BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Bagi manusia, pengalaman senantiasa menjadi titik berangkat dalam mencari makna hidup. Seperti diungkapkan oleh Johanes Robini bahwa sejarah manusia merupakan pergulatan untuk mencari makna hidup. 1 Bagi orang beriman, pengalaman hidup juga menjadi pijakan dalam rangka menghayati imannya. Hidup manusia tentu tidak melulu berisi pengalaman yang menyenangkan, tetapi juga berbagai pengalaman yang menyedihkan, bahkan bermacam-macam penderitaan yang dialami. Dengan demikian, pencarian makna hidup dan penghayatan iman manusia menghadapi tantangan dengan adanya berbagai pengalaman hidup, khususnya pengalaman penderitaan. Melalui pengalaman tersebut, manusia mencoba bertanya dan mencari jawab, sampai akhirnya menemukan makna hidup. Manusia juga mencoba merefleksikan imannya dari pengalaman. Fides quaerens intellectum iman mencari pengertian. Pengalaman penderitaan tidak hanya menyentuh rasio, tetapi juga iman seseorang. Berarti penderitaan menyentuh seluruh diri manusia. 2 Penderitaan menjadi pengalaman religius yang menyebabkan manusia bertanya dan berusaha mencari sistem penjelasan, 3 karena manusia tidak puas dengan hanya pasrah pada keadaan. Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa ada orangorang yang tidak berusaha mencari jawab. Namun bagi orang beriman, pengalaman penderitaan paling tidak menjadi sesuatu yang harus dipergumulkan, apalagi kalau penderitaan terjadi di sekitarnya. 4 Trisno Susanto menegaskan bahwa pengalaman religius perlu dibahasakan, atau hanya akan menjadi peristiwa sesaat sebelum akhirnya lenyap dalam kesunyian. 5 Bagi orang beriman, pengalaman penderitaan ini bisa membawanya pada segudang pertanyaan tentang Tuhan. Bahkan tidak jarang membawa orang pada penolakan terhadap Tuhan yang selama ini diimaninya. Masalah penderitaan menjadi persoalan yang terjadi di segala penjuru bumi, dan telah menjadi pokok pergumulan teologi maupun filsafat sejak lama. Sampai sekarang pun, masalah 1 Johanes Robini lahir di Pontianak. Dia menempuh studi S1 di STF Driyarkara dan Bakaloreat Teologi di Fakultas Teologi Wedhabakti Yogyakarta. Sempat mengambil S2 (Licensiat) di tempat yang sama. (Lih. Johanes Robini M, Penderitaan dan Problem Ketuhanan [Yogyakarta:1998], hlm. 13). 2 Paul Budi Kleden, Membongkar Derita (Maumere: 2006), hlm Hal ini tidak hanya terjadi pada masyrakat yang sudah maju, tetapi juga dalam masyarakat yang paling sederhana sekalipun, yang umumnya penjelasan diungkapkan melalui mitos yang diceritakan turun-temurun (Lih. Paul B Kleden, Sda. hlm 9). 4 Emanuel Gerrit-Singgih, Allah dan Penderitaan di Dalam Refleksi Teologis Rakyat Indonesia dalam Zakaria J Ngelow, Teologi Bencana (Makassar: 2006), hlm Trisno Susanto, Adventus dan Tuhan yang Tak (Pernah) Selesai, dalam Harian Kompas edisi Rabu, 28 Nov 2007, hlm

2 ini tetap menjadi bahasan yang aktual. Masalah penderitaan ini pula yang akhir-akhir ini menjadi pergumulan dan gencar dibicarakan di Indonesia. Mulai dari persoalan krisis multidimensional, konflik, kriminalitas, kemiskinan, hingga peristiwa bencana alam yang datang silih berganti. Berkaitan dengan hal itu, telah banyak diskusi atau pembahasan tentang penderitaan yang terjadi di bangsa ini. Mau tidak mau, persoalan penderitaan juga menuntut agama (termasuk kekristenan) untuk memberikan tanggapan dan menjadi tantangan bagi gereja yang memiliki tugas untuk memelihara iman umat Tuhan. Persoalan penderitaan dalam berbagai wujudnya tentu terkait dengan konteks tertentu, sehingga menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Hal inilah yang melatarbelakangi penyusun untuk mengangkat masalah penderitaan ke dalam sebuah skripsi pada disiplin ilmu teologi. FOKUS PERMASALAHAN Berbicara tentang penderitaan berarti berbicara tentang masalah yang cakupannya sangat luas. Penderitaan ada dan terjadi dalam berbagai bentuk dan dalam konteks yang berbeda-beda. Penderitaan adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya keburukan (malum, evil) di dunia. Dalam hal ini penyusun mengikuti pembagian yang diungkapkan oleh Kleden, berkaitan dengan masalah penderitaan. Kleden menyebutkan bahwa dalam sejarah filsafat sejak zaman pertengahan, orang membagi malum dalam tiga golongan: 6 a. Keburukan Fisik (malum physicum), yaitu kenyataan negatif yang ditimpakan alam kepada manusia, misalnya penyakit dan bencana alam. b. Keburukan Moral (malum morale), yaitu keburukan yang ditimpakan manusia atas manusia, misalnya perang dan kekerasan. c. Keburukan Metafisik (malum metaphysicum), yaitu keburukan yang melampaui penjelasan fisis dan moral. Berhubungan dengan kenyataan bahwa manusia itu bisa keliru, fana. Setiap manifestasi dari keburukan tersebut mengarah pada penderitaan. Crenshaw mengatakan, Each manifestation of evil achieves its sharpest focus in suffering. 7 Dari ketiga macam malum di atas, penyusun akan memfokuskan perhatian pada keburukan fisik, khususnya yang disebabkan karena bencana alam yaitu gempa bumi. Peristiwa gempa bumi yang akan menjadi sorotan adalah gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei Melalui pengalaman penderitaan akibat gempa bumi inilah akan digali bagaimana pemaknaan 6 Paul Budi Kleden, Membongkar Derita, hlm. 18. Bdk. dengan tulisan Crenshaw yang membuat pembagian yang sama, yaitu natural evil, moral evil dan, relogiuos evil (James Crenshaw, Defending God [New York: 2005], hlm 15). 7 James Crenshaw, Sda. hlm 15. 9

