HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam, dan mangium hasil pengujian laboratorium terhadap serangan jamur pelapuk kayu S. commune berdasarkan arah serat longitudinal dan cross section seperti terlihat pada tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Nilai Rataan Persentase kehilangan bobot (% P) pada pengujian empat jenis kayu rakyat oleh jamur pelapuk S. commune dengan metode SNI Jenis Kayu dan Arah Serat BA₁ BK₁ KA₁ BA₂ BK₂ KA₂ P (%) Sengon Longitudinal 13,13 8,49 34,11 10,26 5,62 45,09 32,18 Sengon Cross section 11,23 6,86 35,23 9,73 5,79 40,19 15,47 Karet Longitudinal 12,33 10,39 15,75 15,75 8,96 42,92 13,80 Karet Cross section 13,31 11,07 16,71 17,58 9,75 44,48 11,96 Tusam Longitudinal 14,99 13,92 7,10 17,02 12,80 24,73 8,03 Tusam Cross section 15,78 14,99 4,97 18,74 13,59 27,24 9,33 Mangium Longitudinal 12,42 11,39 8,29 16,33 10,67 34,45 6,28 Mangium Cross section 11,08 10,14 8,47 14,97 9,50 36,42 6,33 Ket : BA₁ = Bobot awal contoh uji kayu sebelum pengujian (gram) BK₁ = Bobot kering tanur contoh uji kayu sebelum pengujian (gram) KA₁ = Kadar air contoh uji kayu sebelum pengujian (%) BA₂ = Bobot awal contoh uji kayu setelah pengujian (gram) BK₂ = Bobot kering tanur contoh uji kayu setelah pengujian (gram) KA₂ = Kadar air contoh uji kayu setelah pengujian (%) P = Persentase kehilangan bobot (%) Parameter ketahanan kayu terhadap jamur pelapuk S. commune dilihat dari nilai kehilangan bobot contoh uji (weight loss) yang diperoleh dari hasil uji laboratorium (laboratory test). Kehilangan bobot merupakan nilai pengurangan bobot kayu akibat perlakuan uji laboratorium selama kurang lebih 90 hari yang mengakibatkan bobot kayu berkurang. Standar pengujian yang digunakan pada penelitian ini adalah SNI Standar ini digunakan untuk menguji

2 24 empat jenis kayu rakyat, antara lain: kayu sengon, kayu karet, kayu tusam, dan kayu mangium. Keempat jenis kayu rakyat ini memiliki ukuran yang telah terstandarisasi yaitu 5 cm x 2,5 cm x 1,5 cm ,18 30 Penurunan Bobot (dalam %) ,47 13,8 11,96 8,03 9,33 6,28 6,33 Long Cross 0 Sengon Karet Tusam Mangium Gambar 5. Persentase kehilangan bobot pada pengujian empat jenis kayu rakyat dengan arah serat longitudinal dan cross section oleh jamur pelapuk S. commune dengan metode SNI 4.2 Sidik ragam Tabel 9. Hasil sidik ragam kehilangan bobot terhadap jenis kayu, arah serat, serta interaksi antara jenis kayu dan arah serat Sumber Keragaman db Jk KT Fhit Jenis kayu , ,84 66,87* Arah serat 1 369,63 369,63 20,52* Interaksi ,72 350,24 19,44* Galat/error 72 Total 79 Keterangan : * berbeda nyata pada uji F taraf 0,05 Hasil Analisa Statistik dengan menggunakan sidik ragam pada tabel 9 dengan selang kepercayaan yang digunakan adalah 95%, dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan yang nyata antarperlakuan jenis kayu (sengon x karet x tusam x mangium), maupun antarperlakuan arah serat (longitudinal x cross section), serta

3 25 interaksi antara perlakuan jenis kayu dan arah serat (jenis kayu x arah serat) terhadap kehilangan bobot kayu, hal ini ditandai dengan nilai Pr > F untuk setiap perlakuan adalah < 0,05. Hasil sidik ragam menyatakan bahwa interaksi antara jenis kayu dan arah serat memiliki pengaruh nyata terhadap persentase kehilangan bobot contoh uji pada α = 0,05. Artinya keempat jenis kayu rakyat menghasilkan kehilangan bobot yang berbeda-beda baik menggunakan arah serat longitudinal maupun cross section. Berdasarkan pada grafik 1 juga terlihat bahwa interaksi antara jenis kayu dan arah serat memiliki pengaruh nyata dimana nilai kehilangan bobot pada kayu sengon dan karet, arah serat longitudinal lebih tinggi daripada arah serat cross section. Sedangkan, nilai kehilangan bobot pada kayu tusam dan mangium arah serat longitudinal lebih rendah daripada cross section namun dengan selisih yang lebih kecil. 4.3 Nilai Rata-rata Kehilangan Bobot Berdasarkan Uji Duncan Tabel 10. Nilai rata-rata kehilangan bobot berdasarkan perbedaan jenis kayu Jenis Kayu Rata-rata Sengon Karet Tusam Mangium Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % Berdasarkan tabel 10 di atas, apabila dilihat dari perbedaan jenis kayu, kayu sengon memiliki nilai rata-rata tertinggi sebesar 23,826%. Hasil dari uji Duncan menyatakan bahwa kayu sengon memberikan pengaruh nyata dalam hal ini berbeda nyata dengan kayu karet dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 12,878% serta berbeda nyata dengan kayu tusam dan kayu mangium. Sedangkan kayu tusam dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 8,680% tidak berbeda nyata dengan kayu magium dengan kehilangan bobot sebesar 6,301%. Dengan demikian perlakuan dengan jenis kayu sengon dapat digunakan sebagai kayu kontrol dalam pengujian ketahanan kayu terhadap serangan jamur S. commune.

4 26 Tabel 11. Nilai rata-rata kehilangan bobot berdasarkan perbedaan arah serat kayu Arah Serat Rata-rata Longitudinal Cross section Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % Berdasarkan uji Duncan pada tabel 11 di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata kehilangan bobot arah serat longitudinal sebesar 15,0708 % berbeda nyata dengan arah serat cross section sebesar 10,7718 %. Hal ini sesuai dengan grafik tingkat degradasi rata-rata pada gambar 5 bahwa nilai kehilangan bobot contoh uji kayu sengon dan karet berdasarkan arah serat menunjukkan nilai persentase arah serat longitudinal lebih besar dibandingkan dengan arah serat cross section (berbeda nyata). Sedangkan untuk contoh uji kayu tusam dan mangium berdasarkan gambar 5 menunjukkan hal sebaliknya yaitu bahwa nilai persentase arah serat longitudinal lebih kecil dibandingkan dengan arah serat cross section namun dengan selisih yang kecil sehingga dapat diasumsikan tidak berbeda nyata. Dengan demikian perlakuan dengan arah serat longitudinal dapat digunakan sebagai standar pengujian ketahanan kayu terhadap serangan jamur pelapuk S. commune. Tabel 12. Nilai rata-rata kehilangan bobot dari hasil akhir uji Duncan Interaksi Jenis Kayu & Arah Serat Rata-rata Sengon Longitudinal Sengon Cross Karet Longitudinal Karet Cross Tusam Longitudinal Tusam Cross Mangium Longitudinal Mangium Cross Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %

5 27 Pengaruh dari perbedaaan jenis kayu dan arah serat terhadap persentase kehilangan bobot kayu contoh uji menunjukkan bahwa sengon longitudinal memberikan pengaruh yang nyata dalam hal ini berbeda nyata dengan sengon cross dan perlakuan lainnya (lihat tabel 12). Pengaruh nyata ini terlihat pada persentase kehilangan bobot sengon longitudinal sebesar 32,177 % terhadap sengon cross dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 15,475 %. Sementara untuk beberapa perlakuan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal ini seperti pada karet longitudinal dengan persentase kehilangan bobot sebesar 13,801 % tidak berbeda nyata dengan sengon cross dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 15,475 %. Antara tusam longitudinal dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 8,028 % tidak berbeda nyata dengan tusam cross dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 9,331 %. Hal yang sama juga terjadi antara mangium longitudinal dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 6,227 % tidak berbeda nyata dengan mangium cross dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 6,326 %. Sementara itu, pada perlakuan karet cross dengan rata-rata kehilangan bobot sebesar 11,955% tidak berbeda nyata dengan sengon cross 15,475%, karet longitudinal 13,801%, tusam longitudinal 8,028%, tusam cross 9,331%. Tabel 13. Perbandingan Kelas Awet Kayu Berdasarkan Literatur dan Hasil Uji Laboratorium Jenis Kayu Kehilangan bobot Kelas Awet (penelitian) Long Cross Long Cross Kelas Awet (literatur) Sengon 32,18% 15,47% V IV IV-V *) dan II-IV **) Karet 13,8% 11,96% IV IV V *) Tusam 8,03% 9,33% III III IV ***) Mangium 6,28% 6,33% III III III *) Keterangan: *) Mandang dan Pandit 1997 **) Martawijaya et al ***) Pandit dan Ramdan 2002 Dari hasil pengujian seperti terlihat pada tabel 13 di atas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kehilangan bobot sengon dengan arah serat longitudinal (32,18 %) dan arah serat cross section (15,47 %). Berdasarkan SNI ,

6 28 nilai kehilangan bobot kayu sengon dengan arah serat longitudinal dan cross section termasuk dalam kategori tidak tahan sampai sangat tidak tahan atau masuk dalam kelas awet IV-V dengan persentase kehilangan bobot berkisar antara 10% sampai dengan 30% dan bahkan lebih dari 30%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mandang dan Pandit (1997) bahwa kayu sengon termasuk kelas awet IV-V yang berarti memiliki ketahanan yang sangat rendah terhadap serangan jamur pelapuk S. commune. Martawijaya et al. menambahkan bahwa kayu sengon termasuk ke dalam kelas awet II-IV (tahan sampai tidak tahan). Dengan demikian, sengon dapat direkomendasikan sebagai kayu kontrol pengujian ketahanan kayu alami. Sementara, kehilangan bobot untuk kayu karet dengan arah serat longitudinal (13,8%) dan arah serat cross section (11,96%). Berdasarkan SNI , nilai kehilangan bobot kayu sengon dengan arah serat longitudinal dan cross section termasuk dalam kategori tidak tahan atau masuk dalam kelas awet IV dengan persentase kehilangan bobot berkisar antara 10% sampai dengan 30%. Hal ini menunjukkan bahwa jamur S. commune pada kayu karet tidak cocok dijadikan kontrol dalam uji ketahanan kayu terhadap jamur. Hal ini memang tidak sesuai dengan pernyataan Mandang dan Pandit (1997) bahwa sifat ketahanan kayu karet termasuk dalam kelas awet V yang berarti memiliki ketahanan yang sangat rendah (sangat tidak tahan). Kehilangan bobot untuk kayu tusam arah serat longitudinal (8,03%), dan arah serat cross section (9,33%). Berdasarkan standar pengujian SNI , tingkat katahanan kayu pinus terhadap jamur pelapuk S. commune masuk dalam kategori agak tahan atau masuk dalam kelas awet III dengan skor kehilangan bobot berkisar antara 5% sampai dengan 10%. Hal ini menunjukkan bahwa jamur S. commune pada kayu tusam tidak cocok digunakan sebagai kontrol dalam uji ketahanan kayu terhadap jamur. Hal ini juga tidak sesuai dengan pernyataan Pandit dan Ramdan (2002) bahwa sifat ketahanan kayu pinus/tusam termasuk ke dalam kelas awet IV. Kehilangan bobot untuk kayu mangium arah serat longitudinal (6,28%), dan arah serat cross section (6,33%). Berdasarkan standar pengujian SNI , tingkat katahanan kayu akasia terhadap jamur pelapuk S. commune masuk dalam kategori agak tahan atau masuk dalam kelas awet III dengan skor

7 29 kehilangan bobot berkisar antara 5% sampai dengan 10%. Hal ini menunjukkan bahwa jamur S. commune pada kayu mangium tidak cocok digunakan sebagai kontrol dalam uji ketahanan kayu terhadap jamur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mandang dan Pandit (1997) bahwa sifat ketahanan kayu A. mangium termasuk ke dalam kelas awet III. 4.4 Tingkat Kerusakan Berdasarkan Pengamatan Visual Kayu Pengamatan visual kayu merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat pengaruh serangan jamur pelapuk S. commune secara kasat mata terhadap contoh uji kayu yang diumpankan selama kurang lebih 90 hari. Secara umum, terlihat bahwa kolonisasi miselium menyebar mulai dari sisi dinding sel kayu menuju ke bagian tengah permukaan kayu, serta semakin menebal dan merata di seluruh permukaan kayu seiring dengan bertambahnya lama inkubasi. Dari pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa contoh uji kayu yang telah diserang oleh jamur pelapuk S. commune mengalami perubahan warna, yaitu menjadi lebih terang (cokelat muda atau kemerahan) dan rapuh, seperti terlihat pada keempat jenis kayu rakyat yang diujikan berikut ini. (Gambar 6, 7,8, dan 9) Sengon arah serat longitudinal dan cross section (a.) (b.) (c.) (Sumber foto : Laila F.) Gambar 6. Contoh Uji Kayu Sengon arah serat longitudinal dan cross section (a.) CU kayu sengon sebelum pengumpanan; (b.) CU kayu sengon setelah pengumapanan yang masih diselimuti oleh jamur; (c.) CU kayu sengon setelah pengumpanan selama 90 hari berwarna lebih gelap dan lebih lunak dibandingkan dengan sebelum pengumpanan.

8 30 Karet arah serat longitudinal dan cross section (a.) (b.) (c.) (Sumber foto : Laila F.) Gambar 7. (a.) Miselium pada Contoh Uji Kayu Karet arah serat longitudinal mengeluarkan bakal buah; (b.) Kayu karet cross section yang masih diselimuti jamur; (c.) Kayu Karet arah cross section setelah pengumpanan selama 90 hari berwarna lebih coklat dan gelap dibandingkan sebelum pengumpanan. Tusam arah serat longitudinal dan section (a.) (b.) (c.) (d.) (Sumber foto : Laila F.) Gambar 8. (a.) Kayu Tusam sebelum pengumpanan; (b.) Miselium pada Kayu Tusam arah serat longitudinal; (c.) Miselium pada Kayu Tusam arah serat cross section; dan (d.) Kayu tusam arah serat longitudinal setelah pengumpanan selama 90 hari berwarna lebih coklat dan gelap dibandingkan sebelum pengumpanan.

9 31 Mangium arah serat longitudinal dan cross section (Sumber foto : Laila F.) (a.) (b.) (c.) Gambar 9. (a.) Contoh Uji Kayu mangium longitudinal sebelum pengumpanan; (b.) Miselium pada Kayu mangium arah serat cross section; (c.) Kayu mangium arah serat cross section setelah pengumpanan selama 90 hari berwarna lebih coklat dan gelap dibandingkan sebelum pengumpanan. 4.5 Ketahanan Alami Kayu Menurut Tobing (1977), ketahanan alami kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme perusak kayu, berupa serangga, jamur, dan binatang laut penggerek. Ketahanan kayu dipengaruhi oleh kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang (teras atau gubal), kecepatan tumbuh, dan tempat dimana kayu digunakan. Wistara (2002) dalam Pratiwi (2009) menambahkan bahwa ketahanan alami kayu terutama dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, ketahanan alami kayu cenderung meningkat pula. Brown dan Panshin (1949) dalam Ediningtyas (1993) menyatakan bahwa beberapa zat ekstraktif seperti tannin dan senyawa-senyawa phenolik memiliki sifat racun dan dalam jumlah yang yang cukup, dapat mencegah kerusakan kayu oleh faktor perusak. Zat ekstraktif berperan dalam melawan serangan jamur pelapuk. Jadi, semakin tinggi kandungan ekstraktif yang terdapat dalam kayu maka kehilangan berat kayu tersebut akan semakin rendah. Zat ekstraktif merupakan bagian kecil dari suatu pohon dan bukan merupakan penyusun struktur kayu, namun zat ini cukup esensial dan berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu termasuk ketahanan terhadap serangan serangga dan organisme pelapuk lainnya karena bersifat racun (Ediningtyas 1993). Kandungan

10 32 zat ekstraktif di dalam kayu memang sangat kecil dibandingkan dengan kandungan selulosa, hemiselulosa maupun lignin akan tetapi pengaruhnya cukup besar terhadap sifat kayu dan sifat pengolahannya, antara lain yang sangat penting adalah pengaruhnya terhadap sifat ketahanan alami kayu (Ramadhani 2006). Pada dasarnya semua bagian kayu dapat dimanfaatkan oleh mikro organisme tertentu. Holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) dan lignin yang secara bersama menyusun bagian terbesar kayu, akan dipecahkan oleh enzimenzim yang dikeluarkan oleh cendawan dan bakteri menjadi persenyawaanpersenyawaan yang sederhana, seperti gula, yang dapat diabsobsi dan dicerna oleh organisme-organisme perusak kayu (Scheffer 1973 dalam Pratiwi 2009). Ketahanan alami ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap faktor perusak kayu, sehingga dengan sendirinya ketahanan alami ini akan bervariasi sesuai dengan variasi jumlah serta jenis zat ekstraktifnya. Hal ini menyebabkan ketahanan alami berbeda-beda menurut jenis kayu, dalam jenis kayu yang sama maupun dalam pohon yang sama. Variasi ketahanan dalam pohon yang sama terjadi antara kayu gubal dengan kayu teras. Kayu gubal mempunyai ketahanan yang rendah karena gubal tidak mengandung zat ekstraktif. Inilah sebabnya penggolongan ketahanan kayu didasarkan pada ketahanan kayu terasnya. Variasi ketahanan juga terdapat di dalam kayu teras, dimana kayu teras bagian luar lebih awet dibanding kayu teras bagian dalam (Tobing 1977). 4.6 Ketahanan Kayu Terhadap Jamur Pelapuk S. commune Fr. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak kayu yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. S. commune Fr. merupakan jamur pelapuk putih (white rot) yang merombak lignin dan selulosa. Jamur pelapuk kayu mampu merusak selulosa dan lignin penyusun kayu dengan cara menguraikan kayu melalui proses enzimatik dari bentuk yang kompleks menjadi lebih sederhana. Hal ini menyebabkan bobot kayu menurun dari bobot awalnya. Besarnya nilai kehilangan bobot akibat

11 33 serangan jamur dalam waktu tertentu menunjukkan tingkat penyerangan jamur terhadap kayu tersebut (Tambunan & Nandika 1989 dalam Fitriyani 2010). Hasil Analisa Statistik menyatakan bahwa persentase kehilangan bobot berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05. Artinya keempat jenis kayu rakyat menghasilkan kehilangan bobot yang berbeda-beda baik menggunakan arah serat longitudinal maupun cross section. Nilai rataan kehilangan bobot pada kayu sengon nyata lebih tinggi dibanding ketiga jenis kayu rakyat lainnya (kayu karet, tusam, dan mangium). Hal ini diduga karena jumlah selulosa dan lignin yang terkandung pada kayu sengon lebih tinggi dibanding ketiga kayu lainnya. Martawijaya et al. (1989) dalam Atlas Kayu Jilid 2 menyatakan bahwa kadar selulosa kayu sengon tergolong tinggi (49,4%), sedangkan kandungan ligninnya termasuk sedang (26,8%). Menurut Pari (1996), kandungan selulosa kayu karet tergolong tinggi (47,81-48,64%). Boerhendy dan Agustina (2006) dalam Fitriyani (2010) menambahkan bahwa kandungan selulosa pada kayu karet mencapai 45%, sedangkan kandungan ligninnya tergolong sedang yaitu 19,0-24,0%. Sementara, menurut Deptan (1999) dalam Malik et al. bahwa kandungan selulosa pada kayu mangium tergolong sedang yaitu sebesar 40-44%, sedangkan menurut Siagian et al. (1999) kandungan ligninnya sebesar 19,7%. Pelapukan kayu merupakan proses berkurangnya kepadatan kayu yang dikarenakan terjadinya kerusakan bahan dasar kayu oleh jamur untuk proses respirasi yang menghasilkan sejumlah CO 2 dan H 2 O. Dikatakan bahwa kayu pada tingkat pelapukan yang sudah lanjut dapat berubah, terutama warna kayu sebagai akibat perombakan bahan dasar oleh jamur (Cartwright dan Findlay 1958 dalam Rosyadi 1992). Mekanisme pelapukan kayu oleh jamur dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe prefensi dan tipe simultan. Jamur tipe prefensi akan mendegradasi lignin terlebih dahulu sebelum menguraikan hemiselulosa dan selulosa. Sedangkan jamur tipe simultan mampu merombak selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada waktu dan kecepatan yang sama (Irawati 2006). Serangan jamur perusak kayu (wood destroying fungi) bersifat menghancurkan dan membusukkan bahan organik kayu karena sebagian dari masa kayu dirombak secara biokimia. Kerusakan kayu akibat serangan jamur dapat

12 34 dilihat dengan adanya perubahan sifat fisik dan sifat kimia dari kayu. Perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kemungkinan pemakaian kayu. Pada prinsipnya semua jenis kayu dengan berbagai bentuk dan ukuran dapat diserang oleh jamur. Akan tetapi ada juga beberapa kayu yang tahan terhadap serangan jamur. Hal ini disebabkan adanya zat ekstraktif di dalam kayu yang bersifat sebagai anti jamur alami (Nandika 1986). Persentase kehilangan bobot kayu mangium adalah yang terendah yaitu sebesar 6,28% (arah serat longitudinal) dan 6,33% (arah serat cross section). Hal ini dapat juga dikatakan bahwa kayu mangium merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan jamur pelapuk kayu S. commune dibandingkan ketiga kayu lainnya (sengon, karet, dan tusam). Hal ini diduga karena jumlah zat ekstraktif yang terkandung pada kayu mangium lebih tinggi dibanding ketiga kayu lainnya. Zat ekstraktif berperan dalam melawan serangan jamur pelapuk. Jadi, semakin tinggi kandungan ekstraktif yang terdapat dalam kayu maka kehilangan berat kayu tersebut akan semakin rendah. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu, umumnya terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif, ketahanan alami kayu cenderung meningkat pula. Menurut Malik et al., kandungan zat ekstraktif kayu mangium tergolong tinggi sebesar 5,6% sampai 14,8%. Sementara, menurut Martawijaya et al. (1989) kandungan zat ekstraktif kayu sengon termasuk rendah yaitu sebesar 3,4%. Pari (1996) menambahkan kandungan zat ekstraktif kayu karet sebesar 4,18-4,43%. Kandungan dan komposisi zat ekstraktif berubah-ubah di antara spesies kayu, dan bahkan terdapat juga variasi dalam satu spesies yang sama tergantung pada tapak geografi dan musim. Sejumlah kayu mengandung senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi yang bersifat racun atau mencegah bakteri, jamur, dan rayap (Fengel & Wegener, 1995). Jika dilihat dari jenisnya, kayu sengon, karet, dan mangium tergolong ke dalam kayu daun lebar (Hardwood), sedangkan kayu pinus/tusam tergolong ke dalam kayu daun jarum (Softwood). Kandungan selulosa dan lignin pada kayu daun lebar (Hardwood) lebih tinggi dibandingkan dengan kayu daun jarum (Softwood) (Pari 1996). Fengel & Wegener (1984) menambahkan bahwasannya struktur selulosa pada kayu daun jarum (softwood) sama dengan pada kayu daun

13 35 lebar (hardwood), tetapi selulosa pada kayu daun lebar mempunyai serat yang pendek, sedangkan pada kayu daun jarum mempunyai serat panjang. Lignin pada kayu daun lebar berbeda dibandingkan dengan pada kayu daun jarum, baik susunan maupun kadarnya. Susunan dan kadar lignin berpengaruh terhadap sifatsifat seperti ketahanan kayu terhadap mikroorganisme, degradasi dan juga dalam teknologi pengolahan dan sebagainya. Sementara itu, kandungan zat ekstraktif pada kayu daun lebar (Hardwood) lebih rendah dibandingkan kayu daun jarum (Softwood). Karena zat ekstraktif berperan dalam melawan serangan jamur pelapuk. Jadi semakin tinggi kandungan ekstraktif yang terdapat dalam kayu maka nilai kehilangan bobot kayu tersebut akan semakin rendah. Tahapan persiapan contoh uji yang tertulis pada metode SNI masih kurang lengkap, karena pada tahapan ini tidak ada perintah untuk menimbang dan mengoven contoh uji kayu sebelum diumpankan pada jamur. Sebelum pengumpanan sebaiknya menimbang dahulu bobot awal dan mengoven contoh uji untuk selanjutnya ditimbang bobot kering tanurnya (W 1 ). Data W 1 dibutuhkan untuk menghitung persen kehilangan bobot contoh uji sesuai dengan persamaan atau rumus yang terdapat pada poin (perhitungan kehilangan bobot). Nilai kehilangan bobot contoh uji kayu berdasarkan metode SNI merupakan selisih antara berat contoh uji kayu sebelum dan sesudah pengujian (W 1 -W 2 atau ΔW) dibagi dengan bobot contoh uji kayu sesudah pengujian (W 2 ) dikalikan seratus persen. Jika menggunakan rumus kehilangan bobot yang tertulis dalam SNI berdasarkan hasil perhitungan dari data-data yang diperoleh, maka didapat nilai yang tidak sesuai standar. Namun jika dihitung menggunakan rumus yang tertulis dalam JIS K , maka nilai kehilangan bobot contoh uji kayu sesuai dengan nilai yang ada pada standar. Hal ini menunjukkan bahwa rumus perhitungan persen kehilangan bobot kayu yang tertulis pada standar SNI kurang tepat. Untuk memperbaiki kualitas pernyataan hasil standar SNI, maka sebaiknya standar SNI mengacu pada rumus kehilangan bobot contoh uji kayu yang tertulis dalam standar JIS, yaitu selisih antara bobot contoh uji kayu sebelum dan sesudah pengujian (ΔW) dibagi dengan bobot contoh uji kayu sebelum pengujian (W 1 ) dikalikan seratus persen.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Visual Kayu Pengamatan visual kayu merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat dampak akibat serangan jamur pelapuk P. ostreatus terhadap contoh uji kayu

Lebih terperinci

176 Elis Nina Herliyana et al. J. Silvikultur Tropika. Elis Nina Herliyana 1, Laila Fithri Maryam 1 dan Yusuf Sudo Hadi 2

176 Elis Nina Herliyana et al. J. Silvikultur Tropika. Elis Nina Herliyana 1, Laila Fithri Maryam 1 dan Yusuf Sudo Hadi 2 JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA 176 Elis Nina Herliyana et al. J. Silvikultur Tropika Vol. 02 No. 03 Desember 2011, Hal. 176 180 ISSN: 2086-8227 Schizophyllum commune Fr. Sebagai Jamur Uji Ketahanan Kayu Standar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Kehilangan Berat Setelah dilakukan proses pengumpanan terhadap rayap tanah selama empat minggu, dari data yang diperoleh dilakukan pengujian secara statistik untuk

Lebih terperinci

Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus sanguineus dan Pleurotus djamor untuk Uji Standar Nasional Indonesia (SNI)

Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus sanguineus dan Pleurotus djamor untuk Uji Standar Nasional Indonesia (SNI) JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 02 Desember 2011 Vol. 02 No. 03 Desember 2011, Hal. 171 175 Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus sanguineus 171 ISSN: 2086-8227 Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

PENGUJIAN KETAHANAN ALAMI KAYU SENGON TERHADAP JAMUR PELAPUK KAYU

PENGUJIAN KETAHANAN ALAMI KAYU SENGON TERHADAP JAMUR PELAPUK KAYU PENGUJIAN KETAHANAN ALAMI KAYU SENGON TERHADAP JAMUR PELAPUK KAYU Schizophyllum commune, Pleurotus djamor DAN Pleurotus ostreatus DENGAN METODE JIS K 1571-2004 UCIK AYUNITASARI ESTUPUTRI DEPARTEMEN SILVIKULTUR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan

Lebih terperinci

LIMA JENIS JAMUR PELAPUK KAYU ASAL BOGOR UNTUK UJI KEAWETAN KAYU DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Oleh

LIMA JENIS JAMUR PELAPUK KAYU ASAL BOGOR UNTUK UJI KEAWETAN KAYU DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Oleh LIMA JENIS JAMUR PELAPUK KAYU ASAL BOGOR UNTUK UJI KEAWETAN KAYU DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 01-7207-2006 Oleh NIFA HANIFA E44070065 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fries

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fries II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fries Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fr. termasuk dalam kelas Basidiomycetes, famili Schizophyllaceae. S. commune diketahui telah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Efektifitas Fumigasi Amonia Fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan menhasilkan perubahan

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

Schizophyllum commune Fr. SEBAGAI JAMUR UJI KETAHANAN KAYU STANDAR NASIONAL INDONESIA PADA EMPAT JENIS KAYU RAKYAT: SENGON, KARET, TUSAM, DAN MANGIUM

Schizophyllum commune Fr. SEBAGAI JAMUR UJI KETAHANAN KAYU STANDAR NASIONAL INDONESIA PADA EMPAT JENIS KAYU RAKYAT: SENGON, KARET, TUSAM, DAN MANGIUM Schizophyllum commune Fr. SEBAGAI JAMUR UJI KETAHANAN KAYU STANDAR NASIONAL INDONESIA PADA EMPAT JENIS KAYU RAKYAT: SENGON, KARET, TUSAM, DAN MANGIUM LAILA FITHRI MARYAM DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

Struktur Kayu. Christin Remayanti, ST., MT. & Dr. Eng. Indradi Wijatmiko

Struktur Kayu. Christin Remayanti, ST., MT. & Dr. Eng. Indradi Wijatmiko Struktur Kayu Christin Remayanti, ST., MT. & Dr. Eng. Indradi Wijatmiko Pendahuluan! MK. Struktur Kayu! 2 SKS! Selasa 12.00 13.40 Kompetensi yang diharapkan! Mampu memahami sifat - sifat kayu sebagai BB!

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan Macam Kayu Menurut Susunannya Pengetahuan Bahan Bagian Melintang Permukaan Kayu KAYU MASAK Gambar ini menunjukkan pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu teras, dengan nama lain pohon kayu teras Perbedaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TAHURA K.G.P.A.A Mangkunagoro 1 Ngargoyoso merupakan Taman Hutan Raya yang terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu-kayu dari hutan tanaman baik hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat diperkirakan akan mendominasi pasar kayu pada masa mendatang seiring berkurangnya produktifitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU

IDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU KARYA TULIS IDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur atau cendawan merupakan organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang terlarut, mereka disebut

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 1 : (2002)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 1 : (2002) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 1 : 31-38 (22) Artikel (Article) KETAHANAN KOMPOSIT KAYU PLASTIK POLISTIRENA TERHADAP SERANGAN JAMUR PELAPUK COKLAT Tyromyces palustris Decay Resistance of

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sidik Ragam Persentase Kematian Tanaman

Lampiran 1. Sidik Ragam Persentase Kematian Tanaman LAMPIRAN Lampiran 1. Sidik Ragam Persentase Kematian Tanaman Perlakuan 7 36,45586 5,20798 2,21161 JK Faktor A (Media Tanam) 1 0,498032 0,498032 0,211493 tn 4,26 7,82 JK Faktor B (Mikroorganisme) 3 29,47075

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU

PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU KARYA TULIS PENENTUAN AIR DALAM RONGGA SEL KAYU Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi buah salak Pengukuran dimensi buah salak dilakukan pada 3 (tiga) varietas buah salak yaitu salak pondoh, salak manonjaya dan salak sidimpuan. Sampel pengukuran pada ketiga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Pertumbuhan Cacing Eisenia foetida Salah satu indikator untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbedabeda.

TINJAUAN PUSTAKA. Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbedabeda. TINJAUAN PUSTAKA Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbedabeda. Bahkan yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat-sifat berbeda jika dibandingkan bagian ujung dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

KEAWETAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH

KEAWETAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH KEAWETAN ALAMI KAYU MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN DARI SERANGAN JAMUR PELAPUK KAYU (Natural Durability Timber Red Meranti (Shorea leprosula Miq.)Nature Forest and Plant

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK

STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis 4.1.1 Kadar air BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu surian kondisi kering udara pada masing-masing bagian (pangkal, tengah dan ujung) disajikan pada Tabel 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia. Pakan ruminansia sebagian besar berupa hijauan, namun persediaan hijauan semakin

Lebih terperinci

SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu

SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu KARYA TULIS SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Edupark merupakan taman pendidikan yang dimiliki oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta yang terletak di dataran rendah pada ketinggian 105 mdpl dengan suhu rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Tongkol Jagung a. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tongkol jagung. Hasil analisis proksimat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Biodeteriorasi kayu mengakibatkan penurunan mutu dan tidak efisiennya penggunaan kayu. Selain itu umur pakai kayu menjadi lebih pendek dan berakibat konsumsi kayu menjadi meningkat,

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur, biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dan Analisis Data Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar C-organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS). Pengaruh perbandingan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati.

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati. Penelitian Hasil Hutan Vol. 24 No. 5, Oktober 2006: 385-394 berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati. Gambar 1. Lempengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi SNI 7533.1:2010 Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional SNI 7533.1:2010 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air (Ka) adalah banyaknya air yang dikandung pada sepotong kayu yang dinyatakan dengan persentase dari berat kayu kering tanur. Kadar air pohon Jati hasil penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Limbah tanaman jagung (LTJ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bisi 2 yang komponen utamanya berupa batang, tongkol, klobot, dan daun berasal

Lebih terperinci

JAMUR TIRAM SEBAGAI JAMUR UJI KEAWETAN ALAMI KAYU KARET DAN SENGON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN STANDAR INDUSTRI JEPANG.

JAMUR TIRAM SEBAGAI JAMUR UJI KEAWETAN ALAMI KAYU KARET DAN SENGON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN STANDAR INDUSTRI JEPANG. JAMUR TIRAM SEBAGAI JAMUR UJI KEAWETAN ALAMI KAYU KARET DAN SENGON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN STANDAR INDUSTRI JEPANG Oleh DEWI ARNA NATALIA E44061530 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA

BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan jamur pelapuk rata-rata terjadi pada 87% rumah di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan partikel Papan partikel adalah papan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat organik ataupun sintesis kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Penelitian. Letak tanaman dalam plot. Universitas Sumatera Utara P3M2. P0M2 1,5 m P2M0 P0M3 P1M1 P2M2 P0M3. 1,5 m P3M1 P0M1 P2M0

Lampiran 1. Bagan Penelitian. Letak tanaman dalam plot. Universitas Sumatera Utara P3M2. P0M2 1,5 m P2M0 P0M3 P1M1 P2M2 P0M3. 1,5 m P3M1 P0M1 P2M0 57 Lampiran 1. Bagan Penelitian P3M3 P2M3 P3M2 Letak tanaman dalam plot P1M0 P1M2 P0M2 1,5 m P2M1 P3M3 P2M0 P2M2 P0M3 P1M1 P3M2 P3M2 P0M3 P2M0 P3M1 P0M1 1,5 m P3M0 P0M0 P2M3 P3M1 P1M1 P2M1 P0M2 P2M1 P1M0

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) 17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa

Lebih terperinci

Jakob Kailola, S.Hut Staf Agroforestri Padamara Tobelo

Jakob Kailola, S.Hut Staf Agroforestri Padamara Tobelo SIFAT FISIK BEBERAPA JENIS KAYU UNGGULAN ASAL TOBELO MENURUT KETINGGIAN DAN KEDALAMAN BATANG Staf Agroforestri Padamara Tobelo PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penggunaan kayu untuk kebutuhan dari waktu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci