BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2010;
|
|
- Harjanti Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Sjamsuhidayat, 2010; Stinton, 2012). 2.2 Anatomi Kandung Empedu Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah pir yang terletak di bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati) di antara lobus kanan dan lobus kiri hati. Panjang kurang lebih 7,5 12 cm, dengan kapasitas normal sekitar ml (Williams, 2013). Kandung empedu terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus mempunyai bentuk bulat dengan ujung yang buntu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu yang sebagian besar menempel dan tertanam didalam jaringan hati sedangkan Kolum adalah bagian sempit dari kandung empedu (Williams, 2013; Hunter, 2014). Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann (Sjamsuhidayat, 2010). 7
2 8 2.1 Gambar Anatomi kandung empedu (Paulsen, F. 2013)
3 9 Duktus sistikus memiliki panjang yang bervariasi hingga 3 cm dengan diameter antara 1-3 mm. Dinding lumennya terdapat katup berbentuk spiral yang disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut mengatur cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, akan tetapi dapat menahan aliran cairan empedu keluar. Duktus sistikus bergabung dengan duktus hepatikus komunis membentuk duktus biliaris komunis (Sjamsuhidayat, 2010; Williams, 2013). Duktus hepatikus komunis memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm merupakan penyatuan dari duktus hepatikus kanan dan duktus hepatikus kiri. Selanjutnya penyatuan antara duktus sistikus dengan duktus hepatikus komunis disebut sebagai common bile duct (duktus koledokus) yang memiliki panjang sekitar 7 cm. Pertemuan (muara) duktus koledokus ke dalam duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum membentuk papila vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi yang mengatur aliran empedu masuk ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papila vater, tetapi dapat juga terpisah (Sjamsuhidayat, 2010; Williams, 2013; Doherty, 2015). Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistikus yang terbagi menjadi anterior dan posterior dimana arteri sistikus merupakan cabang dari arteri hepatikus kanan yang terletak di belakang dari arteri duktus hepatis komunis tetapi arteri sistikus asesorius sesekali dapat muncul dari arteri
4 10 gastroduodenal. Arteri sistikus muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic ducts, dan ujung hepar) (Williams, 2013). Gambar 2.2 Vaskularisasi kandung empedu (a) arteri hepatika kanan (b) arteri koledokus kanan (c) arteri retroduodenal (d) cabang kiri arteri hepatika (e) arteri hepatika (f) arteri koledokus kiri (g) arteri hepatika komunis (h) arteri gasroduodenal (Williams, 2013).
5 Fisiologi Fisiologi saluran empedu Fungsi dari kandung empedu adalah sebagai reservoir (wadah) dari cairan empedu sedangkan fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium (Doherty, 2015). Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak ml/hari. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu dan akan mengalami pemekatan 50%. Setelah makan, kandung empedu akan berkontraksi, sfingter akan mengalami relaksasi kemudian empedu mengalir ke dalam duodenum. Sewaktu-waktu aliran tersebut dapat disemprotkan secara intermitten karena tekanan saluran empedu lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Aliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan dari sfingter koledokus (Sjamsuhidayat, 2010; Williams, 2013). Menurut Guyton & Hall, 2008 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu : Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
6 12 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati. Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam (Townsend, 2012). Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan (Sjamsuhidayat, 2010; Hunter, 2014).
7 Pengosongan kandung empedu Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum. Hormon kemudian masuk kedalam peredaran darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan ampula mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak (Hunter, 2014). Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu : Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. Neurogen : - Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. - Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai sfingter Oddi. Sehingga pada keadaan
8 14 dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu (Williams, 2013) Komposisi cairan empedu Komposisi Cairan Empedu Tabel 2.1 Komposisi cairan empedu (Guyton & Hall, 2008). Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu Air 97,5 gm % 95 gm % Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm % Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm % Kolesterol 0,1 gm % 0,3 0,9 gm % Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 1,2 gm % Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm % 1. Garam Empedu Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
9 15 Fungsi garam empedu adalah : Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga apabila terjadi gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu (Townsend, 2012). 2. Bilirubin Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak. Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara ml/hari (Guyton & Hall, 2008).
10 16 Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90% (Garden, 2007). 2.4 Epidemiologi Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (Sjamsuhidayat, 2010; Lesmana, 2014). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok risiko tinggi yang disebut 4 Fs : forty (usia diatas 40 tahun lebih berisiko), female (perempuan lebih berisiko), fertile (paritas), fatty (obesitas) (Reeves, 2001). Pembentukan batu empedu adalah multifaktorial. Studi sebelumnya telah mengindentifikasi jenis kelamin perempuan, bertambahnya usia, kegemukan, riwayat keluarga dengan batu empedu, etnis, jumlah kehamilan merupakan faktor risiko batu empedu (Hung, 2011; Chen, 2014;Tsai, CH, 2014). 1. Umur Frekwensi batu empedu akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Setelah usia 40 tahun risiko terjadi batu empedu 4 hingga 9 kali lipat. Lin dkk menjelaskan bahwa usia tua memiliki paparan panjang untuk banyak faktor kronis seperti hiperlipidemia, konsumsi alkohol, dan DM. Hal ini akan menyebabkan penurunan motilitas kandung empedu dan terbentuknya batu empedu (Lin, 2014).
11 17 Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah tahun. Jenis batu juga akan berubah dengan bertambahnya usia. Pada awalnya terutama jenis batu kolesterol (sekresi kolesterol meningkat dan saturasi empedu) namun dengan bertambahnya usia cenderung menjadi batu pigmen. Selanjutnya gejala dan komplikasi akan meningkat dengan bertambahnya usia hal tersebut sering dilakukan tindakan kolesistektomi (Stinton, 2012). 2. Jenis Kelamin dan Paritas Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1. Di USA % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki (Garden, 2007). Pada wanita usia reproduksi, risiko cholelithiasis adalah 2-3 kali lebih tinggi dari pada laki-laki. Alasan untuk ini belum dijelaskan secara penuh. Kehamilan juga berkontribusi terhadap pembentukan batu di kandung empedu (Ko, 2006; Shaffer, 2006). Kolelitiasis adalah sangat umum pada multipara (paritas 4 atau lebih). Studi lain melaporkan bahwa wanita multipara memiliki prevalensi lebih tinggi dari GSD dari yang nulipara. Perbedaan gender dan seringnya batu empedu terdeteksi pada wanita hamil dikaitkan dengan latar belakang hormonal. Peningkatan kadar estrogen diketahui untuk meningkatkan ekskresi kolesterol dalam empedu dengan menyebabkan supersaturasi kolesterol. Selama kehamilan, selain peningkatan kadar estrogen, fungsi pengosongan kandung empedu menurun, sehingga menimbulkan endapan empedu dan batu empedu (Ko, 2006; Chen, 2014).
12 18 3. Genetik Beberapa studi telah menunjukkan bahwa riwayat keluarga, genetika, diet, dan kebiasaan budaya memiliki peran utama dalam timbulnya batu empedu. Analisis pasangan kembar dari The Swedish Twin Registry menunjukkan faktor genetik 25% merupakan faktor risiko terjadinya batu empedu. Dimana ABCG8 D19H genotipe heterozigot atau homozigot telah meningkatan risiko terjadinya batu empedu secara signifikan. ABCG8 D19H dapat menyebabkan penyerapan kolesterol di usus rendah, meningkatkan kolesterol serum, dan sintesis kolesterol di hati tinggi, saturasi kolesterol empedu, dan resistensi insulin. Penelitian barubaru ini didapatkan fakta bahwa, kerentanan seseorang terhadap terjadinya batu empedu dipengaruhi oleh Mucin gene polymorphisms atau FGFR4 polymorphism. The mucin-like protocadherin gene (MUPCDH) polymorphism rs dianggap sebagai penanda genetik untuk memprediksi terjadinya penyakit batu empedu (Ciaula, 2013). 4. Obesitas Pada obesitas terjadi kondisi peradangan kronis dan sangat terkait dengan faktor pro-inflamasi. Hal ini akan meningkatkan sekresi hati dari kolesterol dan membuat empedu menjadi jenuh dengan meningkatkan sekresi empedu dari kolesterol dan menyebabkan pembentukan batu empedu (Lin, 2014). Berat badan lebih dan obesitas merupakan faktor risiko penting dari kolelitiasis (Ko, 2006). Orang dengan obesitas terjadi peningkatan sintesis dan ekskresi kolesterol dalam empedu. Pada saat yang sama, jumlah yang dihasilkan kolesterol berbanding lurus
13 19 dengan kelebihan berat badan (Doggrell SA, 2006). Siklus berat badan, independen dari BMI, dapat meningkatkan risiko kolelitiasis pada pria. Fluktuasi berat badan yang lebih besar dan siklus berat badan lebih terkait dengan risiko yang lebih besar (Tsai CJ, 2006). 5. Dislipidemia Dislipidemia merupakan salah satu dari sindroma metabolik. Pada studi yang dilakukan di Taiwan menunjukkan bahwa sindroma metabolik berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya batu empedu dihubungan dengan usia dan jenis kelamin (Smelt, 2010). Beberapa penelitian yang dilakukan di negara barat dilaporkan bahwa usia, jenis kelamin, BMI, hiperlipidemia, penggunaan kontrasepsi oral, konsumsi alkohol, diabetes mellitus berkaitan erat dengan terjadinya batu empedu (Lin, 2014). Penurunan level High density lipoprotein (HDL) merupakan salah satu risiko terjadinya batu empedu. Kolesterol bilier utamanya berasal dari HDL C. Penurunan konsentrasi HDL C dikaitkan dengan resistensi insulin. Penelitian lain menyebutkan bahwa peningkatan kadar Trigliserida (TG) menyebabkan penurunan kontraksi dari kandung empedu yang berakibat pembentukan batu empedu (Mendez, 2005). 6. Diabetes mellitus Diabetes mellitus (DM) dikaitkan dengan terjadinya batu empedu masih kontroversi. Beberapa studi di barat dilaporkan bahwa DM berkaitan dengan batu empedu dimana hiperglikemi umumnya terdapat pada grup batu empedu pada analisis univariat tetapi tidak terdapat pada grup batu empedu dengan multi
14 20 logistik regresi. Penelitian pada tikus dengan hiperinsulinemia terdapat spesifik spesifik FOXO1 protein yang dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi kolesterol dalam bile (Kovacs, 2008). Hiperglikemia menghambat sekresi bile dari hati dan dapat menggangu kontraksi dari kantung empedu serta menpunyai efek terhadap molititas dari kandung empedu hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya batu empedu (Chen, 2014). 2.5 Patogenesis Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus (Erpecum, 2011). Sekresi kolesterol berhubungan dengan terjadinya pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol yaitu terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu
15 21 banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu (Guyton & Hall, 2008). Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus (Sjamsuhidayat, 2010). 2.6 Patofisiologi Patofisiologi batu empedu Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
16 22 dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik (Garden, 2007). Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Hunter, 2014) Klasifikasi kolelitiasis Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan (Hung,2011; Lesmana, 2014). 1. Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) (Bhangu, 2007). Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
17 23 berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol (Hunter, 2014). Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap : Supersaturasi empedu dengan kolesterol. Pembentukan nidus. Kristalisasi/presipitasi. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu. Gambar 2.3. Perbandingan kolestrol, lesithin, dan garam empedu dalam hal kelarutan (Hunter, 2014).
18 24 2. Batu pigmen Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain: a. Batu pigmen kalsium bilirubin (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B- glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi (Townsend, 2012). b. Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi ( Lesmana, 2014). Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada penderita dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
19 25 polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril (Doherty, 2015). 3. Batu campuran Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol (Garden, 2007). Gambar 2.4 Klasifikasi batu dalam kandung empedu (Garden, 2007).
20 Manifestasi Klinis Batu kandung empedu (Kolesistolitiasis) 1. Asimtomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Lesmana, 2014). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua penderita dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari penderita yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua penderita dengan batu empedu asimtomatik (Hunter, 2014). 2. Simtomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pasca prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris (Beat, 2008). 3. Komplikasi Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita
21 27 usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar ke punggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (penderita berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan penderita akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik (Garden, 2007; Beat, 2008). Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Penderita dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanankiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang (Doherty, 2015). Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi
22 28 yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu (Alina, 2008) Batu saluran empedu (Koledokolitiasis) Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma (Alina, 2008). Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen penderita serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
23 29 duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif (Garden, 2007). 2.8 Penatalaksanaan Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak (Sjamsuhidayat, 2010). Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan (Alina, 2008; Sjamsuhidayat, 2010). Pilihan penatalaksanaan antara lain (Sjamsuhidayat, 2010; Doherty, 2015) : 1. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan penderita dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% penderita. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
24 30 2. Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi % batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil risiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru-paru Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal hanya penderita dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada penderita dengan kolesistitis akut dan penderita dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, penderita dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi (Garden, 2007).
25 31 Gambar 2.5 Kolesistektomi laparaskopi (Williams, 2013). 3. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% penderita. Kurang dari 10% batu empedu yang dilakukan dengan cara ini sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten (Hunter, 2014).
26 32 4. Disolusi kontak Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten yaitu Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada penderita-penderita tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun) (Garden, 2007). 5. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada penderita yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini (Garden, 2007; Alina, 2008). 6. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur penderita terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk penderita yang sakitnya kritis (Sjamsuhidayat, 2010). 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) ERCP adalah suatu endoskop yang dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
27 33 sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat (Hunter, 2014). Gambar 2.6 Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) (Williams, 2013).
BAB I KONSEP DASAR TEORI
BAB I KONSEP DASAR TEORI A. Pengertian Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Lebih terperinciKOLELITIASIS A. PENGERTIAN
KOLELITIASIS A. PENGERTIAN Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada saluran empedu atau bisa pada keduanya. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kolelitiasis Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pencernaan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada proses pencernaan, makanan yang dimakan oleh manusia dicerna sampai dapat diabsorpsi
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATU EMPEDU Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS. Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA CHOLELITHIASIS I. DEFINISI Dikenal dengan istilah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis terutama ditemukan di negara-negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis
Lebih terperinciUPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009
BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting
Lebih terperinciKolangitis et causa Koledokolitiasis
Kolangitis et causa Koledokolitiasis Debora Semeia Takaliuang 102011304 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : deboratakaliuang@ymail.com
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN
Lebih terperinciPada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita
12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari dengan berbagai penyebab. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta,
Lebih terperinciMetabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolelitiasis atau batu saluran empedu merupakan penyakit yang umumnya lebih sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Namun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 15% penduduk Amerika Serikat memiliki kadar kolesterol
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dislipidemia memiliki prevalensi yang tinggi hampir di seluruh negara. Diperkirakan sekitar 15% penduduk Amerika Serikat memiliki kadar kolesterol total serum melebihi
Lebih terperinciETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B
HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5
Lebih terperinciBAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut
BAB XXI Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah Nyeri perut hebat yang mendadak Jenis nyeri perut Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut 460 Bab ini membahas berbagai jenis nyeri di perut bawah (di bawah
Lebih terperinciglukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)
14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.
Lebih terperinciSIROSIS HEPATIS R E J O
SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara
Lebih terperinciDiabetes tipe 2 Pelajari gejalanya
Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber:
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kandung Empedu Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber: www.pennstatehershey.adam.com) Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti
Lebih terperinciENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)
ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan
Lebih terperinciDEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tel ,
dunia kesehatan DEWAAMOER STUDIODIGITAL Jl pramuka NO 14 (toko pak santo) KEMILING BANDAR LAMPUNG tel 081379730011, 0721271545 BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) GAMBARAN PENDERITA BATU EMPEDU (KOLELITIASIS) DI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi
Lebih terperinciSMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA
JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang
Lebih terperinciKONSEP TEORI. 1. Pengertian
KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan
Lebih terperinciPENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan
PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan
Lebih terperinciPENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I
PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I EPIDEMIOLOGI WHO DEGENERATIF Puluhan juta ORANG DEATH DEFINISI Penyakit degeneratif penyakit yg timbul akibat kemunduran fungsi sel Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan jumlah penderita yang semakin meningkat tiap tahun. Menurut WHO pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gondok Endemik merupakan masalah gizi yang dijumpai hampir diseluruh negara di dunia, baik di negara berkembang termasuk di Indonesia maupun negara maju. Terlebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola makan atau mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang terdiri dari jaringan fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai tangkai yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi
Lebih terperinciManfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll
Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes melitus, dan jantung koroner merupakan beberapa penyakit berbahaya yang menjadi suatu permasalahan yang cukup besar
Lebih terperinciPembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest.
1. Perhatikan gambar sistem pencernaan berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Enzim pepsin dihasilkan oleh bagian yang benromor... 1 2 3 4 Kunci Jawaban : B Enzim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan peningkatan kadar kolesterol plasma, trigliserida, dan Low Density Lipoprotein, atau ketiganya, atau kadar High Density Lipoprotein yang rendah
Lebih terperinciRongga Mulut. rongga-mulut
Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut
Lebih terperinciANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KOLELITIASIS DI RUANG BEDAH LANTAI 5 RSPAD GATOT SOEBROTO
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KOLELITIASIS DI RUANG BEDAH LANTAI 5 RSPAD GATOT SOEBROTO KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah
Lebih terperinciSistem Ekskresi Manusia
Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika
Lebih terperinciMitos dan Fakta Kolesterol
Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari
Lebih terperinciDiabetes Mellitus Type II
Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh tubuh tidak mampu memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan tidak efektif dari produksi insulin,
Lebih terperinciSistem Pencernaan Manusia
Sistem Pencernaan Manusia Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ yang berawal dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Pada sistem pencernaan manusia terdiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3
1. Kaitan antara hati dan eritrosit adalah??? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 Hati berperan dalam perombakan eritosit Hati menghasilkan eritrosit Eritrosit merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat
Lebih terperinciTips Mengatasi Susah Buang Air Besar
Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri
Lebih terperinciCASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS
CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS Disusun oleh : Putri Mutiara Sari 1102011212 Pembimbing : Dr. Yeppy AN, Sp.B, FINaCS, MM KEPANITERAAN KLINIK BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD SOREANG 2015
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.
Lebih terperinciE. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.
PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jantung Koroner 1. Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan penyumbatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.
BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai kontribusi untuk
Lebih terperinciPENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia :
Sistem Pencernaan Mamalia : PENCERNAAN MAKANAN * Terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar aksesoris yang mengekskresikan getah pencernaan ke dalam saluran melalui duktus (saluran) Peristalsis,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit Sindrom Metabolik Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspekaspek promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif secara tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA
Lebih terperinciMengapa disebut sebagai flu babi?
Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan
Lebih terperinciHIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:
HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam
Lebih terperinci