3 dan penghayatan iman para korban. Secara khusus, warga yang akan menjadi sasaran penelitian adalah warga jemaat GKJ Patalan. Dipilih GKJ Patalan karena gereja ini terletak di wilayah terparah akibat gempa bumi tersebut, yaitu meliputi wilayah Patalan (induk), pepanthan Pundong dan pepanthan Imogiri. Peristiwa gempa bumi 27 Mei 2006 merupakan salah satu pengalaman penderitaan yang memiliki konteks khusus, baik waktu maupun tempatnya. Berkaitan dengan waktu, gempa tersebut terjadi di zaman modern seperti sekarang, di mana ilmu pengetahuan telah berkembang pesat, dan sangat mungkin mempengaruhi pola pikir masyarakat. Berkaitan dengan tempat, Yogyakarta (dan beberapa daerah di sekitarnya) merupakan wilayah yang memiliki pengaruh budaya yang kuat, yaitu budaya Jawa. Konteks inilah yang tidak bisa dilepaskan jika hendak menggali lebih dalam persoalan tersebut. Fenomena bencana alam (dalam hal ini gempa bumi) menjadi tantangan tersendiri bagi manusia untuk menanggapinya. Barangkali sudah banyak penjelasan tentang gempa bumi tersebut dari sisi ilmu pengetahuan (geologi). Namun itu semua belum cukup memuaskan bagi manusia yang berhadapan dengan situasi bencana, terlebih mereka yang menjadi korban. Penjelasan ilmiah tidak cukup menjawab pergumulan mereka, khususnya pergumulan iman. Manusia membutuhkan penjelasan lebih. Di berbagai kalangan masyarakat, fenomena gempa bumi tidak hanya dimengerti sebagai fenomena alam semata, namun juga mengandung muatanmuatan lain, misalnya dikaitkan dengan aspek ilahi atau magis. Hal ini tentu terkait erat dengan budaya setempat. Bencana alam bukan hanya menyebabkan krisis fisik tetapi juga krisis teologi. 8 Bencana alam ditanggapi dalam berbagai cara. Ngelow mengatakan bahwa bisanya bencana alam ditanggapi secara fatalistik. Entah mengkambing-hitamkan korban bencana atau menyalahkan Tuhan yang dianggap sebagai pihak yang tak kenal belas kasihan. Ada pula pandangan sufistik yang mengatakan bahwa bencana adalah misteri ilahi. 9 Dikaitkan dengan masalah iman, pengalaman penderitaan itu juga membawa manusia sampai kepada pertanyaan tentang Tuhan. Apakah penderitaan ini datang dari Tuhan? Apakah Tuhan mengizinkan penderitaan terjadi? Atau apakah Tuhan tidak menghendakinya? Lalu, di manakah Tuhan ketika penderitaan begitu berat dirasakan oleh manusia, bahkan oleh mereka yang tidak berdosa? Iman yang menghayati Tuhan sebagai sosok yang maha-pengasih dan mahakuasa mengalami tantangan dengan adanya kenyataan bahwa di dunia ini terjadi berbagai keburukan dan penderitaan. Persoalan ini kemudian dikenal dengan istilah theodicy. 10 Maka fokus persoalannya adalah pada bagaimana penghayatan iman warga GKJ Patalan, di tengah 8 Bernard Adeney-Risakotta, Pengantar dalam Zakaria J Ngelow, Teologi Bencana (Makassar: 2006), hlm Zakaria J. Ngelow, Bianglala di Atas Tsunami dalam Zakaria J Ngelow, Sda. hlm Istilah theodicy biasa diterjemahkan dengan teodice, teodisea dan teodise. Penyusun memilih terjemahan yang ketiga, teodise. 10

4 penderitaan akibat gempa bumi Yogyakarta. Penghayatan iman itu digali dari pandangan mereka tentang fenomena gempa bumi dan tentang masalah penderitaan itu sendiri. TUJUAN PENULISAN Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggali persoalan teodise atas penderitaan akibat peristiwa gempa bumi Yogyakarta. Untuk menggali persoalan tersebut, terlebih dahulu menggali pemahaman warga tentang peristiwa gempa bumi itu sendiri, dan juga menggali pemahaman/ penghayatan masyarakat tentang pengalaman penderitaan yang mereka alami. Pembahasan ini diharapkan berguna untuk perkembangan ilmu yang berkaitan dengan masalah penderitaan. Setelah menggali persoalan teodise tersebut, kemudian akan dibangun sebuah teologi bencana (refleksi teologis) yang berangkat dari konteks pengalaman gempa bumi 27 Mei Pembahasan dan refleksi ini juga bisa menjadi sumbangan bagi gereja-gereja di Indonesia, yang senantiasa menghadapi situasi penderitaan dalam berbagai bentuk, khususnya pengalaman bencana alam. Dengan demikian gereja mampu berteologi secara aktual dan kontekstual, berangkat dari pengalaman yang terjadi di sekitarnya. JUDUL PERSOALAN TEODISE DI GKJ PATALAN AKIBAT PERISTIWA GEMPA BUMI YOGYAKARTA Yang dimaksud dengan teodise adalah persoalan yang berkaitan dengan refleksi iman warga atas penderitaan akibat bencana gempa bumi, khususnya penghayatan mereka tentang Tuhan. Secara khusus refleksi itu digali dari pengalaman warga jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Patalan, akibat peristiwa gempa bumi tektonik yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei KAJIAN TEORI : PERSOALAN TEODISE Masalah Penderitaan Di dunia ini manusia menghadapi pengalaman penderitaan yang begitu melimpah. Bagi orang beriman yang menghayati Tuhan, persoalan melimpahnya penderitaan menjadi pergumulan yang tak mudah dipecahkan serta diatasi. Bahkan pengalaman penderitaan menjadi tantangan tersendiri bagi orang beriman, terlebih jika penderitaan itu menimpa orang-orang yang 11 Ada dua tipe gempa bumi, yaitu tektonik dan vulkanik. Gempa tektonik disebabkan karena adanya gesekan antara lempeng/kerak bumi, sedangkan gempa vulkanis disebabkan karena pergeseran batuan yang diakibatkan gerakan magma ke permukaan gunung berapi (http// bumi). 11

5 tidak bersalah. 12 Kenyataan jahat (evil) dan penderitaan menjadi masalah keadilan Allah karena sifat-sifat utama Allah, yakni mahakasih, mahakuasa dan mahatahu, dianggap tidak sesuai dengan kenyataan adanya keburukan dan penderitaan di dunia. Pada perkembangannya, pertanyaannya juga menyangkut eksistensi Allah sendiri. Persoalan ini kemudian dikenal dengan istilah teodise. Dalam teodise, hakikat Allah dipersoalkan. 13 Menurut kamus filsafat, teodise berarti ilmu yang berupaya membenarkan cara Allah bagi manusia; Usaha mempertahankan kebaikan dan keadilan Allah dalam membiarkan kejahatan moral dan alamiah maupun penderitaan manusia; Usaha membuat kemahakuasaan dan kemaharahiman Allah cocok dengan eksistensi kejahatan. 14 Tema yang dibicarakan dalam teodise adalah penghadapan Allah pada pengalaman adanya malum (diterjemahkan keburukan ). Malum menyebabkan orang mengalami penderitaan. 15 Meskipun masalah teodise telah menjadi pembahasan dan perdebatan panjang baik di dunia filsafat maupun teologi, istilah theodicy sendiri pertama kali muncul dalam tulisan seorang filsuf Jerman bernama Gottfried Wilhelm Leibniz ( ), dan kemudian menjadi istilah yang populer di dunia ilmu filsafat ketuhanan dan telah menjadi pergumulan penting di antara para teolog 16. Kata theodicy berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu theos (yang berarti Allah ) dan dikhe (yang berarti keadilan ). Teodise secara singkat berarti pembenaran akan keadilan Allah, khususnya berkaitan dengan masalah penderitaan manusia. Franz Magnis- Suseno menjabarkan teodise demikian: Yang dimaksud adalah bahwa adanya kejahatan dan penderitaan kelihatan sedemikian bertentangan dengan eksistensi Allah yang Mahatahu, Mahakuasa dan Mahabaik, sehingga Allah seakan-akan perlu dibenarkan. 17 Tema ini pula yang banyak dihubungkan dengan kitab Perjanjian Lama (PL) yang memuat berbagai kisah yang mencerminkan teodise. 18 Tujuan teodise adalah menegaskan eksistensi Allah dan mendamaikan sifat-sifat mahakuasa dan mahakasih-nya dengan adanya keburukan (malum), yaitu kenyataan jahat dan penderitaan di dunia; bahwa adanya keburukan di dunia tidak bertentangan dengan eksistensi Tuhan. Karena pengertian ini, dalam sejarahnya teodise pernah dipakai sebagai pengganti ungkapan theologis naturalis, yaitu pandangan teologis yang mengatakan bahwa 12 Frans Magnis-Suseno, Menalar Tuhan (Yogyakarta: 2006), hlm Zakaria J. Ngelow, Bianglala di Atas Tsunami dalam Zakaria J Ngelow, Teologi Bencana (Makassar: 2006), hlm Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: 1996), hlm Paul Budi Kleden, Membongkar Derita (Maumere: 2006), hlm Frans Magnis-Suseno, Menalar Tuhan (Yogyakarta: 2006), hlm Franz Magnis-Suseno, Sda. hlm Gerrit Singgih, Dunia yang Bermakna, (Jakarta:1999), hlm

6 manusia sanggup membuktikan Allah dari permenungannya tentang alam dengan memakai rasio alamiahnya, tanpa bantuan wahyu ilahi. 19 Sebenarnya persoalan teodise ini sudah muncul jauh sebelum dipakai oleh Leibniz. Kajian filsafat terhadap masalah ini sudah ada sejak zaman Yunani kuno, sedangkan pembahasan teologisnya dimulai oleh Bapa-Bapa Gereja dan terus berkembang hingga hari ini. Ungkapan klasik yang sering dipakai untuk menjelaskan masalah teodise adalah rumusan dari Epikuros (300 SM), yaitu: Atau Allah mau mengatasi malum (keburukan) tetapi Dia tidak dapat melakukannya, atau Dia dapat tetapi tidak mau melakukannya, atau Dia tidak dapat dan juga tidak mau melakukannya. Apabila Dia mau tetapi tidak dapat, maka Dia lemah, sesuatu yang tidak cocok untuk Allah. Kalau Dia dapat tetapi tidak mau, maka Dia jahat, dan inipun seharusnya asing dari Allah. Kalau Dia tidak mau dan tidak dapat, maka Dia sekaligus jahat dan lemah, dan karena itu juga bukan Allah. Tetapi kalau Dia dapat dan mau, dari mana asal malum (keburukan) dan mengapa Dia tidak meniadakannya? 20 Filsafat Ketuhanan dan teologi agama-agama Abrahamistik sudah sangat lama bergumul dengan masalah penderitaan. Namun, pertanyaan teodise tidak muncul dalam lingkungan semua agama, karena tidak semua agama memiliki pandangan yang sejalan tentang penderitaan maupun eksistensi Tuhan. Masalah teodise hanya muncul apabila Tuhan dipahami secara personal dan dialogal, serta apabila masing-masing orang secara personal dianggap mempunyai nilai pada dirinya sendiri. 21 Sebagaimana Kleden mencatat bahwa ada tiga syarat bagi teodise. Pertama, adanya pandangan tentang Allah yang mahabaik, mahakuasa dan mahaesa; Kedua, pemahaman tentang nilai tinggi manusia di hadapan Allah; Ketiga, keyakinan bahwa rasio manusia dapat dipakai untuk mempertimbangkan tindakan Allah dan menilai sikap manusia. Manusia tidak dilarang berpikir mengenai penderitaannya dan merangkaikannya dengan imannya kepada Allah. 22 Kerangka Teodise Klasik Pembahasan tentang masalah penderitaan telah berlangsung lama. Kleden mencatat setidaknya ada tiga kerangka pemikiran tentang penderitaan, yaitu: penderitaan dalam kerangka pemikiran tentang keharmonisan; penderitaan dalam kerangka teori privatio boni dan penderitaan dalam kerangka teori dosa asal. 19 Paul Budi Kleden, Membongkar Derita (Maumere: 2006), hlm Paul Budi Kleden, Sda. hlm Misalnya dalam pandangan dualistik, penderitaan dijelaskan dengan prinsip asali yang negatif. Dalam pantheisme, penderitaan individual seakan-akan tenggelam dalam makna keseluruhan yang dihayati secara numinus. (Lih. Frans Magnis-Suseno, Menalar Tuhan [Yogyakarta: 2006], hlm. 222). 22 Paul Budi Kleden, Membongkar Derita (Maumere: 2006), hlm

7 Kerangka pemikiran tentang keharmonisan dilihat dalam pemahaman dasar dunia yang monistis (bukan dualistis) dan monotheisme (bukan politheisme). Ada beberapa tokoh yang mewakili kerangka pemikiran ini. Yang pertama adalah Agustinus 23 yang berpendapat bahwa dunia ini dikendalikan oleh Logos yang merencanakan dunia harmonis. Dunia harus dilihat dalam keseluruhannya, di mana segala sesuatunya saling memengaruhi. Dunia kita adalah dunia yang teratur, yang dikuasai oleh Logos (yang bersifat ilahi) yang merencanakan dan menyelenggarakan segala sesuatu. Di dalam dunia ini, kebaikan dan keburukan saling mempengaruhi dan terangkai dalam keharmonisan. Jika dilihat secara terpisah, keburukan itu seperti warna cat hitam dalam sebuah lukisan. Namun secara keseluruhan, terangkai dengan warna-warna lain, lukisan yang terbentuk adalah gambar yang indah. Untuk itu, dosa dan penderitaan justru memperindah kehidupan. Nampaknya pemikiran Agustinus ini terkonsentrasi pada keburukan moral dan metafisik, dan tidak terlalu berbicara banyak tentang keburukan fisik/ bencana alam. 24 Tokoh yang kedua adalah Gottfried Wilhelm Leibniz. 25 Ia berpendapat bahwa sejak awal Allah telah memilih untuk menciptakan dunia yang terbaik dari segala dunia yang mungkin diciptakan. 26 Dengan kata lain, harmoni ini telah ditetapkan sejak awal. Hal-hal yang diciptakan itu disertai dengan konsekuensi yang melekat padanya. Di situlah penderitaan berasal. Penderitaan tidak terelakkan sebagai konsekuensi dari berbagai kebaikan di dunia ini. Allah tidak menciptakan keburukan/ penderitaan, tetapi membiarkan/ mengizinkannya terjadi. Di sini ada suatu Nomos atau hukum keteraturan yang padanya Allah sendiri patuh. 27 Pendapat Leibniz ini ada bahayanya, antara lain melumpuhkan daya juang manusia untuk mengubah keadaan buruk, karena dunia ini sudah merupakan dunia terbaik. Tokoh yang ketiga adalah Georg Wilhelm Friedrich Hegel 28, yang berpendapat bahwa sejarah dunia ini adalah sejarah perwujudan Roh yang Absolut melalui dialektika tesis-antitesissintesis. Penderitaan dilihat sebagai antitesis, negativitas yang memungkinkan sebuah perubahan 23 Agustinus dari Hippo adalah seorang pemikir Kristen abad ke-4. Pada masa hidupnya, filsafat Stoa dan Neoplatonisme merupakan aliran yang dominan dan berpengaruh (Lih. Paul Budi Kleden, Membongkar Derita (Maumere: 2006), hlm. 90). 24 Paul Budi Kleden, Sda. hlm Lebniz lahir di Leipzig pada tahun Ia memperoleh gelar doktor pada usia 20 tahun, di Universitas Altdorf, Jerman. Gagasan dasar filsafat Leibniz adalah ajaran tentang monade, yaitu satuan terkecil yang otonom, yang ada sebagai substansi. Setiap monade lengkap dalam dan mencukupi dirinya sendiri. Segala seseuatu yang terjadi dengan dan di dalam monade lahir dari monade itu sendiri dan dari hakikatnya sejak ciptaan. Hubungan antarmonade ditetapkan sejak awal oleh Pencipta (Lih. Paul Budi Kleden, Sda. hlm ). 26 Paul Budi Kleden, Sda. hlm Paul Budi Kleden, Sda. hlm Hegel lahir di Stuttgart. Setelah sempat menjadi guru privat di Frankfurt dan rektor SMA di Nurnberg, ia menjadi filsfuf kekaisaran Prusia di Berlin. Kunci filsafat Hegel adalah dialektika yang dijabarkan dalam tesis-antitesissintesis (Lih. Paul Budi Kleden, Sda. hlm ). 14

8 sejarah ke arah kebaikan. Kleden mengatakan bahwa pernyataan Hegel ini bersifat teleologis. 29 Demi tujuan mulia, pengalaman penderitaan korban diremehkan. Tokoh berikutnya adalah Pierre Teilhard de Chardin. 30 Ia melihat seluruh kenyataan sebagai sebuah proses dalam tahap perkembangan, bukan sesuatu yang statis. Sejarah dunia adalah sejarah Allah. Penderitaan adalah efek samping dari evolusi dunia menuju keharmonisan. Dalam kerangka pemikiran tentang privatio boni, malum (keburukan) dipahami sebagai kekurangan dari kebaikan. Malum tidak berdiri sendiri, tetapi hanya merupakan kekurangan dari bonum (kebaikan). Tokoh yang memakai kerangka pemikiran ini adalah Agustinus dan Meister Eckhart. Agustinus berpendapat bahwa segala sesuatu adalah baik/ bersifat positif. 31 Penderitaan bukanlah sesuatu yang bersifat positif, maka ia tidak ada pada dirinya sendiri. Keburukan hanya dialami karena dan sejauh ada sesuatu yang positif, yang dikehendaki. Sedangkan Meister Eckhart 32 berangkat dari pemikirannya tentang Allah sebagai pengada yang sempurna. Maka keburukan di dunia ciptaan dipandang sebagai akibat pemisahan jiwa manusia dari Pencipta. Namun karena ciptaan adalah sebuah bentuk partisipasi dalam ada yang ilahi, maka ada dorongan untuk kembali kepada ada yang ilahi itu. Dalam kerangka pemikiran tentang dosa asal, penderitaan di dunia ini dipahami sebagai akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Tokohnya yang terkenal adalah Agustinus. Ia menggambarkan Firdaus sebagai keadaan ciptaan yang sempurna, di mana semua makhluk adalah baik dan memperoleh kebahagiaannya. 33 Manusia diciptakan sebagai makhluk yang bebas dan sadar. Kejadian di mana Adam menyalahgunakan kebebasan dan kesadarannya merusakkan seluruh kehendak bebas manusia. Kejatuhan Adam adalah kejatuhan total manusia. Kebebasan manusia telah rusak, dan manusia berada dalam kondisi yang tidak dapat tidak melakukan dosa (non posse non peccare). 34 Kehendak bebas itulah yang akhirnya mendatangkan keburukan di dunia. Selain itu, karena manusia adalah ciptaan yang dijadikan sesuai dengan citra Allah dan sebagai puncak ciptaan, maka kehancurannya akan berakibat pada seluruh ciptaan Paul Budi Kleden, Membongkar Derita (Maumere: 2006), hlm Chardin lahir tahun ia masuk Serikat Yesuit pada usia 18 tahun. Pada tahun 1911 ia ditahbiskan menjadi imam. Di Paris ia melanjutkan studinya di bidang Paleontologi, namun harus terhenti karena ia harus menjalani masa dinas militer selama Perang Dunia I, hingga akhirnya ia menjadi profesor di bidang geologi di Paris. Pemikiran Chardin adalah usaha untuk menjembatani dunia ilmu pengetahuan dan iman, yaitu dengan mendamaikan prinsip penciptaan dan perkembangan atau evolusi (Lih. Paul Budi Kleden, Sda. hlm ). 31 Paul Budi Kleden, Sda. hlm Eckhart adalah seorang rahib Dominikan dari Jerman. Ia pernah menjadi profesor teologi di Paris dan di koln (Lih. Paul Budi Kleden, Sda. hlm. 155). 33 Paul Budi Kleden, Sda. hlm Paul Budi Kleden, Sda. hlm Paul Budi Kleden, Sda. hlm

9 Immanuel Kant menilai bahwa di dalam teodise klasik ini, rasio manusia dipakai melebihi kesanggupannya untuk menilai dan mengadili Allah. Selain itu teodise klasik terlalu mereduksi manusia pada rasio dan kurang memperhatikan aspek perasaan dan praksis manusia dalam menghadapi penderitaan. 36 Dengan demikian teodise yang disebutkan Kant sebagai teodise doktrinal tersebut gagal. Meskipun demikian, ketiga kerangka pemikiran tentang teodise klasik di atas telah membawa pengaruh besar pada perjalanan panjang penyelesaian masalah penderitaan, yang telah dilakukan baik oleh filsafat maupun teologi. Berbagai usaha untuk memecahkan teka-teki teodise tersebut akhirnya menghasilkan beberapa jawaban : Penderitaan adalah hukuman Allah atas dosa-dosa orang yang bersangkutan. 2. Penderitaan akan lebih daripada diimbangi oleh ganjaran di surga. 3. Melalui penderitaan, Allah mencobai mutu manusia. Hanya manusia yang bertahan dalam penderitaan yang pantas untuk menerima kebahagiaan abadi di surga. 4. Penderitaan memurnikan hati, jadi bernilai secara moral. 5. Dilihat sebagai keseluruhan, dunia yang ada penderitaannya adalah lebih baik daripada yang tidak ada penderitaannya. 6. Manusia tidak seimbang dengan Allah. Ia tinggal menerima saja segala yang terjadi sebagai kehendak Allah dengan tidak perlu bertanya, apalagi berprotes. Teodise di dalam Alkitab Persoalan tentang keadilan Tuhan juga muncul di dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Salah satu kitab yang memuat persoalan ini adalah kitab Ayub, di mana kesalehan Ayub dinilai berlawanan dengan malapetaka dan penderitaan yang dialaminya. Namun apakah Alkitab sendiri memberikan jawaban yang jelas terhadap masalah penderitaan? Yewangoe menegaskan bahwa pada umumnya para ahli dan penafsir sepakat bahwa Alkitab tidak memberikan jawaban yang jelas, serta tidak mengandung penjelasan sistematis tentang masalah malapetaka. 38 Penjelasan yang dipakai untuk memperlihatkan asal-usul keburukan biasanya adalah teori tentang kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa, atau bahkan setanlah yang menjadi penyebabnya. 39 METODE PENULISAN 36 Paul Budi Kleden, Sda, hlm Frans Magnis-Suseno, Menalar Tuhan (Yogyakarta: 2006), hlm Andreas A Yewangoe, Membangun Teologi Bencana, dalam Zakaria J. Ngelow, Teologi Bencana (Makassar: 2006), hlm Andreas A Yewangoe, Sda. Hlm

10 Dalam penyusunan skripsi ini penyusun akan mengumpulkan data dari sumber literatur dan penelitian lapangan, yaitu dalam upaya menggali teodise warga atas peristiwa gempa bumi tersebut. Adapun metode penelitiannya adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Penelitian Penelitian yang akan dilakukan termasuk penelitian kualitatif. 40 Penelitian kualitatif dipilih karena merupakan model penelitian yang cocok untuk diterapkan dalam rangka menggali persoalan sosial dan humaniora, termasuk teodise. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri. 41 Tidak seperti penelitian kuantitatif yang secara ketat diukur dari segi jumlah, frekuensi dan intensitas, penelitian kualitatif menekankan proses pencarian makna atas pengalaman sosial 42. Moleong memaparkannya dengan lebih lugas dengan mengatakan bahwa penelitian kualitatif inilah yang berminat pada bagaimana orang memahami hidup, pengalaman dan struktur dunianya. 43 Dengan demikian, penelitian kualitatif ini sesuai digunakan untuk menggali persoalan teodise. Dalam penelitian kualitatif untuk menggali persoalan teodise tersebut, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan fenomenologi, yaitu pendekatan yang berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu, serta memberi tekanan pada pengertian interpretatif terhadap pemahaman manusia yang dikembangkan dari peristiwa tertentu. 44 Endraswara mengatakan bahwa dalam pendekatan fenomenologis ini, realitas dipandang lebih penting daripada teori-teori tertentu. 45 Dalam penelitian Fenomenologi, pengalaman manusia yang dipengaruhi oleh gambaran, teori, ide, nilai, dan sikap yang berasal dari masyarakat diperiksa melalui penjelasan terperinci dari orang yang diselidiki Populasi dan Sampel Yang akan menjadi populasi dari penelitian tentang persoalan teodise ini adalah sejumlah warga dewasa GKJ Patalan, Bantul. Dipilih warga dewasa karena menurut tingkat perkembangan iman, orang dewasalah yang telah mencapai tahap refleksi individu. Menurut 40 Pemilihan ini didasarkan atas pembagian penelitian menurut metode analisisnya, yaitu kuantitatif dan kualitatif. (Lih. Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama [Bandung: 2003], hlm. 9). 41 Imam Suprayogo dan Tobroni, Sda. 42 Andreas Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung: 2004), hlm Andreas Subagyo, Sda. hlm Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: 1989), hlm Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: 2003), hlm 42. Bandingkan dengan pendapat Suprayogo yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, fungsi teori sebagai perspektif/ pangkal tolak dan sudut pandang untuk memahami alam pikiran subyek yang diteliti dan untuk menafsirkan dan memaknai fenomena dalam rangka membangun konsep (Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: 2003), hlm. 129). 46 Andreas Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: 2004), hlm

11 Fowler, pada masa dewasa (adulthood), orang mulai bisa mencapai tahap individuatif-reflektif 47 dan konjungtif. 48 Pada tahap-tahap itulah refleksi iman berkaitan dengan teodise juga mungkin dilakukan. Sampel penelitian ini adalah sejumlah warga dewasa GKJ Patalan, baik yang ada di wilayah Gereja Induk Patalan maupun di Pepanthan Pundong dan Pepanthan Imogiri. Sampel akan dipilih secara acak (random sampling) dengan perhitungan bahwa sampel tersebut mewakili populasi (representatif). 3. Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara dan angket/kuisioner. Penyusun memilih cara wawancara karena salah satu sifat wawancara adalah untuk menggali struktur kognitif dan dunia makna dari perilaku subyek yang diteliti. 49 Dengan wawancara ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan dari responden yang mewakili penghayatan atas pengalamannya. Jenis wawancara yang akan diterapkan adalah wawancara terstruktur, di mana masalah dan pertanyaan yang akan diajukan telah ditetapkan sebelumnya. 50 Sedangkan angket dilakukan untuk mempermudah efisiensi waktu pengumpulan data. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang permasalahan, fokus permasalahan, tujuan penulisan, judul skripsi, kajian teori dan metode penulisan serta sistematika penulisan. BAB II. PEMAHAMAN TEODISE WARGA GKJ PATALAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 Bab ini berisi pemaparan data hasil penelitian tentang persoalan teodise di GKJ Patalan akibat gempa bumi Yogyakarta. 47 Tahap ini terjadi pada usia sekitar tahun. Orang mulai mempertanggungjawabkan iman yang masuk akal/logis, merenungkan peristiwa hidup secara kritis (Lih. Shelton Charles, Spiritualitas Kaum Muda [Yogyakarta: 1987], hlm 60). Pada tahap ini orang juga mulai mengajukan pertanyaan kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan hidup, keyakinan, dan komitmen. Selain itu mulai menyusun gambaran tentang Allah yang dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi dan rasional (Lih. Agus Cremers, Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W Fowler [Yogyakarta: 1995], hlm 160). 48 Tahap ini terjadi mulai usia 35 tahun. Orang menguraikan lagi susunan iman, kemudian menyusun kembali sistem iman yang lebih bermakna (Lih. Shelton Charles, Spiritualitas Kaum Muda, hlm. 61). Pada tahap ini kepercayaan religius memperhitungkan segala pertentangan dan paradoks, di mana gambaran tentang Allah tidak bisa dirumuskan secara jelas dan pasti (Lih. Agus Cremers, Sda. hlm. 210). 49 Andreas Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: 2004), hlm Bdk. S Nasution, Metode Research (Jakarta: 2004), hlm

12 BAB III. ANALISA MENGENAI PEMAHAMAN TEODISE WARGA GKJ PATALAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 Bab ini berisi tentang analisa hasil penelitian tentang persoalan teodise di GKJ Patalan. Analisa khususnya akan membahas masalah teodise yang muncul dalam pergumulan iman warga GKJ Patalan. BAB IV. TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG PEMAHAMAN TEODISE WARGA GKJ PATALAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 Bab ini berisi refleksi teologis atas masalah teodise yang digali dari penelitian. Refleksi yang muncul dari hasil penelitian akan ditanggapi, kemudian penyusun akan merumuskan sebuah bangunan teologi bencana BAB V. PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari penulisan skripsi, beserta sumbangan pemikiran yang mungkin diajukan. 19

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Tidak ada yang memungkiri bahwa negara Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam. Gas, minyak bumi, batu bara, intan, emas, berlian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pada bulan Juli 2010 Indonesia kembali dilanda bencana alam. Beberapa tempat di Indonesia yang dilanda gempa diantaranya Palangkaraya, Labuhan Batu, dan kota

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Prinsip dasar bahwa untuk beriman kita membutuhkan semacam jemaat dalam bentuk atau wujud manapun juga. Kenyataan dasar dari ilmu-ilmu sosial ialah bahwa suatu ide atau

Lebih terperinci

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pekabaran Injil adalah tugas dan tanggung jawab gereja di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi pekabar Injil (kabar sukacita, kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pada saat ini, bangsa Indonesia dilanda dan masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh, krisis multidimensi. Kita dilanda oleh krisis politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebebasan merupakan hal yang menarik bagi hampir semua orang. Di Indonesia, kebebasan merupakan bagian dari hak setiap individu, oleh karena itu setiap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini, BAB V PENUTUP Pada bab V penulis menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam skripsi. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penulis ajukan dalam pembatasan masalah. Disamping itu penulis

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak asing lagi dalam keseharian hidup manusia. Bencana alam terjadi dalam kehidupan manusia tidak dapat diprediksi secara tepat

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM Landasan berfikir, zaman, dan tempat yang berbeda secara tidak langsung akan menimbulkan perbedaan, walaupun dalam pembahasan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46. BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dan ditempatkan di dunia ini mempunyai tugas. Tugas gereja adalah untuk menyatakan hakekatnya sebagai tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Spiritualitas adalah istilah yang agak baru yang menandakan kerohanian atau hidup rohani. Spritualitas bisa juga berarti semangat kerohanian atau jiwa kerohanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang ditampilkan di luar tidak ditopang dengan penghayatan hidup yang dipilihnya. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Gereja Bali atau singkatannya GKPB, adalah salah satu dari sedikit gerejagereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seperti diketahui bersama bahwa dalam kehidupan orang Kristen saat ini, gereja adalah sebuah identitas yang sangat penting bagi orang-orang percaya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700 organisasi 1 Kristen

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, seperti dikisahkan pada kitab Kejadian dari Alkitab Perjanjian Lama, maka pintu gerbang dunia terbuka

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan Persiapan untuk Penelaahan Alkitab Sekarang setelah kita membicarakan alasan-alasan untuk penelaahan Alkitab dan dengan singkat menguraikan tentang Alkitab, kita perlu membicarakan bagaimana menelaah Alkitab.

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW. Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan umat Kristen, Allah merupakan sosok yang memiliki peranan penting. Bahkan sebelum masa Kekristenan muncul, yaitu pada masa Perjanjian Lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat". 1

BAB I PENDAHULUAN. dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat. 1 BAB I PENDAHULUAN Pengantar Woody Allen menyatakan, hidup penuh dengan kesengsaraan,kesepian dan penderitaan, dan kebanyakan datang terlalu cepat". 1 Pernyataan ini sebenarnya juga merupakan pernyataan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Bagi orang Asia, adat merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan melekatnya identitas sebagai masyarakat suku. Hampir setiap suku mengenal adat sebagai bagian integral

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Fenomena bunuh diri berkembang luar biasa selama sebelas tahun terakhir di Gunungkidul. Sebuah fakta mengejutkan dari WHO menyatakan bahwa Gunungkidul menduduki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Situasi kritis merupakan situasi yang biasa dijumpai dalam kehidupan manusia. Meski tidak setiap saat dialami namun biasanya situasi ini sangat menentukan berhasil

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. Gereja dalam kehidupan kekristenan menjadi tempat dan sarana orang-orang percaya kepada Kristus, berkumpul dan saling mendorong antara orang yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tak dapat dielakkan jika manusia dalam kehidupannya selalu memiliki keinginan yang kuat akan suatu hal. Inilah yang kita kenal sebagai hasrat. Suatu dorongan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR 69 BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR A. Implementasi Simbol dalam Perespektif Hermeneutika Paul Ricoeur Lempar ayam merupakan prosesi atau cara yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana alam

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Seksualitas merupakan pemberian dari Allah. Artinya bahwa Allah yang membuat manusia bersifat seksual. Masing-masing pribadi merupakan makhluk seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kemajemukan merupakan realitas yang menjadi salah satu ciri dari kondisi masa sekarang ini. Di era modern yang untuk sementara kalangan sudah berlalu

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal 1 Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Kesetaraan laki-laki dan perempuan sudah seringkali dibicarakan dan diperjuangkan. Meski demikian, tetap saja kita tidak bisa mengabaikan kodrat seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila terutama pada sila yang pertama,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kehidupan merupakan kumpulan dari narasi-narasi yang dialami oleh setiap mahluk. Narasi tersebut dapat berupa narasi kebahagiaan, kepuasan, atau juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1 Hukum pertama dari Dasa Titah di atas seolah mengikat bangsa Israel ke dalam sebuah perjanjian dengan Yahweh.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

Predestinasi Kristus 1 Ptr. 1:20-21 Ev. Calvin Renata

Predestinasi Kristus 1 Ptr. 1:20-21 Ev. Calvin Renata Predestinasi Kristus 1 Ptr. 1:20-21 Ev. Calvin Renata Pada bulan lalu kita telah belajar tentang Kristus yang mati disalibkan untuk menebus kita dari hidup yang sia-sia bukan dengan emas atau perak tetapi

Lebih terperinci

Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit

Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit Berkenalan dengan Kitab Wahyu DR Wenas Kalangit 19 Februari 2008 Jakarta 1 Berkenalan dengan Kitab Wahyu Sedikit tentang Sastra Apokaliptik Kitab terakhir dalam Alkitab bernama: Wahyu. Ini sebetulnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #20 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #20 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #20 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #20 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam Injil Lukas terdapat beberapa kisah tentang kesembuhan yang dialami oleh banyak orang melalui Yesus, mulai dari ibu mertua Petrus yang diserang demam berat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

Effects of Sin Rudi Zalukhu, M.Th

Effects of Sin Rudi Zalukhu, M.Th Effects of Sin Rudi Zalukhu, M.Th BGA : Ibrani 10:26-31 Ke: 1 2 3 APA YANG KUBACA? (Observasi: Tokoh, Peristiwa) APA YANG KUDAPAT? (Penafsiran: Pelajaran, Janji, Teladan, Perintah, Nasehat, Larangan) APA

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Permasalahan The Meeting Place of World Religions. 1 Demikianlah predikat yang dikenakan pada Indonesia berkaitan dengan kemajemukan agama yang ada. Selain majemuk

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH A.1. Latar belakang masalah Gereja merupakan sebuah kehidupan bersama yang di dalamnya terdiri dari orang-orang percaya yang tumbuh dan berkembang dari konteks yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2

BAB II KAJIAN TEORI. esensialisme, pusat perhatiannya adalah situasi manusia. 1. Beberapa ciri dalam eksistensialisme, diantaranya: 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Eksistensi Soren Kierkegaard Eksistensialisme secara etimologi yakni berasal dari kata eksistensi, dari bahasa latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan di dunia, setiap makhluk hidup pasti tergantung pada 3 unsur pokok, yaitu: tanah, air, dan udara. Ketiga unsur tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini pertanyaan perihal Siapa Allah? merupakan bagian dari sebuah problematika yang sangat sensitif begitu pun ketika kita berbicara mengenai iman,

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tidak seorangpun ingin dilahirkan tanpa dekapan lembut seorang ibu dan perlindungan seorang ayah. Sebuah kehidupan baru yang telah hadir membutuhkan kasih untuk bertahan

Lebih terperinci

Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A.

Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kesalehan Ayub (Ayub 1-2) Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kesalehan menjadi sesuatu yang langka di zaman kita. Barang langka cenderung menjadi mahal atau dianggap aneh. Seorang yang saleh itu dapat menjadi aneh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

MTPJ FEBRUARI '16

MTPJ FEBRUARI '16 MTPJ 14-20 FEBRUARI '16 MTPJ 14-20 FEBRUARI 2016 TEMA BULANAN: Pemulihan Dunia TEMA MINGGUAN: Mengalami Sengsara Untuk menyelamatkan Orang Sengsara Ayub 36:1-15 ALASAN PEMILIHAN TEMA Dunia modern sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

Matematika Pernikahan

Matematika Pernikahan Matematika Pernikahan Pernikahan adalah karunia terpenting yang diberikan kepada umat manusia selama seminggu masa Penciptaan. Setelah menciptakan dunia yang sempurna, dilengkapi dengan segala yang diperlukan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. BAB I Pendahuluan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hidup yang penuh berkelimpahan merupakan kerinduan, cita-cita, sekaligus pula harapan bagi banyak orang. Berkelimpahan seringkali diartikan atau setidaknya

Lebih terperinci

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri Mungkin kelihatannya lebih mudah untuk mengandalkan beberapa ayat Alkitab yang kita gemari untuk membimbing dan menguatkan kita secara rohani. Akan tetapi, kita

Lebih terperinci

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I PENDAHULUAN Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1.1 Krisis Dalam Pelayanan Jemaat Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan. Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1.

PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. 1 Bab I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Kerusakan hutan di Indonesia saat ini dalam tahap yang sangat memprihatinkan. Longgena Ginting eksekutif nasional WALHI menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 Latar Belakang Permasalahan Keberadaan gereja tidak bisa dilepaskan dari tugas dan tanggung jawab pelayanan kepada jemaat dan masyarakat di sekitarnya. Tugas dan tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Permasalahan. Keadaan Indonesia beberapa tahun terakhir ini sering mengalami masa krisis, misalnya saja krisis di bidang ekonomi, politik, keamanan

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

A. Dari segi metodologi:

A. Dari segi metodologi: Lampiran 1 UNSUR-UNSUR PEMBEDA ANTARA DENGAN SEBAGAI BAGIAN DARI RUMPUN ILMU HUMANIORA UNSUR Cakupan Ilmu dan Kurikulum Rumpun Ilmu Agama merupakan rumpun Ilmu Pengetahuan yang mengkaji keyakinan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,

Lebih terperinci

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi disuatu Negara memang sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditinggalkan atau dikesampingkan karena pada hakikatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari

BAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Psikologi Sosial Kata psikologi mengandung kata psyche yang dalam bahasa Yunani berarti jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata ilmu. Dengan demikian, istilah

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak tuntutan, tanggungjawab dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta jemaat. Dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rasul Paulus merupakan salah seorang rasul yang berperan sangat penting dalam kelahiran dan pertumbuhan jemaat Kristen mula-mula, terutama bagi kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Keberadaan para penyandang cacat sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat. Mereka dapat dijumpai di pinggir jalan, panti-panti yang menampung

Lebih terperinci