DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT ARIF RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Distribusi Oksigen Terlarut pada Lapisan Hipolimnion Pascaaerasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Arif Rahman NIM C

3 RINGKASAN Arif Rahman. C Distribusi Oksigen Terlarut pada Lapisan Hipolimnion Pascaaerasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Niken Tunjung Murti Pratiwi dan Sigid Hariyadi. Oksigen terlarut (DO; Dissolved oxygen) merupakan parameter kualitas air yang sangat penting karena dibutuhkan oleh semua organisme untuk menunjang kehidupannya serta proses dekomposisi bahan-bahan organik secara aerob. Oksigen di perairan dapat berasal dari difusi oksigen dan hasil proses fotosintesis. Konsentrasi DO di lapisan hipolimnion sangat rendah karena tidak ada difusi oksigen dari atmosfer dan fotosintesis. Salah satu cara untuk meningkatkan konsentrasi DO di lapisan tersebut adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion. Peningkatan konsentrasi DO diharapkan dapat mengurangi laju penurunan oksigen dan mencukupi kebutuhan oksigen di lapisan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari distribusi dan laju penurunan oksigen terlarut di lapisan hipolimnion Danau Lido setelah dilakukan aerasi hipolimnion. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2011 di kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Analisis contoh air dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen MSP, FPIK. Alat aerasi hipolimnion dioperasikan selama 10 jam pada pukul WIB. Pengaruh aerasi hipolimnion terhadap peningkatan konsentrasi DO dapat diketahui dengan melakukan pengamatan pada saat sebelum aerasi, aerasi (5 dan 10 jam), dan pascaaerasi hipolimnion (5 jam). Pengambilan contoh air dilakukan secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal dilakukan di kedalaman permukaan (0 meter), kedalaman Secchi (2 meter), dan kedalaman outlet alat aerasi (4 meter); sedangkan secara horizontal dilakukan di jarak 0; 1,5; 3; dan 4,5 meter dari outlet alat aerasi. Pengamatan secara vertikal dilakukan untuk mengetahui pengaruh aerasi hipolimnion terhadap laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD), sedangkan pengamatan secara horizontal untuk mengetahui besarnya peningkatan konsentrasi DO dan batas penyebarannya dari outlet alat aerasi hipolimnion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi DO sebelum aerasi (0,1 mg/l) masih berada di bawah baku mutu untuk kegiatan perikanan berdasarkan PP RI No. 82 Tahun Konsentrasi DO selama aerasi berkisar antara 0,1-1,0 mg/l. Aerasi selama 10 jam dapat meningkatkan konsentrasi DO hingga 1,0 mg/l. Konsentrasi DO tidak lagi mengalami peningkatan di jarak 3 meter pada saat aerasi 5 jam dan 4,5 meter pada saat aerasi 10 jam. Konsentrasi DO akan kembali ke kondisi seperti sebelum aerasi (0,1 mg/l) pada saat 10,6 jam setelah aerasi dimatikan. Aerasi selama 10 jam juga dapat menurunkan AHOD sebesar 13,96%. Kata kunci: Oksigen terlarut, hipolimnion, aerasi hipolimnion, AHOD

4 DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT ARIF RAHMAN C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Distribusi Oksigen Terlarut pada Lapisan Hipolimnion Pascaaerasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat : Arif Rahman : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, M.Si. Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal Lulus : 25 November 2011

6 PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul Distribusi Oksigen Terlarut pada Lapisan Hipolimnion Pascaaerasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Mei-Agustus Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Namun, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2011 Arif Rahman iii

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, M.Si. dan Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing dan memberikan banyak motivasi, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil. selaku Komisi Pendidikan S1 dan Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil. selaku dosen penguji tamu atas saran yang diberikan untuk perbaikan skripsi. 3. Dr. Ir. Sutrisno Sukimin (Alm.) selaku Pembimbing Akademik, atas motivasi dan nasehat yang diberikan. 4. BRKP (Balai Riset Kelautan dan Perikanan), Pak Pandi, dan Yudi yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian di lokasi KJA Danau Lido. 5. Keluarga tercinta, Bapak (Alm. Taryo Susanto), Ibu (Anirah), dan Adik (Dewi Yuningsih) atas doa, kasih sayang, dan motivasinya. 6. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. 7. Bapak Juli Nursandi yang telah meminjamkan alat aerasi hipolimnion dan memberikan banyak saran dalam penelitian ini. 8. Tim Aerasi Hipolimnion (Ekie S. Firdausi, Marthin A. Politon, Ayu Ervinia, dan Siti Nur Amanah) dan Tim Chironomid (Hendry, Ade, Desnita, dan Dita) atas doa, suka duka, kerjasama, semangat, dan kebersamaan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 9. Teman-teman MSP 44 (Zulmi, Lutfi, Ilman, Arif N, Oci, Alim, Endah, Mega, Dede, Armaya, dan teman-teman MSP 44 lainnya), adik-adik kelas serta seluruh pihak atas doa, semangat, persahabatan, dan kebersamaan selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. iv

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Desember 1988 di Cirebon dari pasangan Bapak Taryo Susanto dan Ibu Anirah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal pertama diawali dari TK Nurussa adah Panembahan (1994/1995), SDN 1 Panembahan (1995/2001), SMPN 2 Cirebon (2001/2004), dan SMAN 2 Cirebon (2004/2007). Pada tahun 2007 Penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama mengikuti perkuliahan Penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Iktiologi (2009/2010), Limnologi (2009/2010 & 2010/2011), Dinamika Populasi Ikan (2010/2011), Planktonologi (2010/2011), dan Produktivitas Perairan (2010/2011). Penulis juga aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (DPM FPIK) periode 2008/2009 dan sekretaris Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2009/2010. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Penulis menyusun skripsi dengan judul Distribusi Oksigen Terlarut pada Lapisan Hipolimnion Pascaaerasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. v

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) Sumber DO di perairan Distribusi DO di perairan Lapisan Hipolimnion Aerasi Hipolimnion Kecerahan Suhu ph Fosfat Total Klorofil-a Indeks Status Trofik (TSI; Trophic State Index) Laju Penurunan Oksigen Hipolimnion (AHOD; Areal Hypolimnetic Oxygen Depletion Rate) METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan Penelitian Penelitian pendahuluan Penentuan lokasi pengamatan dan titik pengambilan contoh air Penelitian utama Pengumpulan dan Pengolahan Data Penentuan TSI Analisis Data Analisis deskriptif Penentuan persen saturasi DO Analisis laju penurunan oksigen hipolimnion HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Lapisan hipolimnion Oksigen terlarut (DO) viii ix x vi

10 Distribusi horizontal DO Peningkatan konsentrasi DO di sekitar outlet alat aerasi hipolimnion Persen saturasi DO Laju penurunan oksigen hipolimnion Suhu ph Pembahasan KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kategori status kesuburan berdasarkan TSI (Carlson 1977) Waktu sampling selama penelitian Parameter serta alat dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air selama penelitian (Eaton et al. 2005) Data persen saturasi DO di sekitar alat aerasi hipolimnion Perbandingan konsentrasi DO di beberapa perairan setelah dilakukan aerasi hipolimnion Pendugaan lama aerasi hipolimnion untuk mencapai konsentrasi DO 3 mg/l di jarak 0; 1,5; dan 3 meter dari outlet alat aerasi viii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alir perumusan masalah Peta lokasi penelitian aerasi hipolimnion di Danau Lido Skema alat aerasi hipolimnion dan titik-titik pengambilan contoh air Distribusi vertikal suhu di sekitar KJA Danau Lido Distribusi horizontal DO di kedalaman 4 meter Peningkatan konsentrasi DO akibat aerasi hipolimnion Grafik AHOD di sekitar KJA Danau Lido Distribusi horizontal suhu di kedalaman 4 meter Distribusi horizontal ph di kedalaman 4 meter Gambaran konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi berdasarkan jarak dari outlet alat aerasi dan waktu pengamatan ix

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Foto lokasi dan pelaksanaan penelitian di Danau Lido Beberapa desain alat aerasi hipolimnion Spesifikasi alat aerasi hipolimnion Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian Data hasil pengukuran parameter kualitas air Danau Lido Baku mutu kualitas air berdasarkan PP RI No. 82 tahun Contoh perhitungan TSI Konsentrasi DO saturasi pada suhu yang berbeda dan tekanan atmosfer standar (760 mmhg) (Benson & Krause 1980) Contoh perhitungan tekanan atmosfer Danau Lido, koreksi konsentrasi DO saturasi, dan persen saturasi DO Analisis data penelitian dengan rancangan acak kelompok Pendugaan lama aerasi untuk mencapai konsentrasi DO 3 mg/l Biaya pembuatan dan operasional alat aerasi hipolimnion x

14 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Lido merupakan salah satu danau yang menjadi tempat pengembangan budidaya perikanan dalam keramba jaring apung (KJA) di Indonesia. Konsentrasi bahan organik di lapisan hipolimnion Danau Lido cukup tinggi karena menumpuknya sisa pakan yang tidak dikonsumsi oleh ikan dan feses sebagai hasil metabolisme ikan di KJA tersebut. Oksigen terlarut (DO; Dissolved oxygen) merupakan parameter kualitas air yang sangat penting karena dibutuhkan oleh semua organisme untuk menunjang kehidupannya serta proses dekomposisi bahan-bahan organik dan anorganik secara aerob. Sumber oksigen di perairan, yaitu hasil difusi antara air dengan udara dan proses fotosintesis organisme autotrof (Salmin 2005). Konsentrasi DO di lapisan hipolimnion sangat rendah karena tidak ada difusi oksigen dari atmosfer dan tidak ada fotosintesis. Pada lapisan hipolimnion, oksigen digunakan untuk respirasi dan dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme secara aerob. Pada malam hari, konsentrasi DO di lapisan hipolimnion semakin rendah atau bahkan tidak ada karena tidak terjadi fotosintesis dan hanya terjadi respirasi yang memanfaatkan oksigen. Kondisi tersebut dapat menyebabkan dekomposisi berlangsung secara anaerob. Proses ini dapat menghasilkan gas-gas beracun seperti CO 2, CH 4, dan H 2 S yang dapat membahayakan kelangsungan hidup organisme akuatik. Salah satu cara meningkatkan konsentrasi DO di lapisan hipolimnion adalah dengan melakukan aerasi di lapisan tersebut. Aerasi dilakukan ketika konsentrasi DO sangat rendah. Adanya aerasi dapat mengurangi kondisi anaerob di lapisan hipolimnion (McQueen & Lean 1983; Lindenschmidt & Hamblin 1997; Sondergaard et al. 2000; Tsujimura 2004 in Kishimoto & Mawatari 2009). Selanjutnya, peningkatan DO diharapkan dapat mencukupi kebutuhan oksigen di lapisan tersebut. Persediaan oksigen tersebut akan digunakan untuk respirasi organime, berlangsungnya dekomposisi bahan organik secara aerob, dan mencegah terjadinya dekomposisi secara anaerob yang menghasilkan gas-gas beracun.

15 Perumusan Masalah Kegiatan budidaya perikanan di keramba jaring apung dapat meningkatkan konsentrasi bahan organik di lapisan hipolimnion karena adanya sisa pakan dan feses ikan yang menumpuk di lapisan tersebut. Bahan organik akan didekomposisi oleh mikroorganisme secara aerob jika terdapat oksigen. Konsentrasi DO di lapisan hipolimnion sangat rendah bahkan bisa tidak ada pada malam hari karena tidak ada fotosintesis dan hanya terjadi respirasi. Kondisi anoksik dapat menyebabkan dekomposisi bahan-bahan organik berlangsung secara anaerob yang menghasilkan gas-gas beracun seperti CO 2, CH 4, dan H 2 S. Penelitian yang berjudul distribusi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion pascaaerasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi oksigen di lapisan hipolimnion setelah dilakukan aerasi di lapisan tersebut. Aerasi dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi DO yang sangat rendah di lapisan hipolimnion. Selanjutnya, oksigen yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan oksigen di lapisan tersebut dan mencegah terjadinya dekomposisi bahan-bahan organik secara anaerob. Berikut adalah bagan alir perumusan masalah (Gambar 1): Hidrodinamika: Stratifikasi suhu Aerasi Kualitas Air: 1. Suhu 2. Kecerahan 3. ph DO hipolimnion [DO] + Peningkatan DO hipolimnion Bahan Organik Gambar 1. Bagan alir perumusan masalah 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari distribusi dan laju penurunan oksigen terlarut di lapisan hipolimnion pascaaerasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat.

16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Salmin 2000). Sumber DO di perairan adalah difusi langsung dari atmosfer dan hasil fotosintesis organisme autotrof (Welch 1952). Menurut Henderson-Sellers & Markland (1987), sumber utama oksigen terlarut di perairan adalah difusi dari udara. Laju transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di lapisan permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan bervariasi sesuai kecepatan angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnan) atau adanya pergolakan massa air akibat arus atau angin. Pada kondisi air diam, difusi terjadi apabila tekanan parsial udara lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan parsial permukaan perairan. Pada kondisi pergolakan massa air, terjadi peningkatan peluang bagi molekul air untuk bersentuhan dengan atmosfer (Wetzel 2001). Penyerapan oksigen dari atmosfer ke dalam air terjadi dalam dua cara: (a) difusi langsung di permukaan perairan dan (b) melalui berbagai bentuk agitasi pada permukaan air, seperti gelombang, air terjun, dan turbulensi. Namun, difusi langsung dari udara melalui lapisan permukaan ke dalam perairan terjadi sangat lambat dan relatif tidak efektif dalam menyediakan oksigen ke perairan walaupun dapat berlangsung selama 24 jam (Welch 1952). Menurut Henderson-Sellers & Markland (1987), fotosintesis terjadi di zona fotik, sedangkan respirasi terjadi di seluruh kolom perairan bahkan sampai ke dasar perairan. Oleh karena itu, lapisan permukaan air cenderung kaya akan oksigen terlarut dan berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Umumnya pada pagi hari, konsentrasi DO cukup rendah. Pada siang hari, konsentrasi DO akan meningkat dan pada sore hingga malam hari secara kontinyu konsentrasi DO semakin berkurang karena dipakai untuk respirasi organisme yang ada di danau. Oksigen juga dapat masuk ke dalam perairan karena terbawa oleh aliran air yang masuk ke dalam badan perairan (inflow). Inflow akan mengalir menuju lapisan

17 4 yang memiliki densitas yang hampir sama dengan densitasnya. Perbedaan densitas air di waduk lebih banyak disebabkan oleh suhu. Jika densitas inflow lebih kecil daripada densitas air permukaan waduk, inflow akan berada di atas (overflow). Jika densitas inflow lebih besar daripada densitas air permukaan waduk, inflow akan berada di bawah (underflow). Jika densitas inflow lebih besar dari densitas lapisan epilimnion tetapi lebih kecil dari lapisan hipolimnion, inflow akan berada di lapisan tengah (interflow) (Wetzel 2001). Konsentrasi DO berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, bertambahnya kedalaman, dan berkurangnya tekanan atmosfer. Penurunan konsentrasi DO dengan bertambahnya kedalaman suatu perairan terkait dengan faktor cahaya yang mempengaruhi aktivitas fitoplankton di perairan. Jika semakin dalam suatu perairan, maka intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan akan semakin rendah dan bahkan tidak akan ada lagi cahaya yang masuk ke perairan. Pada perairan oligotrofik, konsentrasi DO masih tersedia sampai dekat dasar perairan. Pada perairan eutrofik, konsentrasi DO terbesar terdapat di kedalaman permukaan karena melimpahnya fitoplankton. Konsentrasi DO menurun dengan bertambahnya kedalaman, bahkan dapat mencapai nol karena adanya dekomposisi biomassa alga yang telah mati dan mengalami pembusukan di dasar perairan (Henderson-Sellers & Markland 1987). Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi dalam waktu 24 jam. Pada siang hari, terjadi fotosintesis dan respirasi, sedangkan pada malam hari, hanya terjadi respirasi yang dilakukan oleh produser primer dan konsumer, sehingga terjadi penurunan DO. Pada danau eutrofik, hal ini dapat menyebabkan kondisi anaerob di perairan (Henderson-Sellers & Markland 1987). Penyebab utama terjadinya penurunan konsentrasi DO di perairan adalah (Welch 1952): (a) respirasi organisme yang berlangsung sepanjang hari; (b) dekomposisi bahan organik yang terlarut dan terakumulasi di dasar perairan; dan (c) reduksi oleh gas lain Distribusi DO di perairan DO adalah salah satu parameter kualitas air terpenting yang ada di perairan karena sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme akuatik dan perubahan proses-proses kimia di perairan (Henderson-Sellers & Markland 1987). Di lapisan permukaan konsentrasi oksigen relatif lebih tinggi karena adanya proses difusi dan

18 5 fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman, maka akan terjadi penurunan konsentrasi DO. Hal ini karena proses fotosintesis semakin berkurang, oksigen semakin banyak digunakan untuk respirasi organisme, dan oksidasi bahan-bahan organik (Salmin 2000). Menurut Goldman & Horne (1983); Wetzel (2001), tipe distribusi oksigen terlarut di danau secara vertikal adalah sebagai berikut. a. Tipe orthograde Distribusi oksigen tipe ini terjadi pada danau yang tidak produktif (oligotrofik) atau danau yang miskin unsur hara dan bahan organik. Distribusi oksigen lebih dipengaruhi oleh suhu perairan. Pada tipe ini konsentrasi oksigen semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. b. Tipe clinograde Tipe ini terjadi pada danau yang produktif (eutrofik) atau danau yang kaya unsur hara dan bahan organik. Konsentrasi oksigen semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman. Distribusi oksigen terstratifikasi seperti pada danau atau waduk eutrofik. Penurunan oksigen terjadi di lapisan hipolimnion pada saat musim panas. Konsentrasi oksigen di permukaan lebih tinggi dengan adanya proses fotosintesis. c. Tipe heterograde positif dan negatif Tipe heterograde negatif terjadi jika respirasi (konsumsi oksigen) dominan terjadi di bagian bawah lapisan metalimnion sehingga konsentrasi oksigen lebih rendah. Tipe heterograde positif terjadi jika fotosintesis dominan terjadi di atas lapisan termoklin sehingga akan meningkatkan oksigen di bagian atas lapisan metalimnion. d. Tipe anomali Tipe anomali terjadi pada aliran air yang deras, dingin, dan kaya oksigen. Tipe ini membentuk sebuah lapisan yang mempunyai ciri-ciri tersendiri Lapisan Hipolimnion Danau biasanya memiliki stratifikasi secara vertikal yang diakibatkan oleh perbedaan suhu secara vertikal pada kolom air, yaitu lapisan epilimnion, metalimnion, dan hipolimnion. Lapisan hipolimnion merupakan lapisan paling bawah yang berada di bawah metalimnion. Suhu di lapisan ini lebih dingin dan perbedaan suhu secara vertikal relatif kecil. Massa air di lapisan ini bersifat stagnan,

19 6 tidak mengalami pencampuran, dan memiliki densitas air yang lebih besar. Lapisan ini cenderung mengandung oksigen terlarut yang rendah dan relatif stabil (Goldman & Horne 1983) Aerasi Hipolimnion Aerasi hipolimnion digunakan pertama kali di Danau Bret, Swiss (Mercier & Perret 1949 in Cooke et al. 2005). Aerasi tersebut merupakan teknik manajemen danau yang dirancang untuk mengurangi kondisi anoksia di lapisan hipolimnion dan masalah-masalah yang terkait. Tujuan utama dari aerasi hipolimnion adalah untuk meningkatkan konsentrasi oksigen hipolimnion tanpa merusak stratifikasi kolom air dan pemanasan air di lapisan hipolimnion tersebut. Menurut McQueen & Lean (1986) in Burris (1998) adanya aerasi hipolimnion berpengaruh terhadap kualitas air dan ekosistem danau. Beberapa pengaruh tersebut adalah (1) sistem aerasi yang dirancang dengan baik tidak akan merusak stratifikasi dan tidak meningkatkan suhu air secara signifikan di lapisan hipolimnion; (2) konsentrasi oksigen hipolimnion meningkat; (3) konsentrasi besi, mangan, H 2 S, dan metana menurun; (4) tingkat klorofil biasanya tidak berubah. Aerasi juga dapat menurunkan konsentrasi fosfor. Ada beberapa desain alat aerasi hipolimnion. Fast & Lorenzen (1976) in Cooke et al. (2005) memeriksa ada 21 desain dan mengelompokkannya ke dalam tiga kategori: (1) agitasi mekanik; (2) injeksi oksigen murni; dan (3) injeksi udara. Pada sistem aerasi agitasi mekanik, air dipompa dari lapisan hipolimnion ke dalam sebuah wadah yang terletak di permukaan danau kemudian air diberikan aerasi untuk meningkatkan transfer oksigen dari fase gas ke fase cair. Air yang telah diaerasi tersebut kemudian dikembalikan lagi ke lapisan semula. Sistem aerasi ini bukan sistem yang popular dan pertukaran gas relatif tidak efisien, tetapi terbukti berhasil dalam sejumlah kasus (Pastorak et al in Cooke et al. 2005). Metode aerasi dengan injeksi oksigen dilakukan dengan menaikkan air dari lapisan hipolimnion, kemudian diberikan oksigen murni dengan tekanan tinggi. Setelah itu, air dikembalikan lagi ke lapisan hipolimnion. Metode ini digunakan untuk meningkatkan efisiensi pertukaran gas (Fast & Lorenzen 1976 in Cooke et al. 2005). Metode injeksi udara melalui sistem pengangkatan (lift systems) merupakan metode yang paling populer untuk aerasi hipolimnion. Metode ini memindahkan air dari hipolimnion ke permukaan perairan, kemudian mengekspos air tersebut dengan

20 7 udara (compressed air) sehingga terjadi peningkatan oksigen. Air beroksigen tersebut kemudian dikembalikan lagi ke kedalaman hipolimnion. Fast et al. (1976), Lorenzen & Fast (1977), Pastorak et al. (1982) in Cooke et al. (2005) menemukan bahwa desain alat aerasi hipolimnion dengan sistem pengangkatan penuh (full lift systems) paling mahal dan lebih efisien dalam meningkatkan oksigen dibandingkan dengan sistem lainnya. Beberapa desain alat aerasi hipolimnion yang termasuk dalam kategori injeksi udara dapat dilihat pada Lampiran Kecerahan Kecerahan perairan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk (Goldman & Horne 1983). Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat cuaca cerah. Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi (Wetzel & Likens 1991). Kecerahan suatu perairan berkaitan dengan kekeruhan yang berasal dari bahan organik dan anorganik. Kecerahan perairan akan semakin rendah dengan semakin tingginya nilai kekeruhan. Hal ini karena cahaya yang masuk ke perairan semakin rendah (Boyd 1982). Kecerahan perairan juga berkaitan dengan jumlah intensitas cahaya matahari yang masuk ke suatu perairan. Kecerahan merupakan salah satu metode yang dapat dipakai untuk mengetahui status kesuburan suatu danau. Perairan yang memiliki status kesuburan oligotrofik memiliki kedalaman Secchi sebesar lebih dari 6 m, sedangkan perairan mesotrofik dan eutrofik masing-masing berkisar antara 3-6 m dan kurang dari 3 m (Henderson- Sellers & Markland 1987) Suhu Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), lama penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman perairan. Suhu mempunyari peran penting dalam mengendalikan suatu ekosistem perairan. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses-proses fisika, kimia, dan biologi suatu perairan (Goldman & Horne 1983). Peningkatan suhu mengakibatkan penurunan kelarutan gas-gas di perairan seperti O 2, CO 2, N 2, dan CH 4. Peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan

21 8 kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air yang mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Goldman & Horne 1983). Menurut Wetzel (2001), Goldman & Horne (1983), serta Welch (1952), intensitas cahaya matahari mempunyai korelasi positif dengan suhu di perairan. Intensitas cahaya matahari yang tinggi akan menyebabkan suhu di perairan menjadi tinggi. Suhu akan mengalami penurunan dengan bertambahnya kedalaman perairan karena berkurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan. Suhu danau di daerah tropis berkisar antara o C, dan menunjukkan sedikit penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman. Air mempunyai sifat penyimpan panas yang baik dan memerlukan panas yang tinggi untuk dapat menguap. Hal tersebut menyebabkan variasi suhu air lebih rendah jika dibandingkan dengan variasi suhu udara (Cole 1983). Berdasarkan perbedaan suhu secara vertikal, danau dibagi menjadi beberapa lapisan, di antaranya (1) epilimnion, yaitu lapisan yang hangat dengan kerapatan air yang tinggi; (2) hipolimnion, yaitu lapisan yang lebih dingin; dan (3) metalimnion, yaitu lapisan yang berada di antara lapisan epilimnion dan hipolimnion (Goldman & Horne 1989) ph ph didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen. ph menggambarkan tingkat keasaman atau kebasaan suatu danau dengan nilai Keasaman ditandai dengan ph 1-7, sedangkan kebasaan Menurut Goldman & Horne (1983), nilai ph normal suatu danau adalah 6-9. ph berhubungan dengan konsentrasi karbondioksida di perairan. Perairan yang memiliki karbondioksida tinggi akan menyebabkan ph perairan menjadi rendah karena akan membentuk asam karbonat (Wetzel 2001). Secara umum, perubahan ph harian dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, fotosintesis, respirasi organisme, dan keberadaan ion dalam perairan (Welch 1952) Fosfat Total Fosfat merupakan unsur yang penting bagi tumbuhan dan fitoplankton. Fosfat merupakan faktor pembatas bagi organisme tersebut dan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Goldman & Horne 1983). Sumber fosfat berasal dari aktivitas pertanian dan perikanan. Menurut Henderson-Sellers & Markland (1987)

22 9 pupuk yang digunakan dalam pertanian banyak mengandung fosfat. Fosfat di perairan berasal dari sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan pada kegiatan budidaya ikan dengan sistem KJA. Penyusun fosfat total yang terbesar adalah organik fosfat sebesar 70% dalam bentuk partikulat (Wetzel 2001). Partikulat memiliki massa jenis yang lebih besar daripada air sehingga mudah mengendap. Selain itu, fosfat juga dapat berikatan dengan ion logam (FePO 4 ) yang menyebabkan fosfat mengendap di sedimen. Fosfat total akan terhidrolisis menjadi ortofosfat yang akan dimanfaatkan oleh fitoplankton. Ortofosfat merupakan bagian kecil dari fosfat total, yaitu sekitar 5% (Wetzel 2001) Klorofil-a Klorofil-a (C 55 H 72 O 5 N 4 Mg) merupakan salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi fitoplankton. Klorofil-a di suatu perairan dapat digunakan sebagai ukuran produktivitas primer fitoplankton, karena pada umumnya dapat dijumpai pada semua jenis fitoplankton (Goldman & Horne 1983). Henderson- Sellers & Markland (1987) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a untuk perairan tipe oligotrofik sebesar 0-4 mg/m 3, tipe mesotrofik sebesar 4-10 mg/m 3, dan tipe eutrofik sebesar mg/m 3. Menurut Henderson-Sellers & Markland (1987) konsentrasi klorofil-a di perairan dapat mewakili biomassa dari alga atau fitoplankton. Konsentrasi klorofil-a dalam fitoplankton sekitar 0,5-2% berat tubuh. Konsentrasi klorofil-a dari tiap jenis fitoplankton berbeda-beda. Konsentrasi klorofil-a berbanding lurus dengan biomassa fitoplankton (Wetzel 2001) Indeks Status Trofik (TSI; Trophic State Index) Status trofik didefinisikan sebagai berat total bahan organik yang hidup (biomassa) dalam suatu perairan di lokasi dan waktu tertentu. Status trofik dipahami sebagai respon biologis terhadap penambahan nutrien. TSI merupakan dasar penentuan status trofik/kesuburan perairan dengan menggunakan biomassa alga (Carlson 1977). TSI adalah indeks yang sederhana karena membutuhkan data yang sedikit dan umumnya mudah dipahami. Pendugaan biomassa alga dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap tiga parameter, yaitu klorofil-a, kedalaman Secchi, dan fosfat total. Nilai TSI berkisar dari (Carlson 1977).

23 10 Penggandaan biomassa alga ditunjukkan dengan pengurangan nilai kedalaman Secchi. Fosfat total juga akan mengurangi nilai kedalaman Secchi. Peningkatan fosfat total akan mempengaruhi pertumbuhan biomassa alga. Pendugaan biomassa alga dapat dilihat dari kandungan klorofil-a (Carlson 1977). Tabel 1. Kategori status kesuburan berdasarkan TSI (Carlson 1977) Kategori status kesuburan TSI Oligotrofik 0-40 Mesotrofik Eutrofik Hipereutrofik Laju Penurunan Oksigen Hipolimnion (AHOD; Areal Hypolimnetic Oxygen Depletion Rate) Laju penurunan oksigen hipolimnion (areal hypolimnetic oxygen depletion rate/ AHOD) dapat digunakan sebagai indikator produktivitas primer di danau. Nilai AHOD untuk danau oligotrofik adalah kurang dari 0,25 g O 2 /m 2 sedangkan untuk danau eutrofik umumnya lebih besar dari 0,55 g O 2 /m 2 hari; (Mortimer 1941 in Walker 1979). Cornett & Rigler (1979, 1980) in Heiskary & Wilson (2005) menemukan bahwa AHOD berhubungan dengan jumlah fosfor epilimnetik dan produksi primer tahunan serta berhubungan terbalik dengan kedalaman Secchi rata-rata. Heiskary & Wilson (2005) menyatakan AHOD berhubungan dengan konsentrasi klorofil-a epilimnetik, fosfat total, dan kecerahan perairan. hari AHOD bervariasi secara langsung dengan konsentrasi fosfat total (Walker 1979). Pada danau yang tertentu, konsentrasi fosfat total di atas µg/l biasanya akan mengakibatkan penurunan konsentrasi oksigen hipolimnion. Borowiak (2010) menyatakan indeks status trofik (TSI) merupakan penduga terbaik dalam menduga AHOD. Perbedaan indeks status trofik menunjukkan tingkat korelasi yang berbeda dengan laju deplesi oksigen di lapisan hipolimnion.

24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2011 di kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat (Lampiran 1). Lokasi penelitian berada pada koordinat 6 o 44 30,3 LS dan 106 o 48 42,4 BT (Gambar 2). Kegiatan pengamatan dan pengambilan contoh air dilakukan di lapang, sedangkan analisis contoh air dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 2. Peta lokasi penelitian aerasi hipolimnion di Danau Lido 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan titik-titik kedalaman pengambilan contoh air secara vertikal dan horizontal serta keterwakilan lokasi pengamatan dalam penelitian utama (Gambar 3). Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran kecerahan dan suhu. Pengukuran kecerahan dilakukan untuk mendapatkan kedalaman Secchi. Pengukuran suhu dilakukan secara vertikal dengan

25 12 interval 1 meter yang bertujuan untuk mengetahui distribusi suhu secara vertikal dan menentukan kedalaman hipolimnion Penentuan lokasi pengamatan dan titik pengambilan contoh air Lokasi pengamatan dilakukan di kawasan KJA. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut merupakan lokasi yang memiliki konsentrasi DO sangat rendah. Di lokasi tersebut diletakkan alat aerasi hipolimnion untuk meningkatkan konsentrasi DO di perairan (Lampiran 1). Lubang outlet alat aerasi hipolimnion diletakkan di kedalaman 4 meter, karena di kedalaman tersebut memiliki konsentrasi DO yang sangat rendah dan merupakan kedalaman hipolimnion. Skema alat aerasi hipolimnion yang digunakan dan titik-titik pengambilan contoh air disajikan pada Gambar 3. Kran atas Alat Aerasi Hipolimnion Kran bawah Kedalaman Permukaan (0 m) Pipa outlet Permukaan Perairan Kedalaman Secchi (2 m) Pipa inlet Kedalaman Outlet Alat Aerasi (4 m) 0 m 1,5 m 3 m 4,5 m Titik pengambilan contoh air Dasar Perairan Gambar 3. Skema alat aerasi hipolimnion dan titik-titik pengambilan contoh air Alat aerasi hipolimnion yang digunakan merupakan modifikasi dari model aerator hipolimnion Jorgenson (1980) (Nursandi 2011). Prinsip kerja alat aerasi ini

26 13 adalah memindahkan massa air dari kedalaman tertentu ke atas permukaan perairan, kemudian memaparkannya di ruang terbuka sehingga terjadi penambahan oksigen, melalui proses difusi dan agitasi udara dari atmosfer. Air yang telah mendapatkan penambahan oksigen dikembalikan lagi ke kedalaman semula (Nursandi 2011). Spesifikasi alat aerasi hipolimnion dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 3. Titik-titik kedalaman pengambilan contoh air ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Titik-titik tersebut secara vertikal, yaitu kedalaman permukaan (0 meter), kedalaman Secchi (2 meter), dan kedalaman outlet alat aerasi (4 meter); sedangkan secara horizontal, yaitu jarak 0; 1,5; 3; dan 4,5 meter dari outlet alat aerasi. Pengamatan secara vertikal bertujuan untuk melihat pengaruh aerasi hipolimnion terhadap laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD), sedangkan pengamatan secara horizontal untuk mengetahui besarnya peningkatan DO setelah dilakukan aerasi dan batas penyebarannya dari outlet alat aerasi Penelitian utama Penelitian utama berlangsung selama 15 jam mulai pukul WIB. Alat aerasi hipolimnion dioperasikan selama 10 jam mulai pukul WIB. Pengambilan contoh atau sampling dilakukan sebanyak 4 kali dan dilakukan setiap lima jam selama 15 jam. Berikut ini merupakan waktu sampling selama penelitian (Tabel 2). Tabel 2. Waktu sampling selama penelitian Sampling ke- Waktu pengamatan (WIB) Keterangan Sebelum aerasi Aerasi 5 jam Aerasi 10 jam Pascaaerasi Pada penelitian utama dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air yang berpotensi mendapatkan pengaruh dari adanya alat aerasi hipolimnion (Tabel 3). Sampling air untuk analisis beberapa parameter kualitas air dilakukan dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler dan dilakukan secara spasial, baik secara vertikal maupun horizontal di titik-titik kedalaman yang telah ditentukan (Gambar 3). Sampling air secara vertikal bertujuan untuk pengukuran fosfat total dan klorofil-a, sedangkan secara horizontal dilakukan untuk pengukuran

27 14 DO, suhu, dan ph. Selain itu, dilakukan pengukuran kecerahan pada pagi hari (pukul WIB), siang hari (pukul WIB), dan sore hari (pukul WIB). Tabel 3. Parameter serta alat dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air selama penelitian (Eaton et al. 2005) Parameter Unit Alat dan Metode Penanganan Lokasi DO mg/l DO meter/elektrometrik in situ Suhu o C DO meter/elektrometrik in situ ph - ph meter/potensiometrik in situ Kecerahan cm Secchi disk/visual in situ Fosfat total mg/l Spektrofotometer/Digestion Pendinginan Laboratorium Klorofil-a mg/m 3 Spektrofotometer/Aseton Pendinginan Laboratorium DO merupakan parameter utama dalam penelitian ini. DO diukur langsung dengan menggunakan DO meter pada kedalaman yang telah ditentukan. Hasil analisis contoh air terhadap beberapa parameter kualitas air merupakan sumber data yang akan dikumpulkan selama pengamatan. Analisis contoh air terhadap beberapa parameter tersebut dilakukan berdasarkan Eaton et al. (2005). Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian disajikan pada Lampiran Pengumpulan dan Pengolahan Data Penentuan TSI Data TSI dibutuhkan untuk perhitungan laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD). Penentuan status kesuburan dengan TSI dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa parameter (Carlson 1977). TSI dihitung berdasarkan tiga parameter yang sangat berpengaruh terhadap kesuburan danau, yaitu kedalaman Secchi (SD), klorofil-a (Chl), dan fosfat total (TP). Dari tiga parameter tersebut kemudian ditentukan TSI masing-masing parameter (TSI SD, TSI Chl, dan TSI TP ). Contoh perhitungan TSI disajikan pada Lampiran 7. Berikut ini adalah rumus perhitungan TSI (Carlson 1977):

28 15 Keterangan: TSI : Indeks status trofik SD : Kedalaman Secchi (m) Chl : Klorofil-a (mg/m 3 ) TP : Fosfat total (mg/m 3 ) TSI SD : Indeks status trofik untuk kedalaman Secchi TSI Chl : Indeks status trofik untuk klorofil-a TSI TP : Indeks status trofik untuk fosfat total 3.4. Analisis Data Analisis deskriptif Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Data tersebut juga dibandingkan dengan nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas III (Lampiran 6) Penentuan persen saturasi DO Konsentrasi oksigen jenuh (saturasi) akan tercapai jika konsentrasi DO di air sama dengan konsentrasi DO saturasi. Tingkat kejenuhan DO di perairan dinyatakan sebagai persen saturasi (Boyd 1998, Wetzel & Likens 1991). Persamaan untuk memperkirakan persen saturasi adalah: Konsentrasi DO saturasi menurun dengan meningkatnya suhu air dan menurunnya tekanan atmosfer. Konsentrasi DO saturasi pada suhu yang berbeda dan tekanan atmosfer permukaan laut (760 mmhg) ditampilkan pada Lampiran 8. Tekanan atmosfer di suatu tempat berbeda dengan tempat lainnya bergantung pada ketinggian tempat tersebut. Perbedaan tekanan atmosfer tersebut akan mempengaruhi data konsentrasi DO saturasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan koreksi tekanan atmosfer pada tempat penelitian agar diperoleh data konsentrasi DO saturasi yang tepat. Koreksi data dan tekanan atmosfer tersebut dapat dilakukan dengan persamaan (Boyd 1990):

29 16 Keterangan: DO c : Koreksi konsentrasi DO saturasi (mg/l) DO t : Konsentrasi DO saturasi pada tekanan atmosfer 760 mmhg (Lampiran 8) BP : Tekanan atmosfer suatu tempat h : Ketinggian suatu tempat (meter) Jika tekanan atmosfer suatu tempat (BP) tidak diketahui, maka perkiraan tekanan atmosfer pada suatu tempat dengan ketinggian (h) dapat ditentukan dengan persamaan di atas (Boyd 1990). Contoh perhitungan tekanan atmosfer Danau Lido, koreksi konsentrasi DO saturasi, dan persen saturasi DO disajikan pada Lampiran Analisis laju penurunan oksigen hipolimnion Laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD) dapat digunakan sebagai indikator produktivitas danau. Model dugaan AHOD ditentukan berdasarkan pada nilai indeks status trofik (TSI) dan kedalaman hipolimnion (Z h ). Model dugaan laju penurunan oksigen hipolimnion menurut Borowiak (2010) adalah sebagai berikut. AHOD (g O 2 /m 2 hari) = 0,121TSI + 0,041 h 5,34 (r 2 = 0,98, p < 0,001) Keterangan: AHOD : Laju penurunan oksigen hipolimnion (g O 2 /m 2 hari) TSI : Indeks status trofik : Kedalaman hipolimnion h

30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Lapisan hipolimnion Lapisan hipolimnion ditentukan berdasarkan distribusi suhu secara vertikal. Lapisan hipolimnion adalah lapisan yang memiliki suhu lebih dingin dibandingkan lapisan epilimnion dan metalimnion serta memiliki perbedaan suhu yang relatif kecil (Goldman dan Horne 1983). Distribusi vertikal suhu di Danau Lido disajikan pada Gambar 4 dan Lampiran 5. Gambar 4. Distribusi vertikal suhu di sekitar KJA Danau Lido Berdasarkan Gambar 4, Lapisan hipolimnion di sekitar KJA Danau Lido dimulai dari kedalaman 4 meter. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu di lapisan tersebut relatif sama dan perbedaan suhu yang sangat kecil. Suhu pada pagi hari berkisar antara 25,3-25,4 o C; pada siang hari berkisar antara 25,5-25,9 o C; dan pada sore hari berkisar antara 25,2-25,4 o C Oksigen terlarut (DO) Distribusi horizontal DO DO merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Pengamatan DO dilakukan di jarak 0; 1,5; 3; dan 4,5 meter dari outlet alat aerasi. Pengamatan

31 18 dilakukan sebelum aerasi, saat aerasi (5 dan 10 jam), dan pascaaerasi. Data konsentrasi DO dapat dilihat pada Lampiran 5. Distribusi horizontal DO di kedalaman 4 meter disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Distribusi horizontal DO di kedalaman 4 meter Konsentrasi DO selama pengamatan berkisar antara 0,1-1,0 mg/l. Konsentrasi DO sebelum aerasi sangat rendah sebesar 0,1 mg/l; sedangkan konsentrasi DO pada saat aerasi selama 5 dan 10 jam mengalami peningkatan berkisar antara 0,1-0,7 mg/l dan 0,1-1,0 mg/l. Konsentrasi DO pascaaerasi berkisar antara 0,1-0,8 mg/l (Gambar 5). Konsentrasi DO di jarak 0; 1,5; 3; dan 4,5 meter berturut-turut berkisar antara 0,1-1,0 mg/l; 0,1-0,8 mg/l; 0,1-0,4 mg/l; dan 0,1-0,2 mg/l. Konsentrasi DO terbesar (1,0 mg/l) terjadi pada saat aerasi 10 jam di jarak 0 meter, sedangkan konsentrasi DO terkecil (0,1 mg/l) terjadi sebelum aerasi di jarak 0-4,5 meter; saat aerasi 5 jam di jarak 3 dan 4,5 meter; saat aerasi 10 jam di jarak 4,5 meter; dan pascaaerasi di jarak 3 meter Peningkatan konsentrasi DO di sekitar outlet alat aerasi hipolimnion Adanya aerasi dapat meningkatkan konsentrasi DO di perairan. Peningkatan konsentrasi DO di sekitar outlet alat aerasi hipolimnion setelah dilakukan aerasi di daerah tersebut disajikan pada Gambar 6.

32 19 Konsentrasi DO (mg/l) Aerasi 5 jam Aerasi 10 jam 0.4 Pascaaerasi Jarak dari outlet alat aerasi (m) Gambar 6. Peningkatan konsentrasi DO akibat aerasi hipolimnion Gambar 6 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi DO akibat aerasi hipolimnion berkisar antara 0-0,9 mg/l. Peningkatan konsentrasi DO pada saat aerasi 5 dan 10 jam berkisar antara 0-0,6 mg/l dan 0-0,9 mg/l; sedangkan pascaaerasi berkisar antara 0-0,7 mg/l. Peningkatan konsentrasi DO terbesar (0,9 mg/l) terjadi pada saat aerasi 10 jam di jarak 0 meter, sedangkan pada saat aerasi 5 jam dan pascaaerasi di jarak 3 dan 4,5 meter serta saat aerasi 10 jam di jarak 4,5 meter tidak ada lagi peningkatan konsentrasi DO. Data peningkatan konsentrasi DO dapat dilihat pada Lampiran Persen saturasi DO Persen saturasi DO diperoleh dengan membandingkan konsentrasi DO di perairan dengan konsentrasi DO saturasi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa persen saturasi sebelum aerasi sebesar 1,30% dan pada saat aerasi 5 dan 10 jam berkisar antara 1,29-9,05% dan 1,30-13,01%; sedangkan pascaaerasi berkisar antara 1,30-10,37%. Hasil perhitungan persen saturasi DO di sekitar alat aerasi hipolimnion disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data persen saturasi DO di sekitar alat aerasi hipolimnion Waktu pengamatan Konsentrasi DO saturasi Persen saturasi DO Sebelum aerasi 7,70-7,71 1,30% Aerasi 5 jam 7,72-7,74 1,29-9,05% Aerasi 10 jam 7,67-7,68 1,30-13,01% Pascaaerasi 7,68-7,71 1,30-10,37%

33 20 Tabel 4. (lanjutan) Jarak dari outlet alat aerasi (m) Konsentrasi DO saturasi Persen saturasi DO 0 7,68-7,74 1,30-13,01% 1,5 7,68-7,72 1,30-10,41% 3 7,68-7,74 1,29-5,21% 4,5 7,67-7,74 1,29-2,59% Tabel 4 menunjukkan bahwa persen saturasi DO di jarak 0; 1,5; 3; dan 4,5 meter berturut-turut berkisar antara 1,30-13,01%; 1,30-10,41%; 1,29-5,21%; dan 1,29-2,59%. Persen saturasi DO terbesar terjadi pada saat aerasi 10 jam di jarak 0 meter sebesar 13,01% Laju penurunan oksigen hipolimnion Laju penurunan oksigen hipolimnion (areal hypolimnetic oxygen depletion rate/ahod) dihitung berdasarkan pada nilai indeks status trofik dan kedalaman hipolimnion (Borowiak 2010). Nilai laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD) di sekitar outlet alat aerasi hipolimnion disajikan pada Lampiran AHOD (g/m 2 hari) Sebelum aerasi Aerasi 5 jam Aerasi 10 jam Pascaaerasi Waktu pengamatan Gambar 7. Grafik AHOD di sekitar KJA Danau Lido Berdasarkan Gambar 7, nilai AHOD berkisar antara 1,617-1,879 g/m 2 hari. Sebelum aerasi nilai AHOD sangat tinggi sebesar 1,879 g/m 2 hari. Pada saat aerasi selama 5 dan 10 jam nilai AHOD mengalami penurunan menjadi sebesar 1,705 dan

34 21 1,617 g/m 2 hari. Nilai AHOD pascaaerasi kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,675 g/m 2 hari Suhu Selama pengamatan suhu Danau Lido berkisar antara 25,5-26 o C. Distribusi suhu perairan Danau Lido secara horizontal selama penelitian di kedalaman 4 meter disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Distribusi horizontal suhu di kedalaman 4 meter Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu perairan berkisar antara 25,5-26,0 o C. Suhu perairan sebelum aerasi berkisar antara 25,7-25,8 o C. Suhu pada saat aerasi 5 dan 10 jam berturut-turut berkisar antara 25,5-25,6 o C dan 25,9-26,0 o C. Pascaaerasi suhu berkisar antara 25,7-25,9 o C. Suhu terbesar terjadi pada saat aerasi 10 jam di jarak 4,5 meter sebesar 26,0 o C, sedangkan suhu terkecil terjadi pada saat aerasi 5 jam di jarak 0; 3; dan 4,5 meter dengan nilai sebesar 25,5 o C. Data suhu perairan secara horizontal disajikan pada Lampiran ph Tingkat keasaman dan kebasaan suatu danau digambarkan oleh nilai ph. Pengamatan ph air dilakukan secara horizontal pada jarak 0; 1,5; 3; dan 4,5 meter. Data ph dapat dilihat pada Lampiran 5. Distribusi horizontal ph di kedalaman 4 meter disajikan pada Gambar 9.

35 22 Gambar 9. Distribusi horizontal ph di kedalaman 4 meter Selama pengamatan ph Danau Lido cenderung stabil yang berkisar antara 6,81-7,03. Nilai ph sebelum aerasi berkisar antara 6,89-6,93. Pada saat aerasi 5 dan 10 jam nilai ph berkisar antara 6,81-6,96 dan 6,95-7,01, sedangkan pascaaerasi nilai ph berkisar antara 6,99-7,03. Nilai ph terbesar terjadi pascaaerasi sebesar 7,03, sedangkan nilai ph terkecil terjadi pada saat aerasi 5 jam sebesar 6,81. Nilai ph terbesar dan terkecil terdapat di jarak 0 meter Pembahasan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO merupakan salah satu parameter kualitas air terpenting yang ada di perairan karena sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme akuatik dan perubahan proses-proses kimia di perairan (Henderson-Sellers & Markland 1987). DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Salmin 2000). Konsentrasi DO mengalami penurunan dengan bertambahnya kedalaman. Konsentrasi DO di lapisan hipolimnion sangat rendah bahkan dapat mencapai nol. Menurut Goldman & Horne (1983), lapisan hipolimnion merupakan lapisan paling bawah yang berada di bawah metalimnion. Suhu di lapisan ini lebih dingin dan perbedaan suhu secara vertikal relatif kecil. Massa air di lapisan ini memiliki densitas air yang lebih besar. Lapisan ini cenderung mengandung DO yang rendah dan relatif stabil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lapisan hipolimnion Danau Lido dimulai dari kedalaman 4 meter hingga dasar perairan. Hal ini

36 23 dikarenakan suhu perairan di kedalaman tersebut sangat rendah dan memiliki perbedaan suhu yang relatif kecil. Konsentrasi DO sebelum dilakukan aerasi di kedalaman 4 meter (lapisan hipolimnion) termasuk rendah, hanya sebesar 0,1 mg/l. Konsentrasi DO tersebut tidak memenuhi nilai baku mutu untuk kegiatan perikanan PP RI No. 82 Tahun Boyd (1998) menyatakan bahwa konsentrasi DO kurang dari 1 atau 2 mg/l dapat mematikan organisme perairan jika terjadi selama beberapa jam. Konsentrasi DO yang rendah di kedalaman 4 meter dapat disebabkan oleh proses respirasi dan dekomposisi bahan organik yang lebih dominan dibandingkan fotosintesis serta tidak adanya difusi langsung dari atmosfer. Menurut Salmin (2000) penurunan konsentrasi DO dikarenakan proses fotosintesis yang semakin berkurang, DO semakin banyak digunakan untuk respirasi dan oksidasi bahan-bahan organik. Welch (1952) juga menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya penurunan konsentrasi DO di perairan adalah respirasi yang berlangsung sepanjang hari dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dan terakumulasi di dasar perairan. Salah satu cara untuk meningkatkan DO yang rendah di kedalaman 4 meter adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion di kedalaman tersebut. Aerasi hipolimnion merupakan teknik manajemen danau yang dirancang untuk meningkatkan konsentrasi DO dan mengurangi kondisi anoksia di lapisan hipolimnion dan masalah-masalah yang terkait. Aerasi hipolimnion dapat meningkatkan konsentrasi oksigen hipolimnion tanpa merusak stratifikasi kolom air dan tidak meningkatkan suhu air secara signifikan di lapisan hipolimnion (McQueen & Lean 1986 in Burris 1998). Aerasi hipolimnion dilakukan di kedalaman 4 meter untuk meningkatkan konsentrasi DO di kedalaman tersebut. Aerasi tersebut dioperasikan selama 10 jam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi DO akibat aerasi hipolimnion. Peningkatan konsentrasi DO menyebar secara horizontal di sekitar outlet alat aerasi. Perlakuan aerasi tidak mempengaruhi suhu air di sekitar alat aerasi. Suhu perairan relatif sama, baik sebelum maupun setelah dilakukan aerasi. Menurut McQueen & Lean (1986) in Burris (1998) sistem aerasi yang dirancang dengan baik

37 24 tidak akan merusak stratifikasi dan tidak meningkatkan suhu air secara signifikan di lapisan hipolimnion. Hal ini sangat baik bagi perairan karena jika aerasi hipolimnion meningkatkan suhu air, maka stratifikasi kolom air akan rusak dan selanjutnya berpotensi untuk menimbulkan pengadukan massa air yang akan mengangkat gas-gas beracun dari dasar perairan. Aerasi hipolimnion dapat meningkatkan konsentrasi DO di kedalaman 4 meter. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin lama aerasi, maka konsentrasi DO akan semakin tinggi. Selain itu, konsentrasi DO juga akan semakin tinggi dengan semakin dekatnya jarak dari outlet alat aerasi. Konsentrasi DO pada saat aerasi 10 jam dapat mencapai 1 mg/l. Peningkatan konsentrasi DO berkisar antara 0-0,9 mg/l. Hasil tersebut relatif sama dengan hasil penelitian Nursandi (2011) yang menyatakan bahwa aerasi yang dilakukan di kedalaman 4,25 meter meningkatkan konsentrasi DO sebesar 0-0,7 mg/l. Adanya aerasi dapat meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman 4 meter terutama pada saat dilakukan aerasi selama 5-10 jam. Peningkatan konsentrasi DO pada saat aerasi 10 jam lebih besar dibandingkan dengan pada saat aerasi 5 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama aerasi, maka peningkatan konsentrasi DO akan semakin besar. Pada waktu tersebut terjadi peningkatan konsentrasi DO masing-masing sebesar 0-0,6 mg/l dan 0-0,9 mg/l. Konsentrasi DO tidak lagi meningkat setelah aerasi dimatikan bahkan konsentrasi DO cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada sumber oksigen yang dapat meningkatkan konsentrasi DO setelah aerasi dimatikan. Konsentrasi DO pascaaerasi (5 jam setelah aerasi dimatikan) berkisar antara 0,1-0,8 mg/l. Konsentrasi DO pascaaerasi kembali mengalami penurunan dari sebelumnya pada saat aerasi 10 jam. Namun konsentrasi DO pascaaerasi masih lebih besar dibandingkan dengan sebelum aerasi dan saat aerasi 5 jam. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diduga bahwa konsentrasi DO akan kembali ke kondisi seperti sebelum aerasi (0,1 mg/l) pada saat 10,6 jam setelah aerasi dimatikan. Hal ini berarti pada waktu tersebut dan setelahnya tidak ada lagi peningkatan konsentrasi DO akibat aerasi hipolimnion. Hasil uji t (Lampiran 10) menunjukkan bahwa aerasi selama 10 jam dapat meningkatkan konsentrasi DO (p<0,05).

38 25 Selama dilakukan aerasi hipolimnion, peningkatan konsentrasi DO di jarak 0 meter (dekat dengan outlet alat aerasi) cenderung lebih besar dibandingkan dengan jarak yang lebih jauh dari 0 meter. Peningkatan konsentrasi DO di jarak 0 meter berkisar antara 0,6-0,9 mg/l; sedangkan di jarak 1,5 dan 3 meter peningkatan konsentrasi DO berkurang dari sebelumnya berkisar antara 0,3-0,7 mg/l dan 0-0,3 mg/l. Bahkan di jarak 4,5 meter tidak ada lagi peningkatan konsentrasi DO. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak dari outlet alat aerasi, maka peningkatan konsentrasi DO akan semakin kecil bahkan mencapai nol (tidak ada peningkatan). Peningkatan konsentrasi DO yang semakin kecil dapat disebabkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik dan respirasi organisme perairan yang terjadi pada saat air dikembalikan ke kedalaman 4 meter setelah dilakukan aerasi hipolimnion. Pada saat aerasi 5 jam konsentrasi DO tidak lagi mengalami peningkatan di jarak 3 meter, sedangkan pada saat aerasi 10 jam menunjukkan jarak yang lebih jauh, yaitu pada jarak 4,5 meter. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama aerasi dioperasikan, maka akan semakin jauh jarak dari outlet alat aerasi yang mengalami peningkatan konsentrasi DO. Hasil uji t (Lampiran 10) menunjukkan bahwa konsentrasi DO di jarak 0; 3; dan 4,5 meter memiliki perbedaan yang signifikan (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi DO sangat dipengaruhi oleh jarak dari outlet alat aerasi. Semakin jauh jarak dari outlet alat aerasi, maka peningkatan konsentrasi DO akan semakin kecil. Penerapan alat aerasi hipolimnion di beberapa perairan umum dapat meningkatkan konsentrasi DO. Peningkatan konsentrasi DO di beberapa perairan umum setelah dilakukan aerasi hipolimnion disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 tersebut, diketahui bahwa penerapan alat aerasi hipolimnion di Danau Lido dapat meningkatkan konsentrasi DO hingga sebesar 1 mg/l. Konsentrasi DO tersebut merupakan konsentrasi DO terendah dibandingkan dengan perairan umum lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pengoperasian alat aerasi hipolimnion yang terlalu singkat. Alat aerasi hipolimnion di Danau Lido hanya beroperasi selama 10 jam, sedangkan alat aerasi hipolimnion di perairan umum lainnya beroperasi mulai dari 30 hingga 42 hari. Hal tersebut tentu saja akan memberikan pengaruh yang berbeda

39 26 terhadap konsentrasi DO di lapisan hipolimnion. peningkatan konsentrasi DO akan semakin besar. Semakin lama aerasi, maka Tabel 5. Perbandingan konsentrasi DO di beberapa perairan setelah dilakukan aerasi hipolimnion Konsentrasi DO Lokasi Nama alat Lama (mg/l) aerasi Sebelum setelah Sumber pustaka aerasi aerasi Situ Bojongsari Limnotek 3.0-0,08-0,13 0,77-3,10 Hartoto & Fakhrudin (1990) in Hartoto (1993b) Situ Bojongsari Limnotek hari * 1,82-4,81 2,19-7,73 Hartoto (1993b) Waduk Zimapan Limno aerator 30 hari 1 4 Palacio et al. (2008) Danau Lido Aerasi hipolimnion 10 jam 0,1 1 Penelitian ini * aerasi selama 17 jam/hari ( WIB dan WIB) Alat aerasi hipolimnion yang beroperasi selama 42 hari dapat meningkatkan konsentrasi DO hingga menjadi 2,19-7,73 mg/l (Hartoto 1993b). Faktor lain yang menyebabkan konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi hipolimnion di Danau Lido sangat rendah adalah alat aerasi hipolimnion yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengandalkan aerasi secara alami (difusi oksigen dari atmosfer) pada saat air berada di talang air. Berdasarkan data persen saturasi yang diperoleh, tidak terjadi kondisi saturasi, baik sebelum adanya aerasi, saat aerasi, maupun pascaaerasi. Hal ini diduga karena pengoperasian alat aerasi hipolimnion yang masih terlalu singkat yang menyebabkan masih rendahnya peningkatan konsentrasi DO di sekitar alat aerasi hipolimnion. Namun, adanya aerasi dapat meningkatkan persen saturasi di sekitar alat aerasi hipolimnion. Persen saturasi tertinggi dicapai pada saat aerasi selama 10 jam di jarak 0 meter, yaitu sebesar 13,01%, sedangkan persen saturasi terendah diperoleh pada saat aerasi 5 jam di jarak 3 dan 4,5 meter sebesar 1,29%. Hal tersebut menunjukkan bahwa persen saturasi akan semakin tinggi jika aerasi dilakukan secara terus-menerus selama lebih dari 10 jam dan dapat mencapai kondisi saturasi. Secara umum peningkatan konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi hipolimnion dipengaruhi oleh lama aerasi dan jauh dekatnya jarak horizontal dari

40 27 outlet alat aerasi. Besarnya peningkatan DO juga tergantung pada keadaan cuaca (cerah atau hujan), suhu air, dan pola arus di sekitar outlet alat aerasi. Berikut ini adalah gambaran konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi di kedalaman 4 meter (Gambar 10). Gambar 10. Gambaran konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi berdasarkan jarak dari outlet alat aerasi dan waktu pengamatan Konsentrasi DO di kedalaman 4 meter, baik sebelum maupun setelah dilakukan aerasi, berkisar antara 0,1-1,0 mg/l. Konsentrasi DO tersebut masih rendah walaupun terjadi peningkatan konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi hipolimnion. Konsentrasi DO juga masih berada di bawah nilai baku mutu untuk kegiatan perikanan sebesar 3 mg/l sehingga sudah tidak layak untuk kegiatan perikanan. Boyd (1998) menyatakan bahwa kosentrasi DO sebesar 5 mg/l merupakan kondisi terbaik agar ikan dapat tumbuh dengan baik. Konsentrasi DO yang rendah dalam penelitian ini tentu saja tidak dapat menunjang kebutuhan DO yang tinggi untuk proses respirasi dan dekomposisi bahan organik di kedalaman tersebut. Hal tersebut juga menandakan bahwa kondisi perairan di kedalaman 4 meter cenderung mendekati anoksik. Kondisi anoksik dapat membahayakan kehidupan ikan di dalam KJA dan organisme lainnya yang ada di luar KJA terutama di lapisan hipolimnion. Danau Lido merupakan danau yang termasuk ke dalam status kesuburan eutrofik. Hal ini berdasarkan nilai TSI yang diperoleh berkisar antara 56,14-58,31. Menurut Carlson (1977), perairan yang memiliki nilai TSI berkisar antara termasuk ke dalam status kesuburan eutrofik. Hasil penelitian sebelumnya juga

41 28 menunjukkan bahwa Danau Lido merupakan danau eutrofik dengan nilai TSI 54,01-61,43 (Amalia 2010). Salah satu permasalahan yang sering terjadi di danau eutrofik adalah penurunan konsentrasi DO terutama di lapisan hipolimnion. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya atau bahkan sudah tidak ada lagi sumber oksigen dan kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi bahan organik semakin meningkat di lapisan hipolimnion (Welch 1952, Salmin 2000). Untuk mengetahui laju penurunan oksigen terutama di lapisan hipolimnion, maka dapat dilakukan perhitungan laju penurunan oksigen hipolimnion (areal hypolimnetic oxygen depletion rate/ahod) (Borowiak 2010). AHOD dapat digunakan sebagai indikator produktivitas danau (Mortimer 1941 in Walker 1979). Nilai AHOD Danau Lido berkisar antara 1,617-1,879 (g/m 2 hari). Hal ini menunjukkan bahwa Danau Lido termasuk danau dengan status kesuburan eutrofik karena AHOD bernilai lebih dari 0,55 g/m 2 hari (Mortimer 1941 in Walker 1979). Adanya aerasi hipolimnion dapat menurunkan nilai AHOD. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aerasi selama 5 jam dapat menurunkan AHOD sebesar 9,29%, sedangkan aerasi selama 10 jam menurunkan AHOD sebesar 13,96% menjadi sebesar 1,617 g/m 2 hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama aerasi, maka AHOD akan semakin berkurang. Hal ini tentu saja sangat baik bagi perairan karena dapat mengurangi permasalahan penurunan oksigen di lapisan hipolimnion yang sering terjadi di danau yang memiliki status kesuburan eutrofik. Konsentrasi DO di perairan Danau Lido, terutama di lokasi pengamatan memiliki nilai yang sangat rendah. Rendahnya konsentrasi DO dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen untuk menunjang kehidupan organisme perairan dan proses dekomposisi bahan organik di dalam perairan yang sangat membutuhkan oksigen. Salah satu pengelolaan yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat aerasi hipolimnion. Aerasi hipolimnion merupakan teknik pengelolaan danau yang dirancang untuk meningkatkan konsentrasi oksigen hipolimnion. Alat ini dapat dipasang di lokasi KJA yang memiliki konsentrasi DO rendah untuk meningkatkan DO di perairan khususnya kedalaman hipolimnion. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi DO sebelum dilakukan aerasi hipolimnion adalah 0,1 mg/l. Berdasarkan persamaan DO pada Lampiran 11, dapat diduga lama aerasi hipolimnion yang

42 29 dibutuhkan untuk meningkatkan konsentrasi DO di jarak 1,5 dan 3 meter hingga mencapai baku mutu kegiatan perikanan (3,0 mg/l). Tabel 6. Pendugaan lama aerasi hipolimnion untuk mencapai konsentrasi DO 3 mg/l di jarak 0; 1,5; dan 3 meter dari outlet alat aerasi Pendugaan Jarak 1,5 m Jarak 3 m Lama aerasi hipolimnion (jam) 42,63 98,33 Volume air yang diaerasi (liter) 61387, ,2 Tabel 6 menunjukkan bahwa lama aerasi yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi DO sebesar 3 mg/l adalah 42,63 jam di jarak 1,5 meter dan 98,33 jam di jarak 3 meter dengan flow rate air di alat aerasi sebesar 24 liter/menit. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi DO akan kembali mengalami penurunan setelah aerasi dihentikan. Oleh karena itu, alat aerasi ini harus dioperasikan secara terus menerus. Jika alat aerasi ini harus dioperasikan selama sehari (24 jam), maka flow rate harus ditingkatkan menjadi 98,33 liter/menit agar volume air yang dapat diaerasi adalah ,2 liter sehingga konsentrasi DO dapat mencapai 3 mg/l. Volume air tersebut sama dengan pada saat dilakukan aerasi selama 98,33 jam dengan flow rate sebesar 24 liter/menit. Peningkatan flow rate tersebut diduga dapat meningkatkan konsentrasi DO hingga jarak lebih dari 3 meter. Luas perairan yang dapat diaerasi dengan alat aerasi ini adalah 36 m 2 dengan jarak penyebaran hingga 3 meter dari outlet alat aerasi. Jika luas perairan yang digunakan untuk budidaya ikan di KJA adalah 5% dari luas permukaan Danau Lido ( m 2 ) sebesar 9937,5 m 2 (Tambunan 2010), maka dibutuhkan alat aerasi hipolimnion sebanyak 276 alat untuk mengaerasi luas perairan tersebut. Biaya pembuatan alat aerasi hipolimnion yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rp ,00 (Lampiran 12). Jika dibutuhkan alat aerasi hipolimnion sebanyak 276 alat, maka biaya untuk pembuatan alat tersebut adalah Rp ,00. Selain itu, biaya operasional alat aerasi hipolimnion (276 alat) selama 98,33 jam adalah Rp ,00. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, total biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan operasional alat aerasi hipolimnion adalah Rp ,00. Hasil tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan konsentrasi DO dengan penerapan alat aerasi hipolimnion kurang ekonomis dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh karena membutuhkan biaya yang sangat mahal dan

43 30 nilai peningkatan konsentrasi DO masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan perairan umum yang bersifat penyelesaian masalah (perbaikan kualitas air) tidaklah sederhana. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan lain yang lebih ke arah perencanaan pemanfaatan suatu perairan umum. Alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah a) Pengendalian jumlah KJA yang beroperasi. Hal ini dilakukan dengan cara tidak memberikan izin kepada pihak yang ingin membuat KJA baru di Danau Lido; b) Pengendalian pemberian pakan. Metode pemberian pakan harus didasarkan pada bobot ikan dan pengaturan frekuensi pemberian pakan agar pakan yang berlebih dapat dikurangi; c) Penggunaan jaring ganda pada KJA dan melakukan budidaya ikan secara polikultur. Hal ini dilakukan agar pakan yang tidak termakan oleh ikan pada jaring pertama akan dimakan oleh ikan yang berada pada jaring di bawahnya. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah jenis ikan yang dipelihara di jaring bawah harus mampu hidup dengan kondisi oksigen rendah.

44 5. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Aerasi hipolimnion mampu meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (DO) dan mengurangi laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD). Konsentrasi DO mengalami peningkatan hingga jarak 3 meter dan tidak lagi mengalami peningkatan di jarak 4,5 meter dari outlet alat aerasi Saran Upaya yang dapat dilakukan agar konsentrasi DO mencapai 3 mg/l hingga jarak 3 meter dari outlet alat aerasi adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion selama 98,33 jam (flow rate sebesar 24 liter/menit). Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion selama 24 jam. Namun, flow rate air di alat aerasi harus ditingkatkan menjadi 98,33 liter/menit dengan melakukan modifikasi alat aerasi hipolimnion dengan mengganti pompa air. Sebaiknya dilakukan pengamatan di empat lubang outlet alat aerasi hipolimnion agar diketahui distribusi DO di sekitar alat aerasi tersebut.

45 DAFTAR PUSTAKA Amalia FJ Pendugaan status kesuburan perairan Danau Lido, Bogor, Jawa Barat, melalui beberapa pendekatan [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 82 hlm. Benson BB & Krause D The concentration and isotopic fractionation of gases dissolved in freshwater in equilibrium with the atmosphere. 1. Oxygen. Limnol. Oceanogr. 25(4): Borowiak D, Nowinski K, Baranczuk J, Skowron R, & Solarczyk A, Marszelewski W Interactions between areal hypolimnetic oxygen depletion rate and trophic state of lakes in northern Poland. Balwois. Ohrid, Macedonia. Boyd CE Water quality management for pond fish culture. Elsevier Science Publishers Company Inc. New York. 318 p. Boyd CE Water quality in ponds for aquaculture. Alabama Agriculture Experiment Station, Auburn University. Birmingham Publishing Co. Alabama. 482 p. Boyd CE Water quality for pond aquaculture. Research and Development Series No. 43. International Center for Aquaculture and Aquatic Environment, Alabama Agricultural Experiment Station, Auburn University. Alabama. 37 p. Burris V Hypolimnetic aerators: Predicting oxygen transfer and water flow rate. Thesis. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University. Blacksburg, Virginia. Carlson RE A trophic state index for lakes. Limnology And Oceanography. 22(2): Ciawi Peta rupa bumi digital Indonesia. Bogor: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). 1 st ed. Lembar Skala 1 : Cole GA Textbook of limnology. Waveland Press Inc. Illinois. 401 p. Cooke GD, Welch EB, Peterson SA, & Nichols SA Restoration and management of lakes and reservoirs, 3 rd ed. CRC Press. United States of America. 591 p. Eaton AD, Clesceri LS, Rice EW, & Greenberg AE. APHA Standard methods for examination of water and waste water. 21 st ed. American Public Health Association (APHA), American Water Works Association (AWWA), Water Enviroment Federation. Washington DC p.

46 33 Goldman CR & Horne AJ Limnology. McGraw-Hill Book Company. United States of America. xvi+464 p. Hartoto DI. 1993a. Experimental aeration of Lake Bojongsari with LIMNOTEK 3.1. Limnotek. 1(1): Hartoto DI. 1993b. Experimental aeration with LIMNOTEK 3.1, impacts to dissolved oxygen level. Limnotek. 1(1): Heiskary SA & Wilson CB Minnesota lake water quality assessment report: Developing nutrient criteria, 3 rd ed. Minnesota Pollution Control Agency. Henderson-Sellers B & Markland HR Decaying Lakes: The origins and control of cultural eutrophication. John Wiley and Sons Ltd. Great Britain. x+254 p. Kishimoto N & Mawatari K Restoration of hypolimnetic dissolved oxygen through light irradiation-induced periphyton production. Lakes & Reservoirs: Research and Management. 14: Nordin RN & McKean CJP A review of lake aeration as a technique for water quality improvement. Ministry of Environment. Victoria BC. Nursandi J Peningkatan oksigen terlarut dengan metode aerasi hipolimnion di daerah keramba jaring apung Danau Lido, Bogor [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm. Palacio A, Rodriguez A, & Martinez L Assesment of the performance of an hypolimnetic aerator employing a water quality model. Engineering Institute, National University Autonomous of Mexico. Mexico. [PP-RI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sekretaris Negara Republik Indonesia Jakarta. Salmin Kadar oksigen terlarut di perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Banten. LIPI Salmin Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. 30(3): Smith SA, Knauer DR, & Wirth TL Aeration as a lake management technique. Wisconsin Department of Natural Resources. Technical Bulletin No. 87. Sunanisari S, Suryono T, Yustiawati, Awalina, & Syawal MS Distribusi spasial dan temporal kualitas air Sungai Cikaniki, Jawa Barat. Limnotek. 16(2):

47 34 Tambunan F Daya dukung perairan Danau Lido berkaitan dengan pemanfaatannya untuk kegiatan budidaya perikanan sistem keramba jaring apung [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hlm. Walker WW Use of hypolimnetic oxygen depletion rate as a trophic state index for lakes. Water Resources Research. 15(6): Welch PS Limnology, 2 nd ed. McGraw-Hill Book Company, Inc. United States of America. xi+538 p. Wetzel RG Limnology lake and river ecosystems. Academic Press. California. San Diego. xvi+1006 p. Wetzel RG & Likens GE Limnological Analyses, 2 nd ed. Springer-Verlag New York, Inc. New York. 391 p.

48 LAMPIRAN

49 36 Lampiran 1. Foto lokasi dan pelaksanaan penelitian di Danau Lido Lokasi penelitian di Danau Lido Kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido

50 37 Lampiran 1. (lanjutan) Pemasangan alat aerasi hipolimnion di atas KJA Danau Lido Posisi peletakkan alat aerasi hipolimnion di atas KJA Danau Lido Pelaksanaan penelitian aerasi hipolimnion di KJA Danau Lido

51 38 Lampiran 2. Beberapa desain alat aerasi hipolimnion Desain alat aerasi hipolimnion di luar negeri (Smith et al. 1975; Nordin & McKean 1982) Karakteristik kinerja alat aerasi hipolimnion pada gambar di atas Lokasi Wahnbach Reservoir, West Germany Hemlock Lake, Michigan USA Waccabuc Lake, New York USA Mirror Lake, Wisconsin USA Sumber Kapasitas oksigen (lb/kwh) Efisiensi transfer oksigen (%) Rasio air:udara Bernhardt 0, Fast Union Carbide 1973 Smith et al ,1 10,6 3,8 0,

52 39 Lampiran 2. (lanjutan) Desain alat aerasi hipolimnion di Indonesia (Hartoto 1993a) Limnotek 3.1 adalah jenis reaktor injeksi yang tidak dirancang untuk merusak stratifikasi danau. Limnotek 3.1 terdiri dari pipa PVC berdiameter 20 cm, empat pelampung (L = 50 cm). Pipa dibagi menjadi satu pipa bagian atas (L = 2 m), satu pipa bagian bawah (L = 4 m), empat pipa distribusi (L masing-masig = 2 m), dan jangkar beton (± 35 kg). Udara diinjeksikan ke bagian bawah reaktor dengan debit transfer udara sebesar 3,228 liter/detik. Limnotek 3.1 telah dipasang pada bagian inlet Situ Bojongsari di kedalaman 6,5 m. Injeksi udara dipasok selama 17 jam antara pukul WIB dan WIB (Hartoto 1993a). Volume air yang dapat diaerasi alat ini adalah 3269,8 m 3. Alat ini mampu meningkatkan konsentrasi DO lebih dari 4 mg/l hingga jarak 17 m dari reaktor (Hartoto 1993b).

53 40 Lampiran 3. Spesifikasi alat aerasi hipolimnion 1. (a) (b) Talang air disusun bertingkat (a) dan bersekat-sekat (b) untuk mengoptimalkan proses difusi oksigen Jumlah talang : 4 buah Panjang : 4 meter Lebar : 0,15 meter Tinggi : 0,1 meter Sudut kemiringan talang : o Tinggi air di talang : 0,05 meter Lama air mengalir di talang : 5 menit flow rate air di alat aerasi : 24 liter/menit 3 Pompa air untuk mengangkat air dari lapisan hipolimnion ke talang air Panasonic GP-29JXY (220 V, 50 Hz, 125 Watt) Debit air maksimum : 30 liter/menit Ukuran pompa air : 200 x 156 x 214 mm Berat pompa air : 6 kg 4 Gasoline generator system sebagai sumber listrik Hatsudenki 2.8 AC 220 V, DC 12 V Daya tampung bahan bakar : 3 liter Bahan bakar : bensin (2,5 jam/liter) 5 (c) Ember (volume 20 liter) untuk menampung air dari talang dan mengumpulkan tekanan sebelum air tersebut dialirkan ke kedalaman hipolimnion (c) (d) (d) Pipa (ukuran ¾ inch) diletakkan di bawah ember dengan 5 lubang outlet untuk lebih memaksimalkan distribusi air dari lubang outlet Panjang pipa yang dibutuhkan : 10 meter

54 41 Lampiran 4. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian Alat aerasi hipolimnion Generator system Van Dorn water sampler DO meter ph meter Aquades Secchi disk Cool box Meteran Botol sampel Beaker glass Vacuum pump Labu takar Pipet Gelas ukur

55 42 Lampiran 4. (lanjutan) Sentrifuse Spektrofotometer Pemanas Grinder Bulb Aseton

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2011 di kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat (Lampiran

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada koordinat posisi 106 48 26-106 48

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT 1 DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT SITI NUR AMANAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA AGUSTINA SINUHAJI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido Danau memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan secara ekologis maupun secara ekonomis. Secara ekologis danau antara lain sebagai daerah resapan air, sumber

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2009 berlokasi di Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 0 48

Lebih terperinci

PENYEBARAN OKSIGEN TERLARUT DARI SUNGAI CICENDO DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT

PENYEBARAN OKSIGEN TERLARUT DARI SUNGAI CICENDO DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT PENYEBARAN OKSIGEN TERLARUT DARI SUNGAI CICENDO DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT WENING MURIASIH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian LAMPIRAN 55 56 Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Kegiatan Alat Bahan Pengambilan contoh Alat aerasi hipolimnion Generator System GPS Van Dorn water sampler Tali berskala ph meter

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C

SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C24102036 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT

KANDUNGAN LOGAM BERAT KANDUNGAN LOGAM BERAT Cu, Zn, DAN Pb DALAM AIR, IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DALAM KERAMBA JARING APUNG, WADUK SAGULING SHITA FEMALA SHINDU DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG Oleh : Muhammad Reza Cordova C24104056 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004)

Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Waduk Ir. H. Juanda Waduk merupakan badan perairan yang dibentuk dengan membangun dam melintasi sungai sehingga air bendungan berada di belakang dam (Ryding dan Rast

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

KEBERADAAN H 2 S PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA KAWASAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT MARTHIN ALEXANDER POLITON

KEBERADAAN H 2 S PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA KAWASAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT MARTHIN ALEXANDER POLITON KEBERADAAN H 2 S PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA KAWASAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT MARTHIN ALEXANDER POLITON DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO

STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) WIDIA NUR ULFAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan paling mendasar untuk menunjang suatu kehidupan. Sifat-sifat air menjadikannya sebagai suatu unsur yang paling penting bagi makhluk hidup. Manusia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Waduk Koto Panjang 4.1.1. Suhu air Suhu air perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan berkisar antara 25,0 32,7 o C, pada bulan Maret

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR PUNGKY KUMALADEWI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status trofik merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan yang dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang meliputi nutrien perairan, produktivitas fitoplankton

Lebih terperinci

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya SIKLUS OKSIGEN Pengertian, Tahap, dan Peranannya Apa yang terbesit dalam pikiran anda bila mendengar kata oksigen? Seperti yang kita tahu, oksigen bagian dari hidup kita yang sangat kita butuhkan keberadaannya.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LIDO BERKAITAN DENGAN PEMANFAATANNYA UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG

DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LIDO BERKAITAN DENGAN PEMANFAATANNYA UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LIDO BERKAITAN DENGAN PEMANFAATANNYA UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG FREDRIK TAMBUNAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

FENOMENA DAMPAK UPWELLING PADA USAHA BUDIDAYA IKAN DENGAN KJA DI DANAU DAN WADUK

FENOMENA DAMPAK UPWELLING PADA USAHA BUDIDAYA IKAN DENGAN KJA DI DANAU DAN WADUK FENOMENA DAMPAK UPWELLING PADA USAHA BUDIDAYA IKAN DENGAN KJA DI DANAU DAN WADUK Endi Setiadi Kartamihardja Puslit Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. JUANDA, PURWAKARTA

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. JUANDA, PURWAKARTA PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. JUANDA, PURWAKARTA AFINA PRATIWI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala Berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Lebih terperinci

PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG

PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG ADIB NUGROHO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

The Vertical Profile of Phosphate on the Baru Lake in Buluh Cina Village Siak Hulu Subdistrict Kampar District. Oleh. Abstract

The Vertical Profile of Phosphate on the Baru Lake in Buluh Cina Village Siak Hulu Subdistrict Kampar District. Oleh. Abstract The Vertical Profile of Phosphate on the Baru Lake in Buluh Cina Village Siak Hulu Subdistrict Kampar District Oleh Amat M. Siregar 1), Asmika H. Simarmata 2), Madju Siagian 2) Abstract This research has

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.

Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru. Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru By: Nursaida Sitompul 1, Asmika Harnalin Simarmata 2, Madju Siagian 2 Abstract

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Lapisan Hipolimnion Danau

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Lapisan Hipolimnion Danau 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido Danau Lido terletak pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS, Desa Tugujaya, Kecamatan Cigombong, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berbentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid Makroavertebrata benthik atau sering kita sebut benthos adalah hewan yang tidak bertulang belakang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari 0,5 mm. Menurut

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI. Oleh:

STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI. Oleh: STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: HIRAS SUCIPTO TAMPUBOLON 090302074 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas

Lebih terperinci