TINJAUAN PUSTAKA Densifikasi Kayu Densifikasi dengan Kompresi (Pengempaan)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Densifikasi Kayu Densifikasi dengan Kompresi (Pengempaan)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Densifikasi Kayu Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan mutu kayu dan salah satunya adalah proses pemadatan (densification). Tomme et al. (1998) menyatakan bahwa tujuan utama pemadatan kayu adalah untuk meningkatkan sifat-sifat mekanis seperti Young s modulus, kekerasan permukaan, kekuatan geser dan stabilitas dimensi, akibat berkurangnya porsi rongga dalam kayu (porositas) akibat pengempaan. Kayu dapat dipadatkan dan dimodifikasi sifat-sifatnya. Menurut Kollmann et al. (1975), ada tiga cara yang dapat dilakukan, yaitu pemadatan dengan impregnasi (densifying by impregnation), pemadatan dengan pengempaan (densifying by compression), dan kombinasi antara impregnasi dan pengempaan (compregnation). Dengan impregnasi, struktur rongga kayu diisi dengan berbagai zat seperti resin fenol formaldehida, larutan vinil, resin alam cair, lilin, sulfur, dan logam ringan sehingga kayu menjadi lebih padat. Tomme et al. (1998) menyebutkan bahwa pemadatan kayu dengan perlakuan thermo hygromechanical densification mendapatkan hasil yang lebih stabil dan sedikit higroskopis daripada thermomechanical densification. Ada beberapa metode perlakuan yang diberikan kepada kayu untuk memodifikasi sifat kekuatan, stabilitas dimensi, dan kekakuan kayu. Perlakuan itu adalah pemecahan molekul polimer air dengan PEG dan resin sintetis (impreg), pemadatan kayu dengan pemanasan (staypak), dan pemadatan kayu menggunakan resin (compreg). Densifikasi dengan Kompresi (Pengempaan) Pemadatan dengan pengempaan juga dapat memodifikasi sifat-sifat kayu dibawah kondisi tanpa merusak struktur sel kayu (Stamm 1964). Di Amerika Serikat produk pemadatan kayu utuh dikenal dengan nama staypak (US Forest Products Laboratory 1999). Staypak merupakan hasil pemadatan kayu utuh dengan memodifikasi kondisi pemadatan sedemikian rupa sehingga menyebabkan terbebasnya tegangan internal dan mengalirnya lignin. Pada metode kompregnasi, kayu terlebih dahulu diimpregnasi baru kemudian dikempa. 7

2 Sampai saat ini produk-produk kayu yang dipadatkan dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti bahan untuk furnitur dan bahan interior lainnya (Inoue 1996) atau pun untuk keperluan konstruksi (Tomme et al. 1998). Sementara Dwianto (1999) menambahkan bahwa manfaat produk pemadatan juga cocok untuk lantai, furnitur, bahan interior, bahan komposit keteknikan, dan surface densified wood. Menurut l i d a dan Norimoto (1987), dibawah pengaruh kadar air dan panas, produk kayu yang dipadatkan diketahui dapat pulih kembali ke bentuk semula. Lebih lanjut Tomme et al. (1998) mengemukakan bahwa pemadatan bersifat tidak stabil dimana kayu terpadatkan dapat kembali mengembang ketika berada pada kelembaban dan suhu tinggi atau direndam ke dalam air. Bahkan fiksasi yang telah terjadi dapat kembali bila kayu direbus lagi (Dwianto 1999). Agar kayu yang dipadatkan tidak pulih kembali ke bentuk dan ukuran semula, ada tiga cara yang dapat digunakan. Pertama, dengan mencegah terjadinya pelunakan kembali yaitu dengan memperlakukan kayu dengan bahanbahan penolak air (Inoue et al. 1992). Kedua, dengan membentuk ikatan silang diantara komponen penyusun kayu misalnya dengan tetraoksan (tetramer dari formaldehida), para formaldehida atau tetraoksana. Hasil penelitian Inoue et al. (1994) menunjukkan bahwa kayu Sugi (Cryptomeria japonica) yang dipadatkan dengan tetraoksan mampu menghasilkan ikatan silang antar komponen kayu melalui proses formalisasi. Bahkan dengan para formaldehid atau tetraoksana, kayu yang dipadatkan tetap stabil meski direbus kembali selama satu jam (Inoue et al. 1992). Ketiga, dengan melepaskan tegangan dan regangan elastis yang tersimpan di dalam mikrofibril dan matriks penyusun dinding sel. Menurut Stamm (1964), tebal produk staypak cenderung tidak berubah lagi ketika pemadatan berlangsung dibawah kondisi yang menyebabkan lignin mampu mengalir dan membebaskan tegangan dalam (internal stress). Pada cara ini stabilitas optimum diperoleh dengan mengkombinasikan kadar air kayu, suhu dan lamanya pemanasan. Inoue dan Norimoto (1991) meneliti fiksasi permanen dari pemadatan kayu Sugi dengan pemanasan pada kondisi kering. Hasil yang diperoleh adalah fiksasi permanen dicapai pada suhu 180ºC selama 20 jam, atau pada suhu 8

3 200ºC selama 5 jam, atau pada suhu 220 º C selama 3 jam. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian yang juga menggunakan kayu Sugi, Dwianto et al. (1996) menyimpulkan bahwa fiksasi permanen dicapai setelah pemanasan selama 20 jam pada suhu 180 º C atau setelah pengukusan selama 10 menit pada suhu yang sama. Mekanisme fiksasi terkait dengan adanya perubahan kristalinitas akibat pemanasan atau pengukusan. Fiksasi permanen pada pemadatan tersebut dipercaya oleh Dwianto et al. (1998) terbentuk akibat pembebasan tegangan yang tersimpan dalam mikrofibril dan bahan matriks dalam dinding sel yang terdegradasi. Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho dan Ando (2001) dengan perlakuan awal perebusan memperoleh hasil bahwa bambu zephyr menjadi stabil pada saat suhu pengempaan di atas 150ºC. Menurut Okuma dan Dong (1996), pengempaan pada suhu 180 C selama 3 menit dengan kadar air bahan lebih dari 18% cukup untuk merubah bentuk chopstik menjadi bentuk yang stabil. Pada suhu 180 o C komponen kimia utama (selulosa dan lignin) terpisah-pisah dan menjadi plastis. Keadaan ini menyebabkan bebasnya tegangan dalam (internal stress) dan terjadinya fiksasi permanen. Murhofik (2000) melakukan pemadatan kayu Sengon dan Agatis dengan menggunakan alat up ward skala laboratorium pada kadar air jenuh (perendaman dingin) dengan suhu kempa 100 C. Pemadatan kayu sampai 50% dicapai selama 6 jam dengan tekanan 22 bar untuk Agatis dan selama 8 jam dengan tekanan 12 bar pada kayu Sengon. Sifat mekanis kayu rata-rata meningkat dari 100 hingga 200%. Disamping itu, secara visual warna kayu menjadi lebih atraktif, lebih gelap dan stabil dimensinya. Pemulihan ke ketebalan semula dari kayu yang dipadatkan menurun dengan meningkatnya persentase pemadatan, suhu pemanasan, dan lamanya pemanasan. Sedangkan kekerasan, kekuatan lentur, dan kekuatan geser kayu yang dipadatkan meningkat dengan meningkatnya persentase pemadatan. Namun demikian, kayu yang dipadatkan dengan pemanasan menghasilkan sifat mekanis yang lebih rendah daripada yang tanpa pemanasan, kecuali untuk kekerasan pada persentase pemadatan 61% (Hwang 1997). 9

4 Pada teknologi pengempaan dikenal dua mesin kempa yaitu mesin kempa dingin (cold press) dan mesin kempa panas (hot press). Namun ada juga yang merupakan kombinasi dari keduanya yaitu mesin kempa panas dan kempa dingin (hot and cold press). Mesin kempa terdiri dari pelat dan piston yang berbentuk bundar. Berdasarkan arah pengempaan dikenal ada dua macam mesin kempa yaitu down ward dan up ward. Arah penekanan pada mesin down ward dari atas ke bawah, sedangkan jenis up ward dari bawah ke atas. Pada mesin kempa panas, kedua pelatnya dipanaskan bila dioperasikan. Pelat tersebut dipanaskan oleh pipa panas yang berisi uap air panas atau panas yang berakhir dengan tekanan melalui boiler. Besarnya tekanan uap dari boiler menentukan tingginya pemanasan pada pelat. Teknologi pengempaan umumnya digunakan dalam proses pembuatan produk-produk kayu komposit. Pemakaian mesin kempa ditujukan untuk membantu meningkatkan ikatan rekat antara kayu dengan perekat sebagai bahan penyusunannya (Kollmann et al. 1975). Disamping itu mesin kempa juga digunakan untuk tujuan memodifikasi sifat-sifat kayu melalui proses pemadatan. Produk yang dihasilkan dikenal dengan densified wood. Dalam pengoperasian mesin kempa dalam hal ini mesin kempa panas, perlu diatur besarnya temperatur, tekanan dan lamanya pengempaan. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan baik tidaknya produk yang dihasilkan. Densifikasi dengan Impregnasi Impregnasi merupakan pengisian kayu dengan vinil monomer yang diikuti oleh polimerisasi radikal bebas kedalam lumen dan dinding sel. Penambahan bagian penting vinil polymer pada ruang kosong di dalam kayu akan meningkatkan kekuatan kompresi, kekerasan dan daya tahan terhadap gores (Yildiz et al. 2005). Perlakuan modifikasi kimia dengan cara impregnasi dengan monomer vinil melalui pematangan/pengerasan (radiasi atau katalis) secara signifikan memperbaiki daya tahan air, kekerasan kayu, dan sebagainya. Jenis impregnasi pada kayu dengan menggunakan campuran polimer terdiri dari makromonomer dan stirena telah memperbaiki perlindungan terhadap air, kekuatan tekan dan 10

5 bending. Penggunaan glicidil metakrilat (GMA) dengan dialil ptalat (DAP) secara bersamaan dapat memperbaiki stabilitas dimensi, daya tahan air dan sifat mekanis kayu yang lebih signifikan dibandingkan penggunaan GMA atau DAP secara terpisah. Impregnasi kayu dengan monomer jenis aklirik atau vinil menunjukkan stabilitas dimensi yang rendah karena adanya kandungan air. Hal ini dikarenakan keterbatasan monomer yang masuk kedalam rongga sel pada dinding sel (Rashmi et al. 2003). Untuk meningkatkan kualitasnya kayu dapat dimodifikasi sifatsifatnya. Menurut Kollmann et al. (1975), salah satu cara yang bisa dilakukan, yaitu impregnasi. Dengan impregnasi, struktur rongga kayu diisi dengan berbagai zat yang akan menyebabkan struktur kayu menjadi lebih padat. Selain dengan polimerisasi resin fenol formaldehida dan larutan vinil, impregnasi ke dalam struktur rongga kayu juga menggunakan resin alam cair, lilin, sulfur, dan logam ringan. Kayu yang diimpregnasi dengan bahan plastik mengakibatkan bahan plastik akan mengisi rongga sel dan membentuk ikatan dengan rantai selulosa dari kayu (Ibach et al. 2005). Dikatakan pula bahwa dalam pembuatannya zat monomer diimpregnasikan ke dalam kayu, kemudian diradiasi dengan sinar gamma dengan dosis tertentu, sehingga terjadi polimerisasi. Kayu yang dihasilkan dengan proses ini memiliki sifat fisik dan mekanis yang lebih baik dari kayu aslinya, sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang memerlukan persyaratan kekuatan yang tinggi. Pertimbangan pemberian perlakuan modifikasi kimia dengan cara impregnasi menggunakan polimer tergantung pada tujuan penggunaan akhirnya (Rowell 2005). Ikatan rangkap dan gugus glycidyl terdapat pada GMA. Gugus glicidil dapat bereaksi dengan gugus yang mengandung hydrogen aktif seperti gugus asam amino, hidroksil dan karbonil. Gugus glicidil dan sambungan ikatan rangkap dalam GMA dapat bereaksi dengan gugus hidroksil dari selulosa yang terdapat pada kayu dan untuk co-polimerisasi masing-masing dengan monomer jenis vinil atau aklirik (Rashmi et al. 2003). 11

6 Metoda yang digunakan untuk memasukan bahan kimia ke dalam kayu dibedakan atas metoda tekanan dan tanpa tekanan (Sumardi 2000). Metoda tekanan merupakan metoda yang paling berhasil dan digunakan secara luas, tetapi memerlukan energi yang lebih tinggi. Dibandingkan metoda lain, metoda tekanan mempunyai beberapa keuntungan yaitu: proses relatif singkat, dapat dikontrol, lebih efisien, penetrasi lebih dalam dan merata. Berdasarkan perbedaan vakum, metoda tekanan dibagi 2 (dua) golongan yaitu proses sel penuh (full cell process) dan proses sel kosong (empty cell process). Proses sel penuh bertujuan mempertahankan sebanyak cairan yang telah didorong masuk ke dalam kayu selama proses tekanan. Proses ini meninggalkan konsentrasi maksimum dari bahan kimia dalam kayu. Pada proses sel kosong, sebagian bahan kimia yang didorong masuk ke dalam kayu dan dibantu dengan panas akan menghasilkan stabilitas dimensi yang tinggi (Haygreen dan Bowyer 1993). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Kayu Proses pemadatan kayu dipengaruhi oleh faktor luar kayu dan faktor dalam kayu seperti proses plastisasi, kadar air, temperatur dan waktu kempa, kerapatan serta jenis kayu. Faktor Dalam Kayu Pengempaan kayu basah atau berkadar air tinggi dapat menyebabkan terjadinya tekanan hidrostatis pada bagian tengah kayu yang berakibat kerusakan tekan. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah, maka diperlukan waktu yang lama untuk proses plastisasi. Proses plastisasi yang dianjurkan adalah pengukusan dan perebusan kira-kira 15 menit/cm tebal kayu dengan kadar air 20-25%. Untuk bahan yang lebih tebal dan kadar air yang rendah, maka diperlukan waktu pengukusan atau perebusan yang lebih lama, yaitu 30 menit/cm (FPL 1999). Kayu kerapatan rendah lebih mudah dibentuk dan dipadatkan dibandingkan dengan kayu kerapatan tinggi seperti hasil penelitian Killmann dan Koh (1988) terhadap kayu sawit. Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin banyak zat kayu pada dinding sel, maka semakin tebal dinding sel semakin sukar kayu tersebut dibentuk. 12

7 Jenis kayu yang berbeda akan mempunyai struktur dan komposisi kandungan kimia yang berbeda pula. Dwianto, Inoue dan Norimoto (1997) melakukan pemadatan kayu sugi, pinus dan albizia yang ternyata mempunyai sifat peregangan kembali yang berbeda satu dengan lainnya. Bardet et al. (2002) mengamati sepuluh jenis kayu yang dipadatkan dan setiap jenis mempunyai viskoelastis yang berbeda. Faktor Luar Kayu Dalam proses seperti pelengkungan atau pemadatan kayu, dinding sel kayu harus lunak atau plastis sehingga lebih mudah dibentuk. Yano (2000) menyatakan bahwa terdapat dua hal yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kekuatan kayu yaitu kualitas dan kuantitas material dinding sel. Perubahan bentuk dinding sel tanpa rusak, merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pemadatan kayu untuk meningkatkan mutu atau kekuatan kayu. Untuk mendapatkan hasil yang baik tanpa kerusakan pada dinding sel, maka perlu dilakukan plastisasi dinding sel. Plastisasi dinding sel dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara kimiawi, fisik atau kombinasi keduanya. Secara kimia dapat dilakukan dengan perendaman dalam bahan kimia seperti larutan amonia (Killmann dan Koh 1988) dan secara fisik dengan peningkatan kadar air atau pemberian panas. Berbagai cara peningkatan kadar air dan pemberian panas yang telah dilakukan antara lain radiasi dengan gelombang mikro (Dwianto et al. 1998), penguapan (Dwianto 1999), pengukusan (Navi et al. 2000), perendaman, perebusan dan pengukusan (Sulistyono 2001). Sedangkan kombinasi kimia dan fisik dilakukan oleh Higashihara et al. (2002) dengan memanaskan kayu jenuh gliserin dan sedikit asam sulfat. Dinding sel kayu merupakan komposit dengan serat sebagai tulangan yang terdiri dari beberapa lapisan yang heterogen, baik struktur maupun komposisi kandungan kimianya. Komponen utama penyusun dinding sel adalah rantai selulosa yang bergabung membentuk satu ikatan dan mempunyai arah orientasi yang sama, disebut mikrofibril. Tiap lapisan dinding sel mempunyai arah mikrofibril yang berbeda, yang diselubungi oleh matrik berupa lignin dan hemiselulosa (Dwianto et al.,1998). Molekul air yang masuk ke kayu tidak dapat 13

8 masuk ke daerah kristalin mikrofibril tetapi berikatan dengan matrik dan ruang antara matrik-mikrofibril serta bertindak sebagai agen pengembang dan plasticizer. Ketika kayu dipanaskan dalam kondisi basah maka terjadi pelunakan komponen matrik. Selulosa berikatan dengan matrik secara kimiawi dan plastisasi dinding sel akan terjadi bila matrik yang menyelimuti selulosa melunak, sedangkan mikrofibril selulosa tetap dalam keadaan transisi gelas karena mikrofibril hampir tidak terpengaruh oleh lembab dan panas. Menurut Bodig dan Jayne (1982), plastisasi kayu adalah perubahan karakteristik kayu sehingga menjadi lebih lunak. Tujuan plastisasi adalah untuk memungkinkan pelengkungan atau pembuatan bentuk kayu dengan energi lebih rendah dan kerusakan-kerusakan lebih kecil, atau untuk membuat kayu menjadi suatu bentuk yang dipadatkan. Setelah proses plastisasi diharapkan kayu menjadi plastis sehingga mudah dibentuk dan dipadatkan. Proses plastisasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisik dan secara kimia. Secara fisik, plastisasi kayu terjadi bila tiga komponen yaitu air dalam kayu, temperatur yang tinggi dan tekanan ada secara bersama-sama. Bila salah satu komponen di atas tidak ada maka plastisasi kayu tidak akan terjadi. Sedangkan secara kimia proses plastisasi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Faktor perlakuan atau pra perlakuan sebelum kayu dipadatkan adalah proses plastisasi yang terdiri dari perendaman dingin, perendaman panas, perebusan dan pengukusan dengan autoklaf. Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980), adanya penyerapan air oleh dinding sel menyebabkan mikrofibril mengembang sesuai dengan jumlah cairan yang ditambahkan. Pada saat itu kayu secara mudah dapat melakukan deformasi. Plastisasi dicapai pada suhu di atas 120 o C. Pada saat proses produksi, proses plastisasi bisa dilakukan pada tahap perlakuan pendahuluan sebelum kayu dikempa dan pada saat proses pengempaan. Pada tahap perlakuan dapat dilakukan dengan cara perebusan dan pengukusan di dalam autoklaf sampai suhu mencapai lebih dari 120 C. Dan pada saat proses pengempaan dapat dilakukan dengan mengatur suhu kempa pada alat kempa di atas 120 C. 14

9 Temperatur dan waktu kempa saling berkorelasi: semakin tinggi temperatur maka waktu kempa akan semakin pendek dan sebaliknya. Temperatur yang tinggi akan merusak struktur anatomi dan kimia kayu dan akan menurunkan kekakuan kayu. Sebaliknya dengan temperatur yang rendah, memungkinkan tidak tercapainya hasil yang diinginkan (Dwianto et al.1999). Pelunakan kayu terjadi pada dua tahap yaitu pada temperatur sekitar 80 dan 180ºC (Takahashi et al. 1998). Tahap pertama terjadi pelunakan lignin saat tercapai temperatur transisi gelas (Tg) lignin sebesar 83 C, selanjutnya terjadi dekomposisi hemiselulosa di dinding sel menjadi monomer gula karena penguapan selama beberapa menit pada temperatur sekitar 180 C. Pencapaian temperatur tersebut akan lebih mudah terjadi pada kayu dengan kadar air tinggi karena adanya pemanasan molekul air di dalam kayu. Monomer Stirena Stirena adalah cairan hidrokarbon yang tidak berwarna dengan rumus kimia seperti pada Gambar 2, dengan titik didih 145 o C (293 o F) dan dapat membeku pada suhu 30 o C (23 o F). Stirena juga dikenal sebagai vinyl benzen yaitu suatu hidrokarbon yang wangi. Stirena adalah suatu cairan berminyak tak berwarna yang menguap dengan mudah dan berbau manis. Stirena dinamakan getah kemenyan dan dapat disadap dari pohon. Untuk tingkat rendah stirena terjadi secara alami di dalam tumbuh-tumbuhan seperti halnya berbagai makan seperti buah-buahan, sayur, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Produksi stirena di Amerika Serikat meningkat secara dramatis sepanjang tahun 1940, ketika dipopulerkan sebagai bahan untuk karet sintetis. Stirena seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 merupakan suatu jenis monomer yang umum dipakai untuk wood plastic composites. Stirena dapat dipolimerisasi dalam kayu dengan menggunakan katalis (vazo atau peroksida) dan panas, atau radiasi. Monomer lain yang biasanya ditambahkan untuk mengendalikan tingkat polimerisasi, meningkatkan polimerisasi dan ikatan silang stirena untuk memperbaiki sifat fisis dari wood plastic composites (Ibach et al. 2005). 15

10 Kekerasan, keteguhan pukul, keteguhan tekan dan geser, bending dan keteguhan belah dari kayu yang diberi perlakuan stirena lebih baik dibandingkan dengan kayu tanpa stirena dan hampir sama atau bahkan lebih baik dari sampel yang diimpregnasi dengan MMA. Kayu yang diberi perlakuan warnanya menjadi lebih kuning dari kayu asal (Ibach et al. 2005). Gambar 2 Struktur Stirena Modifikasi dari beberapa tipe kayu daun jarum dan kayu daun lebar dengan polistirena dapat memperbaiki daya tahan pemakaian. Komposit kayu polistirena yang terbuat dari kayu daun lebar jenis birch, gray dan black alder, serta spruce lebih tahan terhadap pengikisan dibandingkan dengan kayu alami (Ibach et al. 2005). Flexural strength, kekerasan dan kerapatan kayu alder meningkat dengan adanya impregnasi stirena dan pemanasan sampai diperoleh kayu jenuh polistirena (Ibach et al. 2005). Modifikasi kayu poplar dengan polistirena telah meningkatkan kekerasan kekuatan statik bending dan keuletan. Peningkatan keuletan tergantung pada kandungan polimer sampai pada batas tertentu (Ibach dan Ellis 2005). Metil Metakrilat (MMA) MMA seperti terlihat pada Gambar 3 merupakan monomer yang paling umum digunakan untuk wood plastic composites. MMA adalah suatu cairan mudah terbakar yang tidak berwarna. Monomer ini sedikit mahal dan paling tersedia di pasaran serta dapat digunakan sendirian atau di kombinasi dengan monomer lain sebagai crosslink sistem polimer. MMA mempunyai titik didih yang rendah (101ºC), titik lebur pada 48 o C, dapat larut dalam kebanyakan bahan pelarut organik tetapi tidak dapat larut dalam air dikarenakan adanya esterifikasi metakrilamida sulfat dengan methanol. MMA diproduksi secara komersial dari C4 16

11 (isobutilena dan teta-butyl alcohol) melalui dua proses oksidasi. Proses ini tidak memerlukan asam sulfat dan hasil sampingannya bersifat asam. MMA adalah monomer untuk membuat polimetil metakrilat (PMMA) yang digunakan untuk pengganti gelas agar tahan banting. Polimer dan co-polimer metal methacrylate juga selalu digunakan untuk bahan baku lem, emulsi polimer, bahan pembungkus, material konstruksi dan lain-lain. MMA menyusut 21% setelah polimerisasi, yang hasilnya ada beberapa ruang kosong diantara permukaan dinding sel kayu dan polimer. menambahkan crosslinking monomer seperti di- dan tri-methacrylate (Ibach et al. 2005). Penggunaan utama yang mengkonsumsi kira-kira 80% MMA adalah sebagai bahan pembuatan polimetil metakrilat plastik akrilik (PMMA). MMA juga digunakan untuk produksi co-polimer metil metakrilat-butadiena-stirena (MBS), yang digunakan sebagai suatu modifikasi untuk PVC. H 2 C = C CH 3 O = C CH 3 Gambar 3 Struktur metil metakrilat Peningkatan penyusutan polimer, dimana hasilnya lebih besar pada ruang kosong diantara polimer dan dinding sel. MMA dapat dipolimerisasi pada kayu dengan menggunakan bahan katalis (vazo atau peroksida) dan panas, atau radiasi. Pengasapan MMA menggunakan cobalt-60 dibantu penyinaran gamma memerlukan waktu yang lebih panjang (8-10 jam) tergantung pada keadaan radiasi yang berubah-ubah. Catalyst-heat memulai reaksi lebih cepat (minimum 30 atau kurang dari 60ºC). Hubungan yang signifikan diantara kayu yang diberi perlakuan yaitu modulus kekerasan, kerapatan kayu, dan loading. Perbedaan yang besar nilai modulus kekerasan dari kayu aspen dan maple dihubungkan karena kayu-kayu tersebut berstruktur tata baur. Nilai modulus kekerasan yang tinggi pada red oak diduga karena pengaruh kerapatan atau polymer loading. Compressive dan bending strengths pada kayu tropis (Kapur- Dryobalanops sp.) sangat signifikan dengan impregnasi menggunakan monomer 17

12 MMA. Penggunaan metode gamma irradiation, beberapa wood poly tropis dan polyvinyl acetate composites yang dibuat memperlihatkan pengaruh yang signifikan dengan compressive strength. Contoh uji dengan rata-rata polymer content 63% (dry wood) menunjukkan peningkatan pada compressive, strength, toughness, radial hardness, compressive strength parallel, dan tangential sphere strength (Ibach et al. 2005). Kekerasan dan sifat mekanis pada kayu poplar ditingkatkan dengan impregnasi menggunakan monomer MMA dan polimerisasi dengan sinar gamma. Kekerasan kayu yang diberi perlakuan dapat ditingkatkan dengan tekanan impregnasi dan berat polimer. Sifat Fisis, Mekanis dan Komponen Kimia Kayu Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar yang berperan penting dan erat hubungannya dengan struktur kayu itu sendiri (Tsoumis 1991). Sifat fisis kayu yang terpenting diantaranya adalah kadar air, kerapatan, berat jenis dan kembang susut kayu. Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat di dalam kayu, yang dinyatakan persen terhadap berat kering oven. Kadar air ini bervariasi antar posisi kayu dalam pohon dan antar pohon sejenis (Brown et al. 1952). Fluktuasi jumlah kandungan air di dalam kayu akan berpengaruh terhadap sifatsifat kayu (Panshin dan de Zeeuw 1980). Perubahan kadar air dibawah titik jenuh serat (± 30%) akan diikuti oleh perubahan sifat mekanis dan perubahan bentuk. Kerapatan didefinisikan sebagai perbandingan massa suatu bahan terhadap satuan volumenya. Kerapatan kayu ini berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong (Haygreen dan Bowyer 1993). Sedangkan Kollmann dan Cote (1968) berasumsi bahwa pada umumnya kualitas kayu sebagai bahan bangunan tergantung pada kerapatannya. Kenyataannya terdapat sebuah korelasi antara sifat mekanis, kekerasan, ketahanan abrasi, dan nilai kalor kayu dengan kerapatan kayu. 18

13 Berat jenis biasanya dinyatakan sebagai perbandingan kerapatan suatu bahan dengan kerapatan benda standar (air) pada suhu 4 C (Brown et al. 1952). Berat jenis kayu merupakan suatu sifat fisis kayu yang paling penting, sehingga dapat mempelajari lebih banyak mengenal sifat alam contoh uji kayu dengan menentukan berat jenisnya (Haygreen dan Bowyer 1993). Pendekatan hubungan antara kerapatan dan berat jenis tersebut di atas didasarkan pada massa yang diukur sama. Padahal dalam perhitungan kerapatan kayu ada kemungkinan menggunakan massa yang berbeda, yaitu massa kering udara dan massa kering oven. Jika menggunakan perhitungan massa yang berbeda maka perhitungan tersebut di atas tidak berlaku, sebab kerapatan kayu dihitung dengan massa kering udara, sedang berat jenis dengan menggunakan massa kering oven. Kayu bersifat higroskopis yaitu mengikat dan melepaskan air sesuai dengan keadaan suhu dan kelembaban udara sekitarnya. Kayu juga bersifat anisotropis, yaitu mengembang atau menyusut tidak sama besar dalam tiga arah, yaitu longitudinal, tangensial dan radial (Kollmann dan Cote 1968). Kayu yang terpadatkan mempunyai dimensi yang relatif lebih stabil. Dengan demikian kembang susut yang terjadi sebagai akibat perubahan suhu dan kelembaban sekitar (spring back) tidak terlalu besar. Pengembangan dapat dirumuskan sebagai selisih antara dimensi akhir dengan dimensi awal dibandingkan dengan dimensi awalnya. Sifat Mekanis Kayu Sifat mekanis kayu merupakan sifat yang berhubungan dengan kekuatan dan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimanfaatkan, terpuntir, atau terlengkungkan oleh suatu beban yang mengenainya (Haygreen dan Bowyer 1993). Menurut Kollmann dan Cote (1968), sifat mekanis kayu yang dapat dipakai untuk menilai kekuatan kayu adalah keteguhan lentur statis (static bending strength), keteguhan tekan (compressive strength), keteguhan tarik (tensile strength), keteguhan geser (shearing strength), kekakuan (stiffness), keuletan (toughness), kekerasan (hardness), dan ketahanan belah (cleavage resistance). 19

14 Keteguhan lentur statis (static bending strength) menurut Haygreen dan Bowyer (1993), merupakan sifat yang digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar. Apabila suatu gelagar dibengkokan, separuh yang atas mengalami tarikan, sedangkan sumbu netral tidak mengalami tegangan tarik maupun tegangan tekan. Dari pengujian keteguhan lentur akan diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum. Dibawah batas proporsi terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dengan regangan, dimana nilai perbandingan antara tegangan dan regangan disebut modulus of elasticity (MOE). Modulus of rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian yang sama untuk menentukan MOE (Haygreen dan Bowyer 1987). Kekerasan (hardness) merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan kikisan pada permukaannya. Sifat ini dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, daya ikat serat dan susunan serat. Nilai yang didapat dari hasil pengujian merupakan uji pembanding, yaitu besar gaya yang dibutuhkan untuk memasukan bola baja yang berdiameter 0,444 inchi pada kedalaman 0.22 inchi (Wangaard 1950). Komponen Kimia Kayu Dengan menyimak komponen kimia dan serat kayu, dapat direncanakan tindakan-tindakan teknologi dalam rangka memperbaiki sifat-sifat dan kualitas produk. Perbedaan umur pohon memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komposisi kimia kayu. Kadar selulosa, lignin, kelarutan dalam ethanol-benzena dan air dingin, secara umum menunjukkan kecenderungan menurun dengan bertambahnya umur pohon sedangkan kadar pentosan cenderung meningkat. Sel-sel kayu disusun atas matrik polimerik berupa polisakarida dan lignin. Komponen kimia kayu secara umum terdiri dari selulosa. hemiselulosa, lignin, zat ekstraktif, abu dan mineral. Kayu umumnya mengandung 50% selulosa, 30% lignin, 20% hemiselulosa, pentosa dan beberapa jenis gula. Beberapa jenis kayu daun lebar di Indonesia mengandung 40-50% selulosa, 15-35% lignin, 20-35% hemiselulosa dan 3-10 zat ekstraktif. Unsur-unsur penyusun kayu tergabung dalam sejumlah senyawa organik berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin. 20

15 Proporsi lignin dan hemiselulosa sangat bervariasi diantara spesies-spesies kayu dan juga diantara hardwood dan softwood (Haygren dan Bowyer 1993). Terdapat perbedaan komposisi kimia dalam kayu di beberapa tempat atau bagian dari pohon. Pada beberapa hardwood jumlah lignin, selulosa dan ekstraktif pada kayu gubal dan kayu teras tidak menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok. Kayu akhir memiliki selulosa yang lebih tinggi dan kadar lignin yang lebih rendah dibandingkan kayu awal. Haygreen dan Bowyer (1993) menambahkan, disamping komponenkomponen dinding sel yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin terdapat pula sejumlah zat yang disebut bahan tambahan atau zat ekstraktif kayu yang merupakan zat-zat dengan berat molekul rendah. Penggolongan komponen utama kimia kayu seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif dimaksudkan untuk menggambarkan komposisi kayu dan memperkirakan sifat-sifat kayu tersebut dikaitkan dengan penggunaannya. 1. Selulosa Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman. Di dalam kayu selulosa merupakan penyusun utama kayu, kira-kira 40-45%. Bahan kering dari spesies kayu adalah selulosa terutama dalam dinding sekunder sel (Sjostrom 1995). Selulosa adalah unsur struktural dan komponen utama dari pohon dan tanaman tingkat tinggi lainnya. Selulosa sebagai struktur dasar sel kayu berperan dalam pembentukan susunan lapisan dinding sel kayu. Proporsi selulosa akan memberikan tebal tipisnya lapisan dinding sel dan berpengaruh besar terhadap sifat-sifat sel. Sejumlah selulosa menambah proporsi berat dinding sel (Haygren dan Bowyer, 1987). Selulosa adalah molekul gula linier berantai panjang tersusun dari monomer glukosa. Unit terkecil dari selulosa adalah selobiosa yang terdiri dari dua monomer glukosa, dengan unit ulangan polimer terikat melalui ikatan glikosida (1-4) (Rowell 2005) seperti yang tertera pada Gambar 4. 21

16 Gambar 4 Struktur selulosa 2. Hemiselulosa Hemiselulosa adalah polisakarida dengan rantai samping yang pendek, tersusun dari lima jenis gula dan dua asam uronat. Jenis gula merupakan kombinasi dari gula berkarbon 5 (xilosa dan arabinosa) dan gula berkarbon 6 (glukosa, manosa, dan galaktosa) dan asam glukuronat dan galakturonat. Kadar hemiselulosa dalam kayu kering berkisar dari 20-35%. Pada umumnya hemiselulosa mempunyai berat molekul yang lebih rendah dari selulosa, dan dapat larut didalam larutan alkali serta lebih mudah dihidrolisis oleh asam (Rowell 2005). Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dalam dindingdinding sel. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi sebesar 200. Hemiselulosa disusun oleh berbagai jenis monomer yaitu terdiri dari unit pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksi-heksosa, seperti yang tertera pada Gambar 5. Gambar 5 Unit pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksi heksosa 22

17 3. Lignin Penyusun utama kayu lainnya adalah lignin. Lignin merupakan molekul polifenol yang strukturnya tiga dimensi dan bercabang banyak. Strukturnya komplek dan berbobot molekul tinggi Lignin merupakan senyawa aromatik yang terdiri dari unit fenilpropana yang memiliki gugus metoksil dan inti phenol serta saling mengikat dengan ikatan eter atau ikatan karbon, mempunyai berat molekul tinggi dengan 61-67% karbon, 5-6% hidrogen, dan 30% oksigen, seperti tertera pada Gambar 6. Gambar 6. Struktur pembentuk lignin (I) kumaril alkohol; (II) koniferil alkohol; (III) sinapil alkohol Haygreen dan Bowyer (1993) mengatakan bahwa lignin terdapat di antara sel-sel dan didalam dinding sel. Keberadaan lignin dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil dimensi dan mengurangi degradasi terhadap selulosa. Lignin dapat dibagi kedalam beberapa kelompok menurut unsur strukturnya yaitu: a. Lignin guasil: terdapat pada kayu daun jarum (26-32%) dengan prazat koniferil alkohol. b. Lignin guaiasil-siringil: merupakan ciri kayu daun lebar (20-28%) dengan prazat koniferil alkohol, sinapsil alkohol (4:1-4:2) 23

18 4. Holoselulosa Kadar holoselulosa terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang tinggi dan sangat diperlukan dalam pembuatan pulp dan kertas. Holoselulosa berpengaruh terhadap sifat keteguhan dan kekuatan serat sehingga sulit didegradasi oleh fungi. Holoselulosa memilki sifat afinitas yang besar terhadap air (Fengel dan Wegener 1995). Kadar holoselulosa dalam kayu banyak terdapat pada bagian dinding sekunder yang berfungsi sebagai penguat tekstur dan berfungsi sebagai energi karena senyawa ini terdiri dari unit monosakarida, maka apabila dihidrolisis dengan campuran asam sulfat. soda abu dan kapur pada suhu 170 o C akan dihasilkan monomer, furfural, asam asetat dan etanol yang dapat digunakan untuk keperluan industri. 5. Zat Ekstraktif Kayu Zat ekstraktif adalah bagian dari komponen kimia kayu yang dapat diekstrak dengan pelarut tertentu, dan merupakan senyawa berbobot molekul rendah. Ekstraktif dapat dibagi menjadi fraksi lifofilik dan fraksi hidrofilik. Fraksi lifofilik antara lain lemak, lilin, terpena, terpenoid, dan alkohol alifatik tinggi. Sedangkan yang termasuk dalam fraksi hidrofilik adalah senyawa fenolik (tanin, lignan, stilbena), karbohidrat terlarut, protein, vitamin, dan garam-garam anorganik. Jumlah total dan macam zat ekstraktif pada kayu teras bervariasi antar jenis. Umur merupakan suatu faktor dalam pembentukan kayu teras dimana umur pohon mempunyai pengaruh nyata pada tebal kayu gubal yang dikandungnya. Kondisi ini menyebabkan kadar ekstraktif pada kayu cepat tumbuh lebih rendah jika dibandingkan dengan kayu lambat tumbuh (Hillis 1987). Brown et al. (1952) menyatakan bahwa zat ekstraktif memiliki banyak peranannya didalam kayu walaupun jumlahnya sedikit. Bau, warna dan ketahanan kayu dari faktor perusak kayu ditentukan oleh zat ekstraktif. Beberapa zat ekstraktif seperti tanin dan senyawa-senyawa fenolik memiliki sifat racun dan dapat mencegah kerusakan kayu oleh faktor perusak kayu. Zat ekstraktif yang dikenal menghambat pelapukan adalah senyawa-senyawa pheonolik dengan keefektifan yang ditentukan oleh macam dan jumlah yang ada. Ketahanan kayu 24

19 terhadap pelapukan paling besar ada dibagian luar kayu teras dan menurun dekat empulur. Senyawa fenolik tersebut umumnya terkonsentrasi dalam kayu teras dan kulit dan mempunyai sifat fungisida. Selanjutnya Sjostrom (1995) menyatakan bahwa ekstraktif fenol terutama terdapat pada kayu teras dan dalam kulit yang berguna melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangga. Struktur Seluler Kayu Kayu merupakan material yang terdiri atas sel-sel. Proses densifikasi dapat merubah bentuk sel kayu. Perubahan bentuk dan ukuran sel kayu sekecil apapun akan menyebabkan perubahan sifat kayu sebagai material (Pandit dan Kurniawan 2008). Struktur sel-sel penyusun kayu dapat diamati dengan menggunakan mikroskop elektron seperti Scanning Electron Microscope (SEM) dan X-ray Diffractometer (XRD). SEM dapat mengamati struktur sel kayu (macam dan bentuk sel), dimensi dan elemen-elemen utama dinding sel. Difaksi sinar X dapat mengamati struktur fibril elementer seperti sudut mikrofibril, derajat krisnalinitad dan preferred orientation. Struktur selluler dinding sel kayu yang berpengaruh terhadap kualitas kayu adalah sudut mikrofibril (MFA) (Stuart dan Evans 1994). Sudut mikrofibril dari selulosa pada dinding sekunder kedua (S2) merupakan faktor penentu sifat mekanis kayu (Barnet dan Jeronimidis 2003). Stuart dan Evans (1994); Butterfield (2003) menyatakan bahwa sudut mikrofibril (MFA) adalah sudut yang terbentuk oleh orientasi mikrofibril selulosa terhadap sumbu batang. Orientasi struktural selulosa berpengaruh pada sifat fisis dan mekanis serat terutama kerapatan, kekakuan tarik, kekakuan dan kembang susut. Perubahan kecil pada derajat sudut mikrofibril menghasilkan perubahan sifat serat (Stuart dan Evans 1994). Rowell (2005) menyatakan bahwa sudut mikrofibril pada kayu normal adalah o pada lapisan dinding sel S1, 5-30 o pada lapisan dinding sel S2 dan ±70 o pada lapisan dinding sel S3. Kecilnya sudut mikrofibril pada lapisan dinding sel S2 mengakibatkan lapisan ini tahan terhadap gaya tarik, sedangkan lapisan dinding sel S1 dan S3 yang besar maka lapisan ini tahan terhadap gaya tekan. Panshin dan de Zeeuw (1980) mangatakan MFA berkorelasi negatif dengan 25

20 panjang trakeid. Sudut mikrofibril kayu daun jarum (55 o -20 o ) lebih besar dibanding kayu daun lebar (28-10 o ). Molekul-molekul selulosa yang berikatan satu sama lain membentuk daerah yang teratur (kristalin) dan daerah kurang teratur (amorf). Bagian kristalin selulosa merupakan penataan yang teratur pada pembentukan molekul selulosa dengan pengulangan unit sel dianggap mendekati model monosiklik dua rantai dan besarnya daerah kristalin pada kayu diperkirakan 70% dengan panjang nm (Damayanti 2010). Perbandingan antara daerah kristalin dengan seluruh daerah mikrofibril selulosa adalah derajat kristalin. Kristalin mikrofibril selulosa berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu, peningkatan kristalin selulosa akan menyebabkan kekerasan dan young modulus meningkat sedangkan fleksibilitas menurun (Andersson et al. 2003). Derajat kristalinitas dan sudut mikrofibril dapat diukur dengan X-ray difraksi. Nilai kristalin dipengaruhi oleh pola difraksi yaitu transmisi dan refleksi. Difraksi merupakan distribusi kembali di dalam ruang secara transmisi (meneruskan) atau refleksi (memantulkan) intensitas gelombang. Elemen fibril yang juga dapat diukur dengan X-ray difraksi adalah keteraturan elemen fibril yang dikenal dengan preferred orientation (PO), dimana merupakan bagian yang sangat teratur pada bagian kristalin selulosa. Preferred orientation (PO) berkorelasi positif dengan derajat kristalinitas, semakin tinggi nilai preferred orientation (PO) maka makin banyak daerah kristalin di dalam mikrofibril yang menentukan kekakuan suatu kayu. Ketahanan Kayu Terhadap Organisme Perusak Biodeteriorasi Kayu Kayu dapat mengalami kerusakan secara abiotik (cuaca, termal, kimiawi dan mekanis) dan biotik (serangan binatang, pelapukan dan pewarnaan). Biodeteriorasi adalah perubahan sifat yang tidak diinginkan pada kayu akibat aktifitas organisme hidup. Proses biodeteriorasi oleh organisme kebanyakan dilakukan secara enzimatik. Biodeteriorasi kayu merupakan aksi bersama enzim yang secara individu bertanggung jawab terhadap dekomposisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. 26

21 Ketahanan kayu berbeda terhadap organisme perusak yang sama dan keadaan yang sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan zat kimia (zat ekstraktif) yang terdapat dalam kayu seperti fenol, tannin, alkoloida, chinon dan damar yang mempunyai daya racun terhadap organisme perusak kayu (Martawijaya dan Sumarni 1978). Pembentukan zat-zat ekstraktif di dalam kayu terjadinya bersamaan dengan perubahan dari kayu gubal menjadi kayu teras. Kandungan dan komposisi zat ekstraktif berbeda antara jenis kayu. Pada umumnya kayu daun jarum mengandung zat ekstraktif yang lebih tinggi daripada kayu daun lebar. Rowell (2005) menyatakan bahwa Kebanyakan zat ekstraktif baik pada kayu daun jarum maupun kayu daun lebar terdapat pada kayu teras, yang berpengaruh pada warna, bau dan keawetan kayu. Keawetan alami kayu berkaitan dengan sifat ketahanan kayu terhadap serangan rayap dan jamur. Rayap Kayu Kering Rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light) termasuk ordo Isoptera dari famili Kalotermitidae. Habitat rayap kayu kering adalah kayu kering udara. Koloninya bersarang dalam kayu, tidak memerlukan air dan tidak berhubungan dengan tanah. Rayap kayu kering umumnya dapat bertahan hidup pada kisaran suhu C. Rayap Cryptotermes cynocephalus menyerang hampir semua jenis kayu yang tidak awet, kecuali beberapa jenis kayu awet seperti jati, ulin, kayu hitam, sehingga rayap ini merupakan ancaman yang serius pada kayu-kayu yang ternaungi dengan kadar air kering udara. Perilaku rayap dalam kegiatan makan di laboratorium menunjukkan bahwa dalam keadaan lingkungan tunggal yang terpaksa rayap akan memakan bahan yang diberikan. Pada taraf awal rayap akan melakukan penyesuaian dengan lingkungan yang disediakan. Pada tahap ini aktivitas rayap untuk makan masih rendah, rayap yang tidak mampu menyesuaikan diri akan mati. Rayap yang berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan melakukan orientasi makan. Jika makanan yang disediakan itu sesuai, rayap akan meneruskan makan, tetapi jikatidak sesuai rayap akan memilih berpuasa. Rayap yang lemah akan berangsur-angsur mati dan menjadi makanan bagi rayap yang kuat. 27

22 Deskripsi Kayu Kayu Damar (Agathis loranthifolia Salisb) Pohon Agatis (Agathis loranthifolia Salisb) termasuk ke dalam famili Araucariaceae, dengan nama daerah adalah damar atau agatis. Penyebarannya meliputi Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Di Jawa pohon agatis kebanyakan tumbuh sebagai hutan tanaman. Pohon Agatis mempunyai ketinggian sampai 55 m dengan diameter batang mencapai 150 cm. Batang berbentuk silindris dan lurus. (Martawijaya et al. 1995). Ciri utama kayu Agatis adalah berwarna putih sampai kuning jerami, tidak berpori, permukaan berbintik-bintik coklat pada bidang radial. Kayunya mempunyai kekerasan agak lunak sampai agak keras (Mandang dan Pandit 1997). Berat jenis rata-rata 0,47 (0,42-0,52) dan kelas kuat III. Menurut Martawijaya et al. (1995), kayu Agatis solid memiliki keteguhan lentur statis tegangan pada batas proporsi 316 kg/cm², tegangan pada batas patah (MOR) 503kg/cm² dan nilai MOE sebesar kg/cm², keteguhan tekan sejajar serat 334kg/cm², kekerasan ujung sebesar 225kg/cm² dan kekerasan sisinya 148 kg/cm². Sedangkan Seng (1951) menyatakan bahwa kayu Agatis solid mempunyai kayu teras dan berat jenis rata-rata 0,44. Dikemukakan pula bahwa kayu Agatis solid termasuk kelas kuat III dan kelas awet IV. Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) Lingkaran tumbuh pada kayu normal berkolerasi dengan kerapatan, yaitu kayu dengan pori tata lingkar, kerapatannya cenderung meningkat dengan meningkatnya lingkaran tumbuh tiap inci. Kayu Mangium termasuk jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) yang mampunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas pada bagian terasnya dengan lebar 1-2 cm. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhannya yang cepat serta adanya kayu muda (juvenile wood). Dengan demikian diduga lingkaran tumbuh pada kayu Mangium tidak berkorelasi dengan kerapatan. Tebal kayu gubal dan teras berpengaruh terhadap kekuatan kayu, yaitu bahwa makin tinggi umur kayu maka bagian kayu terasnya semakin tebal. Warna kayu teras dan gubal dapat dilihat jelas, bagian teras berwarna lebih gelap, 28

23 sedangkan gubalnya berwarna putih dan lebih tipis. Warna kayu teras agak kecoklatan, hampir mendekati kayu jati, kadang-kadang mendekati warna jati, arah serat lurus sampai berpadu. Berat jenis (BJ) rata-rata kayu Mangium 0.61 ( ), termasuk dalam kelas kuat III dan kelas awet II-III. Kayu Mangium banyak digunakan sebagai bahan kontruksi ringan sampai berat, mebel, kayu tiang, kayu bakar dan terutama untuk bubur kertas (pulp) dan kertas (Mandang dan Pandit 1997). Pemanfatan kayu Mangium hingga saat ini telah mengalami spektrum yang lebih luas, baik untuk kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu mangium dalam bentuk kayu utuh, partikel, serat ataupun turunan kayu. Dengan masukan teknologi yang terus berkembang pesat maka selain kayunya telah diteliti pula ekstraksi kulit pohon mangium sebagai bahan baku perekat. 29

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kayu jabon (Anthocephalus cadamba M.) memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat IV. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan informasi penggunaan kayu secara lokal oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) 17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kayu merupakan salah satu hasil hutan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Kayu digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya sebagai bahan bakar, bahan baku konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Kimia Kayu

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Kimia Kayu 4 TINJAUAN PUSTAKA Komponen Kimia Kayu Kayu disusun oleh unsur karbon, hidrogen dan oksigen (Haygreen & Bowyer 1995). Di samping itu, kayu juga mengandung senyawa anorganik yang disebut abu. Abu tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam rentang waktu 9 (sembilan) bulan, yaitu mulai dari bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Agustus 2010. Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Microfibril Angle (MFA) Contoh uji persegi panjang diambil dari disk dan dipotong menjadi segmen dengan ukuran 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dari empulur hingga kulit dan diberi nomor mulai dari empulur

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL IV. PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL Pendahuluan Dalam pembuatan papan partikel, secara umum diketahui bahwa terdapat selenderness rasio (perbandingan antara panjang dan tebal partikel) yang optimal untuk

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) KARYA TULIS KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) Disusun oleh : RUDI HARTONO, S.HUT, MSi NIP 132 303 838 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL 2.1.1 Definisi dan Pengertian Papan partikel adalah suatu produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledoneae, family

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu sebagai bahan konstruksi sudah sejak dulu dikenal orang. Dahulu menggunakan kayu sebagai bahan konstruksi hanya didasarkan pada pengalaman dan intuisi. Berkat

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU SENGON (Faraserianthes Falcataria) ARAH TANGENSIAL DENGAN METODE PEREBUSAN DAN DENSIFIKASI.

PENINGKATAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU SENGON (Faraserianthes Falcataria) ARAH TANGENSIAL DENGAN METODE PEREBUSAN DAN DENSIFIKASI. PENINGKATAN SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU SENGON (Faraserianthes Falcataria) ARAH TANGENSIAL DENGAN METODE PEREBUSAN DAN DENSIFIKASI Oleh: RIKO ARIYANTO NIM: 130 500 065 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti diketahui kayu kelapa sawit atau KKS memiliki sifat hidrofil yang tinggi. Tingginya kadar air dan parenkim pada KKS, berakibat sifat fisik dan mekanik dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

II. TEGANGAN BAHAN KAYU

II. TEGANGAN BAHAN KAYU II. TEGANGAN BAHAN KAYU I. Definisi Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Papan partikel adalah salah satu jenis produk papan komposit yang dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik yang terdiri atas sebagian besar selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel

Lebih terperinci

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU KARYA TULIS PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 19 24 PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN THE CHARACTERISTIC IMPROVEMENT OF LOW STRENGTH CLASS WOOD BY PRESSING

Lebih terperinci

Arinana dan Diba. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(2): (2009) ARINANA 1 dan Farah DIBA 2 Corresponding Author :

Arinana dan Diba. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(2): (2009) ARINANA 1 dan Farah DIBA 2 Corresponding Author : 78 KUALITAS KAYU PULAI (Alstonia scholaris) TERDENSIFIKASI (Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan) Quality Pulai (Alstonia scholaris) Densified Wood (Physics, Mechanics and Durability) ARINANA dan Farah DIBA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis pada kayu laminasi dipengaruhi oleh sifat fisis bahan pembentuknya yaitu bagian face, core, dan back. Dalam penelitian ini, bagian face adalah plywood

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Semua tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat dapat dipakai sebagai bahan baku pulp, baik tumbuhan yang termasuk tumbuhan dycotyledoneae atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla TINJAUAN PUSTAKA Kayu Eucalyptus urophylla Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon ekaliptus

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.a Uji Komposisi Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan lignin, sellulosa, dan hemisellulosa S2K, baik serat tanpa perlakuan maupun dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010 PENGARUH ADITIF ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGGANTI MATERIAL FILLER TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN ASPAL (Seminar Usul Penelitian) Oleh M. M. ADITYA SESUNAN 0415011019 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci