasi. Peningkatan kadar alkali pospatase khas yang melebihi proporsi enzim hati menggambarkan kolestasis ekstrahepatik yang berlawanan dari kolestatis intrahepatik. Tes penyaring mencakup ultranografi dan tomografi dikomputerisasi untuk mendeteksi batu empedu yang ada bersamaan di dalam vesika biliaris dan/atau dilatasi duktus intrahepatik dan ekstrahepatik. 4 Walapupun kadang-kadang diagnosis batu duktus koledokus bisa didapat oleh penyajian klinis, namun banyak ahli bedah percaya bahwa diagnosis prabedah obyektif, penting untuk menyingkirkan kemungkinan etiologi lain. Ini dapat dicapai dengan kolangiografi retrogad 2

3 endoskopi atau transhepatik perkutis. Teknik ini (1) menyingkirkan keganasan periampula atau saluran empedu sebagai penyebab ikterus obstruktif; (2) mendiagnosis kolangitis sklerotikans, (3) mencegah kelambatan waktu kolangiografi intraoperatif dan (4) menghasilkan radiograf yang lebih unggul dibandingkan yang dapat pada pembedahan. 4 Dengan pendekatan ini, ahli bedah dapat mencegah penemuan tumor atau kelainan peradangan atau kongenital dalam eksplorasi yang dimana ahli bedahnya belum siap atau tidak cakap untuk menghadapinya waktu itu. 4 Pemeriksaan Laboratorium Peningkatan enzim hati yang menunjukkan kolestatis (gamma glutamin transferase dan alkali fosfatase). Kemudian dapat pula dijumpai peningkatan enzim pankreas (amilase dan lipase) apabila batu menyumbat duktus koledokus dan duktus pankreatikus. Serta dapat pula ditemukan adanya peningkatan bilirubin serum. 2 Pemeriksaan Radiologi Ultrasonografi adalah jenis pemeriksaan tersering digunakan untuk mengidentifikasi batu empedu. Dilatasi duktus biliaris (intrahepatik atau ekstrahepatik) meningkatkan kemungkinan batu pada duktus biliaris komunis (common bile duct [CBD]) walaupun ultrasonografi transabdominal jarang bisa membuktikan atau menyingkirkan ini (30-40% pasien dengan batu pada CBD memiliki hasil USG yang normal ).1,2 USG endoskopik memiliki sensitivitas lebih besar namun lebih invasif dan lebih jarang tersedia. USG mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk deteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra maupun ekstra hepatik, namun sensitifitas untuk batu koledokus hanya 50%. Tidak terlihatnya batu koledokus di USG tidak menyingkirkan koledokolitiasis. 1,2 ERCP (endoscopic retrogade cholangio-pancreatography) memberikan pencitraan pasti dari cabang bilier dan juga kesempatan untuk menghilangkan obstruksi bilier dengan melakukan sfingterektomi endoskopik dan pengangkatan batu CBD. ERCP merupakan pemeriksaan terbaik untuk mendeteksi batu saluran empedu. Pada ERCP, kanul dimasukkan ke dalam duktus 3

4 koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Indikasi utama ERCP adalah ikterus obstruktif. 1,2,4 Gambar 1. Kolangiogram. 4 PTC (percutaneous transhepatic cholangiography) adalah pemeriksaan pendekatan alternatif dalam mendapatkan visualisasi langsung dari cabang bilier. MRCP atau magnetic resonance kolangiopankreatografi adalah dengan perbaikan pada magnetic resonance imaging, pemeriksaan ini semakin banyak tersedia sebagai alternatif selain ERCP dalam memperlihatkan cabang bilier. 1 MRCP merupakan teknik pencitraan menggunakan gama magnet tanpa zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP, saluran empedu akan terlihat terang karena intensitas sinyal yang tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat dengan intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu yang intensitasnya tinggi. Maka metode ini sangat cocok untuk mendeteksi batu saluran empedu. 1 4

5 Gambar 1. Lokasi Batu Empedu. 2 Working Diagnosis Koledokolitiasis Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu di dalam saluran empedu yaitu di duktus koledokus komunis (CBD). Koledokolotiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder. Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus. Koledokolitiasis primer lebih banyak ditemukan di Asia, sedangkan di negara barat banyak koledokolitiasis sekunder. 2 Sepuluh sampai 15 persen yang menjalani kolesistektomi batu empedu akan mempunyai batu dalam duktus koledokus juga. Sebaliknya hampir semua pasien koledokolitiasis menderita batu empedu bersamaan dalam vesika biliaris. Insiden koledokolitiasis pada waktu kolesistektomi meningkat bersama usia, sekitar 3% diantara usia 20 dan 40 tahun serta meningkat ke 25 persen diantara usia 60 dan 80 tahun. 4 Batu duktus koledokus diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. Yang terahir jauh lebih lazim dan mencapai duktus koledokus dengan bermigrasi melalui duktus sistikus setelah terbentuk dalam vesika biliaris. Batu primer terbentuk di dalam batang saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik. 4 5

6 Batu duktus koledokus bisa berjalan asimtomatik ke dalam duodenum atau bisa tetap di dalam batang saluran empedu selama beberapa bulan atau tahun tanpa menyebabkan gejala. Tetapi koledokolitiasis sering merupakan sumber masalah yang sangat serius karena kompliaksi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam jiwa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobiliia dalam lebih dari 75 persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akuta. 4 Episode parah kolangitis akuta dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum di antara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif. Obstruksi saluran empedu subklinis kronika berahir dengan sirosis bilier sekunder. 4 Keseriusan penyajian klinis ditemukan oleh derajat dan lama obstruksi saluran empedu serta luas infeksi sekunder. Walaupun koledokolitiasis sering asimptomatik, sewaktu gejala timbul sering kolik empedu koledokolitiasis tak dapat dibedakan dari kolesistolitiasis. Tetapi demam yang memuncak, kedinginan, dan ikterus menggambarkan adanya batu duktus koledokus dan kolangitis akuta. Ikterus khas sepintas dan episodik. Umumnya koledokolitiasis tidak menyebabkan obstruksi lengkap. 4 Kolangitis Kolangitis dan koledokolitiasis sering terjadi berdampingan. Koledokolitiasis didefinisikan sebagai adanya batu pada saluran empedu yang berbeda dari kolelitiasis. Koledokolitiasis mungkin asimptomatik atau menyebabkan gejala akibat (1) obstruksi, (2) pankreatitis, (3) kolangitis, (4) abses hati, (5) sirosis bilier sekunder, (6) kolesistitis batu akut. Kolangitis adalah kata yang dipakai untuk infeksi bakteri pada saluran empedu. Kolangitis dapat disebabkan semua lesi yang menyebabkan obstruksi aliran empedu, dan yang tersering adalah koledokolitiasis. 5 Kausa yang jarang adalah akibat pemakaian kateter atau stent (alat yang mencegah obsturksi), tumor, pankreatitis akut, striktur jinak, dan meskipun jarang jamur, virus, atau parasit. Bakteri kemungkinan besar masuk saluran empedu melalui sfingter Oddi; infeksi saluran empedu intrahepatik disebut kolangitis ascenden. Bakterinya biasanya adalah aerob usus negatif- 6

7 Gram, misalnya E-coli, Klebsiella, Clostridium, Bacteroides, atau Enterobacter, dan streptokokus grup D. 5 Kolangitis biasanya bermanifestasi sebagai demam, menggigil, nyeri abdomen, dan ikterus, disertai peradangan akut dinding saluran empedu dan masuknya neutrofil ke dalam lumen. Gejala yang hilang timbul mengisyaratkan serangan obstruksi parsial. Bentuk terparah kolangitis adalah kolangitis supuratif karena terdapatnya empedu purulen yang mengisi dan meregangkan saluran empedu. 5 Diagnosis Banding Kolesistitis Akut Peradangan kandung empedu dapat bersifat akut, kronik, atau proses akut yang timbul pada keadaan kronik. Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus. Peradangan ini hampir selalu berkaitan dengan batu empedu. Pendertia batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis. 5 Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak di epigastrium atau abdomen kuadaran kanan atas; nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan. Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Kolesistitis batu akut adalah peradangan akut kandung empedu yang 90%-nya dipicu oleh obstruksi leher atau duktus sistikus. Hal ini merupakan komplikasi tersering batu empedu dan alasan utama dilakukannya kolesistektomi darurat. 5 Serangan kolesistitis akut berawal dari nyeri epigastrium atau kuadaran kanan atas yang bersifat progresif, sering disertai demam ringan, anoreksia, takikardi, berkeringat, mual, muntah. Sebagian besar pasien tidak ikterik; adanya hiperbilirubinemia mengisyaratkan obstruksi duktus biliaris komunis. Terjadi leukositosis ringan sampai sedang dan mungkin disertai oleh peningkatan ringan kadar alkali fosfatase serum. 5 7

8 Kolesistitis Kronik Dapat merupakan sekuele dari serangan berulang kali kolesistitis akut ringan sampe berat, tetapi pada banyak kasus, penyakit ini timbul tanpa serangan sebelumnya. Tidak memiliki gambaran klinis mencolok seperti pada bentuk akut. Kolesistitis kronik ini biasanya ditandai dengan serangan berulang nyeri epigastrium atau kuadaran kanan atas yang menetap seperti kolik. Keluhan sering mual, muntah dan intoleransi terhadap makanan berlemak. 5 Gejala kolesistitis kronis mirip dengan gejala kolesisitis akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. 5 Etiologi Penyebab koledokolitiasis sama seperti kolelitiasis. Batu pada koledokolitiasis dapat berasal dari batu di kandung empedu yang bermigrasi dan menyumbat di duktus koledokus, atau dapat juga berasal dari pembentukan batu di duktus koledokus itu sendiri. Batu empedu sering ditemukan di AS, yaitu mengenai 20% penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini mengalami pembedahan saluran empedu. 5 Batu empedu jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih beresiko menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentukknya batu empedu. 5 Batu empedu hampir selalu dibentuk di kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya; akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. 5 Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukkan batu empedu. Status empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan 8

9 supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tertentu. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis. 5 Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebaban tingginya insidensi dalam kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukkan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu. 5 Patogenesis Batu yang berada di duktus koledokus atau koledokoloitiasis dapat dibentuk di duktus tersebut sejak dari awal atau karena migrasi dari kandung empedu. Batu yang dibentuk sejak awal di duktus koledokus disebut koledokolitiasis primer. Proporsinya tidak lebih dari 5%. Sebanyak 95% kasus koledokolitiasis terjadi karena migrasi dari kandung empedu yang disebut koledokolitiasis sekunder. 6 Gambar 2. Kandung Empedu dan Duktus-duktusnya. 7 9

10 Pasien dengan batu empedu di duktus koledokus bila tidak segera ditangani beresiko mengalami infeksi ulang disebut kolangitis. Dalam keadaan demikian pasien mengeluh demam, menggigil, mata kuning, dan nyeri perut kanan atas. Penyebab infeksi atau kolangitis terutama Escherichia coli, Klebsiella, Pseudomonas. Pada kondisi demikian, apabila tidak ditangani dapat berakibat kematian. 6 Gejala Klinik Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Gejala koledokolitiasis mirip seperti kolelitiasis seperti kolik bilier, mual, muntah, namun pada koledokolitiasis disertai ikterus, BAK kuning pekat, BAB berwarna dempul. Gejala pada kolangitis antara lain: nyeri abdomen, demam tinggi/ menggigil, ikterus obstruktif (trias Charcoat), nyeri tekan hebat pada kuadaran kanan atas. 1,2,7 Penatalaksanaan Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskopi dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung, dan ke duodenum. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. 2 Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus dan dikeluarkan bersama tinja. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan operasi terbuka. 2 Komplikasi yang mungkin segera terjadi adalah perdarahan, pankreatitis akut, dan perforasi atau infeksi saluran empedu. Pada 2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali dam batu empedu dapat timbul kembali. Pada tatalaksana batu saluran empedu yang sempit dan sulit, diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan 10

11 batu dengan litotripsi mekanik, litotropsi laser, electro-hydarulic shcok wave lothitripsy, atau ESWL. 2 Bila usaha pemecahan batu dengan cara di atas gagal, maka dapat dilakukan pemasangan stent bilier perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit. Stent bilier dapat dipasang dalam saluran empedu sepanjang batu yang besar atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan drainase empedu. 2 Tatalaksana medis koledokolitiasis adalah penderita harus dipuasakan dan dirawat jika menunjukkan gejala kolangitis akut. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa lambung. Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, penanganan syok, pemberian antibiotik sistemik, dan pemberian vitamin K sistemik kalau ada koagulopati. Biasanya keadaan umum dapat diperbaiki dalam waktu jam. 8 Tatalaksana endoskopi apabila setelah tindakan diatas keadaan umum tidak membaik atau kondisi penderita malah semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik untuk mengalirkan empedu dan nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasolabier. 8 Cara ini berhasil melalui sfingterotomi sfingter Odi di papila Vateri, yang memungkinkan batu keluar secara spontan atau melalui kateter. Indikasi lain dari sfingterotomi endoskopik adalah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila batu di duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi lebih dahulu untuk mengeluarkan batu duktus koledokus secara mekanik melalui papila vateri dengan alat ultrasonik atau laser. Umumnya penghancuran ini bersama-sama atau dilengkapi dengan endoskopik dan sfingterotomi. 8 Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneus tranhepatic biliar drainase= PTBD) biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada saluran empedu dapat dimasukkan koledoskop dari luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik. 8 11

12 Koledoktomi. Sambil memperbaiki keadaan umum serta mengatasi infeksi kolangitis, diagnosis dipertajam. Biasanya USG ditemukan kolesistolitiasis disertai koledokolitiasis. Kalau pada kandung empedu tidak ditemukan batu, atau pernah dilakukan kolesistektomi, tetapi di dalam duktus koledokus ditemukan batu apalagi bila batu ditemukan di saluran intrahepatik, perlu dicurigai batu primer saluran empedu. 8 Pemeriksaan endoskopik (ERCP) dapat membantu menegakkan diagnosis sekaligus dapat dilakukan sfingeterotomi sebagai terapi definitif atau terapi sementara. Pada waktu laparotomi untuk kolesistektomi, perlu ditentukan apakah akan dilakukan koledokotomi dengan tujuan eksplorasi saluran emepdu. Kolangiografi intraoperatif tidak selalu dilakukan pada penderita yang dicurigai mendertia koledokolitiasis karena prosedur ini memakan waktu. Tindakan ini hanya dilakukan atas indikasi yang selektif. 8 Indikasi membuka duktus koledokus adalah jelas jika ada kolangitis, teraba batu atau ada batu pada foto. Indikasi relatif ialah ikterus dengan pelebaran duktus koledokus. Untuk menentukan indikasi absolut dilakukan kolangiogram sewaktu pembedahan. Sewaktu melakukan eksplorasi saluran empedu, semua batu, lumpur, debris harus dibersihkan, sebaiknya dengan bantuan koledoskop. Kalau ada striktur sfingter Oddi, harus dilakukan dilatasi dengan sonde khusus. 8 Komplikasi Sirosis bilier sekunder adalah kelainan pada hati yang ditandai dengan obstruksi saluran empedu dengan atau tanpa infeksi, melibatkan inflamasi peritoneal dengan fibrosis yang progresif. Salah satu penyebabnya adalah koledokolitiasis. Pada tahap awal, sirosis bilier sekunder mungkin tidak menunjukkan gejala klinis. Gejala muncul ketika sejumlah besar empedu terhambat dan menumpuk di saluran empedu. Gejala awal yang umum timbul adalah gatal kulit, lemas (fatigue), jaundice. 2 Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orangtua sebagai komplikasi penyakti saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi saluran empedu menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multipel. 8 12

13 Bakteremia dan sepsis gram negatif. Bakteremia adalah terdapatnya bakteri dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15%. 8 Dapat pula terjadi kerusakan duktus empedu akibat tindakan kolesistektomi atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai anatominya. Kesalahn yang sangat fatal adalah tidak mengetahui transeksi atau ligasi pada duktus. Peradarahn juga dapat terjadi. Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami trauma dan perdarahan saat melakukan operasi. 8 Prognosis Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat sering karena komplikasi mekanik berupa sirosis bilier sekunder dan infeksi berat yang terjadi berupa kolangitis akut. 2 Kesimpulan Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan dikenal sebagai kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat. Pasien dengan batu empedu di duktus koledokus bila tidak segera ditangani beresiko mengalami infeksi uang disebut kolangitis. Dalam keadaan demikian pasien mengeluh demam, menggigil, mata kuning, dan nyeri perut kanan atas. Penyebab infeksi atau kolangitis terutama Escherichia coli, Klebsiella, Pseudomonas. Pada kondisi demikian, apabila tidak ditangani dapat berakibat kematian. Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat sering karena komplikasi mekanik berupa sirosis bilier sekunder dan infeksi berat yang terjadi berupa kolangitis akut 13

14 Daftar Pustaka 1. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga; h Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA; h Isselbacher, Braundwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; h Sabiston DC. Buku ajar bedah. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; h Kumar V, Abbas AL, Fausto N. Dasar patologi penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; h Cahyono JBSB. Batu empedu. Yogyakarta: Kanisius; h Watson R. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; h Jong WD, Sjamsuhidajat. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; h

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN KOLELITIASIS A. PENGERTIAN Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kolelitiasis Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATU EMPEDU Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR TEORI

BAB I KONSEP DASAR TEORI BAB I KONSEP DASAR TEORI A. Pengertian Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.

Lebih terperinci

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis terutama ditemukan di negara-negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS I. DEFINISI Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pencernaan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada proses pencernaan, makanan yang dimakan oleh manusia dicerna sampai dapat diabsorpsi

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari dengan berbagai penyebab. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta,

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed. Author : Olva Irwana, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2010;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2010; 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat menimbulkan komplikasi

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang memerlukan tindakan pembedahan. Diagnosis apendisitis akut merupakan hal yang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL PENDAHULUAN VARIASI HEP.VIRUS TERGANTUNG JENIS A,B.C KLINIS TERGANTUNG RINGAN-BERAT DARI TIPIKAL S/D ATIPIK HEPATITIS VIRAL AKUT : 1. BENTUK KHAS / SIMPTOMATIK

Lebih terperinci

CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS

CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS Disusun oleh : Putri Mutiara Sari 1102011212 Pembimbing : Dr. Yeppy AN, Sp.B, FINaCS, MM KEPANITERAAN KLINIK BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD SOREANG 2015

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolelitiasis atau batu saluran empedu merupakan penyakit yang umumnya lebih sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Namun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling sering ditemui pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang bersifat jinak mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber: 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kandung Empedu Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber: www.pennstatehershey.adam.com) Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu

Lebih terperinci

Stent Gastroduodenal Pada Gastric Outlet Obstruction (GOO) dan Stent Pankreas

Stent Gastroduodenal Pada Gastric Outlet Obstruction (GOO) dan Stent Pankreas Stent Gastroduodenal Pada Gastric Outlet Obstruction (GOO) dan Stent Pankreas Muhammad Begawan Bestari Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO

ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO Pendahuluan Atresia biliaris adalah suatu kaeadaan dimana terjadi gangguan dari sistim bilier ekstra hepatik.karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak terdapatnya

Lebih terperinci

REFERAT PENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS

REFERAT PENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS REFERAT PENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS Disusun oleh : Abrilia Octafijayanti Pembimbing: Dr. Husni Adnan, Sp.PD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SUBANG KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya

DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya ASKEP CA. HEPAR DEFENISI Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilang nya sebagian besar fungsi hepar. Kanker

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut. dan Kolelitiasis. Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD

Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut. dan Kolelitiasis. Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut dan Kolelitiasis Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM 11 2015 114 PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering

Etiologi Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering ASKEP HEPATITIS TINJAUAN TEORITIS Defenisi Hepatitis merupakan suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu.

Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu. Kolesistitis (Radang Kandung Empedu) Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu. Kasus kolesistitis ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatoma ( karsinoma hepatoseluler ) merupakan salah satu tumor yang paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu di Asia dan Afrika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

Satuan Acara penyuluhan (SAP) Lampiran Satuan Acara penyuluhan (SAP) A. Pelaksanaan Kegiatan a. Topik :Gastritis b. Sasaran : Pasien kelolaan (Ny.N) c. Metode : Ceramah dan Tanya jawab d. Media :Leaflet e. Waktu dan tempat : 1. Hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hati adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia yang memiliki peran dalam proses penyimpanan energi, pembentukan protein, pembentukan asam empedu, pengaturan

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut BAB XXI Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah Nyeri perut hebat yang mendadak Jenis nyeri perut Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut 460 Bab ini membahas berbagai jenis nyeri di perut bawah (di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci